Anda di halaman 1dari 82

LAPORAN PRAKTIKUM KKL

DIVERSITAS DAN IDENTIFIKASI ALGA, LAMUN, FUNGI, LUMUT,


DAN LICHEN DI TAMAN NASIONAL BALURAN
Disusun untuk memenuhi salah satu tugas mata kuliah
“BOTANI”
Dosen Pengampu:
Ainun Nikmati Laily, M.Si

Disusun oleh
Kelompok 4:
1. Elfi Nova Nuraini (12208173002)
2. Lious Ekma Wati (12208173023)
3. Maya Fitriyah Hardyanti (12208173071)
4. Dwi Ayu Retnosari (12208173072)
5. Muhammad Ilham Hanif (12208173078)
6. Novita Ratna Sari (12208173079)
7. Heni Dwi Kusumawati (12208173080)
8. Maratul Latifah (12208173113)

JURUSAN TADRIS BIOLOGI IV-A


FAKULTAS TARBIYAH DAN ILMU KEGURUAN
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI TULUNGAGUNG
MEI 2019

i
HALAMAN PERNYATAAN DAN DISKRIPSI TUGAS KELOMPOK

Laporan praktikum BOTANI yang berjudul “Diversitas dan Identifikasi


Alga, Lamun, Fungi, Lumut, dan Lichen di Taman Nasional Baluran” adalah hasil
kerja kelompok 4 (Empat) Tadris Biologi 4-A dan tidak ada unsur plagiarism
(menyalin dari kelompok lain). Kami yang bertanda tangan dibawah ini :

NO NAMA NIM PENJABARAN TUGAS


 BAB I Kegunaan Penelitian
 BAB II Kajian Pustaka
(Fungi)
 BAB IV Data dan Analisis
1 Elfi Nova Nuraini (12208173002) Data (Klasifikasi)
 BAB V Pembahasan Alga
(Euchema spinosum) dan
Lumut daun (Tetraphis
geniculata)
 Editing Video
 Halaman Penyataan dan
Deskripsi Tugas Kelompok
 BAB II Kajian Pustaka
(Alga)
 BAB III Metode Penelitian
3.5 Prosedur Kerja,
2 Lious Ekma Wati (12208173023) 3.2 Teknik Analisis Data
 BAB V Pembahasan Alga
(Padina austalis), Fungi
(Ganoderma aplanatum), dan
Lichen (Spesies 3/foliose)
 Daftrar Rujukan
 Editing Laporan
 BAB I Pendahuluan
1.2 Rumusan Masalah
1.3 Tujuan Penelitian
Maya Fitriyah  BAB II Kajian Pustaka
3 (12208173071) (Lumut)
Hardyanti
 BAB V Pembahasan,
Alga (Halimeda macroloba),
Fungi (Hericium coralloides)
 BAB IV Penutup

ii
6.1 Kesimpulan
6.2 Saran
 Editing Video
 BAB II Kajian Pustaka
(Lamun)
 BAB IV Data dan Analisis
4 Dwi Ayu Retnosari (12208173072) Data (Keterangan)
 BAB V Pembahasan Lamun
(Cymodocea rotundata), dan
Fungi (Auricularia auricula)
 Editing PPT
 Cover
 Kata Pengantar
 BAB III Metode Penelitian
Muhammad Ilham 3.3 Waktu dan Tempat
5 (12208173078)
Hanif 3.4 Alat dan Bahan
 BAB V Pembahasan Alga
(Laurencia sp.) Fungi (NO.4)
 Editing PPT
 Abstrak
 Daftar Isi
 Daftar Label
 Daftar Gambar
 BAB III Metode Penelitian
3.1 Rancangan Penelitian
6 Novita Ratna Sari (12208173079) 3.2 Populasi dan Sampel
 BAB V Pembahasan Alga
(Turbinaria ornata), Fungi
(Leucoagaricus
rubrotinctoides), dan Lichen
(spesies 2/crustose )
 Editing Laporan
 Editing Video
 BAB I Pendahuluan
1.1 Latar Belakang
 BAB V Pembahasan Alga
Heni Dwi (Dictyota bartayresiana),
7 (12208173080)
Kusumawati Fungi (Coprinus plicatilis),
dan Lichen (Spesies
4/crustose)
 Editing PPT

iii
 BAB I Pendahuluan
1.4 Ruang Lingkup dan
Batasan Masalah
1.5 Definisi Operasional
 BAB II Kajian Pustaka
8 Maratul Latifah (12208173113) (Lichen)
 BAB IV Data dan Analisis
Data (Analisis Data)
 BAB V Pembahasan Alga
(Sargassum polycystum) dan
Lichen (Spesies 1/crustose)

iv
Tulungagung, 15 Mei 2019
Yang menyatakan
Mengetahui,
Asisten Dosen Asisten Dosen

Nuvia Wulandari Vina Khoirummazidah


NIM 17208163010 NIM 17208153008

Elfi Nova Nuraini Lious Ekma Wati Maya Fitriyah H.


NIM 12208173002 NIM 12208173023 NIM 12208172071

Dwi Ayu Retnosari Muhammad Ilham H.


NIM 12208172072 NIM 12208173078

Novita Ratna Sari Heni Dwi Kusumawati Maratul Latifah


NIM 12208173079 NIM 12208173080 NIM 12208173113

v
ABSTRAK
Taman nasional baluran merupakan kawasan konservasi bagi flora dan
fauna yang berada di Situbondo, Jawa Timur. Flora yang ada di Taman Nasional
Baluran ini beraneka ragam dan masih terawat dengan baik. Bukan hanya flora,
namun juga ada alga, lamun, fungi, lumut, dan lichen yang terjaga kearifannya.
Penelitian tentang “Diversitas dan Identifikasi Alga, Lamun, Fungi, Lumut, dan
Lichen di Taman Nasional Baluran” bertujuan untuk mengetahui
keanekaragaman, klasifikasi, morfologi, habitat, dan peran spesimen yang
dilakukan dengan menggunakan metode jelajah bebas. Hasil penelitian diversitas
keanekaragaman alga meliputi, Laurencia sp, Dictyota bartayresiana, Euchema
spinosum, Padina australis, Halimeda macroloba, Sargassum polycystum, dan
Turbinaria ornata. Sedangkan lamun meliputi Cymodocea rotundata, fungi
meliputi, Leucoagaricus rubrotinctoides, Coprinus protacilis, Auricularia
auricular, Ganoderma lucidum, Spesies 1, dan Hericium coralloides. Pada lumut
ditemukan satu spesies Tetraphis geniculate dan lichen meliputi, Spesies A,
Spesies B, Spesies C, dan Spesies D. Morfologi pada masing-masing spesimen
memiliki ciri khas masing-masing dan habitatnya meliputi substrat berpasir,
pesisir pantai, melekat pada batu dan terumbu karang, batang pohon, dan daerah
lembab. Spesimen yang ditemukan memiliki peran sebagi penghasil oksigen,
sumber bahan pangan, pengusir hama, dan antibiotik.

Kata Kunci : Diversitas, Alga, Lamun, Fungi, dan Taman Nasional Baluran

vi
ABSTRACT
Baluran National Park is a conservation area for flora and fauna in
Situbondo, East Java. The flora in Baluran National Park is diverse and still well
maintained. Not only flora, but also algae, seagrasses, fungi, mosses, and lichens
which are maintained by wisdom. Research on "Diversity and Identification of
Algae, Seagrass, Fungi, Lumut, and Lichen in Baluran National Park" aims to
determine the diversity, classification, morphology, habitat, and role of specimens
carried out using the free roaming method. The results of research on diversity of
algal diversity include, Laurencia sp, Dictyota bartayresiana, Euchema spinosum,
Padina australis, Halimeda macroloba, Sargassum polycystum, and Turbinaria
ornata. While seagrasses include Cymodocea rotundata, fungi include,
Leucoagaricus rubrotinctoides, Coprinus protacilis, Auricularia auricular,
Ganoderma lucidum, Species 1, and Hericium coralloides. In moss found one
species of Tetraphis geniculate and lichen including, Species A, Species B,
Species C, and Species D. Morphology in each specimen has its own
characteristics and its habitat includes sandy, coastal substrate attached to rocks
and reefs coral, tree trunks, and humid areas. Specimens found to have a role as
producers of oxygen, food sources, pest repellents, and antibiotics.

Keywords: Diversity, Algae, Seagrass, Fungi, and Baluran National Park

vii
KATA PENGANTAR
Segala puji dan syukur peneliti panjatkan kehadhirat Allah swt, yang telah
memberikan rahmat dan hidayah-Nya, sehingga peneliti dapat menyusun laporan
praktikum kkl ini dengan baik. Shalawat dan salam semoga tercurahkan kepada
Nabi Muhammad saw, serta sahabat, para tabi’in dan para penerus generasi Islam
yang telah membawa Islam ke-era yang penuh dengan ilmu pengetahuan.
Alhamdulillah berkat taufiq dan hidayah-Nya peneliti dapat menyelesaikan
laporan praktikum dengan judul “Diversitas dan Identifikasi Alga, Lamun,
Fungi, Lumut, dan Lichen di Taman Nasional Baluran”. Sebelumnya peneliti
mengucapkan terimakasih kepada.
1. Rektor IAIN Tulungagung Dr. Maftukhin, M.Pd yang telah memberikan
kesempatan kepada peneliti untuk belajar di kampus tercinta ini.
2. Segenap pihak pengurus Taman Nasional Baluran yang telah memberikan
izin dan kesempatannya kepada peneliti untuk melaksanakan kegiatan kkl
ini.
3. Dosen mata kuliah Botani Ibu Ainun Nikmati Laily, M,Si yang telah
memberikan kepercayaan kepada peneliti untuk menyusun laporan
praktikum kegiatan kkl ini.
4. Teman-teman yang ikut membantu dalam pembuatan laporan ini. Dengan
amanat itu peneliti akan memberikan hasil yang terbaik untuk laporan kkl
ini.
Penyusun menyadari bahwa laporan praktikum ini jauh dari kesempurnaan
dan keterbatasan kemampuan. Untuk itu penyusun sangat mengharapkan kritik
dan saran yang bersifat membangun demi kesempurnaan laporan praktikum ini.
Akhirul kalam, kepada Allah jualah peneliti berserah diri semoga selalu
dilimpahkan rahmat dan hidayah-Nya kepada kita semua.

Tulungagung, 15 Mei 2018

Penyusun

viii
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL........................................................................................ i
HALAMAN PERYATAAN DAN DESKRIPSI TUGAS KELOMPOK ........ ii
ABSTRAK ....................................................................................................... vi
KATA PENGANTAR ..................................................................................... viii
DAFTAR ISI .................................................................................................... ix
DAFTAR GAMBAR ....................................................................................... xi
DAFTAR TABEL ............................................................................................ xii
BAB I PENDAHULUAN ............................................................................... 1
1.1. Latar Belakang .................................................................................... 1
1.2. Rumusan Masalah ............................................................................... 2
1.3. Tujuan Penelitian ................................................................................ 3
1.4. Kegunaan Penelitian ........................................................................... 3
1.5. Ruang Lingkup dan Batasan Masalah................................................. 4
1.6. Definisi Operasional ........................................................................... 4
BAB II KAJIAN PUSTAKA ......................................................................... 6
2.1. Alga .................................................................................................... 6
2.2. Lamun ................................................................................................ 8
2.3. Fungi .................................................................................................. 9
2.4. Lumut ................................................................................................. 10
2.5. Lichen ................................................................................................ 13
BAB III METODE PENELITIAN ............................................................... 15
3.1. Rancangan Penelitian ......................................................................... 15
3.2. Populasi dan Sampel .......................................................................... 15
3.3. Waktu dan Tempat ............................................................................. 15
3.4. Alat dan Bahan ................................................................................... 16
3.5. Prosedur Kerja ................................................................................... 16
3.6. Teknik Analisis Data.......................................................................... 17
BAB IV DATA DAN ANALISIS DATA ...................................................... 18
BAB V PEMBAHASAN ................................................................................ 31
5.1.Identifikasi Keanekaragaman Alga di Pantai Bama............................. 31
5.2.Identifikasi Keanekaragaman Lamun di Pantai Bama ......................... 42

ix
5.3.Identifikasi Keanekaragaman Fungi di Evergreen ............................... 45
5.4.Identifikasi Keanekaragaman Lumut di Evergreen.............................. 54
5.5.Identifikasi Keanekaragaman Lichen di Evergreen ............................. 55
BAB VI PENUTUP ....................................................................................... 60
6.1. Kesimpulan ........................................................................................ 60
6.2. Saran .................................................................................................. 61
DAFTAR PUSTAKA ...................................................................................... 62
LAMPIRAN

x
DAFTAR GAMBAR

Gambar 5.1 Laurencia Sp ............................................................................... 31


Gambar 5.2 Dictyota bartayresiana ............................................................... 32
Gambar 5.3 Euchema spinosum ..................................................................... 34
Gambar 5.4 Padina australis .......................................................................... 35
Gambar 5.5 Halimeda macroloba .................................................................. 37
Gambar 5.6 Sargassum polycystum ................................................................ 39
Gambar 5.7 Turbinaria ornata ....................................................................... 41
Gambar 5.8 Cymodocea rotundata................................................................. 42
Gambar 5.9 Leucoagaricus rubrotinctoides ................................................... 45
Gambar 5.10 Coprinus plicatilis .................................................................... 47
Gambar 5.11 Auricularia auricular ............................................................... 48
Gambar 5.12 Spesies 1 ................................................................................... 50
Gambar 5.13 Ganoderma aplanatum ............................................................. 51
Gambar 5.14 Hericium coralloides ................................................................ 52
Gambar 5.15 Teraphis geniculate ................................................................. 54
Gambar 5.16 Spesies A (crustose) .................................................................. 55
Gambar 5.17 Spesies B (crustose) .................................................................. 56
Gambar 5.18 Spesies C (foliose).................................................................... 57
Gambar 5.19 Spesies D (crustose).................................................................. 59

xi
DAFTAR TABEL

Tabel 4.1 Hasil Data dan Analisis Data Keanekaragaman Alga


di Pantai Bama ................................................................................. 22
Tabel 4.2 Klasifikasi Keanekaragaman Alga di Pantai Bama ......................... 22
Tabel 4.3 Hasil Data dan Analisis Data Keanekaragaman Lamun
di Pantai Bama ................................................................................. 23
Tabel 4. 4 Klasifikasi Keanekaragaman Lamun di Savana Bama.................. 23
Tabel 4.5 Hasil Data dan Analisis Data Keanekaragaman Fungi
di Hutan Evergreen ......................................................................... 27
Tabel 4.6 Klasifikasi Keanekaragaman Fungi di Hutan Evergreen ................ 27
Tabel 4.7 Hasil Data dan Analisis Data Keanekaragaman Lumut
di Hutan Evergreen ......................................................................... 28
Tabel 4.8 Klasifikasi Keanekaragaman Lumut di Hutan Evergreen ............... 28
Tabel 4.9 Hasil Data dan Analisis Data Keanekaragaman Lichen
di Hutan Evergreen ......................................................................... 30

xii
BAB 1
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Indonesia merupakan negara tropis yang memiliki banyak
keanekaragaman flora dan fauna lebih dari negara-negara yang lain. Dengan letak
geografisnya yang mendukung, berbagai macam organisme dapat berhabitat di
dalamnya. Kekayaan sumber daya alam juga mengindikasikan kekayaan
hayatinya.
Berbagai jenis tumbuhan tidak hanya tumbuhan tingkat tinggi, namun juga
tumbuhan tingkat rendah, tersebar luas di seluruh tanah air. Seperti halnya lumut,
lichens dan fungi yang termasuk tumbuhan tingkat rendah, terutama terdapat pada
daerah hutan tropis. Fungi, ichens dan lumut dapat ditemukan di tempat basah,
lembab dan tempat yang masih terjaga kealamianya seperti hutan, mengingat
peranannya sebagai indikator lingkungan. Salah satu tempat yang memiliki
spesies-spesies tersebut dengan keanekaragaman yang cukup adalah di Taman
Nasional Baluran, Situbondo, JawaTimur. Di Taman Nasional Baluran ini
membuktikan dengan adanya beragam spesies dari objek yang diamati, bahwa
flora di Indonesia masih alami dan terlindungi serta Indonesia memang kaya dan
hal ini menjadi pertimbangan penting untuk semakin mengeksplorasi
keanekaragaman tersebut untuk kemajuan sains dan masyarakat.
Komponen penyusun hutan berupa lumut merupakan komponen yang
banyak menumbuhi pepohonan, karena lumut merupakan salah satu organisme
primer yang juga menjadi salah satu produsen penghasil oksigen dan menduduki
produsen tingkat 1 dalam rantai makanan. Jamur merupakan salah satu jenis
tumbuhan yang banyak dijumpai di alam, seiring dengan berkembangnya waktu,
telah diketahui bahwa terdapat lebih dari ribuan jamur dengan berbagai jenis.
Sedangkan lichen merupakan salah satu bioindikator pencemaran udara yang
sangat peka terhadap lingkungan buruk sehingga adanya lichen disuatu tempat
menunjukkan bahwa tempat tersebut udaranya masih bersih dan belum tercemar
polusi udara.

