Fisika Dalam Al Quran
Fisika Dalam Al Quran
Gejala Fisis
“Sesungguhnya dalam penciptaan langit dan bumi, dan
silih bergantinya malam dan siang terdapat tanda-tanda
bagi orang-orang yang berakal”. (Al Imran :190)
“Hanya kepada Allah lah tunduk/patuh segala apa yang ada di langit dan di bumi baik atas
kesadarannya sendiri ataupun karena terpaksa, (dan sujud pula) bayang-bayangnya diwaktu
pagi dan petang” (ar Raad :15)
Dalam ayat ini Allah SWT mengingatkan kita bahwa apapun nama dan bentuk gejala yang
ditunjukan-Nya selalu mengikuti suatu sistem dengan hukum-hukum yang telah ditetapkan-
Nya.
“Maka sesungguhnya Aku bersumpah dengan cahaya merah diwaktu senja, dan dengan
malam dan apa yang diselubunginya. Dan dengan bulan apabila jadi purnama, sesungguhnya
kamu melalui tingkat-demi tingkat”. (Al Insyiqaaq 16-19)
Allah SWT menampilkan gejala fisis untuk diartikan sebagai perumpamaan antara lain
behwa terdapat 3 tahap yang harus dilalui manusia yaitu : pertama, adanya ketidaktahuan kita
seperti kita melihat dalam kegelapan malam. Kedua, adanya keragu-raguan kita seperti
halnya kepekaan kita melihat cahaya merah di waktu senja dan ketiga, ditunjukan-Nya gejala
fisis serta penjelasan secara nyata dan membawa isyarat keindahan dan keagungan-Nya.
“Kepunyaan Allah lah segala apa yang dilangit dan dibumi, Sesungguhnya Allah, Dialah
Maha kaya lagi Maha Terpuji. “(Luqman :26)
Besaran Fisis
Kedua ayat diatas mengisyaratkan bahwa kata “Ukuran” adalah apa yang ada di alam ini
dapat dinyatakan dalam dengan dua peran, yang pertama sebagai bilangan dengan sifat dan
ketelitian yang terkandung didalamnya dan yang keduanya sebagai hukum atau aturan.
Dinamika
Secara harfiah diartikan sebagai berdekatan dalam dimensi di tempat, sebagi daerah, wilayah,
negara dsb. Yang mempunyai potensi baik sumber daya alam maupun sumber daya
manusianya yang mengolah, mengembangkan dan meningkatkan.. Berikutnya potensi
tersebut saling dipertukarkan baik dari sisi keunggulan komparatif maupun kompetitif.
Ayat diatas merupakan penjabaran interaksi yang terjadi dialam secara lebih luas lagi.
Interaksi tidak sekedar saling pengaruh mempengaruhi, saling memberi dan saling menerima
antar manusia, mahluk atau benda.
Getaran
Ayat diatas merupakan pernyataan Allah SWT tentang kandungan al Quran yang
mengingatkan kita dengan berbagai perumpamaan secara berulang-ulang. Apabila kita
perluas makna ayat diatas dengan peristiwa atau gejala fisis bahwa Allah menciptakan alam
semesta dengan wujudnya atau materinya selalu bergerak secara berulang-ulang. Gerak
berulang dalam ruang berdimensi satu sering kita sebut sebagai getaran.
Gelombang
Angin
”Dan diantara tanda -tanda kekuasaanNya ialah bahwa Dia mengirimkan angin sebagai
pembawa berita gembira dan untuk merasakan kepadamu sebagian dari rahmatNya dan
supaya kapal dapat berlayar dengan perintahNya dan supaya kamu dapat mencari
karuniaNya, mudah-mudahan kamu bersyukur.” (Ar Ruum : 46)
Secara umum “angin” disini sebagai angin yang bertiup membawa awan untuk menurunkan
air hujan dan angin yang meniup kalpal layar agar dapat berlayar dilautan. Kita merasakan
kedekatan makna “angin” dalam ayat ini adalah gelombang, bukan saja gelombang bunyi
yang membawa berita tetapi juga gelombang radio atau gelombang elektromagnet yang
mampu dipancarkan kesegala penjuru dunia bahkan seluruh jagad raya ini.
Elastisitas
Kedua ayat diatas sangat berkaitan erat dengan teknologi keudaraan.. Diawali dengan ayat 5,
dengan terjemahan “tshriifirriyaahi” sebagai perkisaran angin kita dituntun untuk
mempelajari sifat fluida yang bergerak atau mengalir. Disambung oleh ayat 13, menegaskan
dasar dari teknologi keudaraan.
Besi
Besi adalah salah satu unsur yang dinyatakan secara jelas dalam Al Qur’an. Dalam Surat Al
Hadiid, yang berarti “besi”, kita diberitahu sebagai berikut:
“…Dan Kami turunkan besi yang padanya terdapat kekuatan yang hebat dan berbagai
manfaat bagi manusia ….” (Al Qur’an, 57:25)
Semua ini menunjukkan bahwa logam besi tidak terbentuk di bumi melainkan kiriman dari
bintang-bintang yang meledak di ruang angkasa melalui meteor-meteor dan “diturunkan ke
bumi”, persis seperti dinyatakan dalam ayat tersebut: Jelaslah bahwa fakta ini tidak dapat
diketahui secara ilmiah pada abad ke-7 ketika Al Qur’an diturunkan.
RELATIVITAS WAKTU
Tapi ada perkecualian; Al Qur’an telah berisi informasi tentang waktu yang bersifat relatif!
Sejumlah ayat yang mengulas hal ini berbunyi:
“Dan mereka meminta kepadamu agar azab itu disegerakan, padahal Allah sekali-kali tidak
akan menyalahi janji-Nya. Sesungguhnya sehari di sisi Tuhanmu adalah seperti seribu
menurut perhitunganmu.” (Al Qur’an, 22:47)
“Dia mengatur urusan dari langit ke bumi, kemudian (urusan) itu naik kepada-Nya dalam satu
hari yang kadarnya adalah seribu tahun menurut perhitunganmu.” (Al Qur’an, 32:5)
“Malaikat-malaikat dan Jibril naik (menghadap) kepada Tuhan dalam sehari yang kadarnya
limapuluh ribu tahun.” (Al Qur’an, 70:4)
Menganalisis gerak lurus, gerak melingkar dan gerak parabola dengan menggunakan
vektor
Perpaduan gerak antara:
• glb dan glb
• glb dan glbb
Gerak parabola
Gerak melingkar dengan percepatan konstan
• Mengidentifikasi katrakteristik perpaduan gerak translasi pada beberapa gerak melalui
presentas, percobaan atau demonstrasi di kelas secara klasikal (misalnya gerak mobil
mainan di atas triplek yang bergerak)
• Menganalisis vektor perpindahan, vektor kecepatan, dan vektor percepatan pada gerak
dalam bidang datar (gerak parabola, gerak melingkar) melalui kegiatan diskusi di kelas
• Menerapkan analisis vektor perpindahan, vektor kecepatan, dan vektor percepatan pada
gerak dalam bidang datar (parabola dan melingkar) dalam diskusi pemecahan masalah
• Menganalisis besaran perpindahan, kecepatan dan percepatan pada perpaduan gerak lurus
dengan menggunakan vektor
• Menganalisis besaran kecepatan dan percepatan pada gerak melingkar dengan
menggunakan vektor
• Menganalisis besaran perpindahan dan kecepatan pada gerak parabola dengan
menggunakan vektor
• Menganalisis vektor percepatan tangensial dan percepatan sentripetal pada gerak
melingkar
• Menunjukan Ayat Al Qur’an : Ar rahman 17-29, Al Anbiya 33, Yasin 38,40, Ar raaf 2, Al
Isra 77, Al Ahzab 62, Al An’am 115, Al Fath 23
Ahli Fisika dari Mesir bernama DR. Mansour Hassab El Naby berhasil membuktikan
berdasarkan petunjuk Al Qur’an (QS As Sajdah:5) kecepatan cahaya dapat dihitung dengan
tepat sama dengan hasil pengukuran secara ilmu fisika modern (A New Astronomical
Quranic Method for The Determination of The Greatest Speed C, Berdasarkan QS As Sajdah
ayat 5: Dia mengatur urusan dari langit ke bumi, kemudian (urusan) itu naik kepadaNya
dalam satu hari yang kadarnya adalah seribu tahun menurut perhitunganmu.
Secara jelas ayat tersebut memakai perbandingan bahwa satu hari sama dengan 1.000 tahun,
dihitung dengan cermat ternyata sama dengan kecepatan cahaya. Pertanyaannya kemudian,
petunjuk ayat ini apakah sebagai penjelas atas petunjuk ayat dalam Al Qur’an yang lain?
Apakah kecepatan cahaya merupakan yang paling cepat di jagad raya ini seperti dugaan
manusia sekarang berdasarkan ilmu fisika modern?
Dari beberapa ayat di dalam Al Qur’an disebutan bahwa malaikat mempunyai kecepatan
terbang yang sangat cepat. Seperti dalam QS An Naazi´aat ayat 3-4
Juga pada QS Al Mursalat ayat 1-2 dijelaskan bahwa malaikat terbang dengan kencang atau
cepat:
Bagaimana malaikat terbang? Malaikat dapat terbang karena memiliki sayap, ada yang
mempunyai 2, 3 atau 4 sayap. Disebutkan pada QS Faathir ayat 1:
Segala puji bagi Allah Pencipta langit dan bumi, Yang menjadikan malaikat sebagai utusan-
utusan (untuk mengurus berbagai macam urusan) yang mempunyai sayap, masing-masing
(ada yang) dua, tiga dan empat. Allah menambahkan pada ciptaan-Nya apa yang
dikehendaki-Nya. Sesungguhnya Allah Maha Kuasa atas segala sesuatu.
Dari penjelasan tersebut dapat lebih jelas bahwa yang mampu terbang dengan kecepatan
tinggi adalah malaikat. Seberapa cepat terbangnya? Apakah sama dengan kecepatan cahaya
atau berapa kalinya? Dalam QS Al M a´aarij ayat 4 secara jelas disebutkan:
Malaikat-malaikat dan Jibril naik (menghadap) kepada Tuhan dalam sehari yang kadarnya
limapuluh ribu tahun.
Petunjuk dalam ayat tersebut sangat jelas bahwa perbandingan kecepatan terbang malaikat
adalah dalam sehari kadarnya 50.000 tahun. Berdasarkan metode penghitungan yang
dilakukan DR. Mansour Hassab El Naby seperti dalam tulisannya bahwa untuk satu hari yang
berkadar 1.000 tahun sama dengan kecepatan cahaya (299.792,4989 km/detik). Berdasar
rumus-rumus dan cara yang sama untuk perbandingan sehari sama dengan 50.000 tahun
dapat diperoleh hasil perhitungan sama dengan 50 kali kecepatan cahaya (14.989.624,9442
km/detik). Kesimpulannya adalah berdasarkan informasi dari Al Qur’an dapat dihitung
kecepatan terbang malaikat dan Jibril yaitu 50 kali kecepatan cahaya! Masya Allah!
Sampai saat ini pengetahuan manusia belum menemukan sesuatu pun yang mempunyai
kecepatan melebihi kecepatan cahaya. Berdasarkan petunjuk Al Qur’an sangat jelas
disebutkan bahwa malaikat dan Jibril mempunyai kemampuan terbang 50 kali kecepatan
cahaya. Hal tersebut bisa dimaklumi karena penciptaan malaikat berasal dari unsur cahaya
(nuur). Suatu saat diharapkan ilmuwan muslim dapat meneliti petunjuk tersebut dan menjadi
penemu yang selangkah lebih maju karena berdasarkan Al Qur’an, kitab suci yang
merupakan satu-satunya kitab yang eksak, berisi kepastian karena merupakan Firman Allah
SWT.
Tatkala merujuk kepada matahari dan bulan di dalam Al-Quran, ditegaskan bahwa masing-
masing bergerak dalam orbitnya atau garis edarnya masing-masing."Dan Dialah yang telah
menciptakan malam dan siang, matahari dan bulan. Masing-masing dari keduanya itu beredar
di dalam garis edarnya."(QS Al-Anbiyaa: 33).
Disebutkan pula dalam ayat yang lain bahwa matahari tidaklah diam, tetapi bergerak dalam
garis edar tertentu:"Dan matahari berjalan di tempat peredarannya. Demikianlah ketetapan
Yang Maha Perkasa lagi Maha Mengetahui."(QS Yasin :38).
Fakta-fakta yang disampaikan dalam Al Quran ini telah ditemukan melalui pengamatan
astronomis di zaman kita. Menurut perhitungan para ahli astronomi, matahari bergerak
dengan kecepatan luar biasa yang mencapai 720 ribu kilometer per jam ke arah bintang Vega
dalam sebuah garis edar yang disebut Solar Apex. Ini berarti matahari bergerak sejauh kurang
lebih 17.280.000 kilometer dalam sehari. Bersama matahari, semua planet dan satelit dalam
sistem gravitasi matahari juga berjalan menempuh jarak ini. Selanjutnya semua bintang di
alam semesta berada dalam suatu gerakan serupa yang terencana. Sebagaimana komet-komet
lain di alam raya, seperti komet Halley juga bergerak mengikuti orbit atau garis edarnya yang
telah ditetapkan. Komet ini memiliki garis edar khusus dan bergerak mengikuti garis edar ini
secara harmonis bersama-sama dengan benda-benda langit lainnya. Keseluruhan alam
semesta yang dipenuhi oleh lintasan dan garis edar seperti ini dinyatakan dalam Al Quran
sebagai berikut:"Demi langit yang mempunyai jalan-jalan."(QS Adz-Dzaariyat: 7).
Terdapat sekitar 200 miliar galaksi di alam semesta yang masing-masing terdiri dari hampir
200 bintang. Sebagian besar bintang-bintang ini mempunyai planet dan sebagian besar
planet-planet ini mempunyai bulan. Semua benda langit tersebut bergerak dalam garis
peredaran yang diperhitungkan dengan sangat teliti. Selama jutaan tahun masing- masing
seolah 'berenang' sepanjang garis edarnya dalam keserasian dan keteraturan yang sempurna
bersama dengan yang lain. Selain itu sejumlah komet juga bergerak bersama sepanjang garis
edar yang ditetapkan baginya. Semua benda langit termasuk planet, satelit yang mengiringi
planet, bintang dan bahkan galaksi, memiliki orbit atau garis edar mereka masing-masing.
Semua orbit ini telah ditetapkan berdasarkan perhitungan yang sangat teliti dengan cermat.
Yang membangun dan memelihara tatanan sempurna ini adalah Allah, pencipta seluruh
sekalian alam.
Garis edar di alam semesta tidak hanya dimiliki oleh benda-benda angkasa. Galaksi- galaksi
pun berjalan pada kecepatan luar biasa dalam suatu garis peredaran yang terhitung dan
terencana. Selama pergerakan ini, tak satupun dari benda-benda angkasa ini memotong
lintasan yang lain atau bertabrakan dengan lainnya. Bahkan telah teramati bahwa sejumlah
galaksi berpapasan satu sama lain tanpa satu pun dari bagian-bagiannya saling bersentuhan.
Dapat dipastikan bahwa pada saat Al Quran diturunkan manusia tidak memiliki teleskop
masa kini ataupun teknologi canggih untuk mengamati ruang angkasa berjarak jutaan
kilometer. Tidak pula pengetahuan fisika ataupun astronomi modern.
Karenanya saat itu tidaklah mungkin untuk mengatakan secara ilmiah bahwa ruang angkasa
'dipenuhi lintasan dan garis edar' sebagaimana dinyatakan dalam ayat tersebut. Akan tetapi
hal ini dinyatakan secara terbuka kepada kita dalam Al Quran yang diturunkan pada saat itu:
karena Al Quran adalah firman Allah.
Ayat ke-11 dari Surat Ath Thaariq dalam Al Qur'an, mengacu pada
fungsi "mengembalikan" yang dimiliki langit.
