Anda di halaman 1dari 9

PSIKOANALISIS SIGMUND FREUD DAN IMPLEMENTASINYA

DALAM PENDIDIKAN

Disusun oleh :

Rizki Ary Prasetya


(11040120135)

PROGRAM STUDI PSIKOLOGI


FAKULTAS PSIKOLOGI DAN KESEHATAN
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SUNAN AMPEL SURABAYA
2021
latar belakang

psikologi mulai dikenal sebagai ilmu yang mandiri sejak tahun 1879
sebelumnya menjadi anak dari ilmu filsafat yang dimana pada saat itu Wilhelm
Wund mendirikan sebuah laboratorium psikologi di Jerman. Semenjak saat itu,
psikologi berkembang jauh lebih pesat dengan lahirnya berbagai aliran-aliran
didalamnya. Psikoanalisi sebagai salah satu aliran dalam ilmu psikologi yang
didalamnya terdapat konsep kepribadian serta Sigmund Freud sebagai salah satu
penemunya yang kontroversial. Freud memberikan pandangan yang berbeda
terhadap perilaku manusia. Menurut Freud manusia adalah makhluk yang
berenergi yang dimana keseluruhan dari perilakunya diatur oleh ketidaksadaran
manusia. Ketidak sadaran inipun dikenalkan oleh Sigmun Freud sebagai alam
bawah sadar.

Psikoanalisis mulai diperkenalkan kepada khayalak umum oleh Sigmun


Freud pada buku pertamanya yang menjelaskan tentang penafsiran mimpi (Dream
Interpretation) pada tahun 1900 (Freud, 1961). Istilah psikoanalisa pada mulanya
hanya dihubungkan dengan hal-hal yang berkaitan dengan Freud saja. Sehingga
psikoanalisis dan psikoanalisis Freud adalah dua hal yang memiliki arti sama. Hal
ini dikarenakan oleh murid-murid dari Sigmund Freud menggunakan istilah yang
berbeda untuk menunjukan identitas ajaran mereka. Namun, semenjak
psikoanalisis mejadi metode yang berkembang luas, istilah psikoanalisis banyak
digunakan pada hal-hal yang tidak berkaitan dengan Sigmund Freud lagi. Sampai
pada akhir abad ke-19 ilmu kedokteran berpendapat bahwa segala gangguan
psikis berasal dari kerusakan di salah satu organis dalam otak. Psikoanalisis
merupakan salah satu faktor yang memberikan pengaruh terhadap perubahan
pendapat tentang penyebab gangguan psikis.

Psikoanalisis adalah teori yang berusaha menjelaskan tentang hakikat dan


perkembangan kepribadian. Unsur-unsur utama dalam psikoanalisis adalah
motivasi, emosi, dan aspek-aspek internal lainnya. Teori ini mengasumsikan
bahwa kepribadian berkembang karena adanya konflik-konflik yang berasal dari
aspek psikologis tersebut, yang universalnya terjadi pada masa kanak-kanak atau
usia dini.

Teori psikoanalisis ini terdiri dari Id, ego, dan Superego. Freud
menggambarkan struktur teori ini seperti gunung es yang dimana terdapat gunung
es yang muncul di permukaan adalah ego yang prinsipnya adalah kenyataan yang
terjadi pada kehidupan manusia. Namun, hal itu adalah sebagian kecil yang
tampak. Terdapat hal lain yang tidak tampak di permukaan ialah ketidaksadaraan
yang dimana bagi Freud sendiri itu adalah Id dan Supergo. Pemahaman Freud
terhadap psikoanalisis berdasarkan pengalamannya dengan pasien-pasiennya,
analisis tentang mimpi, dan bacaannya yang sangat luas dari beragam literature
ilmu pengetahuan dan kemanusiaan. Pengalaman-pengalaman ini menyediakan
data yang menjadi dasar bagi evolusi teorinya.