1
Allah berfirman dalam surat Al-An’am ayat 99, yang berbunyi :

‫ض ًرا‬ِ ‫س ًَا ِء َيا ًء فَأ َ ْخ َر ْجَُا بِ ِّ ََبَاتَ ُك ِّم ش ًَْ ٍء فَأ َ ْخ َر ْجَُا ِي ُُّْ َخ‬ َّ ‫َْٔ َُٕ انَّ ِذي أَ َْزَ َل ِيٍَ ان‬
ٌَُٕ‫ب َٔان َّز ٌْت‬ٍ ‫ت ِيٍْ أَ ْعَُا‬ ٍ ‫َُ ْخ ِر ُج ِي ُُّْ َحبًّا ُيت ََرا ِكبًا َٔ ِيٍَ انَُّ ْخ ِم ِيٍْ طَ ْه ِع َٓا قِ ُْ َٕاٌٌ دَاٍََِةٌ َٔ َجَُّا‬
ٰ
ٍ ‫شتَبِ ًٓا َٔ َغ ٍْ َر ُيتَشَابِ ٍّ ۗ ا َْظُ ُرٔا إِنَ ٰى ثَ ًَ ِر ِِ إِ َذا أَ ْث ًَ َر ٌََٔ ُْ ِع ِّ ۚ إٌَِّ فًِ َذنِ ُك ْى ٌَََا‬
‫ت نِقَ ْٕ ٍو‬ ْ ‫انر َّياٌَ ُي‬
ُّ َٔ
)٩٩( ٌَُُٕ‫ٌُ ْؤ ِي‬
Artinya : “Dan Dialah yang menurunkan air hujan dari langit, lalu Kami
tumbuhkan dengan air itu segala macam tumbuh-tumbuhan maka Kami
keluarkan dari tumbuh-tumbuhan itu tanaman yang menghijau. Kami keluarkan
dari tanaman yang menghijau itu butir yang banyak; dan dari mayang korma
mengurai tangkai-tangkai yang menjulai, dan kebun-kebun anggur, dan (Kami
keluarkan pula) zaitun dan delima yang serupa dan yang tidak serupa.
Perhatikanlah buahnya di waktu pohonnya berbuah dan (perhatikan pulalah)
kematangannya. Sesungguhnya pada yang demikian itu ada tanda-tanda
(kekuasaan Allah) bagi orang-orang yang beriman.”
Mengamati dan menelitinya merupakan hal yang perlu untuk dilakukan
oleh Mahasiswa Biologi IAIN TULUNGAGUNG, agar pengetahuan mengenai
objek-objek yang diamati, baik meliputi klasifikasi, jenis, morfologi sera anatomi,
dan manfaatnya dapat diketahui sehingga menghasilkan manfaat baik bagi
masyarakat dan kehidupan di alam ini. Oleh karena itu diadakan penelitian di
taman nasional dengan judul “Diversitas dan Identifikasi Alga, Lamun, Fungi,
Lumut, dan Lichen di Taman Nasional Baluran”.

1.2 Rumusan Masalah


1. Bagaimana keanekaragaman makroalga, fungi, lichen, lumut, dan lamun yang
ditemukan di pantai Bama Taman Nasional Baluran?
2. Bagaimana morfologi dari keanekaragaman makroalga, fungi, lichen, lumut,
dan lamun yang ditemukan di pantai Bama Taman Nasional Baluran?
3. Bagaimana klasifikasi dari keanekaragaman makroalga, fungi, lichen, lumut,
dan lamun yang ditemukan di pantai Bama Taman Nasional Baluran?

2
4. Bagaimana habitat dari keanekaragaman makroalga, fungi, lichen, lumut, dan
lamun yang ditemukan di pantai Bama Taman Nasional Baluran?
5. Apa saja manfaat atau peran dari keanekaragaman makroalga, fungi, lichen,
lumut, dan lamun yang ditemukan di pantai Bama Taman Nasional Baluran?

1.3 Tujuan Penelitian


1. Untuk mengetahui keanekaragaman makroalga, fungi, lichen, lumut, dan
lamun yang ditemukan di pantai Bama Taman Nasional Baluran.
2. Untuk mengetahui morfologi dari keanekaragaman makroalga, fungi, lichen,
lumut, dan lamun yang ditemukan di pantai Bama Taman Nasional Baluran.
3. Untuk mengetahui klasifikasi dari keanekaragaman makroalga, fungi, lichen,
lumut, dan lamun yang ditemukan di pantai Bama Taman Nasional Baluran.
4. Untuk mengetahui habitat dari keanekaragaman makroalga, fungi, lichen,
lumut, dan lamun yang ditemukan di pantai Bama Taman Nasional Baluran.
5. Untuk mengetahui manfaat atau peran dari keanekaragaman makroalga, fungi,
lichen, lumut, dan lamun yang ditemukan di pantai Bama Taman Nasional
Baluran.

1.4 Kegunaan Penelitian


1. Memberikan informasi kepada mahasiswa, khususnya jurusan biologi dalam
melakukan kegiatan lapangan untuk mendapatkan pengetahuan tentang
keanekaragaman Alga, Lamun, Fungi, Lumut, dan Lichen di Taman
Nasional Baluran.
2. Memberikan kejelasan klasifikasi, bentuk morfologi, habitat, dan peran
Alga, Lamun, Fungi, Lumut, dan Lichen di Taman Nasional Baluran.

3
1.5 Ruang Lingkup dan Batasan Masalah
Ruang lingkup dalam penelitian ini adalah mengkaji tentang diversitas
dan identifikasi Alga, Lamun, Fungi, Lumut dan Lichen yang ada pada
Evergreen dan Pantai Bama di Taman Nasional Baluran Situbondo.
Batasan masalah dalam penelitian ini yaitu:
1. Penelitian ditekankan pada pencarian dan identifikasi Alga, Lamun, Fungi,
Lumut dan Lichen.
2. Penelitian ini menggunakan metode jelajah bebas.
3. Penelitian dilakukan di daerah Evergreen dan Pantai Bama yang bertempat di
Taman Nasional Baluran.

1.6 Definisi Operasioanl


Untuk mengetahui adanya perbedaan pengertian dalam penelitian ini maka
perlu diberikan penjelasan tentang beberapa istilah, sebagai berikut:
1. Diversitas atau dikenal sebagai keanekaragaman hayati merupakan variasi
bentuk, penampilan, jumlah dan sifat yang terdapat diantara makhluk hidup di
semua habitat.
2. Identifikasi merupakan proses mencari, menemukan, mengumpulkan, meneliti
sesuatu.
3. Metode jelajah bebas merupakan metode menyusuri wilayah yang digunakan
untuk penelitian dan mendata jenis keanekaragaman yang ditemukan tanpa
menggunakan transek.
4. Alga merupakan sekelompok organisme autrorof yang tidak memiliki organ
dengan perbedaan fungsi yang nyata.
5. Lamun merupakan tumbuhan laut monokotil yang secara utuh memiliki
perkembangan sistem perakaran dan rhizome yang baik.
6. Fungi atau jamur merupakan sekelompok makhluk hidup eukariotik
heterotroph yang mencerna makanannya diluar tubuh lalu menyerap molekul
nutrisi ke dalam sel-selnya.

4
7. Lumut merupakan sekumpulan tumbuhan kecil, yang hidup di darat namun
sangat menyukai tempat yang lembab.
8. Lichen merupakan tumbuhan yang sering disebut sebagai lumut kerak, karena
tumbuhan ini merupakan simbiosis antara fungi dan alga.
9. Taman Nasional Baluran adalah salah satu Taman Nasional yang terletak di
wilayah Banyuputih, Situbondo dan Wongsorejo, Banyuwangi (sebelah
utara), Jawa Timur, Indonesia

5
BAB II
KAJIAN PUSTAKA
2.1 Alga
Algae merupakan salah satu sumber daya alam yang memiliki tingkat
keanekaragaman yang tinggi. Istilah algae berasal dari bahasa Latin "alga" yang
berarti ganggang laut atau yang lebih populer dengan istilah rumput laut. Ilmu
yang mempelajari hal-hal yang berkaitan dengan algae disebut algologi. Padanan
kata untuk algae dalam bahasa Yunani adalah "phycos", sehingga ilmu yang
mempelajari hal-hal yang berkaitan dengan algae juga disebut fikologi. Disisi
lain alga adalah organisme berklorofil yang tubuhnya merupakan thalus
(uniseluler dan multiseluler), alat reproduksinya tersusun dari banyak sel. Ada
tiga ciri-ciri reproduksi seksual pada alga yang dapat digunakan untuk
membedakannya dengan tumbuhan yang lain diantaranya :
1. Pada alga uniseluler, sel itu sendiri berfungsi sebagai sel kelamin (gamet).
2. Pada alga multiseluler, gametangium (organ penghasil gamet) ada yang
berupa sel tunggal, dan ada pula gamitangium yang tersusun dari banyak sel.
3. Sporangium (organ penghasil spora) dapat berupa sel tunggal, dan jika
tersusun dari banyak sel, semua penyusun sporangium bersifat fertil.
Tumbuhan alga tidak memperlihatkan adanya perbedaan antara akar,
batang, daun. Secara keseluruhan tanaman ini memiliki morfologi yang mirip
walaupun sebenarnya berbeda, sehingga dikelompokkan ke dalam kelompok
Thallophyta. Bentuk thallus ini bermacam-macam ada yang seperti tabung, pipih,
gepeng, bulat seperti kantung, seperti rambut. Percabangan thallus juga
bermacam-macam ada yang dischotomous (dua terus menerus), pinicilate (dua-
dua berlawanan sepanjang thallus utama), intricate (berpusat melingkari batang
utama dan disamping itu ada juga yang tidak bercabang). Struktur tubuh alga ini
terdiri dari tiga bagian utama yaitu blade (struktur yang menyerupai daun pipih
yang biasanya lebar), stipe (struktur yang menyerupai batang yang lentur dan

6
berfungsi sebagai penahan goncangan ombak), hidflast (bagian yang menyerupai
akar dan berfungsi untuk mellekatkan tubuhnya pada substrat).1
Secara umum alga banyak ditemukan di perairan laut, baik itu perairan
dangkal maupun perairan dalam yang masih disinari oleh cahaya matahari. Alga
terdiri dari mikroalga dan makroalga. Mikroalga adalah spesies uniselular atau
multiselular sederhana yang tumbuh secara cepat, dapat bertahan hidup pada
kondisi dan lingkungan dengan tekanan ekstrem seperti panas, dingin, anaerob,
salinitas, foto oksidasi, tekanan osmotik, dan paparan radiasi ultraviolet (UV).
Sedangkan makroalga merupakan spesies multiselular yang tidak memiliki akar,
batang atau daun yang nyata dan umumnya hidup pada habitat laut. Makroalga
memiliki thaloid atau stipe yang fungsinya menyerupai akar dan batang.
Makroalga (rumput laut) dapat dibagi menjadi tiga grup bedasarkan pigmen
mereka, yaitu Chlorophycae (alga hijau), Phaeophycae (alga coklat), dan
Rhadophyceae (alga merah).2
Umumnya pembagian golongan dalam alga ditentukan oleh warna dan
pigmen dalam tubuhnya, bentuk morfologi, jumlah cabang, bentuk percabangan,
sistem perakaran, sistem pembentukan thallus, kandungan klorofil yang ada di
dalam sel, kandungan protein, kandungan unsur dalam dinding maupun inti
selnya, jumlah dan bentuk flagel atau cilia atau bentuk sel bagi sel yang
uniseluler.3
Manfaat algae diantaranya yaitu sebagai sumber utama energi dan
makanan, bahan makanan manusia, bahan baku pembuatan polisakarida (agar,
karaginan, alginat), bahan baku pembuatan funori, sumber mineral, bahan
makanan ternak, bahan pupuk, antibiotik dan obat-obatan lainnya.

1
Rene Charles Kepel dkk, Biodeversitas Makroalga di Perairan Pesisir Desa Blongko, Kecamatan
Sinonsayang Kabupaten Minahasa Selatan, Jurnal Ilmiah Platax, Vol. 6:(1), 2018, hlm 175
2
Eva Oktarina, Alga : Potensinya pada Kosmetik dan Biomekanismenya, Majalah Teknologi Agro
Industri (Tegi), Vol. 9 No. 2, 2017, hlm. 2
3
Ma’ruf Kasim, Makro Alga, (Jakarta : Penebar Swadaya), 2007, hlm. 5

7
2.2 Lamun
Lamun (seagrass) adalah tumbuhan berbunga (Angiospermae) yang dapat
tumbuh dengan baik pada lingkungan laut dangkal. Semua lamun adalah
tumbuhan berbiji satu (monokotil) yang mempunyai akar, rimpang (rhizoma),
daun, bunga, biji, dan buah seperti halnya dengan tumbuhan berpembuluh yang
tumbuh di darat. Lamun senantiasa membentuk hamparan permadani di laut yang
dapat terdiri dari satu spesies (monospesific; banyak terdapat di daerah
temperate) atau lebih dari satu species (multispecific; banyak terdapat di daerah
tropis) yang selanjutnya disebut padang lamun.
Lamun tumbuh padat membentuk padang, sehingga dikenal sebagai
padang lamun (seagrass bads). Lamun dapat tumbuh membentuk padang lamun
dengan kepadatan mencapai 4.000 tumbuhan per m2 dan mempunyai Biomassa
tetap sebesar 2 kg/ m2 . Padang lamun dapat membentuk vegetasi tunggal,
tersusun atas satu jenis lamun yang tumbuh membentuk padang lebat, sedangkan
vegetasi campuran terdiri dari 2-12 jenis lamun yang tumbuh bersama-sama pada
satu substrat.4
Ekosistem padang lamun merupakan ekosistem pesisir yang ditumbuhi
oleh lamun sebagai vegetasi yang dominan serta mampu hidup secara permanen
di bawah permukaan air laut. Ekosistem padang lamun merupakan suatu
ekosistem yang kompleks dan mempunyai fungsi dan manfaat yang sangat
penting bagi perairan wilayah pesisir. Secara taksonomi lamun (seagrass)
termasuk dalam kelompok Angiospermae yang hidupnya terbatas di lingkungan
laut yang umumnya hidup di perairan dangkal wilayah pesisir.5
Pertumbuhan dan kepadatan lamun sangat dipengaruhi oleh pola pasang
surut, turbiditas, salinitas dan temperatur perairan. Kegiatan manusia di wilayah
pesisir seperti perikanan, pembangunan perumahan, pelabuhan dan rekreasi, baik

4
Billy T. Wagey dan Webi Sake, Variasi Morfometrik Beberapa Jenis Lamun Di Perairan Kelurahan
Tongkeina Kecamatan Bunaken, (Manado: Universitas Sam Ratulangi, 2013), Jurnal Pesisir
dan Laut Tropis, Volume 3 Nomor 1, hlm. 37
5
Umar Tangke, Ekosistem Padang Lamun (Manfaat, Fungsi dan Rehabilitasi), (Ternate: UMMU,
2010), Jurnal Ilmiah agribisnis dan Perikanan, Volume 3 Edisi 1, hlm. 10

8
langsung maupun tidak langsung juga dapat mempengaruhi eksistensi lamun.
Fauna yang berasosiasi dengan lamun biasanya sensitif oleh adanya siltasi dan
rendahnya kadar oksigen terlarut akibat tingginya BOD di daerah lamun. Oleh
karena itu segala bentuk perubahan di wilayah pesisir akibat aktivitas manusia
yang tidak terkontrol dapat menimbulkan gangguan fungsi sistem ekologi padang
lamun. Fenomena ini akan berpengaruh terhadap hilangnya unsur lingkungan
seperti daerah pemijahan, nursery ground bagi ikan maupun udang.

