Anda di halaman 1dari 37

i

PROPOSAL PENELITIAN

TINGKAT PENGETAHUAN MASYARAKAT TENTANG PENGGUNAAN


ANTIBIOTIK YANG DIPEROLEH SECARA BEBAS
DI KECAMATAN BINJAI TIMUR

Oleh :
SURYA FAHROZI
081001267

FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS ISLAM SUMATERA UTARA
MEDAN
2011
i

HALAMAN PERSETUJUAN
Proposal Penelitian dengan Judul :

TINGKAT PENGETAHUAN MASYARAKAT TENTANG PENGGUNAAN


ANTIBIOTIK YANG DIPEROLEH SECARA BEBAS
DI KECAMATAN BINJAI TIMUR

Yang dipersiapkan Oleh :

Surya Fahrozi
081001267

Proposal Penelitian ini telah diperiksa dan disetujui untuk dilanjutkan ke Lahan
penelitian

Medan, 21 Juli 2011


Disetujui,
Dosen Pembimbing

( dr. Adri Syahreza)


ii

KATA PENGANTAR

Sesungguhnya segala puji bagi Allah SWT, kita memujiNya, meminta


pertolonganNya, dan meminta ampun serta bertaubat kepadaNya. Shalawat dan
salam penulis sampaikan kepada junjungan kita Nabi Muhammad SAW, tauladan
umat pembawa risalah da’wah kebenaran yang membimbing kita semua ke jalan
yang lurus.
Alhamdulillah akhirnya penulis dapat menyelesaikan proposal penelitian
ini, yang merupakan salah satu syarat yang ditetapkan untuk memperoleh gelar
sarjana kedokteran di Fakultas Kedokteran Universitas Islam Sumatera Utara.
Keberhasilan penulis dalam menyelesaikan penelitian ini tidak terlepas
dari bantuan, bimbingan, arahan serta semangat dari berbagai pihak.
Tiada penghargaan paling terindah selain ucapan terima kasih kepada
pihak-pihak yang telah membantu penulis dalam menyusun proposal penelitian ini
khususnya :
1. Bapak dr. H. Rahmat Nasution, DTM&H, MSc, Sp.ParK, selaku Dekan
Fakultas Kedokteran Universitas Islam Sumatera Utara.
2. Bapak dr. Adri Syahreza sebagai Dosen Pembimbing yang telah bersedia
meluangkan waktu untuk memberi bimbingan, arahan, kritik, saran dan
kesabaran beliau dalam proses pengerjaan dari awal hingga proposal
penelitian ini dapat diselesaikan.
3. Bapak dr. Jensen Lautan, M.Kes selaku tim penyusun karya tulis ilmiah
ini.
4. Teristimewa Ayahanda Aiptu Suhendro dan Ibunda tersayang Maria Ulfah
yang dengan sabar memberikan dukungan moril dan materil serta
limpahan kasih sayang kepada penulis.
5. Abang, kakak dan adik tercinta Mufarizuddin, Maulidia, Silvi, Saumi,
Angga, Ainun, Tasya, Aswin, Liza, Hafiz yang telah memberikan
dukungan kepada penulis dalam menyelesaikan pendidikan ini.
6. Cinta dan sayang untuk Nur Marisya Ramadhani yang selalu menemani
penulis dalam suka maupun duka serta memberi dukungan dan semangat
yang tiada henti-hentinya kepada penulis.
iii

7. Teman-teman ( Lia Purwanti, Nancy Christina, Marisa, T. Zulfa Hasdiani,


Sundari, Sri Rahayu Saragi, Tri Jenny, Surya Indah Putra, Syahputra,
Syawalina Fitri, Doni, Noya, Isti, Nia ) yang membantu penulis dalam
menyelsaikan proposal penelitian ini.
8. Bapak/Ibu yang telah bersedia menjadi sampel dalam penelitian ini yang
namanya tidak mungkin disebutkan satu per satu.
Akhir kata penulis menyadari bahwa proposal penelitian ini masih banyak
memiliki kekurangan. Oleh sebab itu, dengan segala kerendahan hati penulis
mengharapkan saran maupun kritik demi perbaikan dan kesempurnaan proposal
penelitian ini ke depannya sehingga dapat bermanfaat bagi penulis dan pembaca.

Medan, 21 Juli 2011


Penulis

Surya Fahrozi

DAFTAR ISI

HALAMAN PERSETUJUAN .............................................................. i


KATA PENGANTAR ........................................................................... ii
DAFTAR ISI .......................................................................................... iv
iv

BAB I PENDAHULUAN ....................................................................... 1


1.1. Latar Belakang ...................................................................... 1
1.2. Rumusan Masalah ................................................................. 3
1.3. Tujuan Penelitian ................................................................... 3
1.4. Manfaat Penelitian ................................................................. 3

BAB II TINJAUAN PUSTAKA ............................................................... 4


2.1. Antibiotik ................................................................................ 4
2.1.1 Definisi ..................................................................... 4
2.1.2 Mekanisme Kerja ..................................................... 4
2.1.3 Resistensi Antibiotik ................................................ 6
2.1.4 Efek Samping ........................................................... 7
2.1.5 Faktor Pasien Yang Mempengaruhi
Farmakodnamik Dan Farmakokinetik ..................... 8
2.1.6 Sebab Kegagalan Terapi .......................................... 10
2.1.7 Penggunaan Antimikroba Di Klinik ........................ 11
2.2. Epidemiologi Kejadian Resistensi Bakteri
Terhadap Antibiotik ............................................................... 14
2.3. Peraturan Mengenai Distribusi Antibiotik ............................. 14
2.3.1. Pasal 3 ..................................................................... 15
2.3.2. Pasal 5 ..................................................................... 15
2.4. Kerangka Teori ...................................................................... 16

BAB III METODE PENELITIAN............................................................. 17


3.1. Kerangka Konsep Penelitian................................................... 17
3.2. Definisi Penelitian ...... .......................................................... 17
3.3. Desain atau jenis penelitian.................................................... 18
3.4. Lokasi dan Waktu Penelitian ................................................. 18
3.4.1 Lokasi Penelitian ..................................................... 18
v

3.4.2. Waktu Penelitian .................................................... 18


3.5. Populasi dan Sampel Penelitian ............................................ 18
3.6. Teknik Pengumpulan Data ..................................................... 19
3.7. Pengolahan dan Analisa Data ................................................. 20
3.8. Kerangka Operasional ............................................................ 21
3.9. Jadwal Pelaksanaan ................................................................ 21