Freud berpendapat bahwa bagian terbesar dalam pikiran manusia itu adalah
ketidaksadaran. Bagian-bagian ini seperti nagsu, insting, dan segala hal yang ada
didalamnya sulit dijangkau, seperti kenangan atau emosi traumatik. Freud
menyatakan bahwa ketidaksadaran adalah sumber dari motivasi dan dorongan
untuk melakukan hal-hal baik yang sederhana seperti makan, seks, maupun
kreativitas seperti berkarya (Ahmad, 2017).

Psikoanalisis dapat kdikategorikan sebagai ilmu baru juga mendapatkan


berbagai pertentangan. Sebagai contoh, pendapat dari profesor psikologi Jerman
H.J Eysenck yang mengatakan bahwa aliran psikoanalisis ini tidak dapat
dikategorikan sebagai ilmu pengetahuan. Beliau merupakan tokoh dari aliran
behavioristik ekstrem yang menyatakan bahwa tidak masuk akal jika orang-orang
memberikan predikat ilmiah terhadap alirateori-teori psikoanalisis yang yang
sama sekali tidak bersifat behavioristik (Bertens, 2006).

Dalam bidang psikologi, khususnya teori kepribadian, pengaruh Freud


sangatlah berdampak terhadap psikoanalisis yang dikembangkannya dapat dilihat
dari fakta-fakta yang diberikan, yang dimana sebagian besar teori kepribadian
modern tentang tingkah laku tetap mempersoalkan gagasan-gagasan Freud.
Psikoanalisis itu sendiri, sebagai aliran psikologi yang utama yang dapat kita
sebut teori kepribadian psikoanalisis (Psychoanalitic theory of personality).

Rumusan Masalah

1. Bagaimana pandangan teori psikoanalisis menurut Sigmund Freud?


2. Bagaimana implikasi psikoanalisis dalam pendidikan?
3. Bagaimana optimalisasi superego Sigmund Freud untuk pendidikan
karakter?

Psikoanalisis Sigmund Freud

Psikoanalisis adalah cabang ilmu psikologi yang dikembangkan oleh


Sigmund Freud dan murid-muridnya, sebagai studi fungsional dan perilaku
manusia. Pada awalnya istilah psikoanalisis hanya dihubungkan dengan Sigmund
Freud saja, sehingga “Psikoanalisis” dan “psikoanalisis Sigmund Freud” adalah
dua hal yang memiliki makna sama. Lalu beberapa murid Freud mulai
menyimpang dan menempuh jalan mereka sendiri-sendiri, murid-muridnya pun
meninggalkan istilah psikoanalisis dan memilih nama baru untuk menunjukan
ajaran mereka sendiri. Beberapa contoh yang terkenal adalah ajaran Carl Gustav
Jung dan Alfred Adler, yang menciptakan nama “psikologi analitis” dan
“psikologi individual” bagi teori-teori mereka sendiri.

Sigmund Freud menyatakan sebuah gagasan bahwa kesadaran hanyalah


sebagian kecil saja dari kehidupan mental manusia, sedangkan terdapat bagian
besar yang berperan penting dalam kehidupan mental manusia ialah
ketidaksadaran atau alam bawah sadar. Freud mengibaratkan semua itu dengan
gambaran sebuah gunung es yang mengapung di air, terdapat bagian gunung es
yang muncul di permukaan adalah (alam sadar) jauh lebih kecil dari bagian yang
tidak muncul di permukaan yaitu (alam bawah sadar). Terlebih lanjut, Freud
memandang bahwa manusia adalah makhluk yang determistik, yaitu gagasan yang
menyebutkan bahwa manusia pada dasarnya ditentukan dari kekuatan irasional,
kekuatan alam bawah sadar, dorongan biologis, dan insting pada enam tahun usia
pertamanya (helaluddin & syawal; 2018)
Adapun psikoanalisis memiliki tiga penerapan :

1. Metode penelitian dari pemikiran


2. Ilmu pengetahuan sistematis mengenai perilaku manusia
3. Metode perlakuan terhadap penyakit psikologis atau emosional.

