Anda di halaman 1dari 16

KONSELING REHABILITASI PENDEKATAN GESTALT

Dosen pengampu:
Ayong Lianawati, S.Pd, M.Pd

Disusun oleh:
Kelompok 8

1. Nurlina Dwi Diharja (195000052)


2. Anita (195000053)
3. Hayu Della Nikmala (195000064)

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN BIMBINGAN DAN KONSELING


FAKULTAS PEDAGOGIK DAN PSIKOLOGI
UNIVERSITAS PGRI ADI BUANA SURABAYA
2021
KATA PENGANTAR

Puji Syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT, yang atas rahmat dan hidayah-Nya
maka kami dapat menyelesaikan penyusunan tugas makalah “Konseling Rehabilitasi
Pendekatan Gestalt”. Penulisan Makalah merupakan salah satu tugas dan persyaratan untuk
menyelesaikan tugas mata kuliah Konseling Rehabilitasi. Oleh karena itu pada kesempatan
ini kami memberikan rasa terima kasih kepada:

1. Allah SWT.
2. Dosen pengampu mata kuliah Konseling Rehabilitasi Ibu Ayong Lianawati, S.Pd, M.Pd.
3. Rekan-rekan dan semua pihak yang secara langsung atau tidak langsung memberikan
bantuan kepada kami dalam menyelesaikan masalah ini.

Dalam penulisan makalah ini kami merasa masih banyak kekurangan – kekurangan
dari pada teknis penulisan maupun materi, mengingat akan kemampuan yang kami miliki.
Untuk itu kritik dan saran dari semua pihak sangat kami harapkan demi penyempurnaan
makalah ini.

Surabaya, 20 Mei 2021

Penyusun
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL……………………………………………………………………………

KATA PENGANTAR................................................................................................................i

DAFTAR ISI..............................................................................................................................ii

BAB I PENDAHULUAN..........................................................................................................1

A. Latar Belakang………………………………………………………………………….1

B. Rumusan Masalah……………………………………………………………………...2

C. Tujuan………………………………………………………………………………….2

BAB II PEMBAHASAN...........................................................................................................3

A. Konsep Dasar…………………………………………………………………………..3

1. Teori Gestalt................................................................................................................3

2. Tujuan Konseling........................................................................................................7

B. Tahapan Pendekatan Gestalt dalam Konseling Rehabilitasi…………………………...7

1. Tahap pertama (the beginning phase)..........................................................................7

2. Tahap kedua (clearing the ground)..............................................................................8

3. Tahap ketiga (the existensial encounter).....................................................................9

4. Tahap keempat (integration)........................................................................................9

5. Tahap kelima (ending)...............................................................................................10

BAB III PENUTUP..................................................................................................................11

A. Kesimpulan……………………………………………………………………………11

B. Saran…………………………………………………………………………………..12

DAFTAR PUSTAKA..............................................................................................................13
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Konselor dalam menangani suatu masalah, tidak akan dapat terlepas dari
pendekatan-pendekatan atau tekhnik-tekhnik yang digunakan dalam proses konseling.
Tanpa didukung oleh penguasaan pendekatankonseling yang memadai,bantuan yang
diberikan konselor kepada konseli tidak akan berjalan efektif karena tidak memiliki
arah dan tujuan yang jelas. Pendekatan konseling ini muncul seiring dengan
perkembangan kehidupan yang semakin kompleks, sibuk, dan terus berubah. Hal
tersebut membuat beberapa masalah, khususnya dalam dunia pendidikan.Dunia
pendidikan, khususnya di sekolah masalah-masalah yang muncul banyak dialami oleh
siswa, misalnya masalah belajar, masalah pribadi, masalah sosial, maupun masalah
psikologis siswa. Hal tersebut membuat beberapa masalah yang dapat menggangu
proses pendidikan itu sendiri.
Selain itu masalah tersebut jika tidak dapat diatasi dengan baik, benar dan
tepat oleh seorang konselor, maka dapat menghambat perkembangan kehidupan siswa
itu sendiri. Berbagai cara dapat dilakukan untuk mengatasi masalah-masalah yang
timbul dalam dunia pendidikan, salah satu di antaranya adalah dengan mencari dan
memberikan solusi pada siswa itu sendiri. Permasalahan-permasalahan dalam
pendidikan tiap sekolah bahkan tiap anak berbeda-beda, oleh karena itu dibutuhkan
solusi yang berbeda pula.Sehingga beberapa pendekatan tentang konseling ini
bermunculan.M.A Subandi (Psikoterapi, hal.90-93) Salah satu pendekatan yang
sangat memperhatikan kemampuan organisme untuk berkembang dan menentukan
tujuannya adalah pendekatan Gestalt.
Pendekatan gestalt lebih menekankan pada apa yang terjadi saat ini-dan-di
sini, dan proses yang berlangsung, bukan pada masa lalu ataupun masa depan. Yang
penting dalam pendekatan ini adalah kesadaran saat ini dalam pengalaman
seseorang.Penemu psikoterapi Gestalt adalah Frederick (Fritz) Perls dan mulai
berkembang pada awal tahun 1950.Pendekatan Gestalt berfokus pada masa kini dan
itu di butuhkan kesadaran saat itu juga.Kesadaran ditandai oleh kontak, penginderaan,
dan gairah.Kontak dapat terjadi tanpa kesadaran, namun kesadaran tidak dapat
dipisahkan dari kontak.
Konseling yang dirancang khusus untuk membantu penyandang cacat disebut
konseling rehabilitasi.Konseling rehabilitasi dapat diartikan sebagai suatu bidang ilmu
yang mengkaji cara-cara membantu penyandang cacat mencapai tujuan personal,
sosial, psikologis dan vokasionalnya.Untuk itu, seorang konselor rehabilitasi perlu
memiliki pengetahuan dan keterampilan khusus serta sikap yang dibutuhkan untuk
berkolaborasi dalam hubungan profesional dengan penyandang cacat.