DAFTAR PUSTAKA ................................................................................ 23

LAMPIRAN .............................................................................................. 24
1

BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Antibiotik merupakan obat yang sering diresepkan dokter untuk mengobati
penyakit infeksi. Namun, penggunaan antibiotik yang tidak tepat indikasi,
tidak tepat dosis dan tidak tepat cara pemberiannya akan meningkatkan
kejadian resistensi kuman terhadap antibiotik, sehingga menyebabkan
kegagalan pengobatan.
Antibiotik tidak mengurangi dampak negatif dari berbagai penyakit infeksi
yang sebelumnya tidak dapat diobati. Namun, pada awal abad ke-21 banyak
antibiotik yang keefektifannya mulai menurun, karena banyak
mikroorganisme sudah resisten terhadap antibiotik.(1)
Dari sebuah penelitian resistensi bakteri Streptococcus pneumoniae yang
berasal dari 11 negara di Asia terhadap beberapa jenis antibiotik, Vietnam
menempati persentase tertinggi untuk resistensi terhadap penicillin dan
erythromycin, sedangkan tingkat tertinggi dari resistensi terhadap
ciprofloxacin diduduki oleh Hong Kong.(2)
Penggunaan antibiotik dipengaruhi oleh beberapa faktor, seperti
pengetahuan dokter dan pasien tentang antibiotik, status ekonomi, masyarakat
dan kondisi karakteristik pelayanan sistem kesehatan, regulasi lingkungan di
suatu negara. Antibiotik yang digunakan secara bebas tanpa resep dokter,
sering menyebabkan kesalahan dalam penggunaannya, antara lain sering tidak
teratur makan obat dan tidak menyelesaikan pengobatan, karena sudah
merasa sembuh atau tidak mampu membiayai pengobatan sampai selesai.
Kondisi ini menyebabkan tidak tuntasnya proses eradikasi bakteri, yang
terjadinya proses mutasi kuman, sehingga menjadi kebal/ resistensi terhadap
antibiotik tersebut. Jika pasien terinfeksi kembali oleh bakteri yang sama
yang resistensi terhadap antibiotik atau jika bakteri tersebut menginfeksi
individu yang lain, maka pengobatannya menjadi sulit. Untuk mengatasi hal
ini diperlukan antibiotik golongan atau jenis lain, yang lebih sensitif dan lebih
mahal.(1)
2

Untuk melawan masalah-masalah yang disebabkan oleh muncul dan


menyebarnya resistensi antibiotik, pada tahun 2001, WHO meluncurkan
strategi global pertama yang dikenal sebagai WHO Global Strategy for
Containment of Antimicrobial Resistance. Hal ini menekankan bahwa
resistensi antibiotik merupakan masalah global yang harus diperhatikan
seluruh negara. Strategi tersebut menganjurkan intervensi yang dapat
memperlambat dan mengurangi penyebaran resistensi antibiotik. Intervensi
yang dapat diaplikasikan di seluruh negara tersebut berupa pengenalan
perundang-undangan dan peraturan mengenai perkembangan, perijinan,
distribusi dan perdagangan antibiotik. Namun, meskipun undang-undang
tersebut ada, masih banyak apotek di berbagai negara yang melakukan
pelanggaran terhadap peraturan-peraturan yang telah ditetapkan. (1)
Menurut Volpato, 74% dan 107 apotek yang dikunjungi di Joinville,
Brazil termasuk 88% apotek, yang didaftar oleh Municipial Health Secretary
bersedia untuk menjual antibiotik tanpa resep dokter.(3)
Di Indonesia, undang-undang yang mengatur penjualan antibiotik tertulis
dalam undang-undang obat keras St. No. 419 tgl.22 Desember 1949, yang
pada pasal 1 melampirkan bahwa salah satu obat keras adalah obat yang
mampu mendesinfeksi seperti antibiotik.(4)
Penelitian mengenai perdagangan bebas antibiotik di Indonesia masih
sangat sedikit, maka perlu dilakukan penelitian untuk mengetahui tingkat
pengetahuan masyarakat tentang penggunaan antibiotik yang diperoleh secara
bebas di Kecamatan Binjai Timur.

1.2 Rumusan Masalah


Tingginya prevalensi infeksi meningkatkan penggunaan antibiotik.
Penggunaan antibiotik diperoleh secara bebas tanpa resep dokter
3

mengakibatkan penggunaan yang tidak tepat indikasi, tidak tepat dosis, tidak
tepat cara dan waktu pemberiannya oleh pengguna. Hal ini menjadi salah satu
faktor penyebab meningkatnya resistensi kuman terhadap antibiotik. Oleh
karena itu ingin diketahui hubungan antara karakteristik masyarakat dengan
penggunaan antibiotik yang diperoleh secara bebas di Kecamatan Binjai
Timur.
1.3 Tujuan Penelitian
Tingkat pengetahuan masyarakat tentang penggunaan antibiotik yang
diperoleh secara bebas di Kecamatan Binjai Timur.
Tujuan khusus :
a. Untuk mengetahui tingkat pengetahuan masyarakat tentang antibiotik yang
dikonsumsi secara bebas.
b. Untuk mengetahui tingkat pendidikan masyarakat yang menggunakan
antibiotik secara bebas.
c. Untuk mengetahui penghasilan rata-rata golongan masyarakat yang
menggunakan antibiotik.
d. Untuk mengetahui jenis kelamin yang lebih sering menggunakan
antibiotik

1.4 Manfaat
a. Data atau informasi hasil penelitian ini dapat dimanfaatkan oleh Balai
Besar Pengawasan Obat dan Makanan (POM) Kota Binjai untuk lebih
memperhatikan penjualan antibiotik secara bebas yang tidak sesuai dengan
peraturan undang-undangan yang berlaku
b. Sebagai masukkan bagi pemerintah untuk lebih memperhatikan penerapan
undang-undang obat keras dalam suatu pelayanan kesehatan.
c. Sebagai masukkan bagi penyusunan/pelaksanaan program terhadap
penggunaan antibiotik yang rasional untuk masyarakat awam.
BAB II

2.1 Antibiotik
4

2.1.1 Defenisi
Pengertian antibiotik secara sempit adalah senyawa yang
dihasilkan berbagai jenis mikroorganisme (bakteri,fungi,aktinomisetes)
yang menekan mikroorganisme lainnya. Namun, penggunaannya secara
umum sering kali memperluas istilah antibiotik sehingga meliputi senyawa
antimikroba sintetik, seperti sulfonamide dan quinolone. Ratusan
antibiotik telah berhasil diidentifikasi dan dikembangkan sehingga dapat
dimanfaatkan dalam terapi penyakit infeksi.(5) Antibiotika adalah zat yang
dihasilkan oleh suatu mikroba, terutama fungi,, yang dapat menghambat
atau dapat membasmi mikroba jenis lain. Banyak antibiotic dewasa ini
dibuat secara semisintetik atau sintetik penuh. Namun dalam praktek
sehari – hari antimikroba sintetik yang tidak diturunkan dari produk
mikroba (misalnya sulfonamide dan kuinolon) juga sering digolongkan
sebagai antibiotik.(6)

2.1.2 Mekanisme Kerja


Cara kerjanya yang terpenting adalah perintangan sintesa protein,
sehingga kuman musnah atau tidak berkembang lagi, misalnya
kloramfenikol, tetrasiklin, aminoglikosida, makrolida dan linkomisin .(7)
Berdasarkan mekanisme kerjanya, antimikroba dibagi dalam lima
kelompok:
1.
Mengganggu metabolisme sel mikroba (sulfonamide dan trimetoprin)
2.
Menghambat sintesis dinding sel mikroba (penisilin dan sefalosporin)
3.
Mengganggu permeabilitas membrane sel mikroba (polimiksin, zat–zat
polien dan imidazol)
4.
Menghambat sintesis protein sel mikroba (erytrhtomycin, tetrasiklin
dan kloramfenikol)
5.
Menghambat sintesis atau merusak asam nukleat sel mikroba
(golongan kuinolon dan rifampisin).(6)
5

