Anda di halaman 1dari 13

Tugas Mata Kuliah Dasar

Divisi Eria

INTERPRETASI ANALISIS GAS DARAH

Nurhidayah

Departemen Ilmu Kesehatan Anak Fakultas Kedokteran


Universitas Hasanuddin
2020

KASUS 1.
Seorang anak perempuan usia 1 tahun 2 bulan masuk rumah sakit dengan
keluhan muntah dialami sejak 1 hari sebelum masuk rumah sakit, frekuensi >
10 kali, tidak menyemprot, isi cairan. Ada penurunan kesadaran. Ada buang
air besar encer frekuensi 3 kali, encer, tidak ada lendir dan darah. Ada
demam, ada kejang. Anak malas makan dan minum.
Keadaan umum: sakit berat/gizi baik/GCS 10 E3M5V2
Tanda vital: Tensi 90/70 mmhg, Nadi 172 kali/menit, Napas 42 kali/menit,
Suhu 38.9.
Ada mata cekung, ubun-ubun cekung, bibir kering
Laboratorium: 4/4/2020:
WBC: 42.300/mm3
Hb: 12.9 gr/dl
Platelet: 479.000/mm3
Laboratorium: 2/5/2020: Na/K/Cl: 142/3/110 mmol/l
Albumin: 3.8 gr/dl
Diagnosis: Enchepalopathy, dehidrasi berat, diare akut, sepsis, imbalance
elektrolit
Hasil AGD: pH 7,524; PaCO2 65,6 mmHg; [HCO3 -] 54.5 mEq/L (hasil setelah
pasien dirawat selama 1 bulan dan menggunakan ventilator mekanik dengan
sedasi)
 Langkah 1. pH , [HCO3-] : Alkalosis metabolik
 Langkah 2. Kompensasi dg PaCO2
 Sebesar 40 + 0.7([HCO3-] - 24) = 40 + 0.7(54.5 - 24)
40 + 14.945 = 54.945 mmHg
 Maka PaCO2 setelah kompensasi = 54.945 mm Hg (PaCO2
kasus 1 > dari perhitungan kompensasi, jadi ada asidosis
respiratorik)
 Kesimpulan: Alkalosis metabolik + asidosis respiratorik.

Settingan ventilator saat pengambilan AGD: Modus PC-AC PEEP 5 cmH2O,


Pinsp 10 cmH2O, FiO2 40%, RR 40 kali/menit.
Hasil AGD tersebut menunjukkan pergeseran PO 2 dari nilai normal berupa
peningkatan PO2, yaitu 122 mmHg, maka dibutuhkan perubahan settingan
ventilator dengan cara berikut:
Kebutuhan oksigen berdasarkan hasil AGD:
PAO2 = ((760-47) x FiO2) – PaCO2 = ((713x40) – 65.6 = 28.454
AaDO2 = PAO2 – PaO2 = 28.454 – 122 = 28.332
AaDO 2+100 28.332+100
FiO2 = x 100 %= x 100 %=37 %
760 760
 Jadi settingan ventilator untuk FiO2 diturunkan menjadi 37%
Keterangan:
PAO2 = Tekanan oksigen dalam alveolus
PaO2: tekanan parsial O2 arteri
FiO2: Fraksi inspirasi O2 (%)
P Bar: Tekanan Barometrik (760 mmHg)
AaDO2: Perbedaan tekanan alveolus dan arteri.

Hasil AGD tersebut menunjukkan pergeseran PCO 2 dari nilai normal berupa
peningkatan PCO2, yaitu 65.6 mmHg, maka kadar CO2 dapat diturunkan
dengan merubah settingan ventilator dengan cara: meningkatkan tidal
volume, meningkatkan rate, meningkatkan PIP, menurunkan PEEP. Nilai
normal respiratory rate pada pasien ini adalah antara 15 -45 kali/menit. Maka
dipilih cara berupa pengingkatan respiratory rate untuk menurunkan kadar
CO2 agar bisa mencapai nilai normal, dengan cara sebagai berikut:
65
RR yang harus dicapai ¿ x 40=57
45
Sedangkan respiratory rate pada pasien ini 15-45 kali/menit, maksimal 45
kali/menit. Maka respiratory rate bias dinaikkan ke batas maksimal yaitu 45
kali/menit.
Selanjutnya dilakukan pemeriksaan control analisa gas darah kembali selang
6 jam setelah dilakukan perubahan settingan ventilator.