Hubungan psikoanalisis dengan pendidikan sangatlah kompleks, yang


memiliki arti bahwa psikoanalisis telah termodifikasi dan memperkaya tingkatan
perilaku (sikap) dalam hubungan pendidikan (hubungan dengan pendidik, orang
tua dengan peserta didik yang bersangkutan). Teori psikoanalisis pula telah
menyumbangkan banyak pemikiran dalam perkembangan dunia pendidikan.

Implikasi Psikoanalisis Terhadap Pendidikan

Dalam perkembangannya, teori psikoanalisis banyak diimplementasikan


oleh dunia pendidikan. Beberapa ini dapat diuraikan oleh penulis pada jabaran
berikut ini.

Pertama, dalam konsep kecemasan yang dikenalkan oleh Freud, hal ini
tentu saja berkaitan dengan proses pendidikan. Kecemasan merupakan fungsi dari
ego yang berperan untuk memperingatkan individu dengan kemungkinan-
kemungkinan suatu hal yang berbahaya sehingga tubuh akan mempersiapkan
reaksi adaptif yang sesuai. Dalam dunia pendidikan, konsep kecemasan dalam
setiap individu dapat dikembangkan dan diolah oleh pengajar/konselor demi
kebaikan peserta didik. Dengan menggunakan konsep ini pula, peserta didik
dibantu untuk menghargai diri dan orang lain dalam lingkungannya.

Kedua, teori psikoanalisis pula digunakan dalam proses pendidikan berbasis


kecerdasan yang majemuk. Tiap-tiap individu memiliki tingkat kecerdasan yang
berbeda. Tidak ada dua pribadi yang memiliki kecerdasan yang sama. Dalam
artian, setiap individu pasti memiliki tingkat kecerdasan yang berbeda-beda.
Kecerdasan pun tidak hanya berpatok pada angka-angka yang berkaitan dengan
IQ. Menurut Garner, terdapa kecerdasan-kecerdasan yang berbeda pada manusia,
yaitu kecerdasan matematik, linguistik, kinestetik, visual-spasial, music, intra-
personal, naturalistik, dan eksistensial. Dunia pendidikan harusnya menjembatani
kecerdasan para peserta didiknya, mengembangkan bakat minat mereka sesuai
dengan kebutuhan. Hal ini tentunya sejalan dengan teori Freud yang menjelaskan
bahwa manusia sebagai makhluk hidup pasti memiliki keinginan dan kebutuhan
dasar.

Ketiga, konsep psikoanalisi yang menjelaskan tentang manusia pasti


memiliki keinginan dan kebutuhan dasar. Berdasarkan konsep ini, para pengajar
dapat mengimplementasikannya kepada para peserta didiknya. Berbagai macam
elemen-elemen dalam pendidikan ini dapat dikembangkan dengan menggunakan
konsep ini. Seperti kurikulum atau perangkat pembelajaran, pendidik harus
melakukan analisis tujuan dan kebutuhan agar sejalan dengan apa yang
dibutuhkan dan perkembangan peserta didik nantinya.

Keempat, berhubungan dengan agresivias peserta didik, seorang pendidik


harus mampu mengontrol dan mengatur sikap ini agar terarah menjadi lebih
positif. Agresivitas dalam ilmu psikologi merupakan wahana bagi peserta didik
ntuk memuaskan hasratnya yang lebih cenderung kearah merusak, mengganggu,
atau menyakiti orang lain. Dalam artian, agresivitas adalah ungkapan rasa frustasi
yang tidak tepat. Penyebab munculnya agresivitas dapat berupa perkataan yang
buruk atau penilaian yang negatif. Jika peserta didik melakukan kesalahan, tidak
seharusnya dihukum dengan kata-kata yang kasar atau menyakitkan hati dengan
hukuman lain yang melukai secara psikologis. Solusi dari kasus ini dapat
dilakukan dengan memberikan sugesti atau wejangan, tidak memberikan hukuman
tetapi memberikan semacam kebebasan, dalam bertanggung jawab, dan
membantunya dalam berinteraksi dengan lingkungan sekitar.

