Oleh
Yoga Adhi Pratama
155100201111058
1
KATA PENGANTAR
2
7. Sahabat-sahabat PKL (Alvian, Firza, Widia, Kania, Plato)
serta seluruh teman-teman TEP 2015.
Penulis menyadari bahwa laporan Praktek Kerja Lapang ini
masih belum sempurna dan banyak kekurangan. Oleh karena itu
penulis mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun
dari pihak pembaca.
Penulis
3
DAFTAR ISI
4
5.2 Implemen Traktor ........................................................... 44
5.3 Lebar Pengolahan Tanah dan Kedalaman Kerja............ 45
5.4 Efisiensi Lapang Traktor ................................................ 45
5.4.1 Kapasitas Lapang Teoritis ..................................... 45
5.4.2 Kapasitas Lapang Efektif ...................................... 47
5.4.3 Slip Roda .............................................................. 48
5.4.4 Waktu Hilang Belok Diujung...................................50
5.4.5 Waktu Hilang Untuk Pengaturan, Kemacetan atau
Kerusakan.....................................................................51
5.5 Efisiensi Lapang Pengolahan Tanah.................................53
BAB VI PENUTUP ..................... Error! Bookmark not defined.
6.1.Kesimpulan.................................................................... 55
6.2 Saran ............................................................................. 56
DAFTAR PUSTAKA ................................................................ 57
5
DAFTAR GAMBAR
6
DAFTAR LAMPIRAN
7
ABSTRAK
Oleh
Yoga Adhi Pratama
155100201111058
8
bertujuan untuk mengetahui Efektifitas dan efisiensi pengolahan
tanah dengan menggunakan traktor roda empat. Hasil yang telah
diperoleh, dapat diketahui Efisiensi lapang yang didapatkan
untuk Bajak I rata-rata sebesar 75,3% sedangkan efisiensi
lapang yang didapatkan pada bajak II rata-rata sebesar 90%.
9
BAB I
PENDAHULUAN
10
memberikan pembatasan mekanis pada perkembangan akar
dengan lapisan keras pada tanah. Pada pengolahan tanah
menggunakan traktor terdapat efisiensi yang didapatkan traktor,
dimana efisiensi merupakan besar kemampuan kerja alat untuk
melakukan pengolahan lahan. Semakin cepat dan banyak tanah
yang terolah, maka efisiensi traktor tersebut juga semakin besar.
PT. Perkebunan Nusantara XI (PTPN XI) adalah badan usaha
milik Negara di bidang industri gula. PTPN XI memiliki unit saha
yang bergerak dibidang produksi gula, salah satunya adalah
Pabrik Gula Djatiroto. PG. Djatiroto merupakan pabrik gula yang
mulai beroperasi sejak tahun 1908. PG. Djatiroto bekerjasama
dengan Pusat penelitian Sukosari yang merupakan pusat
penelitian milik PTPN XI. Oleh karena itu, pemilihan PG. Djatiroto
yang telah menggunakan peralatan mekanisasi untuk proses
pengolahan produk pertanian khususnya budidaya tebu,
merupakan pilihan yang tepat sebagai tempat pelaksanaan
kegiatan Praktek Kerja Lapang
1.2 Tujuan
Adapun tujuan dari Praktek Kerja Lapang ini adalah:
1.2.1 Tujuan umum:
1. Sebagai sarana studi banding antara ilmu pengetahuan yang
diperoleh selama perkuliahan dengan teknologi yang
diterapkan di
lapang.
2. Memenuhi salah satu persyaratan untuk menyelesaikan
jenjang
pendidikan tingkat sarjana S1 di Fakultas Teknologi Pertanian
Universitas Brawijaya.
3. Melatih mahasiswa untuk bekerja mandiri dilapang sekaligus
berlatih untuk menyesuaikan diri dengan kondisi pekerjaan yang
nantinya akan ditekuni.
11
4. Menambah pengalaman dan pengetahuan mahasiswa
mengenai kondisi nyata dilingkungan kerja serta mengetahui
permasalahan-permasalahan beserta alternatif
penyelesaiannya.
1.2.2 Tujuan khusus:
1. Mengetahui kondisi umum di PG Djatiroto Lumajang
2. Mengetahui aspek mekanisasi pada budidaya tanaman tebu
di PG Djatiroto Lumajang.
3. Mengetahui Kapasitas dan Efisiensi lapang pengolahan
tanah pada budidaya tanaman tebu.
12
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Tebu
2.1.1 Pengertian Tebu
Tanaman tebu (Saccharum officinarum L) merupakan bahan
baku industri gula yang merupakan komoditas unggulan dan
dibudidayakan di Indonesia. Tebu sendiri merupakan tanaman
yang berasal dari India. Namun, dari beberapa literature juga
menyatakan bahwa tebu berasal dari Polynesia. Meski demikian,
menurut Nikolai Ivanovich Vavilov, seorang ahli botani Soviet,
yang telah melakukan ekspedisi pada 1887-1942 ke beberapa
daerah di Asia, Eropa, Afrika, Amerika Selatan, dan seluruh Uni
Soviet, memastikan bahwa sentrum utama asal tanaman ini
adalah India dan Indo Malaya (Leovici, 2012).
