Anda di halaman 1dari 64

LAPORAN

PRAKTEK KERJA LAPANG

PERHITUNGAN EFISIENSI LAPANG PADA PENGOLAHAN


TANAH BUDIDAYA TANAMAN TEBU (SACCHARUM
OFFICINARUM L) DI PG DJATIROTO LUMAJANG
JAWA TIMUR

Oleh
Yoga Adhi Pratama

155100201111058

JURUSAN KETEKNIKAN PERTANIAN


FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN
UNIVERSITAS BRAWIJAYA
2018

1
KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis haturkan kepada Allah SWT dan junjungan


Nabi Muhammad SAW, atas kelimpahan rahmat hidayah-Nya
sehingga penulis dapat menyelesaikan laporan Praktek Kerja
Lapang (PKL) yang berjudul “PERHITUNGAN EFISIENSI
LAPANG PADA PENGOLAHAN TANAH BUDIDAYA
TANAMAN TEBU (SACCHARUM OFFICINARUM L) DI PG
DJATIROTO LUMAJANG
JAWA TIMUR”.
Pada kesempatan ini penulis laporan Praktek Kerja Lapang
ini disusun untuk memenuhi persyaratan menyelesai studi S-1 di
Fakultas Teknologi Pertanian Universitas Brawijaya Malang.
Dalam penyusunan laporan PKL ini penulis mendapat bimbingan
dan motivasi dari berbagai pihak, oleh karena itu penulis
mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada :
1. Retno Damayanti, STP., MP selaku dosen pembimbing
PKL atas segala kesabaran, nasihat, arahan, dan
bimbingan kepada penulis.
2. Farid selaku pembimbing lapang, bapak rizky, ibu vindy
yang telah memberikan bimbingan dan pengarahan
selama PKL berlangsung di PT. Perkebunan Nusantara XI
Pabrik Gula Djatiroto.
3. Dr. Ir. Musthofa Lutfi, MP selaku dosen penguji PKL.
4. La Choviya Hawa, STP, MP, PhD selaku Ketua Jurusan
Keteknikan Pertanian, Fakultas Teknologi Pertanian,
Universitas Brawijaya Malang.
5. PT. Perkebunan Nusantara XI Pabrik Gula Djatiroto
Lumajang yang telah memberikan ijin PKL.
6. Kedua orang tua yang selalu memberikan do’a, dukungan
moral dan spiritual, serta semangat untuk menyelesaikan
laporan praktek kerja lapang ini.

2
7. Sahabat-sahabat PKL (Alvian, Firza, Widia, Kania, Plato)
serta seluruh teman-teman TEP 2015.
Penulis menyadari bahwa laporan Praktek Kerja Lapang ini
masih belum sempurna dan banyak kekurangan. Oleh karena itu
penulis mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun
dari pihak pembaca.

Malang, 15 Februari 2018

Penulis

3
DAFTAR ISI

BAB I PENDAHULUAN ........................................................... 10


1.2 Tujuan ......................................................................... 10
1.2.1 Tujuan umum...........................................................11
1.2.2 Tujuan khusus.........................................................12
BAB II TINJAUAN PUSTAKA .................................................. 13
2.1 Tebu ................................. Error! Bookmark not defined.
2.2 PengelolaanTanah ........... Error! Bookmark not defined.
2.3 Pembibitan ....................... Error! Bookmark not defined.
2.4 Penanaman ...................... Error! Bookmark not defined.
2.5 Pemupukan ...................... Error! Bookmark not defined.
2.6 Irigasi................................ Error! Bookmark not defined.
2.8 Mekanisasi Pertanian ....... Error! Bookmark not defined.
2.9 Kapasitas Lapang.............................................................20
2.10 Slip Roda........................................................................21
2.11 Waktu Hilang Belok Diujung...........................................22
2.12 Waktu Hilang Untuk Pengaturan, Kemacetan atau
Kerusakan....................................................................22
2.13 Efisiensi Pengolahan Tanah...........................................22
BAB III METODE PELAKSANAAN ......................................... 24
3.1 Waktu dan Tempat Pelaksanaan ................................... 24
3.2 Metode Pengumpulan Data dan Informasi ..................... 24
3.3 Jadwal Rencana Kerja ................................................... 25
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN ....................................... 27
4.1 Sejarah Umum Perusahaan ........................................... 27
4.2 Lokasi Industri................................................................ 28
4.3 Struktur organisasi ......................................................... 28
4.4 Visi dan Misi Perusahaan............................................... 29
4.5 Proses Budidaya Tebu................................................... 29
BAB V TUGAS KHUSUS ........... Error! Bookmark not defined.
5.1 Spesifikasi Traktor ......................................................... 43

4
5.2 Implemen Traktor ........................................................... 44
5.3 Lebar Pengolahan Tanah dan Kedalaman Kerja............ 45
5.4 Efisiensi Lapang Traktor ................................................ 45
5.4.1 Kapasitas Lapang Teoritis ..................................... 45
5.4.2 Kapasitas Lapang Efektif ...................................... 47
5.4.3 Slip Roda .............................................................. 48
5.4.4 Waktu Hilang Belok Diujung...................................50
5.4.5 Waktu Hilang Untuk Pengaturan, Kemacetan atau
Kerusakan.....................................................................51
5.5 Efisiensi Lapang Pengolahan Tanah.................................53
BAB VI PENUTUP ..................... Error! Bookmark not defined.
6.1.Kesimpulan.................................................................... 55
6.2 Saran ............................................................................. 56
DAFTAR PUSTAKA ................................................................ 57

5
DAFTAR GAMBAR

Gambar 2.1.Budidaya Tanaman Tebu......................................13


Gambar 4.1 Pengolahan Tanah Primer (Bajak I) .....................30
Gambar 4.2 Pengolahan Tanah Sekunder (Bajak II)................31
Gambar 4.3 Proses Kair............................................................31
Gambar 4.4 Varietas N11- 13 ..................................................33
Gambar 4.5 Varietas PS 862. ...................................................33
Gambar 4.6 Varietas HW Merah...............................................34
Gambar 4.7 Varietas BL ...........................................................34
Gambar 4.8 Pembibitan Bagal ..................................................35
Gambar 4.9 Pembibitan Single Bud Planting (SBP) .................36
Gambar 4.10 SUFA (Subsoiler Fertilizer Aplicator)...................37
Gambar 4.11 TerraTyne….........................................................38
Gambar 5.1 John Deere TM6155J........................................... 43
Gambar 5.2 Disc Plow...............................................................44

6
DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1 Struktur Organisasi Bagian Tanaman....................60


Lampiran 2 Peta Wilayah Kebun PG. Djatiroto.........................61
Lampiran 3 Alur Produksi Gula PG. Djatiroto............................62

7
ABSTRAK

PERHITUNGAN EFISIENSI LAPANG PADA PENGOLAHAN


TANAH BUDIDAYA TANAMAN TEBU (SACCHARUM
OFFICINARUM L) DI PG DJATIROTO LUMAJANG
JAWA TIMUR

Oleh
Yoga Adhi Pratama
155100201111058

Pengolahan tanah adalah salah satu kegiatan persiapan


lahan yang bertujuan untuk menciptakan kondisi lingkungan
yang sesuai untuk pertumbuhan tanaman. Pengolahan tanah
merupakan bagian proses terberat dari keseluruhan proses
budidaya, dimana proses ini mengkonsumsi energi sekitar 1/3
dari keseluruhan energi yang dibutuhkan dalam proses budidaya
pertanian. Cara pengolahan tanah yang tidak tepat akan
memboroskan tenaga, maka untuk kelancaran pengerjaan
pengolahan tanah menggunakan alat mekanis diperlukan tenaga
yang besar yaitu traktor dan juga perhitungan yang tepat dengan
melihat kondisi lahan yang akan diolah. Hal mendasar yang
sering digunakan untuk menilai hasil pengolahan tanah dengan
menggunakan traktor, yaitu slip roda traktor, efifsiensi lapang,
dan kapasitas lapang. Pada kenyataan menunjukkan bahwa
sebagian besar operator traktor mengoperasikan traktor
didasarkan atas kebiasaan memenuhi target menyelasaikan
pekerjaan pada waktu tertentu, tetapi mengabaikan besarnya
daya yang hilang, waktu hilang, slip tinggi dan komsumsi bahan
bakar yang tinggi. Hal ini bisa menyebabkan efisiensi lapangnya
rendah, biaya operasional tinggi dan umur pakai traktornya
pendek. Praktek Kerja Lapang (PKL) di PG. Djatiroto Lumajang

8
bertujuan untuk mengetahui Efektifitas dan efisiensi pengolahan
tanah dengan menggunakan traktor roda empat. Hasil yang telah
diperoleh, dapat diketahui Efisiensi lapang yang didapatkan
untuk Bajak I rata-rata sebesar 75,3% sedangkan efisiensi
lapang yang didapatkan pada bajak II rata-rata sebesar 90%.

