Anda di halaman 1dari 2

Biografi Mohammad Yamin (Sastrawan Angkatan Balai Pustaka)

Prof. Mr. Mohammad Yamin, S.H. (lahir di Talawi, Sawahlunto, Sumatra Barat, 24


Agustus1903 dan meninggal di Jakarta, 17 Oktober 1962 pada umur 59 tahun) adalah
sastrawan, sejarawan, budayawan, politikus, dan ahli hukum yang telah dihormati
sebagai pahlawan nasional Indonesia. Ia merupakan salah satu perintis puisi modern
Indonesia dan pelopor Sumpah Pemuda sekaligus "pencipta imaji keindonesiaan"
yang mempengaruhi sejarah persatuan Indonesia.

Hasil karya M. Yamin dari tahun 1922 sampai 1960 adalah sebagai berikut:

1. Tanah Air (puisi), 1922


2. Indonesia, Tumpah Darahku, 1928
3. Kalau Dewa Tara Sudah Berkata (drama), 1932
4. Ken Arok dan Ken Dedes (drama), 1934
5. Sedjarah Peperangan Dipanegara, 1945
6. Tan Malaka, 1945
7. Gadjah Mada (novel), 1948
8. Sapta Dharma, 1950
9. Revolusi Amerika, 1951
10. Proklamasi dan Konstitusi Republik Indonesia, 1951
11. Bumi Siliwangi (Soneta), 1954
12. Kebudayaan Asia-Afrika, 1955
13. Konstitusi Indonesia dalam Gelanggang Demokrasi, 1956
14. 6000 Tahun Sang Merah Putih, 1958
15. Naskah Persiapan Undang-undang Dasar, 1960, 3 jilid
16. Ketatanegaraan Madjapahit, 7 jilid

Contoh karya Mohammad Yamin yaitu puisi berjudul Tanah Air yang diterbitkan
pada tahun 1922. Isi puisi tersebut yakni sebagai berikut :

Tanah Air

Pada batasan, bukit Barisan,


Memandang aku, ke bawah memandang;Tampaklah Hutan, rimba, dan ngarai;
Lagipun sawah, sungai yang permai;
Serta gerangan, lihatlah pula;
Langit yang hijau bertukar warna;
Oleh pucuk, daun kelapa;
Itulah tanah, tanah airku
Sumatera namanya, tumpah darahku.

Sesayup mata, hutan semata;


Bergunung bukit, lembah sedikit;
Jauh di sana, disebelah situ,
Dipagari gunung, satu persatu
Adalah gerangan sebuah surga,
Bukannya janat bumi kedua
-Firdaus Melayu di atas dunia!
Itulah tanah yang kusayangi,
Sumatera, namanya, yang kujunjungi.

Pada batasan, bukit barisan,


Memandang ke pantai, teluk permai;
Tampaklah air, air segala,
Itulah laut, samudera Hindia,
Tampaklah ombak, gelombang pelbagai
Memecah kepasir lalu berderai,
Ia memekik berandai-randai :
“Wahai Andalas, Pulau Sumatera.”
“Harumkan nama, selatan utara !”

Anda mungkin juga menyukai