13
setek saat tebu masih berupa bibit dan akar tunas dimana akar ini
dapat tumbuh satu hingga dua meter. Bunga tebu merupakan
bunga majemuk yang tersusun atas malai dengan pertumbuhan
terbatas. Panjang bunga majemuk sekitar 70-90 cm (Indriani,
2000).
14
2. Varietas sedang (masak tengahan), mencapai masak optimal
pada umur ± 10-12 bulan.
3. Varietas dalam (masak lambat), mencapai masak optimal
pada umur lebih dari 12 bulan.
2.3 Pembibitan
Pembibitan merupakan proses yang dilakukan untuk
mempersiapkan tumbuhnya generasi baru dari suatu spesies
makhluk hidup tertentu baik secara alami ataupun secara buatan.
15
Tujuan dilakukan pembibitan adalah untuk menjaga kelangsungan
dan kelestarian makhluk dari kepunahan, selain itu juga agar
mendapatkan bibit unggul. Pembibitan biasa dilakukan oleh petani
untuk mendapatkan hasil komoditas yang maksimal dan dengan
kualitas yang baik (Adinugraha, 2007).
Pembibitan tanaman pada dasarnya dapat dilakukan secara
generatif (menggunakan biji) atau vegetatif (bagian tanaman
selain biji, seperti stek, cangkok, okulasi atau sambung), dengan
teknik pembibitan yang baik maka akan diperoleh bibit yang
berkualitas. Bibit yang berkualitas ditandai oleh kemampuannya
beradaptasi dengan lingkungan baru, dapat tumbuh dengan baik
jika ditanam dilapangan, sehat dan seragam. Agar diperoleh bibit
berkualitas baik, maka perlu dikuasai teknik pembibitan secara
benar yang dimulai dari pembenihan hingga pemeliharaan
tanaman dipersemaian (Adinugraha, 2007).
2.4 Penanaman
Penanaman merupakan usaha penempatan biji atau benih di
dalam tanah pada kedalaman tertentu atau menyebarkan biji di
atas permukaan tanah atau menanamkan bibit di dalam tanah. Hal
ini dimaksudkan untuk mendapatkan perkecambahan serta
pertumbuhan bibit yang baik. Mengingat masa panen tebu
dilakukan pada saat yang relatif serempak, akan tetapi ditanam
pada waktu yang lebih panjang karena bergiliran, maka perlu
diatur komposisi penanaman varietas dengan umur masak yang
berbeda, yaitu masak awal, masak tengah dan masak lambat
(Indrawanto, 2010).
Bibit yang telah siap tanam ditanam merata pada
kairan.Penanaman bibit dilakukan dengan menyusun bibit secara
over lapping atau double row atau end to end (nguntu walang)
dengan posisi mata disamping. Bibit yang telah ditanam kemudian
ditutup dengan tanah setebal bibit itu sendiri. Akan tetapi bila pada
16
saat tanam curah hujan tinggi, maka bibit ditanam sebaiknya
ditanam dengan cara baya ngambang atau bibit sedikit terlihat
(Indrawanto, 2010).
2.5 Pemupukan
Pemupukan merupakan usaha peningkatan kesuburan
tanah, pada jumlah dan kombinasi tertentu dapat meningkatkan
pertumbuhan dan produksi tebu. Pemberian pupuk pada tanaman
tebu bergantung pada varietas, iklim, hama penyakit, serta tingkat
produktivitas. Berdasarkan hal tersebut, rekomendasi pemberian
macam dan jenis pupuk harus didasarkan pada kebutuhan
optimum dan tersedianya unsur hara dalam tanah disertai dengan
pelaksanaan pemupukan yang efisien baik waktu maupun cara
pemberian. Kombinasi jenis dan dosis pupuk yang digunakan
berkaitan erat dengan tingkat produktivitas dan rendemen tebu.
Pupuk yang paling banyak dibutuhkan oleh tanaman tebu
adalah pupuk N. Untuk menghasilkan 1 ton tebu siap giling berasal
dari tanaman keprasan membutuhkan 1,98 kgN/tanaman,
sedangkan tanaman pertama membutuhkan 0,97 kgN/tanaman.
Disamping itu, hara N menentukan hasil dan kualitas tebu karena
memengaruhi luas daun, indeks luas daun, kurun luas daun (leaf
area duration), penutupan kanopi awal, dan laju fotosintesis yang
secara keseluruhan akan meningkatkan produksi biomas
(Hunsigi, 1993).
Pemupukan dapat berupa pupuk tunggal, pupuk majemuk,
pupuk organik dan pupuk anorganik. Penggunaan pupuk tunggal
pada tanaman memberikan dampak yang kurang signifikan bila
dibandingkan dengan pupuk majemuk. Pupuk tunggal memiliki
kelemahan mengandung satu jenis unsur saja serta ketersediaan
di pasaran kerapkali terjadi kelangkaan. Oleh karena itu,
diperlukan solusi lain dengan pemberian pupuk majemuk yang
mengandung lebih dari satu unsur baik hara makro maupun mikro.