Kasus 2.
Seorang anak laki-laki usia 3 bulan masuk rumah sakit dengan keluhan
sesak nafas dialami sejak 7 hari yang lalu, ada batuk, tidak biru. Ada demam,
ada kejang, serta penurunan kesadaran. Buang air besar dan buang air kecil
kesan normal.
Keadaan umum: sakit berat/gizi baik/GCS 5 E2M2V1
Tanda vital: Tensi 90/70 mmhg, Nadi 172 kali/menit, Napas 88 kali/menit,
Suhu 38.9.
Laboratorium: 22/5/2020:
WBC: 6.900/mm3
Hb: 10.1 gr/dl
Platelet: 845.000/mm3
Albumin: 2.5 gr/dl
Diagnosis: Community acquired pneumonia, Meningitis dd/ enchepalitis,
status epileptikus, Covid 19 terkonfirmasi.
 Langkah 1. pH ¯, PaCO2 : Asidosis respiratorik
(riwayat sakit kronik)
 Langkah 2. Kompensasi dg [HCO3-]
 Sebesar (68.7 - 40)/10 x 4 mEq = 11.48 mEq
 Maka [HCO3-] setelah kompensasi = 24 + 11.48 = 35.48 mEq/L
(pada AGD kasus ini [HCO3-] < diprediksi dg perhitungan ,
artinya ada asidosis metabolik)
Kesimpulan: Asidosis respiratorik kronik dan asidosis metabolik.

Settingan ventilator saat pengambilan AGD: Modus PCV PEEP 5 cmH2O,


Pinsp 12 cmH2O, FiO2 100%, RR 40 kali/menit.
Hasil AGD tersebut menunjukkan pergeseran PO 2 dari nilai normal berupa
peningkatan PO2, yaitu 186 mmHg, maka dibutuhkan perubahan settingan
ventilator dengan cara berikut:
Kebutuhan oksigen berdasarkan hasil AGD:
PAO2 = ((760-47) x FiO2) – PaCO2 = ((713x100) – 68.7 = 71.231
AaDO2 = PAO2 – PaO2 = 71.231 – 186 = 71.045
AaDO 2+100 71.045+100
FiO2 = x 100 %= x 100 %=93,6 %
760 760
 Jadi settingan ventilator untuk FiO2 diturunkan menjadi 94 %
Keterangan:
PAO2 = Tekanan oksigen dalam alveolus
PaO2: tekanan parsial O2 arteri
FiO2: Fraksi inspirasi O2 (%)
P Bar: Tekanan Barometrik (760 mmHg)
AaDO2: Perbedaan tekanan alveolus dan arteri.

Hasil AGD tersebut menunjukkan pergeseran PCO 2 dari nilai normal berupa
peningkatan PCO2, yaitu 68.7 mmHg, maka kadar CO2 dapat diturunkan
dengan merubah settingan ventilator dengan cara: meningkatkan tidal
volume, meningkatkan rate, meningkatkan PIP, menurunkan PEEP. Nilai
normal respiratory rate pada pasien ini adalah antara 20 - 60 kali/menit. Maka
dipilih cara berupa pengingkatan respiratory rate untuk menurunkan kadar
CO2 agar bisa mencapai nilai normal, dengan cara sebagai berikut:
PaCO 2 saat ini 68
RR yang harus dicapai ¿ x RR saat ini= x 40=60
PaCO 2 yang akan dicapai 45
Nilai normal respiratory rate pada pasien ini 20 - 60 kali/menit, maka
respiratory rate bisa dinaikkan ke batas maksimal yaitu 60 kali/menit.
Selanjutnya dilakukan pemeriksaan control analisa gas darah kembali 6 jam
setelah dilakukan perubahan settingan ventilator.

Kasus 3
Seorang anak perempuan usia 1 tahun 5 bulan masuk PICU terintubasi
dengan ancaman gagal nafas, community acquired pneumonia, nutritional
marasmus, epilepsy. Ada sesak napas dialami sejak 7 hari sebelum masuk
rumah sakit. Ada batuk. Ada demam. Ada kejang. Buang air besar dan buang
air kecil: kesan normal.
Keadaan umum: sakit berat/gizi buruk/GCS 7x E2M5Vx
Tanda vital: Tensi 100/60 mmHg, Heartrate 146 kali/menit, Napas 38
kali/menit, Suhu 37,8

Diagnosis: Septicemia et causa staphylococcus hominis, community acquired


pneumonia, hipoplasia cerebri, disgenesis corpus collosum, epilepsies,
nutritional marasmus.
Hasil AGD: pH 7,58; PaCO2 33,2 mmHg; [HCO3-] 32 mEq/L

 Langkah 1. pH , PaCO2 ¯ ¯ : Alkalosis respiratorik


(riwayat sakit kronik)
 Langkah 2. Kompensasi dg ¯ [HCO3-]
 Sebesar (40 – 33.2)/10 x 5 mEq = 3.4 mEq
 Maka [HCO3-] setelah kompensasi = 24 – 3.4 = 20.6 mEq/L
(pada AGD kasus ini [HCO3-] > diprediksi dg perhitungan ,
artinya ada alkalosis metabolik)
 Kesimpulan: Alkalosis respiratorik kronik dan alkalosis metabolik.

