LABORATORIUM
PENGEMBANGAN
AKUNTANSI
MODUL BREVET A
Brevet A Halaman 1
UNIVERSITAS GUNADARMA
LABORATORIUM PENGEMBANGAN AKUNTANSI
Brevet A Halaman 2
LABORATORIUM PENGEMBANGAN AKUNTANSI
Brevet A Halaman 3
LABORATORIUM PENGEMBANGAN AKUNTANSI
Brevet A Halaman 4
LABORATORIUM PENGEMBANGAN AKUNTANSI
dilakukan. Bagi Pengusaha Badan, kewajiban melaporkan usahanya tersebut adalah pada
kantor Direktorat Jenderal Pajak yang wilayah kerjanya meliputi tempat kedudukan
Pengusaha dan tempat kegiatan usaha dilakukan.
Brevet A Halaman 5
LABORATORIUM PENGEMBANGAN AKUNTANSI
4. NPWP
Brevet A Halaman 6
LABORATORIUM PENGEMBANGAN AKUNTANSI
Pengertian Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP) beradsarkan Pasal 1 angka 6 UU KUP
adalah nomor yang diberikan kepada Wajib Pajak sebagai sarana dalam administrasi
perpajakan yang dipergunakan sebagai tanda pengenal diri atau identitas Wajib Pajak
dalam melaksanakan hak dan kewajiban perpajakannya. NPWP Terdiri dari 15 (lima
belas) digit, yaitu 9 (sembilan) digit pertama merupakan kode Wajib Pajak dan 6 (enam)
digit berikutnya merupakan Kode Administrasi Perpajakan.
2) Wajib Pajak Orang Pribadi Non Usahawan: Paling lambat pada akhir bulan
berikutnya apabila sampai dengan suatu bulan dalam satu tahun buku
memperoleh penghasilan yang melebihi PTKP.
b. PKP
1) Sebelum penyerahan barang kena pajak (BKP) atau jasa kena pajak (JKP).
2) Paling lama akhir bulan berikut setelah s/d suatu masa dalam tahun buku nilai
peredaran usaha melebihi batasan Pengusaha Kecil.
Brevet A Halaman 8
LABORATORIUM PENGEMBANGAN AKUNTANSI
3) Fotokopi Surat Izin Usaha atau Surat Keterangan Tempat Usaha dari instansi
yang berwenang.
d. Untuk Bendaharawan sebagai Pemungut/Pemotong:
1) Fotokopi surat penunjukan sebagai bendaharawan;
2) Fotokopi tanda bukti diri KTP/Kartu Keluarga/SIM/Paspor.
e. Apabila WP pemohon berstatus cabang, maka harus melampirkan fotokopi kartu
NPWP atau Bukti Pendaftaran WP Kantor Pusatnya. Apabila permohonan
ditandatangani oleh orang lain, perlu dilengkapi surat kuasa.
Fotokopi sebagai kelengkapan formulir pendaftaran WP tersebut di atas harus
disahkan oleh Petugas Pendaftaran WP kecuali dalam hal pendaftaran dilakukan melalui
pos, maka fotokopi harus disahkan oleh pejabat/instansi yang berwenang.
Pencabutan pengukuhan PKP berdasarkan KEP- 516 /PJ./2000) dilakukan dalam hal:
a. WP pindah alamat ke wilayah Kerja KPP lain.
b. WP bubar.
c. WP tidak memenuhi syarat lagi sebagai PKP.
*Pencabutan Pengukuhan PKP harus diselesaikan dalam jangka waktu 12 bulan sejak
tanggal diterimanya permohonan secara lengkap.
Brevet A Halaman 10
LABORATORIUM PENGEMBANGAN AKUNTANSI
Pembayaran pajak dengan menggunakan SSP (Surat Setoran Pajak) dan mulai 1 januari
2016 mulai digunakan e-Billing. E-Billing pajak menurut Direktorat Jenderal Pajak (DJP)
adalah metode pembayaran pajak secara elektronik menggunakan kode billing. kode
billing adalah deretan kode unik yang diperoleh dari E-Billing dan digunakan sebagai
kode pembayaran pajak. Pembayaran pajak menggunakan E-Biliing dapat dilakukan baik
melalui ATM atau bank persepsi ke kas negara dimana pun seluruh Indonesia (Pasal 10
UU KUP) melalui kantor pos atau bank badan usaha milik negara atau bank lain
yang ditunjuk oleh Menteri Keuangan. E-Billing dihasilkan dari Billing System atau
sistem e-Billing. Billing system merupakan sistem yang menerbitkan kode billing untuk
pembayaran atau penyetoran penerimaan negara secara elektronik. Sistem e-Billing akan
membimbing pengguna mengisi Surat Setoran Pajak (SSP) elektronik dengan tepat dan
benar sesuai dengan transaksi yang ingin dituntaskan.
11
LABORATORIUM PENGEMBANGAN AKUNTANSI
pemotongan
3 Pph pasal 15 setor sendiri Tgl 15 bulan berikutnya Tgl 20 bulan berikutnya
4 Pph pasal 15 pemotongan Tgl 10 bulan berikutnya Tgl 20 bulan berikutnya
5 Pph pasal 21 Tgl 10 bulan berikutnya Tgl 20 bulan berikutnya
6 Pph pasal 23/26 Tgl 10 bulan berikutnya Tgl 20 bulan berikutnya
7 Pph pasal 25 Tgl 15 bulan berikutnya Tgl 20 bulan berikutnya
Pph pasal 22 impor setor
sendiri (dilunasi Saat penyelesaian
8
bersamaan dg bea masuk, dokumen PIB
PPN, PPnBM)
Pph pasal 22 impor yang Hari kerja terakhir minggu
9 1hari kerja berikutnya
pemungutan oleh BC berikutnya
Hari yang sama dg
Pph pasal 22 pemungutan 14 hari setelah masa pajak
10 pembayaran atas
oleh bendaharawan berakhir
penyerahan barang
11 Pph pasal 22 migas Tgl 10 bulan berikutnya Tgl 20 bulan berikutnya
Pph pasal 22 pemungutan
12 Tgl 10 bulan berikutnya Tgl 20 bulan berikutnya
oleh WP badan tertentu
Akhir bulan berikutnya
setelah masa pajak Akhir bulan berikutnya setelah
13 PPN & PPnBM
berakhir & sebelum SPT masa pajak berakhir
masa PPN disampaikan
Tgl 15 bulan berikutnya
PPN atas kegiatan Akhir bulan berikutnya setelah
14 setelah Masa Pajak
membangun sendiri masa pajak berakhir
berakhir
PPN atas pemanfaatan Tgl 15 bulan berikutnya Akhir bulan berikutnya setelah
15
BKP tidak berwujud setelah saat terutangnya Masa Pajak berakhir
Brevet A Halaman 12
LABORATORIUM PENGEMBANGAN AKUNTANSI
Brevet A Halaman 13
LABORATORIUM PENGEMBANGAN AKUNTANSI
Brevet A Halaman 14
LABORATORIUM PENGEMBANGAN AKUNTANSI
PELAPORAN BAB
4
1. SPT MASA
SPT atau Surat Pemberitahuan adalah surat yang digunakan oleh wajib pajak untuk
melaporkan perhitungan dan atau pembayaran pajak dan atau bukan objek pajak dan atau
harta dan kewajiban menurut ketentuan perundang-undangan perpajakan.
SPT Masa terdiri dari :
a. SPT Masa PPh Pasal 25
Merupakan angsuran PPh Pasal 25 berdasarkan SPT tahun pajak sebelumnya.
Dokumen yang disampaikan dalam pelaporan SPT Masa ke kantor pelayanan
pajak adalah formulir e-Billing. Berlaku untuk wajib pajak orang pribadi dan
badan.
b. SPT Masa PPh Pasal 21/26
Merupakan pelaporan pemungutan atas penghasilan yang diberikan kepada
karyawan selama satu bulan. SPT Masa ini menggunakan formulir sebagai berikut
1) E-Billing (jika ada pembayaran)
2) SPT Masa PPh Pasal 21/26 (karyawan tetap)
3) Bukti pemotongan PPh Pasal 21 (karyawan tidak tetap)
c. SPT Masa PPh Pasal 23/26
Merupakan pelaporan pemungutan atas penghasilan yang diberikan kepada pihak
lain atas jasa dan modal selama satu bulan. Pelaporan SPT ini bersifat insidentil
sepanjang obyek PPh Pasal 23 atau 26. SPT Masa ini menggunakan formulir
sebagai berikut:
1) E-Billing (jika ada pembayaran)
2) SPT Masa PPh Pasal 21/26 (karyawan tetap)
3) Bukti pemotongan PPh Pasal 21 (karyawan tidak tetap)
Brevet A Halaman 15
LABORATORIUM PENGEMBANGAN AKUNTANSI
Brevet A Halaman 16
LABORATORIUM PENGEMBANGAN AKUNTANSI
Jika tanggal pembayaran yaitu tanggal 20 jatuh hari libur, hari Sabtu atau hari Minggu
maka pelaporan dilakukan pada hari tanggal 20 tersebut. Misalnya tanggal 20 hari
minggu, maka pelaporan dilakukan pada hari Jum’at tanggal 18.
2. SPT TAHUNAN
Fungsi Surat Pemberitahuan Tahunan Pajak Penghasilan (SPT Tahunan PPh) adalah
sebagai saranan wajib pajak untuk menetapkan sendiri besarnya pajak yang terutang
dengan cara :
a. Melaporkan dan mempertanggungjawabkan perhitungan jumlah pajak yang
sebenarnya terutang.
Brevet A Halaman 17
LABORATORIUM PENGEMBANGAN AKUNTANSI
b. Melaporkan pembayaran pajak yang telah dilaksanakan sendiri dalam suatu tahun
pajak/bagian tahun pajak
c. Melaporkan pemotongan/pemungutan pajak yang dilakukan oleh pihak lain dalam
suatu tahun pajak (Psal 3 ayat (1) UU KUP)
3. SANKSI PERPAJAKAN.
Sanksi perpajakan akan dikenakan:
a. Apabila SPT Masa tidak disampaikan atau disampaikan melampaui batas waktu
yang ditentukan maka dikenakan sanksi administrasi berupa denda sebesar Rp
25.000 (mulai SPT Masa Januari 2001 sebesar Rp 50.000)
b. Apabila SPT Tahunan tidak disampaikan atau disampaikan melampaui batas
waktu yang ditentukan maka dikenakan sanksi administrasi berupa denda sebesar
Brevet A Halaman 18
LABORATORIUM PENGEMBANGAN AKUNTANSI
Rp 50.000 (mulai SPT Tahunan Januari 2001 sebesar Rp 100.000) (Pasal 7 Ayat
2).
Pada umumnya wajib pajak yang meminta perpanjangan ini laporan keuangannya
sedang diaudit oleh kantor Akuntan Publik dan belum selesai pemeriksaannya.
Permohonan perpanjangan ini harus dilakukan sendiri oleh wajib pajak:
a. Sebelum batas waktu penyampaian SPT berakhir
b. Menyebutkan alasan jelas
c. Jika dalam 7 hari kerja tidak ditanggapi olah kantor pajak tempat wajib pajak
terdaftar maka permohonan wajib pajak diterima
d. Perpanjangan dilakukan dalam dua kali tempo 3 bulan. Misalnya perpanjangan
pertama berlaku sampai 30 Juni 20xxx
e. Jika belum selesai dapat mengajukan permohonan perpanjangan lagi yang kedua
kalinya atau yang terakhir yang berlaku samapai 3 bulan kemudian.
Brevet A Halaman 19
LABORATORIUM PENGEMBANGAN AKUNTANSI
Dalam hal pajak diperbolehkan menunda penyampaian surat pemberitahuan dan ternyata
penghitungan sementara pajak yang terutang kurang dari jumlah pajak yang sebenarnya
terutang maka atas kekurangan pembayaran pajak tersebut dikenakan bunga sebesar 2%
sebulan yang dihitung dari saat berakhirnya kewajiban menyampaikan Surat
Pemberitahuan sampai dengan tanggal dibayarnya kekurangan pembayaran tersebut, dan
bagian dari bulan dihitung penuh 1 bulan
Brevet A Halaman 20
LABORATORIUM PENGEMBANGAN AKUNTANSI
3. SANKSI PERPAJAKAN
a. Bunga
Sanski admnistrasi berupa bunga dikenakan karena :
1) Terlambat membayar PPh Pasal 21q atau pemungutan PPh Pasal 23, Pasal
25 atau PPh Pasal 29 melampaui batas waktu yang telah ditentukan
2) Kekurangan pembayaran akibat pembetulan sendiri selama dalam waktu
24 bulan setelah penyampaian SPT
3) Kekurangan pembayaran akibat permohonan perpanjangan SPT
4) Sanksi dikenakan pada waktu Pemeriksaan
Brevet A Halaman 21
LABORATORIUM PENGEMBANGAN AKUNTANSI
b. Kenaikan
1) SPT yang tidak disampaikan pada waktunya walaupun telah ditegur secara
tertulis dan tidak juga disampaikan dalam jangka waktu yang telah
ditentukan dalam surat Teguran, maka Dirjen Pajak dapat menerbitkan
SKPKB dengan sanksi administrasi berupa kenaikan sebesar 50% dari
p;ajak yang tidak atau kurang di bayar dalam satu tahun pajak.
2) Wajib pajak yang tidak menggunakan pembukuan sebagaimana mestinya
akan dikenakan sanksi kenaikan sebesar 50% dari pajak yang seharusnya
dibayar.
3) Wajib pajak yang berkewaiban untuk melakukan pemungutan atau
pemotongan PPh Pasal 21, 23 atau PPN namun tidak melakukan
pemotongan, melakukan pemotongan namun kurang, tidak menyetor
pemotongan yang telah dilakukan maka akan dikenakan sanksi kenaikan
sebesar 100%.
C. Sanksi Pidana
1) Apabila wajib pajak karena kealpaannya tidak menyampaikan SPT
Tahunan atau menyampaikan tetapi isinya tidak benar atau tidak lengkap
sehingga dapat menimbulkan kerugian pada pendapatan negara. Diancam
dengan pidana kurungan selama-lamanya satu tahun dan denda setinggi-
tingginya dua kali jumlah pajak yang terutang yang tidak atau kurang
dibayar. (Pasal 38)
2) Apabila wajib pajak dengan sengaja tidak menyampaikan SPT Tahunan
atau menyampaikan tetapi isinya tidak benar atau tidak lengkap sehingga
dapat menimbulkan kerugian pada pendapatan negara. Diancam dengan
pidana penjara selama-lamanya enam kali dan denda setinggi-tingginya
empatkali jumlah pajak yang terutang yang tidak atau kurang bayar (Pasal
39).
Brevet A Halaman 22
LABORATORIUM PENGEMBANGAN AKUNTANSI
Brevet A Halaman 23
LABORATORIUM PENGEMBANGAN AKUNTANSI
Surat Ketetapan Pajak adalah surat ketetapan yang meliputi Surat Ketetapan Pajak
Kurang Bayar, Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar Tambahan, Surat Ketetapan Pajak
Nihil, atau Surat Ketetapan Pajak Lebih Bayar
1. SKPLB
a. Direktur Jenderal Pajak, setelah melakukan pemeriksaan, menerbitkan Surat
Ketetapan Pajak Lebih Bayar apabila jumlah kredit pajak atau jumlah pajak yang
dibayar lebih besar daripada jumlah pajak yang terutang.
Menurut ketentuan ayat ini Surat Ketetapan Pajak Lebih Bayar diterbitkan untuk:
1) Pajak Penghasilan apabila jumlah kredit pajak lebih besar daripada jumlah
pajak yang terutang;
2) Pajak Pertambahan Nilai apabila jumlah kredit pajak lebih besar daripada
jumlah pajak yang terutang. Jika terdapat pajak yang dipungut oleh
Pemungut Pajak Pertambahan Nilai, jumlah pajak yang terutang dihitung
dengan cara jumlah Pajak Keluaran dikurangi dengan pajak yang dipungut
oleh Pemungut Pajak Pertambahan Nilai tersebut; atau
3) Pajak Penjualan Atas Barang Mewah apabila jumlah pajak yang dibayar
lebih besar daripada jumlah pajak yang terutang.