2.3 Fungi
Jamur atau fungi adalah sel eukariotik tidak memiliki klorofil, tumbuh
sebagai hifa, memiliki dinding sel yang mengandung kitin, bersifat heterotrof,
menyerap nutrien melalui dinding selnya, dan mengekskresikan enzim-enzim
ekstraselular ke lingkungan melalui spora, melakukan reproduksi seksual dan
aseksual. Bentuk dan ukuran jamur mencakup yang kecil dan besar yang biasa
disebut kulat, kapang, lapuk, cendawan, dan lain-lain. Beberapa jenis jamur ada
yang bersifat parasit pada inangnya, dan ada pula yang bersifat mutualisme atau
saling menguntungkan.
Berdasarkan ukurannya fungi dibedakan menjadi 2, yaitu makroskopis
dan mikroskopis. Fungi makroskopis atau cendawan adalah jamur yang tubuh
buahnya besar (berukuran 0,6 cm dan lebih besar) yang membentuk struktur
reproduksi untuk menghasilkan dan menyebarkan sporanya. Bisa dijumpai di
hutan, tanah lapang, padang rumput atau mungkin di halaman belakang rumah.
Fungi makroskopik yang mempunyai tubuh buah besar dikenal sebagai
makrofungi. Sebagian besar makrofungi yang dikenal adalah Basidiomycota dan
sebagian kecil termasuk pada Ascomycota. Beberapa jenis jamur dapat dimakan
dan beberapa lainnya beracun. Sedangkan jamur mikroskopis merupakan jamur

9
yang berukuran sangat kecil sehingga untuk melihat struktur jamur ini secara
jelas hanya dapat dilakukan dengan alat bantu berupa mikroskop.6
Bagian penting tubuh fungi adalah yaitu suatu struktur fungus berbentuk
tabung menyerupai seuntai benang panjang, ada yang tidak bersekat, dan ada
yang bersekat. Jumlah spesies fungi yang sudah diketahui hingga kini adalah
kurang lebih 69.000 dari perkiraan 1.500.000 spesies yang ada di dunia, dan di
Indonesia sendiri terdapat kurang lebih 200.000 spesies. Dapat dipastikan bahwa
Indonesia yang kaya akan diversitas tumbuhan dan hewan juga memiliki
diversitas fungi yang sangat tinggi mengingat lingkungannya yang lembab dan
suhu tropik yang mendukung pertumbuhan fungi.
Setiap fungi tercakup di dalam satu kategori taksonomi, dibedakan atas
tipe spora, morfologi hifa, dan siklus seksualnya. Kelompok-kelompok ini
adalah: Oomycetes, Zygomycetes, Ascomycetes, Basidiomycetes, dan
Deuteromycetes. Kecuali Deuteromycetes semua fungi menghasilkan spora
seksual. Fungi juga ada yang mengandung bermacam-macam vitamin, yaitu
riboflavin, tiamin, niasin, mineral, fosfor, dan kalsium, sedangkan kandungan
kalori dan kolesterol rendah, sehingga sering kali jamur dikatakan sebagai
makanan pelangsing. 7

2.4 Lumut
Tumbuhan lumut merupakan salah satu kelompok tumbuhan dari
keanekaragaman hayati yang belum banyak diteliti karena sepintas nampak tidak
menarik perhatian dan bahkan sering dianggap sebagai penyebab lingkungan
terlihat kotor. Namun, bila diperhatikan secara seksama beberapa jenis tumbuhan
lumut ini cukup menarik, baik dari warna maupun kehidupannya yang
berkelompok membentuk bantalan seperti karpet. Tumbuhan lumut sering

6
Welly Darwis, dkk, Determinasi Jamur Lycoperdales Yang Terdapat Di Desa Paja Bulan
Kecamatan Semidang Alas Kabupaten Seluma Bengkulu, Jurnal Ilmiah Konservasi Hayati Vol.
07 No.01 (Bengkulu : FMIPA Universitas Bengkulu, 2010), hlm.6
7
Anna Rakhmawati, Keanekaragaman Jamur, (Yogyakarta : Universitas Negeri Yogyakarta, 2010),
Hlm.3

10
dijumpai di tempat tempat yang lembab dan basah, misalnya di hutan dan hidup
menempel pada berbagai substrat, antara lain misalanya tanah dalam rimba, batu-
batu, cadas-cadas, gambut, kulit pohon, dan lain lain.
Lumut tidak mempunyai akar, batang dan daun sejati. Lumut merupakan
salah satu bagian kecil dari flora yang belum banyak tergali dan bagian
penyokong keanekaragaman flora. Keanekaragaman tumbuhan Bryophyta di
kawasan hutan sekitar waduk kedung brubus belum banyak terungkap.8 Lumut
sejati atau lumut daun (Musci) memiliki karakteristik yang dapat dibedakan dari
jenis lumut lainnya (lumut hati dan lumut tanduk). Bentuk hidup lumut daun
dapat dibedakan antara batang, daun, dan rhizoid. Berbeda dengan lumut tanduk
atau lumut hati yang pada umumnya memiliki bentuk hidup berupa lembaran
atau talus. Meskipun terdapat kelompok lumut hati berdaun, daun pada Musci
dapat dibedakan dari lumut hati dari adanya tulang daun dan tidak adanya badan
minyak pada sel-selnya.9
Ukuran tumbuhan lumut relatif kecil dan jarang ada yang mencapai 15
cm, bahkan ada yang tingginya hanya beberapa millimeter saja. Bentuk tubuhnya
pipih sepereti pita dan ada pula seperti batang dengan daun-daun kecil. Tumbuh
tegak atau mendatar pada substratnya dengaaan perantaraan rhizoid. Lumut
memiliki dua macam alat reproduksi, yaitu anteridium yang menghasilkan
spermatozoid dan arkegonium yang menghasilkan ovum. Tangkai anteridium
disebut anteridiofor, sedangkan tangkai arkegonium disebut arkegoniofor.
Berdasarkan letak alat kelaminnya (gametangia), lumut dibedakan menjadi dua
golongan, yaitu lumut berumah satu, bila anteridium dan arkegonium terletak
pada satu individu dan lumut berumah dua, bila anteridium dan arkegonium
terletak pada individu yang berlainan.

8
Tiara Kusuma Wati, dkk, Keanekaragaman Hayati Tanaman Lumut (Bryophyta) di Hutan Sekitar
Waduk Kedung Brubus Kecamatan Pilang Keceng Kabupaten Madiun. (Madiun : IKIP PGRI
Madiun, 2016). Jurnal Florea Volume 3 No 1. Hal 46
9
Ainun Nadhifah, dkk, Keanekaragaman Lumut (Musci) Berukuran Besar pada Zona Montana.
(Cianjur : Balai Konservasi Tumbuhan Kebun Raya Cibodas, 2018), PROS SEMNAS MASY
BIODIV INDON Volume 4, Nomor 2. Hal 102

11
Lumut mengalami siklus hidup diplobiontik dengan pergantian generasi
heteromorfik. Kelompok tumbuhan ini menunjukkan pergiliran generasi
gametofit dan sporofit yang secara morfologi berbeda. Generasi yang dominan
adalah gametofit, sementara sporofitnya secara permanen melekat dan tergantung
pada gametofit. Generasi sporofit selama hidupnya mendapat makanan dari
gametofit.
Pada siklus hidup tumbuhan lumut, sporofit menghasilkan spora yang
akan berkecambah menjadi protonema. Selanjutnya dari protonema akan muncul
gametofit. Generasi gametofit mempunyai satu set kromosom (haploid) dan
menghasilkan organ sex (gametangium) yang disebut archegonium (betina) yang
menghasilkan sel telur dan antheredium (jantan) yang menghasilkan sperma
berflagella (antherezoid dan spermatozoid). Gametangium biasanya dilindungi
oleh daun-daun khusus yang disebut bract (daun pelindung) atau oleh tipe
struktur pelindung lainnya.
Gametangium jantan (anteridium) berbentuk bulat atau seperti gada,
sedangkan betina (arkegonium) berbentuk seperti botol dengan bagian lebar
disebut perut dan bagian yang sempit disebut leher. Gametangia jantan dan
betina dapat dihasilkan pada tanaman yang sama (monoceous) atau pada tanaman
berbeda (dioceous).
Divisi Bryophyta dibagi menjadi tiga kelas, yaitu lumut hati
(Hepaticopsida), lumut tanduk (Anthocerotopsida), dan lumut sejati (Bryopsida).
Lumut dapat digunakan sebagai bahan untuk hiasan rumah tangga, obat-obatan,
bahan untuk ilmu pengetahuan dan sebagai indikator biologi untuk mengetahui
degradasi lingkungan. Beberapa contoh lumut yang dapat digunakan tersebut
adalah Calymperes, Campylopus dan Sphagnum (Glime & Saxena, 1991 dalam
Tan, 2003). Selain sebagai indikator lingkungan, keberadaan lumut di dalam
hutan hujan tropis sangat memegang peranan penting sebagai tempat tumbuh
organisme seperti serangga dan waduk air hujan.

12
Lumut sering juga digunakan untuk pertamanan dan rumah kaca. Hal
lain yang telah dilakukan dengan lumut ini adalah menggunakannya sebagai
bahan obat-obatan.

2.5 Lichen
Lichen merupakan tumbuhan yang sering disebut sebagai lumut kerak,
karena tumbuhan ini merupakan simbiosis antara fungi dan alga. Lichen
mempunyai banyak manfaat bagi kehidupan, salah satunya adalah sebagai
indikator pencemaran udara. Zat-zat berbahaya seperti logam berat, flourida,
pestisida, radioaktif, dan zat berbahaya lainnya dapat mempengaruhi
pertumbuhan koloni lichen. Tumbuhan ini tergolong tumbuhan perintis yang ikut
berperan dalam pembentukan tanah. Tumbuhan ini bersifat endolitik karena
dapat masuk pada bagian pinggir batu. Dalam hidupnya lichenes tidak
memerlukan syarat hidup yang tinggi dan tahan terhadap kekurangan air dalam
jangka waktu yang lama.
Kawasan hutan sangat berpotensi untuk habitat pertumbuhan dari lichen.
Salah satu diantaranya hutan yang terdapat di Sekipan Kabupaten Karanganyar.
Hutan ini merupakan ekosistem hutan hujan tropis yang merupakan habitat
makhluk hidup dan di hutan ini belum banyak dilakukan penelitian tentang flora
dan faunanya,walaupun ada hanya dibeberapa hutan lindung dan cagar alam yang
khusus meneliti fauna dan flora, penelitian tentang keanekaragaman dan
persebaran lichen sudah banyak dilakukan, tetapi untuk penelitian lichen seperti
pada hutan Sekipan ini belum ada, hutan ini dapat dijadikan sebagai lokasi
penelitian mengenai keanekaragaman jenis lichen.
Lichenes yang hidup pada batuan dapat menjadi kering karena teriknya
matahari, tetapi tumbuhan ini tidak mati, dan jika turun hujan bisa hidup kembali.
Lichenes menghasilkan lebih dari 500 senyawa biokimia yang unik untuk dapat
beradaptasi pada habitat yang ekstrim. Senyawa tersebut berguna untuk
mengontrol sinar terik matahari, mengusir/menolak (repellen) herbivora,
membunuh mikroba dan mengurangi kompetisi dengan tumbuhan, dll.

13
Diantaranya berbagai jenis pigmen dan antibiotik yang juga membuat lichenes
ini sangat berguna bagi manusia pada masyarakat tradisional. Tumbuhan ini
memiliki warna yang bervariasi seperti putih, hijau keabuabuan, kuning, oranye,
coklat, merah dan hitam. Alga dan jamur bersimbiosis membentuk lichenes baru
jika bertemu jenis yang tepat. Para ahli mengemukakan berbagai pendapat
mengenai pengelompokan atau klasifikasi lichenes dalam dunia tumbuhan. Ada
yang berpendapat bahwa lichenes dimasukkan ke dalam kelompok yang tidak
terpisah dari jamur, tapi kebanyakan ahli berpedapat bahwa lichenes perlu
dipisahkan dari fungi atau menjadi golongan tersendiri. Alasan dari pendapat
yang kedua ini adalah karena jamur yang membangun tubuh lichenes tidak akan
membentuk tubuh lichenes tanpa alga. Hal lain didukung oleh karena adanya zat-
zat hasil metabolisme yang tidak ditemui pada alga dan jamur yang hidup
terpisah.10
Dari hasil pengamatan yang ditemukan di Taman Nasional Baluran ada
jenis lichen yaitu Crustose dan Foliose. Lichenes Crustose memiliki thallus yang
berukuran kecil, datar, tipis dan selalu melekat ke permukaan batu, kulit pohon
atau di tanah. Jenis ini susah untuk mencabutnya tanpa merusak substratnya.
Lichen Crustose yang tumbuh terbenam di dalam batu hanya bagian tubuh
buahnya yang berada di permukaan disebut endolitik, dan yang tumbuh terbenam
pada jaringan tumbuhan disebut endoploidik atau endoploidal. Lichen yang
longgar dan bertepung yang tidak memiliki struktur berlapis, disebut leprose.
Lichen Foliose memiliki struktur seperti daun yang tersusun oleh
lobuslobus. Lichen ini relatif lebih longgar melekat pada substratnya. Thallusnya
datar, lebar, banyak lekukan seperti daun yang mengkerut berputar. Bagian
permukaan atas dan bawah berbeda. Lichenes ini melekat pada batu, ranting
dengan rhizines. Rhizines ini juga berfungsi sebagai alat untuk mengabsorbsi
makanan. Contoh: Xantoria, Physcia, Peltigera, Parmelia dll.11

10
Yurnaliza, Lichenes (Karakteristik, Klasifikasi Dan Kegunaan), (Universitas Sumatera Utara :
Fakultas Matematika Dan Ilmu Pengetahuan Alam Jurusan Biologi), digitized by USU digital
library, 2002, hlm. 1
11
Ibid, hlm. 2

14
BAB III
METODE PENELITIAN

3.1 Rancangan Penelitian


Penelitian ini menggunakan jenis penelitian diskriptif kualitatif yang
dilakukan dengan metode jelajah bebas. Metode ini dilakukan dengan cara
mengadakan pengamatan langsung terhadap spesies tumbuhan di kawasan
Taman Nasional Baluran. Spesies tumbuhan yang ditemukan diamati,
diidentifikasi dan didokumentasikan. Jika terdapat kesulitan, deskripsi spesimen
dilakukan dengan bantuan buku identifikasi dan pencarian literatur melalui
internet.
3.2 Populasi dan Sampel
1. Populasi
Populasi penelitian ini adalah seluruh jenis tumbuhan yang terdapat di
Pantai Bama dan Hutan Evergreen Taman Nasional Baluran Situbondo-Jawa
Timur.
2. Sampel
Sampel yang ditemukan dalam penelitian di Pantai Bama meliputi;
Alga (Laurencia Sp., Dictyota bartayresiana, Euchema spinosum, Padina
australis, Halimeda macroloba, Sargassum polycystum, Turbinaria ornata),
Lamun (Cymodocea rotundata). Sedangkan sampel yang ditemukan di Hutan
Evergreen meliputi: Fungi (Leucoagaricus rubrotinctoides, Coprinus
plicatilis, Auricularia auricular, Spesies 1, Ganoderma aplanatum, Hericium
coralloides), Lichen (Spesies A (Crustose), Spesies B (Crustose), Spesies C
(Foliose), Spesies D (Crustose) ), dan Lumut (Tetraphis geniculate).

3.3 Waktu dan tempat


Kegiatan praktikum pengambilan sampel dilaksanakan pada hari
Minggu, 7 April 2019 pukul 07:00 WIB – selesai, bertempat di Taman Nasional
Baluran, Sitobondo, Jawa Timur.

15
3.4 Alat dan Bahan
Alat-alat yang digunakan pada Kuliah Kerja Lapangan (KKL) ini adalah
sebagai berikut :
1. Piring (1 buah)
2. Timba (1 buah)
3. Penggaris (1 buah)
4. Sarung tangan karet (1 buah)
5. Kertas label (1 buah)
6. Camera atau alat dokumentasi (1 buah)
7. Plastik (secukupnya)
8. Tissue (secukupnya)
Bahan-bahan yang digunakan pada Kuliah Kerja Lapangan (KKL) ini
adalah sebagai berikut :
1. Spesies dari Alga (7 buah )
2. Spesies dari Fungi (5 buah)
3. Spesies dari Lichen (4 buah)
4. Spesies dari Lamun (1 buah)
5. Spesies dari Lumut (1 buah)

3.5 Prosedur Kerja


Pengamatan mengenai alga, lamun, fungi, lumut, dan lichen dilakukan
dengan metode jelajah bebas. Pengamatan ini dilakukan di dua tempat yaitu
Evergreen dan Pantai Bama Taman Nasional Baluran Situbondo. Di Evergreen
dilakukan dengan pengamatan pada Fungi, Lumut, dan Lichen, sedangkan di
Pantai Bama dilakukan pengamatan pada Alga dan Lamun. Pengamatan
mengenai alga, lamun, fungi, lumut, dan lichen dikakukan dengan cara
mengidentifikasi spesies tersebut yang mewakili masing-masing jenis.
Identifikasi dilakukan di Evergreen dan Pantai Bama Taman Nasional Baluran
Situbondo. Deskripsi spesies dilakukan dengan pengamatan dan pencatatan
anatomi dan morfologi spesies yang ditemukan. Jika terdapat kesulitan, deskripsi

16
dilakukan dengan bantuan buku panduan dan pencarian literature melalui
internet. Tidak lupa pengamatan di Pantai Bama dilakukan dengan pengamatan
tipe substratnya apakah substratnya pasir, lumpur, lumpur berpasir, padang
lamun, dll.

3.6 Teknik Analisa Data


Teknik analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah
menggunakan analisis kualitatif. Dalam analisis data kualitatif terdapat tiga
tahap, yaitu tahap reduksi data, display atau penyajian data dan kesimpulan atau
verivikasi.
1. Reduksi data
Dalam penelitian ini data yang diperlukan dalam penyusunan laporan
adalah spesies yang terdapat atau ditemukan di Evergreen dan Pantai Bama
yang terdapat di Taman Nasional Baluran pada saat penelitian di analisis dan
di identifikasi mulai dari morfologi, klasifikasi, habitat, peran atau manfaat
serta ciri lain yang ada pada spesies.
2. Penyajian data
Penyajian data dalam penelitian kualititif ini penyajian datanya berupa
teks naratif (berbentuk catatan lapangan) dan dari berbagai sumber jurnal,
buku, maupun artikel.
3. Kesimpulan
Ada berbagai macam spesies yang terdapat di Taman Nasional Baluran
yang berbeda-beda. Berdasarkan morfologi, klasifikasi, habitat, peran atau
manfaat serta ciri yang lainnya menunjukkan adanya penggolongan spesies
dari yang ditemukan.

17
BAB IV
DATA DAN ANALISIS DATA

Berdasarkan penelitian yang dilakukan di dapatkan hasil data berupa alga,


lamun, fungi, lumut, dan lichen yang terdapat di Taman Nasional Baluran Situbondo
Jawa Timur yang meliputi kawasan evergreen dan pantai bama.
4.1 Keanekaragaman Alga di Pantai Bama
Berdasarkan penelitian yang dilakukan, didapatkan hasil data dan analisis
data keanekaragaman alga di pantai bama sebagai mana pada tabel berikut:
No Nama Spesies Keterangan
1. Alga Berdasarkan penelitian
(Laurencia sp.) yang dilakukan di Pantai Bama
dapat diketahui Laurencia sp.
memiliki ciri-ciri morfologi yang
dapat langsung dilihat dengan
mata telanjang. Memiliki talus
silindris, percabangan dikotom,
membentuk rumpun yang rimbun,
lebih kecil, dan lebih memanjang,
berwarna merah kecoklatan atau
kehijau-hijauan. Mempunyai
percabangan bersebelah
menyebelah (pinnate), umumnya
melekat pada batu dan tersebar
luas di daerah terumbu karang.

