Anda di halaman 1dari 6

1.

Kedudukan ilmu hukum terhadap disiplin ilmu lainnya berbeda karena bersifat yuridis
dan legalitas

Ilmu Hukum Memandang Administrasi Negara

Sebagai aparatur pelaksana (penyelenggara) serta aktivitas pelaksanan/penyelenggaraan UU


(hukum). Bila Ilmu Administrasi negara memandang Peraturan Perundang-undangan
dianggap sebagai sumber hukum, sebagai manifestasi dari hukum, sebagai produk hukum
atau disingkat sebagai hukum. Dalam mempelajari HAM dari sudut ilmu hukum maka sudut
pandang administrasi yang dibahas bersifat yuridis dan legalitas, yaitu:

1. administrasi sebagai aparatur pelaksana atau penyelenggara UU (hukum) serta

2. administrasi sebagai tata penyelenggaraan sesuatu karya yang berdasarkan atas hukum
negara.
1. Ilmu Politik memandang Administrasi Negara
Perbedaan pandangan antara Ilmu Politik, Ilmu Hukum dan Ilmu Administrasi Negara
menurut Prajudi adalah
a. sebagai aparatur negara yang berwenang, bertugas dan bertanggungjawab terhadap
pelaksanaan serta penyelenggaraan dari kebijakan-kebijakan negara atau kebijakan politik.
b. Administrasi Negara harus menjalankan politik negara sebagaimana yang ditetapkan dalam
peraturan undang-undang.
c. Administrasi dianggap sebagai salah satu tempat pemusatan kekuasaan negara, sehingga
secara politis tidak boleh terpecah-pecah.

2. Ilmu Administrasi Negara memandang Administrasi Negara


Sebagai fenomena sosial, dalam hal ini yaitu membahas dari segi organisasi, fungsional
(fungsi-fungsi perencanaan, pengorganisasian, penggerakan sumber-sumber usaha, staffing,
management, tata usaha, koordinasi dan pengendalian) dan dari segi tata penyelenggaraan.
Dalam Ilmu Administrasi Negara, administrasi adalah aparatur penyelenggara dan
aktivitas-aktivitas penyelenggaraan dari kebijakan-kebijakan, tugas-tugas, kehendak-
kehendak dan tujuan-tujuan pemerintah (negara).
Ilmu Administrasi Negara memandang Peraturan Perundang-undangan sebagai bentuk
dari perumusan kebijakan-kebijakan atau kehendak negara yang harus diselenggarakan.
Philipus Hadjon dkk (1997, 5) menambahkan bahwa istilah ilmu administrasi negara
meliputi seluruh kegiatan negara (legislative,eksekutif, yudikatif), sedangkan administrasi
dalam HAN hanya meliputi lapangan bestuur. Bestuur dapat diartikan sebagai fungsi
pemerintahan, yaitu fungsi penguasa yang tidak termasuk pembentukan UU dan peradilan.

3. Ilmu Hukum memandang Administrasi Negara


Sebagai aparatur pelaksana (penyelenggara) serta aktivitas pelaksanan/penyelenggaraan
UU (hukum). Bila Ilmu Administrasi negara memandang Peraturan Perundang-undangan
dianggap sebagai sumber hukum, sebagai manifestasi dari hukum, sebagai produk hukum
atau disingkat sebagai hukum. dalam mempelajari HAN dari sudut ilmu hukum maka sudut
pandang administrasi yang dibahas bersifat yuridis dan legalitas, yaitu:
1. administrasi sebagai aparatur pelaksana atau penyelenggara UU (hukum) serta
2. administrasi sebagai tata penyelenggaraan sesuatu karya yang berdasarkan atas hukum
negara.