Kata Kunci : Efektifitas Lapang, Efisiensi lapang, Slip Roda

9
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Tebu adalah salah satu bahan dasar pokok dalam pembuatan
gula. Tanaman perkebunan ini banyak dibudidayakan oleh
masyarakat secara manual, semi mekanis maupun full mekanis.
Sistem manual semua pengerjaan budidaya dilakukan dengan
menggunakan tenaga manusia, sedangkan dalam sistem mekanis
dilakukan dengan alat mesin pertanian. Sistem mekanisasi saat
ini sedang marak digunakan pada sektor pertanian karena
diangap dapat memecahkan permasalahan tenaga kerja yang ada
saat ini.
Tanaman dilapangan terlebih dahulu memperhatikan
bagaimana syarat tumbuh tanaman tersebut. Syarat dalam
budidaya tanaman tebu (Saccharum officinarum) ialah harus
diperhatikan musim tanamnya, kesuburan tanah/lahan, dan
kualitas benih. Tahapan dalam budidaya tanaman adalah
persiapan bibit, persiapan lahan, penanaman, pemeliharaan, dan
pemanenan. Pada pengolahan tanah pada saat ini telah banyak
digunakan mekanisasi, dimana seperti contohnya mekanisasi
dengan meggunakan traktor roda dua maupun traktor roda empat
yang terpasang berbagai implemen sebagai alat bantu
pengolahan tanah.
Pengolahan tanah adalah manipulasi mekanik terhadap tanah
yang diperlukan untuk menciptakan keadaan tanah yang baik bagi
pertumbuhan tanaman, atau menciptakan keadaan lahan yang
siap tanam; pengolahan tanah berkaitan erat dengan produksi
tanaman, terutama dalam menyiapkan struktur tanah yang cocok
untuk pertumbuhan. Pengolahan tanah, selain akan
menggemburkan, sekaligus memadatkan tanah yang
berpengaruh terhadap fisik dan mekanik tanah, dimana pengaruh
ini memberikan akibat perubahan udara dan air dalam tanah, juga

10
memberikan pembatasan mekanis pada perkembangan akar
dengan lapisan keras pada tanah. Pada pengolahan tanah
menggunakan traktor terdapat efisiensi yang didapatkan traktor,
dimana efisiensi merupakan besar kemampuan kerja alat untuk
melakukan pengolahan lahan. Semakin cepat dan banyak tanah
yang terolah, maka efisiensi traktor tersebut juga semakin besar.
PT. Perkebunan Nusantara XI (PTPN XI) adalah badan usaha
milik Negara di bidang industri gula. PTPN XI memiliki unit saha
yang bergerak dibidang produksi gula, salah satunya adalah
Pabrik Gula Djatiroto. PG. Djatiroto merupakan pabrik gula yang
mulai beroperasi sejak tahun 1908. PG. Djatiroto bekerjasama
dengan Pusat penelitian Sukosari yang merupakan pusat
penelitian milik PTPN XI. Oleh karena itu, pemilihan PG. Djatiroto
yang telah menggunakan peralatan mekanisasi untuk proses
pengolahan produk pertanian khususnya budidaya tebu,
merupakan pilihan yang tepat sebagai tempat pelaksanaan
kegiatan Praktek Kerja Lapang

1.2 Tujuan
Adapun tujuan dari Praktek Kerja Lapang ini adalah:
1.2.1 Tujuan umum:
1. Sebagai sarana studi banding antara ilmu pengetahuan yang
diperoleh selama perkuliahan dengan teknologi yang
diterapkan di
lapang.
2. Memenuhi salah satu persyaratan untuk menyelesaikan
jenjang
pendidikan tingkat sarjana S1 di Fakultas Teknologi Pertanian
Universitas Brawijaya.
3. Melatih mahasiswa untuk bekerja mandiri dilapang sekaligus
berlatih untuk menyesuaikan diri dengan kondisi pekerjaan yang
nantinya akan ditekuni.

11
4. Menambah pengalaman dan pengetahuan mahasiswa
mengenai kondisi nyata dilingkungan kerja serta mengetahui
permasalahan-permasalahan beserta alternatif
penyelesaiannya.
1.2.2 Tujuan khusus:
1. Mengetahui kondisi umum di PG Djatiroto Lumajang
2. Mengetahui aspek mekanisasi pada budidaya tanaman tebu
di PG Djatiroto Lumajang.
3. Mengetahui Kapasitas dan Efisiensi lapang pengolahan
tanah pada budidaya tanaman tebu.

12
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Tebu
2.1.1 Pengertian Tebu
Tanaman tebu (Saccharum officinarum L) merupakan bahan
baku industri gula yang merupakan komoditas unggulan dan
dibudidayakan di Indonesia. Tebu sendiri merupakan tanaman
yang berasal dari India. Namun, dari beberapa literature juga
menyatakan bahwa tebu berasal dari Polynesia. Meski demikian,
menurut Nikolai Ivanovich Vavilov, seorang ahli botani Soviet,
yang telah melakukan ekspedisi pada 1887-1942 ke beberapa
daerah di Asia, Eropa, Afrika, Amerika Selatan, dan seluruh Uni
Soviet, memastikan bahwa sentrum utama asal tanaman ini
adalah India dan Indo Malaya (Leovici, 2012).

Gambar 2.1.Budidaya Tanaman Tebu


(Sumber: http://www.ichastore.com/produk/197/Budidaya-Tebu)

Secara morfologi, tanaman tebu dapat dibagi menjadi


beberapa bagian yaitu, batang, daun, akar, dan bunga. Tinggi
batangnya dapat mencapai 3-5 m atau lebih. Kulit batang keras
berwarna hijau, kuning, ungu, merah tua, atau kombinasinya.
Sementara daunnya terdiri dari pelepah dan helaian daun tanpa
tangkai daun. Pada akarnya terdapat dua jenis akar yaitu akar

13
setek saat tebu masih berupa bibit dan akar tunas dimana akar ini
dapat tumbuh satu hingga dua meter. Bunga tebu merupakan
bunga majemuk yang tersusun atas malai dengan pertumbuhan
terbatas. Panjang bunga majemuk sekitar 70-90 cm (Indriani,
2000).

2.1.2 Taksonomi Tebu


Berikut merupakan klasifikasi botani tanamaan tebu
(Plantamor, 2012):
Kingdom : Plantae (tumbuhan)
Sub kingdom : Tracheobionta (tumbuhan berpembuluh)
Super Divisi : Spermatophyta (menghasilkan biji)
Divisi : Magnoliophyta (tumbuhan berbunga)
Kelas : Liliopsida (berkeping satu / monokotil)
Sub Kelas : Commelinidae
Ordo : Poales
Famili : Poaceae (suku rumput-rumputan)
Genus : Saccharum
Spesies : Saccharum officinarum L.

2.1.3 Jenis (Varietas) Tebu


Pemilihan jenis tebu harus memperhatikan sifat-sifat
varietas unggul yaitu, memliki potensi produksi gula yang tinggi
melalui bobot tebu dan rendemen yang tinggi; memiliki
produktivitas yang stabil dan mantap; memiliki ketahanan yang
tinggi untuk keprasan dan kekeringan; serta tahan terhadap
hamadan penyakit. Menurut (Indrawanto, 2010) varietas tebu
berdasarkan masa kemasakannya dapat dibedakan menjadi tiga
yaitu:
1. Varietas genjah (masak awal), mencapai masak optimal ± 8-
10 bulan.

14
2. Varietas sedang (masak tengahan), mencapai masak optimal
pada umur ± 10-12 bulan.
3. Varietas dalam (masak lambat), mencapai masak optimal
pada umur lebih dari 12 bulan.

2.2 Pengelolaan Tanah


Tujuan pengolaan tanah yaitu untuk menciptakan kondisi
fisik, kimia da biologi tanah yang lebih baik sampai kedalaman
tertentu agar sesuai untuk pertumbuhan tanaman. Kondisi fisik
(perubahan ukuran/agregat), warna, porositas, densitas, struktur
dan tekstur tanah. Pengolahan tanah akan berdampak pada
pemadatan tanah dan berlanjut pada penurunan porositas tanah.
Faktor-faktor yang berpengaruh terhadap penurunan proses
pemadatan tanah antara lain berat alat, tekanan udara ban, kadar
air tanah pada saat melintas. Selain itu ada faktor lain yang perlu
diperhatikan yaitu intensitas lalu lintas alat, slip roda, dan baru
tidaknya lahan tersebut diolah sebelumnya (Hersyami dan
Sembiring, 2000).
Kerusakan tanah akibat pengolahan tanah yang dilakukan
secara intensif dapat diperbaiki dengan cara melakukan
kombinasi pengolahan tanah dan memanfaatkan bahan organik
dari limbah tebu yang telah digiling yaitu blotong dan abu ketel.
Pengolahan tanah akan memperbaiki kualitas sifat fisik tanah
seperti meningkatkan porositas dan aerasi tanah sementara
waktu, sedangkan pemanfaatan bahan organik blotong dan abu
ketel mampu memperbaiki sifat fisik tanah dalam jangka waktu
yang lama.

2.3 Pembibitan
Pembibitan merupakan proses yang dilakukan untuk
mempersiapkan tumbuhnya generasi baru dari suatu spesies
makhluk hidup tertentu baik secara alami ataupun secara buatan.

15
Tujuan dilakukan pembibitan adalah untuk menjaga kelangsungan
dan kelestarian makhluk dari kepunahan, selain itu juga agar
mendapatkan bibit unggul. Pembibitan biasa dilakukan oleh petani
untuk mendapatkan hasil komoditas yang maksimal dan dengan
kualitas yang baik (Adinugraha, 2007).
Pembibitan tanaman pada dasarnya dapat dilakukan secara
generatif (menggunakan biji) atau vegetatif (bagian tanaman
selain biji, seperti stek, cangkok, okulasi atau sambung), dengan
teknik pembibitan yang baik maka akan diperoleh bibit yang
berkualitas. Bibit yang berkualitas ditandai oleh kemampuannya
beradaptasi dengan lingkungan baru, dapat tumbuh dengan baik
jika ditanam dilapangan, sehat dan seragam. Agar diperoleh bibit
berkualitas baik, maka perlu dikuasai teknik pembibitan secara
benar yang dimulai dari pembenihan hingga pemeliharaan
tanaman dipersemaian (Adinugraha, 2007).

2.4 Penanaman
Penanaman merupakan usaha penempatan biji atau benih di
dalam tanah pada kedalaman tertentu atau menyebarkan biji di
atas permukaan tanah atau menanamkan bibit di dalam tanah. Hal
ini dimaksudkan untuk mendapatkan perkecambahan serta
pertumbuhan bibit yang baik. Mengingat masa panen tebu
dilakukan pada saat yang relatif serempak, akan tetapi ditanam
pada waktu yang lebih panjang karena bergiliran, maka perlu
diatur komposisi penanaman varietas dengan umur masak yang
berbeda, yaitu masak awal, masak tengah dan masak lambat
(Indrawanto, 2010).
Bibit yang telah siap tanam ditanam merata pada
kairan.Penanaman bibit dilakukan dengan menyusun bibit secara
over lapping atau double row atau end to end (nguntu walang)
dengan posisi mata disamping. Bibit yang telah ditanam kemudian
ditutup dengan tanah setebal bibit itu sendiri. Akan tetapi bila pada

16
saat tanam curah hujan tinggi, maka bibit ditanam sebaiknya
ditanam dengan cara baya ngambang atau bibit sedikit terlihat
(Indrawanto, 2010).