2. Alga Berdasarkan penelitian


(Dictyota bartayresiana) yang dilakukan di Pantai Bama
dapat diketahui Dictyota
bartayresiana memiliki ciri-ciri
morfologi yang dapat langsung
dilihat dengan mata telanjang.
Alga ini berwana coklat, pipih,
memiliki thallus sedikit lebar dan
panjang. Sama seperti alga coklat
lainnya, alga ini hidup di pesisir

18
laut dekat bibir pantai yang
mudah terkena sinar matahari.

3. Alga Berdasarkan penelitian


(Euchema spinosum) yang dilakukan di Pantai Bama
dapat diketahui Euchema
spinosum memiliki ciri-ciri
morfologi yang dapat langsung
dilihat dengan mata telanjang.
Thallus silindris, percabangan
thallus berujung runcing atau
tumpul, dan ditumbuhi nodulus
(tonjolan-tonjolan) berupa duri
lunak yang tersusun berputar
teratur mengelilingi cabang.
Jaringan tengah terdiri dari
filamen tidak berwarna serta
dikelilingioleh sel-sel besar,
lapisan korteks, dan lapisan
epidermis (luar). Pembelahan sel
terjadi pada bagian apikal thallus.

19
4. Alga Berdasarkan penelitian
(Padina australis) yang dilakukan di Pantai Bama
dapat diketahui Padina australis
memiliki ciri-ciri morfologi yang
dapat langsung dilihat dengan
mata telanjang. Alga ini berwarna
coklat kekuningan. Thallus alga
ini berbentuk seperti kipas serta
permukaannya halus, licin dan
agak tebal panjangnyaa antara 4-5
cm. Alga ini juga memiliki
segmen-segmen lembaran tipis
(lobus) dengan garis-garis rambut
radial di permukaan daun. Tubuh
menempel pada batu di daerah
rataan terumbu karang.

5. Alga Berdasarkan penelitian


(Halimeda macroloba) yang dilakukan di Pantai Bama
dapat diketahui Halimeda
macroloba memiliki ciri-ciri
morfologi yang dapat langsung
dilihat dengan mata telanjang.
Termasuk kedalam alga hijau.
Thallus rimbun dan tegak,
segmen-segmen tebal dan
berkapur berbentuk seperti gada,
mempunyai jumlah percabangan
3-4, tersusun tumpang tindih,
thallus berwarna hijau pada saat
masih segar dan kuning kehijauan
pada saat kering; hidup pada
substrat berpasir dan pasir
bercampur lumpur. Memiliki

20
percabangan rata-rata 3-4
percabangan. Memiliki thallus
yang dominan berwarna hijau
yang disebabkan oleh klorofil a
dan b sehingga warna pigmen-
pigmen lain seperti karatenoid dan
xantofil tidak terlihat, bersegmen
agak tebal, dan bercabang.

6. Alga Berdasarkan penelitian


(Sargassum polycystum) yang dilakukan di Pantai Bama
dapat diketahui Sargassum
polycystum memiliki ciri-ciri
morfologi yang dapat langsung
dilihat dengan mata telanjang.
Alga coklat memilki thallus,
berwarna kekuning-kuningan.
Pangkal daun melebar, sedikit
meruncing dan terdapat gerigi
pada bagian daun. Ujung daun
bergerigi tapi tidak terlalu dalam,
dan agak sedikit mendatar.
Mempunyai titik kecil hitam pada
daun. Memiliki gelembung kecil,
dengan jumlah yang banyak dan
berwarna coklat.

7. Alga Berdasarkan penelitian


(Turbinaria ornata) yang dilakukan di Pantai Bama
dapat diketahui Turbinaria ornata
memiliki ciri-ciri morfologi yang
dapat langsung dilihat dengan
mata telanjang. Tersusun seperti
turbin atau kincir. Algae ini
ditemukan dengan ukuran 8 cm
dengan warna coklat kekuningan.

21
Seperti alga pada umumnya
Turbinaria ornata juga memiliki
blade atau alat apung. Namun alat
apung pada alga ini berbentuk
seperti corong dengan bentukan
tepi yang bergerigi. Gerigi pada
tepi blade ini tajam dan terlrtak
tidak beraturan. Pada alga ini juga
terdapat bintik bintik coklat tua
yang menonjol. Thallus pada alga
Turbinaria ornata tegak dengan
bentuk daun agak membulat.

Tabel 4.1 Hasil Data dan Analisis Data


Keanekaragaman Alga di Pantai Bama
Adapun klasifikasi keanekaragaman alga di Pantai Bama sebagaimana
tabel berikut :

Divisi Kelas Ordo Famili Genus Spesies

Rhodophytha Rhodophyceae Ceramiales Rhodomellaceae Laurencia Laurencia sp


Dictyota
Ochrophyta Phaeophyceae Dictyotales Dictyotaceae Dictyota
bartayresiana
Eucheuma
Thallophyta Rhodophyceae Nemastomales Rhodophyllidaceae Eucheuma
spinosum
Dityotales Dictyootaceae Padina
Phaenophyta Phaeophyceae Padina
australis
Halimeda
Chlorophyta Chlorophyceae Caulerpales Halimedaceae Halimeda
macroloba
Sargassum
Phaeophyta Phaeophyceae Fucales Sargassaceae Sargassum
polycystum
Turbinaria
Phaeophyta Phaeophyceae Fucales Fucaceae Turbinaria
ornata
Tabel 4.2 Klasifikasi Keanekaragaman Alga di Pantai Bama

22
4.2 Keanekaragaman Lamun di Pantai Bama
Berdasarkan penelitian yang dilakukan, didapatkan hasil data dan analisis
data keanekaragaman lamun di pantai bama sebagai mana pada tabel berikut:
Lamun Berdasarkan penelitian yang
(Cymodocea rotundata) dilakukan di Pantai Bama dapat
diketahui Cymodocea rotundata
memiliki ciri-ciri morfologi yang
dapat langsung dilihat dengan
mata telanjang. Tumbuhan ini
sering ditemukan di air jernih.
Cymodocea rotundata berbentuk
1. ramping. Daun seperti garis lurus,
tidak menyempit sampai ujung
daun membulat halus dan
seludung daun keras. Tunas
pendek dan tegak. Muncul bekas
luka (scars) yang merupakan
perkembangan dari pelepah daun
membentuk cincin sepanjang
batang (stem).

Tabel 4.3 Hasil Data dan Analisis Data


Keanekaragaman Lamun di Pantai Bama
Adapun klasifikasi keanekaragaman lamun di Pantai Bama sebagaimana
tabel berikut :
Divisi Kelas Ordo Famili Genus Spesies
Cymodocea
Antophyta Angiospermae Potamogetonales Cymodoceaceae Cymodocea
rotundata
Tabel 4.4 Klasifikasi Keanekaragaman Lamun di Pantai Bama

23
4.3 Keanekaragaman Fungi di Hutan Evergreen
Berdasarkan penelitian yang dilakukan, didapatkan hasil data dan analisis
data keanekaragaman Fungi di Hutan Evergreen sebagai mana pada tabel
berikut:
No Nama Spesies Keterangan
1. Fungi Berdasarkan penelitian
(Leucoagaricus rubrotinctoides) yang dilakukan di Evergreen dapat
diketahui Leucoagaricus
rubrotinctoides memiliki ciri-ciri
morfologi yang dapat langsung
dilihat dengan mata telanjang.
Jamur ini memiliki bentuk
basidium yang besar dengan
permukaan yang rata. Selain itu
pada bagian permukaan basidium
terdapat warna coklat muda
dengan pusat berwarna coklat.
Pada pusat cup atau basidium
tidak haya berwarna coklat saja,
biasanya juga ada yang berwarna
kemerahan, merah, keunguan, dan
hitam. Warna pada tengah cup ini
akan memudar kearah tepi. Bagian
cup bersisik fibrilosa, memiliki
bercak coklat, merah muda dan
dengan spora yang sedikit lebih
besar.

2. Berdasarkan penelitian
yang dilakukan di Evergreen dapat
diketahui Coprinus protacilis
memiliki ciri-ciri morfologi yang
dapat langsung dilihat dengan
mata telanjang. Pori bebas dari
batang, dekat atau hampir jauh;
keputihan pada awalnya, menjadi
abu-abu gelap dan akhirnya hitam.

24
Fungi Batang rapuh, berongga, gundul
(Coprinus protacilis) atau sangat halus halus, putih,
tanpa cincin. Seluruhnya
substansial berwarna keputihan.
Bau dan rasa tidak khas. Spora
berwarna hitam.

3. Fungi Berdasarkan penelitian


(Auricularia auricula) yang dilakukan di Evergreen dapat
diketahui Auricularia auricula
memiliki ciri-ciri morfologi yang
dapat langsung dilihat dengan
mata telanjang. Memiliki warna
coklat tua kemerahan, bertekstur
kenyal, dan tumbuh di alam pada
pohon mati yang lembab dan
basah. Tubuh jamur bertangkai
pendek dan tumbuh menempel
pada substrat dengan membuat
lubang pada permukaannya.
Permukaan atas seperti beludru
dan bagian bawah licin mengkilat.
Kulitnya berlendir selama musim
hujan dan tampak mengkerut pada
musim kemarau.

4. Berdasarkan morfologi
yang di identifikasi, jamur ini
lebih spesifik berbentuk seperti
kayu, berwarna coklat, dan bentuk
nya mirip seperti telinga, jamur ini
menempel di batang pohon, dan
terdapat garis-garis di tengah
tubuhnya (miselium). Jamur ini di
temukan di evergreen taman

25
Fungi nasional Baluran. Jamur ini
(Spesies 1) hampir sama dengan kebanyakan
jamur kayu lainnya (genoderma
applanatum).

5. Fungi Berdasarkan penelitian


(Ganoderma aplanatum) yang dilakukan di Evergreen dapat
diketahui Ganoderma aplanatum
memiliki ciri-ciri morfologi yang
dapat langsung dilihat dengan
mata telanjang. Bentuk fungi ini
menyerupai payung atau
berbentuk bundar. Bagian tepi
berlekuk, sedikit bergerigi dan
berdaging tebal. Fungi ini
berwarna cokelat. Tubuh fungi ini
sedikit lunak atau kenyal saat
masih muda, kemudian mengeras
saat tua.

6. Fungi Berdasarkan penelitian


(Hericium coralloides) yang dilakukan di Evergreen dapat
diketahui Hericium coralloides
memiliki ciri-ciri morfologi yang
dapat langsung dilihat dengan
mata telanjang. Memiliki tubuh
buah bundar dengan duri semua
muncul dari titik yang sama.
Warnanya putih dan dapat
berwarna kuning-coklat pucat
berubah lebih gelap dengan
bertambahnya usia, badan buah
melekat pada substrat. Hericium

26
bersifat saprobik dan mungkin
parasit, tumbuh sendiri atau
berkelompok pada cabang dan
tunggul kayu keras yang tumbang
pada iklim yang lebih hangat.
Hericium memiliki cetak spora
berwarna putih, dan memiliki bau
dan rasa yang tidak khas.

Tabel 4.5 Hasil Data dan Analisis Data


Keanekaragaman Fungi di Hutan Evergreen
Adapun klasifikasi keanekaragaman fungi di pantai bama sebagaimana
tabel berikut:
Divisi Kelas Ordo Famili Genus Spesies
Leucoagaricus
Basidiomycota Agaricomycetes Agaricales Agaricaceae Leucoagaricus
rubrotinctoides
Parasola
Basidiomycota Agaricomycetes Agaricales Psathyrellaceae Parasola
plicatilis
Auricularia
Basidiomycota Basidiomycetes Auriculariales Auricularaceae Auricularia
auricula-judae
Basidiomycota Agaricomycetes - - - Spesies 1
Ganoderma
Basidiomycota Agaricomycetes Polyporales Ganodermataceae Ganoderma
aplanatum
Hericium
Basidiomycota Agaricomycetes Russulales Hericiaceae Hericium
coralliodes
Tabel 4.6 Klasifikasi Keanekaragaman Fungi di Hutan Evergreen

27
4.4 Keanekaragaman Lumut di Hutan Evergreen
Berdasarkan penelitian yang dilakukan, didapatkan hasil data dan analisis
data keanekaragaman Lumut di Hutan Evergreen sebagai mana pada tabel
berikut:
1. Lumut Bryopsida sp. Berdasarkan penelitian
(Tetraphis geniculata) yang dilakukan di Evergreen dapat
diketahui Tetraphis geniculata
memiliki ciri-ciri morfologi yang
dapat langsung dilihat dengan
mata telanjang. Daunnya panjang
1-2 mm, bulat telur, berwarna
hijau kecoklatan atau coklat
kekuningan, tegak dan tampak
kaku untuk sedikit berkerut saat
kering, dengan pelepah yang
menonjol. Tanaman berdaun steril
sering menghasilkan lempeng-
lempeng kecil sel, yang
merupakan perbanyakan
vegetative. Kapsulnya berlimpah,
berwarna kuning kecokelatan dan
berbentuk silindris.

Tabel 4.7 Hasil Data dan Analisis Data


Keanekaragaman Lumut di Hutan Evergreen
Adapun klasifikasi keanekaragaman lumut di Hutan Evergreen
sebagaimana tabel berikut:
Divisi Kelas Ordo Famili Genus Spesies

Tetraphis
Bryophyta Tetraphidopsida Tetraphidales Tetraphidaceae Tetraphis
geniculata.

Tabel 4.8 Klasifikasi Keanekaragaman Lumut di Hutan Evergreen

28
4.5 Keanekaragaman Lichen di Hutan Evergreen
Berdasarkan penelitian yang dilakukan, didapatkan hasil data dan analisis
data keanekaragaman Lumut di Hutan Evergreen sebagai mana pada tabel
berikut:
1. Lichen Crustose Berdasarkan penelitian
(Lecanora thysanophora) yang dilakukan di Evergreen dapat
diketahui Lecanora thysanophora
memiliki ciri-ciri morfologi yang
dapat langsung dilihat dengan
mata telanjang. Memiliki thallus
yang berukuran kecil, datar, tipis,
dan melekat pada kulit pohon.
Berwarna hijau dan pada bagian
tepi memiliki warna putih. Jenis
ini sulit dicabut tanpa merusak
substratnnya, karena sudah sangat
melekat pada substranya. Terdapat
pada kulit pohon atau batang yang
sudah mati.

2. Lichen Berdasarkan penelitian


(Chrustose) yang dilakukan di Evergreen dapat
diketahui Chrustose memiliki ciri-
ciri morfologi yang dapat
langsung dilihat dengan mata
telanjang. Bentukan yang sulit
dibedakan antar bagian-bagian
penyusunnya. Lichen ini berwarna
putih dan sedikit kehijauan seperti
penyakit panu pada manusia dan
sangat menempel pada pohon.
Jika dilihat secara kasat mata,
lichen ini seperti kulit pada pohon
dan bukan organisme lain.

29
3. Lichen Berdasarkan penelitian
Spesies C (Foliose) yang dilakukan di Evergreen dapat
diketahui Spesies C (Foliose)
memiliki ciri-ciri morfologi yang
dapat langsung dilihat dengan
mata telanjang. Lichen ini
berwarna putih kecoklatan dan
menempel pada pohon. Jika
dilihat secara kasat mata, lichen
ini seperti kulit pada pohon dan
bukan organisme lain. Sehingga
dapat dinyatakan bahwa lichen
yang teramati merupaka jenis
foliose. Lichen ini relatif lebih
longgar melekat pada substratnya.
Thalusnya datar, lebar, banyak
lekukan daun yang mengkerut
berputar. Bagian atas dan bawah
berbeda. Lichen ini melakat pada
batu, ranting.

4. Lichen Berdasarkan penelitian


Spesies D (Crustose) yang dilakukan di Evergreen dapat
diketahui Spesies D (Crustose)
memiliki ciri-ciri morfologi yang
dapat langsung dilihat dengan
mata telanjang. Mempunyai warna
hijau keputih-putihan. Lichens ini
masih berukuran sangat kecil dan
baru saja tumbuh. Lichens ini
sangat jarang ditemukan dan dapat
dikatakan langka, bahkan pada
hutan evergreen Taman Nasional
Baluran ditemukan hanya satu dan
sangat kecil.

Tabel 4.9 Hasil Data dan Analisis Data


Keanekaragaman Lumut di Hutan Evergreen

30
BAB V
PEMBAHASAN

Penelitian mengenai alga, lamun, fungi, lumut, dan lichen pada Taman
Nasional baluran terdapat pada dua lokasi yang berbeda, yaitu pantai bama dan
evergreen. Adapun uraian secara lengkap mengenai yang ditemukan pada lokasi
tersebut adalah sebagai berikut:
5.1 Identifikasi Jenis-Jenis Alga di Pantai Bama
1. Laurencia Sp.

Kingdom : Plantae
Divisi : Rhodophytha
Kelas : Rhodophyceae
Ordo : Ceramiales
Famili : Rhodomellaceae
Genus : Laurencia
Spesies : Laurencia sp

Gambar 5.1 Laurencia Sp.