4) Surat Ketetapan Pajak Lebih Bayar tersebut diterbitkan setelah dilakukan
pemeriksaan atas Surat Pemberitahuan yang disampaikan Wajib Pajak yang
menyatakan kurang bayar, nihil, atau lebih bayar yang tidak disertai dengan
permohonan pengembalian kelebihan pembayaran pajak. Apabila Wajib
Pajak setelah menerima Surat Ketetapan Pajak Lebih Bayar dan
Brevet A Halaman 24
LABORATORIUM PENGEMBANGAN AKUNTANSI
Contoh Kasus:
Pajak Penghasilan ȃ Wajib Pajak telah memperoleh pengembalian pendahuluan
kelebihan pajak sebesar Rp 80.000.000,00. ȃ Dari pemeriksaan diperoleh hasil
sebagai berikut:
a. Pajak Penghasilan yang terutang sebesar Rp 100.000.000,00
b. Kredit pajak, yaitu:
- Pajak Penghasilan Pasal 22 Rp 20.000.000,00
- Pajak Penghasilan Pasal 23 Rp 40.000.000,00
- Pajak Penghasilan Pasal 25 Rp 90.000.000,00
Berdasarkan hasil pemeriksaan tersebut diterbitkan Surat Ketetapan Pajak Kurang
Bayar dengan penghitungan sebagai berikut:
- Pajak Penghasilan yang terutang sebesar Rp 100.000.000,00
- Kredit Pajak:
Pajak Penghasilan Pasal 22 Rp 20.000.000,00
Pajak Penghasilan Pasal 23 Rp 40.000.000,00
Pajak Penghasilan Pasal 25 Rp 90.000.000.00 (+)
Rp 150.000.000,00
Brevet A Halaman 25
LABORATORIUM PENGEMBANGAN AKUNTANSI
- Jumlah Pengembalian
Pendahuluan Kelebihan Pajak Rp 80.000.000,00 (-)
- Jumlah pajak yang dapat dikreditkan Rp 70.000.000,00 (-)
- Pajak yang tidak/kurang dibayar Rp 30.000.000,00
- Sanksi administrasi berupa kenaikan sebesar 100% Rp 30.000.000,00 (+)
- Jumlah yang masih harus dibayar Rp 60.000.000,00
2. SKPKB
a. Dalam jangka waktu 5 (lima) tahun setelah saat terutangnya pajak atau
berakhirnya Masa Pajak, bagian Tahun Pajak, atau Tahun Pajak, Direktur
Jenderal Pajak dapat menerbitkan Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar dalam
hal-hal sebagai berikut:
1) Apabila berdasarkan hasil pemeriksaan atau keterangan lain pajak yang
terutang tidak atau kurang dibayar;
2) Apabila surat pemberitahuan tidak disampaikan dalam jangka waktu
sebagaimana dimaksud dalam pasal 3 ayat (3) dan setelah ditegur secara
tertulis tidak disampaikan pada waktunya sebagaimana ditentukan dalam
surat teguran;
3) apabila berdasarkan hasil pemeriksaan atau keterangan lain mengenai Pajak
Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan Atas Barang Mewah ternyata tidak
seharusnya dikompensasikan selisih lebih pajak atau tidak seharusnya
dikenai tarif 0% (nol persen);
4) apabila kewajiban sebagaimana dimaksud dalam Pasal 28 atau Pasal 29
tidak dipenuhi sehingga tidak dapat diketahui besarnya pajak yang terutang;
atau
5) apabila kepada Wajib Pajak diterbitkan Nomor Pokok Wajib Pajak dan/atau
dikukuhkan sebagai Pengusaha Kena Pajak secara jabatan sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 2 ayat (4a).
Brevet A Halaman 26
LABORATORIUM PENGEMBANGAN AKUNTANSI
b. Jumlah kekurangan pajak yang terutang dalam Surat Ketetapan Pajak Kurang
Bayar sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a dan huruf e ditambah
dengan sanksi administrasi berupa bunga sebesar 2% (dua persen) per bulan
paling lama 24 (dua puluh empat) bulan, dihitung sejak saat terutangnya pajak
atau berakhirnya Masa Pajak, bagian Tahun Pajak, atau Tahun Pajak sampai
dengan diterbitkannya Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar.
c. Jumlah pajak dalam Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) huruf b, huruf c, dan huruf d ditambah dengan sanksi
administrasi berupa kenaikan sebesar:
1) 50% (lima puluh persen) dari Pajak Penghasilan yang tidak atau kurang
dibayar dalam satu Tahun Pajak;
2) 100% (seratus persen) dari Pajak Penghasilan yang tidak atau kurang
dipotong, tidak atau kurang dipungut, tidak atau kurang disetor, dan
dipotong atau dipungut tetapi tidak atau kurang disetor; atau
3) 100% (seratus persen) dari Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa dan
Pajak Penjualan Atas Barang Mewah yang tidak atau kurang dibayar.
d. Besarnya pajak yang terutang yang diberitahukan oleh Wajib Pajak dalam Surat
Pemberitahuan menjadi pasti sesuai dengan ketentuan peraturan
perundangundangan perpajakan apabila dalam jangka waktu 5 (lima) tahun
sebagaimana dimaksud pada ayat (1), setelah saat terutangnya pajak atau
berakhirnya Masa Pajak, bagian Tahun Pajak, atau Tahun Pajak tidak
diterbitkan surat ketetapan pajak.
e. Walaupun jangka waktu 5 (lima) tahun sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
telah lewat, Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar tetap dapat diterbitkan
ditambah sanksi administrasi berupa bunga sebesar 48% (empat puluh delapan
persen) dari jumlah pajak yang tidak atau kurang dibayar, apabila Wajib Pajak
setelah jangka waktu tersebut dipidana karena melakukan tindak pidana di
bidang perpajakan atau tindak pidana lainnya yang dapat menimbulkan kerugian
Brevet A Halaman 27
LABORATORIUM PENGEMBANGAN AKUNTANSI
d. Apabila jangka waktu 5 (lima) tahun sebagaimana dimaksud pada ayat (1) telah
lewat, Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar Tambahan tetap dapat diterbitkan
ditambah sanksi administrasi berupa bunga sebesar 48% (empat puluh delapan
persen) dari jumlah pajak yang tidak atau kurang dibayar, dalam hal Wajib Pajak
setelah jangka waktu 5 (lima) tahun tersebut dipidana karena melakukan tindak
pidana di bidang perpajakan atau tindak pidana lainnya yang dapat menimbulkan
kerugian pada pendapatan negara berdasarkan putusan pengadilan yang telah
mempunyai kekuatan hukum tetap.
e. Tata cara penerbitan Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar Tambahan sebagaimana
dimaksud pada ayat (4) diatur dengan atau berdasarkan Peraturan Menteri
Keuangan.
Brevet A Halaman 30
LABORATORIUM PENGEMBANGAN AKUNTANSI
f. Tata cara penerbitan Surat Tagihan Pajak diatur dengan atau berdasarkan
Peraturan Menteri Keuangan.
Contoh Kasus:
1. Pajak Penghasilan dalam tahun berjalan tidak atau kurang dibayar. Pajak
Penghasilan Pasal 25 tahun 2008 setiap bulan sebesar Rp 100.000.000,00 jatuh
tempo misalnya tiap tanggal 15 Pajak Penghasilan Pasal 25 bulan Juni 2008
dibayar tepat waktu sebesar Rp 40.000.000,00. Atas kekurangan Pajak
Penghasilan Pasal 25 tersebut diterbitkan Surat Tagihan Pajak pada tanggal 18
September 2008 dengan penghitungan sebagai berikut :
- Kekurangan bayar Pajak Penghasilan Pasal 25 bulan Juni 2008
(Rp100.000.000,00-Rp 40.000.000,00) = Rp 60.000.000,00
- Bunga = 3 x 2% x Rp 60.000.000,00 = Rp 3.600.000,00 (+)
- Jumlah yang harus dibayar = Rp 63.600.000,00
5. PENAGIHAN PAJAK
a. Apabila Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar atau Surat Ketetapan Pajak Kurang
Bayar Tambahan, serta Surat Keputusan Pembetulan, Surat Keputusan Keberatan,
Putusan Banding atau Putusan Peninjauan Kembali, yang menyebabkan jumlah
Brevet A Halaman 31
LABORATORIUM PENGEMBANGAN AKUNTANSI
pajak yang masih harus dibayar bertambah, pada saat jatuh tempo pelunasan tidak
atau kurang dibayar, atas jumlah pajak yang tidak atau kurang dibayar itu dikenai
sanksi administrasi berupa bunga sebesar 2% (dua persen) per bulan untuk seluruh
masa, yang dihitung dari tanggal jatuh tempo sampai dengan tanggal pelunasan
atau tanggal diterbitkannya Surat Tagihan Pajak, dan bagian dari bulan dihitung
penuh 1 (satu) bulan.
b. Dalam hal Wajib Pajak diperbolehkan mengangsur atau menunda pembayaran
pajak juga dikenai sanksi administrasi berupa bunga sebesar 2% (dua persen) per
bulan dari jumlah pajak yang masih harus dibayar dan bagian dari bulan dihitung
penuh 1 (satu) bulan.
Contoh Kasus:
1. Jumlah pajak yang masih harus dibayar berdasarkan Surat Ketetapan Pajak Kurang
Bayar sebesar Rp 10.000.000,00 yang diterbitkan tanggal 7 Oktober 2008, dengan
batas akhir pelunasan tanggal 6 November 2008. Jumlah pembayaran sampai dengan
tanggal 6 November 2008 Rp 6.000.000,00. Pada tanggal 1 Desember 2008
diterbitkan Surat Tagihan Pajak dengan perhitungan sebagai berikut:
Pajak yang masih harus dibayar = Rp 10.000.000,00
Dibayar sampai dengan jatuh tempo pelunasan = Rp 6.000.000,00 (-)
Kurang dibayar = Rp 4.000.000,00
Bunga 1 (satu) bulan (1 x 2% x Rp4.000.000,00) = Rp 80.000,00
2. Wajib Pajak menerima Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar sebesar Rp 1.120.000.00
yang diterbitkan pada tanggal 2 Januari 2009 dengan batas akhir pelunasan tanggal 1
Februari 2009. Wajib Pajak tersebut diperbolehkan untuk mengangsur pembayaran
pajak dalam jangka waktu 5 (lima) bulan dengan jumlah yang tetap sebesar Rp
224.000,00. Sanksi administrasi berupa bunga untuk setiap angsuran dihitung sebagai
berikut:
Brevet A Halaman 32
LABORATORIUM PENGEMBANGAN AKUNTANSI
Brevet A Halaman 33
LABORATORIUM PENGEMBANGAN AKUNTANSI
1. PROSES PEMERIKSAAN
Direktur Jendral Pajak berwenang memakukan pemeriksaan untuk menguji kepatuhan
pemenuhan kewajiban perpajakan dan untuk tujuan lain dalam rangka melaksanakan
ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan.
Pemeriksaan dapat dilakukan secara terpisah atas jenis dan tujuan tahun pajak yang
ada yang disampaikan oleh wajib pajak. Pemeriksaan dapat dilakukan atas SPT Masa
PPN saja, SPT Tahunan PPh21 Tahun 19XX saja, atau SPT Tahunan PPh Badan saja
atau dapat dilakukan secara bersamaan. Pemeriksaan biasanya meliputi satu tahun pajak
atau satu mas pajak saja atau tahun berjalan.
Pemeriksaan dapat dilakukan dengan sendiri atau tim dengan rincian :
a. Pemeriksaan oleh Kantor Pelayanan Pajak dengan Pemeriksaan Sederhana Kantor
(Wajib pajak datang ke kantor pelayanan Pajak) atau Pemeriksaan sederhana
lapangan (Pemeriksaan di tempat wajib pajak) Pemeriksaan ini dapat berupa satu
jenis pajak atau semua jenis pajak.
b. Pemeriksaan oleh Kantor Pemeriksa dan Penyidik pajak, Kanwil atau Kantor
Pusat Ditjen pajak. Pemeriksaan ini biasanya semua jenis pajak atau pemeriksaan
lengkap.
c. Pemeriksaan akan menunjukkan surat perintah Pemeriksaan dan kartu tanda
pengenal jika melakukan Pemeriksaan dan wajib pajak akan mendapatkan hasil
Pemeriksaan jika wajib pajak diperiksa.
Undang-undang perpajakan memberikan wewenang melakukan penelitian serta
penyelidikan terhadap wajib pajak yang meminta pengembalian kelebihan pembayaran
pajak.
a. Pengertian
Brevet A Halaman 34
LABORATORIUM PENGEMBANGAN AKUNTANSI
2. HASIL PEMERIKSAAN
Setelah memakukan Pemeriksaan, Dirjen Pajak akan mengeluarkan surat ketetapan
pajak atas hasil Pemeriksaan tersebut :
a. SKPLB (Surat Ketetapan Pajak Lebih Bayar)
Jika wajib pajak mempunyai utang pajak akan dikompensasikan dengan utang
pajak tersebut (Pasal 11 ayat 1 UU KUP)
b. SKPKB (Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar)
Jumlah kekurangan pajak ditambah ( Pasal 13 UU KUP):
1) 2% sebulan untuk selamanya 24 bulsn, dihitung mulai saat terhutangnya pajak
atau berakhirnya masa pajak sampai diterbitkannya surat ketetapan pajak.
2) Kenaikan 50% dari pajak Penghasilan yang kurang atau tidak dibayar selama
satu tahun pajak.
3) Kenaikan 100% dari pajak penghasilan yang tidak atau kurang dipotong, tidak
atau kurang dipungut, tidak atau kurang disetor dan kurang disetor dan
dipotong atau dipungut tetapi tidak atau kurang disetorkan
Brevet A Halaman 37
LABORATORIUM PENGEMBANGAN AKUNTANSI
4) Kenaikan 100% dari pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa dan Pajak
Penjualan Barang Mewah yang tidak atau kurang dibayar.
a) SKPKBT (Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar Tambahan
Dirjen Pajak dapat menerbitkan SKPKBT dalam jangka waktu 10 tahun
sesudah saat terutang, berakhirnya masa pajak, bagian tahun pajak atau
tahun pajak apabila ditemukan data baru atau data yang semula belum
terungkap yang mengakibatkan penambhan jumlah pajak yang terutang.
Saksi yang diberikan adalah kenaikan sebesr 100% dari jumlah
kekurangan pajak tersebut ( Pasal 15 ayat 2 UU KUP)
b) SKPN (Surat Ketetapan Pajak Nihil)
Apabila jumlah pajak yang dibayar atau jumlah pajak penghasilan yang
dipotong atau dipungut sama dengan pajak yang terutang
Brevet A Halaman 38
LABORATORIUM PENGEMBANGAN AKUNTANSI
Direktur Jendral Pajak karena jabatan atau karena permohonan wajib pajak dapat
membetulkan sura ketetapan pajak, Surat Tagihan Pajak, Surat Keputusan Keberatan,
Surat Keputusan Pengurangan atau Pembatalan Ketetapan Pajak yang tidak benar atau
Surat Keputusan Pengembalian Pendahuluan Kelebihan Pajak, yang dalam penerbitannya
terdapat kesalahan tulis, kesalahan hitung dan atau kekeliruan penerapan ketentuan
tertentu dalam peraturan perundang-undangan perpajakan (Pasal 16 ayat 1 UU KUP)
Direktur Jendral Pajak dalam jangka waktu 12 bulan sejak tanggal permohonan
diterima, harus memberi keputusan atas permohonan pembetulan yang diajukan. Apabila
jangka waktu tersebut lewat maka permohonan pembetulan yang diajukan dianggap
diterima (Pasal 16 ayat 1 UU KUP).
RESTITUSI
Direktur jenderal pajak setelah melakukan pemeriksaan atas permohonan
pengembalian kelebihan pembayaran pajak dari wajib pajak dengan kriteria tertentu harus
menerbitkan surat ketetapan paling lambat 12 bulan sejak surat permohonan diterima
kecuali untuk kegiatan tertentu yang ditetapkan dengan keputusan Dirjen Pajak (Pasal
17B UU KUP).
Apabila setelah lewat jangka waktu 12 bulan Direktur Jendral Pajak tidak memberi
suatu keputusan, permohonan pengambilan kelebihan pembayaran pajak dianggap
dikabulkan dan SKPKB harus diterbitkan dalam jangka waktu 1 bulan setelah 12 bulan
tersebut (jangka waktu berakhir) Pasal 17B ayat 2
Brevet A Halaman 39
LABORATORIUM PENGEMBANGAN AKUNTANSI
Pengajuan restisusi dapat dilakukan dengan cara mengisi SPT dengan lebih bayar dan
mengajukan restitusi secara tertulis. Bukti pengajuan restitusi merupakan bukti atau
dokumen bagi wajib pajak. Jika alam waktu 12 bulan tidak dilakukan tindakan
pemeriksaan maka permohonan restitusi dianggap diterima.
Pengusaha kena pajak yang melakukan penyerahan barang kena pajak atau perolehan
barang kena pajak atau perolehan jasa kena pajak sering terjadi dalam satu masa pajak,
Pajak asukan (PM) yang dikreditkan lebih besar dari pada Pajak Keluaran (PK) maka
selisihnya merupakan kelebihan pajak yang dapat dikompensasikan pada masa
berikutnya. Tetapi selisih atau kelebihan pajak tersebut terjadi pada akhir tahun buku,
maka selisih lebih tersebut dapat diminta kembali dengan jalan mengajukan permohonan
permintaan kembali atas selisih tersebut, hal ini sering disebut "Restitusi”
a. Sebab-sebab terjadinya kelebihan pembayaran pajak :
1) Jumlah Pajak Masukan dibayarkan lebih besar dari pada jumlah pajak
keluaran yang dipungut dalam satu masa pajak.
2) Disamping itu kemungkinan terjadi pembayaran pajak bukan disebabkan
adanya selisih labih pajak masukan dibandingkan pajak keluaran, malainkan
semata0mata disebabkan kekeliruan pemungutan pajak yang dilakukan oleh
Pengusaha Kena Pajak (PKP). Peristiwa ini dinamakan kelebihan pembayaran
pajak yang seharusnya tidak terhutang.
b. Mekanisme Restitusi
Restitusi melalui Kantor Pelayanan Pajak
Mekanisme restitusi Kantor Pelayanan Pajak (KPP) hendaknya perlu
memperhatikan hal-hal sebagai berikut :
1) Permohonan pengemablian kelebihan pembayaran pajak masukan dilakukan
diatas
Ketentuan sebagai berikut :
a) Kelebihan yang disebabkan oleh kegiatan ekspor Barang Kena Pajak
(BKP) atau penyerahan Barang Kena Pajak atau Jasa Kena Pajak (JKP)
Brevet A Halaman 40
LABORATORIUM PENGEMBANGAN AKUNTANSI
Brevet A Halaman 41
LABORATORIUM PENGEMBANGAN AKUNTANSI
Brevet A Halaman 42
LABORATORIUM PENGEMBANGAN AKUNTANSI
2) Peraturan perundang-undangan;
3) Pembiayaannya bersumber dari anggaran
4) Pendapatan dan belanja negara atau anggaran
5) Pendapatan dan belanja daerah;
c) Warisan yang belum terbagi sebagai satu kesatuan, menggantikan yang
berhak.