2.5 Pemupukan
Pemupukan merupakan usaha peningkatan kesuburan
tanah, pada jumlah dan kombinasi tertentu dapat meningkatkan
pertumbuhan dan produksi tebu. Pemberian pupuk pada tanaman
tebu bergantung pada varietas, iklim, hama penyakit, serta tingkat
produktivitas. Berdasarkan hal tersebut, rekomendasi pemberian
macam dan jenis pupuk harus didasarkan pada kebutuhan
optimum dan tersedianya unsur hara dalam tanah disertai dengan
pelaksanaan pemupukan yang efisien baik waktu maupun cara
pemberian. Kombinasi jenis dan dosis pupuk yang digunakan
berkaitan erat dengan tingkat produktivitas dan rendemen tebu.
Pupuk yang paling banyak dibutuhkan oleh tanaman tebu
adalah pupuk N. Untuk menghasilkan 1 ton tebu siap giling berasal
dari tanaman keprasan membutuhkan 1,98 kgN/tanaman,
sedangkan tanaman pertama membutuhkan 0,97 kgN/tanaman.
Disamping itu, hara N menentukan hasil dan kualitas tebu karena
memengaruhi luas daun, indeks luas daun, kurun luas daun (leaf
area duration), penutupan kanopi awal, dan laju fotosintesis yang
secara keseluruhan akan meningkatkan produksi biomas
(Hunsigi, 1993).
Pemupukan dapat berupa pupuk tunggal, pupuk majemuk,
pupuk organik dan pupuk anorganik. Penggunaan pupuk tunggal
pada tanaman memberikan dampak yang kurang signifikan bila
dibandingkan dengan pupuk majemuk. Pupuk tunggal memiliki
kelemahan mengandung satu jenis unsur saja serta ketersediaan
di pasaran kerapkali terjadi kelangkaan. Oleh karena itu,
diperlukan solusi lain dengan pemberian pupuk majemuk yang
mengandung lebih dari satu unsur baik hara makro maupun mikro.

17
Disamping pemberian pupuk majemuk, penambahan pupuk
organik perlu dilakukan untuk memperbaiki produktivitas tanah
serta meningkatkan efisiensi pemupukan.(Arifin,2007)
mengemukakan bahwa penggunaan pupuk anorganik secara
berlebih dan terus menerus dalam pertanian intensif sangat
merugikan. Kondisi tersebut dapat mengubah sifat kimia dan fisika
tanah serta menurunnya kehidupan biologis dalam tanah
sehingga menurunkan tingkat kesuburan tanah. Kesuburan tanah
dapat ditingkatkan dengan memberikan zat organik dan mikrob
tanah yang bermanfaat bagi tanaman.

2.6 Irigasi
Irigasi adalah penambahan kekurangan kadar air tanah
secara buatan yakni dengan memberikan air secara sistematis
pada tanah yang diolah. Kebutuhan air irigasi untuk pertumbuhan
tergantung pada banyaknya atau tingkat pemakaian dan efiensi
jaringan irigasi yang ada. Menurut (Ansori, 2013) Saluran irigasi
merupakan bangunan pembawa yang berfungsi membawa air dari
bangunan utama sampai ketempat yang memerlukan. Saluran
pembawa ini berupa :
1. Saluran Primer (Saluran Induk) yaitu saluran yang lansung
berhubungan dengan saluran bendungan yang berfungsi
untuk menyalurkan air dari waduk ke saluran lebih kecil.
2. Saluran Sekunder yaitu cabang dari saluran primer yang
membagi saluran induk kedalam saluran yang lebih kecil
(tersier)
3. Saluran Tersier yaitu cabang dari saluran sekunder yang
langsung berhubungan dengan lahan atau menyalurkan air ke
saluran-saluran kwarter

18
2.7 Pemberantasan hama
Sesuai dengan dinamika perkembangan teknologi, teknik
pengendalian hama dapat dibedakan menjadi empat, yaitu:
a. Pengendalian hama secara tradisional dan alami (sebelum
1942) melalui kultur teknis, pranoto mongso, pestisida alami,
dan pestisida nabati.
b. Pengendalian hama berbasis pestisida kimia diterapkan pada
tahun 1942-1985.
c. Pengendalian hama terpadu (PHT) berbasis keseimbangan
lingkungan yang dilakukan pada tahun 1986-2000, dan
d. PHT berbasis ekologi, perkembangan PHT pada tanaman tebu
berjalan lambat dan masih berbasis teknologi. Hal ini terlihat
dalam tindakan pengendalian, yang meliputi monitoring hama
secara intensif, penanaman benih tebu bebas hama,
pengolahan tanah yang baik, pergiliran tanaman, pengaturan
waktu tanam, penanaman varietas toleran hama, pengambilan
telur, larva dan imago secara langsung maupun dengan
bantuan alat dan memusnahkannya, pengendalian hayati
dengan menggunakan parasitoid telur, penggunaan jamur
Metarhizium, pestisida nabati, dan peraturan pemerintah atau
undang-undang.
Menurut Meyer (2011), praktik pengelolaan hama pada
tanaman tebu dapat dilakukan dengan cara:
1. Pengelolaan lahan sebelum panen dan kultur teknis,
2. Pengelolaan lahan setelah panen,
3. Pengendalian hayati, dan
4. Pengendalian secara kimiawi.

2.8 Mekanisasi Pertanian


Mekanisasi pertanian dalam bahasa ingris berarti
Agricultural Engineering yang berarti aplikasi teknologi dan
manajemen penggunaan berbagai jenis alat mesin pertanian,

19
mulai dari pengolahan tanah, tanam, penyediaan air, pemupukan,
perawatan tanaman, pemungutan hasil hingga ke produk yang
siap dipasarkan. Aplikasi mekanisasi pertanian bertujuan untuk
menangani pekerjaan yang tidak mungkin dilakukan secara
manual, meningkatkan produktivitas sumberdaya manusia, efisien
dalam penggunaan input produksi meningkatkan kualitas dan
produktivitas dan memberikan hasil nilai tambah bagi
penggunanya (Priyanto, 1997).

2.9 Kapasitas Lapang


2.9.1 Kapasitas Lapang Teoritis
Kapasitas lapang teoritis adalah kemampuan kerja suatu
alat di dalam suatu bidang tanah, jika mesin berjalan maju
sepenuh waktunya (100%) dan alat tersebut bekerja dalam lebar
maksimum (100%). Waktu teoritis untuk setiap luasan adalah
waktu yang digunakan untuk kapasitas lapang teoritis.
Perhitungan KLT menggunakan parameter kecepatan kerja dan
lebar implemen dari hasil pengukuran adalah dengan persamaan
(Butar, 2014) :

𝐾𝐿𝑇 = 0,36 × (𝑉𝑡 × 𝑤)

KLT : Kapasitas Lapang Teoritis (ha/jam)


Vt : Kecepatan kerja teoritis (m/det)
w : Lebar kerja pengolahan tanah (m)
Hubungan antara kecepatan teoritis dan kecepatan aktual adalah
sebagai berikut:
𝑉𝑡 = 𝑉𝑎𝑘𝑡/(1 − 𝑆)
𝑠
𝑉𝑎𝑘𝑡 =
𝑡
Vt : Kecepatan kerja teoritis (m/det)
Vakt : Kecepatan actual (m/s)
20
S : Slip roda (desimal)
s : Panjang lintasan (m)
t : Waktu tempuh (s)

2.9.2 Kapasitas Lapang Efektif


Kapasitas lapang efektif atau aktual adalah ratarata dari
kemampuan kerja alat di lapangan untuk menyelesaikan suatu
bidang tanah. Kapasitas dari alat-alat pertanian dapat dinyatakan
dalam acre perjam atau hektar per jam (Daywin,et al.,2008), yaitu
dengan persamaan berikut:
𝐿
𝐾𝐿𝐸 =
𝑊𝐾

KLE : Kapasitas Lapang Efektif (ha/jam)


L : Luas lahan yang diolah (ha)
WK : Waktu kerja yang dibutuhkan (jam)

2.10 Slip Roda


Slip Roda adalah selisih jarak tempuh roda traktor dengan
implemen tanpa beroperasi dengan jarak tempuh roda traktor
dengan implemen saat operasi dibagi dengan jarak tempuh roda
traktor dengan implemen tanpa operasi pada kondisi tanah yang
sama (Santosa, 2009).
(𝜋. 𝐷. 𝑁 − 𝐿)
𝑆= × 100%
(𝜋. 𝐷. 𝑁)
S : Slip roda (%)
D : Diameter roda (m)
N : Banyaknya putaran roda (10 putaran)
L : Jarak yang ditempuh oleh traktor pada saat roda
berputar N kali(m)

21
2.11 Waktu hilang untuk belok di ujung
Waktu hilang untuk belok di ujung merupakan waktu yang
tidak digunakan traktor untuk pengolahan tanah, atau waktu yang
terbuang saat traktor melakukan pembelokan di ujung lapangan
(Ciptohadijoyo, 2003).

L3 = T1/T X 100%

L3 : Waktu hilang untuk belok di ujung (%)


T1 : Jumlah waktu belok diujung lapangan (s)
T : Waktu total bekerja dilapangan (s)

2.12 Waktu hilang untuk pengaturan, mengatasi kemacetan


atau kerusakan
Merupakan waktu yang terbuang karena terjadi masalah
terhadap traktor, baik itu pengaturan implemen, kemacetan atau
kerusakan bagian traktor (Ciptohadijoyo, 2003).
L4 = T2/T x 100 %

L4 :Waktu hilang untuk pengaturan, mengatasi


kemacetan atau kerusakan (%)
T2 :Waktu total digunakan untuk pengaturan,
mengatasi kemacetan atau kerusakan - kerusakan
kecil, dan sebagainya (%)
T :Waktu total bekerja dilapangan (s)

2.13 Efisiensi Pengolahan Tanah


Efisiensi suatu traktor tergantung dari kapasitas lapang
teoritis dan kapasitas lapang efektif. Karena efisiensi merupakan
perbandingan antara kapasitas lapang teoritis dengan kapasitas
lapang efektif yang dinyatakan dalam bentuk (%). Persamaan

22
yang digunakan untuk mengetahui efisiensi pengolahan tanah
adalah sebagai berikut:

𝑲𝑳𝑬
Efisiensi = × 100%
𝑲𝑳𝑻

Dimana:
KLE = Kapasitas Lapang Efektif ( Ha/Jam )
KLT = Kapasitas Lapang Teoritis ( Ha/Jam )
( Yuswar, 2004 )

Pada saat mengolah tanah menggunakan traktor dan alat


bajak maka akan diperoleh tanah terolah dengan luas tertentu dan
selesai ditempuh dalam waktu tertentu, sehingga kemampuan
kerja lapang mengolah tanah tersebut, atau yang dapat
dinyatakan dalam satuan luas tanah terolah persatuan waktu.
Semakin luas tanah yang diselesaikan dalam waktu yang semakin
singkat maka dikatakan bahwa pekerjaan mengolah tanah
tersebut mempunyai efisiensi tanah yang tinggi (Yuswar, 2004).