Kata yang ditafsirkan sebagai "mengandung hujan" dalam terjemahan Al Qur'an ini juga
bermakna "mengirim kembali" atau "mengembalikan".
Sebagaimana diketahui, atmosfir yang melingkupi bumi terdiri dari sejumlah lapisan. Setiap
lapisan memiliki peran penting bagi kehidupan. Penelitian mengungkapkan bahwa lapisan-
lapisan ini memiliki fungsi mengembalikan benda-benda atau sinar yang mereka terima ke
ruang angkasa atau ke arah bawah, yakni ke bumi. Sekarang, marilah kita cermati sejumlah
contoh fungsi "pengembalian" dari lapisan-lapisan yang mengelilingi bumi tersebut.
Lapisan Troposfir, 13 hingga 15 km di atas permukaan bumi, memungkinkan uap air yang
naik dari permukaan bumi menjadi terkumpul hingga jenuh dan turun kembali ke bumi
sebagai hujan.
Lapisan ozon, pada ketinggian 25 km, memantulkan radiasi berbahaya dan sinar ultraviolet
yang datang dari ruang angkasa dan mengembalikan keduanya ke ruang angkasa.
Ionosfir, memantulkan kembali pancaran gelombang radio dari bumi ke berbagai belahan
bumi lainnya, persis seperti satelit komunikasi pasif, sehingga memungkinkan komunikasi
tanpa kabel, pemancaran siaran radio dan televisi pada jarak yang cukup jauh.
Sifat lapisan-lapisan langit yang hanya dapat ditemukan secara ilmiah di masa kini tersebut,
telah dinyatakan berabad-abad lalu dalam Al Qur'an. Ini sekali lagi membuktikan bahwa Al
Qur'an adalah firman Allah.
أما بعد. وصالة والسالم على أشرف المرسلين, الحمد هلل رب العالمين:
Satu kilatan petir menghasilkan listrik lebih besar daripada yang dihasilkan Amerika.
Di malam hari, saat hujan deras, langit tiba-tiba menyala, tak lama kemudian disusul oleh
suara menggelegar. Tahukah Anda bagaimanakah petir luar biasa yang menerangi langit
muncul? Tahukah Anda seberapa banyak cahaya yang dipancarkannya? Atau seberapa besar
panas yang dilepaskannya?
Satu kilatan petir adalah cahaya terang yang terbentuk selama pelepasan listrik di atmosfer
saat hujan badai. Petir dapat terjadi ketika tegangan listrik pada dua titik terpisah di atmosfer
– masih dalam satu awan, atau antara awan dan permukaan tanah, atau antara dua permukaan
tanah – mencapai tingkat tinggi.
Kilat petir terjadi dalam bentuk setidaknya dua sambaran. Pada sambaran pertama muatan
negatif (-) mengalir dari awan ke permukaan tanah. Ini bukanlah kilatan yang sangat terang.
Sejumlah kilat percabangan biasanya dapat terlihat menyebar keluar dari jalur kilat utama.
Ketika sambaran pertama ini mencapai permukaan tanah,
sebuah muatan berlawanan terbentuk pada titik yang akan
disambarnya dan arus kilat kedua yang bermuatan positif
terbentuk dari dalam jalur kilat utama tersebut langsung
menuju awan. Dua kilat tersebut biasanya beradu sekitar 50
meter di atas permukaan tanah. Arus pendek terbentuk di titik
pertemuan antara awan dan permukaan tanah tersebut, dan
hasilnya sebuah arus listrik yang sangat kuat dan terang
mengalir dari dalam jalur kilat utama itu menuju awan.
Perbedaan tegangan pada aliran listrik antara awan dan
permukaan tanah ini melebihi beberapa juta volt.
Energi yang dilepaskan oleh satu sambaran petir lebih besar daripada yang dihasilkan oleh
seluruh pusat pembangkit tenaga listrik di Amerika. Suhu pada jalur di mana petir terbentuk
dapat mencapai 10.000 derajat Celcius. Suhu di dalam tanur untuk meleburkan besi adalah
antara 1.050 dan 1.100 derajat Celcius. Panas yang dihasilkan oleh sambaran petir terkecil
dapat mencapai 10 kali lipatnya. Panas yang luar biasa ini berarti bahwa petir dapat dengan
mudah membakar dan menghancurkan seluruh unsur yang ada di muka bumi. Perbandingan
lainnya, suhu permukaan matahari tingginya 700.000 derajat Celcius. Dengan kata lain, suhu
petir adalah 1/70 dari suhu permukaan matahari. Cahaya yang dikeluarkan oleh petir lebih
terang daripada cahaya 10 juta bola lampu pijar berdaya 100 watt. Sebagai pembanding, satu
kilatan petir menyinari sekelilinginya secara lebih terang dibandingkan ketika satu lampu
pijar dinyalakan di setiap rumah di Istanbul. Allah mengarahkan perhatian pada kilauan luar
biasa dari petir ini dalam Qur'an :
Kilatan yang terbentuk turun sangat cepat ke bumi dengan kecepatan 96.000 km/jam.
Sambaran pertama mencapai titik pertemuan atau permukaan bumi dalam waktu 20 milidetik,
dan sambaran dengan arah berlawanan menuju ke awan dalam tempo 70 mikrodetik. Secara
keseluruhan petir berlangsung dalam waktu hingga setengah detik. Suara guruh yang
mengikutinya disebabkan oleh pemanasan mendadak dari udara di sekitar jalur petir.
Akibatnya, udara tersebut memuai dengan kecepatan melebihi kecepatan suara, meskipun
gelombang kejutnya kembali ke gelombang suara normal dalam rentang beberapa meter.
Gelombang suara terbentuk mengikuti udara atmosfer dan bentuk permukaan setelahnya.
Itulah alasan terjadinya guntur dan petir yang susul-menyusul.
Saat kita merenungi semua perihal petir ini, kita dapat memahami bahwa peristiwa alam ini
adalah sesuatu yang menakjubkan. Bagaimana sebuah kekuatan luar biasa semacam itu
muncul dari partikel bermuatan positif dan negatif, yang tak terlihat oleh mata telanjang,
menunjukkan bahwa petir diciptakan dengan sengaja. Lebih jauh lagi, kenyataan bahwa
molekul-molekul nitrogen, yang sangat penting untuk tumbuhan, muncul dari kekuatan ini,
sekali lagi membuktikan bahwa petir diciptakan dengan kearifan khusus.
Allah secara khusus menarik perhatian kita pada petir ini dalam Al Qur'an. Arti surat Ar
Ra’d, salah satu surat Al Qur'an, sesungguhnya adalah "Guruh". Dalam ayat-ayat tentang
petir Allah berfirman bahwa Dia menghadirkan petir pada manusia sebagai sumber rasa
takut dan harapan. Allah juga berfirman bahwa guruh yang muncul saat petir menyambar
bertasbih memujiNya. Allah telah menciptakan sejumlah tanda-tanda bagi kita pada petir.
Kita wajib berpikir dan bersyukur bahwa guruh, yang mungkin belum pernah dipikirkan
banyak orang seteliti ini dan yang menimbulkan perasaan takut dan pengharapan dalam diri
manusia, adalah sebuah sarana yang dengannya rasa takut kepada Allah semakin bertambah
dan yang dikirim olehNya untuk tujuan tertentu sebagaimana yang Dia kehendaki.
A.Pengertian Angin
Angin dalam konsep ilmu fisika dapat diartikan aliran udara, ia terbentuk di antara
dua zona atau tempat yang memiliki suhu yang berbeda. Perbedaan suhu di atmosfer
menyebabkan perbedaan tekanan udara, dan mengakibatkan udara terus-menerus mengalir
dari tekanan tinggi ke tekanan rendah.(Mulyono,2006:61-62).
Angin yaitu udara yang bergerak yang diakibatkan oleh rotasi bumi dan juga karena
adanya perbedaan tekanan udara(tekanan tinggi ke tekanan rendah) di sekitarnya. Angin
merupakan udara yang bergerak dari tekanan tinggi ke tekanan rendah atau dari suhu udara
yang rendah kesuhu udara yang tinggi.
Angin adalah udara yang bergerak, karena bergerak itulah biasanya angin akan terasa
lebih dingin daripada permukaan udara disekitarnya. Segar berarti kita merasakan udara yang
lebih dingin pada permukaan kulit. Itulah merupakan peran angin. Jika kita merasakan
segarnya angin, maka otak kita merasa fresh dan bisa berfikir jernih, itulah andil dari oksigen.
Oksigen pasti ada di setiap udara yang kita hirup dan rasakan. Karena tanpa oksigen kita
tidak akan bisa bernafas. Rasa segar yang ditimbulkan oleh oksigen terhadap otak kita
tergantung dari konsentrasi oksigen yag masuk ke dalam otak kita. Contohnya udara pagi
atau udara pegunungan akan lebih menyegarkan otak kita dari pada udara siang hari atau
udara di daerah perkotaan. Hal ini terjadi karena otak kita mendapat supply oksigen yang
cukup, sehingga dapat bekerja dengan baik. Jika otak kita dapat bekerja maksimal, maka otak
dapat merespon dan mengirimkan respon yang baik pula terhadap jaringan tubuh yang lain.
Sebab itulah jika oksigen yang kita hirup mencukupii untuk supply oksigen ke otak kita,
tubuh kita akan merasa lebih segar. Dan sebaliknya, jika supply oksigen kurang, tubuh kita
akan cepat lelah, dan kita akan merasa penat.
Faktor-faktor yang mepengaruhi terjadinya angin. Antara lain: gradient barometris
(Bilangan yang menunjukkan perbedaan tekanan udara dari 2 isobar yang jaraknya 111 km.
Makin besar gradient barometrisnya angin semakin cepat), letak tempat (kecepatan angin di
dekat khatulistiwa lebih cepat dari lainnya), waktu (di siang hari angin bergerak lebih cepat
daripada di malam hari), dan tinggi tempat (semakin tinggi tempat, semakin kencang pula
angin yang bertiup).
“Dan Kami telah meniupkan angin untuk mengawinkan (tumbuh-tumbuhan) dan Kami
turunkan hujan dari langit, lalu Kami beri minum kamu dengan air itu, dan sekali-kali
bukanlah kamu yang menyimpannya”(Al-Hijr:22).
Angin dapat membantu mengawinkan tumbuhan dengan cara penyerbukan. Misalnya
pada tumbuhan bunga sepatu, bila ada angin maka benang sari akan terbang dan ada juga
yang jatuh di kepala putik dan setelah itu terjadilah pembuahan dan terbentuklah bakal biji
yang kemudian akan menjadi individu atau tumbuhan baru (Abdushshamad,2003:102).
Dalam beberapa ayat Al Qur’an disebutkan sifat angin yang mengawinkan dan terbentuknya
hujan karenanya, yaitu :
a. Al-Hijr:22
“Dan Kami telah meniupkan angin untuk mengawinkan (tumbuh-tumbuhan) dan Kami
turunkan hujan dari langit, lalu Kami beri minum kamu dengan air itu, dan sekali-kali
bukanlah kamu yang menyimpannya”(Al-Hijr:22).
Dalam ayat ini ditekankan bahwa fase pertama dalam pembentukan hujan adalah angin.
Hingga awal abad ke 20, satu-satunya hubungan antara angin dan hujan yang diketahui
hanyalah bahwa angin yang menggerakkan awan.
b. Al-A’raaf 7 : 57
“Dan Dialah yang meniupkan angin sebagai pembawa berita gembira sebelum kedatangan
rahmat-Nya (hujan); hingga apabila angin itu telah membawa awan mendung, Kami halau
ke suatu daerah yang tandus, lalu Kami turunkan hujan di daerah itu, Maka Kami keluarkan
dengan sebab hujan itu pelbagai macam buah-buahan. seperti Itulah Kami membangkitkan
orang-orang yang telah mati, Mudah-mudahan kamu mengambil pelajaran”.
Tafsir : Artinya merupakan kabar gembira karena hujan akan turun dan mendatangkan
kebaikan bagi manusia.
Artinya ketika angin itu membawa awan yang bergumpal-gumpal mengandung air.
“Kami halau ke suatu daerah yang tandus, lalu Kami turunkan hujan di daearah itu,
Kami keluarkan dengan hujan itu berbagai macam buah-buahan.”
Artinya, Kami giring awan itu untuk menghidupkan tanah yang tandus, yang tidak
ada tanaman ada tanaman dan pepohonannya, lalu Kami turunkan hujan di tempat itu,
sehingga berbagai macam buah-buahan tumbuh di sana.
“Seperti itulah Kami membangkitkan orang-orang yang telah mati, mudah-mudahan kalian
mengambil pelajaran.”
Artinya, sebagaimana Kami telah menghidupkan tanah yang mati dan tandus dengan
air hujan, maka begitu pula Kami menghidupkan kembali orang yang sudah mati dari
kuburnya. Kami keluarkan mereka menjadi hidup kembali sebagaimana tanaman yang
tumbuh kembali. Hal ini dimaksudkan agar kalian mengingat kebesaran Allah dan
kekuasaan-Nya. Lalu kalian mengesakan dan bersyukur kepada-Nya tas segala nikmat dan
karunia-Nya.
“Dan di antara tanda-tanda-Nya (ialah) bahwa kau Lihat bumi kering dan gersang,
Maka apabila Kami turunkan air di atasnya, niscaya ia bergerak dan subur. Sesungguhnya
Tuhan yang menghidupkannya, pastilah dapat menghidupkan yang mati. Sesungguhnya Dia
Maha Kuasa atas segala sesuatu.” (Fushshilat: 39).
Kemudian rentenan ayat-ayat ini diakhiri dengan satu permisalan yang sangat apik
tentang orang Mukmin dan kafir, yang keduanya dimisalkan dengan tanah yang subur, yang
menumbuhkan tanaman yang rindang lagi menghijau, dan tanah tandus yang tidak memberi
manfaat apa pun.
Dan tanah yang baik, tanaman-tanamannya tumbuh subur dengan seizin Allah; dan
tanah yang tidak subur, tanaman-tanamannya hanya tumbuh merana. Demikianlah Kami
mengulangi tanda-tanda kebesaran (Kami) bagi orang-orang yang bersyukur.”(Al-A’raf:58)
Dengan kata lain, tanah yang baik dan subur akan ditumbuhi tanaman yang baik dan
subur. Banyak manfaatnya dan juga ditanamami buah-buahan dengan seizin Allah SWT dan
kemudahan yang diberikan-Nya. Sementara suatu daerah yang tanamannya buruk dan tandus,
yang dipenuhi bebatuan yang licin, tidak akan menumbuhkan tanaman yang kecuali hanya
sedikit dan tak ada artinya apa-apa serta sulit digarap. Karena itu merupakan tanh yang
memang tidak layak ditanami.
Yang demikian itu merupakan perumpamaan bagi orang Mukmin dan Kafir. Orang
Mukmin seperti tanah yang subur, sedangkan orang kafir seperti tanah ynag tandus dan
gersang. Yang keras tanahnya, tidak layak ditanami yang hanya sesuai dijadikan tempat
persembunyian jenis serangga. Ibnu Abbas Radhiyallahu Anhuma berkata, “ Ini merupakan
perumpamaan yang dibuat Allah bagi orang Mukmin dan kafir. Orang Mukmin adalah sosok
yang bagus dan amalnya bagus. Seperti tanah yang bagus dan buah-buahannya pun bagus
pula. Adapun orang kafir merupakan sosok yang buruk dan amalnya buruk pula, seperti tanah
yang tandus, tidak memberi manfaat apa pun” (Ash-Shabuny,2000:38-40).
c. Al-Furqaan 25 : 48
“Dialah yang meniupkan angin (sebagai) pembawa kabar gembira dekat sebelum
kedatangan rahmat-Nya (hujan); dan Kami turunkan dari langit air yang Amat bersih,”
Tafsir : Maksudnya yaitu Allahlah yang mengirimkan angin yang mengambangkan awan
untuk memberi tanda bahwa awan tersebut siap menjadi hujan. Menurut riwayat Ibn amir,
hamzah, dan al-kisa-i, pernyataan busyran dalam ayat ini dibaca nusyran, yang bermakna:
angin-angin yang mengambangkan awan. Apabila kita baca busyran, menurut qiraah
(bacaan) versi Ashim, maka maknanya angin yang membawa kabar gembira sebagai tanda
akan datangnya hujan (Ash-Shiddieqy,2000:2896).
d. An Naml 27 : 63
“Atau siapakah yang memimpin kamu dalam kegelapan di dataran dan lautan dan siapa
(pula)kah yang mendatangkan angin sebagai kabar gembira sebelum (kedatangan) rahmat-
Nya[1]? Apakah disamping Allah ada Tuhan (yang lain)? Maha Tinggi Allah terhadap apa
yang mereka persekutukan (dengan-Nya)”.