Mekanisme kerja setiap antibiotik berbeda-beda. Salah satu jenis


antibiotik misalnya peniciline, seperti semua antibiotik 1-laktam,
menghambat pertumbuhan bakteri dengan mengganggu reaksi
tranpeptidasi dalam sintesis dinding sel bakteri.(8) Berkhasiat bakterisid
dalam fase pertumbuhan kuman, berdasarkan penghambatan sintesa
peptidoglikan yang diperlukan kuman untuk ketangguhan dindingnya.
Kepekaannya terhadap beta-laktamse lebih rendah daripada penisilin.
Tetrasiklin mekanisme kerjanya berdasarkan diganggunya sintesa protein
kuman.(7) Kloramfenikol bekerja dengan menghambat sintesis protein
kuman, umumnya bersifat bakteriostatik. Pada konsntrasi yang tinggi
kloramfenikol kadang-kadang bersifat bakterisid.(6)Mekanisme kerja dari
sulfonamid menghambat sintesis asam nukleat dan menghambat
dihidropteroat sintase dan produksi folat. Trimetoprim secara selektif
menghambat asam dihidrofolat reduktase bakteri, yang mengubah asam
dihidrofolat menjadi asam tetrahidrofolat, suatu tahap menuju sintesis
purin dan pada akhirnya sintesis DNA. Mekanisme kerja Kuinolon
menyekat sintesis DNA bakteri dengan menghambat topoisomerase II
(DNA girase) dan topoisomerase IV bakteri. Mekanisme kerja rifampisin
sangat aktif terhadap sel yang sedang tumbuh. Kerjanya menghambat
DNA-dependent RNA polymerase dari mikobakteria dan mikroorganisme
lain dengan menekan mula terbentuknya (bukan pemanjangan) rantai
dalam sintesis RNA.(8) Polimiksin bersifat bakterisida. Polimiksin melekat
pada membrane sel bakteri yang kaya dengan fosfatidiletanolamin dan
mengganggu sifat osmotic serta mekanisme transport pada membran.(9)

2.1.3 Resistensi Antibiotik


Resistensi antibiotic merupakan suatu keadaan tidak terganggunya
mikroba oleh antimikroba. Resistensi antibiotik dapat terjadi karena
6

penyalahgunaan dan penggunaan antibiotik yang berlebihan, penggunaan


antibiotik yang tidak menyelesaikan pengobatan antibiotik, sehinga
bermutasi dan menjadi resisten.(10)
Agar suatu antibiotik ekfektif, antibiotik tersebut harus mencapai
targetnya, berikatan dengannya, dan mengganggu fungsinya. Resistensi
bakteri terhadap senyawa antimikorba terbagi dalam 3 kelompok umum
yaitu, obat tidak mencapai targetnya, obat tidak aktif, target berubah.(5)
Secara garis besar kuman dapat menjadi resisten terhadap suatu
antimikroba melalui tiga mekanisme :
a) Obat tidak dapat mencapai tempat kerjanya di dalam sel mikroba.(6)
Membran luar bakteri gram-negatif merupakan sawar permeabilitias
yang mencegah molekul-molekul polar berukuran besar memasuki sel.
Molekul – molekul polar berukuran kecil, termasuk banyak antibiotik,
masuk kedalam sel melalui saluran yang terbuat dari protein yang disebut
porin. Jika saluran porin yang tepat tidak ada, atau terjadi mutasi, atau
hilang, maka hal tersebut dapat memperlambat laju, atau sama sekali
mencegah masuknya obat kedalam sel, sehingga akan menurunkan
konsentrasi efektif obat pada lokasi trget. Jika targt berada dalam sel dan
obat memerlukan transport aktifuntuk melewati membrane sel, maka
mutasi atau kondisi lingkungan yang menghentikan mekanisme transport
ini dapat menyebabkan resistensi.(5)
b) Inaktifasi obat
Variasi dari mekanisme ini adalah gagalnya sel bakteri untuk
mengubah obat inaktif menjadi metabolit aktif. Perubahan pada target
tersebut dapat terjadi akibat mutasi target alami, modifikasi target, dan
substitusi target asal yang rentan dengan alternative lain yang resisten.
Mekanisme resistensi ini terjadi akibat menurunnya pengikatan obat oleh
target kritis atau substitusi dengan target baru yang tidak dapat mengikat
obat yang ditujukan untuk target asalnya. (5)
c) Mikroba mengubah tempat ikatan (dinding site) antimikroba
7

Mekanisme ini terlihat pada S. aureus yang resisten terhadap metisilin


(MRSA). Kuman ini mengubah Penicillin Binding Proteinnya (PBP)
sehingga afinitasnya menurun terhadap metisilin dan antibiotik beta
laktam yang lain.(6)

2.1.4 Efek Samping


Umumnya obat mempunyai lebih dari satu aksi atau efek. Kegunaan terapi
suatu obat tergantung selektifitas aksinya, sedemikan hingga merupakan
efek yang paling menonjol dan hanya pada suatu kelompok sel atau fungsi
organ. Efek atau aksi pokok adalah satu – satunya efek pada letak primer
bila ada satu efekyang digunakan untuk terapi disebut efek terapi.
Sedangkan efek samping adalah efek suatu obat yang tidak termasuk
kegunaan terapi.(11)
Efek samping penggunaan antimkroba dikelompokkan menurut :
(1) Reaksi alergi
Reaksi alergi dapat ditimbulkan oleh semua antibiotik dengan
melibatkan sistem imun tubuh hospes, terjadinya tidak bergantung pada
besarnya dosis obat. Manifestasi gejala dan derajat beratnya reaksi dapat
bervariasi.
(2) Reaksi idiosinkrasi
Gejala ini merupakan reaksi abnormal yang diturunkan secara genetic
terhadap pemberian antimikroba tertentu. Sebagai contoh, 10% pria
berkulit hitam akan mengalami anemia hemolitik berat bila mendapat
primakuin. Ini disebabkan mereka kekurangan enzim G6PD.