Settingan ventilator saat pengambilan AGD: Modus PSIMV, PEEP 5 cmH2O,


Pinsp 8 cmH2O, FiO2 40%, RR 35 kali/menit.
Hasil AGD tersebut menunjukkan pergeseran PO 2 dari nilai normal berupa
peningkatan PO2, yaitu 185 mmHg, maka dibutuhkan perubahan settingan
ventilator dengan cara berikut:
Kebutuhan oksigen berdasarkan hasil AGD:
PAO2 = ((760-47) x FiO2) – PaCO2 = ((713x40) – 33 = 28.487
AaDO2 = PAO2 – PaO2 = 28.487 – 185 = 28.302
AaDO 2+100 28.302+100
FiO2 = x 100 %= x 100 %=37 %
760 760
 Jadi settingan ventilator untuk FiO2 diturunkan menjadi 37 %
Keterangan:
PAO2 = Tekanan oksigen dalam alveolus
PaO2: tekanan parsial O2 arteri
FiO2: Fraksi inspirasi O2 (%)
P Bar: Tekanan Barometrik (760 mmHg)
AaDO2: Perbedaan tekanan alveolus dan arteri.

Hasil AGD tersebut menunjukkan pergeseran PCO 2 dari nilai normal berupa
penurunan PCO2, yaitu 33 mmHg, maka kadar CO2 dapat dinaikkan dengan
merubah settingan ventilator dengan cara: meningkatkan tidal volume,
meningkatkan rate, meningkatkan PIP, menurunkan PEEP. Nilai normal
respiratory rate pada pasien ini adalah antara 15 – 45 kali/menit. Maka dipilih
cara berupa penurunan respiratory rate untuk menaikkan kadar CO2 agar
bisa mencapai nilai normal, dengan cara sebagai berikut:
PaCO 2 saat ini 33
RR yang harus dicapai ¿ x RR saat ini= x 40=30
PaCO 2 yang akan dicapai 45
Nilai normal respiratory rate pada pasien ini 15 - 45 kali/menit, maka
respiratory rate bisa diturunkan menjadi 30 kali/menit. Selanjutnya dilakukan
pemeriksaan control analisa gas darah kembali 6 jam setelah dilakukan
perubahan settingan ventilator.

Kasus 4

Seorang anak perempuan usia 8 bulan masuk PICU terintubasi dengan


ancaman gagal nafas, syok, sepsis, community acquired pneumonia,
nutritional marasmus, penyakit jantung bawaan suspek ASD dd VSD. Ada
sesak napas dialami sejak 7 hari sebelum masuk rumah sakit. Ada batuk.
Ada demam. Tidak kejang. Buang air besar dan buang air kecil: kesan
normal.
Keadaan umum: sakit berat/gizi buruk/GCS 7x E2M5Vx
Tanda vital: Tensi 70/palpasi mmHg, Heartrate 146 kali/menit, Napas 50
kali/menit, Suhu 38.3
Diagnosis: syok, sepsis, community acquired pneumonia, nutritional
marasmus, penyakit jantung bawaan et causa suspek ASD dd VSD
Hasil AGD: pH 7,238; PaCO2 129.3 mmHg; [HCO3 -] 55.7 mEq/L
• Langkah 1. pH ↓, PaCO2 ↑: Asidosis respiratorik (penyakit kronik).
• Langkah 2. Kompensasi dengan ↑ [HCO3-]
• Sebesar (129.3-40)/10 x 4 mEq = 35.72 mEq
• Maka [HCO3-] setelah kompensasi = 24 + 35.72 = 59.72
mEq/L (karena hasil AGD [HCO 3] < kompensasi
menandakan asidosis metabolik)
• Kesimpulan: Asidosis respiratorik kronik dengan asidosis
metabolic
Catatan : Perhitungan menggunakan nilai rata-rata normal, pH 7,4 ;
PaCO2 40; [HCO3-]24