23
BAB III
METODE PELAKSANAAN

3.1 Waktu dan Tempat Pelaksanaan


Praktek kerja lapang (PKL) ini dilaksanakan di PT. PG
Jatiroto Lumajang JL.Ranu Pakis Nomor 1, Desa Kalibroto Lor,
Kecamatan Jatiroto, Kabupaten Lumajang, Jawa Timu 67355
Indonesia. Praktek Kerja Lapangan dilaksanakan  30 hari atau
satu bulan, ketentuan jam kerja bagi mahasiswa peserta Praktek
Kerja Lapangan disesuaikan dengan jam kerja instansi. PKL ini
dilaksanakan pada tanggal 03 Januari 2018 sampai dengan 03
Februari 2018.
3.2 Metode Pengumpulan Data dan Informasi
Bentuk kegiatan dan metode pengumpulan data yang
dilakukan selama pelaksanaan praktek kerja lapang ini adalah:
3.2.1 Studi Lapang / Riset Lapang
Studi lapang yaitu mengadakan pengamatan langsung di
lapangan dengan cara :
a. Observasi
Metode ini dilakukan dengan cara mengadakan
pengamatan secara langsung untuk mendapatkan data tentang
objek yang akan diamati di PT. PG Jatiroto Lumajang .
b. Wawancara
Metode ini dilakukan dengan cara meminta informasi secara
langsung atau tanya jawab dengan pembimbing lapangan,
bagian pemasaran, QC (Quality Control), serta bagian-bagian
lain yang berkaitan.
c. Dokumentasi
Metode ini digunakan sebagai pengumpulan data yang
dilakukan dengan cara mempelajari dokumen yang berkaitan
dengan kondisi objek pengamatan.

24
3.2.2 Studi Literatur/ Riset Pustaka
Studi literatur yaitu pengumpulan data sekunder dan
informasi dari buku yang berhubungan dengan proses produksi
gula.
3.3 Jadwal Rencana Kerja
Adapun jadwal kegiatan yang dirancang dalam
pelaksanaan Praktek Kerja Lapang ini adalah sebagai berikut:
Tabel 3.1 Jadwal Kegiatan PKL
Tanggal Kegiatan
03 Januari 2018 Pendahuluan dan Pengenalan PG Djatiroto
04 Januari 2018 Pembibitan SBP (Single Bud Planting) dan
pengenalan varietas tebu
05 Januari 2018 Pengenalan budidaya tanaman tebu
06 Januari 2018 Pengolahan tanah bajak 1 desa Sukosari
08 Januari 2018 Penyulaman
09 Januari 2018 Pengenalan administrasi perusahaan
10 Januari 2018 Pembibitan di pusat penelitian Sukosari
11 Januari 2018 Pengenalan jenis jenis implement traktor
12 Januari 2018 Pengenalan kultur jaringan di pusat penelitian
Sukosari
13 Januari 2018 Pembuatan trichograma di pusat penelitian
Sukosari
15 Januari 2018 Pemupukan
16 Januari 2018 Aplikasi pias di lahan tebu (pengendalian
hama dan penyakit dengan menggunakan
hama buatan dan herbisida)
17 Januari 2018 Pembuatan got di desa Sukosari
18 Januari 2018 Pembumbunan menggunakan hand traktor di
desa Sukosari (pengendalian gulma
menggunakan implement rutafator)
22 Januari 2018 Pembumbunan menggunakan traktor new
holand di desa Gedangan vak 5
23 Januari 2018 Pengolahan tanah di desa Gedangan
24 Januari 2018 Pengenalan quality control
25 Januari 2018 Pengenalan pembuatan lalat Jatiroto

25
26 Januari 2018 Pengenalan pembuatan trichogramma.
27 Januari 2018 Pabrikasi

Tanggal Kegiatan
29 Januari 2018 Pemetaan lahan dan pengenalan aplikasi
GPS dan GIS
30 Januari 2018 Tebu rakyat
31 Januari 2018 Kunjungan ke petani TR
01 februari 2018 Penyusunan laporan
02 februari 2018 Presentasi tugas khusus

26
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Sejarah Umum Perusahaan


PG. Djatiroto adalah salah satu pabrik gula yang tergabung
dalam PT. Perkebunan Nusantara XI yang awalnya merupakan
PG. Ranupakis yang didirikan pada tahun 1908 oleh perusahaan
swasta milik Belanda yaitu HVA (Haandels Verenegian
Amsterdam). PG Jatiroto merupakan tempat atau keberadaan PG
besar di Indonesia beberapa tahun lalu. PG Djatiroto yang
berlokasi di Desa Kaliboto, Jatiroto, Kabupaten Lumajang, Jawa
Timur
- Tahun 1884 : rencana pembangunan pabrik gula
- Tahun 1901 : pelaksanaan babat hutan
- Tahun 1905 : pembangunan pabrik gula
- Tahun 1910 : mulai melaksanakan giling
- Tahun 1912 : peningkatan kapasitas giling menjadi 2.400 TTH.
Pada tahun tersebut terjadi pergantian nama dari PG Ranu
Pakis menjadi PG Djatiroto.
- Tahun 1972 : melaksanakan rehabilitasi tahap I
- Tahun 1989 : rehabilitasi II selesai. Kapasitas giling menjadi
6.000 TTH.
Selanjutnya setiap tahun selalu diadakan inovasi peralatan
proses /pabrik, untuk peningkatan kapasitas giling maupun
efisiensi perusahaan. Sehingga pada tahun 1996 pemantapan

27
kapasitas giling menjadi 7.000 TTH, sampai tahun 2000 PG
Djatiroto terus berbenah diri.
jumlah tebu Kabupaten Lumajang melimpah. Sebagian di
antaranya bahkan dipasok ke beberapa PG di Probolinggo

4.2. Lokasi Pabrik Gula Jatiroto


PG. Jatiroto secara berlokasidi Jlan Ranu Pakis Nomor 1
Desa Kaliboto Lor, Kecamatan Jatiroto. Kabupaten Lumajang,
terletak 24 Km dari Kabupaten. Secara Geografis PG Jatiroto
terletak pada :
113o 18’ 11’ – 113o 25’ 5’’ Bujur Timur
8o 70’ 30’’ – 8o 12’ 30’’ Lintang Selatan
Ketinggian 29M diatas permukaan laut
Iklim secara umum meliputi :
o o
Suhu Udara :25 -27 C
Kelembaban Udara : 70-83%
Lama Penyinaran : 40-80%
Daerah Tipe Iklim :C dan D
Curah Hujan : 1.860 mm/th
Jumlah hari hujan : 107 hari/th

4.3 Struktur organisasi


Struktur organisasi merupakan suatu kerangka yang
sengaja di bentuk untuk mewujudkan hubungan kerja, wewenang
dan tanggung jawab dari masing – masing bidang kerja demi
tercapainya tujuan yang telah ditetapkan oleh organisasi Unit
Usaha Djatiroto dipimpin oleh seseorang General Manager dan di
bantu oleh 5 orang manager yaitu Manajer Tanaman, Manajer
Keuangan, Manajer Pengolahan dan Manajer Teknik.

28
4.4 Visi dan Misi Perusahaan
4.4.1 Visi PTPN XI
Menjadi penyangga yang tangguh bagi kelangsungan
hidup PTPN XI
4.4.2 Misi PTPN XI
a) Memaksimalkan Produktivitas Lahan HGU
b) Menjadikan Petani Sebagai Akselerator Produksi
c) Memaksimalkan Efektivitas dan Effisiensi Pabrik
d) Memantapkan Cost Effectiveness
e) Memberdayakan Lingkungan dan Masyarakat Guna
Mendukung Keberadaban Pabrik Gula

4.5 Proses Budidaya Tebu


4.5.1 Persiapan Lahan
4.5.1.1 Pembukaan Lahan
Pembukaan Lahan merupakan persiapan awal sebelum
dimulainya proses penanaman. Persiapan ini dilakukan untuk
memperbaiki sifat fisik tanah yang akan di tanami tebu. Proses
pengolahan tanah di PG Jatiroto sebagian besar dilakukan
dengan proses mekanisasi yang telah modern. Untuk persiapan
pertama yang dilakukan adalah pembersihan lahan dari sisa-sisa
tanaman sebelumnya yang masih ada pada permukaan tanah
ataupun dalam tanah, berupa daun tebu (daduk), dongkelan,
brondolan, serta tanaman tanaman lain yang tumbuh. Untuk
pengolahan lahan yang pertama dimulai dari proses pengerjaan
tutup got untuk memudahkan alat mekanisasi masuk kedalam
lahan yang akan diolah. Selanjutnya setelah pengerjaan tutup got
dilakukan pembajakan I , bajak II , garu/harrow, kair dan
pembuatan got.

29
a) Bajak I
Pengolahan tanah bajak I bertujuan untuk menghancurkan
gulma, membalik tanah dan membersihkan dongkelan.
Pengolahan tanah bajak I dilakukan dengan kedalaman kurang
lebih 35 cm agar tanaman tebu kuat dan membuat tanah memiliki
aerasi yang baik. Pembajakan tanah I dilakukan di seluruh lahan
atau area yang akan dilakukan proses penanaman tebu, bajak I
dilakukan dengan arah kairan pertanaman. Pembajakan I
dilakukan dengan menggunakan implemen Bajak Piringan ( Disk
Plow ).

Gambar 4.1 Pengolahan tanah Primer (Bajak I)

b) Bajak II
Bajak II dilakukan pada lahan dengan memotong bajak I,
yaitu menjalankan traktor pada lahan dengan kemiringan kurang
lebih 45o agar alur tanah sejajar dengan bajakan pertama.
Pembajakan tanah ke II bertujuan untuk menjadikan tanah lebih
halus dan remah dibandingkan dengan hasil pengolahan tanah I.
Bajak II dilakukan dengan menggunakan bajak piringan (Disk
Plow) yang dihubungkan dengan traktor dengan kedalaman bajak
kurang lebih 35 cm.