(3) Reaksi toksik


Pada umumnya bersifat toksik-selektif, tetapi sifat ini relative.efek
toksik pada hospes ditimbulkan oleh semua jenis antimikroba. Yang
8

mungkin dapat dianggap relative tidak toksik sampai kini ialah golongan
penisilin. Dalam menimbulkan efek toksik, masing – masing antimikroba
dapat memiliki predileksi terhadap organ atau sistem tertentu pada tubuh
hospes.
(4) Perubahan biologi dan metabolik pada hospes
Penggunaan antimikroba, tertutama yang berspektrum luas, dapat
mengganggu keseimbangan ekologik mikroflora sehingga jenis mkroba
yang meningkat jumlah populasinya dapat menjadi pathogen. Gangguan
keseimbangan ekologik mikroflora normal dapat terjadi di saluran cerna,
nafas dan kelamin, dan pada kulit. Pada beberapa keadaan perubahan ini
dapat terjadi menimbulkan super infeksi yaitu suatu infeksi baru yang
terjadi akibat terapi infeksi primer dengan suatu antimikroba. Mikroba
penyebab superinfeksi biasanya ialah jenis mikroba yang menjadi
dominan pertumbuhannya akibat penggunaan antimikroba, umpamanya
candidiasis sering timbul sebagai akibat penggunaan antibiotic
berspektrum luas, khususnya tetrasiklin.(6)

2.1.5 Faktor Pasien Yang Mempengaruhi Farmakodinamik Dan


Farmakokinetik
Adapun yang mempengaruhi farmakodinamik dan farmakokinetik
obat sebagai berikut :
 Umur
Neonatus pada umumnya memiliki organ atau sistem tubuh yang
belum berkembang sepenuhnya. Umpamanya fungsi glukuronidasi oleh
hepar belum cukup lancar, sehingga memudahkan terjadinya efek toksik
oleh kloramfenikol. Orang yang berusia lanjut seringkali mengalami
kemunduran fungsi organ atau sistem tertentu, sehingga reaksi tubuh
terhadap pemberian obat berubah, baik dalam segi farmakodinamik
maupun segi farmokinetik. Untuk kedua golongan umur tersebut di atas,
posologi obat, termasuk antimikroba, harus disesuaikan dengan keadaan
masing – masing.(6)
9

 Kehamilan
Pemberian obat pada ibu hamil harus disertai pertimbangan
kemungkinan terjadinya efek samping pada ibu maupun pada janin. Ibu
hamil pada umumnya lebih peka terhadap pengaruh obat tertentu,
termasuk antimikroba. Sedangkan kemungkinan timbulnya pada fetus,
tergantung pada daya obat menembus sawar uri serta usia janin. Pemberian
streptomisin pada ibu yang hamil tua dapat menimbulkan ketulian pada
bayi yang dilahirkan, sedangkan pemberian antimikroba pada kehamilan
trisemester pertama harus diingat bahaya teratogenesisnya. (6)
 Genetik
Adanya perbedaan antar ras dapat menimbulkan perbedaan reaksi
terhadap obat. Sebagai contoh defisiensi enzim G6PD dapat menimbulkan
hemolisis akibat pemberian sulfonamid, kloramfenikol, dapson atau
nitrofurantoin.(6)
 Keadaan Patologik Tubuh Hospes
Keadaan patologik tubuh hospes dapat mengubah farmakodinamik
dan farmakokinetik antimikroba tertentu. Keadaan fungsi hati dan ginjal
penting diketahui dalam pemberian obat, termasuk pemberian
antimikroba, sebab kedua organ tersebut berpengaruh besar pada
farmakokinetik obat. Gangguan pada hepar dapat menyebabkan gangguan
pada biotransformasi maupun pada ekskresi obat melalui empedu. Jadi,
sama dengan pemberian obat lain, pada pemberian antimikroba sebaiknya
selalu diperhatikan kemungkinan adanya gangguan fungsi organ atau
sistem tubuh, khususnya hati dan ginjal, guna mendapatkan efek terapi
optimal.(6)

2.1.6 Sebab Kegagalan Terapi


Adapun sebab kegagalan terapi sebagai berikut :
10

 Dosis yang kurang


Dosis suatu antimikorba seringkali tergantung dari tempat infeksi,
walaupun kuman penyebabnya sama. Sebagai contoh dosis penisiline G
yang diperlukan untuk mengobati meningitis oleh pneumokokus jauh lebih
tinggi daripada dosis yang yang diperlukan untuk pengobatan infeksi
saluran nafas bawahyang disebakan oleh kuman yang sama.(6)
 Masa terapi yang kurang
Konsep lama yang menyatakan bahwa untuk tiap jenis infeksi
perlu diberikan AM tertertun selama jangka waktu tertentu kini telah
ditinggalkan. Pada umumnya para ahli cenderung melakukan
individualisasi masa terapi, yang sesuai dengan tercapai respons klinik
yang memuaskan.(6)
 Adanya faktor mekanik
Abses, benda asing, jaringan nekrotik, sekuester tulang, batu
saluran kemih, mukus yang banyak, dan lain-lain, merupakan faktor –
faktor yang dapat menggagalkan terapi dengan antimikroba. Tindakan
mengatasi faktor mekanik tersebut yaitu pencucian luka, debridemen,
insisi, dan lain – lain, sangat menentukan keberhasilan mengatasi infeksi.(6)
 Kesalahan dalam menetapkan etiologi
Demam tidak selalu disebabkan oleh kuman. Virus, jamur, parasit,
reaksi obat, dan lain – lain dapat meningkatkan suhu badan. Pemberian
antimikroba yang lazim diberikan dalam keadaan ini tidak bermanfaat.(6)
 Faktor farmakokinetik
Tidak semua bagian tubuh dapat ditembus dengan mudah oleh
antimikroba. Jaringan prostat ialah contoh organ yang sulit dicapai oleh
kebanyakan obat dengan kadar yang adekuat.(6)

 Pilihan AM yang kurang tepat


11

Suatu daftar antimikroba yang dinyatakan efektif dalam uji


kepekaan tidak dengan sendirinya menyatakan bahwa setiap antimikroba
yang tercantum itu akan memberi efektivitas klinik yang sama.(6)
 Faktor pasien
Keadaan umum yang buruk dan gangguan mekanisme pertahanan
tubuh (selular dan humoral merupakan faktor penting yang menyebabkan
gagalnya terapi antimikroba.(6)

2.1.7 Penggunaan Antimikroba Di Klinik


Adapun penggunaan antimikroba di klinik
1. Indikasi
Penggunaan terapeutik antimikroba di klinik bertujuan membasmi
mikroba penyebab infeksi. Penggunaan antimikroba ditentukan
berdasarkan indikasi dengan mempertimbangkan faktor – faktor berikut :
 Gambaran klinik penyakit infeksi, yakni efek yang ditimbulkan
oleh adanya mikroba dalam tubuh hospes, dan bukan berdasarkan
atas kehadiran mikroba tersebut semata-mata
 Efek terapi antimikroba pada penyakit infeksi diperoleh hanya
sebagai akibat kerja antimikroba terhadap biomekanisme mikroba,
dan tidak terhadap biomekanisme tubuh hospes
 Antimikroba dapat dikatakan bukan merupakan “obat penyembuh”
penyakit infeksi dalam arti kata sebenarnya. Antimikroba hanyalah
menyingkatkan waktu yang diperlukan tubuh hospes untuk sembuh
dari suatu penyakit infeksi.
Gejala demam yang merupakan salah satu gejala sistemik penyakit
infeksi paling umum, tidak merupakan indikator yang kuat untuk
pemberian antimikroba. Pemberian antimikroba berdasarkan adanya
demam tidak bijaksana, karena :
12

 Pemberian antimikroba yang tidak pada tempatnya dapat


merugikan pasien ( berupa efek samping ), dan masyarakat
sekitarnya ( berupa masalah resistensi )
 Demam dapat disebabkan oleh penyakit – penyakit infeksi virus,
yang cukup tinggi angka kejadiannya dan tidak dipercepat
penyembuhannya dengan pemberiaan antimikroba yang lazim
 Demam dapat juga terjadi pada penyakit noninfeksi, yang dengan
sendirinya bukan indikasi pemberian antimikroba.
Kesimpulannya indikasi untuk memberikan antimikroba pada seorang
pasien haruslah dipertimbangkan dengan seksama, dan sangat tergantung
pada pengalaman pengamatan klinik dokter yang mengobati pasien.(6)