17
Disamping pemberian pupuk majemuk, penambahan pupuk
organik perlu dilakukan untuk memperbaiki produktivitas tanah
serta meningkatkan efisiensi pemupukan.(Arifin,2007)
mengemukakan bahwa penggunaan pupuk anorganik secara
berlebih dan terus menerus dalam pertanian intensif sangat
merugikan. Kondisi tersebut dapat mengubah sifat kimia dan fisika
tanah serta menurunnya kehidupan biologis dalam tanah
sehingga menurunkan tingkat kesuburan tanah. Kesuburan tanah
dapat ditingkatkan dengan memberikan zat organik dan mikrob
tanah yang bermanfaat bagi tanaman.
2.6 Irigasi
Irigasi adalah penambahan kekurangan kadar air tanah
secara buatan yakni dengan memberikan air secara sistematis
pada tanah yang diolah. Kebutuhan air irigasi untuk pertumbuhan
tergantung pada banyaknya atau tingkat pemakaian dan efiensi
jaringan irigasi yang ada. Menurut (Ansori, 2013) Saluran irigasi
merupakan bangunan pembawa yang berfungsi membawa air dari
bangunan utama sampai ketempat yang memerlukan. Saluran
pembawa ini berupa :
1. Saluran Primer (Saluran Induk) yaitu saluran yang lansung
berhubungan dengan saluran bendungan yang berfungsi
untuk menyalurkan air dari waduk ke saluran lebih kecil.
2. Saluran Sekunder yaitu cabang dari saluran primer yang
membagi saluran induk kedalam saluran yang lebih kecil
(tersier)
3. Saluran Tersier yaitu cabang dari saluran sekunder yang
langsung berhubungan dengan lahan atau menyalurkan air ke
saluran-saluran kwarter
18
2.7 Pemberantasan hama
Sesuai dengan dinamika perkembangan teknologi, teknik
pengendalian hama dapat dibedakan menjadi empat, yaitu:
a. Pengendalian hama secara tradisional dan alami (sebelum
1942) melalui kultur teknis, pranoto mongso, pestisida alami,
dan pestisida nabati.
b. Pengendalian hama berbasis pestisida kimia diterapkan pada
tahun 1942-1985.
c. Pengendalian hama terpadu (PHT) berbasis keseimbangan
lingkungan yang dilakukan pada tahun 1986-2000, dan
d. PHT berbasis ekologi, perkembangan PHT pada tanaman tebu
berjalan lambat dan masih berbasis teknologi. Hal ini terlihat
dalam tindakan pengendalian, yang meliputi monitoring hama
secara intensif, penanaman benih tebu bebas hama,
pengolahan tanah yang baik, pergiliran tanaman, pengaturan
waktu tanam, penanaman varietas toleran hama, pengambilan
telur, larva dan imago secara langsung maupun dengan
bantuan alat dan memusnahkannya, pengendalian hayati
dengan menggunakan parasitoid telur, penggunaan jamur
Metarhizium, pestisida nabati, dan peraturan pemerintah atau
undang-undang.
Menurut Meyer (2011), praktik pengelolaan hama pada
tanaman tebu dapat dilakukan dengan cara:
1. Pengelolaan lahan sebelum panen dan kultur teknis,
2. Pengelolaan lahan setelah panen,
3. Pengendalian hayati, dan
4. Pengendalian secara kimiawi.
19
mulai dari pengolahan tanah, tanam, penyediaan air, pemupukan,
perawatan tanaman, pemungutan hasil hingga ke produk yang
siap dipasarkan. Aplikasi mekanisasi pertanian bertujuan untuk
menangani pekerjaan yang tidak mungkin dilakukan secara
manual, meningkatkan produktivitas sumberdaya manusia, efisien
dalam penggunaan input produksi meningkatkan kualitas dan
produktivitas dan memberikan hasil nilai tambah bagi
penggunanya (Priyanto, 1997).
21
2.11 Waktu hilang untuk belok di ujung
Waktu hilang untuk belok di ujung merupakan waktu yang
tidak digunakan traktor untuk pengolahan tanah, atau waktu yang
terbuang saat traktor melakukan pembelokan di ujung lapangan
(Ciptohadijoyo, 2003).
L3 = T1/T X 100%
22
yang digunakan untuk mengetahui efisiensi pengolahan tanah
adalah sebagai berikut:
𝑲𝑳𝑬
Efisiensi = × 100%
𝑲𝑳𝑻
Dimana:
KLE = Kapasitas Lapang Efektif ( Ha/Jam )
KLT = Kapasitas Lapang Teoritis ( Ha/Jam )
( Yuswar, 2004 )
23
BAB III
METODE PELAKSANAAN
24
3.2.2 Studi Literatur/ Riset Pustaka
Studi literatur yaitu pengumpulan data sekunder dan
informasi dari buku yang berhubungan dengan proses produksi
gula.