30
Gambar 4.2 Pengolahan Tanah Sekunder (Bajak II)

c) Penggaruan/ Harrow
Penggaruan tanah bertujuan untuk menggemburkan tanah
dan meratakan tanah pada lahan yang akan ditanami tebu.
Penggaruan dilakukan menggunakan bantuan implemen garu
bergerigi ( Disk Harrow ). Gerigi pada garu difungsikan untuk
memperkecil gesekan atau singgungan mata garu dengan tanah
sehingga penekanan atau penetrasi pada tanah bisal lebih
maksimal.
d) Kair
Kegiatan Kair dilakukan untuk membuat juring tempat
dimana untuk penanaman bibit tebu. Kair dilakukan dengan
bantuan implement furrower. Dimana arah juringan harus sejajar
dengan kemiringan tanah. Arah juring di usahakan utuk
mempermudah jalannya aliran air atau irigasi pada tanah.

Gambar 4.3 Proses Kair

31
e) Pembuatan Got
Got pada sistem mekanisasi dibedakan menjadi cross
drain, parallel drain dan got keling. Cros drain dibuat memotong
tegak lurus dengan kairan dengan lebar 50 cm dan kedalaman 60
cm. Sedangkan paraller drain dibuat sejajar dengan kair. Parallel
drain memiliki lebar 50 cm dan kedalaman 35 cm dengan fungsi
sebagai got irigasi atau masuknya air dari sumber air ke juring-
juring lahan. Got keliling mengelilingi areal pertanaman tebu dapat
berfungsi sebagai saluran pembuangan saat air banyak dan juga
sebagai saluran penampungan masuknya air. Got keliling memiliki
kedalaman 80 cm dengan lebar 70 cm.

4.4.2 Pembibitan
Pembibitan merupakan proses awal dalam melakukan
penanaman. Sehingga pertu dipersiapkan bibit yang baik dan
berkualitas agar jumlah produktivitas yang didapatkan pada saat
pemanenan sesuai target, mendukung produksi dan kualitas gula
yang didapatkan pada saat penggilingan. Bibit tebu yang akan di
tanam memiliki karakter karakter yang harus disesuaikan dengan
keadaan lahan, waktu penanaman serta ketahanan terhadap
penyakit. Untuk jenis tebu yang digunakan di PG Jatiroto terdapat
4 varietas diantaranya yaitu :
a. Varietas H11-13
N11-13 merupakan tebu kategori masak awal. Tebu ini
memiliki batang yang gelap serta keras. Varietas ini tidak mudah
terserang hama penggerek batang dan penggerek daun.

32
Gambar 4.4 Varietas H11-13

b. Varietas PS 862
Tebu PS 862 merupakan tebu dengan kategori masak awal.
Ciri-ciri varietas ini yaitu memiliki mata tunas berbentuk cembung,
warna batang hijau dan ruas batang berbentuk seperti koin. Untuk
varietas ini lebih cocok pada lahan sawah dikarenakan dapat
tumbuh maksimal pada lahan dengan kandungan air yang relatif
tinggi.

Gambar 4.5 Varietas PS 862

c. Varietas HW Merah
Tebu HW Merah merupakan varietas kategori masak
tengah. Ciri khas tebu HW Merah yaitu memiliki lapisan lilin
dengan jumlah banyak.

33
Gambar 4.6 Varietas HW Merah

d. Varietas BL
Varietas BL merupakan tubu kategori masak akhir. Tebu BL
memilki mata tunas paling besar dengan bentuk mata segitiga
wajik dan memiliki lapisan lilin, namun lapisan lilin tidak banyak.

Gambar 4.7 Varietas BL

4.4.3 Penanaman
Kegiatan penanaman dilakukan dengan persiapan bibit
berdasarkan jenis bibit yang disesuaikan dengan keadaan lahan,
bulan tanam serta jumlah bibit yang dibutuhkan. Bibit yang
digunakan di kebun tebu PG Jatiroto yaitu bibit bagal dan bibit SBP

34
(Single Bud Planting) yang didapatkan dari kebun bibit PG
Jatiroto.
a. Bagal
Untuk bibit bagal dalam satu batang terdapat 2-3 mata
tunas. Untuk bibit bagal sebelumnya dilakukan sortasi yaitu
dengan memotong batang menjadi 3 bagian,yaitu bagian atas,
tengah dan bawah. Tujuan pembagian ini yaitu untuk
menyeragamkan pertumbuhan tunas, dimana untuk batang
bagian atas lebih mudah tumbuh, bagian tengan tumbuh sedang,
dan untuk batang bagian bawah lebih lambat untuk tumbuh karena
pada bagian bawah terdapat gula yang menyebabkan
pertumbuhan tunas semakin lambat. Penanaman bibit bagal
diletakkan dengan batang tertidur, mata tunas berada di samping.

Gambar 4.8 Pembibitan Bagal

b. Single Bud Planting (SBP)


Untuk bibit Single Bud Planting (SBP) diperoleh dari
pengambilan mata tunas yang ada pada batang tebu dengan cara
di bor (plong) menggunakan alat bor ataupun bisa dengan
dipotong manual. Bibit SBP sangat memerlukan nutrisi dan air
yang cukup agar dapat tumbuh, dikarenakan pada bibit SBP tidak
terdapat cadangan makanan seperti apa yang ada pada bibit

35
Bagal sehingga harus lebih di kontrol untuk kebutuhan air dan
nutrisinya. Bibit SBP ditanam dengan cara memasukkan mata
tunas yag sudah di plong ke dalam tanah.

Gambar 4.9 Pembibitan Single Bud Planting (SBP)

4.4.4 Pengairan (Irigasi)


Setelah seluruh bibit tertanam, langkah selanjutnya yaitu
melakukan pengairan atau pengeleban. Pengeleban bertujuan
untuk menyediakan air bagi bibit agar bibit terpenuhi kebutuhan
air dan cepat tumbuh tunas. Penyiraman yang dilakukan adalah
siram patri yang dilaksanakan satu minggu setelah penanaman,
penyiraman ini dilakukan ketika tebu sudah agak kering. Pada
lahan tegalan diperlukan lebih banyak penyiraman, karena sifat
tanah yang mudah kering. Pada PG Jatiroto irigasi dilakukan
dengan menggunakan pompa yang disalurkan menggunakan
pipa-pipa yang ada dilahan.
4.4.5 Pemupukan
Pemupukan bertujuan untuk memenuhi nutrisi yang di
butuhkan tebu agar pertumbuhan tebu semakin cepat dan tumbuh
anakan. Pemupukan di PG Jatiroto yaitu :
a. Pemupukan I
Pada tebu dilakukan ketika tebu baru ditanam atau 7 hari
setelah tanam disebut pemberian pupuk dasar. Pemberian pupuk

36
dasar yaitu dengan mencampurkan 3 kw SP36 dan 2 kw Za per
Hektar dengan cara dicampur terlebih dahulu sebelum
dimasukkan pada SUFA (Subsoiler Fertilizer Aplicator). Kemudian
sebelum dilakukan pemupukan ke-2, dilakukan pemberian air
pada tanaman tebu.

Gambar 4.10 SUFA (Subsoiler Fertilizer Aplicator).

b. Pemupukan 2
Ketika tebu berumur antara 20-30 hari dengan
mencampurkan pupuk 6 Kw Za dan 1,5 kw Kcl per Hektar dengan
cara menaburkan pupuk pada daerah sekitar perakaran tanaman
yang kemudian ditutup oleh tanah.

4.4.6 Sulam
Penyulaman dilakukan untuk memngontrol tanaman yang
tumbuh dan tidak tumbuh secara merata. Tanaman sulam ada dua
macam yaitu tanaman tronjolan dan sablangan. Tronjolan berasal
dari bagal, penanaman tronjolan dilakukan dengan membuat
jenangan pada tanah yang akan disulam. Sedangkan sablangan
yaitu tanaman yang berasal dari tunas tanaman tebu yang sudah
tumbuh lalu di bongkar bersamaan dengan akarnya dan
ditanamkan sebagai sulaman.

4.4.7 Penggemburan Tanah


Penggemburan dilakukan bertujuan untuk memecah tanah
yang memadat dan menggemburkan tanah, agar perakaran dapat

37
dengan mudah menembus tanah. Penggemburan tanah dilakukan
menggunakan subsoiler dan terra tyne sebagasi pemotong akar.
Pada proses ini dapat menekan pertumbuhan gulma yang tumbuh
disekitar tanaman tebu. Penggemburan tanah dibantu oleh traktor
roda empat, namun apabila lahan tidak memungkinkan, dapat
juga digunakan hand tractor atau traktor roda dua.

Gambar 4.11 terra tyne

4.4.8 Bumbun
Bumbun dilakukan untuk menambah tanah atau memberi
tanah pada tanaman tebu dengan menggunakan implemen disk
bedder dan terra tyne. Untuk pembumbunan yang ada pada PG
Jatiroto ada 2 kali yaitu :
a. Bumbun I
Bertujuan untuk memelihara media tanah tempat tumbuh
akar, mencegah pertumbuhan rumput dan menambah unsur hara.
Bumbun I dilakukan ketika umur tanaman kurang lebih 4 minggu.
b. Bumbun II
Bertujuan untuk memacu pertumbuhan anakan,
memberikan unsur hara dan sebagai pengokoh tanaman tebu
apabila tanaman tersebut terkena angin. Bumbun II dilakukan
dengan bantuan implemen disk bedder. Bumbun II dilakukan
padaa saat umur tanaman antara 1,5-2 bulan.

38
Gambar 4.12 Pembumbunan

4.4.9 Klentek
Kletek bertujuan untuk memperbanyak sinar matahari
masuk ke sela sela tanaman tebu agar kebutuhan sinar matahari
tercukupi. Klentek dilakukan dengan cara membuang daun-daun
kering yang masih menempel pada batang tebu dengan cara di
klentek. Klentek dilakukan 2 kali, yaitu klentek I dilaksanakan saat
tanaman berumur 6-7 bulan (8-10 ruas) dan klentek II dilakukan
ketika tanaman berumur lebih dari 8 bulan (lebih dari 11-12 ruas).