Laurencia sp memiliki talus silindris, percabangan dikotom,
membentuk rumpun yang rimbun, lebih kecil, dan lebih memanjang, berwarna
merah kecoklatan atau kehijau-hijauan, diameter sekitar 1-2 mm, dan panjang
talus dapat mencapai 20 cm. Percabangan pada rumput laut Laurencia, yaitu
bersebelah menyebelah (pinnate), yang memiliki ukuran percabangan
berangsur-angsur memendek ke arah ujung sehingga penampakan rumpun
seperti piramida. Laurencia sp umumnya melekat pada batu dan tersebar luas
di daerah terumbu karang. Pada tempat-tempat tertentu Laurencia sp dapat
ditemukan berlimpah sehingga mendominasi areal pertumbuhan. Laurencia sp

31
memiliki sebaran geografis yang cukup luas di perairan Indonesia, yaitu
banyak diternukan di pantai Bama Taman Nasional Baluran.
Bentuknya bercabang-cabang dengan ujung percabangan terakhir atau
bisa juga dikatakan daun berbentuk bulatan-bulatan kecil yang menumpuk
banyak, pada daerah ini terdapat spical pit (titik tumbuh). Pertumbuhan spical
pit lebih cepat dibandingkan dengan bagian thallus lainnya. Warna thallus
merah kehijauan, dan ada juga berwarna merah kecoklatan karena adanya
pigmen fikoeritrin. Bagian bawahnya berupa holdfast yang digunakan untuk
melekatkan diri pada substrat, karena alga ini melekat pada daerah terumbu
karang. Laurencia sp banyak dimanfaatkan sebagai bahan makanan,
antibiotik, anti bakteria, sumber carrageenan dan sebagai umpan ikan. Spesies
ini banyak dimanfaatkan sebagai anti jamur (anti fugal) dan bakteri. 12

2. Dictyota bartayresiana

Kingdom : Chromista
Divisi : Ochrophyta
Kelas : Phaeophyceae
Ordo : Dictyotales
Famili : Dictyotaceae
Genus : Dictyota
Spesies : D. bartayresiana

Gambar 5.2 Dictyota bartayresiana


Dictyota bartayresiana, umumnya dikenal sebagai tumbleweed laut
yang dipalsukan, adalah spesies alga coklat yang ditemukan di daerah tropis
Indo-Pasifik barat dan Teluk Meksiko. Ini mengandung bahan kimia yang
sedang diteliti untuk kemungkinan penggunaan sebagai antimikroba, sebagai
larvisida dan sebagai sitotoksin. Dictyota bartayresiana tumbuh setinggi 9

12
Soegiarto, Rumput Laut (algae) Manfaat dan Usaha Budidaya, (Jakarta:Lembaga Oceanologi
Nasional, 1978) hlm. 2

32
hingga 14 cm, berlabuh di dasar laut oleh pegangan yang bervariasi berbentuk
dikelilingi oleh rhizoids. Bilahnya rata dan bercabang secara dikotomis.
Thallus memiliki lebar 6 hingga 10 mm di bawah setiap persimpangan dan
lebar 2 hingga 4 mm tepat di atas; panjangnya 10 hingga 15 mm dan tidak
memiliki pelepah. Sporangia berdiameter 125 hingga 140 μ. 13
Dari hasil pengamatan yang dilakukan, alga ini berwana coklat, pipih,
memiliki thallus sedikit lebar dan panjang. Sama seperti alga coklat lainnya,
alga ini hidup di pesisir laut dekat bibir pantai yang mudah terkena sinar
matahari. Dictyota bartayresiana mengandung beberapa diterpen dan
metabolit sekunder lainnya. Ekstrak metanol dan kloroform rumput laut
menunjukkan aktivitas antibakteri terhadap Escherichia coli, Shigella flexneri
dan Pseudomonas aeruginosa, dan ekstrak minyak bumi menunjukkan efek
yang sama terhadap Morganella morganii. Ekstrak metanol juga efektif
sebagai larvisida terhadap nyamuk Culex quinquefasciatus, dan menunjukkan
toksisitas terhadap larva nauplii udang air garam, yang merupakan proksi
untuk aktivitas anti-tumor. Ini berarti bahwa rumput laut menunjukkan janji
sebagai antibakteri spektrum luas, larvisidal, dan zat sitotoksik. Penelitian
lebih lanjut diperlukan untuk mengidentifikasi bahan aktif yang bertanggung
jawab atas efek ini. 14

13
Johnson Marimuthu Alias Antonysamy, Kalaiarasi Velayutham, Narayani Mani, Shibila Thangaiah,
Revathy Irullappa, "Antibacterial, cytotoxic and larvicidal potential of Dictyota bartayresiana
Lamour. Journal of Coastal Life Medicine. Vol 3 (1). 2015, hlm. 12
14
Johnson Marimuthu Alias Antonysamy, Kalaiarasi Velayutham, .........................................., hlm. 15

33
3. Euchema spinosum

Kingdom : Plantae
Divisi : Thallophyta
Kelas : Rhodophyceae
Ordo : Nemastomales
Famili : Rhodophyllidaceae
Genus : Eucheuma
Spesies :Eucheuma spinosum

Gambar 5.3 Euchema spinosum


Pada penelitian ini ditemukan rumput laut yaitu Eucheuma spinosum.
Eucheuma spinosum merupakan salah satu jenis rumput laut dari kelas
Rhodophyceae (ganggang merah). Rumput laut ini dikenal dengan nama
daerah agar-agar. Dalam dunia perdagangan, rumput laut ini dikenal dengan
istilah spinosum yang berarti duri yang tajam. Rumput laut ini berwarna
cokelat tua, hijau cokelat, hijau kuning, atau merah ungu. Ciri-ciri rumput laut
jenis E.spinosum yaitu thallus silindris, percabangan thallus berujung runcing
atau tumpul, dan ditumbuhi nodulus (tonjolan-tonjolan) berupa duri lunak
yang tersusun berputar teratur mengelilingi cabang, lebih banyak dari yang
terdapat pada Eucheuma cottonii. Ciri-ciri lainnya mirip seperti E. cottoni.
Jaringan tengah terdiri dari filamen tidak berwarna serta dikelilingioleh sel-sel
besar, lapisan korteks, dan lapisan epidermis (luar). Pembelahan sel terjadi
pada bagian apikal thallus.
Rumput laut jenis Eucheuma spinosum dapat hidup pada kondisi suhu
28- 30oC dengan rata-rata 30oC. Habitat khas dari Eucheuma adalah daerah
yang memperoleh aliran air laut yang tetap, lebih menyukai variasi suhu
harian yang kecil dan substrat batu karang mati. Eucheuma spinosum tumbuh
melekat pada rataan terumbu karang, batukarang, batuan, benda keras, dan

34
cangkang kerang. E. spinosum memerlukan sinar matahari untuk proses
fotosintesis sehingga hanya hidup pada lapisan fotik.15
E.spinosum merupakan salah satu alternatif dalam rangka upaya
meningkatkan pendapatan para petani ataupun nelayan serta dalam
pemanfaatan lahan di wilayah pesisir pantai. E.spinosum mempunyai nilai
ekonomis penting karena mengandung karagenan yang banyak dimanfaatkan
dalam industri makanan, kosmetik, farmasi serta industri lainnya seperti
tekstil, kertas, fotografi, pasta dan pengalengan ikan.16

4. Padina australis

Kingdom : Plantae
Divisi : Phaenophyta
Kelas : Phaeophyceae
Ordo : Dityotales
Famili : Dictyootaceae
Genus : Padina
Spesies : Padina australis
Gambar 5.4 Padina australis
Pada penelitian ini ditemukan salah satu algae yaitu Padina australis.
Berdasarkan hasil pengamatan bahwa alga ini termasuk ke dalam organisasi
parenkimateus dan alga ini berwarna coklat kekuningan. Warna cokelat ini
dikarenakan dalam thallusnya terkandung pigmen fikosantin (coklat) dan
xantofil. Selain itu alga ini juga memiliki klorofil a dan c, fikosantin dan
klorofil tersebut berada di dalam plastid thalusnya. Thallus alga ini berbentuk
seperti kipas serta permukaannya halus, licin dan agak tebal panjangnyaa
antara 4-5 cm. Alga ini juga memiliki segmen-segmen lembaran tipis (lobus)

15
Anton, Pertumbuhan dan Kandungan Keraginan Rumput Laut (Eucheuma spinosum) Pada Spesies
Berbeda, /Jurnal Airaha, Vol 5 No. 2 : 102 - 109 , (Bone : Teknologi Budidaya Perikanan-
Politeknik Kelautan dan Perikanan, 2017), hlm.6-7
16
Madrian Candra Kurniawan, Dkk, Pertumbuhan Rumput Laut Eucheuma Spinosum Dengan
Perlakuan Asal Thallus Dan Bobot Berbeda Di Teluk Lampung Provinsi Lampung, Maspari
Journal 10(2):161-186, (Indralaya : Universitas Sriwijaya, 2018), hlm.162

35
dengan garis-garis rambut radial di permukaan daun. Alat pelekatnya
(Holdfast) berbentuk cakram kecil berserabut. Bagian atas lobus agak melebar
dengan pinggiran rata. Tubuh menempel pada batu di daerah rataan terumbu
karang.
Padina australis merupakan spesies alga laut dari divisi Phaenophyta
(alga cokelat) yang pada umumnya tersebar di perairan laut, mulai perairan
laut dangkal hingga perairan dalam. Habitat dari alga ini khususnya di
perairan laut yang dingin dan dapat juga ditemukan hidup melekat di bebatuan
pada rataan terumbu karang di pinggiran pantai. Cadangan makanan pada
Padina australis berupa laminarin, yaitu sejenis karbohidrat yang tergolong
dalam polisakarida selain laminarin juga ditemukan manitol. Laminarin dapat
terakumulasi dalam jumlah yang cukup untuk membentuk 7-35 persen dari
berat kering tanaman. Peningkatan bertahap dalam jumlah itu pada saat
reproduksi atau ketika bagian baru sedang diregenerasi menunjukkan yang
berfungsi sebagai cadangan makanan.
Pertumbuhan Padina australis bergantung pada jenis bibit dan
pencemaran, jenis bibitlah yang mempengaruhi pertumbuhan Padina
australis, semakin muda umur Padina australis yang diambil untuk
dibudidayakan dengan teknik ini maka semakin baik juga pertumbuhan
Padina australis tersebut. Sedangkan pencemaran lingkungan di sekitar pantai
mempengaruhi pertumbuhan Padina australis. 17
Salah satu kandungan yang bernilai ekonomis penting dari Padina
australis adalah alginat. Alginat terdapat dalam semua jenis alga coklat
sebagai salah satu komponen penyusun dinding sel dalam bentuk garam-
garam kalsium, magnesium, natrium, dan kalium dari asam alginat. Alginat
adalah istilah yang umum digunakan untuk garam-garam dari asam alginat.
Pemanfaatan alginat terutama dalam industri pangan (campuran kue,
campuran es krim, campuran gula-gula, campuran salad dan saus, campuran
17
Franklin R.Kemenangan dkk, Pertumbuhan Alga Coklat Padina australis di Perairan Pesisir Desa
Serei, Kecamatan Likupang Barat, Kabupaten Minahasa Utara, (Minahasa: 2017), Jurnal
Ilmiah Platax, Vol.5, No.2, hlm. 245

36
sirup), industri farmasi (bahan pensuspensi penisilin), industri kosmetik
(bahan dasar krim, pewarna rambut), industri tekstil (bahan pencelup), industri
cat (pensuspensi pigmen, penstabil emulsi, meningkatkan daya rekat), industri
kertas (pelapis kertas, meningkatkan daya serap tinta), industri karet (bahan
penstabil), fotografi, dan bahan adesif pada keramik.18
Peranan Padina australis ini banyak digunakan untuk bahan kosmetik
dan obat-obatan. Beberapa aspek potensial dari rumput laut jenis Padina
australis yang pernah diteliti antara lain kajian potensi antikanker, antibakteri
dan antioksidan. Penggunaan ekstraknya sebagai antibakteri terhadap
pengendalian bakteri vibrio. Masyarakat di sekitar pantai banyak
menggunakan alga ini sebagai bahan makanan.19

5. Halimeda macroloba

Kingdom : Plantae
Divisi : Chlorophyta
Kelas : Chlorophyceae
Ordo : Caulerpales
Famili : Halimedaceae
Genus : Halimeda
Spesies : Halimeda macroloba

Gambar 5.5 Halimeda macroloba


Halimeda macroloba termasuk kedalam alga hijau. Thallus rimbun
dan tegak, segmen-segmen tebal dan berkapur berbentuk seperti gada,
mempunyai jumlah percabangan 3-4, tersusun tumpang tindih, thallus
berwarna hijau pada saat masih segar dan kuning kehijauan pada saat kering;

18
Siti Nur Asriani Zakaria, Identifikasi Efek Analgesik Ekstrak Alga Ciklat Padina sp. Pada Mencit
(Mus muscullus). (Makassar : Universitas Hassanuddin, 2015), hlm. 20
19
Nurul Kartika Handayani dan Ade Zuhrotun, Padina australis dan Potensinya sebagai Obat Herbal
Antikanker, Antibakteri, dan Antioksidan, Farmaka, Vol. 15, No. 2, hlm 91

37
hidup pada substrat berpasir dan pasir bercampur lumpur.20 Ciri-ciri morfologi
spesies H. macroloba yang diamati yaitu memiliki percabangan rata-rata 3-4
percabangan. Memiliki thallus yang dominan berwarna hijau yang disebabkan
oleh klorofil a dan b sehingga warna pigmen-pigmen lain seperti karatenoid
dan xantofil tidak terlihat, bersegmen agak tebal, dan bercabang. Selain itu
alga ini jenis hidup di perairan substrat pasir berbatu dan memiliki karbon
organik dan zat yang dapat dimanfaatkan sebagai bahan obat-obatan.21
Habitat Halimeda macroloba dapat ditemukan tumbuh di paparan
terumbu karang, pada substrat pasir dengan kedalaman 2-30 m. Di paparan
pasir Halimeda macroloba tumbuh berasosiasi dengan tumbuhan lamun.
Keberadaan jenis ini banyak dijumpai di perairan laut. Sesuai dengan yang
ditemukan peneliti, alga yang telah diamati terdapat di pantai bagian yang
pasang surut. Alga ini melekat pada batuan karang yang terdapat di pantai
Bama. Alga ini juga ada yang terbawa ombak sehingga dapat ditemukan pada
pinggiran atau tepi pantai.
Manfaat dari Halimeda macroloba yaitu memiliki kemampuan untuk
menghasilkan bioaktif untuk antifouling. Zat aktif yang dihasilkan untuk
biofouling tersebut dikenal dengan halimedatrial atau halimeda tetra asetat. Di
laboratorium biossays, halimedatrial memiliki sifat toksis dan beracun ke arah
batu karang, ikan dan mempunyai cytotoxix dan antimicrobial. Halimedatrial
yang disekresikan keluar dapat menghadirkan suatu proses metabolisme
tertentu yang menjadi sistem pertahanan pada berbagai jenis alga terhadap
musuh alaminya.

20
Rene Charles Kepel, dkk, Biodiversitas Makroalga di Perairan Pesisir Tongkaina, Kota Manado.
(Manado : Universitas Sam Ratulangi Manado, 2018)., Jurnal Ilmiah Platax Vol. 6:(1), Hlm 165
21
Regina Leibo, dkk, Uji Aktivitas Antioksidan dari Ekstrak Total Alga Hijau Halimeda oputina
Linnaeus dan Halimeda macroloba Decaisne dari Perairan Teluk Totok. (Manado : Universitas
Sam Ratulangi, 2016). Jurnal Pesisir dan Laut Tropis Volume 2 Nomor 1. Hal 32

38
6. Sargassum polycystum

Kingdom : Phaeophyta
Divisi : Phaeophyta
Kelas : Phaeophyceae
Ordo : Fucales
Famili : Sargassaceae
Genus : Sargassum
Spesies : Sargassum polycystum
Gambar 5.6 Sargassum polycystu
Alga yang paling besar dan yang paling kompleks adalah Phaeophyta
atau alga coklat (brown algae). Phaeophyta berasal dari Bahasa Yunani phaios
yang artinya kehitaman atau coklat. Alga coklat umumnya terdapat di
sepanjang perairan pantai beriklim sedang yang keadaan airnya sejuk.
Sargassum merupakan salah satu marga yang termasuk dalam Kelas
Phaeophyceae. Sargassum sp. Ditemukan sebanyak 150 jenis yang dijumpai
di daerah perairan tropis, subtropis dan daerah bermusim dingin. Beberapa
jenis Sargassum yang berada di perairan Indonesia yaitu dari jenis Sargassum
binderi, Sargassum cinereum, Sargassum duplicatum (S. cristaefolium),
Sargassum plagyophyllum, Sargassum echinocarpum (S. olygocystum),
Sargassum polycystum (S. microphyllum) dan Sargassum crassifolium.22
Dari pengamatan ditemukan bahwa alga coklat memilki thallus,
berwarna kekuning-kuningan. Pangkal daun melebar, sedikit meruncing dan
terdapat gerigi pada bagian daun. Ujung daun bergerigi tapi tidak terlalu
dalam, dan agak sedikit mendatar. Mempunyai titik kecil hitam pada daun.
Memiliki gelembung kecil, dengan jumlah yang banyak dan berwarna coklat.
Ciri-ciri fisik dari rumput laut Sargassum polycystum pada umumnya
tidak jauh berbeda dengan ciri umum dari Phaeophyta lainnya. Sargassum ini

22
Triastinurmiatiningsih, dkk., Variasi Morfologi Dan Anatomi Sargassum Sp. Di Pantai Bayah
Banten, (Bogor: Universitas Pakuan, 2011), Ekologia, Vol. 11, No. 2, hlm. 1

39
mempunyai thallus berbentuk batang dan vesikel. Thallus batang pendek,
percabangan utama tumbuh rimbun di bagian ujungnya. Dapat hidup secara
bergerombol atau sendiri-sendiri. Reseptakel bulat memanjang/gepeng dengan
pinggirnya yang berduri, dan terdapat dalam satu rangkaian bersama antara
daun dan vesikel (gelembung). Gelembung atau vesikle bulat agak besar
(tidak mikro) berwarna coklat, setelah diherbarium akan seperti pipih
bentuknya. 23
Habitat Sargassum polycystum ini berada di zona pasang surut karena
membutuhkan cahaya matahari untuk melakukan fotosintesis. Sargassum
polycystum memiliki beberapa peranan, yaitu :
a. Sargassum polycystum dapat membantu memulihkan fungsi motoric dan
sistem saraf pasca stroke. Mencegah stoke dengan cara meningkatkan
metabolisme lemak dalam darah. Membantu mengencerkan darah
sehingga mencegah penyumbatan pembuluh darah.
b. Penghasil asam alginat, sebagai bahan campuran es krim, cat, obat-
obatan, lateks sintesis.
c. Sargassum polycystum memiliki sumber I (iodium) dan K (kalium).
d. Esktrak metanol dari Sargassum polycystum menunjukan aktivitas
antioksidan yang sangat kuat. Selain itu juga dapat berfungsi sebagai
antimikrobial terhadap bakteri gram positif dan gram negatif seperti
Bacillus subtilis, Escherichia coli dan Staphylococcus aerus.24

23
Jenita Pansing, Grevo S. Gerung, dkk., MORFOLOGI Sargassum sp. DI KEPULAUAN RAJA
AMPAT, PAPUAN BARAT, (Manado: Universitas Sam Ratulangi), Jurnal Pesisir dan Laut
Tropis, Vol. 1, No. 1, 2017, hlm. 16
24
Chalvyn S. Pakidi, dkk., POTENSI DAN PEMANFAATAN BAHAN AKTIF ALGA COKLAT
SARGASSUM SP., (Papua: Universitas Musamus, Merauke), Vol. 5, No. 2, 2016, hlm. 494.