2) Yang dimaksud dengan Subjek Pajak luar negeri adalah:
a) Orang pribadi yang tidak bertempat tinggal di Indonesia atau berada di
Indonesia tidak lebih dari 183 (seratus delapan puluh tiga) hari dalam
jangka waktu 12 (dua belas) bulan, dan badan yang tidak didirikan dan
tidak bertempat kedudukan di Indonesia yang menjalankan usaha atau
melakukan kegiatan melalui bentuk usaha tetap di Indonesia;
b) Orang pribadi yang tidak bertempat tinggal di Indonesia atau berada di
Indonesia tidak lebih dari 183 (seratus delapan puluh tiga) hari dalam
jangka waktu 12 (dua belas) bulan, dan badan yang tidak didirikan dan
tidak bertempat kedudukan di Indonesia yang dapat menerima atau
memperoleh penghasilan dari Indonesia bukan dari menjalankan usaha
atau melakukan kegiatan melalui bentuk usaha tetap di Indonesia.
(3) Yang dimaksud dengan bentuk usaha tetap adalah bentuk usaha yang
dipergunakan oleh orang pribadi yang tidak bertempat tinggal di Indonesia
atau berada di Indonesia tidak lebih dari 183 (seratus delapan puluh tiga) hari
dalam jangka waktu 12 (dua belas) bulan, atau badan yang tidak didirikan
dan tidak bertempat kedudukan di Indonesia, untuk menjalankan usaha atau
melakukan kegiatan di Indonesia, yang dapat berupa:
a) Tempat kedudukan manajemen;
b) Cabang perusahaan;
c) Kantor perwakilan;
d) Gedung kantor;
Brevet A Halaman 44
LABORATORIUM PENGEMBANGAN AKUNTANSI
e) Pabrik;Bengkel;
f) Gudang
g) Ruang untukpromosi dan penjualan
h) Pertambangan dan penggalian sumber alam, wilayah kerja pengeboran
yang digunakan untuk eksplorasi pertambangan; perikanan, peternakan,
pertanian, perkebunan, atau kehutanan;
i) Proyek konstruksi, instalasi, atau proyek perakitan;
j) Pemberian jasa dalam bentuk apapun oleh pegawai atau oleh orang lain,
sepanjang dilakukan lebih dari 60 (enam puluh) hari dalam jangka waktu
12 (dua belas) bulan;
k) Orang atau badan yang bertindak selaku agen yang kedudukannya tidak
bebas;
l) Agen atau pegawai dari perusahaan asuransi yang tidak didirikan dan tidak
bertempat kedudukan di indonesia yang menerima premi asuransi atau
menanggung risiko di indonesia.
m) Komputer, agen elektronik, atau peralatan otomatis yang dimiliki, disewa,
atau digunakan oleh penyelenggara transaksi elektronik untuk
menjalankan kegiatan usaha melalui internet.
(6) Tempat tinggal orang pribadi atau tempat kedudukan badan ditetapkan oleh
Direktur Jenderal Pajak menurut keadaan yang sebenarnya.”
Brevet A Halaman 45
LABORATORIUM PENGEMBANGAN AKUNTANSI
lain di luar jabatan atau pekerjaannya tersebut serta negara yang bersangkutan
memberikan perlakuan timbal balik;
c. Organisasi-organisasi internasional yang ditetapkan dengan keputusan menteri
keuangan, dengan syarat:
(a) Indonesia menjadi anggota organisasi tersebut;
(b) Tidak menjalankan usaha atau kegiatan lain untuk memperoleh penghasilan
dari indonesia selain pemberian pinjaman kepada pemerintah yang dananya
berasal dari iuran para anggota;
d. Pejabat-pejabat perwakilan organisasi internasional yang ditetapkan dengan
keputusan menteri keuangan dengan syarat bukan warga negara indonesia dan
tidak menjalankan usaha atau kegiatan atau pekerjaan lain untuk memperoleh
penghasilan dari indonesia."
Brevet A Halaman 46
LABORATORIUM PENGEMBANGAN AKUNTANSI
PRIBADI
Brevet A Halaman 47
LABORATORIUM PENGEMBANGAN AKUNTANSI
Brevet A Halaman 48
LABORATORIUM PENGEMBANGAN AKUNTANSI
Brevet A Halaman 49
LABORATORIUM PENGEMBANGAN AKUNTANSI
Seluruh penghasilan atau kerugian bagi wanita yang telah kawin pada awal tahun pajak
atau pada awal bagian tahun pajak, begitu pula kerugiannya yang berasal dari tahun-tahun
sebelumnya yang belum dikompensasikan sebagaimana pasal pasal 6 ayat 2 : Apabila
penghasilan bruto setelah pengurangan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) di dapat
kerugian , maka kerugian tersebut dikompensasikan dengan penghasilan mulai tahun
pajak berukutnya berturut-turut sampai dengan 5 (lima) tahun, dianggap sebagai
penghasilan atau kerugian suaminya kecuali penghasilan tersebut semata-mata diterima
atau diperoleh dari 1 (satu) pemberi kerja yang telah dipotong PPh Pasal 21 dan pekerjaan
tersebut tidak ada hubungannya dengan usaha atau pekerjaan bebas suami atau anggota
keluarga lainnya.Lihat pasal 8 ayat 1.
Berdasarkan Pasal 14 ayat (2) UU No.36 tahun 2008 tentang PPh Norma
Penghitungan Penghasilan Neto hanya boleh digunakan oleh Wajib Pajak orang pribadi
yang melakukan kegiatan usaha atau pekerjaan bebas yang peredaran brutonya kurang
dari jumlah Rp4.800.000.000,00 (empat miliar delapan ratus juta rupiah). Untuk dapat
menggunakan Norma Penghitungan Penghasilan Neto tersebut, Wajib Pajak orang
pribadi harus memberitahukan kepada Direktur Jenderal Pajak dalam jangka waktu 3
(tiga) bulan pertama dari tahun pajak yang bersangkutan.
Brevet A Halaman 50
LABORATORIUM PENGEMBANGAN AKUNTANSI
g) Biaya perjalanan;
h) Biaya pengolahan limbah;
i) Premi asuransi;
j) Biaya promosi dan penjualan yang diatur dengan atau berdasarkan
Peraturan Menteri Keuangan; pengeluaran untuk promosi, perlu dibedakan
antara biaya yang benar-benar dikeluarkan untuk promosi dengan biaya
yang pada hakekatnya merupakan sumbangan. Biaya yang benar-benar
dikeluarkan untuk promosi boleh dikurangkan dari penghasilan bruto.
k) Biaya administrasi; dan
l) Pajak kecuali Pajak Penghasilan;
2) Penyusutan atas pengeluaran untuk memperoleh harta berwujud dan
amortisasi atas pengeluaran untuk memperoleh hak dan atas biaya lain yang
mempunyai masa manfaat lebih dari 1 (satu) tahun sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 11 dan Pasal 11A; Penyusutan atas pengeluaran untuk
memperoleh harta berwujud dan amortisasi atas pengeluaran untuk
memperoleh hak dan atas biaya lain yang mempunyai masa manfaat lebih dari
1 (satu) tahun sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11 dan Pasal 11A.
Pengeluaran-pengeluaran untuk memperoleh harta berwujud dan harta tak
berwujud serta pengeluaran lain yang mempunyai masa manfaat lebih dari 1
(satu) tahun, pembebanannya dilakukan melalui penyusutan atau amortisasi.
3) Iuran kepada dana pensiun yang pendiriannya telah disahkan oleh Menteri
Keuangan. Iuran kepada dana pensiun yang pendiriannya telah disahkan oleh
Menteri Keuangan boleh dibebankan sebagai biaya, sedangkan iuran yang
dibayarkan kepada dana pensiun yang pendiriannya tidak atau belum disahkan
oleh Menteri Keuangan tidak boleh dibebankan sebagai biaya
4) Kerugian karena penjualan atau pengalihan hartayang dimiliki dan digunakan
dalam perusahaanatau yang dimiliki untuk mendapatkan, menagih,dan
memelihara penghasilan. Kerugian karena penjualan atau pengalihan harta
Brevet A Halaman 52
LABORATORIUM PENGEMBANGAN AKUNTANSI
yang menurut tujuan semula tidak dimaksudkan untuk dijual atau dialihkan
yang dimiliki dan dipergunakan dalam perusahaan atau yang dimiliki untuk
mendapatkan, menagih dan memelihara penghasilan dapat dikurangkan dari
penghasilan bruto. Kerugian karena penjualan atau pengalihan harta yang
dimiliki tetapi tidak digunakan dalam perusahaan, atau yang dimiliki tetapi
tidak digunakan untuk mendapatkan, menagih dan memelihara penghasilan,
tidak boleh dikurangkan dari penghasilan bruto.
5) Kerugian selisih kurs mata uang asing. Kerugian karena selisih kurs mata uang
asing dapat disebabkan oleh adanya fluktuasi kurs yang terjadi sehari-hari,
atau oleh adanya kebijaksanaan Pemerintah di bidang moneter. Kerugian
selisih kurs mata uang asing yang disebabkan oleh fluktuasi kurs,
pembebanannya dilakukan berdasarkan sistem pembukuan yang dianut, dan
harus dilakukan secara taat asas. Apabila Wajib Pajak menggunakan sistem
pembukuan berdasarkan kurs tetap (kurs historis), pembebanan kerugian
selisih kurs dilakukan pada saat terjadinya realisasi atas perkiraan mata uang
asing tersebut. Apabila Wajib Pajak menggunakan sistem pembukuan
berdasarkan kurs tengah Bank Indonesia atau kurs yang sebenarnya berlaku
pada akhir tahun, pembebanannya dilakukan pada setiap akhir tahun
berdasarkan kurs tengah Bank Indonesia atau kurs yang sebenarnya berlaku
pada akhir tahun.Rugi selisih kurs karena kebijaksanaan Pemerintah di bidang
moneter dapat dibukukan dalam perkiraan sementara di neraca dan
pembebanannya dilakukan bertahap berdasarkan realisasi mata uang asing
tersebut.
6) Biaya penelitian dan pengembangan perusahaanyang dilakukan di
Indonesia;Biaya beasiswa, magang, dan pelatihan. Biaya yang dikeluarkan
untuk keperluan beasiswa, magang dan pelatihan dalam rangka peningkatan
kualitas sumber daya manusia dapat dibebankan sebagai biaya perusahaan,
dengan memperhatikan kewajaran dan kepentingan perusahaan
Brevet A Halaman 53
LABORATORIUM PENGEMBANGAN AKUNTANSI
Kepada orang pribadi sebagai Wajib Pajak dalam negeri diberikan pengurangan
berupa Penghasilan Tidak Kena Pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7.
Brevet A Halaman 55
LABORATORIUM PENGEMBANGAN AKUNTANSI
Brevet A Halaman 56
LABORATORIUM PENGEMBANGAN AKUNTANSI
Penghasilan dan biaya yang digunakan untuk menghitung penghasilan netto dalam
negeri sehubungan dengan pekerjaan yang dilaporkan dalam lapiran I SPT Tahunan PPh
Wajib Pajak Orang Pribadi meliputi:
a. Penghasilan bruto
1) Gaji/Uang pensiun/THT
2) Tunjangan PPh
3) Tunjangan lainnya, uang penggantian, uang lembur dan sebagainya
4) Honorarium, Imbalan lain sejenisnya
5) Premi asuransi yang dibayar pemberi kerja
6) Penerimaan dalam bentuk natura dan kenikmatan yang dikenakan pemotongan
PPh Pasal 21
7) Tantiem, Bonus, Gratifikasi, Jasa produksi, THR
b. Pengurang
1) Biaya jabatan
Yaitu Biaya yang diberikan untuk karyawan tetap yang masih aktif bekerja,
biaya jabatan ini merupakan biaya yang fiktif (tidak riil), biaya ini merupakan
kebijaksanaan pemerintah, karena setiap orang yang berpenghasilan, tentu ada
biaya yang telah ia keluarkan.
Berdasarkan Keputusan Menteri Keuangan Nomor 521 tahun 1998 biaya
jabatan adalah sebesar 5% x penghasilan bruto atau maksimal Rp
108.000/bulan dan Rp 1.296.000/tahun, kemudian pilih yang terkecil
berdasarkan masa kerja dengan ketentuan sbb:
a) Biaya jabatan melekat pada perusahaan dia bekerja
b) Tergantung masa kerja
2) Biaya pensiun
Biaya diberikan kepada mantan karyawan/pensiunan bulanan. Biaya pensiun
perbulan Rp 36.000/bulan
3) Iuran pensiun dan iuran THT
Brevet A Halaman 57
LABORATORIUM PENGEMBANGAN AKUNTANSI
Brevet A Halaman 59
LABORATORIUM PENGEMBANGAN AKUNTANSI
2) Hak atas harta berwujud, misalnya hak atas alat-alat industri, komersial, dan
ilmu pengetahuan
3) Informasi, yaitu informasi yang belum diungkapkan secara umum, walaupun
mungkin belum dipatenkan, misalnya pengalaman dibidang industri, atau
bidang usaha lainnya.
d. Sewa
Pengertian sewa adalah imbalan yang diterima atau diperoleholeh Wajib Pajak,
isteri dan anak/anak angkat dengan nama dan dalam bentuk apapun sehubungan
dengan penggunaan harta gerak atau harta tak gerak, misalnya sewa mobil, sewa
kantor, sewa rumah, dan sewa gudang
e. Penghargaan dan hadiah
Jenis hadiah dan penghargaan untuk tujuan perpajakan dapat dibedakan:
1) Hadiah Undian (Final masuk lampiran III SPT 1770) (Final sebesar 20%)
Yang dimaksud dengan hadiah undian adalah hadiah dengan nama dan dalam
bentuk apapun yang diterima atau diperoleh oleh Wajib Pajak, istri dan
anak/anak angkat yang pemberiannya melalui cara undian (PP 42/1994)
2) Hadian dan Penghargaan perlombaan (tarif 15%)
Yang dimaksud dengan hadiah dan penghargaan perlombaan adalah hadiah
atau penghargaan yang diberikan melalui suatu perlombaan atau adu
ketangkasan, misalnya:
a) Lomba olah raga
b) Lomba kecantikan
c) Kuis televisi
3) Penghargaan atau suatu prestasi tertentu, misalnya penghargaan atas
penemuanbenda purbakala, penghargaan dalam menjualkan suatu produk
(Tidak final)
4) Hadiah sehubungan dengan pekerjaan pemberian jasa dan kegiatan lainnya
yang pemberiannya tidak melalui cara undian atau perlombaan (Tidak final).
Brevet A Halaman 60
LABORATORIUM PENGEMBANGAN AKUNTANSI
Brevet A Halaman 62
LABORATORIUM PENGEMBANGAN AKUNTANSI
Brevet A Halaman 63
LABORATORIUM PENGEMBANGAN AKUNTANSI
Brevet A Halaman 64
LABORATORIUM PENGEMBANGAN AKUNTANSI
d. Harta termasuk setoran tunai yang diterima oleh badan sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 2 ayat (1) huruf b sebagai pengganti saham atau sebagai pengganti
penyertaan modal;
e. Penggantian atau imbalan sehubungan dengan pekerjaan atau jasa yang diterima
atau diperoleh dalam bentuk natura dan atau kenikmatan dari Wajib Pajak atau
Pemerintah;
f. Pembayaran dari perusahaan asuransi kepada orang pribadi sehubungan dengan
asuransi kesehatan, asuransi kecelakaan, asuransi jiwa, asuransi dwiguna, dan
asuransi bea siswa;
g. Dividen atau bagian laba yang diterima atau diperoleh perseroan terbatas sebagai
Wajib Pajak dalam negeri, koperasi, Badan Usaha Milik Negara, atau Badan
Usaha Milik Daerah, dari penyertaan modal pada badan usaha yang didirikan dan
bertempat kedudukan di Indonesia dengan syarat:
1) Dividen berasal dari cadangan laba yang ditahan; dan
2) Bagi perseroan terbatas, Badan Usaha Milik Negara dan Badan Usaha Milik
Daerah yang menerima dividen, kepemilikan saham pada badan yang
memberikan dividen paling rendah 25% (dua puluh lima persen) dari jumlah
modal yang disetor dan harus mempunyai usaha aktif di luar kepemilikan
saham tersebut;
h. Iuran yang diterima atau diperoleh dana pensiun yang pendiriannya telah disahkan
oleh Menteri Keuangan, baik yang dibayar oleh pemberi kerja maupun pegawai;
i. Penghasilan dari modal yang ditanamkan oleh dana pensiun sebagaimana
dimaksud pada huruf g, dalam bidang-bidang tertentu yang ditetapkan dengan
Keputusan Menteri Keuangan;
j. Bagian laba yang diterima atau diperoleh anggota dari perseroan komanditer yang
modalnya tidak terbagi atas saham-saham, persekutuan, perkumpulan, firma, dan
kongsi;
Brevet A Halaman 65
LABORATORIUM PENGEMBANGAN AKUNTANSI
8. KOMPENSASI KERUGIAN
Jika wajib pajak orang pribadi yang menggunakan pembukuan mengalami kerugian
dalam tahun-tahun sebelumnya maka kerugian fiskal nya dapat dikompensasikan selama
5 (lima) tahun sejak dialaminya kerugian (Pasal 6 ayat 2 UU PPh)
Kompensasi kerugian hanya diperbolehkan diisi oleh Wajib Pajak yang
menyelenggarakan pembukuan. Kompensasi yang boleh diisikan adalah jumlah kerugian
fiskal yang telah terjadi untuk tahun pajak 5 (lima) tahun.