4. Ilmu Pemerintahan (Bestuurskunde) memandang Administrasi Negara


Di Belanda, umur ilmu pemerintahan ini masih tergolong muda antara tahun 1920-
1930, ilmu ini mempelajari: mengenai kebijaksanaan pemerintah. Tokohnya adalah Van
Poelje,
Menurut Van Poelje, Ilmu Pemerintahan adalah: ilmu pengetahuan tentang pengurusan
kepentingan-kepentingan rakyat dan masyarakat oleh pemerintah umum.
Ilmu pemerintahan mengajarkan bagaimana dinas umum di susun dan di pimpin dengan
sebaik-baiknya, jadi yang menjadi pokok penyelidikan ilmu pemerintahan adalah dinas
umum dalam arti seluas-luasnya.
Ilmu pemerintahan mempersoalkan pula secara mendalam soal unsur manusia dalam
pemerintahan, soal-soal sekitar pembentukan, pendidikan, pengaturan dinas dan juga gaji
pegawai. Intinya ilmu pemerintahan memperhatikan jaminan-jaminan bagi suatu
pemerintahan yang baik dan doelmatig (serasi).
Menurut E Utrech, hubungan antara HAN dan ilmu pemerintahan adalah persoalan
mengenai titik berat pelajaran. Dalam HAN titik berat pelajarannya adalah: hubungan hukum
yang memungkinkan administrasi negara menjalankan tugasnya, sedangkan dalam ilmu
pemerintahan, titik berat pelajarannya adalah: ”politiek beleid”.

b. Menurut Satjipto Rahardjo Ilmu hukum adalah ilmu pengetahuan yang berusaha
menelaah hukum. Ilmu hukum mencakup dan membicarakan segala hal yang berhubungan
dengan hukum. Ilmu hukum objeknya hukum itu sendiri. Demikian luasnya masalah yang
dicakup oleh ilmu ini, sehingga sempat memancing pendapat orang untuk mengatakan bahwa
“batas-batasnya tidak bisa ditentukan” (Curzon, 1979:v). Selanjutnya menurut J.B. Daliyo
Ilmu hukum adalah ilmu pengetahuan yang objeknya hukum.
Membaca dari teori beberapa alhi, menurut saya hukum bukan termasuk ilmu kurang
tepat, mengapa ? Dikarenakan ilmu hukum akan mempelajari semua seluk beluk mengenai
hukum, misalnya mengenai asal mula, wujud, asas-asas, sistem, macam pembagian, sumber-
sumber, perkembangan, fungsi dan kedudukan hukum di dalam masyarakat. Ilmu hukum
sebagai ilmu yang mempunyai objek hukum menelaah hukum sebagai suatu gejala atau
fenomena kehidupan manusia dimanapun didunia ini dari masa kapanpun. Dalam kehidupan
bermasyarakat pun,bahkan sejak kita lahir ada norma-norma hukum yang harus kita jaga
secara tidak sadar.

2. Terbentuknya norma hukum berasal dari norma-norma sosial tersebut dan ada yang
karena kebutuhan hidup manusia yang memerlukan aturan-aturan hukum.

Proses berubahnya norma sosial menjadi norma hukum dimulai dengan diperlukannya sebuah
pedoman untuk tercapainya tujuan hidup bersama. Dalam konteks diri manusia sebagai
makhluk sosial, maka tujuan hidup bersama yang ingin dicapai adalah kedamaian dan
keteraturan hidup antar manusia. Untuk mencapai tujuan bersama itu dibutuhkan suatu
pedoman yang mengatur bagaimana manusia dapat berperilaku pantas dan semestinya dalam
masyarakat.
b. Perbedaan Norma Hukum dan Norma Sosial

1. Norma hukum memiliki aturan pasti,


2. Norma hukum sifatnya akan mengikat semua orang,
3. Seperti halnya hukum yang berlaku norma hukum memiliki penegak yang sesuai
dengan aturan yang berlaku
4. Norma hukum diciptakan oleh para pekerja di pemerintahan atau penguasa
5. Sangsi dari norma hukum bersifat berat