40
7. Turbinaria ornata

Kingdom : Plantae
Divisi : Phaeophyta
Kelas : Phaeophyceae
Ordo : Fucales
Famili : Fucaceae
Genus : Turbinaria
Spesies : Turbinaria
ornata

Gambar 5. 7 Turbinaria ornata


Turbinaria ornata merupakan kelompok dari divisi Phaeophyta atau
alga coklat. Berdasarkan penelitian yang dilakukan peneliti pada Pantai Bama
Taman Nasional Baluran, diketahui morfologi Turbinaria ornata yang
tersusun seperti turbin atau kincir. Algae ini ditemukan dengan ukuran 8 cm
dengan warna coklat kekuningan. Seperti alga pada umumnya Turbinaria
ornata juga memiliki blade atau alat apung. Namun alat apung pada alga ini
berbentuk seperti corong dengan bentukan tepi yang bergerigi. Gerigi pada
tepi blade ini tajam dan terlrtak tidak beraturan. Pada alga ini juga terdapat
bintik bintik coklat tua yang menonjol. Thallus pada alga Turbinaria ornata
tegak dengan bentuk daun agak membulat.
Turbinaria ornata hidup pada substrat karang.25 Hal ini sesuai dengan
penelitian yang dilakukan, bahwa Turbinaria ornata hidup pada sisa karang
yang terdapat pada pantai bama. Algai ini biasanya ditemukan hidup secara
berkelompok pada lingkungannya, namun juga ada yang hidup secara
individu.

25
Rene Charles Kepel, dkk, Biodiversitas Makroalga di Perairan Pesisir Tongkaina, Kota Manado,
(Manado: Universitas Sam Ratu Langi Manado, 2018)., Jurnal Ilmiah Platax, 6 (1)., hlm. 167

41
Berkaitan dengan cara hidup yang berkoloni menjadikan alga ini
memiliki peranan yang penting bagi individu ini sendiri dan organisme yang
ada disekitar nya. Hal ini karena Turbinaria ornata memiliki tepian yang
tajam, sehingga predator hebivora akan menjauhi alga ini. Secara mekanis dan
secara kimiawi algae ini dipertahankan dari pemakan tanaman atau
herbivora.26 Selain itu alga ini juga memiliki peranan yang lain yaitu sebagai
sumber penghasil asam alginat. Pada dasarnya, semua jenis algae coklat
mengandung alginat, namun demikian kebanyakan alginat yang diproduksi
secara komersial, diekstraksi hanya dari sejumlah kecil spesies.27 Alginat
terutama digunakan dalam industri pembuatan ban, cat, es krim, kain tahan
api, dan barang-barang dari plastik. Asam alginat sangat efektif digunakan
dalam menghentikan pendarahan. Derivat-derivat asam alginat juga digunakan
dalam pembuatan sup, krim dan saus.28

5.2 Identifikasi Jenis-Jenis Alga di Pantai Bama


1. Cymodocea rotundata

Kingdom : Plantae
Divisi : Antophyta
Kelas : Angiospermae
Ordo : Potamogetonales
Famili : Cymodoceaceae
Genus : Cymodocea
Spesies :Cymodocea rotundata
Gambar 5.8 Cymodocea rotundata

26
Sarah Joy Bittick, Turbinaria ornata As An Herbivory Refuge For Associate Algae, (Loss Angeles:
University of California, 2010)., hlm.317
27
Abdullah Rasyid, Algae Coklat (Phaeophyta) sebagai Sumber Alginat, (Jakarta: Pusat Penelitian
Oseanografi, 2004)., Oseana 28(1), Hlm. 33
28
Abdullah Rasyid, Berbagai Manfaat Algae, (Jakarta: Pusat Penelitian Oseanografi, 2004)., Oseana
29(3), Hlm. 14

42
Berdasarkan penelitian yang dilakukan di Pantai Bama, Taman
Nasional Baluran Situbondo ditemukan spesies lamun yaitu Cymodocea
rotundata. Lamun (seagrass) adalah tumbuhan berbunga (Angiospermae)
yang dapat tumbuh dengan baik pada lingkungan laut dangkal. Semua lamun
adalah tumbuhan berbiji satu (monokotil) yang mempunyai akar, rimpang
(rhizoma), daun, bunga, biji, dan buah seperti halnya dengan tumbuhan
berpembuluh yang tumbuh di darat. Lamun senantiasa membentuk hamparan
permadani di laut yang dapat terdiri dari satu spesies (monospesific; banyak
terdapat di daerah temperate) atau lebih dari satu species (multispecific;
banyak terdapat di daerah tropis) yang selanjutnya disebut padang lamun. 29
Padang lamun (seagrass bed) yaitu hamparan vegetasi lamun yang menutupi
suatu area pesisir atau laut dangkal, terbentuk dari satu jenis atau lebih dengan
kerapatan padat atau jarang. Sistem (organisasi) ekologi padang lamun yang
terdiri dari komponen biotik dan abiotik disebut Ekosistem Lamun (seagrass
ecosystem).
Lamun merupakan tumbuhan yang beradaptasi penuh untuk dapat
hidup pada lingkungan laut. Eksistensi lamun di laut merupakan hasil dari
beberapa adaptasi yang dilakukan termasuk toleransi terhadap kadar garam
yang tinggi, kemampuan untuk menancapkan akar di substrat sebagai jangkar,
dan juga untuk tumbuh dan melakukan reproduksi pada saat terbenam. Lamun
juga tidak memiliki stomata, mempertahankan kutikel yang tipis,
perkembangan shrizogenous pada sistem lakunar dan keberadaan diafragma
pada sistem lakunar. Salah satu hal yang paling penting dalam adaptasi
reproduksi lamun adalah hidrophilus yakni kemampuannya untuk melakukan
polinasi di bawah air.
Cymodocea rotundata merupakan salah satu jenis tumbuhan laut dari
keluarga Cymodoceaceae. Tumbuhan ini sering ditemukan di air jernih, dan di

29
Umar Tangke, Ekosistem Padang Lamun (Manfaat, Fungsi dan Rehabilitasi), (Ternate: Staf
Pengajar Faperta UMMU, 2010), Jurnal Ilmiah agribisnis dan Perikanan (agrikan UMMU-
Ternate), Volume 3 Edisi 1, hlm. 10

43
zona intertidal tinggi. Cymodocea rotundata berbentuk ramping mirip dengan
Cymodocea serrulata. Daun seperti garis lurus dan lengkap (panjang 6-15 cm,
lebar 2-4 mm), berdiameter 1-2 mm, panjang antar ruas 1-4 cm, lurus tidak
menyempit sampai ujung daun membulat halus dan seludung daun keras.
Cymodocea rotundata memiliki rhizome, terdapat 2-5 daun pada setiap tunas.
Tunas pendek dan tegak. Muncul bekas luka (scars) yang merupakan
perkembangan dari pelepah daun membentuk cincin sepanjang batang (stem).
Buah Cymodocea rotundata berbulu tanpa tangkai, berada dalam
seludang daun, berbentuk setengah lingkaran dan agak keras serta pada bagian
bawah berlekuk dengan 3-4 geligi runcing. Tumbuh pada substrat pasir
berlumpur atau pasir dengan pecahan karang pada daerah pasang surut,
terkadang bercampur dengan jenis lamun yang lain.30
Sebaran vertikal jenis Cymodocea rotundata dapat tumbuh mencapai
kedalaman 25 m. Enhalus acoroides merupakan naungan yang penting bagi
ikan-ikan muda. Kelebihan yang dimiliki oleh Cymodocea rotundata yaitu
dalam pertumbuhannya terbilang lebih cepat dibandingkan jenis lamun yang
lainnya.
Dari hasil penelitian para peneliti diketahui bahwa peranan lamun di
lingkungan perairan laut dangkal adalah sebagai berikut:
a. Sebagai produsen primer: Lamun mempunyai tingkat produktivitas primer
tertinggi bila dibandingkan dengan ekosistem lainnya yang ada di laut
dangkal seperti ekosistem mangrove dan ekosistem terumbu karang.
b. Sebagai habitat biota: Lamun memberikan tempat perlindungan dan tempat
menempel berbagai hewan dan tumbuh-tumbuhan (algae). Disamping itu,
padang lamun (seagrass beds) dapat juga sebagai daerah asuhan, padang
pengembalaan dan makanan dari berbagai jenis ikan herbivora dan
ikanikan karang.Sebagai penangkap sedimen: Daun lamun yang lebat akan
memperlambat air yang disebabkan oleh arus dan ombak, sehingga
30
Mega Safrika, Pertumbuhan dan Produksi Lamun Cymodocea Rotundata dan Cymodocea serrulata
di Pulau Pramuka dan Pulau Panggang. Kepulauan Seribu. DKI JAKARTA, (Bogor: Institut
Pertanian Bogor, 2012)., hlm. 7

44
perairan disekitarnya menjadi tenang. Disamping itu, rimpang dan akar
lamun dapat menahan dan mengikat sedimen, sehingga dapat menguatkan
dan menstabilkan dasar permukaan. Jadi padang lamun yang berfungsi
sebagai penangkap sedimen dapat mencegah erosi.
c. Sebagai pendaur zat hara: Lamun memegang peranan penting dalam
pendauran berbagai zat hara dan elemen-elemen yang langka di lingkungan
laut. khususnya zat-zat hara yang dibutuhkan oleh algae epifitik.31

5.3 Identifikasi Jenis-Jenis Fungi di Hutan Evergreen


1. Leucoagaricus rubrotinctoides

Kingdom : Fungi
Divisi : Basidiomycota
Kelas : Agaricomycetes
Ordo : Agaricales
Famili : Agaricaceae
Genus : Leucoagaricus
Spesies : Leucoagaricus

Gambar 5.9 Leucoagaricus rubrotinctoides


rubrotinctoides
Sinonim dari jamur ini adalah Lepiota rubrotinctoides, namun
biasanya ada yang menyebut dengan Leucoagaricus rubrotinctus atau Lepiota
Rubrotincta.32 Padahal kedua nama tersebut adalah salah namun sering
digunakan dalam penyebutan jamur ini.
Jamur Leucoagaricus rubrotinctoides merupakan jamur yang masuk
pada filum Basidiomycota. Hal ini terlihat secara jelas bahwa jamur ini
memiliki basidium atau tudung yang berbentuk seperti payung. Berdasarkan

31
Umar Tangke, Ekosistem Padang Lamun (Manfaat, Fungsi dan Rehabilitasi), (Ternate: Staf
Pengajar Faperta UMMU, 2010), Jurnal Ilmiah agribisnis dan Perikanan (agrikan UMMU-
Ternate), Volume 3 Edisi 1, hlm. 18-19
32
Dennis E Desjardin, dkk, California Mashrooms The Comprehensine Identification Guide, (China:
Timber Press, 2014)., hlm. 116

45
penilitian yang dilakukan, dapat diketahui ciri-ciri morfologi dari jamur
Leucoagaricus rubrotinctoides. Jamur ini memiliki bentuk basidium yang
besar dengan permukaan yang rata. Selain itu pada bagian permukaan
basidium terdapat warna coklat muda dengan pusat berwarna coklat. Pada
pusat cup atau basidium tidak haya berwarna coklat saja, biasanya juga ada
yang berwarna kemerahan, merah, keunguan, dan hitam. Warna pada tengah
cup ini akan memudar kearah tepi. Bagian cup bersisik fibrilosa, memiliki
bercak coklat, merah muda dan dengan spora yang sedikit lebih besar.33 Selain
itu, pada bagian batang terdapat organ yang berbentuk seperti cincin berwarna
putih yang merupakan ciri khas dari spesies ini. Namun, pada hasil gambar
yang diambil peneliti tidak menunjukkan adanya organ berbentuk cincin ini.
Hal ini di karenakan arah pengambilan gambar berasal dari atas. Sehingga
bagian organ tersebut tidak terlihat.
Habitat Lepiota rubrotinctoides tersebar pada tanah dan humus di
hutan konifer kayu keras campuran dengan hidup secara soliter. 34 Jamur ini
tidak banyak ditemukan di Indonesia, karena tumbuh dan kembang dari jamur
ini di pengaruhi oleh musim gugur. Pada umunya Lepiota rubrotinctoides
akan tumbuh setelah hujan pertama pada musim gugur. Tidak diketahui
beberapa kerabat dekat dari spesies ini beracun, sehingga dimungkinkan dapat
dikonsumsi layaknya jamur pada umumnya.35

33
R. Michael Davis, Field Guide to Mushrooms of Western Nort America, ( Loss Angeles: University
of California Press, 2012)., hlm. 88
34
Dennis E Desjardin, dkk, California Mashrooms The Comprehensine Identification Guide, (China:
Timber Press, 2014)., hlm. 117
35
R. Michael Davis, Field Guide to Mushrooms of Western Nort America, ( Loss Angeles: University
of California Press, 2012)., hlm. 89

46
2. Coprinus plicatilis

Kingdom : Fungi
Divisi : Basidiomycota
Kelas : Agaricomycetes
Ordo : Agaricales
Famili : Psathyrellaceae
Genus : Parasola
Spesies : Parasola plicatilis

Gambar 5.10 Coprinus plicatilis


Berdasarkan pengamatan, jamur Parasola plicatilis atau nama
botaninya (sinonimnya) Coprinus plicatilis ini memiliki bentuk cap yang tipis
atau pipih, jika mekar mirip seperti payung jepang. Capnya juga berleku-
lekuk, mempunyai tangkai yang ramping dan agak panjang. Morfologis,
Parasola plicatilis sangat kecil (maksimal di 35 mm di saat dewasa) dan cap
pada jamur tersebut seperti payung kecil.
Coprinus plicatilis memiliki cup 10-35 mm di saat sudah dewasa,
ovoid atau melengkung pada awalnya, menjadi cembung atau berbentuk
lonceng, kemudian datar, botak, sangat berlekuk dari margin hampir ke pusat;
kekuningan keoranyean coklat ketika muda, menjadi abu-abu di alur dan
akhirnya keseluruhan. Pori: Bebas dari batang, dekat atau hampir jauh;
keputihan pada awalnya, menjadi abu-abu gelap dan akhirnya hitam. Batang,
35-100 mm, sampai 2 mm tebal, yang sama atas dasar yang sedikit bengkak,
rapuh, berongga, gundul atau sangat halus halus, putih, tanpa cincin.
Seluruhnya substansial berwarna keputihan. Bau dan rasa tidak khas. Spora
berwarna: Hitam.36 Jamur Parasola plicatilis pada pengamatan, ini tumbuh di
daerah berumput dan semak dedaunan, biasanya di bawah sinar matahari

36
Hartono Prawiro. “Sains Biologi”. (Jakarta: Bumi Aksara, 2007) hlm. 147

47
langsung, dan biasanya ditemukan sendiri, tersebar, atau dalam kelompok
kecil.
Parasola plicatilis termasuk dalam anak bangsa atau ordo Agaricales.
Secara umum tubuh buah jamur ini biasanya berbentuk payung dengan
tangkai yang letaknya sentral. Pada waktu muda tubuh buah itu diselubungi
oleh suatu selaput yang dinamakan velum universal. Jika tubuh membesar,
tinggalah selaput pada pangkal tangkai tubuh buah sebagai bursa. Dari tepi
tubuh buah ke tangkai terdapat juga selaput yang menutupi sisi bawah tubuh
buah. Selaput ini dinamakan velum partiale. Jika tubuh buah membesar
selaput ini akan robe dan merupakan suatu cincin (annulus) pada bagian atas
tangkai tubuh buah. Himenofora pada sisi bawah tubuh buah, membentuk
papan-papan atau lamella yang tersusun radial, dapat juga himenofora
membuat tonjolan berupa buluh-buluh. Himenium meliputi sisi bawah tubuh
buah tadi dan mula-mula terletak di bawah velum partiale. Letak himenium
yang demikian disebut Angiokarp. Lapis himenium itu terjadi secara
serempak, jadi semua bagian sama umurnya dan kelihatan dari bawah setelah
velum partiale robek-robek37