Jika pengeluaran-pengeluaran yang diperbolehkan secara fiskal terdapat kerugian-
kerugian fiskal maka kerugian tersebut dapat dikompensasikan dengan penghasilan netto
atau laba fiskal selama 5 (lima) tahun berturut-turut di mulai sejak tahun berikutnya
sesudah tahun diperolehnya kerugian tersebut:
Contoh:
PT A dalam tahun 1995 menderita kerugian fiskal sebesar Rp 1.200.000.000,00. Dalam
5 (lima) tahun berikutnya laba rugi fiskal PT A sebagai berikut :
1996 : laba fiskal Rp 200.000.000,00
1997 : rugi fiskal (Rp 300.000.000,00)
1998 : laba fiskal Rp N I H I L
1999 : laba fiskal Rp 100.000.000,00
Brevet A Halaman 66
LABORATORIUM PENGEMBANGAN AKUNTANSI
Brevet A Halaman 67
LABORATORIUM PENGEMBANGAN AKUNTANSI
Penghasilan Tidak Kena Pajak mulai berlaku tahun pajak 2016 diberikan sebesar:
Brevet A Halaman 68
LABORATORIUM PENGEMBANGAN AKUNTANSI
1. Rp 36.000.000 (Tiga puluh enam juta rupiah) untuk diri Wajib Pajak orang
pribadi;
2. Rp 3.000.000 (satu juta dua ratus ribu rupiah) tambahan untuk Wajib Pajak yang
kawin;
3. Rp 36.000.000 (Tiga puluh enam juta rupiah) tambahan untuk seorang isteri yang
penghasilannya digabung dengan penghasilan suami, dalam hal isteri:
a. Bukan karyawati, tetapi mempunyai penghasilan dari usaha / pekerjaan bebas
yang tidak ada hubungannya dengan usaha / pekerjaan bebas suami, anak /
anak angkat yang belum dewasa.
b. Bukan karyawati, tetapi pada pemberi yang bukan sebagai pemotong
pemotong pajak walaupun tidak mempunyai penghasilan dari usaha /
pekerjaan bebas.
c. Bekerja sebagai karyawati pada lebih dari 1 (satu) pemberi kerja.
4. Rp 3.000.000 (Tiga juta rupiah) tambahan untuk setiap anggota keluarga sedarah
dan keluarga semenda dalam garis keturunan lurus serta anak angkat, yang
menjadi tanggungan sepenuhnya, paling banyak 3 (tiga) orang untuk setiap
keluarga.
Penghasilan Tidak Kena Pajak mulai berlaku tahun pajak 2018 diberikan sebesar:
1. Rp 54.000.000 (Lima puluh empat juta rupiah) untuk diri Wajib Pajak orang
pribadi;
2. Rp 4.500.000 (Empat juta lima ratus ribu rupiah) tambahan untuk Wajib Pajak
yang kawin;
3. Rp 54.000.000 (Lima puluh empat juta rupiah) tambahan untuk seorang isteri
yang penghasilannya digabung dengan penghasilan suami, dalam hal isteri:
a. Bukan karyawati, tetapi mempunyai penghasilan dari usaha / pekerjaan bebas
yang tidak ada hubungannya dengan usaha / pekerjaan bebas suami, anak /
anak angkat yang belum dewasa.
Brevet A Halaman 69
LABORATORIUM PENGEMBANGAN AKUNTANSI
PTKP untuk wajib pajak yang melakukan pisah harta adalah sebesar PTKP masing-
masing. Namun status kawin dan tanggungan diikutkan pada suami sebagai kepala
keluarga.
Brevet A Halaman 70
LABORATORIUM PENGEMBANGAN AKUNTANSI
1. TARIF PAJAK
Tarif pajak yang diterapkan atas Penghasilan Kena Pajak bagi orang pribadi
berdasarkan Undang-Undang Pajak Penghasilan no 36 tahun 2008 sebagai berikut:
Lapisan Penghasilan Kena Pajak Tarif Pajak
sampai dengan Rp 50.000.000,00 5%
(dua puluh lima juta rupiah) (lima persen)
di atas Rp 50.000.000,00 15%
(lima puluh juta rupiah) (lima belas persen)
s.d. Rp 200.000.000,00
(seratus juta rupiah)
di atas Rp 200.000.000,00 25%
(seratus juta rupiah) (dua puluh lima persen)
s.d. Rp 500.000.000,00
(dua ratus juta rupiah)
di atas Rp 500.000.000,00 35%
(dua ratus juta rupiah) (tiga puluh lima persen)
2. KREDIT PAJAK
Wajib pajak yang memperoleh penghasilan dan dipotong PPh oleh pihak lain (PPh
pasal 21, 22, 23, 24) atau PPh yang ditanggung pemerintah dapat dikurangkan dari PPh
terutang:
a. Untuk PPh pasal 21 PPh yang dapat dikreditkan dari PPh terutang adalah yang
berasal dari Form 1721-A1 atau bukti potong PPh pasal 21.
b. Untuk PPh Pasal 22 berasal dari bukti potong pemungut PPh Pasal 22 (Bukti
potong dapat berupa SSP atau dokumen lain)
c. Untuk PPh Pasal 23 berasal dari bukti potong PPh Pasal 23
Brevet A Halaman 71
LABORATORIUM PENGEMBANGAN AKUNTANSI
Brevet A Halaman 72
LABORATORIUM PENGEMBANGAN AKUNTANSI
Brevet A Halaman 73
LABORATORIUM PENGEMBANGAN AKUNTANSI
g. Foto copy 1721-A1 dari pemberi kerja (jika karyawan swasta termasuk BUMN
dan BUMD)
h. Foto copy 1721-A2 dari pemberi kerja (jika PNS, ABRI atau pejabat negara)
i. Surat kuasa (jika ditanda tangani selain wajib pajak)
j. Lembar perhitungan pajak penghasilan (jika wajib pajak yang kawin dengan
perjanjian pemisahan harta dan penghasilan)
k. Lembar perhitungan PPh pasal 25 (jika ada kompensasi kerugian atau penghasilan
tidak teratur atau lebih bayar)
l. Daftar harta dan daftar hutang wajib pajak
6. LAIN-LAIN
a. Wajib pajak yang belummempunyai npwp harus mendaftarkan diri terlebih dahulu
di kantor Pelayanan Pajak yang wilayah kerjanya meliputi tempat tinggal wajib
pajak
b. SPT Tahunan dapat diambil sendiri oleh Wajib Pajak di tempat wajib pajak
terdaftar
c. Wajib pajak dapat menggunakanmata uang rupiah dan dalam bahasa Indonesia.
Jika menggunakan bahasa Inggris harus mengajukan permohonan. Untuk wajib
pajak asing dapat menggunakan bahasa inggris dan mata uang $ USA
d. Angka-angka dalam SPT Tahunan berikut lampiran disajikan dalam rupiah penuh
Brevet A Halaman 74
LABORATORIUM PENGEMBANGAN AKUNTANSI
Brevet A Halaman 75
LABORATORIUM PENGEMBANGAN AKUNTANSI
2. KARAKTERISTIK PPN
Pajak Pertambahan Nilai (PPN) mempunyai karekteristik sebagai berikut:
a. PPN merupakan pajak tidak langsung
Ditinjau dari sudut pandang ekonomi, beban pajak dialihkan kepada pihak lain,
yaitu pihak yang mengkonsumsi barang atau jasa yang menjadi objek pajak.
Sedangkan ditinjau dari sudut pandang yuridis, tanggung jawab pembayaran pajak
kepada kas negara tidak berada ditangan pihak yang memikul beban pajak.
b. Pajak Objektif.
Sebagai pajak objektif, timbulnya kewajiban untuk membayar PPN ditentukan
oleh adanya objek pajak. Kondisi subjektif subjek pajak tidak ikut menentukan.
PPN tidak membedakan antara konsumen berupa orang atau badan, antara
Brevet A Halaman 76
LABORATORIUM PENGEMBANGAN AKUNTANSI
Brevet A Halaman 78
LABORATORIUM PENGEMBANGAN AKUNTANSI
c. Barang Kena Pajak adalah barang yang dikenai pajak berdasarkan Undang-
Undang ini.
d. Penyerahan Barang Kena Pajak adalah setiap kegiatan penyerahan Barang Kena
Pajak.
e. Jasa adalah setiap kegiatan pelayanan yang berdasarkan suatu perikatan atau
perbuatan hukum yang menyebabkan suatu barang, fasilitas, kemudahan, atau
tersedia untuk dipakai, termasuk jasa yang dilakukan untuk menghasilkan barang
karena pesanan atau permintaan dengan bahan dan atas petunjuk dari pemesan.
f. Jasa Kena Pajak adalah jasa yang dikenai pajak berdasarkan Undang-Undang ini.
g. Penyerahan Jasa Kena Pajak adalah setiap kegiatan pemberian Jasa Kena Pajak.
h. Pemanfaatan Jasa Kena Pajak dari luar Daerah Pabean adalah setiap kegiatan
pemanfaatan Jasa Kena Pajak dari luar Daerah Pabean di dalam Daerah Pabean.
i. Impor adalah setiap kegiatan memasukkan barang dari luar Daerah Pabean ke
dalam Daerah Pabean.
j. Pemanfaatan Barang Kena Pajak Tidak Berwujud dari luar Daerah Pabean adalah
setiap kegiatan pemanfaatan Barang Kena Pajak Tidak Berwujud dari luar Daerah
Pabean di dalam Daerah Pabean.
k. Ekspor Barang Kena Pajak Berwujud adalah setiap kegiatan mengeluarkan Barang
Kena Pajak Berwujud dari dalam Daerah Pabean ke luar Daerah Pabean.
l. Perdagangan adalah kegiatan usaha membeli dan menjual, termasuk kegiatan
tukar-menukar barang, tanpa mengubah bentuk dan/atau sifatnya.
m. Badan adalah sekumpulan orang dan/atau modal yang merupakan kesatuan baik
yang melakukan usaha maupun yang tidak melakukan usaha yang meliputi
perseroan terbatas, perseroan komanditer, perseroan lainnya, badan usaha milik
negara atau badan usaha milik daerah dengan nama dan dalam bentuk apapun,
firma, kongsi, koperasi, dana pensiun, persekutuan, perkumpulan, yayasan,
organisasi massa, organisasi sosial politik, atau organisasi lainnya, lembaga dan
bentuk badan lainnya termasuk kontrak investasi kolektif dan bentuk usaha tetap.
Brevet A Halaman 79
LABORATORIUM PENGEMBANGAN AKUNTANSI
n. Pengusaha adalah orang pribadi atau badan dalam bentuk apa pun yang dalam
kegiatan usaha atau pekerjaannya menghasilkan barang, mengimpor barang,
mengekspor barang, melakukan usaha perdagangan, memanfaatkan barang tidak
berwujud dari luar Daerah Pabean, melakukan usaha jasa termasuk mengekspor
jasa, atau memanfaatkan jasa dari luar Daerah Pabean.
o. Pengusaha Kena Pajak adalah pengusaha yang melakukan penyerahan Barang
Kena Pajak dan/atau penyerahan Jasa Kena Pajak yang dikenai pajak berdasarkan
Undang-Undang ini.
p. Menghasilkan adalah kegiatan mengolah melalui proses mengubah bentuk
dan/atau sifat suatu barang dari bentuk aslinya menjadi barang baru atau
mempunyai daya guna baru atau kegiatan mengolah sumber daya alam, termasuk
menyuruh orang pribadi atau badan lain melakukan kegiatan tersebut.
q. Dasar Pengenaan Pajak adalah jumlah Harga Jual, Penggantian, Nilai Impor, Nilai
Ekspor, atau nilai lain yang dipakai sebagai dasar untuk menghitung pajak yang
terutang.
r. Harga Jual adalah nilai berupa uang, termasuk semua biaya yang diminta atau
seharusnya diminta oleh penjual karena penyerahan Barang Kena Pajak, tidak
termasuk Pajak Pertambahan Nilai yang dipungut menurut Undang-Undang ini
dan potongan harga yang dicantumkan dalam Faktur Pajak.
s. Penggantian adalah nilai berupa uang, termasuk semua biaya yang diminta atau
seharusnya diminta oleh pengusaha karena penyerahan Jasa Kena Pajak, ekspor
Jasa Kena Pajak, atau ekspor Barang Kena Pajak Tidak Berwujud, tetapi tidak
termasuk Pajak Pertambahan Nilai yang dipungut menurut Undang-Undang ini
dan potongan harga yang dicantumkan dalam Faktur Pajak atau nilai berupa uang
yang dibayar atau seharusnya dibayar oleh Penerima Jasa karena pemanfaatan Jasa
Kena Pajak dan/atau oleh penerima manfaat Barang Kena Pajak Tidak Berwujud
karena pemanfaatan Barang Kena Pajak Tidak Berwujud dari luar Daerah Pabean
di dalam Daerah Pabean.
Brevet A Halaman 80
LABORATORIUM PENGEMBANGAN AKUNTANSI
t. Nilai Impor adalah nilai berupa uang yang menjadi dasar penghitungan bea masuk
ditambah pungutan berdasarkan ketentuan dalam peraturan perundangundangan
yang mengatur mengenai kepabeanan dan cukai untuk impor Barang Kena Pajak,
tidak termasuk Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah
yang dipungut menurut Undang-Undang ini.
u. Pembeli adalah orang pribadi atau badan yang menerima atau seharusnya
menerima penyerahan Barang Kena Pajak dan yang membayar atau seharusnya
membayar harga Barang Kena Pajak tersebut.
v. Penerima Jasa adalah orang pribadi atau badan yang menerima atau seharusnya
menerima penyerahan Jasa Kena Pajak dan yang membayar atau seharusnya
membayar Penggantian atas Jasa Kena Pajak tersebut.
w. Faktur Pajak adalah bukti pungutan pajak yang dibuat oleh Pengusaha Kena Pajak
yang melakukan penyerahan Barang Kena Pajak atau penyerahan Jasa Kena Pajak.
x. Pajak Masukan adalah Pajak Pertambahan Nilai yang seharusnya sudah dibayar
oleh Pengusaha Kena Pajak karena perolehan Barang Kena Pajak dan/atau
perolehan Jasa Kena Pajak dan/atau pemanfaatan Barang Kena Pajak Tidak
Berwujud dari luar Daerah Pabean dan/atau pemanfaatan Jasa Kena Pajak dari
luar Daerah Pabean dan/atau impor Barang Kena Pajak.
y. Pajak Keluaran adalah Pajak Pertambahan Nilai terutang yang wajib dipungut
oleh Pengusaha Kena Pajak yang melakukan penyerahan Barang Kena Pajak,
penyerahan Jasa Kena Pajak, ekspor Barang Kena Pajak Berwujud, ekspor Barang
Kena Pajak Tidak Berwujud, dan/atau ekspor Jasa Kena Pajak.
z. Nilai Ekspor adalah nilai berupa uang, termasuk semua biaya yang diminta atau
seharusnya diminta oleh eksportir.
aa. Pemungut Pajak Pertambahan Nilai adalah bendahara pemerintah, badan, atau
instansi pemerintah yang ditunjuk oleh Menteri Keuangan untuk memungut,
menyetor, dan melaporkan pajak yang terutang oleh Pengusaha Kena Pajak atas
Brevet A Halaman 81
LABORATORIUM PENGEMBANGAN AKUNTANSI
penyerahan Barang Kena Pajak dan/atau penyerahan Jasa Kena Pajak kepada
bendahara pemerintah, badan, atau instansi pemerintah tersebut.
bb. Ekspor Barang Kena Pajak Tidak Berwujud adalah setiap kegiatan pemanfaatan
Barang Kena Pajak Tidak Berwujud dari dalam Daerah Pabean di luar Daerah
Pabean.
cc. Ekspor Jasa Kena Pajak adalah setiap kegiatan penyerahan Jasa Kena Pajak ke
luar Daerah Pabean.
Brevet A Halaman 82
LABORATORIUM PENGEMBANGAN AKUNTANSI
1. OBYEK PPN
Pajak PPN berdasar UU no 42 tahun 2009 dikenakan atas :
a. Penyerahan Barang Kena Pajak di dalam Daerah Pabean yang dilakukan oleh
pengusaha;
b. Impor Barang Kena Pajak;
c. Penyerahan Jasa Kena Pajak di dalam Daerah Pabean yang dilakukan oleh
pengusaha;
d. Pemanfaatan Barang Kena Pajak Tidak Berwujud dari luar Daerah Pabean di
dalam Daerah Pabean;
e. Pemanfaatan Jasa Kena Pajak dari luar Daerah Pabean di dalam Daerah Pabean;
f. Ekspor Barang Kena Pajak Berwujud oleh
g. Pengusaha Kena Pajak;
h. Ekspor Barang Kena Pajak Tidak Berwujud oleh Pengusaha Kena Pajak; dan
ekspor Jasa Kena Pajak oleh Pengusaha Kena Pajak.