Tafsir : Maksudnya adalah apakah menyembah Allah SWT, Tuhan yang telah memberi
petunjuk kepadamu dalam kegelapan darat dan laut. Tuhan yang memberikan akal pikiran,
ilmu dan makrifat, sehingga kamu dapat menghadapkan perjalananmu dengan berpegang
kepada ukuran-ukuran yang sudah tetap dan pada masa dahulu menunjuki kamu dengan
perantaraan bintang, bukit-bukit dan tanda lain, serta mengirim angin yang menjadi tanda
akan datangnya hujan dan kebajikan lain, angin buritan yang membuat perahumu berlayar
cepat, serta angin yang menyebabkan terjadi persarian (perkawinan) di antara tumbuhan itu
lebih ataukah menyembah dewa-dewamu dan patungmu yang lebih baik (Ash-
Shiddieqy,2000:3022).
e. Ar Ruum 30 : 46
“Dan di antara tanda-tanda kekuasan-Nya adalah bahwa Dia mengirimkan angin sebagai
pembawa berita gembira[2]dan untuk merasakan kepadamu sebagian dari rahmat-Nya dan
supaya kapal dapat berlayar dengan perintah-Nya[3] dan (juga) supaya kamu dapat mencari
karunia-Nya; mudah-mudahn kamu bersyukur”.
Tafsir : Di antara dalil yang terdapat pada alam, yang menunujukkan bahwa Allahlah
yang menciptakan alam, bersifat kuasa, mengetahui segala sesuatu dan berkehendak,
memiliki segala hal, memberikan hidup dan mematikan adalah angin yang mengembirakan
kita dengan turunnya hujan, mengawinkan bunga (penyerbukan) pepohonan hingga terjadilah
buah, dan menggerakkan perahu yang tengah berlayar. Selain itu, juga menunjukkan kepada
kita tentang sebagai rahmat-Nya dan iradat-Nya. Supaya kita dapat mencari sebagian
keutamaan Allah (Ash-Shiddieqy,2000:3188).
c. Prasana Transportasi
“Dialah Tuhan yang menjadikan kamu dapat berjalan di daratan, (berlayar) di lautan.
sehingga apabila kamu berada di dalam bahtera, dan meluncurlah bahtera itu membawa
orang-orang yang ada di dalamnya dengan tiupan angin yang baik, dan mereka bergembira
karenanya, datanglah angin badai, dan (apabila) gelombang dari segenap penjuru
menimpanya, dan mereka yakin bahwa mereka telah terkepung (bahaya), Maka mereka
berdoa kepada Allah dengan mengikhlaskan ketaatan kepada-Nya semata-mata. (mereka
berkata): "Sesungguhnya jika Engkau menyelamatkan Kami dari bahaya ini, pastilah Kami
akan Termasuk orang-orang yang bersyukur".(QS.Yunus : 22).
Sudah sejak lama manusia memanfaatkan angin untuk membantu proses transportasi.
Manusia mengenal perahu layar sebagai alat transportasi air yang mengandalkan aliran angin
sebagai penggerak perahu yang tak bermesin itu. Selain itu pada penerbangan, arah angin
sangat menentukan keselamatan penerbangan. Maka dari itu di setiap bandara selalu ada alat
penentu arah dan kecepatan angin.
2. Angin Kencang
Selain bermanfaat bagi masyarakat, angin juga dapat menimbulkan masalah. Angin yang
sering menimbulkan kerusakan seperti angin topan, angin puting beliung dan lain-lain, angin
tersebut adalah angin kencang yang datang tiba-tiba dan membuat kerusakan. Di dalam
beberapa ayat Al-Qur’an disebutkan antara lain :
a. Ibrahim 14 : 18
“Orang-orang yang kafir kepada Tuhannya, amalan-amalan mereka adalah seperti Abu
yang ditiup angin dengan keras pada suatu hari yang berangin kencang. mereka tidak dapat
mengambil manfaat sedikitpun dari apa yang telah mereka usahakan (di dunia). yang
demikian itu adalah kesesatan yang jauh”.
b. Al-Israa’ 17 : 69
“Atau Apakah kamu merasa aman dari dikembalikan-Nya kamu ke laut sekali lagi, lalu Dia
meniupkan atas kamu angin taupan dan ditenggelamkan-Nya kamu disebabkan kekafiranmu.
dan kamu tidak akan mendapat seorang penolongpun dalam hal ini terhadap (siksaan)
kami”.
c. Al Anbiyaa’ 21 : 81
“Dan (telah Kami tundukkan) untuk Sulaiman angin yang sangat kencang tiupannya yang
berhembus dengan perintahnya ke negeri yang Kami telah memberkatinya. dan adalah Kami
Maha mengetahui segala sesuatu”.
Tafsir : Kami tundukkan bagi Sulaiman angin yang kadang-kadanng bertiup lembut
dengan sangat kencang dan kadang-kadang bertiup lembut.Pada masing-masing keadaan itu,
angin berjalan dengan perintahnya ke negeri suci mana pun yang dia kehendaki. Maka, dia
dan para sahabatnya keluar pada waktu pagi kea rah mana pun yang mereka kehendaki,
kemudian kembali kerumahnya di Syam pada hari itu juga (Al-Maraghiy,1989:95).
d. Al-Hajj 22 : 31
“Dengan ikhlas kepada Allah, tidak mempersekutukan sesuatu dengan Dia. Barangsiapa
mempersekutukan sesuatu dengan Allah, Maka adalah ia seolah-olah jatuh dari langit lalu
disambar oleh burung, atau diterbangkan angin ke tempat yang jauh”.
Tafsir : Barang siapa menyekutukan Allah dengan selain-Nya, berarti dia telah
membinasakan dirinya sendiri sebinasa-binasanya. Perumpamaannya seperti keadaan orang
yang jatuh dari langit lalu disambar burung, kemudian burung itu memotng-motong anggota
tubuhnya; atau seperti orang yang diterbangkan oleh angin lalu dijatuhkan di tempat yang
jauh dan tidak bisa kembali dari padanya (Al-Maraghiy,1989:181).
Para ilmuan memiliki pendapat yang berbeda-beda tentang angin dalam kehidupan
alam semesta. Dan pendapat tersebut antara lain:
J. Yannev Ewusie juga berpendapat bahwa kekayaan akan species pada beberapa
bagian habitat mungkin disebabkan arah tiupan angin atau arah arus air.
Ir. Usman dan Ir.Warkoyo menyatakan bahwa angin merupakan gerak massa udara
relative terhadap permukaan bumi pada arah horizontal dari daerah bertekanan udara tinggi
kedaerah bertekanan udara rendah[2]. Menurut Sanjaya (1970) dalam kondisi tertentu angin
tidak memberikan akibat langsung pada pertumbuhan dan perkembangan serangga. Baru
pada kondisi angin yang kencang dapat berpengaruh pada proses penguapan dan keadaan
kelembaban udara secara tidak langsung memberi akibat keseimbangan suhu tubuh maupun
kadar air tubuh serangga. Pengaruh angin yang paling penting adalah mempengaruhi
pemencaran dan aktivitas serangga, terutama serangga yang bertubuh kecil seperti kutu daun.
Dua ilmuan ini berpendapat bahwa angin merupakan salah satu factor perantara dalam
reproduksi generatif pada tumbuhan[3]. Proses reproduksi generatif pada tumbuhan dengan
angin sebagai perantaranya disebut sebagai persarian Anemogami. Disamping itu juga angin
mempengaruhi proses transpirasi pada tumbuhan, proses ini dapat melalui kutikula daun, sub
stomata, dan inti sel pada batang[4].
4. Deskripsi Aritoteles tentang awan dan hujan yang dipengaruhi oleh angin
Sebagaimana terlihat, angin “mengawinkan” uap air yang melayang di udara dengan
partikel-partikel yang di bawanya dari laut dan akhirnya membantu pembentukan awan
hujan. Apabila angin tidak memiliki sifat ini, butiran-butiran air di atmosfer bagian atas tidak
akan pernah terbentuk dan hujanpun tidak akan pernah terjadi.
Seperti angin puting beliung yaitu angin kencang yang datang secara tiba – tiba,
mempunyai pusat, bergerak melingkar seperti spiral hingga menyentuh permukaan bumi dan
punah dalam waktu singkat (3 – 5 menit). Kecepatan angin rata – ratanya berkisar antara 30 –
40 knots. Angin ini berasal dari awan Cumulonimbus (Cb) yaitu awan yang bergumpal
berwarna abu – abu gelap dan menjulang tinggi. Namun, tidak semua awan Cumulonimbus
menimbulkan puting beliung.
Angin Topan adalah angin yang berputar dengan skala yang lebih lama sekitar 3 – 7
hari, selalu terjadi di laut dengan daya rusak mencapai ribuan km.
[1]Yang dimaksud dengan rahmat Tuhan di sini ialah air hujan yang menyebabkan suburnya
tumbuh-tumbuhan.
[2]Pembawa berita gembira Maksudnya: awan yang tebal yang ditiup angin lalu menurunkan
hujan. karenanya dapat dirasakan rahmat Allah dengan tumbuhnya biji-biji yang telah
disemaikan dan menghijaunya tanaman-tanaman serta berbuahnya tumbutumbuhan dan
sebagainya.
[3]Yaitu: dengan seizin Allah dan dengan sekehendak-Nya.
Al Quran dan Fisika
RAHASIA BESI
Besi adalah salah satu unsur yang dinyatakan secara jelas dalam Al Qur’an. Dalam Surat Al
Hadiid, yang berarti “besi”, kita diberitahu sebagai berikut:
“…Dan Kami turunkan besi yang padanya terdapat kekuatan yang hebat dan berbagai
manfaat bagi manusia ….” (Al Qur’an, 57:25)
Kata “anzalnaa” yang berarti “kami turunkan” khusus digunakan untuk besi dalam ayat ini,
dapat diartikan secara kiasan untuk menjelaskan bahwa besi diciptakan untuk memberi
manfaat bagi manusia. Tapi ketika kita mempertimbangkan makna harfiah kata ini, yakni
“secara bendawi diturunkan dari langit”, kita akan menyadari bahwa ayat ini memiliki
keajaiban ilmiah yang sangat penting.
Ini dikarenakan penemuan astronomi modern telah mengungkap bahwa logam besi yang
ditemukan di bumi kita berasal dari bintang-bintang raksasa di angkasa luar.
Logam berat di alam semesta dibuat dan dihasilkan dalam inti bintang-bintang raksasa. Akan
tetapi sistem tata surya kita tidak memiliki struktur yang cocok untuk menghasilkan besi
secara mandiri. Besi hanya dapat dibuat dan dihasilkan dalam bintang-bintang yang jauh
lebih besar dari matahari, yang suhunya mencapai beberapa ratus juta derajat. Ketika jumlah
besi telah melampaui batas tertentu dalam sebuah bintang, bintang tersebut tidak mampu lagi
menanggungnya, dan akhirnya meledak melalui peristiwa yang disebut “nova” atau
“supernova”. Akibat dari ledakan ini, meteor-meteor yang mengandung besi bertaburan di
seluruh penjuru alam semesta dan mereka bergerak melalui ruang hampa hingga mengalami
tarikan oleh gaya gravitasi benda angkasa.
Semua ini menunjukkan bahwa logam besi tidak terbentuk di bumi melainkan kiriman dari
bintang-bintang yang meledak di ruang angkasa melalui meteor-meteor dan “diturunkan ke
bumi”, persis seperti dinyatakan dalam ayat tersebut: Jelaslah bahwa fakta ini tidak dapat
diketahui secara ilmiah pada abad ke-7 ketika Al Qur’an diturunkan.
PENCIPTAAN YANG BERPASANG-PASANGAN
“Maha Suci Tuhan yang telah menciptakan pasangan-pasangan semuanya, baik dari apa
yang ditumbuhkan oleh bumi dan dari diri mereka maupun dari apa yang tidak mereka
ketahui.” (Al Qur’an, 36:36)
Meskipun gagasan tentang “pasangan” umumnya bermakna laki-laki dan perempuan, atau
jantan dan betina, ungkapan “maupun dari apa yang tidak mereka ketahui” dalam ayat di atas
memiliki cakupan yang lebih luas. Kini, cakupan makna lain dari ayat tersebut telah
terungkap. Ilmuwan Inggris, Paul Dirac, yang menyatakan bahwa materi diciptakan secara
berpasangan, dianugerahi Hadiah Nobel di bidang fisika pada tahun 1933. Penemuan ini,
yang disebut “parité”, menyatakan bahwa materi berpasangan dengan lawan jenisnya: anti-
materi. Anti-materi memiliki sifat-sifat yang berlawanan dengan materi. Misalnya, berbeda
dengan materi, elektron anti-materi bermuatan positif, dan protonnya bermuatan negatif.
Fakta ini dinyatakan dalam sebuah sumber ilmiah sebagaimana berikut:
Semua ini menunjukkan bahwa unsur besi tidak terbentuk di Bumi, melainkan dibawa oleh
meteor-meteor melalui ledakan bintang-bintang di luar angkasa, dan kemudian “dikirim ke
bumi”, persis sebagaimana dinyatakan dalam ayat tersebut. Jelas bahwa fakta ini tak mungkin
diketahui secara ilmiah pada abad ke-7, di saat Al Qur’an diturunkan.
RELATIVITAS WAKTU
Kini, relativitas waktu adalah fakta yang terbukti secara ilmiah. Hal ini telah diungkapkan
melalui teori relativitas waktu Einstein di tahun-tahun awal abad ke-20. Sebelumnya,
manusia belumlah mengetahui bahwa waktu adalah sebuah konsep yang relatif, dan waktu
dapat berubah tergantung keadaannya. Ilmuwan besar, Albert Einstein, secara terbuka
membuktikan fakta ini dengan teori relativitas. Ia menjelaskan bahwa waktu ditentukan oleh
massa dan kecepatan. Dalam sejarah manusia, tak seorang pun mampu mengungkapkan fakta
ini dengan jelas sebelumnya.
Tapi ada perkecualian; Al Qur’an telah berisi informasi tentang waktu yang bersifat relatif!
Sejumlah ayat yang mengulas hal ini berbunyi:
“Dan mereka meminta kepadamu agar azab itu disegerakan, padahal Allah sekali-kali tidak
akan menyalahi janji-Nya. Sesungguhnya sehari di sisi Tuhanmu adalah seperti seribu
menurut perhitunganmu.” (Al Qur’an, 22:47)
“Dia mengatur urusan dari langit ke bumi, kemudian (urusan) itu naik kepada-Nya dalam satu
hari yang kadarnya adalah seribu tahun menurut perhitunganmu.” (Al Qur’an, 32:5)
“Malaikat-malaikat dan Jibril naik (menghadap) kepada Tuhan dalam sehari yang kadarnya
limapuluh ribu tahun.” (Al Qur’an, 70:4)
Dalam sejumlah ayat disebutkan bahwa manusia merasakan waktu secara berbeda, dan
bahwa terkadang manusia dapat merasakan waktu sangat singkat sebagai sesuatu yang lama:
“Allah bertanya: ‘Berapa tahunkah lamanya kamu tinggal di bumi?’ Mereka menjawab:
‘Kami tinggal (di bumi) sehari atau setengah hari, maka tanyakanlah kepada orang-orang
yang menghitung.’ Allah berfirman: ‘Kamu tidak tinggal (di bumi) melainkan sebentar saja,
kalau kamu sesungguhnya mengetahui’.” (Al Qur’an, 23:122-114)
Fakta bahwa relativitas waktu disebutkan dengan sangat jelas dalam Al Qur’an, yang mulai
diturunkan pada tahun 610 M, adalah bukti lain bahwa Al Qur’an adalah Kitab Suci.