B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas, maka rumusan masalah yang diperoleh dari
makalah ini adalah sebagai berikut:
1. Bagaimana konsep dasar teori Gestalt?
2. Bagamaina Tahapan Pendekatan Gestalt dalam Konseling Rehabilitasi ?

C. Tujuan
Berdasarkan rumusan masalah diatas, maka tujuan yang diperoleh dari makalah
ini adalah sebagai berikut:
1. Agar mengetahui konsep dasar teori Gestalt.
2. Agar mengetahui tahapan pendekatan Gestalt dalam konseling rehabilitasi.
BAB II

PEMBAHASAN

A. Konsep Dasar

1. Teori Gestalt
a. Di Sini dan Sekarang (Here and Now)
Perls mengatakan bahwa “kekuatan ada pada masa kini” (power is in
the present). Pendekatan gestalt mengutamakan masa sekarang, segala sesuatu
tidak ada kecuali yang ada pada masa sekarang, karena masa lalu telah berlalu
dan masa depan belum sampai, hanya masa sekarang yang penting.
Pendekataan gestalt mengapresiasi pengalaman pada masa ini. Menurut
gestalt, kebanyakan orang kehilangan kekuatan masa sekarangnya karena
individu menginvestasikan energinya untuk mengeluh tentang kesalahan masa
lalu dan bergulat pada resolusi dan rencana masa depan yang tidak ada
ujungnya. Oleh karena itu, kekuatan individu untuk melihat masa sekarang
menjadi berkurang bahkan hilang.
Selanjutnya Perls berpendapat bahwa kecemasan yang dialami
individu terjadi karena ada jarak antara kenyataan masa sekarang deng
harapan masa yang akan datang. Menurutnya ketika individu memulai
berpikir, merasa dan bertindak dari masa kini namun dikuasai oleh
harapanharapan masa depan. Kecemasan yang dialami individu diakibatkan
oleh harapan katastropik dan harapan anastropik. Harapan katastropik, yaitu
kecemasan akan kejadian-kejadian buruk dan tidak menyenangkan yang akan
terjadi di masa yang akan datang. Harapan anastropik, yaitu harapan-harapan
yang berlebihan bahwa hal-hal yang baik dan menyenangkan akan terjadi di
masa depan.
Dalam model konseling gestalt, untuk membantu konseli melakukan
kontak dengan masa sekarang, konselor menggunakan kata tanya “apa” (what)
dan “bagaimana” (how). Jarang sekali koselor menggunakan kata “mengapa”
(why).Masa lalu tidak penting kecuali bila berhubungan dengan fungsi-fungsi
individu yang dibutuhkan pada masa sekarang.Dengan demikian ketika
konselor membahas masa lalu yang signifikan tersebut, konselor
membawanya ke masa sekarang.Misalnya, ketika membicarakan trauma masa
kecil yang dialami konseli berkaitan dengan ayahnya, konselor bukan hanya
membicarakan pengalaman masa lalunya tetapi bagaimana trauma
ituberpengaruh ketika konseli berbicara dengan ayahnya di masa sekarang.
Dengan proses ini, individu mendapatkan kelegaan dari kesatikat dan potensi
untu berubah serta mencapai resolusi baru.
a. Urusan yang Tidak Selesai (unfinished business) dan penghindaran
(avoidance)
Urusan yang tidak selesai (unfinished business) adalah perasaan-
perasaan yang tidak dapat diekspresikan pada masa lalu seperti kesakitan,
kecemasan, perasaan bersalah, kemarahan, dan sebagainya. Walaupun
perasaan-perasaan tersebut tidak diekspresikan, namun berkaitan dengan
ingatan dan fantasi. Hal ini karena perasaan ini tidak diekspresikan dan terus
mengganggu kehidupan masa sekarang, dan membuat individu tidak dapat
melakukan kontak dengan orang lain dengan autentik. Urusan yang tidak
kunjung selesai memiliki efek yang dapat mengganggu individu, seperti
kecemasan yang berlebihan sehingga individu tidak dapat memperhatikan hal
penting lain, tingkah laku yang tidak terkontrol, terlalu berhati-hati dan
menyakiti diri sendiri.
Penghindaran berkaitan erat dengan unfinished business. Penghindaran
adalah individu yang selalu menghindari untuk menghadapi unfinished
business dan dari mengalami pengalaman emosional yang tidak
menyenangkan yang berkaitan dengan unfinished business. Perls mengatakan
bahwa individu cenderung lebih memilih menghindari pengalaman yang