Brevet A Halaman 83
LABORATORIUM PENGEMBANGAN AKUNTANSI
e. Barang Kena Pajak berupa persediaan dan/atau aktiva yang menurut tujuan
semula tidak untuk diperjualbelikan, yang masih tersisa pada saat pembubaran
perusahaan;
f. Penyerahan Barang Kena Pajak dari pusat ke cabang atau sebaliknya dan/atau
penyerahan Barang Kena Pajak antar cabang;
g. Penyerahan Barang Kena Pajak secara konsinyasi; dan
h. Penyerahan Barang Kena Pajak oleh Pengusaha Kena Pajak dalam rangka
perjanjian pembiayaan yang dilakukan berdasarkan prinsip syariah, yang
penyerahannya dianggap langsung dari Pengusaha Kena Pajak kepada pihak
yang membutuhkan Barang Kena Pajak.
Yang tidak termasuk dalam pengertian penyerahan Barang Kena Pajak adalah:
a. Penyerahan Barang Kena Pajak kepada makelar sebagaimana dimaksud dalam
Kitab Undang- Undang Hukum Dagang;
b. Penyerahan Barang Kena Pajak untuk jaminan utang-piutang;
c. Penyerahan Barang Kena Pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf f
dalam hal Pengusaha Kena Pajak melakukan pemusatan tempat pajak
terutang;
d. Pengalihan Barang Kena Pajak dalam rangka penggabungan, peleburan,
pemekaran, pemecahan, dan pengambilalihan usaha dengan syarat pihak yang
melakukan pengalihan dan yang menerima pengalihan adalah Pengusaha Kena
Pajak; dan
e. Barang Kena Pajak berupa aktiva yang menurut tujuan semula tidak untuk
diperjualbelikan, yang masih tersisa pada saat pembubaran perusahaan, dan
yang Pajak Masukan atas perolehannya tidak dapat dikreditkan sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 9 ayat (8) huruf b dan huruf c.
Brevet A Halaman 84
LABORATORIUM PENGEMBANGAN AKUNTANSI
Pada dasarnya, sejak 1 Januari 1995 semua barang dikenakan PPN, kecuali undang-
undang menetapkan sebaliknya sebagaimana dijelaskan dalam penjelasan Pasal 1
huruf c Undang-undang PPN tahun 1984.
Barang yang tidak dikenakan PPN (Pasal 4A UU PPN NO 42 Tahun 2009) adalah:
a. Barang hasil pertambangan atau hasil pengeboran yang diambil langsung dari
sumbernya; meliputi:
1) Minyak mentah (crude oil);
2) Gas bumi, tidak termasuk gas bumi seperti elpiji yang siap dikonsumsi
langsung oleh masyarakat;
3) Panas bumi;
4) Asbes, batu tulis, batu setengah permata, batu kapur, batu apung, batu
permata, bentonit, dolomit, felspar (feldspar), garam batu (halite), grafit,
granit/andesit, gips, kalsit, kaolin, leusit, magnesit, mika, marmer, nitrat,
opsidien, oker, pasir dan kerikil, pasir kuarsa, perlit, fosfat (phospat), talk,
tanah serap (fullers earth), tanah diatome, tanah liat, tawas (alum), tras,
yarosif, zeolit, basal, dan trakkit;
5) Batubara sebelum diproses menjadi briket batubara; dan
6) Bijih besi, bijih timah, bijih emas, bijih tembaga, bijih nikel, bijih perak,
serta bijih bauksit.
b. Barang kebutuhan pokok yang sangat dibutuhkan oleh rakyat banyak. Barang
kebutuhan pokok yang sangan dibutuhkan oleh rakyat banyak meliputi:
1) Beras;
2) Gabah;
3) Jagung;
4) Sagu;
5) Kedelai;
6) Garam, baik yang beryodium maupun yang tidak beryodium;
Brevet A Halaman 85
LABORATORIUM PENGEMBANGAN AKUNTANSI
7) Daging, yaitu daging segar yang tanpa diolah, tetapi telah melalui proses
disembelih, dikuliti, dipotong, didinginkan, dibekukan, dikemas atau tidak
dikemas, digarami, dikapur, diasamkan, diawetkan dengan cara lain,
dan/atau direbus;
8) Telur, yaitu telur yang tidak diolah, termasuk telur yang dibersihkan,
diasinkan, atau dikemas;
9) Susu, yaitu susu perah baik yang telah melalui proses didinginkan maupun
dipanaskan, tidak mengandung tambahan gula atau bahan lainnya,
dan/atau dikemas atau tidak dikemas;
10) Buah-buahan, yaitu buah-buahan segar yang dipetik, baik yang telah
melalui proses dicuci, disortasi, dikupas, dipotong, diiris, di-grading,
dan/atau dikemas atau tidak dikemas; dan
11) Sayur-sayuran, yaitu sayuran segar yang dipetik, dicuci, ditiriskan,
dan/atau disimpan pada suhu rendah, termasuk sayuran segar yang
dicacah.
c. Makanan dan minuman yang disajikan di hotel, restoran, rumah makan,
warung, dan sejenisnya, meliputi makanan dan minuman baik yang
dikonsumsi di tempat maupun tidak, termasuk makanan dan minuman yang
diserahkan oleh usaha jasa boga atau katering; dan
d. Uang, emas batangan, dan surat berharga.
Brevet A Halaman 86
LABORATORIUM PENGEMBANGAN AKUNTANSI
a. Jasa pencarian sumber-sumber minyak dan gas bumi dan jasa pengeboran di
bidang minyak dan gas bumi, termasuk kegiatan pengeboran sumur minyak
dan gas bumi, kegiatan pemasangan pipa, casing, tubin, cementing dan
sejenisnya
b. Jasa pengeboran, penggalian dan jasa penunjang di bidang pertambangan
umum
c. Jasa perbaikan dan perawatan meliputi perbaikan dan perawatan mesin tenaga,
mesin industri, alat-alat berat, mesin listrik, alat-alat elektronik, kapal,
pesawat terbang, kendaraan bermotor, jasa salvage, jasa pengerukan dan
sejenisnya
d. Jasa persewaan barang tidak bergerak: meliputi persewaan pabrik,
gedung/bangunan untuk perkantoran, untuk tempat usaha/pertokoan, untuk
tempat tinggal (flat, rumah tinggal) kecuali hotel, losmen, motel dan rumah
penginapan lainnya, dan sejenisnya.
e. Jasa persewaan barang bergerak: meliputi persewaan mesin dan peralatan
(termasuk mesin dan peralatan untuk pertanian , pertambangan, industri
pengolahan, konstruksi telekomunikasi perkantoran dan penjualan), persewaan
pesawat udara, persewaan alat angkutan darat, dan persewaan barang bergerak
lainnya.
f. Jasa persewaan kapal (bare boat dan time charter)
g. Jasa hukum : termasuk jasa pengacar, jasa notaris dan PPAT, jasa LBH, jasa
konsulen pajak dan jasa hukum lainnya.
h. Jasa akuntansi dan pembukuan: termasuk jasa pengurusan pembukuan,
pemeriksaan pembukuan, jasa pengolahan data dan tabulasi yang merupakan
bagian dari jasa akuntansi dan pembukuan.
i. Jasa pengolahan data tabulasi, baik dengan komputer maupun secara manual
dan jasa di bidang komputer.
Brevet A Halaman 87
LABORATORIUM PENGEMBANGAN AKUNTANSI
j. Jasa perusahaan dan jasa perdagangan: meliputi jasa makelar (broker), jasa
keagenan, jasa pengurusan perusahaan (manajemen), jasa penaksiran nilai
(valuer, appraisal dan surveyor), jasa perencanaan, jasa konsultan manajemen,
jasa penerjemahan, jasa stenografi, jasa pelaporan persidangan, dan
sejenisnya.
k. Jasa periklanan dan riset pemasaran : termasuk jasa periklanan dengan media
cetak radio, televisi dan bioskop, pembuatan dan pemasangan poster/gambar
dan tulisan untuk iklan seperti pamflet, brosur dan macam-macam reklame
lainnya.
l. Jasa bangunan, arsitek dan teknik : termasuk jasa konsultasi bangunan, jasa
arsitek/perancang bangunan, jasa perancang interior, jasa perancang
pertamanan, jasa bangunan dan teknik dalam hubungan dengan industri
pengolaha, konstruksi atau kegiatan lain, jasa survey geologi, penyelidikan
tamban/ pencarian bijih tambang , jasa pemetaan dan foto udara, dan jasa
penyelidikan lainnya.
m. Jasa pematangan tanah (land clearing) : termasuk jasa pembongkaran
bangunan, jasa pengerukan, kecuali jasa pematangan tanah untuk transmigrasi
dan reboisasi.
n. Jasa pembersihan : kecuali jasa pembersihan kota yang dilakukan oleh dan
atas nama Dinas Kebersihan Kota.
o. Jasa pembasmian hama, kecuali jasa pembasmian hama dalam lingkungan
pertanian, peternakan serta pembasmian hama untuk kepentingan umum.
p. Jasa pelabuhan laut dan pelabuhan udara.
q. Jasa ekspedisi muatan darat, laut dan udara.
r. Jasa pergudanagan : termasuk cold storage, dan jasa pergudangan lainnya.
s. Jasa biro perjalanan.
Brevet A Halaman 88
LABORATORIUM PENGEMBANGAN AKUNTANSI
ahli gizi, dan ahli fisioterapi; jasa kebidanan dan dukun bayi; jasa paramedis
dan perawat; jasa rumah sakit, rumah bersalin, klinik kesehatan, laboratorium
kesehatan, dan sanatorium; jasa psikolog dan psikiater; dan jasa pengobatan
alternatif, termasuk yang dilakukan oleh paranormal.
b. Jasa di bidang pelayanan sosial, meliputi : Jasa pelayanan panti asuhan dan
panti jompo, jasa pemadam kebakaran, kecuali yang komersial, jasa
pemberian pertolongan pada kecelakaan, jasa lembaga rehabilitasi, jasa
penyediaan rumah duka atau jasa pemakaman termasuk krematorium, dan jasa
di bidang olahraga, kecuali yang komersial.
c. Jasa di bidang pengiriman suratdengan perangko, meliputi : jasa pengiriman
surat, dengan menggunakan perangko temple dan menggunakan cara lain
pengganti perangko temple.
d. Jasa di bidang keuangan, meliputi:
1) Jasa menghimpun dana dari masyarakat berupa giro, deposito berjangka,
sertifikat deposito, tabungan, dan/atau bentuk lain yang dipersamakan
dengan itu;
2) Jasa menempatkan dana, meminjam dana, atau meminjamkan dana kepada
pihak lain dengan menggunakan surat, sarana telekomunikasi maupun
dengan wesel unjuk, cek, atau sarana lainnya;
3) Jasa pembiayaan, termasuk pembiayaan berdasarkan prinsip syariah,
berupa:
a) Sewa guna usaha dengan hak opsi;
b) Anjak piutang;
c) Usaha kartu kredit; dan/atau
d) Pembiayaan konsumen
4) Jasa penyaluran pinjaman atas dasar hukum gadai, termasuk gadai syariah
dan fidusia; dan
5) Jasa penjaminan.
Brevet A Halaman 90
LABORATORIUM PENGEMBANGAN AKUNTANSI
Daerah Pabean
Daerah pabean adalah wilayah RI yang didalamnya berlaku peraturan perundang-
undangan Pabean yang meliputi wilayah darat, perairan dan ruang udara diatasnya
serta tempat-tempat tertentu di Zona Economi Eksklusif dan Landas Kontinen.
Dengan demikian, maka seluruh wilayah Republik Indonesia adalah Daeah Pabean.
Brevet A Halaman 92
LABORATORIUM PENGEMBANGAN AKUNTANSI
Pemanfaatan BKP tidak Berwujud atau JKP dari Luar Daerah Pabean
didalam Daerah Pabean
Titik tolak yang mendasari pengenaan pajak atas pemanfaatan BKP tidak berwujud
dan JKP dari luar daerah pabean didalam daerah pabean adalah prinsip destinasi.
Berdasarkan prinsip ini, pajak dikenakan di tempat tujuan BKP atau JKP
dimanfaatkan. BKP tidak berwujud dapat berupa hak paten, hak cipta dan merk
dagang. Saat mulai pemanfaatan ditentukan oleh peristiwa hukum yang lebih dahulu
dilakukan , yaitu :
a. Saat secara nyata BKP tidak berwujud atau JKP tersebut digunakan
b. Saat harga perolehannya dinyatakan sebagai utang
c. Saat harga jual atau penggantian ditagih oleh pihak yang menyerahkan
d. Saat harga perolehan dibayar sebagian atau seluruhnya
e. Saat ditandatangani surat perjanjian
Brevet A Halaman 93
LABORATORIUM PENGEMBANGAN AKUNTANSI
Penyerahan Aktiva yang Dilakukan oleh PKP yang menurut Tujuan Semula
tidak untuk Diperjualbelikan
Dalam memori penjelasan pasal 16D UU PPN 1984 menegaskan, bahwa penyerahan
mesin, peralatan, parabotan atau aktiva lain yang menurut tujuan semula tidak untuk
diperjualbelikan oleh PKP dikenakan PPN sepanjang PPN yang dibayar saat
perolehannya dapat dikreditkan. Dalam ketentuan tersebut ada dua persyaratan yang
harus dipenuhi, yaitu :
a. Yang melakukan penyerahan atau pemindahtanganan adalah PKP
b. PPN pada saat perolehan aktiva menurut ketentuan dapat dikreditkan
Kedua syarat tersebut harus dipenuhi, jika salah satunya tidak dipenuhi, maka tidak
dikenakan PPN.
2. SUBYEK PAJAK
a. Pengusaha
Dalam Pasal 1 huruf k UU PPN 1984 dirumuskan, bahwa Pengusaha adalah orang
pribadi atau badan dalam bentuk apapun yang dalam lingkungan perusahaan atau
Brevet A Halaman 94
LABORATORIUM PENGEMBANGAN AKUNTANSI
Brevet A Halaman 95
LABORATORIUM PENGEMBANGAN AKUNTANSI
2) Sepanjang seluruh jumlah penyerahan tidak lebih dari Rp 120 juta dalam hal
lebih dari 50 % dari seluruh jumlah peredaran bruto berasal dari penyerahan
JKP
3) Sepanjang seluruh jumlah penyerahan tidak lebih dari Rp 120 juta dalam hal 50
% dari peredaran bruto berasal dari penyerahan BKP atau JKP
3. TARIF PPN
a. Tarif Pajak Pertambahan Nilai adalah 10% (sepuluh persen).
b. Tarif Pajak Pertambahan Nilai sebesar 0% (nol persen) diterapkan atas:
1) Ekspor Barang Kena Pajak Berwujud;
2) Ekspor Barang Kena Pajak Tidak Berwujud; dan
3) Ekspor Jasa Kena Pajak.
c. Tarif pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat diubah menjadi paling
rendah 5% (lima persen) dan paling tinggi 15% (lima belas persen) yang
perubahan tarifnya diatur dengan Peraturan Pemerintah.
Pajak terutang tidak dipungut sebagian atau seluruhnya atau dibebaskan dari
pengenaan pajak, baik untuk sementara waktu maupun selamanya, untuk:
a. Kegiatan di kawasan tertentu atau tempat tertentu Di dalam daerah pabean;
b. Penyerahan barang kena pajak tertentu atau Penyerahan jasa kena pajak tertentu;
c. Impor barang kena pajak tertentu;
Brevet A Halaman 97
LABORATORIUM PENGEMBANGAN AKUNTANSI
d. Pemanfaatan barang kena pajak tidak berwujud Tertentu dari luar daerah pabean
di dalam daerah Pabean; dan
e. Pemanfaatan jasa kena pajak tertentu dari luar Daerah pabean di dalam daerah
pabean
Brevet A Halaman 98
LABORATORIUM PENGEMBANGAN AKUNTANSI
1. KARAKTERISTIK PPnBM
a. PPnBM merupakan pungutan tambahan disamping PPN
b. PPnBM hanya dipungut satu kali yaitu pada saat impor BKP yang tergolong
mewah, atau atas penyerahan BKP yang tergolong mewah yang dilakukan oleh
PKP Pabrikan dari BKP yang tergolong mewah tersebut
c. PPnBM tidak dapat dikreditkan dengan PPN
d. Apabila Eksportir mengekspor BKP yang tergolong mewah, PPnBM yang dibayar
pada saat perolehannya dapat diminta kembali
Brevet A Halaman 99
LABORATORIUM PENGEMBANGAN AKUNTANSI
2) Kelompok air buah dan air sayuran, yang belum meragi dan tidak
mengandung alkohol, mengandung tambahan gula atau pemanis lainnya
maupun tidak, mengandung aroma atau tidak, serta dibotolkan/dikemas.
3) Kelompok minuman yang tidak mengandung alkohol, mengandung
tambahan gula atau pemanis lainnya maupun tidak, mengandung aroma
maupun tidak, yang dibotolkan/dikemas, serta air soda yang
dibotolkan/dikemas.