3. Auricularia auricular
Kingdom : Fungi
Divisi : Basidiomycota
Kelas : Basidiomycetes
Ordo : Auriculariales
Famili : Auricularaceae
Genus : Aurivularia
Spesies : Auricularia
auricula-judae
Gambar 5.11 Auricularia
auricula-judae

37
Gembong Tjitrosoepomo,. “Taksonomi Tumbuhan” (Yogyakarta : UGM Press, 2009) hlm. 149-150

48
Berdasarka pengamatan yang dilakukan di Evergreen, Taman Nasional
Baluran ditemukan jamur Auricularia auricula-judae. Jamur Auricularia
auricula-judae berbentuk seperti daun telinga manusia, namun pada
pengambilan gambar yang dilakukan oleh peneliti diambil dari sisi belakang
sehingga jamur ini terlihat berbentuk bulatan. Jamur Auricularia auricula-
judae memiliki warna coklat tua kemerahan, bertekstur kenyal, dan tumbuh di
alam pada pohon mati yang lembab dan basah. Jamur ini juga merupakan
salah satu kelompok jelly fungi dan mempunyai tekstur jelly yang unik.
Tubuh jamur Auricularia auricula-judae bertangkai pendek dan
tumbuh menempel pada substrat dengan membuat lubang pada
permukaannya. Permukaan atas seperti beludru dan bagian bawah licin
mengkilat. Kulitnya berlendir selama musim hujan dan tampak mengkerut
pada musim kemarau. Tubuh jamur Auricularia auricula-judae dalam
keadaan basah bersifat gelatinous (kenyal), licin, lentur (elastis), dan berubah
melengkung agak kaku dalam keadaan kering. Lebar tubuh jamur Auricularia
auricula-judae sekitar 3 cm – 8 cm dan tebalnya sekitar 0,1 cm – 0,2 cm.
Jamur Auricularia auricula-judae mencapai dewasa bila panjang (diameter)
basidiocarp mencapai 10 cm.38
Jamur Auricularia auricula-judae dapat tumbuh secara alami, melakat
pada pohon yang masih hidup maupun yang sudah mati, daerah tropis dan sub
tropis. Jamur ini tumbuh subur pada tempat-tempat yang mengandung sumber
karbohidrat, selulosa dan lignin yang terdapat pada timbunan sampah atau
serasah dari daun-daun yang telah gugur atau kayu-kayu yang sudah lapuk.39
Jamur Auricularia auricula-judae memiliki kandungan gizi dan nilai
ekonomi yang tinggi. Kandungan gizi jamur kuping yaitu protein, lemak,
karbohidrat, riboflavin, niacin, Ca, K, P, Na, dan Fe. Jamur Auricularia

38
Nunung Marlina Djarijah & Abbas Siregar Djarijah, Budi Daya Jamur Kuping Pembibitan &
Pemeliharaan, (Yogyakarta: Penerbit Kanisius, 2001)., hlm. 17
39
Meitini W. Probolini, Eksplorasi Dan Identifikasi Jenis-Jenis Jamur Kelas Basidiomycetes Di
Kawasan Bukit Jimbaran Bali, (Bali: Universitas Udayana, 2012)., Jurnal Biologi, Volume XVI
Nomor 02, hlm. 46

49
auricula-judae dari segi organoleptik (rasa, aroma dan penampilan), kurang
menarik bila dihidangkan sebagai bahan makanan. Namun jamur Auricularia
auricula-judae sudah dikenal sebagai bahan pengental makanan dan penetral
racun. Lendir jamur kuping dipercaya berkhasiat menetralkan senyawa
berbahaya (racun) yang terdapat dalam makanan. Jamur kuping juga
bermanfaat bagi pengobatan jantung koroner, menurunkan kekentalan darah
dan menghindari penyumbatan pembuluh darah, terutama di otak. Kekentalan
darah ini dapat diatasi dengan mengonsumsi jamur kuping setiap hari
sebanyak 5-10 gram. Selain untuk konsumsi lokal, jamur kuping juga banyak
diekspor baik dalam bentuk segar maupun kering.40

4. Spesies 1

Kingdom : Fungi
Divisi : Basidiomycota
Kelas : Angaricomycetes

Gambar 5.12 Spesies 1


Jamur merupakan organisme tingkat rendah yang belum mempunyai
akar, batang, daun sehingga disebut dengan tumbuhan tallus. Tubuh terdiri
dari satu sel (uniseluller) dan bersel banyak (multiseluller). Sel berbentuk
benang (hifa). Hifa akan bercabang-cabang membentuk bangunan seperti
anyaman yang disebut miselium.
Berdasarkan morfologi yang di identifikasi, jamur ini lebih spesifik
berbentuk seperti kayu, berwarna coklat, dan bentuk nya mirip seperti telinga,

40
Neilla Nurilla,dkk., Studi Pertumbuhan Dan Produksi Jamur Kuping (Auricularia Auricula) Pada
Substrat Serbuk Gergaji Kayu Dan Serbuk Sabut Kelapa, (Malang: Universitas Brawijaya,
2013)., Jurnal Produksi Tanaman Vol. 1 No. 3, hlm. 41

50
jamur ini menempel di batang pohon, dan terdapat garis-garis di tengah
tubuhnya (miselium). Jamur ini di temukan di evergreen taman nasional
Baluran. Jamur ini hampir sama dengan kebanyakan jamur kayu lainnya
(ganoderma applanatum).

5. Ganoderma aplanatum
Kingdom : Fungi
Divisi : Basidiomycota
Kelas : Angaricomycetes
Ordo : Polyporales
Family : Ganodermataceae
Genus : Ganoderma
Species : Ganoderma
aplanatum
Gambar 5. 13 Ganoderma lucidum
Berdasarkan pengamatan yang dilakukan di Evergreen, Taman
Nasional Baluran ditemukan yaitu Ganoderma applanatum. Bentuk fungi ini
menyerupai payung dan memiliki tekstur keras. Awalnya fungi ini berwarna
kekuning-kuningan ketika masih muda, tetapi setelah tua warnanya berubah
menjadi cokelat. Selain itu fungi ini juga memiliki tangkai yang menancap ke
dalam substrat. Di ujung tangkainya terdapat tubuh buah berbentuk seperti
setengah lingkaran.
Ganoderma applanatum merupakan kelompok jamur yang termasuk
family Ganodermataceae yang ditemukan di daerah subtropis dan tropis,
karena mereka dapat bertahan hidup di bawah kondisi panas dan lembab.
Fungi ini jika berada di tempat yang lembab akan tumbuh dan berkecambah
membentuk serat-serat halus seperti serat kapas yang disebut miselium atau
miselia. Apabila keadaan lingkungan tempat pertumbuhan miselia tersebut
baik, yaitu temperatur dan kelembapan tempat tumbuh memungkinkan maka
dari kumpulan miselia tersebut akan berbentuk primordia atau bakal tubuh
jamur buah jamur. Bakal buah jamur tersebut kemudian akan membesar dan

51
pada akhirnya membentuk tubuh buah. Fungi ini tumbuh sebagai parasit
fakultatif yang dapat hidup sebagai saprob pada tunggul busuk dan akar
dengan menguraikan lignin,selulosa dan polisakarida. Fungi ini juga memiliki
aktivitas selulolitik yang dikontrol dan diproses oleh sistem selulase
yangdigunakan dalam berbagai proses industri, seperti biofuel.41
Ganoderma applanatum memiliki peranan penting yang digunakan
sebagai obat. Peranannya di bidang obat ini terus dikembangkan. Berbagai
senyawa aktif terkandung dalam fungi ini antara lain ganoderik, lusiderik,
ganodermik, ganoderenik, ganolusidik, asam aplanosidik, polisakarida,
protein, asam amini, nukleotida, alkaloid, steroid, lakton, asam lemak, dan
enzim.. Senyawa aktif tersebut memiliki potensi sebagai antitumor, dan
antikanker, penurun tekanan darah, penurun kadar kolestrol dalam darah,
inhibitor penggumpalan platelet, protein imunomodulator, pencegah pelepasan
histamine, dan anti HIV.42

6. Hericium coralloides

Kingdom : Fungi
Divisi : Basidiomycota
Kelas : Agaricomycetes
Ordo : Russulales
Famili : Hericiaceae
Genus : Hericium
Species : Hericium coralliodes
Gambar 5.14 Hericium coralloides
Hericium memiliki tubuh buah bundar dengan duri semua muncul dari
titik yang sama. Warnanya putih dan dapat berwarna kuning-coklat pucat
berubah lebih gelap dengan bertambahnya usia, badan buah melekat pada

41
Nyi Mekar Saptarini dan Ginayanti Hadisoebroto, Aktivitas Enzim Selulose dari Ganoderma
Applanatum dan Ganoderma tropicum, (Medan: USU, 2017)., Jurnal Ilmu Farmasi Terapan
Vol. 7 , No. 4 , hlm. 134
42
Dwi Suryanto dkk, Keragaman Genetik Ganoderma sp dari Berbagai Tempat di Sumatera Utara,
Jurnal Ilmiah Pertanian Kultura, (Vol. 40, No.2, 2015, hlm 70

52
substrat. Hericium bersifat saprobik dan mungkin parasit, tumbuh sendiri atau
berkelompok pada cabang dan tunggul kayu keras yang tumbang pada iklim
yang lebih hangat. Hericium memiliki cetak spora berwarna putih, dan
memiliki bau dan rasa yang tidak khas.
Habitat dari Hericium ini dapat ditemukan pada kayu keras dan
tunggul kayu mati, kadang-kadang di bidang besar yang dapat dilihat dari
jarak jauh. Hal ini dikenali dari duri pendeknya. Dan duri-duri itu tergantung
pada barisan di sepanjang cabang-cabang yang halus.
Hericium merupakan genus jamur yang dapat dimakan dalam keluarga
Hericiaceae. Jamur ini memiliki warna putih dan berdaging, tumbuh di kayu
mati atau di pohon. Dalam sebuah jurnal penelitian oleh Ji Yul Kim, dkk.
Yang berjudul “Antioksidan Baru dari Kaldu Kultur Hericium coralloides”
menjelaskan bahwa kaldu dari kultur Hericium coralloides dapat digunakan
sebagai antioksidan. Dijelaskan bahwa untuk menemukan antioksidan dari
jamur yang lebih tinggi, yaitu dengan mengisolasi tiga senyawa baru (1-3)
dengan senyawa yang dikenal, spirobenzofuran (4), dari kaldu kultur
Hericium coralloides.43

43
Ji Yul Kim, dkk. New Antioxidants from The Culture Broth of Hericium coralloides. (Nature Korea :
Springer Nature Publishing, 2018). The Journal of Antibiotics. Hal 822

53
5.4 Identifikasi Jenis-Jenis Lumut di Hutan Evergreen
1. Tetraphis geniculate

Kingdom : Plantae
Divisi : Bryophyta
Kelas : Tetraphidopsida
Ordo : Tetraphidales
Famili : Tetraphidaceae
Genus : Tetraphis
Spesies :Tetraphis geniculata.

Gambar 5.15 Tetraphis geniculate


Lumut daun (Bryophyta) diperkirakan berjumlah 13.000 jenis dan
tergolong phylum yang paling beragam kedua di dunia tumbuhan terestris.
Pada penelitian ini ditemukan lumut daun Tetraphis geniculata.Tanaman
Tetraphis geniculata, memiliki tinggi 7-15 mm. Daunnya panjang 1-2 mm,
bulat telur, berwarna hijau kecoklatan atau coklat kekuningan, tegak dan
tampak kaku untuk sedikit berkerut saat kering, dengan pelepah yang
menonjol. Tanaman berdaun steril sering menghasilkan lempeng-lempeng
kecil sel, yang merupakan perbanyakan vegetatif, di dalam cawan percikan
yang terbentuk di ujung pucuk. Di atas tikungan, seta biasanya kasar.
Kapsulnya berlimpah, berwarna kuning kecokelatan dan berbentuk silindris.
Tetraphis geniculata bereproduksi secara vegetatif melalui propagul
(gemmae) di dalam cawan percikan. Pelat kecil sel ini disebarluaskan oleh
tetesan hujan selama musim hujan. Gemmae ini terdiri dari 35-40 sel dan
berbentuk hati dan mengembangkan tangkai ramping sebelum disebarkan.
Kapsul biasanya berlimpah dan lebih menonjol selama musim kemarau.
Terjadinya reproduksi seksual dan vegetatif pada lumut seperti Tetraphis
mungkin penting untuk keberhasilan. Habitat Tetraphis geniculata yaitu pada

54
tunggul dan batang pohon yang busuk di lokasi teduh dan lembab di
ketinggian rendah hingga menengah. Kayu yang membusuk umumnya
gembur dan berwarna coklat tua dan menjaga kelembaban untuk waktu yang
lama.44

5.5 Identifikasi Jenis-Jenis Lichen di Hutan Evergreen


1. Spesies A (Crustose)

Dari hasil pengamatan ditemukan


lichen dengan kelas ascomychenes.
Termasuk dalam lichen Crustose. Dari
pengamatan ditemukan thallus yang
berukuran kecil, datar, tipis, dan melekat
pada kulit pohon. Berwarna hijau dan
pada bagian tepi memiliki warna putih.
Jenis ini sulit dicabut tanpa merusak
substratnnya, karena sudah sangat
melekat pada substranya. Habitatnya
berapa pada kulit pohon atau batang yang
Gambar 5.16 Spesies A
sudah mati. Lichen tidak membutuhkan
(Crustose)
syarat – syarat hidup yang tinggi, tahan
terhadap kondisi kekurangan air dalam jangka waktu yang lama, tahan
terhadap panas terik. Jika cuaca pana, lichen akan berubah warna seperti
kekeringan, tetapi tidak mati. Jika disirami air maka lichen akan hidup
kembali. Pertumbuhan thalus sangat lambat, dalam satu tahun biasanya
kurang dari 1 cm. tubuh buah baru terbentuk setelah mengadakan
pertumbuhan vegetatif bertahun – tahun.45

44
Watson E.V, The structure and life of bryophytes, (London : Hutchinson and Co, 1971), hlm.3-4
45
Efri Roziaty, Review: Kajian Lichen: Morfologi, Habitat Dan Bioindikator Kualitas Udara Ambien
Akibat Polusi Kendaraan Bermotor, (Surakarta: Universitas Muhammadiyah Surakarta),
Bioeksperimen, Vol. 2, No. 1, 2016, hlm. 60

55
Lichen (lumut kerak) merupakan tumbuhan indikator yang peka
terhadap pencemaran udara. lichen (lumut kerak) adalah spesies indikator
terbaik yang menyerap sejumlah besar kimia dari air hujan dan polusi udara.
Adanya kemampuan ini menjadikan lichen sebagai bioindikator yang baik
untuk melihat adanya suatu kondisi udara pada suatu daerah yang tercemar
atau sebaliknya. Lichen merupakan simbiosis antara jamur (Mycobions) dan
alga.46
Lichen dapat dijadikan bioindikator pencemaran udara. Tumbuhan ini
peka terhadap pencemaran udara. Jika kualitas udara di suatu lingkungan telah
menurun maka beberapa jenis lichen akan menghilang seiring dengan
meningkatnya konsentrasi polusi di udara.47

2. Spesies B (Crustose)
Berdasarkan pengamatan yang dilakukan
pada kawasan evergreen taman nasional baluran
ditemukan jenis lichen dengan bentukan yang
sulit dibedakan antar bagian-bagian
penyusunnya. Lichen ini berwarna putih dan
sedikit kehijauan seperti penyakit panu pada
manusia dan sangat menempel pada pohon. Jika
dilihat secara kasat mata, lichen ini seperti kulit
pada pohon dan bukan organisme lain. Sehingga
Gambar 5.17 Spesies B
(Crustose) dapat dinyatakan bahwa lichen yang teramati
merupakan jenis crustose.

46
Ratih Tri Utari, Karakteristik Morfologi Lichen Crustose Di Kawasan Hutan Sekipan Desa Kalisoro
Tawangmangu Karanganyar Provinsi Jawa Tengah, (Surakarta: Universitas Muhammadiyah
Surakarta), 2017, hlm. 2
47
Ibid, hlm. 64

56
Lichen crustose adalah salah satu lichen yang berbentuk kerak mirip
kulit yang keras biasanya menempel pada pepohonan.48 Lichen crustose tidak
memerlukan kebutuhan air yang banyak. Hal ini menunjukkan bahwa pada
tipe thallus crustose dapat dengan mudah tumbuh. Sesuai dengan morfologi
yang disebutkan, hallus crustose memiliki ukuran signifikan, yaitu datar, tipis
biasanya tanpa lobus yang berbeda seperti lapisan tipis atau kerak yang
menempel ketat, lichen tipe thallus crustose nampak dilukis pada kulit atau
substrat yang keras.
Pada kawasan Evergreen Taman Nasional Baluran dijumpai lichen
bertipe crustose. Hal ini dimungkinkan kelembaban kawasan ini masih terjaga
secara alami. Sehingga ditemukan berbagai jenis lichen, salah satunya lichen
ini. Adanya lichen juga memberikan peran tersendiri bagi lingkungan, yaitu
sebagai indikator kualitas udara dan perubahan iklim serta komponen
biodiversitas.49

3. Spesies C (Foliose)
Berdasarkan pengamatan yang
dilakukan pada kawasan evergreen taman
nasional baluran ditemukan jenis lichen
dengan bentukan yang sulit dibedakan antar
bagian-bagian penyusunnya. Lichen ini
berwarna putih kecoklatan dan menempel
pada pohon. Jika dilihat secara kasat mata,
lichen ini seperti kulit pada pohon dan bukan
organisme lain. Sehingga dapat dinyatakan
bahwa lichen yang teramati merupaka jenis
Gambar 5.18 Spesies C
(Foliose) foliose.