4.6 Proses Produksi Gula PG Djatiroto


4.6.1 Stasiun Gilingan
Sebelum masuk ke stasiun gilingan tebu yang ditebang
terlebih dahulu masuk kedalam emplasemen untuk ditimbang
agar diketahui massanya. Kemudian setelah ditimbang
terdapat 6 gilingan yang penjelasannya sebagai berikut :
a) Gilingan I digunakan untuk memerah cacahan tebu dari hasil
pekerjaan pendahuluan sampai kadar kering ampas menjadi
38-40^ atau mencapai HPB I >65%.
b) Gilingan II digunakan untuk memeras ampas gilingan no 1
sampai kadar kering ampas menjadi 42-44%. Pada gilingan II
juga menggunakan penggerak turbin uap yang dikopeldengan
gearbox untuk memutar gilingan. Hasil perahan pada gilingan

39
II dimasukkan dalam peti nira mentah sama seperti nira hasil
gilingan I.
c) Gilingan III digunakan untuk memeras ampas gilingan no 2
sampai kadar kering ampas menjadi 44-46%. Pada gilingan III
juga menggunakan penggerak turbin uap yang dikopel dengan
gearbox untuk memutar gilingan. Hasil perahan pada gilingan
II dimasukkan dalam gilingan I. Hal ini digunakan untuk
mecairkan ampas yang keluar dari gilingan I.
d) Gilingan IV digunakan untuk memeras ampas gilingan no 3
sampai kadar kering ampas menjadi 46-50%. Pada gilingan IV
terdapat penambahan air panas dengan suhu 60-80oC sama
seperti pada gilingan III.hasil perahan pada gilingan IV
dimaskkan dalam gilingan II yang bertujuan untuk
mengencerkan ampas yang keluar dari gilingan II.
e) Gilingan V digunakan untuk memeras ampas gilingan no 4
sampai kadar kering ampas menjadi 48-52%. Pada gilingan V
menggunakan motor hidrolik karena pada awal
perencanaannya mengedepankan variasi untuk hasil
pemerahan yang optimal.
f) Gilingan VI digunakan untuk memeras ampas dari gilingan no
5. Pemerasan ampas pada gilingan no bertujuan agar proses
pembakaran ampas pada boiler tidak terlalu lama.

4.6.2 Stasiun Permurnian


Tujuan utama dari proses pemurnian adalah memisahkan
kotoran dalam nira mentah baik yang terlarut maupun yang tidak
terlarut dengan mengendapkan kotoran semaksimal mungkin dan
meminimalkan kehilangan sukrosa yang akan menjadi kristal-
kristal gula. Nira mempunyai sifat tidak tahan pH rendah dan tidak
tahan pada suhu tinggi.

40
4.6.3 Stasiun Penguapan
Stasiun penguapan bertujuan untuk menguapkan
kandungan air yang terdapat pada nira encer sehingga nira kental
dengan brix 60-64% atau 28o-30o BE. Nira encer yang berasal dari
stasiun pemurnian masih mendandung air dan akan diuapkan
pada stasiun penguapan. PG Djatiroto memiliki 7 unit evaporator
dengan 6 evaporator yang aktif beroperasi dan 1 evaporator untuk
cadangan. Proses penguapan menggunakan 6 evaporator yang
dipasang secara seri dengan tujuan penghematan pemakaian
uap.

4.6.4 Stasiun Kristalisasi (Pemasakan)


Proses kristalisasi adalah proses pengkristalan molekul-
molekul sukrosa dan bentuk cair ke bentuk padat/kristal pada pan
kristalisasi dengan cara menguapan air yang masih terkandung
dalam nira kental. Terbentuknya kristal dari nira dipengaruhi oleh
sifat komponen nira, khususnya sifat kelarutan bahan. Karena
yang dibuat adalah kristal sukrosa, maka yang utama
berpengaruh adalah sifat sukrosa untuk digunakan sebagai
pengendali didalam proses kristalisasi. Nira kental yang keluar
dari stasiun penguapan mempunyai kekentalan sebesar 60-64%
brix, kemudian didalam stasiun kristalisasi diuapkan lagi hingga
tercapai kondisi jenuh.

4.6.5 Stasiun Putaran


Stasiun putaran dan penyelesaian bertujuan untuk
memisahkan kristal gula dan larutan dari larutan induknya
sehingga kristal bisa tahan lama. Pemisahan gula dari larutan
induknya dilakukan dengan cara pemutaran ddan penyaringan
menggunakan gaya sentrifugal. Dengan gaya sentrifugal masakan
akan terlempar menjauhi titik pusat dan larutan akan keluar
melalui celah saringan. PG Djatiroto menggunakan 2 sistem

41
putaran yaitu LGF(Low Grade Fugall) dan HGF(High Grade
Fugall).

4.6.6 Stasiun Pengemasan


Proses selanjutnya adalah tahap penyelesaian yang
berupa proses pengeringan. Produk kristal gula yang diambil
hanya yang berasal dari putaran A atau yang lebih dikenal dengan
gula SHS (Super High Sugar). gula ini akan melewati alat sugar
dryer yang merupakan pengering dengan menghembuskan udara
bersuhu 90oC yang dilanjutkan dengan proses pendinginan
dengan alat sugar cooler yang mempunyai suhu 40oC sehingga
diperoleh gula yang kering. Setelah mengalami proses
pengeringan pada sugar dryer dan pendinginan pada sugar
cooler, maka gula dibawa talang goyang (vibrating screen)
sehingga diperoleh hasil produksi dengan ukuran kristal yang
seragam 0,9-1,3 mm. Proses selanjutnya adalah pengemasan
gula, gula yang telah ditampung didalam sugar bin akan dikemas
dalam karung 50 kg. Kemudian karung gula akan melewati
magnet separation untuk mengecek bahwa gula aman dari unsur
logam

42
BAB V
TUGAS KHUSUS
EFISIENSI LAPANG PADA PENGOLAHAN TANAH
BUDIDAYA TANAMAN TEBU (SACCHARUM OFFICINARUM
L) DI PG DJATIROTO LUMAJANG
JAWA TIMUR

5.1 Spesifikasi Traktor

Gambar 5.1 John Deere TM6155J

PG Jatiroto menggunakan traktor roda empat sebagai


pengolahan tanah. Karena memiliki luas lahan yang sangat luas,
untuk luas lahan HGU sebesar 6.068 Ha dan Non HGU 55.999
Ha. Pada PG jatiroto traktor yang digunakan yaitu traktor New
Holland TM7610S dan John Deere TM6155J. Untuk kedua traktor
memiliki spesifikasi yang hampir sama. Selama kegiatan PKL,
hanya melakukan pengamatan terhadap satu jenis traktor, yaitu
traktor John Deere TM6155J dengan daya sebesar 155HP.

43
Traktor JohnDeere tersebut di produksi pada tahun 2012. Traktor
John Deere TM6155J memiliki diameter ban belakang 167 cm.

5.2 Implemen Traktor


Traktor merupakan kendaraan yang digunakan untuk
membantu kegiatan pengolahan tanah. Traktor tidak dapat
digunakan tanpa adanya alat bantu pengolahan tanah, yang
biasanya disebut dengan implement. Terdapat berbagai macam
implemen yang digunakan untuk pengolahan tanah dengan fungsi
masing-masing sesuai kebutuhan lahan. Jenis implemen dan dan
ukuran implemen yang dipasangkan pada traktor akan
mempengaruhi efisiensi dan daya kerja traktor. Tahan tarik dari
implemen saat mengolah lahan juga mempengaruhi efisiensi kerja
traktor. Tahan tarik merupakan gaya reaksi tanah akibat gesekan
atau tahanan yang ditimbulkan oleh implemen pada saat
dioperasikan.
PG Jatiroto menggunakan berbagai implemen untuk
pengolahan tanah. Implemen-implemen tersebut terdiri dari
berbagai jenis seperti disc plow, mould board, furrower, subsoiler,
terra tyne, rotafator, SUFA. Namun tidak selalu seluruh implemen
di gunakan untuk pengolahan tanah, karena secara umum satu
implemen dapat digunakan untuk dua proses pengolahan tanah.
Seperti contohnya disc plow yang dapat digunakan untuk Bajak I
dan Bajak II.

44
Gambar 5.2 Disc Plow

5.3 Lebar Pengolahan Tanah dan Kedalaman Kerja


Berdasaran hasil pengujian traktor roda empat John Deere
TM6155J menggunakan bajak disc plow pada Bajak I dan Bajak II
pada lahan Tebu Tegalan PG Jatiroto. Untuk Bajak I dibagi 3 kali
perlakuan dimana tiap lahan diukur sebesar 100m x 25m (0,25
Ha). Dan untuk Bajak II juga dibagi 3 kali perlakuan dimana tiap
lahan diukur sebesar 100m x 25m (0,25 Ha). Maka diperoleh hasil
lebar implement dan lebar saat pengolahan sebagai berikut :

Bajak Lebar Kerja (cm) Kedalaman Kerja


(cm)
1 215 40
2 215 37

5.4 Efisiensi lapang Traktor


5.4.1 Kapasitas Lapang Teoritis
Kapasitas lapang teoritis adalah kemampuan kerja suatu
alat di dalam suatu bidang tanah, jika mesin berjalan maju
sepenuh waktunya (100%) dan alat tersebut bekerja dalam lebar
maksimum (100%). Waktu teoritis untuk setiap luasan adalah
waktu yang digunakan untuk kapasitas lapang teoritis.

45
Kapasitas Lapang Teoritis dipengaruhi oleh lebar kerja
pengolahan tanah, kecepatan kerja teoritis, kecepatan actual, Slip
roda, panjang lintasan pengolahan dan total waktu tempuh saat
pengolahan pada lahan. Untuk mendapatkan data perhitungan
Kapasitas Lapang Teoritis, dilakukan dua jenis pengolahan tanah
yaitu Bajak I dan Bajak II. Untuk Bajak I dilakukan tiga kali
pembagian lahan yaitu dengan Lahan 1,2 dan 3. Untuk Baja
k II juga dilakukan tiga kali pembagian lahan, yaitu Lahan
1,2 dan 3.