4) Kelompok wangi-wangian, produk kecantikan untuk pemeliharaan kulit,
tangan, kaki, dan rambut serta preparat rias lainnya.
5) Kelompok alat rumah tangga, pesawat pendingin, pesawat pemanas, mesin
jual barang otomatis termasuk mesin penukar uang, dan pesawat
penerima siaran televisi.
6) Kelompok hunian mewah seperti rumah mewah, apartemen,
kondominium, town house, dan sejenisnya.
b. Kelompok Tarif 20% meliputi :
1) Kelompok semua permadani kecuali yang dibuat dari wool atau bulu
hewan dan sutera.
2) Kelompok barang saniter dan perlengkapannya, kecuali yang terbuat dari
plastik, seng atau semen.
3) Kelompok alat-alat fotografi, alat sinematografi, alat optik, alat perekam
suara atau gambar, alat reprosuksi suara atau gambar, media rekam,
pesawat penerima dan pengirim suara, pesawat siaran televisi dan
bagiannya.
4) Kelompok mesin pengatur suhu udara, pesawat pendingin dan pesawat
pemanas (kecuali yang sudah termasuk kelompok tarif 10%), mesin
seterika, mesin cuci, mesin pengering, pesawat elektromagnetik, pesawat
cukur dan pesawat pangkas rambut serta instrumen mesin.
13) Kelompok barang-barang perabot rumah tangga dan kantor, kecuali untuk
keperluan negara.
14) Kelompok perlengkapan untuk permainan dalam ruangan, diatas dan
didalam taman hiburan untuk orang dewasa dan anak-anak.
Dalam pasal 11 UU PPN no 42 tahun 2009, saat pajak terutang ditentukan sebagai
berikut:
1. Penyerahan Barang Kena Pajak;
2. Impor Barang Kena Pajak;
3. Penyerahan Jasa Kena Pajak;
4. Pemanfaatan Barang Kena Pajak Tidak Berwujud dari luar Daerah Pabean;
5. Pemanfaatan Jasa Kena Pajak dari luar Daerah Pabean;
6. Ekspor Barang Kena Pajak Berwujud;
7. Ekspor Barang Kena Pajak Tidak Berwujud; atau ekspor
8. Ekspor Jasa Kena Pajak.
1) Pada saat penyerahan hak untuk menggunakan atau menguasai BKP secara
yuridis, atau
2) Pada saat penyerahan hak untuk menggunakan atau menguasai BKP secara
nyata.
c. Saat pajak terutang atas penyerahan BKP tidak berwujud adalah pada saat yang
terjadi lebih dahulu dari peristiwa hukum di bawah ini :
1) Pada saat harga penyerahannya dinyatakan sebagai piutang, atau
2) Pada saat dilakukan penagihan, atau
3) Pada saat diterima pembayaran baik untuk sebagian atau seluruhnya termasuk
apabila pembayaran diterima sebelum pemanfaatan, atau
4) Pada saat ditanda tangani kontrak apabila saat terjadinya a s/d c diatas tidak
diketahui
d. Saat pajak terutang atas penyerahan JKP
1) Jasapemborong bangunan atau barang tak bergerak lainnya :
Pada saat penyerahan jkp, sedangkan tahap-tahap pembayaran dilakukan
sebagai p embayaran yang diterima sebelum dilakukan penyerahan
2) Jasa Kena Pajak lainnya :
a) Pada saat tersedianya barang atau fasilitas untuk dipakai baik sebagian
maupun seluruhnya, atau
b) Pada saat dilakukan penagihan pembayaran atau penggantian, atau
c) Pada saat pembayaran dalam hal pembayaran diterima sebelum dilakukan
penyerahan
e. Saat pajak terutang atas impor BKP pada saat BKP dimasukkan kedalam daerah
pabean
f. Saat pajak terutang atas ekspor BKP pada saat BKP dikeluarkan dari daerah
pabean
g. Saat pajak terutang atas pemindahtanganan aktiva yang menurut tujuan semula
tidak untuk diperjualbelikan dan persediaan BKP yang masih tersisa pada saat
pembubaran perusahaan :
1) Pada saat ditandatangani akta pembubaran, atau
2) Pada saat diketahui bahwa perusahaan tersebut nyata-nyata sudah tidak
melakukan kegiatan usaha atau sudah dibubarkan berdasarkan hasil
pemeriksaaan, atau
3) Pada ssat diketahui bahwa perusahaan tersebut telah bubar berdasarkan data
atau dokumen yang ada
h. Saat pajak terutang untuk peristiwa atau perbuatan hukum lainnya :
1) Membangun sendiri yang dilakukan oleh orang pribadi atau badan tidak dalam
lingkungan perusahaan atau pekerjaan, yaitu pada saat mulai dilakukan
pembangunan.
2) Pemanfaatan BKP tidak berwujud atau JKP dari luar daerah pabean didalam
daerah pabean adalah pada saat dimanfaatkan didalam daerah pabean, yaitu :
a) Pada saat secara nyata digunakan oleh pihak yang memanfaatkan, atau
b) Pada saat harga perolehannya dinyatakan sebagai utang oleh pihak yang
memanfaatkan
c) Pada saat haga jual atau penggantiannya ditagih oelh pihak yang
menyerahkan
d) Pada saat harga perolehannya dibayar oleh pihak yang memanfaatkan
e) Pada saat ditanda tangani kontrak apabila kelima hal diatas tidak diketahui
dengan pasti.
3) Penyerahan BKP dan/atau JKP kepada Pemungut PPN, adalah pada saat
pembayaran
4) Pembayaran diterima sebelum dilakukan penyerahan BKP dan/atau JKP,
adalah pada saat pembayaran.
b. Kantor cabang tidak melakukan kegiatan penyerahan BKP atau JKP. Semua
kegiatan penjualan dan administrasi hanya dilakukan di tempat yang dipilih sebagai
tempat PPN terutang.
c. Kantor cabang hanya menyimpan persediaan dan menyerahkan kepada pembeli
atas perintah kantor pusat.
d. Kantor cabang tidak diperbolehkan membuat faktur pajak baik untuk kantor pusat
maupun kantor cabang.
1. FAKTUR PAJAK
Faktur Pajak adalah bukti peungutan pajak yang dibuat oleh Pengusaha Kena Pajak
(PKP) karena penyerahan Barang Kena Pajak (BKP) atau penyerahan Jasa Kena
Pajak (JKP) atau oleh Ditjen Bea dan Cukai karena impor BKP.
Faktur Pajak wajib dibuat oleh Pengusaha Kena Pajak untuk setiap penyerahan BKP
dan/ atau JKP (Pasal 13 ayat 1 UU PPN 1984)
8. SANKSI
Berdasarkan pasal 14 ayat 1 huruf e dan pasal 14 ayat 4 UU KUP ditetapkan, bahwa
Pengusaha yang tidak dikukuhkan sebagai PKP tetapi membuat Faktur Pajak atau
Pengusha yang telah dikukuhkan sebagai PKP tetapi tidak membuat Faktur Pajak atau
tidak mengisi selengkapnya Faktur Pajak dikenakan sanksi berupa denda administrasi
sebesar 2 % dari Dasar Pengenaan Pajak
e. Nilai lain adalah nilai berupa uang yang digunakan sebagai DPP bagi penyerhan
BKP atau JKP yang memenuhi kriteria tertentu yaitu :
1) Untuk pemakaian sendiri dan pemberian cuma-cuma adalah harga jual atau
penggantian tidak termasuk laba kotor.
2) Untuk penyerahan media rekaman suara atau gambar adalah harga jual rata-
rata.
3) Untuk penyerahan film cerita adalah perkiraan hasil rata-rata per judul film.
4) Untuk persediaan BKP yang masih tersisa pada saat pembubaran perusahaan
adalah harga pasar wajar.
5) Untuk aktiva yang menurut tujuan semula tidak untuk diperjualbelikan yang
masih tersisa pada saat pembubaran perusahaan adalah harga pasar wajar.
6) Untuk penyerahan jasa biro perjalanan/pariwisata adalah 10% dari jumlah
tagihan atau jumlah yang seharusnya ditagih.
7) Untuk jasa pengiriman paket adalah 10% dari jumlah tagihan.
8) Untuk penyerahan PKP pedagang eceran adalah 20% dari seluruh jumlah
penyerahan BKP.
9) Untuk anjak piutang adalah 5% dari service charge, provisi dan discount.
b. Perolehan Barang Kena Pajak atau Jasa Kena Pajak yang tidak mempunyai
hubungan langsung dengan kegiatan usaha;
c. Perolehan dan pemeliharaan kendaraan bermotor berupa sedan dan station wagon,
kecuali merupakan barang dagangan atau disewakan;
d. Pemanfaatan Barang Kena Pajak Tidak Berwujud atau pemanfaatan Jasa Kena
Pajak dari luar Daerah Pabean sebelum pengusaha dikukuhkan sebagai Pengusaha
Kena Pajak;
e. perolehan Barang Kena Pajak atau Jasa KenaPajak yang Faktur Pajaknya tidak
memenuhiketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13ayat (5)atau ayat (9)
atau tidak mencantumkan nama,alamat, dan Nomor Pokok Wajib Pajak pembeli
barang Kena Pajak atau penerima jasa kena pajak.
f. Pemanfaatan Barang Kena Pajak Tidak Berwujud atau pemanfaatan Jasa Kena
Pajak dari luar Daerah Pabean yang Faktur Pajaknya tidak memenuhi ketentuan
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13 ayat (6);
g. Perolehan Barang Kena Pajak atau Jasa Kena Pajak yang Pajak Masukannya
ditagih dengan penerbitan ketetapan pajak;
h. Perolehan Barang Kena Pajak atau Jasa Kena Pajak yang Pajak Masukannya tidak
dilaporkan dalam Surat Pemberitahuan Masa Pajak Pertambahan Nilai, yang
ditemukan pada waktu dilakukan pemeriksaan; dan
i. Perolehan Barang Kena Pajak selain barang modal atau Jasa Kena Pajak sebelum
Pengusaha Kena Pajak berproduksi sebagaimana dimaksud pada ayat (2a)
j. Pajak Masukan yang dapat dikreditkan, tetapi belum dikreditkan dengan Pajak
Keluaran pada Masa Pajak yang sama, dapat dikreditkan pada Masa Pajak
berikutnya paling lama 3 (tiga) bulan setelah berakhirnya Masa Pajak yang
bersangkutan sepanjang belum dibebankan sebagai biaya dan belum dilakukan
pemeriksaan.
dalam SPT Masa PPN, maka Pajak Keluaran dihitung berdasarkan tarif dikalikan
dengan jumlah peredaran berdasarkan hasil pemeriksaan
g. Dalam hal PKP melakukan ekspor dan/atau menyerahkan BKP/JKP kepada
Pemungut PPN, sehingga terjadi kelebihan pembayaran pajak, pengembaliannya
dilakukan sesuai dengan KEP-28/PJ./1996.
h. Bagi PKP yang wajib menyelenggarakan pembukuan tetapi tidak bersedia
memperlihatkan pembukuannya, sehingga tidak diketahui dengan pasti jumlah
peredaran bruto yang sebenarnya, tidak boleh menggunakanpedoman
Pengkreditan Pajak Masukan dalam menghitung Pajak Masukan yang dapat
dikreditkan
i. Apabila dalam satu Masa Pajak PKP tidak memenuhi syarat untuk menggunakan
Norma Penghitungan Penghasilan Netto, maka mulai permulaan tahun buku
berikutnya, PKP tersebut tidak diperbolehkan menggunakan Pedoman
Pengkreditan.
P’ X PM/T
X : Jumlah seluruh peredaran selama satu tahun buku yang tidak terutang
Brevet A Halaman 122
LABORATORIUM PENGEMBANGAN AKUNTANSI
1. PEMUNGUT PPN
Berdasarkan Pasal 16A UU PPN, Pemungut PPN adalah :
a. Instansi Pemerintah :
1) Kantor Perbendaharaan Negara
2) Bendaharawan Pemerintah Pusat dan Daerah
b. Badan-badan tertentu :
1) Pertamina
2) Kontraktor Kontrak Bagi Hasil dan Kontrak Karya di bidang Pertambangan
3) Badan Usaha Milik Negara dan Daerah
4) Bank Pemerintah dan Bank Pembangunan Daerah
4. MEKANISME PEMUNGUTAN
a. Saat pajak terutang adalah pada saat pembayaran. Dalam pasal 30 PP nomor 50/
1994 ditetapkan bahwa pajak yang terutang dipungut pada saat pembayaran oleh
Pemungut PPN
b. Pada saat PKP Rekanan memasukkan tagihan diwajibkan membuat :
1) Faktur Pajak yang sudah diisi lengkap
2) SSP yang hanya diisi Identitas PKP Rekanan dan Jumlah PPN terutang,
sedangkan kolom Masa Pajak dan tanggal pembuatan serta tanda tangan
dikosongi
c. Faktur Pajak dibuat rangkap 3 (tiga) dengan peruntukan :
Lembar ke-1 : untuk Pemungut PPN
Brevet A Halaman 125
LABORATORIUM PENGEMBANGAN AKUNTANSI
6. KETENTUAN KHUSUS
Berdasarkan Keputusan Menteri Keuangan nomor 238/ KMK.04/1996, dilakukan
penunjukan perusahaan operator telepon seluler sebagai Pemungut PPN atas Impor
dan/atau penyerahan pesawat telepon.
Sebagai petunjuk pelaksanaannya adalah Surat Edaran dirjen Pajak nomor SE-
15/PJ.531/1996 yang menegaskan bahwa Perusahaan Operator Telepon Seluler juga
berkedudukan sebagai PKP yang wajib memungut, menyetor dan melaporkan PPN yang
terutang atas penyerahan jasa pengaktifan dan pulsa atas telepon seluler.
Kewajiban Perusahaan Operator Telepon Seluler sebagai PKP adalah sebagai
berikut :
a. Besarnya PPN yang harus dipungut atas telepon seluler yang akan diaktifkan
adalah :
1) Dalam hal merk ponsel tersebut terdaftar dan operator adalah ATPM/Dealer
dari ponsel tersebut, maka PPN yang harus dipungut sebesar 10 % dari harga
ponsel ditambah biaya pengaktifan
2) Dalam hal ponsel tersebut terdaftar dan operatornya bukan dealer dari ATPM
dan ponsel tersebut didukung dengan Faktur Pajak dari ATPM/Dealer, maka
besarnya PPN yang dipungut sebesar 10 % dari biaya pengaktifan
3) Dalam hal ponsel tersebut merknya terdaftar dan operatornya bukan dealer
dari ATPM dan ponsel tersebut tidak didukung oleh Faktur Pajak, maka
besarnya PPN yang harus dipungut adalah adalah 10 % dari (Rp 4.000.000 +
biaya pengaktifan)
4) Dalam hal ponsel tersebut merknya terdaftar dan operatornya bukan dealer
dari ATPM dan ponssel didukung Faktur Pajak yang bukan dari ATM/dealer,
maka besarnya PPN yang harus dipungut adalah 10 % dari (Rp 4.000.000 –
DPP yang tercantum dalam Faktur Pajak + biaya pengaktifan)
5) Dalam hal ponsel tersebut merknya tidak terdaftar dan ponsel tersebut
didukung dengan Faktur Pajak, besarnya PPN yang dapat dipungut adalah 10
% dari (Rp 4.000.000 – DPP yang tercantum dalam Faktur Pajak + biaya
pengaktifan)
6) Dalam hal ponsel tersebut merknya tidak terdaftar dan tidak didukung dengan
Faktur Pajak , besarnya PPN yang harus dipungut adalah 10 % dari Rp
4.000.000 + biaya pengaktifan
b. PPN wajib dipungut pada saat pengaktifan ponsel oleh operator
c. Pelaporan menggunakan SPT Masa PPN 1195
d. Saat penyetoran dan pelaporan mengikuti mekanisme yang sudah ada.
b. Peraturan Pemerintah Nomor 46 Tahun 1985 tentang Persentase Nilai Jual Kena
Pajak Pada Pajak Bumi dan Bangunan.
c. Keputusan Menteri Keuangan No. 1002/KMK.04/ 1985 tentang Tata Cara
pendaftaran objek pajak PBB.
d. Keputusan Menteri Keuangan No. 1003/KMK.04/ 1985 tentang Penuntun
Klasifikasi dan besarnya Nilai Jual objek Pajak sebagai dasar Pengenaan PBB.
e. Keputusan Menteri Keuangan No. 1006/KMK.04/ 1985 tentang Tata Cara
penagihan PBB dan pe- nunjukkan pejabat yang berwenang mengeluarkan Surat
Paksa.
f. Keputusan Menteri Keuangan No. 1007/KMK.04/ 1985 tentang Pelimpahan
Wewenang Penagihan Pajak Bumi dan Bangunan kepada Gubernur Kepala
Daerah Tingkat I dan/atau Bupai/Walikota madya Kepala Daerah Tingkat II.
g. Keputusan Gubernur KDKI Jakarta No. 816 Ta-hun 1989 tentang Petunjuk
Pelaksanaan Pemungut- an Pajak Bumi dan Bangunan di Wilayah DKI Jakarta.
h. Peraturan Pelaksanaan Lainnya.
i. Undang-Undang nomor 12 Tahun 1994.