أما بعد. وصالة والسالم على أشرف المرسلين, الحمد هلل رب العالمين:
Allah -ta'ala- telah menciptakan musim sepanjang sejarah manusia, sejak dahulu hingga
sekarang. Dan hingga saat ini Allah -ta'ala- masih terus menciptakannya. Semua orang
mengharapkan musim panas setelah musim semi, dan tak seorangpun ragu atas hal tersebut,
dan sudah sepatutnya datang musim panas setelah musim semi. Namun, jika Allah -ta'ala-
berkehendak lain, mungkin saja tidak pernah ada musim panas di bumi. Fakta tersebut
dimaksudkan agar orang-orang yang hidup berdasarkan Al-Qur'an harus mencerminkan rasa
syukur yang mendalam atas keberkahan yang telah Allah -ta'ala- anugerahkan tersebut.
Ada banyak sekali contoh tentang ini. Berikut adalah beberapa di antaranya, misalnya bahwa:
Pada waktu ayat ini diturunkan, tidak ada yang berpikir kalau segala yang hidup itu tercipta
dari air. Sekarang, tidak ada seorang pakar pun yang membantah bahwa segala yang hidup itu
tercipta dari air, yang adalah materi pokok bagi kehidupan setiap makhluk hidup.
Sementara itu, urut-urutan penciptaan benda langit menurut Injil adalah bahwa Bumi
diciptakan terlebih dulu (Kejadian 1:1), kemudian tetumbuhan (Kejadian 1:11-12), baru
kemudian Matahari (Kejadian 1:14-16). Yang menarik di sini kiranya, jika menurut logika
Injil, adalah bagaimana mungkin tetumbuhan dapat hidup tanpa berfotosinteis di saat itu,
karena Matahari sebagai sumber energi untuk berfotosintesi diciptakan belakangan setelah
tetumbuhan?
Dan apakah orang-orang yang kafir tidak mengetahui bahwasanya langit dan bumi itu
keduanya dahulu adalah suatu yang padu, kemudian Kami pisahkan antara keduanya. Dan
dari air Kami jadikan segala sesuatu yang hidup. Maka mengapakah mereka tiada juga
beriman?
Maha Suci Tuhan yang telah menciptakan pasangan-pasangan semuanya baik dari apa yang
ditumbuhkan oleh bumi dan dari diri mereka maupun dari apa-apa yang mereka tidak ketahui.
Kita dapat mengadakan hipotesa sebanyak-banyaknya mengenai arti hal-hal yang manusia
tidak mengetahui pada zaman Nabi Muhammad sholollohu‘alaihi wasallam. Apalagi
Rosululloh Muhammad bin ‘Abdullah sholollohu‘alaihi wasallam, adalah sesorang yang buta
huruf (ummy) dan tak mungkin telah mempelajari ilmu Astronomi.
Hal-hal yang manusia tidak mengetahui itu termasuk di dalamnya susunan atau fungsi yang
berpasangan baik dalam benda yang paling kecil atau benda yang paling besar, baik dalam
benda mati atau dalam benda hidup. Yang penting adalah untuk mengingat pemikiran yang
dijelaskan dalam ayat itu secara gamblang dan untuk mengetahui bahwa kita tidak
menemukan pertentangan dengan Sains masa ini.
Meskipun gagasan tentang "pasangan" umumnya bermakna laki-laki dan perempuan, atau
jantan dan betina, ungkapan "maupun dari apa yang tidak mereka ketahui" dalam ayat di atas
memiliki cakupan yang lebih luas. Kini, cakupan makna lain dari ayat tersebut telah
terungkap. Ilmuwan Inggris, Paul Dirac, yang menyatakan bahwa materi diciptakan secara
berpasangan, dianugerahi Hadiah Nobel di bidang Fisika pada tahun 1933.
Penemuan ini, yang disebut "parité", menyatakan bahwa materi berpasangan dengan lawan
jenisnya: anti-materi. Anti-materi memiliki sifat-sifat yang berlawanan dengan materi.
Misalnya, berbeda dengan materi, elektron anti-materi bermuatan positif, dan protonnya
bermuatan negatif.
Fakta ini dinyatakan dalam sebuah sumber ilmiah sebagai berikut: "...setiap partikel memiliki
anti-partikel dengan muatan yang berlawanan ... dan hubungan ketidakpastian mengatakan
kepada kita bahwa penciptaan berpasangan dan pemusnahan berpasangan terjadi di dalam
vakum di setiap saat, di setiap tempat."
Di dalam Al Quran yang diturunkan 14 abad silam di saat ilmu astronomi masih terbelakang,
mengembangnya alam semesta digambarkan sebagaimana di ayat berikut ini:
Dan langit itu Kami bangun dengan kekuasaan (Kami) dan sesungguhnya Kami benar-benar
meluaskannya
Kata "langit", sebagaimana dinyatakan dalam ayat ini, digunakan di banyak tempat dalam Al
Quran dengan makna luar angkasa dan alam semesta. Di sini sekali lagi, kata tersebut
digunakan dengan arti ini. Dengan kata lain, dalam Al Quran dikatakan bahwa alam semesta
"mengalami perluasan atau mengembang". Dan inilah yang kesimpulan yang dicapai ilmu
pengetahuan masa kini.
Hingga awal abad XX Masehi, satu-satunya pandangan yang umumnya diyakini di dunia
ilmu pengetahuan adalah bahwa alam semesta bersifat tetap dan telah ada sejak dahulu kala
tanpa permulaan. Namun, penelitian, pengamatan, dan perhitungan yang dilakukan dengan
teknologi modern, mengungkapkan bahwa alam semesta sesungguhnya memiliki permulaan,
dan ia terus-menerus "mengembang".
Kenyataan ini diterangkan dalam Al Quran pada saat tak seorang pun
mengetahuinya. Apalagi Rosululloh Muhammad bin ‘Abdullah sholollohu‘alaihi wasallam,
adalah sesorang yang buta huruf (ummy) dan tak mungkin telah mempelajari ilmu Astronomi.
Ini dikarenakan Al Quran adalah firman Alloh, Sang Pencipta, dan Pengatur keseluruhan
alam semesta.
Sebagai catatan, dalam ayat ini ada kata dasar ”muhsiana”, yang bermakna ”pengembangan”
atau ”berkembang”. Secara tradisional, para mufassir memilih kalimat ”Kami benar-benar
berkuasa” daripada alternatif ”Kami benar-benar mengembangkannya”, yang
menggambarkan ruang angkasa yang memuai. Kesalahan atau ketidakuratan penafsiran ini,
adalah sama seperti penafsiran kata ”Al ’Alaq” dalam berbagai ayat Al Quran , yang secara
tradisional diartikan sebagai ”segumpal darah” daripada ”sesuatu yang melekat”. Pembahasan
lebih dalam mengenai ketidakakuratan ini, ada di bagian lain dari tulisan ini.
Matahari adalah (sumber) cahaya (diya’) dan Bulan adalah sebagai pelita (nuur)
(15) Tidakkah kamu perhatikan bagaimana Alloh telah menciptakan tujuh langit
bertingkat-tingkat?
(16) Dan Alloh menciptakan padanya Bulan sebagai cahaya dan menjadikan Matahari
sebagai pelita?
Dengan ilmu pengetahuan, kini kita mengetahui bahwa Matahari adalah sumber energi yang
memancarkan cahaya dan Bulan hanyalah memantulkan cahaya yang diterimanya dari
Matahari itu. Dulu, manusia dengan tingkat pengetahuan sederhana pada jaman Rosululloh
sholollohu‘alaihi wasallam, dapat dengan mudah menerima kalimat-kalimat sederhana dan
masuk akal ini (perbandingan sederhana antara Matahari sebagai pelita dan Bulan sebagai
cahaya itu).
Namun kalimat-kalimat sederhana inipun ternyata dapat berarti dalam, serta dapat diterima
oleh bahkan para ahli ilmu-pengetahuan bahkan di luar komunitas Rosululloh
sholollohu‘alaihi wasallam, dan yang hidup berabad-abad kemudian, yang sangat senang
mengunakan ilmu-pengetahuan sains modern atau pos-modern untuk memahami segala
sesuatu. Ini memuaskan semua kalangan pencari kebenaran. Dan ini adalah salah satu hikmah
dari Al Quran.
Tatkala merujuk kepada matahari dan bulan di dalam Al Quran, ditegaskan bahwa masing-
masing bergerak dalam orbit atau garis edar tertentu, bahkan keseluruhan alam semesta yang
dipenuhi oleh lintasan dan garis edar seperti ini, dinyatakan dalam Al Quran sebagai
berikut:
Dan Dialah yang telah menciptakan malam dan siang, matahari dan bulan. Masing-masing
dari keduanya itu beredar di dalam garis edarnya.
Juga Al Quran Surat Yaa Siin ayat 38 (36:38), Surat Ar Rahmaan ayat 5 (55:5), Surat Adz
Dzaariyaat ayat 7 (51 :7).
Kata ”Yasbahuun” dalam ayat Al Quran Surat Al Anbiyaa ayat 33 ini, berasal dari kata
”sabaha” yang makna kata secara tradisionalnya adalah ”gerakan dari sesuatu yang
bergerak”, yang dalam hal ini, dalam kaitannya dalam kaidah ilmu ruang angkasa ini, adalah
tentang penggambaran pergerakan atau rotasi dirinya (planet Bulan dan Matahari itu) dalam
aksisnya sendiri.
Sebagai informasi-informasi tambahan dari disiplin ilmu Astronomi dan Sejarah serta
Kekristenan, saat ini manusia sudah jamak mengetahui bahwa Matahari membutuhkan 25
hari untuk menuntaskan rotasinya dan Bumi mengelilingi Matahari. Namun baru pada tahun
1512 Masehi, Nicolaus Copernicus mengemukakan Teori Heliosentrisnya tentang letak
Matahari yang dikelilingi planet yang bergerak dalam jalurnya masing-masing.
Ini juga didukung penelitian Galileo Galillei, dan saat itu pengumuman temuan ini ditentang
habis-habisan oleh Gereja, juga menjadikan Copernicus dikucilkan, bahkan sebagian
kalangan menyebutkan bahwa ia dikafirkan mereka.
Barulah pada abad-abad modern ini, sekitar 500 tahun kemudian, Vatikan kemudian bersedia
mengakui kebenaran teori Copernicus dan kesalahan klaim Gereja berdasarkan Injil itu, yang
memaknakan bahwa Mataharilah yang bergerak mengelilingi Bumi (antara lain di Joshua
10:12-13), bukan sebaliknya, yang jelas sangat bertentangan dengan ilmu-pengetahuan.
Fakta-fakta yang disampaikan dalam Al Quran ini telah ditemukan melalui pengamatan
astronomis di zaman kita. Menurut perhitungan para ahli astronomi, matahari bergerak
dengan kecepatan luar biasa yang mencapai 720 ribu km per jam ke arah bintang Vega dalam
sebuah garis edar yang disebut Solar Apex. Ini berarti matahari bergerak sejauh kurang lebih
17.280.000 kilometer dalam sehari. Bersama matahari, semua planet dan satelit dalam sistem
gravitasi matahari juga berjalan menempuh jarak ini. Selanjutnya, semua bintang di alam
semesta berada dalam suatu gerakan serupa yang terencana.
Menurut para Ahli Astronomi-Fisika, terdapat sekitar 200 milyar galaksi di alam semesta
yang masing-masing terdiri dari hampir 200 bintang. Sebagian besar bintang-bintang ini
mempunyai planet, dan sebagian besar planet-planet ini mempunyai bulan. Semua benda
langit tersebut bergerak dalam garis peredaran yang diperhitungkan dengan sangat teliti.
Selama jutaan tahun, masing-masing seolah "berenang" sepanjang garis edarnya dalam
keserasian dan keteraturan yang sempurna bersama dengan yang lain. Selain itu, sejumlah
komet juga bergerak bersama sepanjang garis edar yang ditetapkan baginya.
Dan garis edar ini tidak hanya dimiliki oleh benda-benda angkasa, galaksi-galaksi pun
berjalan pada kecepatan luar biasa dalam suatu garis peredaran yang terhitung dan terencana.
Selama pergerakan ini, tak satupun dari benda-benda angkasa ini memotong lintasan yang
lain, atau bertabrakan dengan lainnya. Bahkan, telah teramati bahwa sejumlah galaksi
berpapasan satu sama lain tanpa satu pun dari bagian-bagiannya saling bersentuhan.
Sebagai pendukung materi pembahasannya, berikut adalah sebuah kutipan dari Injil versi
internasional (King James Version) dan komentar tentang kesalahannnya yang dikutip dari
sebuah situs tentangnya, yang bernama ”The Dark Bible” (dengan alamat http: atau atau
www.nobeliefs.com atau darkbible atau darkbible atau ), sebuah situs yang mengupas tentang
berbagai kesalahan dan ketidakmasukakalan Injil. Pembuat situs ini adalah Jim Walker,
orang Barat yang Atheis (tidak mempercayai adanya Tuhan) yang dulunya beragama
Kristen.
Heliocentric Vs Geocentric? The Sun Stands Still: "Then spake Joshua to the LORD in the
day when the LORD delivered up the Amorites before the children of Israel, and he said in
the sight of Israel, Sun, stand thou still upon Gibeon; and thou, Moon, in the valley of Ajalon.
And the sun stood still, and the moon stayed, until the people had avenged themselves upon
their enemies. Is not this written in the book of Jasher? So the sun stood still in the midst of
heaven, and hasted not to go down about a whole day." (Joshua 10:12-13) Comment: These
verses imply that the sun moves around the earth. If the Bible actually represents the words
or inspired words of God, then why didn't the Great Creator inspire them to tell the truth
about the universe and our solar system? Also, the Bible asks us to believe that a supposedly
loving God made the sun stand still for the sole purpose of helping the Israelites slaughter the
Amorites. How can one not see that these verses would insult the intelligence of any person
who believes God possess wisdom, knowledge and love?
Maka, beberapa hal dalam Injil ini, sangat bertentangan dengan ilmu-pengetahuan, dan
dengan Akal.
Dapat dipastikan bahwa pada saat Al Quran diturunkan, manusia tidak memiliki teleskop
masa kini ataupun teknologi canggih untuk mengamati ruang angkasa berjarak jutaan
kilometer, tidak pula pengetahuan fisika ataupun astronomi modern. Karenanya, saat itu
tidaklah mungkin untuk mengatakan secara ilmiah bahwa ruang angkasa "dipenuhi lintasan
dan garis edar" sebagaimana dinyatakan dalam ayat tersebut.
Apalagi Rosululloh Muhammad bin ‘Abdullah sholollohu‘alaihi wasallam, adalah sesorang
yang buta huruf (ummy) dan tak mungkin telah mempelajari ilmu Astronomi.
Akan tetapi, hal ini dinyatakan secara terbuka kepada kita dalam Al Quran yang diturunkan
pada saat itu, dab benar, karena Al Quran adalah firman Tuhan, Alloh.
Salah satu di antara sekian sifat lautan yang baru-baru ini ditemukan adalah berkaitan dengan
ayat Al Quran sebagai berikut:
Beliau membiarkan dua lautan mengalir yang keduanya kemudian bertemu, antara
keduanya ada batas yang tak dapat dilampaui oleh masing-masing ... Dari keduanya
keluar mutiara dan marjan.
Sifat lautan yang saling bertemu, akan tetapi tidak bercampur satu sama lain ini telah
ditemukan oleh para ahli kelautan baru-baru ini. Dikarenakan gaya fisika yang dinamakan
"tegangan permukaan", air dari laut-laut yang saling bersebelahan tidak menyatu. Akibat
adanya perbedaan masa jenis, tegangan permukaan mencegah lautan dari bercampur satu
sama lain, seolah terdapat dinding tipis yang memisahkan mereka. (Davis, Richard A., Jr.