48
Ratih Tri Utari, Karakteristik Morfologi Lichen Crustose di Kawasan Hutan Sekipan Desa Kalisoro
Tawangmangu Karanganyar Provinsi Jawa Tengah, (Surakarta: Universitas Muhammadiyah
Surakarta, 2017)., Hlm. 3
49
Puspita Ratna Susilawati, Fruticose Dan Foliose Lichen Di Bukit Bibi,Taman Nasional Gunung
Merapi, (Yogyakarta: Universitas Sanata Dharma, 2017)., 21(1), Hlm. 12

57
Foliose merupakan jenis lichen kerak yang tubuhnya horizontal dan
selalu melekat pada permukaan tempat ia tumbuh. Berdasarkan morfologinya
lichen foliose memiliki struktur seperti daun yang tersusun oleh lobus-lobus.
Lichen ini relatif lebih longgar melekat pada substratnya. Thalusnya datar,
lebar, banyak lekukan daun yang mengkerut berputar. Bagian atas dan bawah
berbeda. Lichen ini melakat pada batu, ranting, dengan rhizines. Rhizenes ini
berfungsi sebagai alat untuk mengabsorbsi makanan.Tipe thallusnya tersebut
relatife tidak toleran terhadap habitat yang tidak sesuai sehingga hanya di
jumpai pada kondisi lingkungan tertentu saja. Pertumbuhan lichen ini
dipengaruhi oleh faktor lingkungan yaitu faktor biotik yang terdiri dari jenis
tanaman sebagai substrat bagi lichen dan faktor abiotik yang berupa suhu,
kelembapan, dan itensitas cahaya sangat mendukung pertumbuhan lichen. Hal
tersebut menunjukkan bahwa lichen ini mempunyai kisaran toleransi yang
cukup luas terhadap faktor lingkungan.50
Pada kawasan Evergreen Taman Nasional Baluran dijumpai lichen
bertipe foliose. Hal ini dimungkinkan kelembaban kawasan ini masih terjaga
secara alami. Sehingga ditemukan berbagai jenis lichen, salah satunya lichen
foliose. Adanya lichen ini memberikan peran tersendiri bagi lingkungan, yaitu
berperan sebagai indicator kualitas udara dan perubahan iklim serta komponen
biodiversitasnya.51

50
Mulyadi, Jenis Lichenes di Kawasan Gugop Pulo Breuh Kecamatan Pulo Aceh Kabupaten Aceh
Besar, Jurnal Biotik, Vol.5, No.2, 2017, hlm.86
51
Puspita Ratna Susilawati, Fruticose Dan Foliose Lichen Di Bukit Bibi,Taman Nasional Gunung
Merapi, (Yogyakarta: Universitas Sanata Dharma, 2017)., 21(1), Hlm. 12

58
4. Spesies D (Crustose)
Lichenes dikenal dengan nama
lumut kerak, karena bentuknya
menyerupai kerak yang menempel di
pohon-pohon, tebing atau batuan.52
Dalam pengamatan lichen berada pada
tangkai pepohohan dengan kondisi batang
Gambar 5.19 Spesies D yang kering, hal ini menandakan lichen
(Crustose)
jenis ini tidak membutuhkan banyak air namun hanya suhu atau keadaan yang
lembab saja. Mempunyai warna hijau keputih-putihan. Lichens ini masih
berukuran sangat kecil dan baru saja tumbuh. Lichens ini sangat jarang
ditemukan dan dapat dikatakan langka, bahkan pada hutan evergreen Taman
Nasional Baluran ditemukan hanya satu dan sangat kecil.
Lichen crustose tidak memerlukan kebutuhan air yang banyak. Hal ini
menunjukkan bahwa pada tipe thallus crustose dapat dengan mudah tumbuh.
Sesuai dengan morfologi yang disebutkan, thallus crustose memiliki ukuran
signifikan, yaitu datar, tipis biasanya tanpa lobus yang berbeda seperti lapisan
tipis atau kerak yang menempel ketat, lichen tipe thallus crustose nampak
dilukis pada kulit atau substrat yang keras. Dengan ini dapat dinyatakan
bahwa di Taman Nasional Baluran tepatnya di hutan evergreen masih terjaga
kealamiannya dan adanya lichen juga memberikan peran tersendiri bagi
lingkungan, yaitu sebagai indikator kualitas udara dan perubahan iklim serta
komponen biodiversitas.53

52
Yudianto, “Pengantar Cryptogamae.” (Bandung: Tarsito. 1992) hlm. 65
53
Nurjanah, “Keragaman Dan Kemampuan Lichen Menyerap Air Sebagai Bioindikator Pencemaran
Udara Di Kediri” Jurnal Pendidikan Biologi Universitas Nusantara Vol. 2. No. 5 : 2012 hlm. 3

59
BAB VI
PENUTUP
6.1 Kesimpulan
1. Pada Taman Nasional Baluran keanekaragaman tumbuhannya masih
tergolong baik. hal ini dapat dibuktikan dengan ditemukannya lumut, lamun,
dan berbagai spesies lichen, fungi, serta makroalga.
2. Spesies makroalga, fungi, lichen, lamun, dan lumut yang ditemukan memiliki
morfologi yang berbeda-beda. Pada makroalga ada yang berwarna merah
kecoklatan, kehijau-hijauan, kekuning-kuningan, dan coklat kekuningan
karena pigmennya yang berbeda-beda. Pada fungi juga memiliki morfologi
yang berbeda ada yang berukuran kecil dan ada yang berukuran besar atau
sedang. Pada lichen juga ditemukan pada morfologinya yang berbeda antara
spesies satu dengan yang lainnya. Sedangkan pada lumut dan lamun hanya
ditemukan satu spesies saja.
3. Pada kawasan Taman Nasional Baluran keanekaragaman yang ditemukan
yaitu pada makroalga terdapat Laurencia sp, Dictyota bartayresiana,
Euchema spinosum, Padina australis, Halimeda macroloba, Sargassum
polycystum, dan Turbinaria ornata. Pada lamun hanya ditemukan spesies
Cymodocea rotundata. Selain itu, fungi yang ditemukan meliputi,
Leucoagaricus rubrotinctoides, Coprinus protacilis, Auricularia auricular,
Ganoderma lucidum, Spesies 1, dan Hericium coralloides. Pada lumut
ditemukan spesies Tetraphis geniculate dan pada lichen ditemukan empat
spesies yaitu Spesies A, Spesies B, Spesies C, dan Spesies D yang meliputi
tipe lichen crustose dan lichen foliose
4. Habitat makroalga dapat ditemukan di pesisir pantai, melekat pada batu,
tersebar di daerah terumbu karang, ada juga yang ditemukan pada zona
pasang surut. Lamun dapat ditemukan tumbuh pada substrat pasir berlumpur
atau pada pasir dengan pecahan karang pada daerah pasang surut. Dan fungi
dapat ditemukan pada tanah maupun pada kayu. Sedangkan lichen dapat

60
ditemukan pada kulit pohon atau batang yang keras maupun yang sudah mati,
melekat pada substratnya. Lumut dapat ditemukan pada batang yang lembab.
5. Dari berbagai spesies yang ditemukan terdapat bermacam-macam manfaat
ataupun perannya bagi kehidupan. kebanyakan dari makroalga yang
ditemukan manfaatnya dapat digunakan sebagai bahan makanan, obat-obatan,
sebagai bahan kosmetik, farmasi, industri seperti tekstil, bahan kosmetik,
antibiotik maupun sebagai umpan ikan. namun ada juga yang mengandung
bahan kimia yang digunakan sebagai antimikroba, sebagai larvasida dan
sebagai sitotoksin. Lamun berperan memberikan tempat perlindungan dan
tempat menempel baerbagai hewan dan tumbuh-tumbuhan (algae). Lichen dan
lumut dapat dijadikan sebagai bioindikator pencemaran udara yang mampu
menyediakan nitrogen thallus.

6.2 Saran
Sebaiknya dalam pengambilan data diusahakan untuk lebih teliti, agar
data yang diperoleh sesuai dengan yang ada. Dalam mengidentifikasi spesies
yang ditemukan, sebaiknya dipelajari terlebih dahulu macam-macam spesies
yang akan diteliti agar dalam mengidentifikasi dapat lebih mudah dan lebih
cepat. Pada saat pengamatan alangkah baiknya tetap berhati-hati dan tidak
sembarangan memegang spesies yang diamati, terutama pada spesies fungi yang
berwarna sangat mencolok, karena dapat membahayakan diri kita.

61
DAFTAR PUSTAKA
Anton. 2017. Pertumbuhan dan Kandungan Keraginan Rumput Laut (Eucheuma
spinosum) Pada Spesies Berbeda. Bone : Teknologi Budidaya Perikanan-
Politeknik Kelautan dan Perikanan. Jurnal Airaha. Vol 5 No. 2
Bittick Sarah Joy. 2010. Turbinaria ornata As An Herbivory Refuge For Associate
Algae. Loss Angeles: University of California.
Darwis Welly dkk. 2006. Determinasi Jamur Lycoperdales Yang Terdapat Di Desa
Paja Bulan Kecamatan Semidang Alas Kabupaten Seluma Bengkulu. Jurnal
Ilmiah Konservasi Hayati Bengkulu : FMIPA Universitas Bengkulu. Vol. 07
No.01
Davis R. Michael. 2012. Field Guide to Mushrooms of Western Nort America. Loss
Angeles: University of California Press
Desjardin. Dennis E dkk. 2014. California Mashrooms The Comprehensine
Identification Guide. China: Timber Press.
Djarijah. Nunung Marlina Djarijah & Abbas Siregar. 2001. Budi Daya Jamur
Kuping Pembibitan & Pemeliharaan. Yogyakarta: Penerbit Kanisius.
Gerung, dkk.. 2017. Morfologi Sargassum sp. Di Kepulauan Raja Ampat. Papuan
Barat. Manado: Universitas Sam Ratulangi. Jurnal Pesisir dan Laut Tropis.
Vol. 1. No. 1.
Irullappa, dkk . 2015. Antibacterial. cytotoxic and larvicidal potential of Dictyota
bartayresiana Lamour. Journal of Coastal Life Medicine. Vol 3 (1)
Kasim Ma’ruf. 2017. Makro Alga. Jakarta : Penebar Swadaya.
Kepel Rene Charles, dkk. 2018. Biodeversitas Makroalga di Perairan Pesisir Desa
Blongko Kecamatan Sinonsayang Kabupaten Minahasa Selatan. Jurnal Ilmiah
Platax. Vol. 6:(1)
Kim. Ji Yul dkk. 2018. New Antioxidants from The Culture Broth of Hericium
coralloides. Nature Korea: Springer Nature Publishing. The Journal of
Antibiotics
Kurniawan Madrian Candra, dkk. 2018. Pertumbuhan Rumput Laut Eucheuma
Spinosum Dengan Perlakuan Asal Thallus dan Bobot Berbeda Di Teluk

62
Lampung Provinsi Lampung. Journal Maspari. Indralaya : Universitas
Sriwijaya. 10(2)
Leibo Regina dkk. 2016. Uji Aktivitas Antioksidan dari Ekstrak Total Alga Hijau
Halimeda oputina Linnaeus dan Halimeda macroloba Decaisne dari Perairan
Teluk Totok. Manado : Universitas Sam Ratulangi. Jurnal Pesisir dan Laut
Tropis. Volume 2 Nomor 1
Mulyadi. 2017. Jenis Lichenes di Kawasan Gugop Pulo Breuh Kecamatan Pulo Aceh
Kabupaten Aceh Besar. Jurnal Biotik. Vol.5. No.2.
Nadhifah Ainun, dkk. 2018. Keanekaragaman Lumut (Musci) Berukuran Besar pada
Zona Montana. Cianjur : Balai Konservasi Tumbuhan Kebun Raya Cibodas.
Pros Sem Nas Masy Biodiv Indon Volume 4. Nomor 2
Nurilla Neilla, dkk. 2013. Studi Pertumbuhan Dan Produksi Jamur Kuping
(Auricularia Auricula) Pada Substrat Serbuk Gergaji Kayu Dan Serbuk Sabut
Kelapa. Malang: Universitas Brawijaya. Jurnal Produksi Tanaman. Vol. 1
No.3
Nurjanah. 1971. Keragaman Dan Kemampuan Lichen Menyerap Air Sebagai
Bioindikator Pencemaran Udara Di Kediri. Kediri: Universitas Nusantara.
Jurnal Pendidikan Biologi Vol. 2. No. 5
Oktarina Eva . 2017. Alga : Potensinya pada Kosmetik dan Biomekanismenya.
Majalah Teknologi Agro Industri. Vol. 9 No. 2
Prawiro Hartono. 2007. Sains Biologi. Jakarta: Bumi Aksara.
Probolini Meitini W. 2012. Eksplorasi Dan Identifikasi Jenis-Jenis Jamur Kelas
Basidiomycetes Di Kawasan Bukit Jimbaran Bali. Bali: Universitas Udayana.
Jurnal Biologi. Volume 16 Nomor 02
Puspita Ratna Susilawati. 2017. Fruticose dan Foliose Lichen di Bukit Bibi Taman
Nasional Gunung Merapi. Yogyakarta: Universitas Sanata Dharma. 21(1)
R.Kemenangan, Franklin dkk. 2017. Pertumbuhan Alga Coklat Padina australis di
Perairan Pesisir Desa Serei. Kecamatan Likupang Barat. Kabupaten
Minahasa Utara. Jurnal Ilmiah Platax. Vol.5. No.2

63
Rakhmawati Anna. 2010. Keanekaragaman Jamur. Yogyakarta : Universitas Negeri
Yogyakarta)
Rasyid. Abdullah. 2004. Algae Coklat (Phaeophyta) sebagai Sumber Alginat.
(Jakarta: Pusat Penelitian Oseanografi.).. Oseana 28(1)
Roziaty Efri. 2016. Review: Kajian Lichen: Morfologi. Habitat Dan Bioindikator
Kualitas Udara Ambien Akibat Polusi Kendaraan Bermotor. Surakarta:
Universitas Muhammadiyah Surakarta. Bioeksperimen. Vol. 2. No. 1
Safrika Mega. 2012. Pertumbuhan dan Produksi Lamun Cymodocea Rotundata dan
Cymodocea serrulata di Pulau Pramuka dan Pulau Panggang. Kepulauan
Seribu. DKI JAKARTA. Bogor: Institut Pertanian Bogor.
Soegiarto. 1978. Rumput Laut (algae) Manfaat dan Usaha Budidaya.
Jakarta:Lembaga Oceanologi Nasional.
Susilawati. Puspita Ratna. 2017. Fruticose Dan Foliose Lichen Di Bukit Bibi.Taman
Nasional Gunung Merapi. (Yogyakarta: Universitas Sanata Dharma)
Tangke. Umar. 2010. Ekosistem Padang Lamun (Manfaat. Fungsi dan Rehabilitasi).
Ternate: UMMU. 2010. Jurnal Ilmiah agribisnis dan Perikanan. Volume 3
Edisi 1
Tjitrosoepomo Gembong. 2009. Taksonomi Tumbuhan. Yogyakarta : Universitas
Gadjah Mada Press.
Triastinurmiatiningsih, dkk.. 2011. Variasi Morfologi Dan Anatomi Sargassum Sp. Di
Pantai Bayah Banten.(Bogor: Universitas Pakuan. Ekologia. Vol. 11. No. 2
Utari Ratih Tri. 2017. Karakteristik Morfologi Lichen Crustose Di Kawasan Hutan
Sekipan Desa Kalisoro Tawangmangu Karanganyar Provinsi Jawa Tengah.
Surakarta: Universitas Muhammadiyah Surakarta.
Wagey Billy T dan Sake Webi. 2013. Variasi Morfometrik Beberapa Jenis Lamun di
Perairan Kelurahan Tongkeina Kecamatan Bunaken. Manado: Universitas
Sam Ratulangi. Jurnal Pesisir dan Laut Tropis. Volume 3 Nomor 1
Wati Tiara Kusuma, dkk. 2016. Keanekaragaman Hayati Tanaman Lumut
(Bryophyta) di Hutan Sekitar Waduk Kedung Brubus Kecamatan Pilang

64
Keceng Kabupaten Madiun. Madiun : IKIP PGRI Madiun. Jurnal Florea
Volume 3 No 1
Watson. 1971. The structure and life of bryophytes. London : Hutchinson.
Yudianto. 1992. Pengantar Cryptogamae. Bandung: Tarsito
Yurnaliza. 2002. Lichenes (Karakteristik. Klasifikasi Dan Kegunaan). Universitas
Sumatera Utara: Fakultas Matematika Dan Ilmu Pengetahuan Alam Jurusan
Biologi.

65
LAMPIRAN- LAMPIRAN

1. Tumbuhan Pantai Bama

Algae

Laurencia sp. Dictyota bartayresiana

Euchema spinosum Padina australis

Halimeda macroloba Sargasum polycystum

66
Turbinaria ornata
2. Tumbuhan Di Hutan Evergreen

Lichen

Spesies A (Crustose) Spesies B (Crustose)

67
Spesies C (Foliose) Spesies D (Crustose)
Fungi

Leucoagaricus rubrotinctoides Coprinus plicatilis

Auricularia auricula Spesies 1

68
Ganoderma aplanatum Hericium coralloides
Lamun

Cymodocea rotundata
Lumut

Tetraphis geniculata

69
70

Anda mungkin juga menyukai