Dengan demikian maka Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) dapat didefinisikan adalah
“Pajak Negara yang dikenakan terhadap bumi dan/atau bangunan berdasarkan Undang-
undang nomor 12 Tahun 1985 tentang Pajak Bumi dan Bangunan sebagaimana telah
diubah dengan Undang-Undang nomor 12 Tahun 1994”.
PBB adalah pajak yang bersifat kebendaan dalam arti besarnya pajak terutang ditentukan
oleh keadaan objek yaitu bumi/tanah dan/atau bangunan. Keadaan subyek (siapa yang
membayar) tidak ikut menentukan besarnya pajak.
Undang – Undang nomor 28 tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Restibusi Daerah.
Dengan diberlakunta Undang-Undang Nomor 28 tahun 2009 tentang Pajak dan Retribusi
Daerah, maka kewenangan dalam pemungutan Pajak Bumi dan Bangunan Sektor
Pedesaan dan Perkotaan (PBB P2) telah diserahkan ke pemerintah kabupaten/kota.
Brevet A Halaman 131
LABORATORIUM PENGEMBANGAN AKUNTANSI
Pasal 77 UU No. 28 tahun 2009 menyatakan bahwa Objek Pajak Bumi dan Bangunan
Perdesaan dan Perkotaan adalah Bumi dan/atau Bangunan yang dimiliki, dikuasai,
dan/atau dimanfaatkan oleh orang pribadi atau Badan, kecuali kawasan yang
digunakan untuk kegiatan usaha perkebunan, perhutanan, dan pertambangan. Jadi
untuk PBB sektor Pertambangan, Perhutanan, dan Perkebunan (PBB P3) masih di
bawah wewenang pemerintah pusat melalui Direktorat Jenderal Pajak (DJP).
manfaat atas Bumi, dan/atau memiliki, menguasai, dan/atau memperoleh manfaat atas
Bangunan.
Wajib Pajak
Wajib Pajak adalah Subjek Pajak (orang pribadi/badan) yang dikenakan kewajiban
membayar pajak. Pada umumnya setiap orang/badan yang secara nyata mempunyai hak
atas bumi atau memperoleh manfaat atas bumi, dan atau memiliki, menguasai dan atau
memperoleh manfaat atas bangunan yang bersangkutan bisa dikenakan pajak bumi dan
bangunan . Apabila suatu bidang tanah dan bangunan tidak diketahui secara jelas siapa
yang menanggung pajaknya, maka yang menetapkan adalah Direktorat Jendral Pajak.
Penetapan ini ditentukan berdasarkan bukti-bukti apakah ada perjanjian antara pemilik
dan penyewa yang mengatur, siapa yang menanggung kewajiban pajaknya dan siapa yang
secara nyata mendapat manfaat atas bidang tanah dan bangunan tersebut. Tetapi bila
ternyata orang atau badan yang ditetapkan sebagai pihak yang harus membayar pajak itu
menolak, maka yang bersangkutan dapat memberikan keterangan tertulis kepada Direktur
Jendral Pajak. Dalam hal ini DirJen Pajak dapat menyetujui atau mungkin menolaknya
dengan alasan-alasan tertentu. Jawaban dapat diperoleh dalam jangka waktu satu bulan
sejak diterimanya keterangan tersebut.
Wajib Pajak Bumi dan Bangunan Perdesaan dan Perkotaan adalah orang pribadi atau
Badan yang secara nyata mempunyai suatu hak atas Bumi dan/atau memperoleh manfaat
atas Bumi, dan/ atau memiliki, menguasai, dan/atau memperoleh manfaat atas Bangunan.
a. 40% untuk objek pajak perumahan yang wajib pajaknya perseorangan dengan
NJOP sama atau lebih dari Rp 1.000.000.000,- (satu milyar rupiah)
b. 20% untuk objek pajak lainnya.
Nilai Jual Kena Pajak PBB-P2, yaitu suatu persentase tertentu yang ditetapkan
serendah-rendahnya 20% dan setinggi-tingginya 100%. Persentase NJKP ditetapkan
dengan Peraturan Pemerintah.
a. Besarnya tarip PBB adalah 0,5%
Menurut pasal 80 ayat 1 UU no. 28 tahun 2009 besarnya Tarif Pajak Bumi
dan Bangunan Perdesaan dan Perkotaan ditetapkan paling tinggi sebesar
0,3% (nol koma tiga persen).
Rumus penghitungan PBB = Tarif x NJKP
1) Jika NJKP = 40% x (NJOP - NJOPTKP) maka besarnya PBB
= 0,5% x 40% x (NJOP-NJOPTKP)
= 0,2% x (NJOP-NJOPTKP)
2) Jika NJKP = 20% x (NJOP - NJOPTKP) maka besarnya PBB
= 0,5% x 20% x (NJOP-NJOPTKP)
= 0,1% x (NJOP-NJOPTKP)
b. Tarif PBB-P2
Paling tinggi 0,3% (UU PDRD). Rumus Perhitungan PBB-P2:
Tarif x (NJOP - NJOPTKP)
max. 0,3% x (NJOP - NJOPTKP)
Contoh penerapan Tarif PBB di beberapa wilayah :
1) Tarif PBB untuk wilayah Jakarta :
NJOPKP Kurang dari Rp 200.000.000 = 0,01%
NJOPKP Rp 200.000.000 – Rp 2.000.000.000 = 0,1 %
NJOPKP Rp2.000.000.000 – Rp10.000.000.000 = 0,2 %
NJOPKP Diatas Rp 10.000.000.000 = 0,3 %
2) Tarif PBB untuk wilayah kota Depok :
Brevet A Halaman 136
LABORATORIUM PENGEMBANGAN AKUNTANSI
1. DEFINISI SPOP
Surat Pemberitahuan Objek Pajak (SPOP) adalah sarana bagi Wajib Pajak (WP) untuk
mendaftarkan Objek Pajak yang akan dipakai sebagai dasar untuk menghitung Pajak Bumi
dan Bangunan (PBB) yang terutang.
Sanksi pidana tersebut dilipatkan dua apabila seseorang melakukan lagi tindak
pidana di bidang perpajakan sebelum lewat satu tahun, terhitung sejak selesainya
menjalani sebagian atau seluruh pidana penjara yang dijatuhkan atau sejak
dibayarnya denda.
Terhadap bukan Wajib Pajak yang bersangkutan yang melakukan tindakan
sebagaimana huruf iv dan huruf v, dipidana dengan pidana kurungan selama-
lamanya 1 (satu) tahun atau denda setinggi-tingginya Rp. 2.000.000,-
1. PENGERTIAN
Pengurangan Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) adalah pemberian keringanan
pajak yang terutang atas Objek Pajak dalam hal :
a. Kondisi tertentu Objek Pajak yang ada hubungannya dengan Subyek Pajak
dan/atau karena sebab-sebab tertentu lainnya, yaitu :
1) lahan pertanian/perkebunan/perikanan/peternakan yang hasilnya sangat terbatas
yang dimiliki/dikuasai atau dimanfaatkan oleh Wajib Pajak Orang Pribadi.
2) Objek Pajak yang nilai jualnya meningkat disebabkan karena adanya
pembangunan atau perkembangan lingkungan yang dimiliki/dikuasai atau
dimanfaatkan oleh Wajib Pajak Orang Pribadi yang berpenghasilan rendah.
3) Objek Pajak yang dimiliki/dikuasai atau dimanfaatkan oleh Wajib Pajak Orang
Pribadi yang penghasilannya semata-mata berasal dari pensiun, sehingga
kewajiban PBB-nya sulit dipenuhi.
4) Objek Pajak yang dimiliki/dikuasai atau dimanfaatkan oleh Wajib Pajak Badan
yang mengalami kerugian dan kesulitan likuiditas yang serius sepanjang tahun,
sehingga tidak dapat memenuhi kewajiban rutin perusahaan.
5) Objek Pajak yang dimiliki/dikuasai atau dimanfaatkan oleh masyarakat
berpenghasilan rendah lainnya sehingga kewajiban PBB-nya sulit dipenuhi.
a. Terkena bencana alam seperti gempa bumi, banjir, tanah longsor.
b. Terkena sebab-sebab lain yang luar biasa seperti kebakaran, kekeringan
(puso).
3. BENTUK KEPUTUSAN
Keputusan atas permohonan pengurangan besarnya PBB yang diajukan WP dapat
berupa:
a. Mengabulkan seluruh permohonan;
b. Mengabulkan sebagaian atau;
c. Menolak.
1. SKP
Surat Ketatapan Pajak (SKP) adalah Surat Keputusan Kepala Kantor Pelayanan Pajak
Bumi dan Bangunan yang memberitahukan besarnya pajak yang terutang termasuk denda
administrasi, kepada Wajib Pajak (WP).
6. LAIN-LAIN
Atas SKP dapat diajukan keberatan/pengurangan.
1. STP
Surat Tagihan Pajak (STP) adalah Surat Keputusan Kepala Kantor Pelayanan Pajak
Bumi dan Bangunan (KP.PBB) untuk menagih pajak terutang yang tidak atau kurang
dibayar ditambah denda administrasi sebesar 2 (dua) persen per bulan.
5. SANKSI ADMINISTRASI
Sanksi administrasi berupa denda sebesar 2% (dua persen) setiap bulan,
untuk jangka waktu paling lama 24 (dua puluh empat) bulan dihitung dari saat
jatuh tempo sampai dengan hari pembayaran.
6. LAIN-LAIN
a. Atas STP tidak dapat diajukan keberatan.
b. WP dapat mengajukan permohonan peninjauan kembali atas STP jika ternyata WP
telah melunasi kewajiban pajaknya.
c. Pajak yang terutang dalam STP apabila tidak dilunasi setelah jangka waktu yang
telah ditentukan dapat ditagih dengan surat paksa.
3. BENTUK KEPUTUSAN.
Keputusan keberatan dapat berupa:
a. Diterima seluruhnya, apabila data/bukti-bukti yang dilampirkan dalam pengajuan
keberatan dan/atau diperoleh dalam peninjauan terbukti kebenarannya.
b. Diterima sebagian, apabila data/bukti-bukti yang dilampirkan dalam pengajuan
keberatan dan/atau diperoleh dalam peninjauan sebagian terbukti kebenarannya.
c. Ditolak, apabila data/bukti-bukti yang dilampirkan dalam pengajuan keberatan
dan/atau diperoleh dalam peninjauan tidak terbukti kebenarannya.
d. Ditambah jumlah pajaknya, apabila data/bukti-bukti yang dilampirkan dalam
pengajuan keberatan dan/atau diperoleh dalam peninjauan lapangan, menunjukkan
adanya peningkatan jumlah luas dan/atau Nilai Jual Objek Pajak.
4. LAIN-LAIN.
a. Keberatan terhadap SPPT/SKP harus diajukan per Objek Pajak dan per tahun
pajak.
b. Surat keberatan yang diajukan langsung oleh WP akan diberi Tanda Bukti
Penerimaan, dan surat keberatan yang dikirim malalui Pos Tercatat, Resi Tanda
Pengiriman menjadi Tanda Bukti Penerimaan.
c. Pengajuan permohonan keberatan tidak menunda kewajiban membayar pajak.
Persyaratan Pengajuan Keberatan
1) Syarat Formal
2) Syarat Materiil
Untuk dapat dipertimbangkan sebagai permohonan keberatan, pengajuan
keberatan harus memenuhi syarat formal sebagai berikut :
a. Keberatan diajukan dalam jangka waktu 3 (tiga) bulan sejak tanggal
diterimanya SPPT/SKP oleh WP.
Brevet A Halaman 151
LABORATORIUM PENGEMBANGAN AKUNTANSI
b. Dalam hal keadaan terpaksa (force majeur) WP harus dapat memberikan dan
membuktikan alasan bahwa jangka waktu tersebut tidak dapat dipenuhi.
c. Keberatan diajukan secara tertulis dalam bahasa Indonesia;
d. Diajukan kepada Kepala Kantor Pelayanan Pajak (KPP) Pratama yang
menerbitkan SPPT/SKP;
e. Dalam hal dikuasakan kepada pihak lain harus melampirkan surat kuasa.
Selain memenuhi syarat formal, pengajuan keberatan juga harus memenuhi syarat
materiil sebagai berikut :
a. Diajukan masing-masing dalam satu Surat Keberatan kecuali yang diajukan
secara kolektif melalui Lurah/Kepala Desa setempat untuk setiap SPPT/SKP
per tahun pajak;
b. Mengemukakan alasan yang jelas dan mencantumkan besarnya Pajak Bumi
dan Bangunan menurut perhitungan WP.
Pengajuan Keberatan Tidak Menunda Kewajiban Membayar Pajak dan
Pelaksanaan Penagihan Pajak
Meskipun WP mengajukan keberatan, kewajiban pembayaran pajak tetap harus
dilaksanakan dan penagihan tetap berjalan sebagaimana ketentuan yang berlaku.
Keputusan Keberatan
Keputusan keberatan atas SPPT/SKP berupa:
a. Menolak, apabila permohonan keberatan WP memenuhi persyaratan formal
atau formal dan material, dan setelah dilakukan pemeriksaan ditemukan
bahwa alasan yang diajukan oleh wajib pajak tidak tepat atau tidak benar.
b. Menerima seluruhnya atau sebagian, apabila alasan WP sesuai dengan
data/keterangan yang diperoleh dari hasil pemeriksaan dan diterima
seluruhnya berdasarkan perhitungan WP, atau atas perintah Undang-undang.
menerima sebagian, apabila sebagian alasan WP sesuai dengan
data/keterangan yang diperoleh dari hasil pemeriksaan.
Brevet A Halaman 152
LABORATORIUM PENGEMBANGAN AKUNTANSI
1. PENGERTIAN
Kelebihan pembayaran Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) adalah selisih antara pajak
yang dibayar dengan pajak yang terutang. Kelebihan pembayaran PBB terjadi dalam hal
pembayaran yang dilakukan oleh Wajib Pajak (WP) lebih besar dari jumlah PBB yang
seharusnya terutang.
2. PENYEBAB TERJADINYA KELEBIHAN PEMBAYARAN
a. Perubahahan peraturan
b. Surat Keputusan Pemberian Pengurangan
c. Surat Keputusan Penyelesaian Keberatan
d. Kekeliruan pembayaran.
d. Meminta tanda bukti penerimaan surat permohonan (yang sudah lengkap) dari pejabat
Kantor Pelayanan PBB yang ditunjuk.
4. PELAKSANAAN PENGEMBALIAN
a. Dalam jangka waktu 12 bulan sejak diterimanya surat permohonan secara lengkap
dari WP, Kantor Pelayanan PBB harus menerbitkan :
1) Surat Keputusan Kelebihan Pembayaran Pajak (SKKPP) PBB, apabila jumlah
yang dibayar ternyata lebih besar dari yang seharusnya terutang;
2) Surat Pemberitaan (SPb), apabila jumlah yang dibayar sama dengan jumlah
PBB yang seharusnya terutang;
3) Surat Ketetapan Pajak (SKP) apabila jumlah yang dibayar ternyata kurang dari
jumlah PBB yang seharusnya terutang.
4) Kepala Kantor Pelayanan PBB harus menerbitkan Surat Perintah Membayar
Kelebihan Pajak PBB (SPMKP.PBB) dalam jangka waktu 6 (enam) bulan
sejak diterbitkannya SKKPP.PBB.
b. Dalam hal WP mempunyai utang PBB atas objek lainnya dalam wilayah Dati II
yang sama, maka kelebihan pembayaran PBB yang tercantum dalam SKKPP.PBB
langsung diperhitungkan terlebih dahulu.
c. WP dapat mengajukan permohonan agar kelebihan pembayaran PBB
diperhitungkan dengan penetapan PBB yang akan datang.
d. Atas sisa penghitungan sebagaimana dimaksud pada huruf c dan d, dapat
diterbitkan SPMKP.PBB.
1. PENGERTIAN
Wajib Pajak (WP) yang tidak/belum puas terhadap Keputusan Direktur Jenderal Pajak
atas keberatannya, dapat mengajukan banding kepada Badan Peradilan Pajak (BPP).
Sebelum BPP dibentuk permohonan banding diajukan kepada Majelis Pertimbangan Pajak
(MPP).
4. IMBALAN BUNGA
Apabila pengajuan permohonan banding diterima sebagian atau seluruhnya, maka
kelebihan pembayaran (bila ada) dikembalikan dengan ditambah imbalan bunga sebesar
2% sebulan untuk selama-lamanya 24 bulan.
5. LAIN-LAIN
Pengajuan permohonan banding tidak menunda kewajiban membayar pajak dan
pelaksanaan penagihan pajak.
Untuk memudahkan penghitungan Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) yang terutang atas
suatu objek pajak berupa tanah (bumi) dan/atau bangunan perlu diketahui pengelompokan
objek pajak menurut nilai jualnya, tarif, Nilai Jual Objek Pajak Tidak Kena Pajak
(NJOPTKP), dan Nilai Jual Kena Pajak (NJKP).
Pengelompokan Objek Pajak menurut nilai jual tersebut lazim disebut dengan klasifikasi
tanah (bumi) dan bangunan.