menyakitkan secara emosional dari pada melakukan sesuatu yang ia butuhkan
untuk berubah.
b. Bentuk-bentuk Pertahanan Diri
Individu memiliki lima bentuk pertahanan diri yang beroperasi dalam
dirinya, yaitu:
1) Introyeksi (Introjection)
Introyeksi adalah memasukkan ide-ide, keyakinan-keyakinan
dan asumsi-asumsi tentang diri individu, seperti apa individu
seharusnya dan bagaimanan individu harus bertingkah laku. Dalam
proses interaksi dengan lingkungan, individu yang sehat dapat
membedakan dan memberikan batasanantara dirinya dan
lingkungannya. Akan tetapi, individu yang melakukan proses
introyeksi pada diri (self) individu, yaitu bila individu memasukkan
ide-ide, keyakinan, dan nilai yang dianut lingkungan terhadap
dirinya tanpa proses filterisasi, sehingga individu tidak dapat
membedakan dirinya dengan lingkungan. Hal ini membuat self
mengadopsi semua nilai lingkungan yang top dog, sehingga self
berusaha untuk mempertahankan diri dalam posisi under dog.
2) Proyeksi
Proses dimana individu melakukan atribusi kepada pemikiran,
perasaan, keyakinan dan sikap orang lain yang sebenarnya adalah
bukan milik individu. Proyeksi juga berarti individu tidak dapat
membedakan dirinya dan lingkungan, mengatribusikan diri kepada
orang lain serta menghindari tanggung jawab terhadap perasaan
dan diri individu sebenarnya, serta membuat individu tidak berdaya
untuk membuat perubahan.
3) Retrofleksi (retroflection)
Retrifleksi adalah proses di mana individu mengembalikan
implusimplus dan respon-respon kepada dirirnya karena ia tidak
dapat mengekspresikannya kepada orang lain dan lingkungan.
Dalam hal ini individu menekan perasaanya karena ia tidak dapat
menerima kehadiran perasaan tersebut, atau individu mengetahui
dan mempercayai bahwa perasaan itu tidak dapat diterima oleh
orang lain disekitarnya.
4) Defleksi (deflection)
Defleksi adalah metode penghindaran, yaitu cara mengubah
pertanyaan atau pernyataan menjadi memiliki makna lain sehingga
individu dapat menghindari dari merespon pertanyaan atau
pernyataan tersebut. Defleksi merupakan cara untuk menghindari
kontak dengan kenyataan. Defleksi dapat terlihat dari penggunaan
humor yang berlebihan, menjawab pertanyaan dengan tersenyum
atau tertawa melakukan generalisasi abstrak, menghindari kontak
mata.
5) Confluence dan Isolasi (isolation)
Confluence secara harfiah berarti menyatu.Hal ini bermakna
bahwa individu berada dalam hubungan dengan linngkungan,
menjadi orang lain,tempat, objek, atau ideal-ideal. Individu tidak
dapat membedakan antara dirinya dengan lingkungan, selalu sesuai
dan tidak ada konflik antara keyakinan dan pikiran orang lain
dengan dirinya. Orang yang mengalami confluence biasanya tidak
pernah mengekspresikan perasaan sebenarnya.Orang yang
mengalami confluence biasanya mengisolasi diri dari lingkungan.Ia
menarik diri dari lingkungan dalam rangkan mengamankan
perasaanya dari kondisi yang tidak dapat ditoleransi oleh dirinya.
c. Pandangan tentang Manusia
Pendekatan konseling ini berpandangan bahwa manusia dalam
kehidupannya selalu aktif sebagai suatu keseluruhan.Manusia aktif terdorong
kearah keseluruhan dan integrasi pemikiran, perasaan, dan tingkah lakunya.
Setiap individu memiliki kemampuan untuk menerima tanggung jawab
pribadi, memiliki dorongan untuk mengembangkan kesadaran yang akan
mengarahkan menuju terbentuknya integritas atau keutuhan pribadi.
Jadi hakikat manusia menurut pendekatan konseling ini adalah:
1) Tidak dapat dipahami, kecuali dalam keseluruhan konteksnya.
2) Merupakan bagian dari lingkungannya dan hanya dapat dipahami
dalam kaitannya dengan lingkungannya itu.
3) Aktor bukan reaktor
4) Berpotensi untuk menyadari sepenuhnya sensasi, emosi, persepsi,
dan pemikirannya.
5) Dapat memilih secara sadar dan bertanggung jawab.
6) Mampu mengatur dan mengarahkan hidupnya secara efektif.
2. Tujuan Konseling