3.3 Jadwal Rencana Kerja
Adapun jadwal kegiatan yang dirancang dalam
pelaksanaan Praktek Kerja Lapang ini adalah sebagai berikut:
Tabel 3.1 Jadwal Kegiatan PKL
Tanggal Kegiatan
03 Januari 2018 Pendahuluan dan Pengenalan PG Djatiroto
04 Januari 2018 Pembibitan SBP (Single Bud Planting) dan
pengenalan varietas tebu
05 Januari 2018 Pengenalan budidaya tanaman tebu
06 Januari 2018 Pengolahan tanah bajak 1 desa Sukosari
08 Januari 2018 Penyulaman
09 Januari 2018 Pengenalan administrasi perusahaan
10 Januari 2018 Pembibitan di pusat penelitian Sukosari
11 Januari 2018 Pengenalan jenis jenis implement traktor
12 Januari 2018 Pengenalan kultur jaringan di pusat penelitian
Sukosari
13 Januari 2018 Pembuatan trichograma di pusat penelitian
Sukosari
15 Januari 2018 Pemupukan
16 Januari 2018 Aplikasi pias di lahan tebu (pengendalian
hama dan penyakit dengan menggunakan
hama buatan dan herbisida)
17 Januari 2018 Pembuatan got di desa Sukosari
18 Januari 2018 Pembumbunan menggunakan hand traktor di
desa Sukosari (pengendalian gulma
menggunakan implement rutafator)
22 Januari 2018 Pembumbunan menggunakan traktor new
holand di desa Gedangan vak 5
23 Januari 2018 Pengolahan tanah di desa Gedangan
24 Januari 2018 Pengenalan quality control
25 Januari 2018 Pengenalan pembuatan lalat Jatiroto
25
26 Januari 2018 Pengenalan pembuatan trichogramma.
27 Januari 2018 Pabrikasi
Tanggal Kegiatan
29 Januari 2018 Pemetaan lahan dan pengenalan aplikasi
GPS dan GIS
30 Januari 2018 Tebu rakyat
31 Januari 2018 Kunjungan ke petani TR
01 februari 2018 Penyusunan laporan
02 februari 2018 Presentasi tugas khusus
26
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
27
kapasitas giling menjadi 7.000 TTH, sampai tahun 2000 PG
Djatiroto terus berbenah diri.
jumlah tebu Kabupaten Lumajang melimpah. Sebagian di
antaranya bahkan dipasok ke beberapa PG di Probolinggo
28
4.4 Visi dan Misi Perusahaan
4.4.1 Visi PTPN XI
Menjadi penyangga yang tangguh bagi kelangsungan
hidup PTPN XI
4.4.2 Misi PTPN XI
a) Memaksimalkan Produktivitas Lahan HGU
b) Menjadikan Petani Sebagai Akselerator Produksi
c) Memaksimalkan Efektivitas dan Effisiensi Pabrik
d) Memantapkan Cost Effectiveness
e) Memberdayakan Lingkungan dan Masyarakat Guna
Mendukung Keberadaban Pabrik Gula
29
a) Bajak I
Pengolahan tanah bajak I bertujuan untuk menghancurkan
gulma, membalik tanah dan membersihkan dongkelan.
Pengolahan tanah bajak I dilakukan dengan kedalaman kurang
lebih 35 cm agar tanaman tebu kuat dan membuat tanah memiliki
aerasi yang baik. Pembajakan tanah I dilakukan di seluruh lahan
atau area yang akan dilakukan proses penanaman tebu, bajak I
dilakukan dengan arah kairan pertanaman. Pembajakan I
dilakukan dengan menggunakan implemen Bajak Piringan ( Disk
Plow ).
b) Bajak II
Bajak II dilakukan pada lahan dengan memotong bajak I,
yaitu menjalankan traktor pada lahan dengan kemiringan kurang
lebih 45o agar alur tanah sejajar dengan bajakan pertama.
Pembajakan tanah ke II bertujuan untuk menjadikan tanah lebih
halus dan remah dibandingkan dengan hasil pengolahan tanah I.
Bajak II dilakukan dengan menggunakan bajak piringan (Disk
Plow) yang dihubungkan dengan traktor dengan kedalaman bajak
kurang lebih 35 cm.
30
Gambar 4.2 Pengolahan Tanah Sekunder (Bajak II)
c) Penggaruan/ Harrow
Penggaruan tanah bertujuan untuk menggemburkan tanah
dan meratakan tanah pada lahan yang akan ditanami tebu.
Penggaruan dilakukan menggunakan bantuan implemen garu
bergerigi ( Disk Harrow ). Gerigi pada garu difungsikan untuk
memperkecil gesekan atau singgungan mata garu dengan tanah
sehingga penekanan atau penetrasi pada tanah bisal lebih
maksimal.
d) Kair
Kegiatan Kair dilakukan untuk membuat juring tempat
dimana untuk penanaman bibit tebu. Kair dilakukan dengan
bantuan implement furrower. Dimana arah juringan harus sejajar
dengan kemiringan tanah. Arah juring di usahakan utuk
mempermudah jalannya aliran air atau irigasi pada tanah.