2. Pilihan Antimikroba Dan Posologi


Memilih antimikroba yang didasarkan atas luas spektrum
antimikrobanya, tidak dibenarkan karena hasil terapi tidak lebih unggul
daripada hasil terapi dengan antimikroba berspektrum sempit, sedangkan
superinfeksi lebih sering terjadi dengan antimikroba berspektrum luas.
Antimikroba yang mutakhir misalnya sefalosporin generasi III,
fluorokuinolon, aminoglikosida yang baru dll, tidak terlalu sering
digunakan untuk keperluan rutin. Tindakan ini perlu untuk menjaga supaya
tetap tersedia antimikroba efektif bila timbul masalah resistensi dalam
kurun waktu tertentu.
Keadaan tubuh hospes perlu dipertimbangkan untuk dapat memilih
antimikroba yang tepat. Untuk pasien penyakit infeksi yang juga
berpenyakit ginjal misalnya, jika diperlukan jenis tetrasiklin sebagai
antimikroba maka sebaiknya dipilih doksisiklin yang paling aman di
antara tetrasiklin lainnya.(6)
3. Kombinasi Antimikroba
Kombinasi antimikroba yang digunakan menurut indikasi yang tepat
dapat memberi manfaat klinik yang besar. Terapi kombinasi antimikroba
yang tidak terarah akan meningkatkan biaya dan efek samping, menseleksi
13

galur kuman yang resisten terhadap banyak antimikroba, dan tidak


meningkatkan efektivitas terapi. Indikasi penggunaan kombinasi :

Pengobatan infeksi campuran
Beberapa infeksi tertentu dapat disebabkan oleh lebih dari satu
jenis mikroba yang peka terhadap antimikroba yang berbeda. Dalam
hal ini diperlukan pemberian pemberian kombinasi antimikroba
sesuai dengan kepekaan kuman – kuman penyebab infeksi campuran
tersebut.

Pengobatannya awal pada infeksi berat yang etiologinya belum jelas
Beberapa infeksi berat misalnya septikemia, meningitis
purulenta dan infeksi berat lainnya memerlukan kombinasi
antimikroba, karena keterlambatan pengobatan dapat membahayakan
jiwa pasien, sedangkan kuman penyebab belum diketahui.
Kombinasi antimikroba disini diberikan dalam dosis penuh. Bila
hasil pemeriksaan mikrobiologi telah diperoleh maka antimikroba
yang tidak diperlukan dapat dihentikan pemberiaannya.

Mendapatkan efek sinergi
Sinergime terjadi bila kombinasi antimikroba menghasilkan efek
yang lebih besar daripada sekedar efek aditif saja terhadap kuman
tertentu.

Memperlambat timbulnya resistensi
Bila mutasi merupakan mekanisme timbulnya resistensi
terhadap suatu antimikroba maka secara teoritis kombinasi
antimikroba merupakan cara efektif untuk memperlambat resistensi.
(6)

4. Profilaksis Antimikroba
Secara garis besar profilaksis antimikroba untuk kasus bukan bedah
diberikan untuk 3 tujuan :

Melindungi seseorang yang terpajan ( exposed ) kuman tertentu
14


Mencegah infeksi bakterial sekunder pada seseorang yang sedang
menderita penyakit lain

Mencegah endokarditis pada pasien kelainan katup atau struktur
jantung lain yang akan menempuh prosedur yang sering
menimbulkan bakterimia.(6)

2.2 Epidemiologi Kejadian Resistensi Bakteri Terhadap Antibiotik


Menurut suatu penelitian di 11 Negara Asia, dan 685 jenis bakteri
Streptococcus Pneumoniae yang berasal dari 11 Negara di Asia diperoleh
bahwa bakteri dan Vietnam memiliki prevalensi resistensi tertinggi
terhadap Peniciline (71,4%), diikuti oleh Korea (54,8%), Hong Kong
(43,2%), dan Taiwan (38,6%). Selain itu prevalensi resistensi terhadap
Erythromycine juga sangat tinggi di Vietnam (92,1%), Taiwan (86%),
Korea (80.6%), Hong Kong (76,8%), dan Cina (73,9%). Untuk
Ciprofloxacin, prevalensi resistensi terhadap antbiotik menunjukan Hong
Kong menduduki tingkat tertinggi (11,8%), kemudian Sri Lanka (9,5%),
Filiphina (9,1%), dan Korea (6,5%).(2)

2.3 Peraturan Mengenai Distribusi Antibiotik


Peraturan mengenai distribusi antibiotik di Indonesia tertulis dalam
undang – undang St. No. 419 tgl. 22 Desember 1949 tenang obat keras.
Antibiotik termasuk salah satu jenis obat – obat keras, hal ini dijelaskan
dalam pasal 1 ayat 1a yang berbunyi: “Obat – obat keras yaitu obat –
obatan yang tidak digunakan untuk keperluan tekhnik, yang mempunyai
khasiat mengobati, menguatkan, membaguskan, mendesinfeksikan dan
lain – lain tubuh manusia, baik dalam bungkusan maupun tidak, yang
ditetapkan oleh Secretaris Van Staat, Hoofd van het Departement van
Gesondheid, menurut ketentuan pada Pasal 2.”Pada ayat 1k dilampirkan
bahwa obat – obat keras terbagi dalam dua daftar yaitu : daftar obat-obatan
G ( berbahaya ) dan daftar obat – obatan W ( peringatan ). Antibiotik
15

termasuk dalam daftar obat – obatan G di mana pada kemasannya terdapat


label lingkaran merah dengan huruf K ditengahnya.
Peraturan mengenai distribusi obat – obat keras daftar G tertulis dalam
pasal 3 dan 5 yaitu :
2.3.1 Pasal 3
2.3.1.1. Penyerahan persediaan untuk penyerahan dan penawaran untuk
penjualan dan bahan – bahan G, demikian pula memiliki bahan – bahan ini
dalam jumlah sedemikian rupa sehingga secara normal tidak dapat
diterima bahwa bahan – bahan ini hanya diperuntukkan pemakaian pribadi,
adalah dilarang, larangan ini tidak berlaku untuk pedagang – pedagang
besar yang diakui. Apoteker – apoteker, yang memimpin Apotek dan
Dokter Hewan.
2.3.1.2. Penyerahan dan bahan – bahan G, yang menyimpang dan resep
Dokter, Dokter Gigi, Dokter Hewan dilarang, larangan ini tidak berlaku
bagi penyerahan kepada pedagang – pedagang besar yang diakui,
Apoteker-apoteker, Dokter – dokter Gigi dan Dokter – dokter Hewan
demikian juga tidak terhadap penyerahan – penyerahan menurut ketentuan
pada pasal 7 ayat 5.
2.3.1.3. Larang – larang yang diamksud pada ayat – ayat tersebut diatas
tidak berlaku untuk penyerahan obat – obat sebagaimana dimaksudkan
Pasal 49 ayat 3 dan 4 dan Pasal 51 dan “Reglement D.V.D.”.
2.3.1.4. See.V.St. dapatmenetapkan bahwa sesuatu peraturan sebagaimana
dimaksudkan pada ayat 2, jika berhubungan dengan penyerahan obat-
obatan G yang tertentu yng ditunjukkan olehnya harus ikut ditandatangani
oleh seorang petugas khusus yang ditunjuk. Jika tanda tangan petugas ini
tidak terdapat maka penyerahan obat – obatan G itu dilarang.
2.3.2. Pasal 5
2.3.2.1. Pemasukan, Pengeluaran, Pengangkutan, atau suruh mengangkut
bahan – bahan G dilarang, terkecuali dalam jumlah yang sedemikian rupa
sehingga secara normal dapat diterima bahwa bahan – bahan ini hanya
diperuntukkan pemakaian pribadi.
16