1972, Principles of Oceanography, Don Mills, Ontario, Addison-Wesley Publishing, s. 92-
93). Dari keduanya, dapat digali berbagai kekayaan alam khususnya mutiara dan marjan.
Sisi menarik dari hal ini adalah bahwa pada masa ketika manusia tidak memiliki pengetahuan
apapun mengenai fisika, tegangan permukaan, ataupun ilmu kelautan, hal ini dinyatakan
dalam Al Quran. Suatu fenomena lain yang sering kita dapatkan adalah bahwa air lautan yang
asin, dengan air sungai-sungai besar yang tawar tidak bercampur seketika.
Orang dapat mengira bahwa Al Quran membicarakan sungai Euphrat dan Tigris yang
setelah bertemu dalam muara, kedua sungai itu membentuk semacam lautan yang
panjangnya lebih dari 150 km, dan dinamakan Syath al Arab.
Dan Dialah yang membiarkan dua laut mengalir (berdampingan); yang ini tawar lagi segar
dan yang lain asin lagi pahit, Beliau jadikan antara keduanya dinding dan batas yang
menghalangi.
Mengenai fenomena tidak campurnya air sungai dengan air laut di muara-muara hal
tersebut tidak khusus untuk Tigris dan Euphrat yang memang tidak disebutkan namanya
dalam ayat walaupun ahli-ahli tafsir mengira bahwa dua sungai besar itulah yang
dimaksudkan.
Sungai-sungai besar yang menuang ke laut seperti Missisippi dan Yang Tse
menunjukkan keistimewaan yang sama; campurnya kedua macam air itu tidak terlaksana
seketika tetapi memerlukan waktu.
Hai manusia, jika kamu dalam keraguan tentang kebangkitan (dari kubur), Maka (ketahuilah)
Sesungguhnya Kami telah menjadikan kamu dari tanah, kemudian dari setetes mani,
kemudian dari ’segumpal darah’ atau ’sesuatu yang melekat’, kemudian dari segumpal
daging yang sempurna kejadiannya dan yang tidak sempurna, agar Kami jelaskan kepada
kamu dan Kami tetapkan dalam rahim, apa yang Kami kehendaki sampai waktu yang sudah
ditentukan, kemudian Kami keluarkan kamu sebagai bayi, kemudian (dengan berangsur-
angsur) kamu sampailah kepada kedewasaan, dan di antara kamu ada yang diwafatkan dan
(adapula) di antara kamu yang dipanjangkan umurnya sampai pikun, supaya dia tidak
mengetahui lagi sesuatupun yang dahulunya telah diketahuinya. Dan kamu lihat bumi ini
kering, kemudian apabila telah Kami turunkan air di atasnya, hiduplah bumi itu dan suburlah
dan menumbuhkan berbagai macam tumbuh-tumbuhan yang indah.
Lalu, setidaknya, kata ”Al ’Alaq” seperti di ayat ini disebutkan dalam 4 ayat lain yang
membicarakan transformasi urut-urutan reproduksi manusia sejak tahap setetes sperma:
Maka, khusus perihal kata ”Al ’Alaq” ini, secara tradisional, penerjemahan Al Quran kuno
atau tradisional, seringkali kata ini ditafsirkan atau diartikan saja sebagai ”segumpal darah”
atau ”darah beku (tidak mengalir)” oleh berbagai penerjemah dan mufassir atau penafsir. Dan
ini jamak dijumpai di berbagai terjemahan bahkan tafsir Al Quran di seluruh dunia.
Jika kata itu mutlak diartikan "segumpal darah”, hal ini dapat tidak masuk akal, karena tidak
pula sesuai dengan ilmu pengetahuan tentang proses reproduksi manusia, karena
sesunguhnya ilmu pengetahuan reproduksi manusia mengkonfirmasikan bahwa tidak
pernahlah manusia tercipta melalui tahapan ’gumpalan darah’, dalam rangkaian tahap
reproduksinya.
Dengan demikian, derajat keotentikan Al Quran dalam hal ini pun (jika tetap memakai
terjemahan kata ”segumpal darah”) dapat saja menjadi dianggap gugur (setidaknya bagi
sebagian kalangan), dan segolongan manusia serta makhluk lain yang membaca Al Quran
dapat menjadi kafir bahkan murtad karenanya, karena dapat menganggap paparan penciptaan
manusia yang demikian tidak sesuai dengan ilmu-pengetahuan. Ini dapat menjadi berbahaya,
dan tentu saja dapat menjadi tidak sepatutnya, karena Al Quran adalah dari Tuhan Pencipta
Semesta Alam.
Namun, Tuhan Semesta Alamlah yang memang menjaga keotentikannya, dan Al Quran tentu
saja tetap benar sebagai petunjuk sepanjang jaman. Penjelasannya, jika kita menilik kepada
ilmu reproduksi ini sendiri, ternyata menetapnya telur dalam rahim terjadi karena
tumbuhnya jonjot (villosities) atau perpanjangan telur yang akan mengisap dari dinding
rahim, zat yang diperlukan untuk membesarnya telur, seperti layaknya akar tumbuhan yang
masuk ke tanah, melekat kepada dinding rahim. Pertumbuhan semacam ini mengokohkan
telur dalam rahim.
Inilah yang layak disebut, diterjemahkan korelatif sebagai ”sesuatu yang melekat (atau Al
’Alaq)”, secara spekulatif ilmiah.
Makna yang lebih tepat dari kata ”Al Alaq” karenanya adalah, ”sesuatu yang melekat”,
bukan ”segumpal darah (beku)”, yang, saat manusia belum dapat mengetahui jalannya proses
reproduksi (manusia) ini, pemakaian kata ”sesuatu yang melekat” daripada kata ”segumpal
darah (beku)”, terlihat lebih tidak masuk akal bagi para mufassir tradisional; padahal
sesungguhnya justru sebaliknya.
Dan sekali lagi, pengetahuan manusia tentang ini baru didapatkan manusia pada jaman yang
kemudian disebut sebagai jaman Modern, berabad-abad sesudah Al Quran diturunkan, tak
lama sebelum jaman kita ini.
Penerjemahan seperti itu, terlihat cukup masuk akal di saat itu, mereka sungguh telah
berusaha sebaik-baiknya dengan segala pengetahuan yang mereka miliki, tentulah kesalahan
manusiawi ini dapat dimaafkan, tinggal bagaimana baiknya ke depan.
Dan bagaimanapun juga tafsirnya, Al Quran tetaplah tuntunan kehidupan terbaik dari
Sang Pencipta Alam.
Dan di antara faktor rumitnya memahami maksud sesungguhnya dari Al Quran, adalah
bahwa setidaknya saja para penerjemah atau mufassir (penafsir), memiliki pengetahuan di
bawah ini dalam menafsirkannya:
2. Ilmu Nahwu (tata bahasa), yaitu ilmu tata bahasa, misalnya ilmu untuk mengetahui
alternatif i’rab (bacaan akhir kata) dari setiap kata atau kalimat, karena i’rab yang berbeda
akan mempengaruhi artinya
3. Ilmu Sharf (perubahan bentuk kata). Sangat pentinglah mengetahui ini, karena perubahan
sedikit bentuk kata, dalam Tata Bahasa Arab, akan mengubah arti kata tersebut, tentu saja.
4. Ketiga ilmu di bawah ini digolongkan cabang ilmu Balaghah yang sangat penting
diketahui para ahli tafsir:
ii. Ilmu Bayaan. Ilmu yang mempelajari kelugasan dalam untaian kata atau kalimat.
7. Ilmu Ushul Fiqih. Dengan ilmu ini insya Alloh dapat diambil dalil serta penggalian hukum
agama dari suatu ayat.
8. Ilmu Asbabun-Nuzul. Ilmu untuk menguraikan tentang sebab turunnya suatu ayat. Tentu
saja engetahuan tentang situasi dan kondis yang bersamaan dengan atau menyebabkan
asbabun-nuzul (sebab turunnya) suatu ayat akan sangat membantu dalam memahami
kandungan dan maksud sebenarnya dari ayat tersebut.
9. Ilmu Nasikh-Mansukh. Dengan ilmu ini dapat dipelajari suatu hukum yang sudah dihapus
dan hukum yang masih berlaku.
10. Ilmu Fiqih. Dengan mengetahui hukum-hukum yang rinci tentu insya Alloh akan mudah
diketahui hukum globalnya.
11. Ilmu Hadits. Ilmu untuk mengetahui Hadits-hadits yang menafsirkan ayat-ayat Al Quran.
Termasuk tentu saja, syarat fakta dan urutan Sejarah yang sangat ketat akan semua ini.
Syarat verifikasi seketat berbagai hal yang disebutkan di atas ini, tidak dijumpai dalam
penerjemahan di kalangan non-muslim.
Sedikit mengenai buku ”Bible, Quran, dan Sains Modern” (ditulis oleh DR Maurice Bucaille
dan adalah sebuah best-seller, serta sudah diterjemahkan ke bahasa Indonesia), di dalam buku
ini juga dimuat kritik terhadap cara dan hasil penerjemahan Al Quran sendiri yang dapat
menjadikannya bermakna sempit dan kehilangan banyak keagungan, kebenaran dan
keindahannya (dan juga sebagai akibat dari penyebaran kaidah-kaidah Islam yang tidak
dilakukan dengan baik).
Hal ini menurutnya dapat terjadi karena kurangnya pemahaman etimologi bahasa dan ilmu
pengetahuan ilmu serta teknologi dari para penerjemahnya; dan kemudian menyebabkan
‘reaksi berantai’ penyampaian isinya yang juga ‘terdistorsi’, menjadi terganggu.
Contoh lebih jelasnya adalah, seseorang insya Alloh subhanahu wa ta’aala akan dapat
dengan tepat mengungkapkan kandungan kebenaran ilmu kedokteran dan manusia di dalam
Al Quran bila ia mengetahui dengan baik makna dan aturan etimologi bahasa Arab
tersebut, sekaligus kaidah-kaidah ilmu kedokteran.
Hal yang sama juga berlaku terhadap pengajian (interpretasi) ayat-ayat Al Quran yang
berkenaan dengan berbagai macam ilmu-pengetahuan atau sains lain, seperti astronomi,
fisika, biologi, kimia, ekonomi, hukum, dan sebagainya.
Maka, dasar-dasar pengetahuan itu tentu sebaiknya juga harus dimiliki bila hendak
mengetahui dan menerangkan kaidah ilmu-ilmu yang terkandung dalam Al Furqan.
Hal-hal ini semua tak mungkin kiranya dimiliki banyak penerjemah Al Quran secara
perseorangan, yang setiap orang dituntut harus menguasai sedemikian banyak ilmu
pengetahuan yang terkandung dalam Al Quran agar dapat benar-benar menerjemahkannya
sesuai maksud aslinya, selain pengetahuan bahasa Arab sendiri yang sudah cukup rumit tata
bahasanya.
Akhirnya, antara lain dengan menyadari hal-hal ini berdasarkan hidayah (pencerahan atau
wahyu dari) Alloh subhanahu wa ta’aala, DR. Maurice Bucaille pengarang buku tersebut,
kemudian menjadi muslim atau mualaf dengan suka rela, dan lalu aktif menjadi da’i
(pendakwah) internasional. Bahkan pada beberapa tahun silam, seri rekaman acara dakwah
yang menghadirkan dirinya hampir tiap malam ditayangkan di Indonesia melalui stasiun TV
Indonesia, TPI, di larut-larut malam.
Maka di sini pulalah perlunya untuk berjama’ah, berorganisasi, dan dengan sendirinya
melakukan manajemen yang baik dalam melakukan kebaikan (dan dalam hal ini adalah
dalam melakukan penerjemahan dan penafsiran ini agar dapat benar-benar mengetahui dan
mendapatkan nikmat Alloh subhanahu wa ta’aala di tahap-tahap berikutnya).
Berjama’ah dalam kebaikan itu, tentu saja adalah baik. Sahabat, ipar, dan menantu
Rasululullah sholollohu‘alaihi wasallam, sang Kholifah Keempat, Kholifah Ali bin Abi
Tholib rodhiyallahu ‘anhu, berkata dalam Atsar (jejak kebijaksanaan) beliau, ”Kejahatan
yang diorganisasikan dengan baik, akan dapat mengalahkan kebaikan yang tidak
diorganisasikan dengan baik”.
Pantas pulalah kiranya bila para penerjemah-penafsir yang mengerti ilmu Kedokteran harus
menafsirkan ayat-ayat yang berhubungan dengan ilmu Kedokteran dengan
mengkorelasikannya dengan segala kaidah ilmu kedokteran sesuai keahliannya, para
penerjemah-penafsir yang mengerti ilmu Fisika harus menafsirkan ayat-ayat yang
berhubungan dengan ilmu kedokteran dengan mengkorelasikannya dengan segala kaidah
ilmu Fisika sesuai keahliannya; demikianlah seterusnya berkenaan dengan berbagai ilmu-
pengetahuan sains dan teknologi lain yang ada di dalam kandungan Al Quran, sehingga
dapatlah didapatkan suatu gambaran yang menyeluruh, tentang apapun yang dimaksudkan
oleh Kitab Suci ini.
Dan bahkan di masa lalu, tak jarang para ahli ilmu-pengetahuan justru mendapatkan
inspirasi untuk suatu titik kemajuan ilmu-pengetahuan baru, bahkan titik berhenti etisnya,
setelah menelaah Al Quran dan berbagai hal berkaitan.
Penafsiran itu sendiri, seiring dengan perkembangan jaman dan kemajuan ilmu-pengetahuan
manusia, tentu saja juga harus diperbarui setiap kali atau secara berkala, dicocokkan,
dikorelasikan dengan segala perkembangan ilmu-pengetahuan; setidaknya karena ayat-ayat
Alloh tidaklah hanya yang Qauliyah (tertulis, tersurat) namun juga yangKauniyah (tidak
tertulis, tersirat, terhampar luas di alam semesta dalam berbagai ilmu pengetahuan).
Keduanya, tentu saja, seharusnya, sewajarnya, adalah saling menguatkan, karena berasal
dari Tuhan yang sama, Tuhan Semesta Alam, dalam sistem Manajemen Fitrahi Beliau. Jika
tidak, maka keduanya, tentu saja, seharusnya, sewajarnya, salah satu darinya adalah palsu.
Kemudian Bahasa Arab yang mempunyai kekayaan makna yang banyak untuk satu kata,
sehubungan dengan ini semua, selain dapat menjadi sebab kesalahan pengartian, justru juga
dapat menjadi kunci kekayaan pesan ilmu pengetahuan dan berbagai kemungkinan
penafsirannya, yang satu sama lain dapat mempunyai keistimewaan sendiri, fleksibel bahkan
seiring dengan perkembangan kemampuan berpikir atau ilmu-pengetahuan manusia dan jin,
serta saling mendukung; dalam sistem besar Alloh subhanahu wa ta’aala dalam Manajemen
Fitrahinya ini.
Sementara sebagaimana telah pula diperintahkan dalam Al Quran tentang pernyataan Alloh
subhanahu wa ta’aala bahwa manusia tak mungkin dapat menembus dan menggunakan
rahasia langit dan bumi kecuali dengan ilmu pengetahuan (sulthan, dalam Al Quran Surat Ar
Rahmaan ayat 33 atau Al Quran Surat 55:33), penyelarasan hubungan antara agama dan
ilmu-pengetahuan kemudian membentuk suatu hubungan yang istimewa dan saling
menguatkan serta bersintesa sehingga penafsiran kata-kata Al Quran pun menjadi
sedemikian lebih kaya arti. Wallahu ’alam bis shawaab.