1. Norma Sosial tidak tertulis atau secara lisan


2. Norma Sosial penegaknya kadang ada kadang tidak ada
3. Penegak Norma sosial penegaknya sesuai dimana aturan itu dibuat
4. Norma Sosial adalah peraturan yang disepakati dalam masyarakat
5. Sangsi Norma sosial akan lebih ringan

c. Istilah The Living Law berarti hukum yang hidup ditengah masyarakat, dalam hal
ini
yaitu Hukum Adat, Hukum Islam dan Hukum Barat. The Living Law sebenarnya merupakan
katalisator (positif atau negatif) dalam pembangunan Hukum Nasional.
living law menurutnya bermula dari tiga hal, yaitu:
1. Pertama, hukum yang hidup adalah hukum yang mendominasi kehidupan itu sendiri
meskipun belum dibahas di dalam proposisi hukum. Sumber
pengetahuan tentang hukum adalah dokumen hukum modern dan
observasi langsung pada kehidupan, perdagangan, dari adat dan
kebiasaan dan semua asosiasi, tidak hanya bermula bahwa hukum
telah diakui tetapi juga dari orang-orang yang telah diabaikan dan
disahkan, bahkan oleh orang-orang yang telah dipersalahkan”.
2. Kedua, studi tentang norma hukum tidak hanya dalam kaitannya dengan
negara, tetapi juga dalam hubungan sosial.
3. Ketiga, tatanan sosial tidaklah pernah statis. Lembaga yang lama menghilang,
selanjutnya
lembaga yang baru datang dan menjadi ada, dan orang-orang yang
tetap mengubah substansinya secara terus-menerus.
Living law merupakan hukum yang mendominasi kehidupan itu
sendiri meskipun belum dibahas di dalam proposisi hukum. Keberadaan living law telah
diakui dalam sistem hukum nasional, yaitu dengan adanya
(1) kewajiban hakim menggali, mengikuti, dan memahami nilai-nilai hukum dan rasa
keadilan yang hidup dalam masyarakat;
(2) pengakuan kebiasaan sebagai sumber hukum formal; dan
(3) Pasal 32 ayat (1) dari Undang-undang Dasar Negara Republik Indoneisa Tahun 1945.

Teori living law telah diimplementasikan dalam sistem hukum nasional. Sebagai contoh bisa
dilihat dalam konsideran beberapa undang-undang, antara lain
(1) Undang-undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah,
(2) Undang-undang Nomor 21 Tahun 2008 tentang Perbankan Syariah,
(3) UndangUndang Nomor 23 Tahun 2011 tentang Pengelolaan Zakat,
(4) Undang-undang Nomor 44 Tahun 1999 tentang Penyelenggaraan Keistimewaan Propinsi
Daerah Istimewa Aceh,
(5) Peraturan Daerah Provinsi Gorontalo Nomor 10 Tahun 2003 tentang Pencegahan
Maksiat, dan
(6) Peraturan Daerah Kota Tangerang Nomor 8 Tahun 2005 tentang Pelarangan Pelacuran.

Teori living law telah dijadikan sumber hukum oleh hakim dalam memutuskan suatu perkara,
semisal dalam memutuskan:
(1) besaran sanksi pidana,
(2) ahli waris perempuan,
(3) keabsahan suatu pernikahan, dan
(4) berlakunya “peraturan lisan”.

3. Dalam sistem hukum Indonesia, hukum adat sebagai hukum tdak tertulis (unstatuta
law) berbeda dengan hukum contnental sebagai hukum tertulis (statute law). Koesno
berpandangan bahwa nilai-nilai yang menjadi dasar hukum adat antara lain:
a. Individu adalah bagian dari masyarakat yang mempunyai fungsi masing-masing demi
untuk melangsungkan dan kelangsungan masyarakat (sebagai lingkungan kesatuan);
b. Setap individu dalam lingkungan kesatuan itu bergerak berusaha sebagai pengabdian
kepada keseluruhan kesatuan;
c. Dalam pandangan adat yang demikian mengenai kepentngan individu, maka sulit untuk
mengemukakan setap kepentngan para individu. Dalam adat, ketertban ada dalam alam
semesta.
d. Dalam pandangan adat, ketentuan adat tdak harus disertai dengan syarat menjamin
berlakunya dengan jalan mempergunakan paksaan.

