Anda di halaman 1dari 2

Nama : M.

Agung syahputra

Npm: 1906200503

Mata kuliah: Hukum Internasional

Resume Hukum Internasional tentang Billigerensi

Biligerensi adalah sebutan bagi sebuh kelompok pemerintah ,Pemberontak pada hakekatnya
muncul sebagai masalah yang semula adalah masalah dalam negeri dari suatu negara.
Pemberontakan yang terjadi dalam suatu negara merupakan urusan intern negara yang
bersangkutan. Hukum internasional melarang negara lain untuk tidak melakukan intervensi tanpa
persetujuan negara tersebut. Negara-negara lain berkewajiban menghormati kedulatan negara
yang bersangkutan termasuk menghormati hak negara tersebut menerapkan hukum nasionalnya
terhadap peristiwa pemberontakan itu

Apabila pemberontakan dalam suatu negara telah mengambil porsi sedemikian rupa, sehingga
negara negara lain tidak mungkin lagi menutup mata terhadap peristiwa tersebut, maka negara-
negara lain dengan sesuatu cara menunjukan perhatiannya dengan pengakuan (recognition of
Insurgency) dan bukan dengan penghukuman.

Pemberian pengakuan bagi kaum pemberontak bukan berarti menunjukkan keberpihakan


melainkan tuntutan agar kaum pemberontak diperlakukan sesuai tuntutan kemanusiaan.

Bila kedudukan pemberontak dipandang pemerintah semakin kuat, secara de facto menguasai
sebagian wilayah cukup luas, telah mempunyai pemerintahan sendiri, maka dalam literature
hukum internasional dikenal adanya pengakuan Belligerent. Kaum pemberontak untuk
mendapatkan pengakuan sebagai belligerent hendaknya memenuhi kreteria berikut:

a. terorganisir secara rapi dan teratur di bawah kepemimpinan yang jelas;

b. harus menggunakan tanda penegal yang jelas yang dapat menunjukkan identitas;

c. harus sudah menguasai secara efektif sebagian wilayah sehingga wilayah tersebut
benar-benar teah dibawah kekuasaannya;

d. harus mendapat dukungan dari rakyat di wilayah yang didudukinya.


Adanya kriteria tersebut bukan berarti mudah medapat pengakuan sebagai kaum biligerent Oleh
karena pemberian pengakuan dapat merusak hubungan baik yang dijalin oleh negara-negara,
disebabkan dianggap mencampuri urusan dalam negeri negara dan berpihak pada kaum
billegerent.

Selain itu Pasal 3 Konvesi Jenewa 1949 mengatur pertikaian bersenjata yang tidak bersifat
internasional secara tersirat mengakui keberadaan kaum pemberontak sebagi pihak dalam koflik
bersenjata. Pasal 3 kovensi ini menegaskan bahwa dalam hal terjadinya pertikaian bersenjata
yang tidak bersifat internasional yang berlangsung dalam wilayah salah satu pihak agung
penandatangan, tiap pihak yang bertikai harus memperhatikan aturan-aturan tentang
kemanusiaan, antara lain larangan tindakan kekerasan atas jiwa dan raga, penyanderaan,
perkosaan atas kehormatan pribadi dan menghukum dan menjalankan hukuman mati tanpa
didahului keputusan yang dijatuhkan oleh suatu pengadilan yang dibentuk secara teratur.
[ CITATION Har94 \p 50 \l 1033 ]

Demikian pula Protocol Tambahan 1977 bagian ke II juga mengakui keberadaan kaum
pemberontak (organized group). Ini berarti dimasukkanya pengaturan tentang kaum
pemberontak dalam Konvensi Jenewa 1949 dan Protokol Tambahan 1977 bagian II menunjukan
bahwa kaum pemberontak dapat disebut sebagai subjek internasional.

Anda mungkin juga menyukai