1. NILAI JUAL OBJEK PAJAK TIDAK KENA PAJAK
Sejak tahun 1995 NJOPTKP ditetapkan sebesar Rp 8.000.000,- untuk tiap Wajib
Pajak (WP). Apabila WP mempunyai lebih dari satu Objek Pajak maka yang
mendapatkan NJOPTKP hanya satu objek, yaitu yang nilainya paling tinggi. Mulai tahun
2010 NJOPTKP berdasarkan Undang-Undang PDRD ditetapkan paling rendah sebesar
Rp 10.000.000
termasuk janda atau dudanya yang berpenghasilan semata-mata dari gaji atau uang
pensiun ditetapkan sebesar 40 %.
b. Untuk Objek Pajak lainnya ditetapkan sebesar 20% .
Dilakukan pada daerah/wilayah yang sudah memiliki peta garis/peta foto dan sudah
mempunyai data administrasi pembukuan PBB hasil pendataan 3 (tiga) tahun
terakhir secara lengkap.
d. Pengukuran Bidang Objek Pajak
Dilakukan pada daerah/wilayah yang hanya memiliki sket desa/kelurahan, sehingga
belum dapat digunakan untuk menentukan posisi relatif Objek Pajak, namun
letaknya strategis dan mempunyai potensi PBB yang pesat.
1. DASAR PENAGIHAN
Dasar penagihan Pajak Bumi dan Bangunan adalah :
a. Surat Pemberitahuan Pajak Terutang (SPPT)
b. Surat Ketetapan Pajak (SKP)
c. Surat Tagihan Pajak (STP)
2. PELAKSANAAN PENAGIHAN
a. Pajak yang terutang dalam SPPT/SKP yang tidak/kurang dibayar setelah lewat
jatuh tempo pembayaran akan ditagih dengan Surat Tagihan Pajak (STP)
termasuk denda administrasi-nya. Jumlah tagihan yang tercantum dalam STP
harus dilunasi selambat-lambatnya 1 bulan sejak STP diterima oleh Wajib
Pajak (WP).
b. Setelah tujuh hari sejak jatuh tempo yang tercantum dalam STP, utang pajak
beserta denda belum dibayar, segera diterbitkan Surat Teguran .
c. Dalam hal WP tidak melunasi utang pajak beserta denda dalam waktu yang telah
ditentukan dalam Surat Teguran, Surat Paksa harus segera diterbitkan setelah 21
hari sejak tanggal Surat Teguran dengan dibebani biaya pelaksanaan penagihan
paksa sebesar Rp 25.000,-.
d. Apabila dalam waktu 1 x 24 jam sejak tanggal pemberitahuan Surat Paksa utang
pajak beserta denda belum juga dilunasi, segera diterbitkan Surat Perintah
Melakukan Penyitaan dengan biaya pelaksanaaan sita sebesar Rp 75.000,-
dibebankan kepada WP.
e. Dalam waktu sepuluh hari setelah tindakan penyitaan, utang pajak beserta denda
belum dilunasi, pelaksanaan penagihan akan dilanjutkan dengan tindakan
pelelangan melalui Kantor Lelang Negara, setelah terlebih dahulu diumumkan
melalui surat kabar.
Dalam hal biaya penagihan paksa dan biaya pelaksanaan sita belum dibayar, maka
akan dibebankan kepada WP bersama-sama dengan biaya iklan untuk pengumuman lelang
dalam surat kabar dan biaya lelang pada saat pelelangan.
Catatan:
a. Apabila WP melunasi utang pajaknya beserta denda dan biaya-biaya lainnya
sebelum pelaksanaan penyitaan, maka Surat Perintah Melakukan Penyitaan
dicabut.
b. Apabila WP melunasi utang pajaknya beserta denda dan biaya-biaya lainnya
sebelum pelaksanaan lelang, maka Pengumuman Lelang dibatalkan
5. LAIN-LAIN
Juru Sita Pajak Negara berhak meminta bantuan Kepolisian Negara atau aparat
Pemerintah Daerah dalam rangka pelaksanaan penagihan pajak negara.
1. DEFINISI
a. Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan adalah pajak yang dikenakan atas
perolehan hak atas tanah dan atau bangunan , yang selanjutnya disebut pajak;
b. Perolehan hak atas tanah dan atau bangunan adalah perbuatan atau peristiwa
hukum yang mengakibatkan diperolehnya hak atas tanah dan atau bangunan oleh
orang pribadi atau badan;
c. Hak atas tanah adalah hak atas tanah sebagaimana dimaksud dalam Undang-
undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria dan
peraturan perundang-undangan yang berlaku. Kemudian diperkuat oleh Undang-
undang Nomor 21 Tahun 1997 yang kemudian di perbaharui dengan Undang-
undang Nomor 20 Tahun 2000.
2. OBJEK PAJAK
Yang menjadi objek pajak adalah perolehan hak atas tanah dan atau bangunan.
Perolehan hak atas tanah dan atau bangunan meliputi :
a. Pemindahan hak karena:
1) Jual beli
2) Tukar-menukar
3) Hibah
4) Hibah wasiat
5) Waris
6) Pemasukan dalam perseroan atau badan hukum lainnya
7) Pemisahan hak yang mengakibatkan peralihan
8) Penunjukan pembeli dalam lelang
9) Pelaksanaan putusan hakim yang mempunyai kekuatan hukum tetap
10) Penggabungan usaha
11) Peleburan usaha
12) Pemekaran usaha
13) Hadiah.
b. Pemberian hak baru karena :
1) Kelanjutan pelepasan hak
2) di luar pelepasan hak.
Hak atas tanah adalah hak milik, hak guna usaha, hak guna bangunan, hak pakai, hak
milik atas satuan rumah susun atau hak pengelolaan.
b. Hak guna usaha adalah hak untuk mengusahakan tanah yang dikuasai
langsung oleh Negara dalam jangka waktu sebagaimana yang ditentukan oleh
perundang-undangan yang berlaku.
c. Hak guna bangunan adalah hak untuk mendirikan dan mempunyai bangunan-
bangunan atas tanah yang bukan miliknya sendiri dengan jangka waktu yang
ditetapkan dalam Undang-undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan
Dasar Pokok-pokok Agraria.
d. Hak pakai adalah hak untuk menggunakan dan atau memungut hasil dari tanah
yang dikuasai langsung oleh Negara atau tanah milik orang lain, yang
memberi wewenang dan kewajiban yang ditentukan dalam keputusan
pemberiannya oleh pejabat yang berwenang memberikannya atau dalam
perjanjian dengan pemilik tanahnya, yang bukan perjanjian sewa-menyewa
atau perjanjian pengolahan tanah, segala sesuatu sepanjang tidak bertentangan
dengan jiwa dan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
e. Hak milik atas satuan rumah susun adalah hak milik atas satuan yang bersifat
perseorangan dan terpisah. Hak milik atas satuan rumah susun meliputi juga
hak atas bagian bersama, benda bersama, dan tanah bersama yang semuanya
merupakan satu kesatuan yang tidak terpisahkan dengan satuan yang
bersangkutan.
f. Hak pengelolaan adalah hak menguasai dari Negara yang kewenangan
pelaksanaannya sebagian dilimpahkan kepada pemegang haknya, antara lain,
berupa perencanaan peruntukan dan penggunaan tanah, penggunaan tanah
untuk keperluan pelaksanaan tugasnya, penyerahan bagian-bagian dari tanah
tersebut kepada pihak ketiga dan atau bekerja sama dengan pihak ketiga.
4. SUBJEK PAJAK
Yang menjadi subjek Pajak adalah orang pribadi atau badan yang memperoleh hak
atas tanah dan atau bangunan. Subjek pajak sebagaimana tersebut yang dikenakan
kewajiban membayar pajak menjadi Wajib Pajak menurut Undang-undang Bea Perolehan
Hak atas Tanah dan Bangunan.
5. TARIF PAJAK
Tarif Pajak ditetapkan sebesar 5 % (lima persen)
b. Besarnya bea atau pajak yang terutang atas perolehan hak atas tanah dan atau
bangunan karena pemberian hak pengelolaan :
1) 0 % (nol persen) dari bea atau pajak atas perolehan hak atas tanah dan atau
bangunan yang seharusnya terutang, apabila penerima hak pengelolaan adalah
Departemen, Pemerintah Daerah Tingkat I,II, Lembaga Pemerintah lainnya dan
Perusahaan Umum (PERUM) Pembangunan Perumahan Nasional
(PERUMNAS),dan dinyatakan dengan Surat Keterangan Bebas BPHTB yag
diterbitkan oleh Kepala KPPBB yang wilayah kerjanya meliputi letak tanah
yang diberikan Hak Pengelolaan.
2) 25 % (dua puluh lima persen) dari bea atau pajak atas perolehan hak atas tanah
dan atau bangunan yang seharusnya terutang, apabila penerima hak
pengelolaan selain dimaksud pada huruf a.
h. pemberian hak baru atas tanah sebagai kelanjutan dari pelepasan hak adalah nilai
pasar objek Pajak tersebut
i. pemberian hak baru atas tanah di luar pelepasan hak adalah nilai pasar objek pajak
tersebut.
1) Apabila Nilai Perolehan Objek Pajak tidak diketahui atau lebih rendah
daripada Nilai Jual Objek Pajak yang digunakan dalam pengenaan Pajak Bumi
dan Bangunan pada tahun terjadinya perolehan, dasar pengenaan pajak yang
dipakai adalah Nilai Jual Objek Pajak Bumi dan Bangunan.
2) Apabila Nilai Jual Objek Pajak Bumi dan Bangunan belum ditetapkan ,
Menteri dapat menetapkan besarnya Nilai Jual Objek Pajak Pajak Bumi dan
Bangunan.
Nilai Perolehan Objek Pajak Tidak Kena Pajak ditetapkan sebesar Rp.
60.000.000,00 (enam puluh juta rupiah), kecuali dalam hal perolehan hak karena
waris, atau hibah wasiat yang diterima orang pribadi yang masih dalam hubungan
keluarga sedarah dalam garis keturunan lurus satu derajat ke atas atau satu derajat ke
bawah dengan pemberi hibah wasiat, termasuk suami/istri, Nilai Perolehan Objek
Pajak Tidak Kena Pajak ditetapkan secara regional paling banyak Rp. 300.000.000,00
(tiga ratus juta rupiah). dan dapat diubah dengan Peraturan Pemerintah.
Nilai Perolehan Objek Pajak Kena Pajak adalah Nilai Perolehan Objek Pajak
dikurangi dengan Nilai Perolehan Objek Pajak Tidak Kena Pajak.
Besarnya pajak yang terutang :
5 % X Nilai Perolehan Objek Pajak Kena Pajak
contoh :
a. Pada tanggal 2 Juli 1998, Wajib Pajak "A" membeli tanah dengan Nilai Perolehan
Objek Pajak Rp 55.000.000,00 Nilai Perolehan Objek Pajak Tidak Kena Pajak Rp
60.000.000,00. Karena Nilai Perolehan Objek Pajak berada di bawah Nilai
Perolehan Objek Pajak Tidak Kena Pajak, Maka perolehan hak atas tanah tersebut
tidak dikenakan Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan.
Brevet A Halaman 183
LABORATORIUM PENGEMBANGAN AKUNTANSI
g. putusan hakim adalah sejak tanggal putusan pengadilan yang mempunyai kekuatan
hukum yang tetap
h. hibah wasiat adalah sejak tanggal yang bersangkutan mendaftarkan peralihan
haknya ke Kantor Pertanahan.
i. pemberian hak baru atas tanah sebagai kelanjutan dari pelepasan hak adalah sejak
tanggal diterbitkannya surat keputusan pemberian hak
j. pemberian hak baru di luar pelepasan hak adalah sejak tanggal diterbitkannya surat
keputusan pemberian hak
k. hadiah adalah sejak tanggal dibuat dan ditandatanganinya akta.
Pajak yang terutang harus dilunasi pada saat terjadinya perolehan hak
Tempat Pajak yang terutang adalah di wilayah Kabupaten Daerah Tingkat II, atau
Kotamadya Daerah Tingkat II, atau Propinsi Daerah Tingkat I untuk Kotamadya
Administratif yang meliputi letak tanah dan atau bangunan.
9. PEMBAYARAN
a. Wajib Pajak membayar pajak yang terutang dengan tidak mendasarkan pada
adanya surat ketetapan pajak.
b. Pajak yang terutang dibayar di Bank Persepsi/ Kantor Pos atau tempat pembayaran
yang ditunjuk oleh Menteri Keuangan dengan Surat Setoran BPHTB sebelum :
1) akta pemindahan hak atas tanah dan atau bangunan ditandatangani oleh Pejabat
Pembuat Akta Tanah/Notaris;
2) Risalah Lelang untuk pembeli ditandatangani oleh kepala Kantor Lelang/ Pejabat
Lelang;
3) dilakukan pendaftaran hak oleh Kepala Kantor Pertanahan Kabupaten/ Kotamadya
dalam hal pemberian hak baru dan pemindahan hak karena pelaksanaan Putusan
Hakim atau hibah wasiat.
3. PENGURANGAN
Atas permohonan Wajib Pajak, dapat diberikan pengurangan BPHTB dalam hal :
a. tanah dan atau bangunan digunakan untuk kegiatan sosial dan pendidikan yang
semata-mata tidak bertujuan mencari keuntungan.
b. kondisi tertentu tanah dan atau bangunan yang ada hubungannya dengan Wajib
Pajak.
c. hibah kepada orang pribadi dalam hubungan keluarga sedarah dalam garis
keturunan lurus satu derajat ke atas atau ke bawah.
Besarnya pengurangan BPHTB ditetapkan sebesar :
a. 50% dari pajak yang seharusnya terutang untuk Wajib Pajak tersebut pada butir a
dan b;
b. 75% dari pajak yang seharusnya terutang untuk Wajib Pajak tersebut pada butir c.
5. LAIN-LAIN
Pengajuan keberatan dan banding tidak menunda kewajiban membayar pajak dan
pelaksanaan penagihan pajak.
BEA METERAI
1. DASAR HUKUM
Dasar hukum pengenan pajak Bea Materai adalah:
a. UU Nomor 13 Tahun 1985 tentang Bea Materai
b. PP No. 24 Tahun 2000 tentang perubahan tarif Bea Materai dan Besarnya Batas
Pengenaan Harga Nominal Yang Dikenakan Bea Materai
2. ISTILAH-ISTILAH
Isilah-istlah yang terdapat dalam pengenaan bea materai adalah:
a. Dokumen adalah kertas yang berisikan tulisan yang mengandung arti dan maksud
tentang : perbuatan,- keadaan/ kenyataan bagi seseorang dan/ atau pihak-pihak
yang berkepentingan.
b. Benda Meterai adalah meterai tempel dan kertas meterai yang dikeluarkan oleh
Pemerintah R.I.
c. Pemeteraian Kemudian adalah suatu cara pelunasan Bea Meterai yang dilakukan
oleh Pejabat Pos atas permintaan pemegang dokumen yang Bea Meterainya belum
dilunasi sebagaimana mestinya.
d. termasuk : parap, teraan/ cap tanda tangan/ cap parap, teraan cap nama/ tanda
lainnya sebagai pengganti tanda tangan.
e. Pejabat Pos adalah pejabat Perum Pos dan Giro yang diserahi tugas melayani
permintaan pemeteraian kemudian.
a. Surat perjanjian dan surat-surat lainnya ( a.l. Surat Kuasa, Surat Hibah, Surat
Pernyataan) yang dibuat dengan tujuan untuk digunakan sebagai alat pembuktian
mengenai perbuatan, kenyataan/ keadaan yang bersifat perdata.
b. Akta-akta Notaris termasuk salinannya
c. Akta-akta yang dibuat Pejabat Pembuat Akta Tanah termasuk rangkap-
rangkapnya
d. Surat yang memuat jumlah uang yaitu :
1) Yang menyebutkan penerimaan uang;
2) Yang menyatakan pembukuan uang atau penyimpanan uang dalan rekening
bank
3) Yang berisi pemberitahuan saldo rekening di bank
4) Yang berisi pengakuan bahwa utang uang seluruhnya/sebagian telah dilunasi/
diperhitungkan.
e. Surat berharga seperti wesel, promes, aksep dan cek
f. Dokumen yang akan digunakan sebagai alat pembuktian di muka pengadilan:
1) Surat-surat biasa dan surat-surat kerumahtanggaan
2) Surat-surat yang semula tidak dikenakan Bea Meterai berdasarkan tujuannya,
jika digunakan untuk tujuan lain/ digunakan oleh orang lain, lain dari maksud
semula
harga nominal lebih dari Rp. 1.000.000,- dikenakan Bea Meterai dengan tarif
sebesar Rp. 6.000,-.
i. Tanda pembagian keuntungan atau bunga dari efek, dengan nama dan dalam
bentuk apapun.
8. KETENTUAN PIDANA
a. Barang siapa meniru atau memalsukan meterai tempel kertas meterai atau meniru
dan memalsukan tanda tangan yang perlu untuk mensahkan meterai.
b. Barang siapa dengan sengaja menyimpan dengan maksud untuk diedarkan atau
memasukkan ke negara Indonesia meterai palsu, yang dipalsukan atau yang dibuat
dengan melawan hak.
c. Barang siapa dengan sengaja menggunakan, menjual, menawarkan menyerahkan,
menyediakan untuk dijual atau dimasukkan ke negara Indonesia meterai yang
mereknya, capnya, tanda tangannya, tanda sahnya atau tanda waktunya
mempergunakan telah dihilangkan seolah-olah meterai itu belum dipakai dana
atau menyuruh orang lain menggunakannya dengan melawan haknya.
Brevet A Halaman 200
LABORATORIUM PENGEMBANGAN AKUNTANSI