31
e) Pembuatan Got
Got pada sistem mekanisasi dibedakan menjadi cross
drain, parallel drain dan got keling. Cros drain dibuat memotong
tegak lurus dengan kairan dengan lebar 50 cm dan kedalaman 60
cm. Sedangkan paraller drain dibuat sejajar dengan kair. Parallel
drain memiliki lebar 50 cm dan kedalaman 35 cm dengan fungsi
sebagai got irigasi atau masuknya air dari sumber air ke juring-
juring lahan. Got keliling mengelilingi areal pertanaman tebu dapat
berfungsi sebagai saluran pembuangan saat air banyak dan juga
sebagai saluran penampungan masuknya air. Got keliling memiliki
kedalaman 80 cm dengan lebar 70 cm.
4.4.2 Pembibitan
Pembibitan merupakan proses awal dalam melakukan
penanaman. Sehingga pertu dipersiapkan bibit yang baik dan
berkualitas agar jumlah produktivitas yang didapatkan pada saat
pemanenan sesuai target, mendukung produksi dan kualitas gula
yang didapatkan pada saat penggilingan. Bibit tebu yang akan di
tanam memiliki karakter karakter yang harus disesuaikan dengan
keadaan lahan, waktu penanaman serta ketahanan terhadap
penyakit. Untuk jenis tebu yang digunakan di PG Jatiroto terdapat
4 varietas diantaranya yaitu :
a. Varietas H11-13
N11-13 merupakan tebu kategori masak awal. Tebu ini
memiliki batang yang gelap serta keras. Varietas ini tidak mudah
terserang hama penggerek batang dan penggerek daun.
32
Gambar 4.4 Varietas H11-13
b. Varietas PS 862
Tebu PS 862 merupakan tebu dengan kategori masak awal.
Ciri-ciri varietas ini yaitu memiliki mata tunas berbentuk cembung,
warna batang hijau dan ruas batang berbentuk seperti koin. Untuk
varietas ini lebih cocok pada lahan sawah dikarenakan dapat
tumbuh maksimal pada lahan dengan kandungan air yang relatif
tinggi.
c. Varietas HW Merah
Tebu HW Merah merupakan varietas kategori masak
tengah. Ciri khas tebu HW Merah yaitu memiliki lapisan lilin
dengan jumlah banyak.
33
Gambar 4.6 Varietas HW Merah
d. Varietas BL
Varietas BL merupakan tubu kategori masak akhir. Tebu BL
memilki mata tunas paling besar dengan bentuk mata segitiga
wajik dan memiliki lapisan lilin, namun lapisan lilin tidak banyak.
4.4.3 Penanaman
Kegiatan penanaman dilakukan dengan persiapan bibit
berdasarkan jenis bibit yang disesuaikan dengan keadaan lahan,
bulan tanam serta jumlah bibit yang dibutuhkan. Bibit yang
digunakan di kebun tebu PG Jatiroto yaitu bibit bagal dan bibit SBP
34
(Single Bud Planting) yang didapatkan dari kebun bibit PG
Jatiroto.
a. Bagal
Untuk bibit bagal dalam satu batang terdapat 2-3 mata
tunas. Untuk bibit bagal sebelumnya dilakukan sortasi yaitu
dengan memotong batang menjadi 3 bagian,yaitu bagian atas,
tengah dan bawah. Tujuan pembagian ini yaitu untuk
menyeragamkan pertumbuhan tunas, dimana untuk batang
bagian atas lebih mudah tumbuh, bagian tengan tumbuh sedang,
dan untuk batang bagian bawah lebih lambat untuk tumbuh karena
pada bagian bawah terdapat gula yang menyebabkan
pertumbuhan tunas semakin lambat. Penanaman bibit bagal
diletakkan dengan batang tertidur, mata tunas berada di samping.
35
Bagal sehingga harus lebih di kontrol untuk kebutuhan air dan
nutrisinya. Bibit SBP ditanam dengan cara memasukkan mata
tunas yag sudah di plong ke dalam tanah.
36
dasar yaitu dengan mencampurkan 3 kw SP36 dan 2 kw Za per
Hektar dengan cara dicampur terlebih dahulu sebelum
dimasukkan pada SUFA (Subsoiler Fertilizer Aplicator). Kemudian
sebelum dilakukan pemupukan ke-2, dilakukan pemberian air
pada tanaman tebu.
b. Pemupukan 2
Ketika tebu berumur antara 20-30 hari dengan
mencampurkan pupuk 6 Kw Za dan 1,5 kw Kcl per Hektar dengan
cara menaburkan pupuk pada daerah sekitar perakaran tanaman
yang kemudian ditutup oleh tanah.