Kelima, perlunya pendidikan inklusif di semua srata pendidikan. Pendidikan


inklusif merupakan pendidikan yang tidak membeda-bedakan peserta didik.
Dalam masalah ini, sekolah harus mau menampung dan menerima siswa/i yang
memiliki kebutuhan khusus. Dalam psikologis, anak yang memiliki kekurangan
seperti ini akan mengalami krisis kepercayaan diri atau minder atau tidak PD.
Untuk mengurangi bahkan menghilankan masalah krisis kepercayaan diri ini,
sekolah harus menerima tuntutan mengayomi peserta didik tanpa merasa sebagai
bagian yang dikucilkan oleh masyarakat. Dengan pendidikan inklusif,
permasalahan ini diharapkan akan mudah diselesaikan oleh seluruh srata
pendidikan dan membantu anak-anak yang memiliki keterbatasan.

Keenam, teori psikoanalisis yang diterapkan oleh dunia pendidikan adalah


pendidikan yang berdasarkan pada penciptaan kreativitas peserta didik. Pada saat
ini kita berada pada era evolusi teknologi informasi. Era ini, manusia dituntut
untuk memiliki kreativitas yang orisinil dan terbaik. Orang-orang yang sukses
pada masa ini juga adalah orang-orang yang memiliki kreativitas tinggi tanpa
batas. Seperti pendiri Facebook, Samsung, FedEx, dan lain-lain. Mereka mampu
mencapai kesuksesan mereka karena memiliki inovasi dan kreativitas yang tinggi.
Menurut Freud, kreativitas adalah sebagian dari kepribadian yang didorong untuk
menjadi kreativ jika merka memang tidak memiliki kemampuan untuk memenuhi
hasrat kebutuhan seksual secara langsung. Dikarenakan tidak terpenuhi
kebutuhannya maka terjadilah sublimasi dan pada akhirnya munculah imajinasi
dan jika dikembangkan dengan baik akan menjadi kreativitas yang menjadi
kelebihan dari individu itu sendiri.

Optimalisasi Superego Sigmund Freud dalam Pendidikan Karakter

Menurut (McLeod, 2016) dijelaskan bahwa didalam superego terjadi


penggabungan antara nilai-nilai dan moral masyarakat yang dipelajari dari orang
tua atau pengajar. Nilai-nilai dan moral tersebut dikembangkan oleh individu pada
usia 3 sampai 5 tahun. Menurut McLeod, di dalam superego terdapat dua sistem
yaitu hati nurani dan ego-ideal. Hati nurani ini berfungsi untuk menghukum ego
individu melalui perasaan bersalah dan ego-ideal adalah gambaran imajinasi
tentang bagaimana individu itu berlaku yang seharusnya, serta bagaimana
individu tersebut berperilaku sebagai anggota dari kelompok sosial atau
masyarakat. Di dalam konsep freud, Mcleod mencontohkan jika ego akan
menyerah pada tuntutan dari id maka superego akan dapat membuat orang
tersebut merasa rendah melalui rasa bersalah.
Mengacu pada pendapat McLeod, untuk dapat memaksimalkan superego
maka diharuskannya pendidikan karakter sebelum anak berusia 5 tahun dan
peranan orang tua serta masyarakat sekitar sangatlah berpengaruh terhadap
perkembangan karakter anak. Orang tua yang menanamkan nilai-nilai karakter
kepada anaknya hal itu akan menjadi ego-ideal sehingga mereka memiliki
gambaran imajiner tentang masa depannya, tentang jenjang karier yang akan
ditempuh, serta sikap anak sebagai anggota masyarakat nantinya. Pendidikan
karakter merupakan proses yang disadari dan disengaja, proses tersebut dilakukan
untuk memberikan kemampuan indivdidu dalam menerapkan perilaku kebaikan
bagi dirinya sendiri dan orang lain disekitarnya. Dalam proses ini orang tua
berperan penting untuk melakukan sebuah proses yang dilakukan secara sengaja
dan disadari sehingga didalam diri anak mereka tertanam nilai-nilai moral, yang
dimana pada akhirnya anak-anak mampu menerapkan perilaku kebaikan pada diri
mereka sendiri dan orang lain. Salah satu cara untuk mengoptimalkan peran
superego dalam pendidikan karakter adalah dengan pendidikan disiplin rohani.
Melalui disiplin rohani yang berkaitan erat dengan nilai-nilai moral dapat
membentuk superego yang kuat.