Tabel 1. hasil perhitungan Kapasitas Lapang Teoritis (KLT)


dengan lebar kerja 2,15 m pada Bajak I
Laha Panjan Waktu Vakt Slip Vt Leba KLT
n g Tempu (m/s Rod (m/s r (ha/jam
lintasan h (s) ) a (%) ) Kerja )
(m) (m)
1 1022,5 1495 0,68 37 1,08 2,15 0,835
2 1022,5 1421 0,72 34 1,09 2,15 0,843
3 1022,5 1372 0,75 31 1,09 2,15 0,844

Tabel 2. hasil perhitungan Kapasitas Lapang Teoritis (KLT)


dengan lebar kerja 2,15 m pada Bajak II
Laha Panjan Waktu Vakt Slip Vt Leba KLT
n g Tempu (m/s Rod (m/s r (ha/jam
lintasan h (s) ) a (%) ) Kerja )
(m) (m)
1 1022,5 1375 0,74 24 0,98 2,15 0,761
2 1022,5 1343 0,76 23 0,99 2,15 0,758
3 1022,5 1311 0,78 19 0,96 2,15 0,743

46
Dari perhitungan diatas didapatkan hasil Kapasitas Lapang
Teoritis (KLT) pada bajak I sebesar 0,835 ha/jam, 0,843 ha/jam
dan 0,844 ha/jam. Sehingga diperoleh rata-rata KLT pada bajak I
sebesar 0,841 ha/jam. Sedangkan pada Bajak II diperoleh KLT
sebesar 0,761 ha/jam, 0,758 ha/jam dan 0,743 ha/jam dengan
rata-rata KL pada bajak II sebesar 0,754 ha/jam .
Menurut Rizaldi (2006), faktor-faktor yang mempengaruhi
kapasitas kerja alat pengolahan tanah adalah sebagai berikut :
1. Ukuran dan bentuk petakan, ukuran petakan yang sempit akan
mempersulit pembelokan alat dan jika bentuknya berliku maka
kapasitas pengolahan akan menjadi rendah.
2. Topografi wilayah, yaitu permukaan tanah, kemiringan tanah
yang masih bisadikerjakan traktor adalah 3 sampai 8 % dimana
pengolahannya dilakukan dengan mengikuti garis kontur.
3. Keadaan traktor, maksudnya adalah apakah traktor masih
baru atau sudah lama, menyangkut umur traktor itu sendiri.
4.Keadaan vegetasi, misalnya tumbuhan semak atau alang-
alang mengakibatkan kemacetan akibat penggumpalan pada
alat karena tertarik atau tidak terpotong.
5. Keadaan tanah, meliputi sifat-sifat fisik tanah (keadaan basah,
kering,berlempung, liat atau keras).
6. Tingkat keterampilan operator, operator yang berpengalaman
dan terampil akan memberikan hasil kerja dan efisiensi kerja
dan efisiensi yang lebih baik.
7. Pola pengolahan tanah, berhubungan dengan waktu yang
hilang pada saat pembelokan pada saat mengolah tanah.

5.4.2 Kapasitas Lapang Efektif


Kapasitas lapang efektif atau aktual adalah rata-rata dari
kemampuan kerja alat di lapangan untuk menyelesaikan suatu
bidang tanah. Kapasitas dari alat-alat pertanian dapat dinyatakan
dalam acre perjam atau hektar per jam. Kapasitas Lapang Efektif
(KLE) dapat digunakan untuk pengukuran parameter kinerja
47
traktor. Kapasitas lapang efektif menunjukkan besarnya lahan
yang diolah per waktu kerja yang dibutuhkan untuk pengolahan
lahan tersebut.
Kapasitas lapang efektif dapat mengetahui besarnya lahan
yang dapat diolah oleh traktor dalam waktu satu jam. Sehingga
dapat memprediksi kemampuan traktor tersebut untuk mengolah
lahan. Kapasitas lapang efektif berpengaruh terhadap efisiensi
lapang traktor saat mengolah tanah.

Tabel 3. hasil perhitungan Kapasitas Lapang Efektif (KLE) dengan


lebar kerja 2,15 m pada Bajak I
Lahan Luas Lahan Waktu Kerja KLE (ha/jam)
(ha) (jam)
1 0,25 0,42 0,595
2 0,25 0,39 0,641
3 0,25 0,38 0,658

Tabel 4. hasil perhitungan Kapasitas Lapang Efektif (KLE) dengan


lebar kerja 2,15 m pada Bajak II
Lahan Luas Lahan Waktu Kerja KLE (ha/jam)
(ha) (jam)
1 0,25 0,38 0,658
2 0,25 0,37 0,676
3 0,25 0,36 0,695

5.4.3.Slip Roda
Slip Roda adalah selisih jarak tempuh roda traktor dengan
implemen tanpa beroperasi dengan jarak tempuh roda traktor
dengan implemen saat operasi dibagi dengan jarak tempuh roda

48
traktor dengan implemen tanpa operasi pada kondisi tanah yang
sama (Santosa, 2009).
Slip akan selalu terjadi pada traktor apabila traktor tersebut
menarik beban. Slip roda traktor berpengaruh terhadap efisiensi
traktor, dimana ketika slip roda traktor semakin besar, maka
efisiensi akan semakin kecil dan apabila slip roda semakin kecil
maka efisiensi traktor juga akan bertambah semakin besar.

Tabel 5. hasil perhitungan Slip Roda dengan diameter roda traktor


1,67m pada
Bajak I
Lahan Banyak Diameter Jarak Slip Roda
Putaran Roda (m) Tempuh (%)
Traktor (m)
1 10 1,67 33,15 37
2 10 1,67 34,8 34
3 10 1,67 36,4 31

Tabel 6. hasil perhitungan Slip Roda dengan diameter roda traktor


1,67m pada
Bajak II
Lahan Banyak Diameter Jarak Slip Roda
Putaran Roda (m) Tempuh (%)
Traktor (m)
1 10 1,67 39,7 24
2 10 1,67 40,1 23
3 10 1,67 42,26 19

Dari data perhitungan diatas, didapatkan besar slip roda


pada Bajak I sebesar 37%, 34% dan 31% dengan rata rata
sebesar 34%. Sedangkan pada Bajak II slip roda yang didapatkan
sebesar 24%, 23% dan 19% dengan rata-rata sebesar 22%. Slip
roda yang didapatkan pada Bajak I relatif tinggi dibandingkan
Bajak II, sehingga dapat mempengaruhi efisiensi lapang traktor.

49
Slip roda Bajak I lebih besar dikarenakan pada saat berada
dilahan banyak terdapat tanaman yang berakar kuat, sehingga
beban yang dihasilkan pada bajak I lebih besar. Bisa juga
dikarenakan keadaan tanah yang berkadar air tinggi.
Menurut Sembiring dkk (1990), menyatakan bahwa slip
roda dapat terjadi pada kondisi tanah yang kering ataupun tanah
basah dengan adanya beban traktor dan kondisi tanah itu sendiri.
Selain itu, dipengaruhi oleh keadaan vegetasi yang dapat
menghambat atau terjadi kemacetan laju traktor akibat sirip rotari
ditutupi oleh semak atau alang-alang.

5.4.4 Waktu Hilang Belok di Ujung


Waktu hilang untuk belok di ujung merupakan waktu yang
tidak digunakan traktor untuk pengolahan tanah, atau waktu yang
terbuang saat traktor melakukan pembelokan di ujung lapangan
(Ciptohadijoyo, 2003).
Waktu hilang karena belok di ujung terjadi ketika traktor
telah melakukan pengolahan tanah dari ujung menuju ujung,
sehingga traktor membutuhkan waktu untuk belok agar dapat
melakukan pengolahan tanah kembali. Waktu hilang karena belok
mempengaruhi perhitungan Kapasitas Lapang Efektif (KLE) dan
efisiensi lapang traktor. Semakin operator traktor terlalu lama
untuk membelokkan traktor, maka efisiensi lapang juga akan
menurun.

Tabel 7. hasil perhitungan waktu hilang pada saat belok diujung


pada Bajak I
Lahan Jumlah Waktu Waktu Total Waktu Hilang
Belok (s) Kerja (s) Untuk belok
(%)
1 252 1495 16,8
2 270 1421 19
3 263 1372 19,1

50
Tabel 8. hasil perhitungan waktu hilang pada saat belok diujung
pada Bajak II
Lahan Jumlah Waktu Waktu Total Waktu Hilang
Belok (s) Kerja (s) Untuk belok
(%)
1 272 1375 19,7
2 273 1343 20,3
3 258 1311 19,6

Dari data di atas, diperoleh perhitungan waktu hilang karena


belok pada Bajak I dengan sembilan kali belokan pada tiap lahan.
Pada lahan 1 sebesar 16,8%, lahan 2 sebesar 19% dan lahan 3
sebesar 19,1% dengan rata-rata sebesar 18,3%. Sedangkan pada
bajak II, lahan 1 sebesar 19,7%, lahan 2 sebesar 20,3% dan lahan
3 sebesar 19,6% dengan rata-rata 19,8%. Untuk perbedaan
Kehilangan waktu karena belok pada Bajak I dan Bajak II tidak
seberapa besar, namun lebih baik jika waktu yang hilang karena
pembelokan di ujung lahan lebih kecil.
Hal ini sesuai dengan pernyataan (Suastawa dkk, 2000)
yang menyatakan pola pengolahan tanah erat hubungannya
dengan waktu yang hilang karena belokan selama pengolahan
tanah. Pola pengolahan harus dipilih dengan tujuan untuk
memperkecil sebanyak mungkin pengangkatan alat, karena pada
waktu diangkat alat itu tidak bekerja, makin banyak pengangkatan
alat pada waktu belok, makin rendah efisiensi kerjanya.

5.4.5 Waktu hilang untuk pengaturan, mengatasi


kemacetan atau kerusakan
Merupakan waktu yang terbuang karena terjadi masalah
terhadap traktor, baik itu pengaturan implemen, kemacetan atau
kerusakan bagian traktor. Waktu hilang untuk pengaturan,
mengatasi kemacetan atau kerusakan tidak bisa di antisipasi,

51
karena terjadi akibat hambatan-hambatan yang ada di lahan.
Seperti adanya batu di lahan, sehingga implemen tersangkut yang
menyebabkan operator harus turun untuk menyetel ulang
implemen. Adanya kerusakan mesin yang tidak terduga, sehingga
operator harus berhenti dan memperbaiki mesin, hal-hal tersebut
juga mempengaruhi efisiensi lapang, karena banyak waktu yang
terbuang.
Tabel 9. hasil perhitungan waktu hilang pengaturan, mengatasi
kemacetan atau kerusakan pada Bajak I
LAHAN TOTAL TOTAL WAKTU
WAKTU WAKTU HILANG
HILANG (S) KERJA (S) (%)
1 49 1495 3,27
2 27 1421 1,9
3 30 1372 2,18

Tabel 10. hasil perhitungan waktu hilang pengaturan, mengatasi


kemacetan atau kerusakan pada Bajak II
Lahan Total Waktu Total waktu Waktu Hilang
Hilang (s) Kerja (s) (%)
1 23 1375 1,67
2 0 1343 0
3 0 1311 0

Dari data yang telah didapatkan dapat diketahui waktu


yang hilang saat pengolahan lahan akibat pengaturan implemen,
mengatasi kemacetan atau kerusakan. Untuk waktu hilang yang
terjadi pada Bajak I dan Bajak II yaitu akibat berhentinya traktor
pada lahan karena penyetelan Implemen, dikarenakan bisa
terdapat batu sehingga menghambat kerja implemen, atau
implemen yang terlalu merunduk.