4.4.6 Sulam
Penyulaman dilakukan untuk memngontrol tanaman yang
tumbuh dan tidak tumbuh secara merata. Tanaman sulam ada dua
macam yaitu tanaman tronjolan dan sablangan. Tronjolan berasal
dari bagal, penanaman tronjolan dilakukan dengan membuat
jenangan pada tanah yang akan disulam. Sedangkan sablangan
yaitu tanaman yang berasal dari tunas tanaman tebu yang sudah
tumbuh lalu di bongkar bersamaan dengan akarnya dan
ditanamkan sebagai sulaman.
37
dengan mudah menembus tanah. Penggemburan tanah dilakukan
menggunakan subsoiler dan terra tyne sebagasi pemotong akar.
Pada proses ini dapat menekan pertumbuhan gulma yang tumbuh
disekitar tanaman tebu. Penggemburan tanah dibantu oleh traktor
roda empat, namun apabila lahan tidak memungkinkan, dapat
juga digunakan hand tractor atau traktor roda dua.
4.4.8 Bumbun
Bumbun dilakukan untuk menambah tanah atau memberi
tanah pada tanaman tebu dengan menggunakan implemen disk
bedder dan terra tyne. Untuk pembumbunan yang ada pada PG
Jatiroto ada 2 kali yaitu :
a. Bumbun I
Bertujuan untuk memelihara media tanah tempat tumbuh
akar, mencegah pertumbuhan rumput dan menambah unsur hara.
Bumbun I dilakukan ketika umur tanaman kurang lebih 4 minggu.
b. Bumbun II
Bertujuan untuk memacu pertumbuhan anakan,
memberikan unsur hara dan sebagai pengokoh tanaman tebu
apabila tanaman tersebut terkena angin. Bumbun II dilakukan
dengan bantuan implemen disk bedder. Bumbun II dilakukan
padaa saat umur tanaman antara 1,5-2 bulan.
38
Gambar 4.12 Pembumbunan
4.4.9 Klentek
Kletek bertujuan untuk memperbanyak sinar matahari
masuk ke sela sela tanaman tebu agar kebutuhan sinar matahari
tercukupi. Klentek dilakukan dengan cara membuang daun-daun
kering yang masih menempel pada batang tebu dengan cara di
klentek. Klentek dilakukan 2 kali, yaitu klentek I dilaksanakan saat
tanaman berumur 6-7 bulan (8-10 ruas) dan klentek II dilakukan
ketika tanaman berumur lebih dari 8 bulan (lebih dari 11-12 ruas).
39
II dimasukkan dalam peti nira mentah sama seperti nira hasil
gilingan I.
c) Gilingan III digunakan untuk memeras ampas gilingan no 2
sampai kadar kering ampas menjadi 44-46%. Pada gilingan III
juga menggunakan penggerak turbin uap yang dikopel dengan
gearbox untuk memutar gilingan. Hasil perahan pada gilingan
II dimasukkan dalam gilingan I. Hal ini digunakan untuk
mecairkan ampas yang keluar dari gilingan I.
d) Gilingan IV digunakan untuk memeras ampas gilingan no 3
sampai kadar kering ampas menjadi 46-50%. Pada gilingan IV
terdapat penambahan air panas dengan suhu 60-80oC sama
seperti pada gilingan III.hasil perahan pada gilingan IV
dimaskkan dalam gilingan II yang bertujuan untuk
mengencerkan ampas yang keluar dari gilingan II.
e) Gilingan V digunakan untuk memeras ampas gilingan no 4
sampai kadar kering ampas menjadi 48-52%. Pada gilingan V
menggunakan motor hidrolik karena pada awal
perencanaannya mengedepankan variasi untuk hasil
pemerahan yang optimal.
f) Gilingan VI digunakan untuk memeras ampas dari gilingan no
5. Pemerasan ampas pada gilingan no bertujuan agar proses
pembakaran ampas pada boiler tidak terlalu lama.
40
4.6.3 Stasiun Penguapan
Stasiun penguapan bertujuan untuk menguapkan
kandungan air yang terdapat pada nira encer sehingga nira kental
dengan brix 60-64% atau 28o-30o BE. Nira encer yang berasal dari
stasiun pemurnian masih mendandung air dan akan diuapkan
pada stasiun penguapan. PG Djatiroto memiliki 7 unit evaporator
dengan 6 evaporator yang aktif beroperasi dan 1 evaporator untuk
cadangan. Proses penguapan menggunakan 6 evaporator yang
dipasang secara seri dengan tujuan penghematan pemakaian
uap.
41
putaran yaitu LGF(Low Grade Fugall) dan HGF(High Grade
Fugall).
42
BAB V
TUGAS KHUSUS
EFISIENSI LAPANG PADA PENGOLAHAN TANAH
BUDIDAYA TANAMAN TEBU (SACCHARUM OFFICINARUM
L) DI PG DJATIROTO LUMAJANG
JAWA TIMUR
43
Traktor JohnDeere tersebut di produksi pada tahun 2012. Traktor
John Deere TM6155J memiliki diameter ban belakang 167 cm.