Sebagai hukum yang tdak tertulis dan berlaku pada semua bidang kehidupan masyarakat.
Dalam penegakan hukum seyogianya memang harus memperhatkan suatu sistem hukum
yang tdak mengacu pada peraturan tertulis dalam undang-undang. Undang-undang yang
berlaku digali dari nilai-nilai yang hidup dalam masyarakat sebagai hukum tdak tertulis yang
meliput kebiasaan, hukum adat dan kearifan lokal. Hukum tdak tertulis diakui
keberlakuannya sebagai hukum yang hidup dan memiliki daya ikat beserta sanksi. Sebagai
negara hukum, Indonesia menghormat kesatuan masyarakat hukum adat beserta hak-hak
tradisional. Pasal ini memberikan pengakuan dan penghormatan bagi kesatuan masyarakat
hukum adat beserta hak tradisionalnya harus memenuhi syarat sebagai berikut:
a. Sepanjang masih hidup;
b. Sesuai dengan perkembangan masyarakat;
c. Sesuai dengan prinsip Negara Kesatuan Republik Indonesia;
d. Diatur dalam Undang-Undang.

Hukum adat adalah aturan tdak tertulis yang hidup di dalam masyarakat adat suatu daerah
dan akan tetap hidup selama masyarakatnya masih memenuhi hukum adat yang telah
diwariskan kepada mereka dari para nenek moyang sebelum mereka. Oleh karena itu,
keberadaan hukum adat dan kedudukannya dalam tata hukum nasional tdak dapat dipungkiri
walaupun hukum adat tdak tertulis dan berdasarkan asas legalitas adalah hukum yang tdak
sah. Hukum adat akan selalu ada dan hidup di dalam masyarakat. Hukum Adat adalah hukum
yang benar-benar hidup dalam kesadaran hat nurani warga masyarakat yang tercermin dalam
pola-pola tndakan mereka sesuai dengan adat-istadatnya dan pola sosial budayanya yang tdak
bertentangan dengan kepentngan nasional.

Undang-Undang Dasar 1945 mengakui keberlakuan hukum adat sebagai hukum yang tertulis
dan tdak tertulis. Hukum adat tumbuh, berkembang dan terus dipertahankan dalam
masyarakat adat berdasarkan wilayah adat masing-masing. Penegakan hukum adat di
Indonesia mengacu kepada hukum yang hidup dan masyarakat setap daerah memilik cara
penyelesaian sendiri mengacu kepada hukum adat. Hingga sekarang keberlakuan Hukum adat
masih terus dipertahankan walaupun pengaturan hukum adat belum jelas dalam sistem
hukum nasional. Oleh sebab itu, hukum tdak tertulis sudah seharusnya diwujudkan ke dalam
hukum positf yang walaupun tdak dapat merangkum semua hukum tdak tertulis antar daerah
setdaknya dapat menjadi alat untuk mengakomodir sistem hukum tdak tertulis dalam hukum
nasional.

b. Penerapan hukum tidak tertulis dalam praktek putusan hakim hanya mungkin dilakukan
hakirn bilamana ia berpegang teguh pada jiwa ketentuan pasai 27 (ayat 1) UU No. 14 Tahun
1970. Pelaksahaan pasal ini memeriukan penguasaan hakim terhadap materi kasus yang
menjadi sengketa dan kemudian mencari serta menentukan pasal-pasal mana di antara hukum
tertulis yang paling mendekati kesesuaian dengan isi kasusnya, kemudian mensenyawakan
jiwa pasal-pasal ini dengan asas-asas hukum tidak tertulis yang hidup dalam masyarakat.

Proses mensenyawakan ini, dilakukan dengan menggunakan metode diaiektika, yaitu dengan
menentukan suatu unsur menjadi suatu tesa, diikuti dengan menentukan'unsur lain sebagai
anti-tesa, diikuti dengan mensenyawakan antara dua unsur ini yang hasilnya disebut dengan
sintesa. Metode semacam ini dapat merupakan alternatif pemecahan suatu kasus kearah suatu
putusan yang mengandung muatan nilai-nilai keadilan, kepastian hukum dan kemanfaatan.
Dengan demiklan putusan hakim tidak besifat legistis-tekstual melainkan solutif kontekstual.

Anda mungkin juga menyukai