5.5 Efisiensi Lapang Pengolahan Tanah

52
Pada saat mengolah tanah menggunakan traktor dan alat
bajak maka akan diperoleh tanah terolah dengan luas tertentu dan
selesai ditempuh dalam waktu tertentu, sehingga kemampuan
kerja lapang mengolah tanah tersebut, atau yang dapat
dinyatakan dalam satuan luas tanah terolah persatuan waktu.
Efisiensi lapang merupakan perbandingan antara Kapasitas
Lapang Efektif (KLE) dengan Kapasitas Lapang Teoritis (KLT)
sebagai pembaginya. Efisiensi lapang digunakan untuk
mengetahui kemapuan kerja alat yang digunakan, semakin tinggi
efisiensi lapang, maka semakin cepat kemampuan kerja tersebut.

Tabel 11. hasil perhitungan Efisiensi Lapang Pengolahan Tanah


pada Bajak I
Lahan KLT (ha/jam) KLE (ha/jam) Efisiensi (%)

1 0,835 0,595 71
2 0,843 0,641 76
3 0,844 0,658 79

Tabel 12. hasil perhitungan Efisiensi Lapang Pengolahan Tanah


pada Bajak II
Lahan KLT (ha/jam) KLE (ha/jam) Efisiensi (%)

1 0,761 0,658 87
2 0,758 0,676 89
3 0,743 0,695 94

Dari data hasil perhitungan tersebut diketahui bahwa


efisiensi yang paling besar terdapat pada Bajak II, yaitu 87%, 89%
dan 94% dengan rata-rata sebesar 90%. Sedangkan pada Bajak I
diperoleh efisiensi rata-rata sebesar 75,3%. Sehingga pada
proses Bajak II terbilang sangat efisien dikarenakan proses
pengerjaan yang relatif cepat. Efisiensi tergantung dari kapasitas

53
lapang teoritis dan kapasitas lapang efektif, karena efisiensi
merupakan perbandingan antara kapasitas lapang efektif dengan
kapasitas lapang teoritis. Hasil yang didapat dari kapasitas lapang
efektif untuk pengolahan tanah
Dalam efisiensi lapang pengolahan tanah, keterampilan
operator sangat mempengaruhi tingginya efisiensi pengolahan
tanah, karena keterampilan operator sangat dibutuhkan saat
traktor dioperasikan. Bentuk lahan dan vegetasi yang terdapat
dilahan tersebut juga sangat mempengaruhi efisiensi pengolahan
tanah, karena jika bentuk tanah yang tidak rata akan menyulitkan
operator dalam mengoperasikan traktor sehingga waktu yang
dibutuhkan akan semakin besar. Demikian juga halnya dengan
vegetasi yang terdapat dilahan tersebut, jika vegetasi yang
terdapat berupa alang – alang dan tumbuhan menjalar akan
sangat mengganggu perputaran roda traktor sehingga laju traktor
akan semakin lambat dan waktu yang dibutuhkan akan semakin
besar.

54
BAB IV
PENUTUP

5.1 Kesimpulan
Berdasarkan Pelaksanaan praktek kerja lapang di PTPN XI
PG Jatiroto dapat diambil kesimplan yaitu :
1. Proses budidaya tebu terdiri dari persiapan lahan, dimana
terdiri dari bajak I, bajak II, kair, dan pembuatan Got.
Selanjutnya dilakukan pembibitan, penanaman, pengairan
(irigasi), pemupukan, sulam, penggemburan tanah, bumbun
dan klentek. Budidaya tanaman tebu yang baik dan benar
dapat meningkatkan produktifitas gula, sehingga dalam
budidaya tebu ditekanankan pada pemilihan bibit dan
penanaman yang baik.
2. Efisiensi lapang digunakan untuk mengetahui kemapuan kerja
alat yang digunakan, semakin tinggi efisiensi lapang, maka
semakin cepat kemampuan kerja tersebut. Efisiensi lapang
yang didapatkan untuk Bajak I rata-rata sebesar 75,3%
sedangkan efisiensi lapang yang didapatkan pada bajak II rata-
rata sebesar 90%. Sehingga efisiensi kemampuan kerja alat
paling besar terdapat pada bajak II. Efisiensi pada bajak I lebih
kecil dikarenakan pada lahan masih terdapat vegetasi tanaman
liar ataupun tanah yang masih padat dan belum terpecah
sehingga disc plow lebih banyak terkena beban.

55
5.2 Saran
Untuk pengolahan selanjutnya, lebih baik dilaksanakan
saat lahan kering atau tanah tidak terlalu basah, agar
mendapatkan efisiensi maksimal traktor. Pada tanah basah dapat
menyebabkan terjadinya banyak slip roda dan belok di ujung lebih
susah karena tanah terlalu basah. Untuk operator traktor
disarankan ketika melakukan pengolahan tanah, penginjakan gas
harus konstan, tidak terlalu cepat, karena apabila terlalu cepat slip
roda juga akan bertambah besar.

56
DAFTAR PUSTAKA

Adinugraha, 2007.Teknik Pembibitan Dan Perbanyakan Vegetatif


Tanaman Hias. World Agroforestry, Bogor

Ansori, Ahmad. 2013. Kajian Efektifitas Dan Efisiensi Jaringan


Irigasi Terhadap Kebutuhan Air Pada Tanaman Padi (Studi
Kasus Irigasi Kaiti Samo Kecamatan Rambah Kabupaten
Rokan Hulu). Yogjakarta: UGM

Butar Butar, Ivan Yolesa. 2014. Efisiensi Lapang Dan Biaya


Produksi Beberapa Alat Pengolahan Tanah Sawah Di
Kecamatan Pangkalan Susu Kabupaten Langkat. Medan:
Universitas Sumatera Utara

Daywin, F.j., R.G. Sitompul, I. Hidayat, 2008. Mesin-Mesin


Budidaya Pertanian di Lahan Kering. Yogyakarta: Graha
Ilmu

Hakim M, Arifin M. 2007. Beberapa Cara Perbaikan Tanam pada


Tanaman Tebu Ratoon. [Thesis]. Bandung (ID): Universitas
Pajajaran

Hersyami dan Sembiring EN. 2000. Perubahan Kepadatan Tanah


Karena Tingkat Pembebanan pada beberapa Kondisi Kadar
Air Tanah. Proseding Seminar Nasional Teknik Pertanian
AE2000. Bogor : hlm17-25

Hunsigi G. 1993. Production of Sugarcane.Theory dan Practise.


Berlin (DE): Springer-Vertag. http://doi.org/b32zw6

57
Indrawanto, 2010.Budidaya dan Pasca Panen Tebu. ESKA Media:
Jakarta

Indriani, 2000. Pembudidayaan Tebu di Lahan Sawah dan


Tegalan. Penebar Swadaya:Jakarta

KPP BUMN. 2005. Rendemen Gula. Dilihat 14 September


2017.http://www.kppbumn.depkeu.go.id/Industrial_Profile/P
K4/Profil%20Tebu1_files/page0003.htm\

Leovici, 2012. Pemanfaatan Blotong Pada Budidaya Tebu


(Saccharum officinarum L.) Di Lahan Kering. Makalah
Seminar UGM:Yogyakarta

Naputro,2009. Pengelolaan Tanaman Tebu (Saccharum


Officinarum l.) Di Pabrik Gula Krebet Baru,Pt.Pg.Rajawali I,
Malang, Jawa Timur Dengan Aspek Khusus Mempelajari
Produktivitas Pada Tiap Kategori Tanaman. Institut
Pertanian Bogor:Bogor

Plantamor, 2012. Informasi Spesies Tebu, Dilihat 14 September


2017.http://www.plantamor.com/index.php?plant=1100

Priyanto,1997. Penerapan mekanisasi pertanian vol 11 no 1.


Institut Pertanian Bogor. Bogor

Rizaldi, T., 2006. Mesin Peralatan. Departemen Teknologi


Pertanian FP USU. Medan.

Santosa, Azrifirwan, dan Ruri Wijayanti, 2009. Studi Ergonomi


Traktor Tangan Di Payakumbuh. http://www. 6307322-

58
Makalah-Jurnal-TP-San-Azr-Ruri- 200408. Diakses pada
tanggal 30 September 2009 pukul 12.06 WITA

Sembiring, E.N.,I.N. Suastawa, dan Desrial. 1990. Sumber


tenaga tarik di Bidang Budidaya Pertanian. JICA-
DGHE/IPB Project/ADEAT : JTA-9a (132). Proyek Peningkatan
Mutu Perguruan Tinggi .Institut Pertanian Bogor. Bogor.

Sinaga, Dolly Robertho. 2009. Kapasitas Lapang, Efisiensi dan


Tingkat Pelumpuran Pengolahan Tanah Sawah di
Kelurahan Situgede, Kecamatan Bogor Barat, Kota Bogor.
Bogor. Institut Pertanian Bogor

Suastawa, I. N., W. Hermawan, dan E. N. Sembiring. 2000.


Konstruksi dan Pengukuran KinerjaTraktor Pertanian.
Teknik Pertanian. Fateta.IPB. Bogor.

Subiyakto. 2016. Hama Penggerek Tebu Dan Perkembangan


Teknik Pengendaliannya. Malang : Litbang Jurnal Pertanian

Website :http://www.ichastore.com/produk/197/Budidaya-
Tebudiakses pada tanggal 28 September pukul 05:15 wib.

59
Lampiran 1. Struktur Organisasi Bagian Tanaman

60
61
Lampiran 2. Peta Wilayah Kebun PG. Djatiroto

62
Lampiran 3. Alur Produksi Gula PG Djatiroto

63
64

Anda mungkin juga menyukai