Contohnya, ”langit yang tujuh (7)” bahkan ”bumi yang tujuh (7)” dalam berbagai ayat Al
Quran yang diulang berkali-kali (setidaknya tentang tujuh langit ini, diulangi sebanyak tujuh
kali pula di tujuh ayat Al Quran ), juga dapatlah dibaca-dipahami sebagai ”langit yang
banyak” dan ”bumi yang banyak” dengan juga mengingat bahwa kata ”tujuh” dalam
khazanah Bahasa Arab, adalah juga berarti ”banyak” (kaum Arab tradisional di masa Al
Quran diturunkan menganggap jumlah tujuh dan di atas tujuh, sebagai jumlah yang banyak,
tak terhitung lagi). Apakah tidak mungkin jika saat ini dengan segala pengetahuan astronomi
terkini, kalimat-kalimat itu juga dipahami sebagai sebagai ”galaksi-nebula yang banyak” dan
”planet yang banyak”?
Menurut saya, ini pulalah kiranya salah satu hikmah maksud penyampaian Islam dan Al
Quran dalam bahasa Arab, selain memang disampaikan melalui umat Bani Arab (yang tentu
saja pada dasarnya berbahasa Arab) yang juga merupakan keturunan Nabi Ibrahim ‘alaihis
salaam selain Bani Israil yang melalui mereka telah diutuskan banyak Nabi dan Rosul,
dengan alasan-alasan yang hanya Alloh subhanahu wa ta’aala yang lebih mengetahuinya.
Dan sungguh berbahagialah kiranya Nabi Ibrahim ‘alaihis salaam dan istri-istrinya yang telah
menurunkan dua rumpun ras besar, bani Israil dan bani Arabia melalui dua anaknya, Nabi
Ismail ‘alaihis salaam dan Nabi Ishak ‘alaihis salaam; dengan sekian banyak Nabi yang
diturunkan dalam garis keturunan mereka. Semoga keterhubungan ini dapatlah dijadikan
dasar perdamaian dunia, terutama bila kita semua bersedia lebih dalam mempelajarinya,
termasuk tentunya juga mempelajari sejarah yang benar.
Namun kalimat-kalimat sederhana inipun dapat berarti dalam, serta dapat diterima oleh
bahkan para ahli ilmu-pengetahuan di luar komunitas Rosululloh sholollohu‘alaihi wasallam,
dan yang hidup berabad-abad kemudian, termasuk mereka yang sangat senang mengunakan
logika dan ilmu-pengetahuan sains modern atau posmodern untuk memahami segala sesuatu.
Ini memuaskan semua kalangan pencari kebenaran. Dan ini adalah salah satu hikmah dari Al
Quran .
Inilah yang sangat menarik dan perlu dicatat di sini, yaitu tentang adanya suatu keagungan
perbandingan, dan tidak adanya dalam Al Quran perbedaan makna perbandingan berkaitan
dengan adanya perubahan jaman yang mungkin menunjukkan keagungannya pada waktu Al
Quran turun, namun yang pada saat ini menjadi hanyalah dapat dipandang sebagai sisa mitos
atau khayalan tidak ilmiah belaka, sebagaimana dapat dan telah terjadi pada kitab(-kitab)
yang telah salah-kaprah dianggap ‘kitab suci’ lain.
Pendeknya, makna dari teks-teks Al Quran ini, ternyata konsisten dalam berbagai jaman,
merupakan pesan sepanjang jaman, bahkan bila ditelaah dari berbagai sisi dan disiplin ilmu
serta peradaban, setidaknya saja.
Dan masih banyak ayat lain yang memuat isyarat ilmu pengetahuan di berbagai bidang.
Maka, wajarlah pula kiranya jika seorang manusia berpengetahuan yang jujur dan sehat
akalnya, berkesimpulan bahwa amat tak mungkinlah kiranya bahwa seorang pedagang
(businessman) Arab bernama Muhammad bin ‘Abdullah bin Abdul Muthalib
sholollohu‘alaihi wasallam yang ternyata tak dapat membaca dan menulis (ummiy atau buta
huruf) serta hidup di tengah gurun pasir Arab terpencil di abad VI Masehi, dapat dengan
tepat mengungkapkan bahkan menyebutkan dengan jelas berbagai kaidah ilmu pengetahuan
yang tersirat maupun tersurat di berbagai surat Al Quran.
Kebenaran hal-hal itu sendiri bahkan baru dapat dibuktikan berabad-abad setelah ia wafat,
oleh berbagai cabang ilmu pengetahuan modern.
Apalagi setidaknya kemudian di dalam kitab itu juga ditemukan adanya dukungan,
pembenaran, dan perbaikan terhadap perkembangan ajaran-ajaran para Nabi dan Rosul
terdahulu. Itupun, masih ditambah pula dengan adanya kenyataan bahwa “Al Furqan”
(nama lain Al Quran yang berarti “pembeda”) ini juga disusun berdasarkan kaidah sastra
Arab yang tinggi dan indah; satu hal yang lebih mengherankan lagi, mengingat Muhammad
sholollohu‘alaihi wasallam sendiri sekali lagi, dikenal sebagai orang buta huruf (ummy).
Pantaslah pulalah kiranya kita berkesimpulan bahwa Muhammad sholollohu‘alaihi
wasallam adalah benar-benar seorang utusan dari Tuhan Yang Benar, yaitu Alloh
subhanahu wa ta’aala, Tuhan para Nabi yang membawa risalah agama yang sama, dan
bahwa Rosululloh sholollohu‘alaihi wasallam benar-benar membawa pesan yang benar-
benar berasal dari Alloh subhanahu wa ta’aala, Beliau, Tuhan Yang maha Tinggi, berupa
rangkaian pesan yang dikumpulkan dalam Kitab Suci Al Quran.
Ini adalah baru beberapa hal saja yang baru dapat diungkap dari keajaiban Al Quran.
Maka, karenanya, tentulah sangat penting mentaati Alloh subhanahu wa ta’aala dan
Rasulnya, melaksanakan perintahNya dan menjauhi laranganNya, termasuk karena yang
diturunkan Alloh subhanahu wa ta’aala kepada manusia dan jin, seluruh makhluk, seluruh
alam semesta, adalah rangkaian dari pesan yang satu sejak para nabi dan rasul sebelum
Rosul Terakhir Rosululloh Muhammad sholollohu‘alaihi wasallam.
أما بعد. وصالة والسالم على أشرف المرسلين, الحمد هلل رب العالمين:
َض َر َوا ِس َي أَ ْن تَ ِمي َد بِ ِه ْم َو َج َع ْلنَا فِيهَا فِ َجاجًا ُسبُاًل لَ َعلَّهُ ْم يَ ْهتَ ُدون
ِ َْو َج َع ْلنَا فِي اأْل َر
Kenyataan ini tidaklah diketahui oleh siapapun di masa ketika Al Qur’an diturunkan.
Nyatanya, hal ini baru saja terungkap sebagai hasil penemuan geologi modern.
Menurut penemuan ini, gunung-gunung muncul sebagai hasil pergerakan dan tumbukan dari
lempengan-lempengan raksasa yang membentuk kerak bumi. Ketika dua lempengan
bertumbukan, lempengan yang lebih kuat menyelip di bawah lempengan yang satunya,
sementara yang di atas melipat dan membentuk dataran tinggi dan gunung. Lapisan bawah
bergerak di bawah permukaan dan membentuk perpanjangan yang dalam ke bawah. Ini
berarti gunung mempunyai bagian yang menghujam jauh ke bawah yang tak kalah besarnya
dengan yang tampak di permukaan bumi.
Pada bagian benua yang lebih tebal, seperti pada jajaran pegunungan, kerak bumi akan
terbenam lebih dalam ke dalam lapisan magma. (General Science, Carolyn Sheets, Robert
Gardner, Samuel F. Howe; Allyn and Bacon Inc. Newton, Massachusetts, 1985, s. 305)
Dalam sebuah ayat, peran gunung seperti ini diungkapkan melalui sebuah perumpamaan
sebagai "pasak":
"Bukankah Kami telah menjadikan bumi itu sebagai hamparan?, dan gunung-gunung sebagai
pasak?" (QS An-Naba' : 6-7)
Fungsi pemancangan dari gunung dijelaskan dalam tulisan ilmiah dengan istilah "isostasi".
Isostasi bermakna sebagai berikut:
Isostasi: kesetimbangan dalam kerak bumi yang terjaga oleh aliran materi bebatuan di bawah
permukaan akibat tekanan gravitasi. (Webster's New Twentieth Century Dictionary, 2.
edition "Isostasy", New York, s. 975)
Peran penting gunung yang ditemukan oleh ilmu geologi modern dan penelitian gempa, telah
dinyatakan dalam Al Qur’an berabad-abad lampau sebagai suatu bukti Hikmah Maha Agung
dalam ciptaan Allah.
َض َر َوا ِس َي أَ ْن تَ ِمي َد بِ ِه ْم َو َج َع ْلنَا فِيهَا فِ َجاجًا ُسبُاًل لَ َعلَّهُ ْم يَ ْهتَ ُدون
ِ َْو َج َع ْلنَا فِي اأْل َر
"Dan telah Kami jadikan di bumi ini gunung-gunung yang kokoh supaya bumi itu (tidak)
goncang bersama mereka dan telah Kami jadikan (pula) di bumi itu jalan-jalan yang luas,
agar mereka mendapat petunjuk." (QS Al-Anbiya' : 31)
Kata “ratq” yang di sini diterjemahkan sebagai “suatu yang padu” digunakan untuk merujuk
pada dua zat berbeda yang membentuk suatu kesatuan.
Ungkapan “Kami pisahkan antara keduanya” adalah terjemahan kata Arab “fataqa”, dan
bermakna bahwa sesuatu muncul menjadi ada melalui peristiwa pemisahan atau pemecahan
struktur dari “ratq”. Perkecambahan biji dan munculnya tunas dari dalam tanah adalah salah
satu peristiwa yang diungkapkan dengan menggunakan kata ini.
Marilah kita kaji ayat ini kembali berdasarkan pengetahuan ini. Dalam ayat tersebut, langit
dan bumi adalah subyek dari kata sifat “fatq”. Keduanya lalu terpisah (“fataqa”) satu sama
lain. Menariknya, ketika mengingat kembali tahap-tahap awal peristiwa Big Bang, kita
pahami bahwa satu titik tunggal berisi seluruh materi di alam semesta.
Dengan kata lain, segala sesuatu, termasuk “langit dan bumi” yang saat itu belumlah
diciptakan, juga terkandung dalam titik tunggal yang masih berada pada keadaan “ratq” ini.
Titik tunggal ini meledak sangat dahsyat, sehingga menyebabkan materi-materi yang
dikandungnya untuk “fataqa” (terpisah), dan dalam rangkaian peristiwa tersebut, bangunan
dan tatanan keseluruhan alam semesta terbentuk.
Ketika kita bandingkan penjelasan ayat tersebut dengan berbagai penemuan ilmiah, akan kita
pahami bahwa keduanya benar-benar bersesuaian satu sama lain. Yang sungguh menarik lagi,
penemuan-penemuan ini belumlah terjadi sebelum abad ke-20.
Dalam Al Qur’an, yang diturunkan 14 abad silam di saat ilmu astronomi masih terbelakang,
mengembangnya alam semesta digambarkan sebagaimana berikut ini:
“Dan langit itu Kami bangun dengan kekuasaan (Kami) dan sesungguhnya Kami benar-benar
meluaskannya.” (Al Qur’an, 51:47)
Kata “langit”, sebagaimana dinyatakan dalam ayat ini, digunakan di banyak tempat dalam Al
Qur’an dengan makna luar angkasa dan alam semesta. Di sini sekali lagi, kata tersebut
digunakan dengan arti ini. Dengan kata lain, dalam Al Qur’an dikatakan bahwa alam semesta
“mengalami perluasan atau mengembang”. Dan inilah yang kesimpulan yang dicapai ilmu
pengetahuan masa kini.
Hingga awal abad ke-20, satu-satunya pandangan yang umumnya diyakini di dunia ilmu
pengetahuan adalah bahwa alam semesta bersifat tetap dan telah ada sejak dahulu kala tanpa
permulaan. Namun, penelitian, pengamatan, dan perhitungan yang dilakukan dengan
teknologi modern, mengungkapkan bahwa alam semesta sesungguhnya memiliki permulaan,
dan ia terus-menerus “mengembang”.
Pada awal abad ke-20, fisikawan Rusia, Alexander Friedmann, dan ahli kosmologi Belgia,
George Lemaitre, secara teoritis menghitung dan menemukan bahwa alam semesta senantiasa
bergerak dan mengembang.
Fakta ini dibuktikan juga dengan menggunakan data pengamatan pada tahun 1929. Ketika
mengamati langit dengan teleskop, Edwin Hubble, seorang astronom Amerika, menemukan
bahwa bintang-bintang dan galaksi terus bergerak saling menjauhi. Sebuah alam semesta, di
mana segala sesuatunya terus bergerak menjauhi satu sama lain, berarti bahwa alam semesta
tersebut terus-menerus “mengembang”. Pengamatan yang dilakukan di tahun-tahun
berikutnya memperkokoh fakta bahwa alam semesta terus mengembang. Kenyataan ini
diterangkan dalam Al Qur’an pada saat tak seorang pun mengetahuinya. Ini dikarenakan Al
Qur’an adalah firman Allah, Sang Pencipta, dan Pengatur keseluruhan alam semesta.
Ayat ke-11 dari Surat Ath Thaariq dalam Al Qur’an, mengacu pada fungsi “mengembalikan”
yang dimiliki langit.
Kata yang ditafsirkan sebagai “mengandung hujan” dalam terjemahan Al Qur’an ini juga
bermakna “mengirim kembali” atau “mengembalikan”.
Sebagaimana diketahui, atmosfir yang melingkupi bumi terdiri dari sejumlah lapisan. Setiap
lapisan memiliki peran penting bagi kehidupan. Penelitian mengungkapkan bahwa lapisan-
lapisan ini memiliki fungsi mengembalikan benda-benda atau sinar yang mereka terima ke
ruang angkasa atau ke arah bawah, yakni ke bumi. Sekarang, marilah kita cermati sejumlah
contoh fungsi “pengembalian” dari lapisan-lapisan yang mengelilingi bumi tersebut.
Lapisan Troposfir, 13 hingga 15 km di atas permukaan bumi, memungkinkan uap air yang
naik dari permukaan bumi menjadi terkumpul hingga jenuh dan turun kembali ke bumi
sebagai hujan.
Lapisan ozon, pada ketinggian 25 km, memantulkan radiasi berbahaya dan sinar ultraviolet
yang datang dari ruang angkasa dan mengembalikan keduanya ke ruang angkasa.
Ionosfir, memantulkan kembali pancaran gelombang radio dari bumi ke berbagai belahan
bumi lainnya, persis seperti satelit komunikasi pasif, sehingga memungkinkan komunikasi
tanpa kabel, pemancaran siaran radio dan televisi pada jarak yang cukup jauh.
Sifat lapisan-lapisan langit yang hanya dapat ditemukan secara ilmiah di masa kini tersebut,
telah dinyatakan berabad-abad lalu dalam Al Qur’an. Ini sekali lagi membuktikan bahwa Al
Qur’an adalah firman Allah.
RAHASIA BESI
Besi adalah salah satu unsur yang dinyatakan secara jelas dalam Al Qur’an. Dalam Surat Al
Hadiid, yang berarti “besi”, kita diberitahu sebagai berikut:
“…Dan Kami turunkan besi yang padanya terdapat kekuatan yang hebat dan berbagai
manfaat bagi manusia ….” (Al Qur’an, 57:25)
Kata “anzalnaa” yang berarti “kami turunkan” khusus digunakan untuk besi dalam ayat ini,
dapat diartikan secara kiasan untuk menjelaskan bahwa besi diciptakan untuk memberi
manfaat bagi manusia. Tapi ketika kita mempertimbangkan makna harfiah kata ini, yakni
“secara bendawi diturunkan dari langit”, kita akan menyadari bahwa ayat ini memiliki
keajaiban ilmiah yang sangat penting.
Ini dikarenakan penemuan astronomi modern telah mengungkap bahwa logam besi yang
ditemukan di bumi kita berasal dari bintang-bintang raksasa di angkasa luar.