2.3.2.2. Larangan ini tidak berlaku jika tindakan ini dijalankan oleh
pemerintah atau pedagang – pedagang besar yang diakui atau
pengangkutan – pengangkutan oleh Apoteker – apoteker, Dokter – dokter
yang memimpin Apotek dan Dokter Hewan.
2.3.2.3. Dalam soal – soal khusus, Inspektur Farmasi D.V.G. di Jakarta
dapat memberikan kelonggaran penuh atau sebagian terhadap larangan ini.

Pada pasal 12 tertulis bahwa jika terjadi pelanggaran terhadap pasal –


pasal tersebut maka pelaku akan dikenai hukuman penjara setinggi-
tingginya 6 bulan atau denda uang setinggi – tingginya 5000 golden.(4)

2.4 Kerangka Teori


Kerangka toeri dalam penelitian ini adalah :

Pengetahuan

Pemberian
antibiotik Tanpa resep Resistensi
17

BAB III
METODE PENELITIAN

3.1 Kerangka Konsep Penelitian


Kerangka konsep penelitian mengenai tingkat pengetahuan tingkat
pengetahuan masyarakat Kecamatan Binjai Timur tentang antibiotik yang
diperoleh secara bebas sebagai berikut :
Karakteristik data penelitian

Masyarakat
Tingkat pengetahuan
Antibiotik diperoleh masyarakat Kecamatan
secara bebas Binjai Timur tentang
antibiotik yang
Kuesioner diperoleh secara bebas
penelitian
3.2 Defenisi Operasional
Pengetahuan masyarakat adalah kumpulan informasi tentang
antibotik yang diperoleh secara bebas oleh masyarakat Kecamatan Binjai
Timur, yang diukur dengan menggunakan kuesioner rancangan penulis
dengan sekala ukur.
Aspek pengukuran yang dilakukan berdasarkan jawaban responden
dan seluruh pertanyaan pengetahuan yang diberikan dalam bentuk pilihan
ganda. Jawaban yang tepat diberi nilai 1, dan jawaban yang tidak tepat
akan diberi nilai 0. Dari penetapan nilai tersebut, maka menjumlahkan
skor yang didapat dan dibuat persentase sebagai berikut :
Rumus :

x
S x 100%
r

Keterangan :
S = skor
x = Jawaban yang benar
r = jumlah nilai maksimum (10).
Selanjutnya pengetahuan dikategorikan sebagai berikut :
1. Baik, apabila total skor jawaban benar > 7
18

2. Sedang, apabila total skor jawaban benar 4-7


3. Buruk, apabila total skor jawaban benar < 4

3.3 Desain atau jenis penelitian


Dalam penelitian ini menggunakan desain deskriptif yaitu suatu
metode penelitian yang dilakukan untuk mendeskriptifkan atau
menggambarkan suatu keadaan secara objektif.

3.4 Lokasi dan Waktu Penelitian


3.4.1 Lokasi Penelitian
Penelitian ini dilakukan di Kecamatan Binjai Timur pada tahun
2012.
3.4.2 Waktu Penelitian
Penelitian ini akan dilaksanakan pada bulan Februari-Maret 2012.
3.5 Populasi dan Sampel Penelitian
Populasi yang digunakan dalam penelitian adalah seluruh warga di
Kecamatan Binjai Timur, yang berjumlah 51367 warga dengan catatan laki
- laki : 25137 dan perempuan : 26230 orang. Hasil populasi ini diambil
dari 7 Kelurahan :
Kelurahan Tanah Tinggi berjumlah : 7207 orang
Kelurahan Timbang Langkat berjumlah : 4368 orang
Kelurahan Mencirim berjumlah : 8707 orang
Kelurahan Tunggurono berjumlah : 8224 orang
Kelurahan SM Rejo berjumlah : 8611 orang
Kelurahan Dataran Tinggi berjumlah : 5362 orang
Kelurahan Sumber Karya berjumlah : 8888 orang
Jumlah sampel diambil secara proposional dengan tekhnik
pengambilan sampel secara acak sederhana (simple random sampling).
Cara menentukan besar sampel sebagai berikut:
Dalam penelitian ini, sampel diambil dengan menggunakan rumus sebagai
berikut :

Keterangan :
N = jumlah Populasi
n = jumlah Sampel
19

d = derajat kesalahan yang diinginkan = 0,1

Berdasarkan rumus tersebut dapat dicari jumlah sampelnya,


maka :

n = 99,80
n adalah jumlah sampel yang dibutuhkan untuk penelitian ini yaitu
sebanyak 100 orang yang diambil dengan menggunakan metode
probabbility sampling dengan tekhnik simple random sampling.

3.6 Tekhnik Pengumpulan Data


Metode pengumpulan data dalam penelitian ini dengan
menggunakan kuesioner yang telah dirancang dan disiapkan oleh peneliti,
dan diberikan kepada respon yang terpilih.

3.7 Pengolahan dan Analisis Data


a. Editing : untuk kelengkapan konsisten dan kesesuaian antara karakter
yang diperlukan untuk menjawab tujuan penelitian.

b. Coding : untuk menguantifikasi data kuantitatif atau untuk


membedakan aneka karakter. Pemberian kode ini sangat diperlukan
terutama dalam rangka pengolahan data, baik secara manual atau
dengan menggunakan komputer.

c. Cleaning : pemeriksaan data yang sudah dimasukkan ke dalam


program komputer guna menghindari terjadinya kesalahan pada
pemasukan data.

d. Tabulasi : data yang terkumpul dibuat dalam bentuk tabel dan grafik.
20

Data yang dikumpulkan dari hasil quesioner kemudian diolah dengan


metode komputer program SPSS 17.0 release for Windows (Stastitical
Product and Service Solution). Kemudian data dianalisis secara deskriptif.