44
Gambar 5.2 Disc Plow
45
Kapasitas Lapang Teoritis dipengaruhi oleh lebar kerja
pengolahan tanah, kecepatan kerja teoritis, kecepatan actual, Slip
roda, panjang lintasan pengolahan dan total waktu tempuh saat
pengolahan pada lahan. Untuk mendapatkan data perhitungan
Kapasitas Lapang Teoritis, dilakukan dua jenis pengolahan tanah
yaitu Bajak I dan Bajak II. Untuk Bajak I dilakukan tiga kali
pembagian lahan yaitu dengan Lahan 1,2 dan 3. Untuk Baja
k II juga dilakukan tiga kali pembagian lahan, yaitu Lahan
1,2 dan 3.
46
Dari perhitungan diatas didapatkan hasil Kapasitas Lapang
Teoritis (KLT) pada bajak I sebesar 0,835 ha/jam, 0,843 ha/jam
dan 0,844 ha/jam. Sehingga diperoleh rata-rata KLT pada bajak I
sebesar 0,841 ha/jam. Sedangkan pada Bajak II diperoleh KLT
sebesar 0,761 ha/jam, 0,758 ha/jam dan 0,743 ha/jam dengan
rata-rata KL pada bajak II sebesar 0,754 ha/jam .
Menurut Rizaldi (2006), faktor-faktor yang mempengaruhi
kapasitas kerja alat pengolahan tanah adalah sebagai berikut :
1. Ukuran dan bentuk petakan, ukuran petakan yang sempit akan
mempersulit pembelokan alat dan jika bentuknya berliku maka
kapasitas pengolahan akan menjadi rendah.
2. Topografi wilayah, yaitu permukaan tanah, kemiringan tanah
yang masih bisadikerjakan traktor adalah 3 sampai 8 % dimana
pengolahannya dilakukan dengan mengikuti garis kontur.
3. Keadaan traktor, maksudnya adalah apakah traktor masih
baru atau sudah lama, menyangkut umur traktor itu sendiri.
4.Keadaan vegetasi, misalnya tumbuhan semak atau alang-
alang mengakibatkan kemacetan akibat penggumpalan pada
alat karena tertarik atau tidak terpotong.
5. Keadaan tanah, meliputi sifat-sifat fisik tanah (keadaan basah,
kering,berlempung, liat atau keras).
6. Tingkat keterampilan operator, operator yang berpengalaman
dan terampil akan memberikan hasil kerja dan efisiensi kerja
dan efisiensi yang lebih baik.
7. Pola pengolahan tanah, berhubungan dengan waktu yang
hilang pada saat pembelokan pada saat mengolah tanah.
5.4.3.Slip Roda
Slip Roda adalah selisih jarak tempuh roda traktor dengan
implemen tanpa beroperasi dengan jarak tempuh roda traktor
dengan implemen saat operasi dibagi dengan jarak tempuh roda
48
traktor dengan implemen tanpa operasi pada kondisi tanah yang
sama (Santosa, 2009).
Slip akan selalu terjadi pada traktor apabila traktor tersebut
menarik beban. Slip roda traktor berpengaruh terhadap efisiensi
traktor, dimana ketika slip roda traktor semakin besar, maka
efisiensi akan semakin kecil dan apabila slip roda semakin kecil
maka efisiensi traktor juga akan bertambah semakin besar.
49
Slip roda Bajak I lebih besar dikarenakan pada saat berada
dilahan banyak terdapat tanaman yang berakar kuat, sehingga
beban yang dihasilkan pada bajak I lebih besar. Bisa juga
dikarenakan keadaan tanah yang berkadar air tinggi.
Menurut Sembiring dkk (1990), menyatakan bahwa slip
roda dapat terjadi pada kondisi tanah yang kering ataupun tanah
basah dengan adanya beban traktor dan kondisi tanah itu sendiri.
Selain itu, dipengaruhi oleh keadaan vegetasi yang dapat
menghambat atau terjadi kemacetan laju traktor akibat sirip rotari
ditutupi oleh semak atau alang-alang.
50
Tabel 8. hasil perhitungan waktu hilang pada saat belok diujung
pada Bajak II
Lahan Jumlah Waktu Waktu Total Waktu Hilang
Belok (s) Kerja (s) Untuk belok
(%)
1 272 1375 19,7
2 273 1343 20,3
3 258 1311 19,6
51
karena terjadi akibat hambatan-hambatan yang ada di lahan.
Seperti adanya batu di lahan, sehingga implemen tersangkut yang
menyebabkan operator harus turun untuk menyetel ulang
implemen. Adanya kerusakan mesin yang tidak terduga, sehingga
operator harus berhenti dan memperbaiki mesin, hal-hal tersebut
juga mempengaruhi efisiensi lapang, karena banyak waktu yang
terbuang.