Tujuan utama konseling Gestalt adalah membantu konseli agar berani


mengahadapi berbagai macam tantangan maupun kenyataan yang harus dihadapi.
Tujuan ini mengandung makna bahwa konseli haruslah dapat berubah dari
ketergantungan terhadap lingkungan/orang lain menjadi percaya pada diri, dapat
berbuat lebih banyak untuk meingkatkan kebermaknaan hidupnya.

a. Individu yang bermasalah pada umumnya belum memanfaatkan potensinya


secara penuh, melainkan baru memanfaatkan sebagaian daripotensinya yang
dimilikinya. Melalui konseling konselor membantu klien agar potensi yang
baru dimanfaatkan sebagian ini dimanfaatkan dan dikembangkan secara
optimal. Secara lebih spesifik tujuan konseling Gestalt adalah sebagai
berikut: Membantu konseli agar dapat memperoleh kesadaran pribadi,
memahami kenyataan atau realitas, serta mendapatkan insight secara penuh.

b. Membantu konseli menuju pencapaian integritas kepribadiannya


c. Mengentaskan konseli dari kondisinya yang tergantung pada pertimbangan
orang lain ke mengatur diri sendiri (to be true to himself)

d. Meningkatkan kesadaran individual agar konseli dapat beringkah laku


menurut prinsip-prinsip Gestalt, semua situasi bermasalah (unfisihed
bussines) yang muncul dan selalu akan muncul dapat diatasi dengan baik.

B. Tahapan Pendekatan Gestalt dalam Konseling Rehabilitasi

1. Tahap pertama (the beginning phase)


Pada tahap ini konselor menggunakan metode fenomenologi untuk
meningkatkan kesadaran konseli, menciptakan hubungan dialogis, mendorong
keberfungsian konseli secara sehat dan menstimulasi konseli untuk
mengembangkan dukungan pribadi (personal support) dan lingkungannya.
Secara garis besar, proses yang dilalui dalam konseling pada tahap pertama
adalah:
a. Menciptakan tempat yang aman dan nyaman (safe container) untuk proses
konseling.
b. Mengembangkan hubungan kolaboratif (working alliance).
c. Mengumpulkan data, pengalaman konseli, dan keseluruhan gambaran
kepribadiannya dengan pendekatan fenomenologis.
d. Meningkatkan kesadaran dan tanggung jawab pribadi konseli.
e. Membangun sebuah hubungan yang dialogis.
f. Meningkatkan self-support, khususnya dengan konseli yang memiliki
proses diri yang rentan.
g. Mengidentifiksi dan mengklarifikasikan kebutuhan-kebutuhan konseli dan
tema-tema masalah yang muncul.
h. Membuat prioritas dan kesimpulan diagnosis terhadap konseli.
i. Mempertimbangkan isu-isu budaya dan isu-isu lainnya yang memiliki
perbedaan potensial antara konselor dan konseli serta
mempengaruhiproses konseling.
j. Konselor mempersiapkan rencana untuk menghadapi kondisikondisi dari
konseli, seperti menyakiti diri sendiri, kemarahan yang berlebihan, dan
sebagainya.
k. Bekerjasama dengan konseli untuk membuat rencana konseling (Joyce &
Sill dalam Safaria 2005, p.84-85 dalam Komalasari 2011:312)