3.8 Kerangka Operasional

Warga yang membeli antibiotik


secara bebas

Populasi

Sampel

Pengumpulan dan pengolahan data


21

Analisis data

3.9 Jadwal Pelaksanaan


Tabel 3.1. Jadwal Pelaksanaan
No Jadwal Kegiatan Waktu
1. Penyusunan proposal April 2011
2. Seminar proposal Juli 2011
3. Pengambilan data Februari 2012
4. Pengolahan data Februari 2012
5. Analisis data Maret 2012
6. Seminar hasil April 2012

BAB 4
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

4.1 Hasil Penelitian


4.1.1 Deskripsi Lokasi Penelitian
Ditinjau dari letak geografisnya, Kecamatan Binjai Timur termasuk
didalam kota Binjai dengan luas wilayah 21,70 Km2. Luas wilayah
kecamatan ini banyak digunakan untuk pemukiman dan sarana umum
(kantor, sekolah, tempat ibadah, dan sebagainya). Kelurahan ini dibatasi
oleh wilayah-wilayah sebagai berikut.
a. Sebelah utara berbatasan dengan Binjai utara
b. Sebelah barat berbatasan dengan Binjai kota
c. Sebelah Selatan berbatasan dengan Binjai selatan
d. Sebelah timur berbatasan dengan Kecamatan sunggal

4.1.2 Deskripsi Karakteristik Responden


22

Responden yang diteliti dalam penelitian ini berjumlah 100 orang


yang membeli antibiotik secara bebas di lingkungan masyarakat
Kecamatan Binjai Timur. Data gambaran Karakteristik responden yang
diamati adalah usia, pendidikan dan pekerjaan.

Tabel 4.1 Distribusi Responden Berdasarkan Umur


Umur Responden (Tahun) Frekuensi (Orang) %
17-21 21 21%
22-26 18 18%
27-31 4 4%
32-36 8 8%
37-41 15 15%
42-46 13 13%
47-51 10 10%
52-56 6 6%
>57 5 5%
Total 100 100%

Dari tabael 4.1 tentang distribusi responden berdasarkan umur


diketahui bahwa sampel yang diteliti berusia 17- 57 tahun keatas, dengan
jumlah terbanyak pada kelompok usia 17-21 tahun, yaitu sebanyak 21
23

orang (21%) diikuti dengan kelompok usia 22-26 tahun sebanyak 18


orang (18%).

Tabel 4.2 Distribusi Responden Berdasarkan Tingkat Pendidikan


Tingkat Pendidikan Frekuensi (Orang) %
SD 7 7%
SMP/Sederajat 7 7%
SMA/Sederajat 39 39%
Perguruan Tinggi/Sederajat 47 47%
Total 100 100%

Dari tabael 4.2 tentang distribusi responden berdasarkan tingkat


pendidikan diketahui bahwa sebagian besar responden dalam penelitian
memiliki tingkat pendidikan Perguruan tinggi 47 orang (47%),dan 39
orang (39%) memiliki tingkat pendidikan SMA/Sederajat.
Tabel 4.3 Distribusi Responden Berdasarkan Pekerjaan
Pekerjaan Responden Frekuensi (Orang) %
PNS 26 26%
Wiraswasta 37 37%
Ibu Rumah Tangga 8 8%
Lain-lain 29 29%
Total 100 100%

Dari tabael 4.3 tentang distribusi responden berdasarkan pekerjaan


diketahui sebanyak 37 orang (37%) responden adalah wiraswasta.
Sebanyak 29 orang (29%) responden pekerjaannya dibidang lain, 26 orang
(26%) responden adalah PNS dan 8 orang (8%) responden adalah ibu
rumah tangga.

4.1.3 Tingkat Pengetahuan Masyarakat Tentang Antibiotik Yang


Diperoleh Secara Bebas Di Kecamatan Binjai Timur

Tabel 4.3 Distribusi Responden Berdasarkan Pertanyaan Kuesioner


24

No Pertanyaan Pengetahuan Salah Benar Jumlah


(Skor 0) (Skor 1) Total
N % N % N %
1 Pengertian antibiotik 47 47% 53 53% 100 100%
2 Penggunaan antibiotik 36 36% 64 64% 100 100%
3 Penyakit yang memerlukan 50 50% 50 50% 100 100%
antibiotik
4 Asal petunjuk antibiotik 6 6% 94 94% 100 100%
5 Efek penggunaan antibiotik 23 23% 77 77% 100 100%
yang tidak tepat dosis
6 Penghentian penggunaan 78 78% 22 22% 100 100%
antibiotik
7 Efek samping antibiotik 57 57% 43 43% 100 100%
8 Pasien yang tidak selamanya 46 46% 54 54% 100 100%
boleh dan harus berhati-hati
dalam pemberian antibiotik
9 Tempat penyimpanan 11 11% 89 89% 100 100%
antibiotik
10 Golongan obat antibiotik 81 81% 19 19% 100 100%

Dari tabel 4.4 dapat diketahui bahwa mayoritas responden


menjawab salah pada pertanyaan 10, yaitu sebanyak 81 orang (81%)
responden, pertanyaan 6 sebanyak 78 orang (78%) responden dan
pertanyaan 7 sebanyak 57 orang (57%) responden. Mayoritas responden
menjawab benar pada pertanyaan 4 sebanyak 94 orang (94%) responden,
pertanyaan 9 sebanyak 89 orang (89%) responden dan pertanyaan 5
sebanyak 77 orang (77%) responden.

Tabel 4.4 Distribusi Responden Berdasarkan Tingkat Pengetahuan


Tingkat Pengetahuan Frekuensi (Orang) %
Baik 24 24%
Sedang 60 60%
Buruk 16 16%
Total 100 100%
25

Pada tabel 4.5 tentang distribusi responden berdasarkan tingkat


pengetahuan, dapat diketahui bahwa sebagian besar responden dalam
penelitian ini memiliki pengetahuan yang sedang mengenai penggunaan
antibiotik yaitu sebanyak 60 orang (60%) responden. Kemudian,24 orang
(24%) responden memiliki tingkat pengetahuan baik, sedangkan 16 orang
(16%) responden memiliki tingkat pengetahuan buruk.

4.2 Pembahasan
Pertanyaan dalam kuesioner ini bertujuan untuk mengetahui pengetahuan
responden mengenai penggunaan antibiotik pada masyarakat. Hal-hal yang
ditanyakan antara lain pengertian antibiotik (pertanyaan 1), penggunaan
antibiotik (pertanyaan 2),penyakit yang memerlukan antibiotik (pertanyaan 3),
asal petunjuk antibiotik (pertanyaan 4), efek penggunaan antibiotik yang tidak
tepat dosis (pertanyaan 5), penghentian penggunaan antibiotik (pertanyaan 6),
efek samping antibiotik (pertanyaan 7), pasien yang tidak selamanya boleh
dan harus berhati-hati dalam pemberian antibiotik (pertanyaan 8), tempat
penyimpanan antibiotik (pertanyaan 9), golongan obat antibiotik (pertanyaan
10).
Dari hasil penelitian (tabel 4.4) diketahui bahwa sebagian besar 53%
responden sudah mengerti tentang pengertian antibiotik. 64% responden sudah
mengetahui tentang penggunaan antibiotik. Hanya sebagian 50% responden
mengetahui tentang penyakit yang memerlukan antibiotik. Mayoritas 94%
responden mengetahui asal petunjuk antibiotik, serta 77% responden
mengetahui efek penggunaan antibiotik yang tidak tepat dosis. Mayoritas 78%
responden tidak mengetahui kapan penghentian penggunaan antibiotik
dilakukan, dan sebagian besar 57% responden tidak mengetahui efek samping
antibiotik. Sebagian besar 54% responden sudah mengetahui tentang pasien
yang tidak selamanya boleh dan harus berhati-hati dalam pemberian antibiotik
dan mayotias besar 89% responden mengetahui dimana tempat penyimpanan
26