Masyarakat Indonesia yang dimana saat ini akan memasuki era 5.0, fungsi
dari keluarga sangat penting. (Sumantri, 2019) berpendapat bahwa generasi
milenial yang hidup era industry 4.0 adalah generasi yang berorientasi pada
teknologi semata, sehingga aka nada kecenderungan generasi dengan pribadi
robotik atau yang bisa disebut dengan generasi zombie yang egostik, infantil, dan
ansos (anti sosial). Demi menghindari apa yang telah ditakutkan seperti yang
dijelaskan oleh Sumantri, maka dari itu penguatan superego tampaknya harus
dilakukan sejak individu masih berusia dini dengan begitu akan tertanam nilai-
nilai moral yang akan mempengaruhi perilaku sang anak ketika mulai beranjak
dewasa.

Kesimpulan dan Saran

Di dalam konsep kepribadian oleh Freud, fungsi ego adalah untuk mencegah
naluri-naluri yang ada. Secara universal Id dan Superego adalah suatu hal yang
tidak tampak, akan tetapi suatu hal untuk mendorong sesuatu yang tampak
dipermukaan. Di dalam superego terdapat nilai moral yang mewakili nilai-nilai
yang ideal untuk memberikan kesan yang baik dan buruk. Nilai-nilai tersebut
diperoleh dari asuhan orang tua maupun nilai ajar dari orang lain (orang terdekat)
dalam rentan waktu 3 sampai 5 tahun. Dengan adanya nilai diri atau moral yang
baik, individu memiliki nilai untuk menghukum ego dan gambaran individu yang
ideal.

Untuk pembelajaran usia dini, kajian ini dapat dijadikan sebuah gambaran
atau model pembelajaran dan kemudian diterapkan untuk memahami peserta didik
dan kebutuhan peserta didik sehingga bisa melakukan intregitas nilai karakter
dalam proses pembelajaran didalam kelas.

Daftar Pustaka

Ahmad, M. (2017). Agama Dan Psikoanalisa Sigmund Freud. Religia, 14(2).


https://doi.org/10.28918/religia.v14i2.92

Bertens, K. (2006). Psikoanalisis Sigmund Freud. Gramedia Pustaka Utama.

Freud, S. (1961). Remarks on the theory and practice of dream-interpretation. In


The Standard Edition of the Complete Psychological Works of Sigmund
Freud, Volume XIX (1923-1925): The Ego and the Id and Other Works (hal.
107–122).

McLeod, S. (2016). Id, Ego, Superego. Retrieved June 25, 2021, from Simply
Psychology website : https://www.simplypsychology.org/psyche.html

Sumantri, D. (n.d.). Society 5.0 dalam Perspektif Generasi Milenial. Retrieved


June 25, 2021, from HarianJogja.com website :
https://opini.harianjogja.com/read/2019/02/16/543/972241/opini-society-5.0-
dalam-perspektif-generasi-milenial

Anda mungkin juga menyukai