1. Esai bersifat rekomendasi kebijakan, namun rekomendasi tersebut terkesan basi dan
memang nyatanya itu adalah problem klasik yang telah diketahui oleh pemerintah pusat
maupun daerah. Sebagian besar rekomendasi kebijakan yang dimaksud oleh Abigail, saya
rasa hampir sebagian besar telah dilakukan oleh pemerintah.
2. Gagasan kurang inovatif
3. Banyak kata yang typo dan tidak terstandarisasi oleh KBBI
4. Referensi sumber bacaan terlalu minim.
1. Kurang halus dan tepat dalam menggiring narasi dari kebijakan soal PSBB, social
distancing yang kemudian diarahkan pada kebijakan vaksinasi. Perlu ada kalimat
penghubung yang mampu mengarahkan pada narasi vaksinasi sebelum kalimat berupa
peraturan perundang-undangan dikeluarkan.
2. Pemaparan gagasan lumayan bagus, ada dua permasalahan yang dikemukakan. Pertama
soal vaksinator dan kedua adalah stok vaksin. Namun sayangnya tidak dielaborasi lebih
lanjut dan pembahasan malah banyak mengarah ke vaksin nusantara.
3. Gagasan yang dikemukakan oleh Adinda juga bertolak belakang dengan yang diframing
oleh media saat ini, Indonesia nyatanya masuk 10 besar negara dengan progress vaksinasi
tercepathttps://nasional.kontan.co.id/news/indonesia-masuk-10-besar-negara-dengan-
progres-vaksinasi-
tercepat#:~:text=Menurut%20catatan%20Badan%20Kebijakan%20FIskal,banyak%20ne
gara%2C%20tergolong%20paling%20cepat.https://www.liputan6.com/health/read/45241
77/indonesia-peringkat-ke-8-negara-tercepat-vaksinasi-covid-19
4. Conclusion kurang greget. Harusnya menawarkan solusi soal bagaimana cara untuk
mengatasi dua problem yang dikemukakan.
5. Kutipan sudah ok, namun kedepannya akan lebih baik jika menggunakan Mendeley.
1. Tulisan hampir sama seperti Anita Amalia Rahma, esai hanya mendeskripsikan kebijakan
pemerintah selama pandemi COVID-19 dan tidak mengemukakan alternatif pemecahan
masalah dari buah pikir secara pribadi
2. Tidak ada fokus yang jelas dalam pembahasan soal kebijakan, semuanya dibahas,
akibatnya hanya membahas permukaannya saja.
3. Referensi terlalu minim
4. Selanjutnya kebijakan PPKM mikro juga agak rancu dalam hal pelaksanaannya
karena tidak jelas daerah yang diterapkan=>statement tersebut juga tidak didukung
dengan dasar berpikir/logika/maupun argumentasi yang kuat.
5. Namun hal yang menarik adalah pada kesimpulan yang menjelaskan bahwa akar masalah
juga ada pada kesadaran masyarakatnya.
1. Eunike berusaha melihat perspektif dari luar (negara-negara lain) dalam melihat
kebijakan, suatu gagasan yang unik.
2. Namun perlu juga dianalisis mengenai untung, rugi maupun dampak dari
pengimplementasiannya, mengingat nyatanya sampai saat ini vaksin belum efektif
menekan angka positif COVID-19. Meskipun telah divaksinasi, tak membuat orang yang
divaksin kebal. Masih banyak kasus di masyarakat yang kembali terinfeksi COVID-19
setelah menerima dosis vaksin, baik satu kali ataupun kedua kalinya.
3. Namun setidaknya, Eunike memiliki cara pandang berbeda dalam melihat kebijakan
melalui “adopsi kebijakan”.
1. Terlihat masih ada tulisan yang copy paste, hal tersebut dapat dilihat dari adanya tulisan
yang diblock putih keunguan
2. Data yang menyebutkan “40% masyarakat yang sadar tetapi tidak setuju” bersumber
darimana? Tidak disebutkan
3. Gagasan yang dikemukakan bagus, yakni mengenai dilema antara kesadaran masyarakat
dengan kepatuhan hukum
4. Bahasa yang disampaikan menarik, ilmiah dan baku.
1. Diksi pada judul yakni “Apakah kebijakan publik mampu menangani angka penyebaran
virus Covid-19?” saya rasa kurang tepat. Kurang tepatnya adalah pada kata menangani,
harusnya menekan. Jadi apakah kebijakan publik itu mampu menekan angka penyebaran
COVID-19, bukan menangani penyebaran virus.