Tabel 9. hasil perhitungan waktu hilang pengaturan, mengatasi
kemacetan atau kerusakan pada Bajak I
LAHAN TOTAL TOTAL WAKTU
WAKTU WAKTU HILANG
HILANG (S) KERJA (S) (%)
1 49 1495 3,27
2 27 1421 1,9
3 30 1372 2,18
52
Pada saat mengolah tanah menggunakan traktor dan alat
bajak maka akan diperoleh tanah terolah dengan luas tertentu dan
selesai ditempuh dalam waktu tertentu, sehingga kemampuan
kerja lapang mengolah tanah tersebut, atau yang dapat
dinyatakan dalam satuan luas tanah terolah persatuan waktu.
Efisiensi lapang merupakan perbandingan antara Kapasitas
Lapang Efektif (KLE) dengan Kapasitas Lapang Teoritis (KLT)
sebagai pembaginya. Efisiensi lapang digunakan untuk
mengetahui kemapuan kerja alat yang digunakan, semakin tinggi
efisiensi lapang, maka semakin cepat kemampuan kerja tersebut.
1 0,835 0,595 71
2 0,843 0,641 76
3 0,844 0,658 79
1 0,761 0,658 87
2 0,758 0,676 89
3 0,743 0,695 94
53
lapang teoritis dan kapasitas lapang efektif, karena efisiensi
merupakan perbandingan antara kapasitas lapang efektif dengan
kapasitas lapang teoritis. Hasil yang didapat dari kapasitas lapang
efektif untuk pengolahan tanah
Dalam efisiensi lapang pengolahan tanah, keterampilan
operator sangat mempengaruhi tingginya efisiensi pengolahan
tanah, karena keterampilan operator sangat dibutuhkan saat
traktor dioperasikan. Bentuk lahan dan vegetasi yang terdapat
dilahan tersebut juga sangat mempengaruhi efisiensi pengolahan
tanah, karena jika bentuk tanah yang tidak rata akan menyulitkan
operator dalam mengoperasikan traktor sehingga waktu yang
dibutuhkan akan semakin besar. Demikian juga halnya dengan
vegetasi yang terdapat dilahan tersebut, jika vegetasi yang
terdapat berupa alang – alang dan tumbuhan menjalar akan
sangat mengganggu perputaran roda traktor sehingga laju traktor
akan semakin lambat dan waktu yang dibutuhkan akan semakin
besar.
54
BAB IV
PENUTUP
5.1 Kesimpulan
Berdasarkan Pelaksanaan praktek kerja lapang di PTPN XI
PG Jatiroto dapat diambil kesimplan yaitu :
1. Proses budidaya tebu terdiri dari persiapan lahan, dimana
terdiri dari bajak I, bajak II, kair, dan pembuatan Got.
Selanjutnya dilakukan pembibitan, penanaman, pengairan
(irigasi), pemupukan, sulam, penggemburan tanah, bumbun
dan klentek. Budidaya tanaman tebu yang baik dan benar
dapat meningkatkan produktifitas gula, sehingga dalam
budidaya tebu ditekanankan pada pemilihan bibit dan
penanaman yang baik.
2. Efisiensi lapang digunakan untuk mengetahui kemapuan kerja
alat yang digunakan, semakin tinggi efisiensi lapang, maka
semakin cepat kemampuan kerja tersebut. Efisiensi lapang
yang didapatkan untuk Bajak I rata-rata sebesar 75,3%
sedangkan efisiensi lapang yang didapatkan pada bajak II rata-
rata sebesar 90%. Sehingga efisiensi kemampuan kerja alat
paling besar terdapat pada bajak II. Efisiensi pada bajak I lebih
kecil dikarenakan pada lahan masih terdapat vegetasi tanaman
liar ataupun tanah yang masih padat dan belum terpecah
sehingga disc plow lebih banyak terkena beban.
55
5.2 Saran
Untuk pengolahan selanjutnya, lebih baik dilaksanakan
saat lahan kering atau tanah tidak terlalu basah, agar
mendapatkan efisiensi maksimal traktor. Pada tanah basah dapat
menyebabkan terjadinya banyak slip roda dan belok di ujung lebih
susah karena tanah terlalu basah. Untuk operator traktor
disarankan ketika melakukan pengolahan tanah, penginjakan gas
harus konstan, tidak terlalu cepat, karena apabila terlalu cepat slip
roda juga akan bertambah besar.
56
DAFTAR PUSTAKA
57
Indrawanto, 2010.Budidaya dan Pasca Panen Tebu. ESKA Media:
Jakarta
58
Makalah-Jurnal-TP-San-Azr-Ruri- 200408. Diakses pada
tanggal 30 September 2009 pukul 12.06 WITA
Website :http://www.ichastore.com/produk/197/Budidaya-
Tebudiakses pada tanggal 28 September pukul 05:15 wib.
59
Lampiran 1. Struktur Organisasi Bagian Tanaman
60
61
Lampiran 2. Peta Wilayah Kebun PG. Djatiroto
62
Lampiran 3. Alur Produksi Gula PG Djatiroto
63
64