Logam berat di alam semesta dibuat dan dihasilkan dalam inti bintang-bintang raksasa. Akan
tetapi sistem tata surya kita tidak memiliki struktur yang cocok untuk menghasilkan besi
secara mandiri. Besi hanya dapat dibuat dan dihasilkan dalam bintang-bintang yang jauh
lebih besar dari matahari, yang suhunya mencapai beberapa ratus juta derajat. Ketika jumlah
besi telah melampaui batas tertentu dalam sebuah bintang, bintang tersebut tidak mampu lagi
menanggungnya, dan akhirnya meledak melalui peristiwa yang disebut “nova” atau
“supernova”. Akibat dari ledakan ini, meteor-meteor yang mengandung besi bertaburan di
seluruh penjuru alam semesta dan mereka bergerak melalui ruang hampa hingga mengalami
tarikan oleh gaya gravitasi benda angkasa.
Semua ini menunjukkan bahwa logam besi tidak terbentuk di bumi melainkan kiriman dari
bintang-bintang yang meledak di ruang angkasa melalui meteor-meteor dan “diturunkan ke
bumi”, persis seperti dinyatakan dalam ayat tersebut: Jelaslah bahwa fakta ini tidak dapat
diketahui secara ilmiah pada abad ke-7 ketika Al Qur’an diturunkan.
LAPISAN-LAPISAN ATMOSFER
Satu fakta tentang alam semesta sebagaimana dinyatakan dalam Al Qur’an adalah bahwa
langit terdiri atas tujuh lapis.
“Dia-lah Allah, yang menjadikan segala yang ada di bumi untuk kamu dan Dia berkehendak
menuju langit, lalu dijadikan-Nya tujuh langit. Dan Dia Maha Mengetahui segala sesuatu.”
(Al Qur’an, 2:29)
“Kemudian Dia menuju langit, dan langit itu masih merupakan asap. Maka Dia
menjadikannya tujuh langit dalam dua masa dan Dia mewahyukan pada tiap-tiap langit
urusannya.” (Al Qur’an, 41:11-12)
Kata “langit”, yang kerap kali muncul di banyak ayat dalam Al Qur’an, digunakan untuk
mengacu pada “langit” bumi dan juga keseluruhan alam semesta. Dengan makna kata seperti
ini, terlihat bahwa langit bumi atau atmosfer terdiri dari tujuh lapisan.
Saat ini benar-benar diketahui bahwa atmosfir bumi terdiri atas lapisan-lapisan yang berbeda
yang saling bertumpukan. Lebih dari itu, persis sebagaimana dinyatakan dalam Al Qur’an,
atmosfer terdiri atas tujuh lapisan. Dalam sumber ilmiah, hal tersebut diuraikan sebagai
berikut:
Para ilmuwan menemukan bahwa atmosfer terdiri diri beberapa lapisan. Lapisan-lapisan
tersebut berbeda dalam ciri-ciri fisik, seperti tekanan dan jenis gasnya. Lapisan atmosfer yang
terdekat dengan bumi disebut TROPOSFER. Ia membentuk sekitar 90% dari keseluruhan
massa atmosfer. Lapisan di atas troposfer disebut STRATOSFER. LAPISAN OZON adalah
bagian dari stratosfer di mana terjadi penyerapan sinar ultraviolet. Lapisan di atas stratosfer
disebut MESOSFER. . TERMOSFER berada di atas mesosfer. Gas-gas terionisasi
membentuk suatu lapisan dalam termosfer yang disebut IONOSFER. Bagian terluar atmosfer
bumi membentang dari sekitar 480 km hingga 960 km. Bagian ini dinamakan EKSOSFER. .
(Carolyn Sheets, Robert Gardner, Samuel F. Howe; General Science, Allyn and Bacon Inc.
Newton, Massachusetts, 1985, s. 319-322)
Jika kita hitung jumlah lapisan yang dinyatakan dalam sumber ilmiah tersebut, kita ketahui
bahwa atmosfer tepat terdiri atas tujuh lapis, seperti dinyatakan dalam ayat tersebut.
1. Troposfer
2. Stratosfer
3. Ozonosfer
4. Mesosfer
5. Termosfer
6. Ionosfer
7. Eksosfer
Keajaiban penting lain dalam hal ini disebutkan dalam surat Fushshilat ayat ke-12, “… Dia
mewahyukan pada tiap-tiap langit urusannya.” Dengan kata lain, Allah dalam ayat ini
menyatakan bahwa Dia memberikan kepada setiap langit tugas atau fungsinya masing-
masing. Sebagaimana dapat dipahami, tiap-tiap lapisan atmosfir ini memiliki fungsi penting
yang bermanfaat bagi kehidupan umat manusia dan seluruh makhluk hidup lain di Bumi.
Setiap lapisan memiliki fungsi khusus, dari pembentukan hujan hingga perlindungan terhadap
radiasi sinar-sinar berbahaya; dari pemantulan gelombang radio hingga perlindungan
terhadap dampak meteor yang berbahaya.
Salah satu fungsi ini, misalnya, dinyatakan dalam sebuah sumber ilmiah sebagaimana
berikut:
Atmosfir bumi memiliki 7 lapisan. Lapisan terendah dinamakan troposfir. Hujan, salju, dan
angin hanya terjadi pada troposfir.
Adalah sebuah keajaiban besar bahwa fakta-fakta ini, yang tak mungkin ditemukan tanpa
teknologi canggih abad ke-20, secara jelas dinyatakan oleh Al Qur’an 1.400 tahun yang lalu.
FUNGSI GUNUNG
Al Qur’an mengarahkan perhatian kita pada fungsi geologis penting dari gunung.
“Dan telah Kami jadikan di bumi ini gunung-gunung yang kokoh supaya bumi itu (tidak)
goncang bersama mereka…” (Al Qur’an, 21:31)
Kenyataan ini tidaklah diketahui oleh siapapun di masa ketika Al Qur’an diturunkan.
Nyatanya, hal ini baru saja terungkap sebagai hasil penemuan geologi modern.
Menurut penemuan ini, gunung-gunung muncul sebagai hasil pergerakan dan tumbukan dari
lempengan-lempengan raksasa yang membentuk kerak bumi. Ketika dua lempengan
bertumbukan, lempengan yang lebih kuat menyelip di bawah lempengan yang satunya,
sementara yang di atas melipat dan membentuk dataran tinggi dan gunung. Lapisan bawah
bergerak di bawah permukaan dan membentuk perpanjangan yang dalam ke bawah. Ini
berarti gunung mempunyai bagian yang menghujam jauh ke bawah yang tak kalah besarnya
dengan yang tampak di permukaan bumi.
Pada bagian benua yang lebih tebal, seperti pada jajaran pegunungan, kerak bumi akan
terbenam lebih dalam ke dalam lapisan magma. (General Science, Carolyn Sheets, Robert
Gardner, Samuel F. Howe; Allyn and Bacon Inc. Newton, Massachusetts, 1985, s. 305)
Dalam sebuah ayat, peran gunung seperti ini diungkapkan melalui sebuah perumpamaan
sebagai “pasak”:
“Bukankah Kami telah menjadikan bumi itu sebagai hamparan?, dan gunung-gunung sebagai
pasak?” (Al Qur’an, 78:6-7)
Fungsi pemancangan dari gunung dijelaskan dalam tulisan ilmiah dengan istilah “isostasi”.
Isostasi bermakna sebagai berikut:
Isostasi: kesetimbangan dalam kerak bumi yang terjaga oleh aliran materi bebatuan di bawah
permukaan akibat tekanan gravitasi. (Webster’s New Twentieth Century Dictionary, 2.
edition “Isostasy”, New York, s. 975)
Peran penting gunung yang ditemukan oleh ilmu geologi modern dan penelitian gempa, telah
dinyatakan dalam Al Qur’an berabad-abad lampau sebagai suatu bukti Hikmah Maha Agung
dalam ciptaan Allah.
“Dan telah Kami jadikan di bumi ini gunung-gunung yang kokoh supaya bumi itu (tidak)
goncang bersama mereka…” (Al Qur’an, 21:31)
Dalam sebuah ayat Al Qur’an disebutkan sifat angin yang mengawinkan dan terbentuknya
hujan karenanya.
“Dan Kami telah meniupkan angin untuk mengawinkan dan Kami turunkan hujan dari langit
lalu Kami beri minum kamu dengan air itu dan sekali kali bukanlah kamu yang
menyimpannya.” (Al Qur’an, 15:22)
Dalam ayat ini ditekankan bahwa fase pertama dalam pembentukan hujan adalah angin.
Hingga awal abad ke 20, satu-satunya hubungan antara angin dan hujan yang diketahui
hanyalah bahwa angin yang menggerakkan awan. Namun penemuan ilmu meteorologi
modern telah menunjukkan peran “mengawinkan” dari angin dalam pembentukan hujan.
Di atas permukaan laut dan samudera, gelembung udara yang tak terhitung jumlahnya
terbentuk akibat pembentukan buih. Pada saat gelembung-gelembung ini pecah, ribuan
partikel kecil dengan diameter seperseratus milimeter, terlempar ke udara. Partikel-partikel
ini, yang dikenal sebagai aerosol, bercampur dengan debu daratan yang terbawa oleh angin
dan selanjutnya terbawa ke lapisan atas atmosfer. . Partikel-partikel ini dibawa naik lebih
tinggi ke atas oleh angin dan bertemu dengan uap air di sana. Uap air mengembun di sekitar
partikel-partikel ini dan berubah menjadi butiran-butiran air. Butiran-butiran air ini mula-
mula berkumpul dan membentuk awan dan kemudian jatuh ke Bumi dalam bentuk hujan.
Sebagaimana terlihat, angin “mengawinkan” uap air yang melayang di udara dengan partikel-
partikel yang di bawanya dari laut dan akhirnya membantu pembentukan awan hujan.
Apabila angin tidak memiliki sifat ini, butiran-butiran air di atmosfer bagian atas tidak akan
pernah terbentuk dan hujanpun tidak akan pernah terjadi.
Hal terpenting di sini adalah bahwa peran utama dari angin dalam pembentukan hujan telah
dinyatakan berabad-abad yang lalu dalam sebuah ayat Al Qur’an, pada saat orang hanya
mengetahui sedikit saja tentang fenomena alam.
LAUTAN YANG TIDAK BERCAMPUR SATU SAMA LAIN
Salah satu di antara sekian sifat lautan yang baru-baru ini ditemukan adalah berkaitan dengan
ayat Al Qur’an sebagai berikut:
“Dia membiarkan dua lautan mengalir yang keduanya kemudian bertemu, antara keduanya
ada batas yang tak dapat dilampaui oleh masing-masing.” (Al Qur’an, 55:19-20)
Sifat lautan yang saling bertemu, akan tetapi tidak bercampur satu sama lain ini telah
ditemukan oleh para ahli kelautan baru-baru ini. Dikarenakan gaya fisika yang dinamakan
“tegangan permukaan”, air dari laut-laut yang saling bersebelahan tidak menyatu. Akibat
adanya perbedaan masa jenis, tegangan permukaan mencegah lautan dari bercampur satu
sama lain, seolah terdapat dinding tipis yang memisahkan mereka. (Davis, Richard A., Jr.
1972, Principles of Oceanography, Don Mills, Ontario, Addison-Wesley Publishing, s. 92-
93.)
Sisi menarik dari hal ini adalah bahwa pada masa ketika manusia tidak memiliki pengetahuan
apapun mengenai fisika, tegangan permukaan, ataupun ilmu kelautan, hal ini dinyatakan
dalam Al Qur’an
“Atau seperti gelap gulita di lautan yang dalam, yang diliputi oleh ombak, yang di atasnya
ombak (pula), di atasnya (lagi) awan; gelap gulita yang tindih-bertindih, apabila dia
mengeluarkan tangannya, tiadalah dia dapat melihatnya, (dan) barangsiapa yang tiada diberi
cahaya (petunjuk) oleh Allah tiadalah dia mempunyai cahaya sedikitpun.” (Al Qur’an,
24:40)
Keadaan umum tentang lautan yang dalam dijelaskan dalam buku berjudul Oceans:
Kegelapan dalam lautan dan samudra yang dalam dijumpai pada kedalaman 200 meter atau
lebih. Pada kedalaman ini, hampir tidak dijumpai cahaya. Di bawah kedalaman 1000 meter,
tidak terdapat cahaya sama sekali. (Elder, Danny; and John Pernetta, 1991, Oceans, London,
Mitchell Beazley Publishers, s. 27)
Kini, kita telah mengetahui tentang keadaan umum lautan tersebut, ciri-ciri makhluk hidup
yang ada di dalamnya, kadar garamnya, serta jumlah air, luas permukaan dan kedalamannya.
Kapal selam dan perangkat khusus yang dikembangkan menggunakan teknologi modern,
memungkinkan para ilmuwan untuk mendapatkan informasi ini.
Manusia tak mampu menyelam pada kedalaman di bawah 40 meter tanpa bantuan peralatan
khusus. Mereka tak mampu bertahan hidup di bagian samudra yang dalam nan gelap, seperti
pada kedalaman 200 meter. Karena alasan inilah, para ilmuwan hanya baru-baru ini saja
mampu menemukan informasi sangat rinci tersebut tentang kelautan. Namun, pernyataan
“gelap gulita di lautan yang dalam” digunakan dalam surat An Nuur 1400 tahun lalu. Ini
sudah pasti salah satu keajaiban Al Qur’an, sebab infomasi ini dinyatakan di saat belum ada
perangkat yang memungkinkan manusia untuk menyelam di kedalaman samudra.
Selain itu, pernyataan di ayat ke-40 surat An Nuur “Atau seperti gelap gulita di lautan yang
dalam, yang diliputi oleh ombak, yang di atasnya ombak (pula), di atasnya (lagi) awan…”
mengarahkan perhatian kita pada satu keajaiban Al Qur’an yang lain.
Para ilmuwan baru-baru ini menemukan keberadaan gelombang di dasar lautan, yang “terjadi
pada pertemuan antara lapisan-lapisan air laut yang memiliki kerapatan atau massa jenis yang
berbeda.” Gelombang yang dinamakan gelombang internal ini meliputi wilayah perairan di
kedalaman lautan dan samudra dikarenakan pada kedalaman ini air laut memiliki massa jenis
lebih tinggi dibanding lapisan air di atasnya. Gelombang internal memiliki sifat seperti
gelombang permukaan. Gelombang ini dapat pecah, persis sebagaimana gelombang
permukaan. Gelombang internal tidak dapat dilihat oleh mata manusia, tapi keberadaannya
dapat dikenali dengan mempelajari suhu atau perubahan kadar garam di tempat-tempat
tertentu. (Gross, M. Grant; 1993, Oceanography, a View of Earth, 6. edition, Englewood
Cliffs, Prentice-Hall Inc., s. 205)
KADAR HUJAN
Fakta lain yang diberikan dalam Al Qur’an mengenai hujan adalah bahwa hujan diturunkan
ke bumi dalam kadar tertentu. Hal ini disebutkan dalam Surat Az Zukhruf sebagai berikut;
“Dan Yang menurunkan air dari langit menurut kadar (yang diperlukan) lalu Kami hidupkan
dengan air itu negeri yang mati, seperti itulah kamu akan dikeluarkan (dari dalam kubur).”
(Al Qur’an, 43:11)
Kadar dalam hujan ini pun sekali lagi telah ditemukan melalui penelitian modern.
Diperkirakan dalam satu detik, sekitar 16 juta ton air menguap dari bumi. Angka ini
menghasilkan 513 trilyun ton air per tahun. Angka ini ternyata sama dengan jumlah hujan
yang jatuh ke bumi dalam satu tahun. Hal ini berarti air senantiasa berputar dalam suatu
siklus yang seimbang menurut “ukuran atau kadar” tertentu. Kehidupan di bumi bergantung
pada siklus air ini. Bahkan sekalipun manusia menggunakan semua teknologi yang ada di
dunia ini, mereka tidak akan mampu membuat siklus seperti ini.