antibiotik. 81% responden tidak mengetahui antibiotik termasuk golongan


obat berbahaya.
Menurut pendapat notoadmodjo (2003) bahwa pengetahuan seseorang
dapat dipengaruhi oleh faktor umur, tingkat pendidikan, penghasilan dan
sumber informasi yang digunakannya. Bertambahnya umur seseorang dapat
berpengaruh pada peningkatan pengetahuan yang diperolehnya, akan tetapi
pada umur tertentu atau menjelang usia lanjut kemampuan dalam menerima
dan mengingat suatu pengetahuan akan berkurang. Pada penelitian ini,
mayoritas responden berada dalam kelompok umur 17-21 tahun (21%) dan
kelompok umur 22-26 tahun (18%). Berdasarkan tingkat pendidikan,
mayoritas responden memiliki tingkat pendidikan Perguruan tinggi 47% dan
SMA 39% . Hal ini juga yang menyebabkan mayoritas responden memiliki
pengetahuan kategori sedang terhadap penggunaan antibiotik yang diperoleh
secara bebas.
27

BAB 5
KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan
Dari uraian-uraian yang telah dipaparkan sebelumnya, maka dalam
penelitian ini dapat diambil kesimpulan bahwa tingkat pengetahuan
masyarakat tentang penggunaan antibiotik yang diperoleh secara bebas di
Kecamatan Binjai Timur pada umumnya berada di tingkat pengetahuan
sedang, yaitu sebanyak 60 orang (60%) responden.

5.2 Saran
Dari seluruh proses penelitian yang telah dijalani oleh penulis dalam
menyelesaikan penelitian ini, maka dapat diungkapkan beberapa saran yang
mungkin dapat bermanfaat bagi semua pihak yang berperan dalam penelitian
ini. Adapun saran tersebut, yaitu :
1. Diharapkan kepada Dinas Kesehatan Kota Binjai, khususnya pusat
pelayanan kesehatan yang memiliki wilayah kerja di Kecamatan Binjai
Timur untuk lebih meningkatkan kegiatan penyuluhan mengenai
penggunaan antibiotik yang diperoleh secara bebas di masyarakat.
2. Diharapkan kepada pembina puskesmas setempat agar membentuk dan
mendidik kader-kader khusus untuk menebarkan informasi mengenai
28

efek penggunaan antibiotik yang diperoleh di masyarakat sehingga dapat


menurunkan angka resistensi terhadap antibiotik.
3. Bagi peneliti selanjutnya dengan masalah yang sama, diharapkan agar
lebih memperdalam cakupan penelitiannya, khususnya dalam hal
pengetahuan masyarakat tentang penggunaan antibiotik yang diperoleh
secara bebas, sehingga dapat lebih bermanfaat dalam perkembangan
ilmu pengetahuan.

DAFTAR PUSTAKA
1. Antimicrobial Resistance: World Health Organization; 2002.

2. J S, S J, Kwan SK, Na YK, Jun SS, Chang H, et al. High Prevalence of


Antimicrobial Resistance among Clinical Streptococcus Pneumoniae Isolates in
Asia. AAC. 2004; 48(6): p. 2101-7.

3. Volpato DE, Souza BV, Rosa LGD, Melo LH, Daudt CAS, Deboni L. Use of
Antibiotics without Medical Prescription. BJID. 2005; 9(4).

4. Jateng D. Undang - Undang Obat Keras, St. No. 419 tgl 22 Desember 1949.
[Online].; 2007 [cited 1949 Desember 22. Available from: HYPERLINK
"http:///www.dinkesjatengprov.go.id/dinkes07/uuIUU-ObatKeras.pdf"
http:///www.dinkesjatengprov.go.id/dinkes07/uuIUU-ObatKeras.pdf .

5. Hardman JG, Limbird LE, editors. Goodman & Gilman Dasar Farmakologi
Terapi. 10th ed. Jakarta: EGC; 2008.

6. Farmakologi Dan Terapi. 5th ed. Jakarta: Departemen Farmakologi Dan


Terapeutik Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia; 2009.

7. Tjay TH, Rahardja K. Obat - Obat Penting Khasiat, Penggunaan, Dan Efek -
Efek Sampingnya. 6th ed. Jakarta: PT Elex Media Komputindo; 2008.

8. Katzung BG. Farmakologi Dasar & Klinik. 10th ed. Jakarta: EGC; 2010.

9. Katzung BG. Farmakologi Dasar & Klinik. 6th ed. Jakarta: EGC; 1998.

10 Ballington DA, Laughlin MM. Antibiotics. In: Pharmacology of Technicians.


2nd ed. Delhi: New Age international; 2005.
29

11 Anief M. Apa Yang Perlu Diketahui Tentang Obat. 3rd ed. Yogyakarta: Gadjah
. Mada university Press; 1997.

12 Katzung BG. Farmakologi Dasar & Klinik. 8th ed. Jakarta: Salemba Medika;
. 2004

I. DATA PRIBADI
Nama :
Jenis kelamin : Pria / Wanita
Umur : Tahun
Agama :
Pendidikan : SD / SMP / SMA / Perguruan Tinggi
Pekerjaan :
Penghasilan :
II. PERTANYAAN PENGETAHUAN
Petunjuk: Jawablah pertanyaan yang benar sesuai dengan apa yang anda ketahui.

1. Antibiotik adalah.......
B. Obat untuk membunuh kuman
C. Obat untuk membunuh virus
D. Obat untuk menurunkan demam

2. Antibiotika digunakan untuk ...


A. Penyakit-penyakit karena infeksi karena bakteri
B. Asma
C. Kanker
30

3. Menurut anda penyakit dibawah ini yang memerlukan antibiotika


adalah .....
A. TBC (tuberkulosis paru)
B. Asma
C. Kanker

4. Dari manakah petunjuk antibiotik didapatkan.....


A. Petunjuk dokter
B. Petunjuk Suster
C. Petunjuk masyarakat
5. Apa yang akan terjadi jika penggunaan antibiotika tidak tepat dosis
ataupun cara pemilihannya ?
A. kuman akan kebal terhadap antibiotika
B. kuman menjadi lbih mudah terbunuh oleh antibiotika
C. jumlah kuman berkurang

6. Kapan sebaiknya penggunaan antibiotika dihentikan ?


A. jika obat sudah habis
B. jika gejala klinis sudah hilang
C. jika ada efek samping

7. Efek samping dari antibiotika adalah...


A. reaksi alergi dan toksik
B. mual dan muntah
C. pingsan

8. Antibiotika tidak selamanya boleh diberikan dan harus berhati-hati pada


pasien..
A. ibu hamil dan orang tua
B. Pasien yang sistem imunnya rendah seperti pada HIV/AIDS
C. bayi
31

9. Dimanakah tempat pnyimpanan antibiotika yang baik...


A. terhindar dari sinar matahari
B. boleh terkena sinar matahari asal jangan terlalu lama
C. tempat lembab

10. Antibiotik termasuk jenis obat golongan.....


A. berbahaya
B. peringatan
C. tidak berbahaya

Anda mungkin juga menyukai