2. Bagus dalam menarasikan masalah, namun alternatif penyelesaian masalah kurang
agresif, mengingat upaya tersebut sebenarnya sudah dilakukan oleh pemerintah
1. Penulis berusaha memberikan gagasannya, tapi menurut saya kurang tepat. Pertama, soal
ide “pemberian BLT ataupun bantuan sosial lainnya yang diberhentikan dahulu demi
vaksin”. Menurut saya, vaksin dan BLT itu satu kesatuan. Jaring pengaman sosial penting
untuk mengatasi dampak ekonomi yang ditimbulkan akibat COVID-19, sedangkan
vaksinasi untuk menciptakan herd immunity dan menekan angka penyebaran COVID-19.
2. Solusi mengenai “Kebijakan pembuatan sanksi yang tegas terhadap oknum yang
menyebarkan hoax tentang vaksinasi” yang ditawarkan oleh penulis sebenarnya telah
diatur oleh Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2016 Tentang Informasi dan Transaksi
Elektronik (ITE), khususnya mengenai perbuatan menyebarkan hoax melalui media
komunikasi elektronik
3. Solusi/gagasan lain mengenai upaya menggerakkan TNI untuk melakukan sebuah
razia/pengecekan entah itu dijalan ataupun dirumah- rumah terhadap lansia-lansia bukan
gagasan yang solutif, banyak kepentingan negara yanglebih urgent daripada hanya
sekedar memastikan lansia divaksinasi. Tugas tersebut bisa diserahkan kepada
RT/RW/Kelurahan di masing-masing wilayah.
1. Penta helix antara Pemprov Jatim dan stakeholder kurang dielaborasi lebih lanjut,
keterlibatan aktor-aktor kurang dijelaskan secara lengkap
2. Analisis kebijakan tidak dikaji secara teoritis, harusnya didasarkannya pada teori analisis
kebijakan menurut para ahli
3. Namun secara argumentatif sudah bagus
1. Gagasan yang dikemukakan bagus, rumusan masalah ok. Namun sayangnya rumusan
masalah itu tidak dijawab secara jelas dan lugas.
Contoh:
Rumusan masalah “1) Apakah langkah strategis yang diambil pemerintah berupa
Pembatasan Sosial Berskala Besar efektif?”
Belum dijawab apakah PSBB efektif atau tidak?
Jika efektif bagaimana dan jika tidak efektif bagaimana?
Penulis hanya menjawab bahwa kebijakan Penerapan Pembatasan Sosial Berskala Besar
(PSBB) diyakini merupakan cara yang efektif untuk menekan laju penularan pandemi
COVID-19.
Padahal pemerintah sendiri mengatakan bahwa PSBB tidak efektif
Bukti yang saya temukan:
https://www.cnnindonesia.com/nasional/20200511062229-32-501897/dedi-mulyadi-
hentikan-psbb-karena-sudah-tak-efektif
https://www.kompas.com/tren/read/2020/04/14/071000765/epidemiolog-psbb-di-dki-
jakarta-belum-efektif-kendalikan-massa?page=all
dan masih banyak lagi berita lainnya
Harusnya dari berita-berita tersebut dianalisis
2. Rumusan masalah kedua mengenai “Sudahkah pemerintah memanajemen krisis
COVID-19 dan mengomunikasikannya secara tepat kepada masyarakat?”
Rumusan masalah tersebut dijawab, namun hanya sebatas di permukaan. Berikut ini
jawaban penulis
“Meskipun PSBB telah dilakukan, penerapan strategi manajemen krisis yang
dilakukan pemerintah dalam penanganan COVID-19 dapat dikatakan kurang
efektif. Hal ini terlihat dari masih banyaknya kontroversi yang terjadi baik antara
pemangku kepentingan maupun publik dalam penerapan berbagai kebijakan”.
Perlu adanya data pendukung, argumentasi yang jelas dan berdasar.