Settingan ventilator saat pengambilan AGD: Modus PCV, PEEP 5 cmH2O,


Pinsp 15 cmH2O, FiO2 50%, RR 30 kali/menit.
Hasil AGD tersebut menunjukkan pergeseran PO 2 dari nilai normal berupa
peningkatan PO2, yaitu 166 mmHg, maka dibutuhkan perubahan settingan
ventilator dengan cara berikut:
Kebutuhan oksigen berdasarkan hasil AGD:
PAO2 = ((760-47) x FiO2) – PaCO2 = ((713x50) – 129 = 35.521
AaDO2 = PAO2 – PaO2 = 35.521 – 166 = 35.355
AaDO 2+100 35.355+100
FiO2 = x 100 %= x 100 %=46 %
760 760
 Jadi settingan ventilator untuk FiO2 diturunkan menjadi 46 %
Keterangan:
PAO2 = Tekanan oksigen dalam alveolus
PaO2: tekanan parsial O2 arteri
FiO2: Fraksi inspirasi O2 (%)
P Bar: Tekanan Barometrik (760 mmHg)
AaDO2: Perbedaan tekanan alveolus dan arteri.
Hasil AGD tersebut menunjukkan pergeseran PCO 2 dari nilai normal berupa
peningkatan PCO2, yaitu 129 mmHg, maka kadar CO2 dapat diturunkan
dengan merubah settingan ventilator dengan cara: meningkatkan tidal
volume, meningkatkan rate, meningkatkan PIP, menurunkan PEEP. Nilai
normal respiratory rate pada pasien ini adalah antara 15 – 45 kali/menit.
Maka dipilih cara berupa peningkatan respiratory rate untuk menurunkan
kadar CO2 agar bisa mencapai nilai normal, dengan cara sebagai berikut:
PaCO 2 saat ini 129
RR yang harus dicapai ¿ x RR saat ini= x 30=86
PaCO 2 yang akan dicapai 45
Nilai normal respiratory rate pada pasien ini 15 - 45 kali/menit, maka
respiratory rate bisa ditingkatkan maksimal 45 kali/menit. Selanjutnya
dilakukan pemeriksaan kontrol analisa gas darah kembali 6 jam setelah
dilakukan perubahan settingan ventilator.

Kasus 5
Seorang anak perempuan usia 13 tahun masuk rumah sakit dengan keluhan
sesak nafas dialami sejak 3 jam sebelum masuk rumah sakit, tidak biru, tidak
batuk. Tidak demam. Tidak kejang. Ada nyeri perut sejak 3 jam sebelum
masuk rumah sakit, ada muntah frekuensi 3 kali. Anak malas makan dan
minum. Buang air kecil dan buang air besar kesan normal
Keadaan umum: sakit berat/gizi baik/GCS 15 E4M6V5
Tanda vital: Tensi 100/60 mmHg, Heartrate 130 kali/menit, Napas 52
kali/menit, Suhu 36,7.
Hasil laboratorium, 29-5-2020:
Hb: 17.9 gr/dl, WBC 24.500/mm3, Platelet 468.000/mm3, ureum 23, kreatinin
0.75, Na/K/Cl: 140/5/110 mmol/l.
Diagnosis: ketoasidosis diabetikum
Hasil AGD: pH 6.94; PaCO2 19.5 mmHg; [HCO3-] 4.3 mEq/L

 Langkah 1. pH ¯, [HCO3-] ¯¯: asidosis metabolik


 Langkah 2. Kompensasi dg ¯PaCO2
 Sebesar 1.5 x[HCO3-] +8 = (1.5 x 4.3) + 8 = 5.1 + 8 = 13.1 mm
Hg
 Maka PaCO2 setelah kompensasi = 14.45 mm Hg (pada kasus
PaCO2 > PaCO2 kompensasi, berarti ada asidosis respiratorik)
 Kesimpulan: Asidosis metabolik dan asidosis respiratorik.

Pasien ketoasidosis diabetikum yang mengalami asidosis metabolic biasanya


tidak memerlukan koreksi. Pemberian cairan akan memperbaiki asidosis.
Penelitian oleh Salvodelli dkk., menunjukkan bahwa pemberian cairan dan
insulin saja akan mengatasi asidosis yang terjadi. Pemberian bikarbonat
justru meningkatkan risiko terjadinya hypokalemia, hipertonisitas sekunder,
dan meningkatkan risiko terjadinya edema cerebri. Koreksi asidosis hanya
dilakukan pada KAD berat dengan pH < 6.9 yang disertai gangguan
kontraktilitas jantung, vasodilatasi perifer, serta hiperkalemi yang
mengancam jiwa. Pada pasien ini nilai pH 6.9 namun pasien tidak mengalami
hiperkalemi dan hemodinamik stabil dengan pemberian cairan dan insulin.
Beberapa bukti penelitian tidak membenarkan administrasi bikarbonat untuk
pengobatan DKA yang muncul, terutama pada populasi anak, mengingat
kemungkinan bahaya klinis dan kurangnya manfaat berkelanjutan.

Anda mungkin juga menyukai