Bahkan satu penyimpangan kecil saja dari jumlah ini akan segera mengakibatkan
ketidakseimbangan ekologi yang mampu mengakhiri kehidupan di bumi. Namun, hal ini
tidak pernah terjadi dan hujan senantiasa turun setiap tahun dalam jumlah yang benar-benar
sama seperti dinyatakan dalam Al Qur’an.
PERGERAKAN GUNUNG
Dalam sebuah ayat, kita diberitahu bahwa gunung-gunung tidaklah diam sebagaimana yang
tampak, akan tetapi mereka terus-menerus bergerak.
“Dan kamu lihat gunung-gunung itu, kamu sangka dia tetap di tempatnya, padahal dia
berjalan sebagai jalannya awan. (Begitulah) perbuatan Allah yang membuat dengan kokoh
tiap-tiap sesuatu; sesungguhnya Allah Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan.” (Al
Qur’an, 27:88)
Gerakan gunung-gunung ini disebabkan oleh gerakan kerak bumi tempat mereka berada.
Kerak bumi ini seperti mengapung di atas lapisan magma yang lebih rapat. Pada awal abad
ke-20, untuk pertama kalinya dalam sejarah, seorang ilmuwan Jerman bernama Alfred
Wegener mengemukakan bahwa benua-benua pada permukaan bumi menyatu pada masa-
masa awal bumi, namun kemudian bergeser ke arah yang berbeda-beda sehingga terpisah
ketika mereka bergerak saling menjauhi.
Para ahli geologi memahami kebenaran pernyataan Wegener baru pada tahun 1980, yakni 50
tahun setelah kematiannya. Sebagaimana pernah dikemukakan oleh Wegener dalam sebuah
tulisan yang terbit tahun 1915, sekitar 500 juta tahun lalu seluruh tanah daratan yang ada di
permukaan bumi awalnya adalah satu kesatuan yang dinamakan Pangaea. Daratan ini terletak
di kutub selatan.
Sekitar 180 juta tahun lalu, Pangaea terbelah menjadi dua bagian yang masing-masingnya
bergerak ke arah yang berbeda. Salah satu daratan atau benua raksasa ini adalah Gondwana,
yang meliputi Afrika, Australia, Antartika dan India. Benua raksasa kedua adalah Laurasia,
yang terdiri dari Eropa, Amerika Utara dan Asia, kecuali India. Selama 150 tahun setelah
pemisahan ini, Gondwana dan Laurasia terbagi menjadi daratan-daratan yang lebih kecil.
Benua-benua yang terbentuk menyusul terbelahnya Pangaea telah bergerak pada permukaan
Bumi secara terus-menerus sejauh beberapa sentimeter per tahun. Peristiwa ini juga
menyebabkan perubahan perbandingan luas antara wilayah daratan dan lautan di Bumi.
Pergerakan kerak Bumi ini diketemukan setelah penelitian geologi yang dilakukan di awal
abad ke-20. Para ilmuwan menjelaskan peristiwa ini sebagaimana berikut:
Kerak dan bagian terluar dari magma, dengan ketebalan sekitar 100 km, terbagi atas lapisan-
lapisan yang disebut lempengan. Terdapat enam lempengan utama, dan beberapa lempengan
kecil. Menurut teori yang disebut lempeng tektonik, lempengan-lempengan ini bergerak pada
permukaan bumi, membawa benua dan dasar lautan bersamanya. Pergerakan benua telah
diukur dan berkecepatan 1 hingga 5 cm per tahun. Lempengan-lempengan tersebut terus-
menerus bergerak, dan menghasilkan perubahan pada geografi bumi secara perlahan. Setiap
tahun, misalnya, Samudera Atlantic menjadi sedikit lebih lebar. (Carolyn Sheets, Robert
Gardner, Samuel F. Howe; General Science, Allyn and Bacon Inc. Newton, Massachusetts,
1985, s. 30)
Ada hal sangat penting yang perlu dikemukakan di sini: dalam ayat tersebut Allah telah
menyebut tentang gerakan gunung sebagaimana mengapungnya perjalanan awan. (Kini,
Ilmuwan modern juga menggunakan istilah “continental drift” atau “gerakan mengapung dari
benua” untuk gerakan ini. (National Geographic Society, Powers of Nature, Washington
D.C., 1978, s.12-13)
Tidak dipertanyakan lagi, adalah salah satu kejaiban Al Qur’an bahwa fakta ilmiah ini, yang
baru-baru saja ditemukan oleh para ilmuwan, telah dinyatakan dalam Al Qur’an.
Sisi penting lain tentang informasi yang disebutkan dalam ayat-ayat Al Qur’an adalah tahap-
tahap pembentukan manusia dalam rahim ibu. Disebutkan dalam ayat tersebut bahwa dalam
rahim ibu, mulanya tulang-tulang terbentuk, dan selanjutnya terbentuklah otot yang
membungkus tulang-tulang ini.
“Kemudian air mani itu Kami jadikan segumpal darah, lalu segumpal darah itu Kami jadikan
segumpal daging, dan segumpal daging itu Kami jadikan tulang-belulang, lalu tulang
belulang itu Kami bungkus dengan daging. Kemudian Kami jadikan dia makhluk yang
(berbentuk) lain. Maka Maha Sucilah Allah, Pencipta Yang Paling Baik” (Al Qur’an, 23:14)
Embriologi adalah cabang ilmu yang mempelajari perkembangan embrio dalam rahim ibu.
Hingga akhir-akhir ini, para ahli embriologi beranggapan bahwa tulang dan otot dalam
embrio terbentuk secara bersamaan.
Karenanya, sejak lama banyak orang yang menyatakan bahwa ayat ini bertentangan dengan
ilmu pengetahuan. Namun, penelitian canggih dengan mikroskop yang dilakukan dengan
menggunakan perkembangan teknologi baru telah mengungkap bahwa pernyataan Al Qur’an
adalah benar kata demi katanya.
Penelitian di tingkat mikroskopis ini menunjukkan bahwa perkembangan dalam rahim ibu
terjadi dengan cara persis seperti yang digambarkan dalam ayat tersebut.
Pertama, jaringan tulang rawan embrio mulai mengeras. Kemudian sel-sel otot yang terpilih
dari jaringan di sekitar tulang-tulang bergabung dan membungkus tulang-tulang ini.
Peristiwa ini digambarkan dalam sebuah terbitan ilmiah dengan kalimat berikut:
Dalam minggu ketujuh, rangka mulai tersebar ke seluruh tubuh dan tulang-tulang mencapai
bentuknya yang kita kenal.Pada akhir minggu ketujuh dan selama minggu kedelapan, otot-
otot menempati posisinya di sekeliling bentukan tulang. (Moore, Developing Human, 6.
edition,1998.)
“… Dia menjadikan kamu dalam perut ibumu kejadian demi kejadian dalam tiga kegelapan.
Yang (berbuat) demikian itu adalah Allah, Tuhan kamu, Tuhan yang mempunyai kerajaan.
Tidak ada Tuhan (yang berhak disembah) selain Dia; maka bagaimana kamu dapat
dipalingkan?” (Al Qur’an, 39:6)
Sebagaimana yang akan dipahami, dalam ayat ini ditunjukkan bahwa seorang manusia
diciptakan dalam tubuh ibunya dalam tiga tahapan yang berbeda. Sungguh, biologi modern
telah mengungkap bahwa pembentukan embrio pada bayi terjadi dalam tiga tempat yang
berbeda dalam rahim ibu. Sekarang, di semua buku pelajaran embriologi yang dipakai di
berbagai fakultas kedokteran, hal ini dijadikan sebagai pengetahuan dasar. Misalnya, dalam
buku Basic Human Embryology, sebuah buku referensi utama dalam bidang embriologi,
fakta ini diuraikan sebagai berikut:
“Kehidupan dalam rahim memiliki tiga tahapan: pre-embrionik; dua setengah minggu
pertama, embrionik; sampai akhir minggu ke delapan, dan janin; dari minggu ke delapan
sampai kelahiran.” (Williams P., Basic Human Embryology, 3. edition, 1984, s. 64.)
Fase-fase ini mengacu pada tahap-tahap yang berbeda dari perkembangan seorang bayi.
Ringkasnya, ciri-ciri tahap perkembangan bayi dalam rahim adalah sebagaimana berikut:
- Tahap Pre-embrionik
Pada tahap pertama, zigot tumbuh membesar melalui pembelahan sel, dan terbentuklah
segumpalan sel yang kemudian membenamkan diri pada dinding rahim. Seiring pertumbuhan
zigot yang semakin membesar, sel-sel penyusunnya pun mengatur diri mereka sendiri guna
membentuk tiga lapisan.
- Tahap Embrionik
Tahap kedua ini berlangsung selama lima setengah minggu. Pada masa ini bayi disebut
sebagai “embrio”. Pada tahap ini, organ dan sistem tubuh bayi mulai terbentuk dari lapisan-
lapisan sel tersebut.
- Tahap fetus
Dimulai dari tahap ini dan seterusnya, bayi disebut sebagai “fetus”. Tahap ini dimulai sejak
kehamilan bulan kedelapan dan berakhir hingga masa kelahiran. Ciri khusus tahapan ini
adalah terlihatnya fetus menyerupai manusia, dengan wajah, kedua tangan dan kakinya.
Meskipun pada awalnya memiliki panjang 3 cm, kesemua organnya telah nampak. Tahap ini
berlangsung selama kurang lebih 30 minggu, dan perkembangan berlanjut hingga minggu
kelahiran.
Informasi mengenai perkembangan yang terjadi dalam rahim ibu, baru didapatkan setelah
serangkaian pengamatan dengan menggunakan peralatan modern. Namun sebagaimana
sejumlah fakta ilmiah lainnya, informasi-informasi ini disampaikan dalam ayat-ayat Al
Qur’an dengan cara yang ajaib. Fakta bahwa informasi yang sedemikian rinci dan akurat
diberikan dalam Al Qur’an pada saat orang memiliki sedikit sekali informasi di bidang
kedokteran, merupakan bukti nyata bahwa Al Qur’an bukanlah ucapan manusia tetapi Firman
Allah.
KEMENANGAN BIZANTIUM
Penggalan berita lain yang disampaikan Al Qur’an tentang peristiwa masa depan ditemukan
dalam ayat pertama Surat Ar Ruum, yang merujuk pada Kekaisaran Bizantium, wilayah timur
Kekaisaran Romawi. Dalam ayat-ayat ini, disebutkan bahwa Kekaisaran Bizantium telah
mengalami kekalahan besar, tetapi akan segera memperoleh kemenangan.
“Alif, Lam, Mim. Telah dikalahkan bangsa Romawi, di negeri yang terdekat dan mereka
sesudah dikalahkan itu akan menang, dalam beberapa tahun (lagi). Bagi Allah-lah urusan
sebelum dan sesudah (mereka menang).” (Al Qur’an, 30:1-4)
Ayat-ayat ini diturunkan kira-kira pada tahun 620 Masehi, hampir tujuh tahun setelah
kekalahan hebat Bizantium Kristen di tangan bangsa Persia, ketika Bizantium kehilangan
Yerusalem. Kemudian diriwayatkan dalam ayat ini bahwa Bizantium dalam waktu dekat
menang. Padahal, Bizantium waktu itu telah menderita kekalahan sedemikian hebat hingga
nampaknya mustahil baginya untuk mempertahankan keberadaannya sekalipun, apalagi
merebut kemenangan kembali. Tidak hanya bangsa Persia, tapi juga bangsa Avar, Slavia, dan
Lombard menjadi ancaman serius bagi Kekaisaran Bizantium. Bangsa Avar telah datang
hingga mencapai dinding batas Konstantinopel. Kaisar Bizantium, Heraklius, telah
memerintahkan agar emas dan perak yang ada di dalam gereja dilebur dan dijadikan uang
untuk membiayai pasukan perang. Banyak gubernur memberontak melawan Kaisar Heraklius
dan dan Kekaisaran tersebut berada pada titik keruntuhan. Mesopotamia, Cilicia, Syria,
Palestina, Mesir dan Armenia, yang semula dikuasai oleh Bizantium, diserbu oleh bangsa
Persia. (Warren Treadgold, A History of the Byzantine State and Society, Stanford University
Press, 1997, s. 287-299.)
Pendek kata, setiap orang menyangka Kekaisaran Bizantium akan runtuh. Tetapi tepat di saat
seperti itu, ayat pertama Surat Ar Ruum diturunkan dan mengumumkan bahwa Bizantium
akan mendapatkan kemenangan dalam beberapa+tahun lagi. Kemenangan ini tampak
sedemikian mustahil sehingga kaum musyrikin Arab menjadikan ayat ini sebagai bahan
cemoohan. Mereka berkeyakinan bahwa kemenangan yang diberitakan Al Qur’an takkan
pernah menjadi kenyataan.
Sekitar tujuh tahun setelah diturunkannya ayat pertama Surat Ar Ruum tersebut, pada
Desember 627 Masehi, perang penentu antara Kekaisaran Bizantium dan Persia terjadi di
Nineveh. Dan kali ini, pasukan Bizantium secara mengejutkan mengalahkan pasukan Persia.
Beberapa bulan kemudian, bangsa Persia harus membuat perjanjian dengan Bizantium, yang
mewajibkan mereka untuk mengembalikan wilayah yang mereka ambil dari Bizantium.
(Warren Treadgold, A History of the Byzantine State and Society, Stanford University Press,
1997, s. 287-299.)
Akhirnya, “kemenangan bangsa Romawi” yang diumumkan oleh Allah dalam Al Qur’an,
secara ajaib menjadi kenyataan.
Keajaiban lain yang diungkapkan dalam ayat ini adalah pengumuman tentang fakta geografis
yang tak dapat ditemukan oleh seorangpun di masa itu.
Dalam ayat ketiga Surat Ar Ruum, diberitakan bahwa Romawi telah dikalahkan di daerah
paling rendah di bumi ini. Ungkapan “Adnal Ardli” dalam bahasa Arab, diartikan sebagai
“tempat yang dekat” dalam banyak terjemahan. Namun ini bukanlah makna harfiah dari
kalimat tersebut, tetapi lebih berupa penafsiran atasnya. Kata “Adna” dalam bahasa Arab
diambil dari kata “Dani”, yang berarti “rendah” dan “Ardl” yang berarti “bumi”. Karena itu,
ungkapan “Adnal Ardli” berarti “tempat paling rendah di bumi”.
Yang paling menarik, tahap-tahap penting dalam peperangan antara Kekaisaran Bizantium
dan Persia, ketika Bizantium dikalahkan dan kehilangan Jerusalem, benar-benar terjadi di
titik paling rendah di bumi. Wilayah yang dimaksudkan ini adalah cekungan Laut Mati, yang
terletak di titik pertemuan wilayah yang dimiliki oleh Syria, Palestina, dan Jordania. “Laut
Mati”, terletak 395 meter di bawah permukaan laut, adalah daerah paling rendah di bumi.
Ini berarti bahwa Bizantium dikalahkan di bagian paling rendah di bumi, persis seperti
dikemukakan dalam ayat ini.
Hal paling menarik dalam fakta ini adalah bahwa ketinggian Laut Mati hanya mampu diukur
dengan teknik pengukuran modern. Sebelumnya, mustahil bagi siapapun untuk mengetahui
bahwasannya ini adalah wilayah terendah di permukaan bumi. Namun, dalam Al Qur’an,
daerah ini dinyatakan sebagai titik paling rendah di atas bumi. Demikianlah, ini memberikan
bukti lagi bahwa Al Qur’an adalah wahyu Ilahi.
Daftar Pustaka
http://google.co.id/
http://zhuldyn.wordpress.com/
http://darwinarya.wordpress.com/2010/08/14/kecepatan-terbang-malaikat-dan-jibril/
http://muttley.ucdavis.edu/Book/Atmosphere/beginner/layers-01.html
http://harunyahya.com
http://yulilives.blogspot.com/2012/04/udara-angin-dalam-al-quran.html
www.keajaibanalquran.com
http://sains.artikelislami.com/2010/09/kekuatan-petir-yang-tersembunyi.html
the-ladunni.blogspot.com