2. Tahap kedua (clearing the ground)


Pada tahap ini konseling berlanjut pada strategi-strategi yang lebih spesifik.
Konseli mengeksplorasi berbagai introyeksi, berbagai modifikasi kontak yang
dilakukan dan unfinished business. Peran konselor adalah secara berkelanjutan
mendorong dan membangkitkan keberanian konseli mengungkapkan ekspresi
pengalaman dan emosi-emosinya dalam rangka katarsis dan menawarkan konseli
untuk melakukan berbagai eksperimentasi untuk meningkatkan kesadarannya,
tanggung jawab pribadi dan memahami unfinished business. Proses dalam tahap ini
meliputi:

1) Mengeksplorasi introyeksi-introyeksi dan modifikasi kontak


2) Mengatasi urusan yang tidak selesai (unfisihed business)
3) Mendukung ekspresi-ekspresi konseli atau proses katarsis
4) Melakukan eksperimentasi perilaku baru dan memperluas pilihan-pilihan bagi
konseli.
5) Terlibat secara terus menerus dalam hubungan yang dialogis (Joyce & Sill
dalam Safaria 2005, p.84-85 dalam Komalasari 2011:313).
3. Tahap ketiga (the existensial encounter)
Tahap ini ditandai dengan aktivitas yang dilakukan konseli dengan
mengeksplorasi masalahnya secara mendalam dan membuat perubahan-perubahan
yang cukup signifikan. Tahap ini merupakan tahap tersulit karena pada tahap ini
konseli menghadapi kecemsankecemasannya sendiri, ketidakpastian dan katakutan-
katakutan yang selama ini terpendam dalam diri. Pada tahap ini konselor memberikan
dukungan dan motivasi, berusaha member keyakinan ketika cemas dan ragu-ragu
menghadapi masalahnya.

1) Menghadapi hal-hal yang tidak diketahui dan mempercayai regulasi diri


organismik klien untuk berkembang
2) Memiliki kembali bagian dari diri konseli yang tadinya hilang atau tiak diakui.
3) Membuat suatu keputusan eksistensial untuk hidup dan terus berjalan
4) Bekerja secara sistematis dan terus menerus dalam mengatasi keyakinan
konseli yang destruktif tema-tema kehdupan klien yang negative.
5) Berhubungan dengan makna-makna spiritual.
6) Mengalami sebuah hubungan perbaikan yang terus menerus berkembang
(Joyce & Sill dalam Safaria 2005, p.84-85 dalam Komalasari 2011:314).

4. Tahap keempat (integration)


Pada tahap ini konseli sudah mulai dapat mengatasi krisis-krisis yang
diekplorasi sebelumnya dan mulai mengintegrasikan keseluruhan diri (self),
pengalaman dan emosi-emosinya dalam perspektif yang baru. Konseli telah mampu
menerima ketidakpatian, kecemasan, dan ketakutannya serta meneria tanggung jawab
atas kehidupannya sendiri. Tahap ini terdiri dari beberapa langkah yaitu:

1) Membentuk kembali pola-pola hidup dalam bimbingan pemahaman baru dan


insight baru.
2) Memfokuskan pada pembuatan kontrak relasi yang memuaskan
3) Berhubungan dengan masyarakat dan komunitas secara luas.
4) Menerima ketidakpastian dan kecemasan yang dapat menghasilkan makna-
makna baru.
5) Menerima tanggung jawab untuk hidup (Joyce & Sill dalam Safaria 2005,
p.84-85 dalam Komalasari 2011:314).
5. Tahap kelima (ending)
Pada tahap ini konseli siap untuk memulai kehidupan secara mandiri tanpa
supervisi konselor. Tahap pengakhiran ditandai dengan proses sebagai berikut: 1)
berusaha untuk melakukan tindakan antisipasi akibat hubungan konseling yang telah
selesai. 2) Memberikan proses pembahasan kembali isu-isu yang ada. 3) Merayakan
apa yang telah dicapai 4) Menerima apa yang belum tercapai. 5) Melakukan antisipasi
dan perencanaan terhadap krisis di amsa depan. 6) Membiarkan pergi dan terus
melanjutkan kehidupan (Joyce & Sill dalam Safaria 2005, p.84-85 dalam Komalasari
2011:315)
BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan

Salah satu pendekatan yang sangat memperhatikan kemampuan organisme


untuk berkembang dan menentukan tujuannya adalah pendekatan Gestalt. Pendekatan
gestalt lebih menekankan pada apa yang terjadi saat ini-dan-di sini, dan proses yang
berlangsung, bukan pada masa lalu ataupun masa depan. Yang penting dalam
pendekatan ini adalah kesadaran saat ini dalam pengalaman seseorang.Penemu
psikoterapi Gestalt adalah Frederick (Fritz) Perls dan mulai berkembang pada awal
tahun 1950.Pendekatan Gestalt berfokus pada masa kini dan itu di butuhkan
kesadaran saat itu juga.Kesadaran ditandai oleh kontak, penginderaan, dan
gairah.Kontak dapat terjadi tanpa kesadaran, namun kesadaran tidak dapat dipisahkan
dari kontak.
Geralt Corey dalam bukunya (Teori dan Praktek Konseling dan Psikoterapi,
hal. 118) mengatakan bahwa terapi Gestalt yang dikembangkan oleh Frederick Perls
adalah bentuk terapi yang mengharuskan individu menemukan jalannya sendiri dan
menerima tanggung jawab pribadi jika mereka berharap mencapai kematangan.
Konsep dasar pendekatan Gestalt adalah Kesadaran, dan sasaran utama Gestalt adalah
pencapaian kesadaran. Menurut buku M.A Subandi (psikoterapi, hal. 96) kesadaran
meliputi:
1. Kesadaran akan efektif apabila didasarkan pada dan disemangati oleh kebutuhan
yang ada saat ini yang dirasakan oleh individu
2. Kesadaran tidak komplit tanpa pengertian langsung tentang kenyataan suatu
situasi dan bagaimana seseorang berada di dalam situasi tersebut.
3. Kesadaran itu selalu ada di sini-dan-saat ini. Kesadaran adalah hasil penginderaan,
bukan sesuatu yang mustahil terjadi.

Secara lebih spesifik tujuan konseling Gestalt adalah sebagai berikut:


1. Membantu klien agar dapat memperoleh kesadaran pribadi, memahami
kenyataan atau realitas.
2. Membantu klien menuju pencapaian integritas kepribadiannya.
3. Mengentaskan klien dari kondisinya yang tergantung pada pertimbangan
orang lain ke mengatur diri sendiri (to be true to himself) Pendekatan gestalt
memiliki kelebihan dan kelemahan tersendiri dalam penerapan pendekatan
tersebut.

Adapun tahap-tahap proses teknik konseling rehabilitasi gestalt yakni yang


pertama tahap awal : tahap ini konselor menggunakan metode fenomenologi untuk
meningkatkan kesadaran konseli, tahap kedua: Konseli mengeksplorasi berbagai
introyeksi, berbagai modifikasi kontak yang dilakukan dan unfinished business.
Tahap ketiga : tahap tersulit karena pada tahap ini konseli menghadapi
kecemsankecemasannya sendiri, ketidakpastian dan katakutan-katakutan yang selama
ini terpendam dalam diri, tahap keempat : Pada tahap ini konseli sudah mulai dapat
mengatasi krisis-krisis yang diekplorasi sebelumnya dan mulai mengintegrasikan
keseluruhan diri (self) dan tahap kelima : Pada tahap ini konseli siap untuk memulai
kehidupan secara mandiri tanpa supervise.

B. Saran
Meskipun kami menginginkan kesempurnaan dalam penyusunan makalah ini
tetapi kenyataannya masih banyak kekurangan yang perlu kami perbaiki.Hal ini
dikarenakan masih minimnya pengetahuan yang kami miliki.Oleh karena itu kritik
dan saran yang membangun dari para pembaca sangat kami harapkan untuk perbaikan
ke depannya.
DAFTAR PUSTAKA

Corey, Gerald.1995.Teori dan Praktek Konseling dan Psikoterapi. Bandung: PT. Eresco

Gudnanto.2012.Pendekatan Konseling. UMK.FKIP

Subandi, M.A.Psikoterapi.Unit Publikasi Fakultas Psikologi UGM: Pustaka Pelajar

Anda mungkin juga menyukai