Anda di halaman 1dari 5

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar belakang

Adanya pemahaman yang sempit terhadap Islam (Al-Qur’an dan Hadis) membuat
umat Islam makin jauh tertinggal dibanding dengan umat yang lain (non Islam). Baik dari
segi ilmu pengetahuan, politik, ekonomi, sosial maupun budaya. Pemahaman yang sempit
tersebut juga menimbulkan perpecahan di kalangan umat Islam, sehingga Islam makin
lemah dalam percaturan kehidupan negara-negara dunia. Islam yang dulu pernah
mencapai puncak kejayaannya, perlu dibangkitkan kembali melalui pola-pola pemahaman
dan pola-pola pikir umatnya yang lebih luas, mendalam, sistematis dan kreatif tanpa harus
merubah nilai-nilai dasar yang ada di dalamnya. Penelitian-penelitian tentang Islam yang
dulu dianggap tabu, sekarang perlu ditumbuhkembangkan guna mencapai Islam yang
benar-benar kaffah dan rahmatan lil ‘alamin. Para ilmuwan Islam tidak perlu lagi
terbelenggu pada perbedaan madhab, karena perbedaan itu merupakan sesuatu yang
manusiawi dan sebagai rahmat bagi Allah.

Pemahaman isi Al-Qur’an dan Hadis sebagai sumber utama ajaran Islam tidak lagi
terbatas pada pemahaman tekstual/tersurat saja, tetapi perlu dikembangkan ke arah
pemahaman yang kontekstual/tersirat. Dengan kata lain, pendekatan yang digunakan
dalam studi Islam dan keislaman tidak lagi hanya menggunakan pendekatan normatifitas
saja, tetapi perlu dan sangat penting untuk menggunakan jenis-jenis pendekatan lain yang
dapat diterima oleh masyarakat yang sangat majemuk/kompleks. Agar Islam dapat
diterima, dipelajari, dipahami dan diamalkan ajarannya oleh umat manusia yang tersebar
diseluruh penjuru dunia yang berbeda-beda suku, adat istiadat, ras, bahasa, letak
geografis, dan lainnya, maka perlu tindakan nyata yang lebih arif dan bijaksana dari para
ilmuwan Islam.

Dengan pendekatan-pendekatan yang sesuai dalam studi Islam dan keislaman, maka
diharapkan akan tercapai Islam yang ideal dan benar-benar menjadi rahmatan lil ‘alamin.
Dalam hal ini, para ilmuwan mengemukakan beberapa pendekatan dalam studi Islam
yang dapat diterapkan yaitu pendekatan teologis normatis, antropologis, sosiologis,
filosofis, historis, kebudayaan dan psikologi. Dengan berbagai pendekatan ini, diharapkan
umat Islam akan terbebas dari belenggu yang senantiasa mengungkungnya. Salah satu
pendekatan yang perlu diterapkan dalam studi Islam adalah pendekatan antropologi.
Antropologi seperti semua disiplin ilmu pengetahuan lainnya, harus membebaskan
dirinya dari visi yang sempit. Ia harus mempelajari sesuatu yang baru, sederhana, tetapi
kebenaran yang primordinal dari semua ilmu pengetahuan yaitu kebenaran pertama Islam.
Untuk mengetahui lebih jauh tentang apa itu antropologi dan pendekatan antropologi
dalam studi agama, serta bagaimana implementasi pendekatan antropologi dalam studi
Islam, maka penulis berusaha untuk mengkaji dan mengungkap lebih jauh tentang
“Pendekatan Antropologi dalam Metodologi Studi Islam”.
B. Obyek Kajian dalam Pendekatan Antropologi

Ditinjau dari pengertian antropologi tersebut, obyek kajian dalam antropologi mencakup 2
(dua) hal yaitu :

1. Keanekaragaman bentuk fisik manusia.

2. Keanekaragaman budaya/kebudayaan sebagai hasil dari cipta, karsa dan rasa manusia.

Hal tersebut sesuai dengan pendapat yang mengatakan bahwa secara umum obyek kajian
antropologi dapat dibagi menjadi dua bidang, yaitu antropologi fisik yang mengkaji makhluk
manusia sebagai organisme biologis, dan antropologi budaya dengan tiga cabangnya:
arkeologi, linguistik dan etnografi. Meski antropologi fisik menyibukan diri dalam usahanya
melacak asal usul nenek moyang manusia serta memusatkan studi terhadap variasi umat
manusia, tetapi pekerjaan para ahli di bidang ini sesungguhnya menyediakan kerangka yang
diperlukan oleh antropologi budaya. Sebab tidak ada kebudayaan tanpa manusia.

Jika budaya tersebut dikaitkan dengan agama, maka agama yang dipelajari adalah agama
sebagai fenomena budaya, bukan ajaran agama yang datang dari Allah. Antropologi tidak
membahas salah benarnya suatu agama dan segenap perangkatnya, seperti kepercayaan, ritual
dan kepercayaan kepada yang sakral, wilayah antropologi hanya terbatas pada kajian
terhadap fenomena yang muncul. Menurut Atho Mudzhar, ada lima fenomena agama yang
dapat dikaji, yaitu:

1. Scripture atau naskah atau sumber ajaran dan simbol agama.

2. Para penganut atau pemimpin atau pemuka agama, yakni sikap, perilaku dan
penghayatan para penganutnya.

3. Ritus, lembaga dan ibadat, seperti shalat, haji, puasa, perkawinan dan waris.

4. Alat-alat seperti masjid, gereja, lonceng, peci dan semacamnya.

5. Organisasi keagamaan tempat para penganut agama berkumpul dan berperan, seperti
Nahdatul Ulama, Muhammadiyah, Persis, Gereja Protestan, Syi’ah dan lain-lain.

Kelima obyek di atas dapat dikaji dengan pendekatan antropologi, karena kelima obyek
tersebut memiliki unsur budaya dari hasil pikiran dan kreasi manusia.

C. Pendekatan Antropologi dalam Studi Islam (Agama)

Pendekatan antropologis dalam memahami agama dapat diartikan sebagai salah satu upaya
memahami agama dengan cara melihat wujud praktik keagamaan yang tumbuh dan
berkembang dalam masyarakat. Melalui pendekatan ini agama nampak akrab dan dekat
dengan masalah-masalah yang dihadapi manusia dan berupaya menjelaskan dan memberikan
jawabannya. Dengan kata lain bahwa cara-cara yang digunakan dalam disiplin ilmu
antropologi dalam melihat suatu masalah digunakan dalam disiplin ilmu agama. Antropologi
dalam kaitan ini sebagaimana dikatakan Dawam Raharjo, lebih mengutamakan pengamatan
langsung, bahkan sifatnya partisipatif. Dari sini timbul kesimpulan-kesimpulan yang sifatnya
induktif yang mengimbangi pendekatan deduktif sebagaimana digunakan dalam pengamatan
sosiologis. Penelitian antropologis yang induktif dan grounded, yaitu turun ke lapangan tanpa
berpijak pada, atau setidak-tidaknya dengan upaya membebaskan diri dari kungkungan teori-
teori formal yang pada dasarnya sangat abstrak sebagaimana yang dilakukan di bidang
sosiologi dan lebih-lebih ekonomi yang menggunakan model-model matematis, banyak juga
memberi sumbangan kepada penelitian historis.

Penelitian antropologi agama harus dibedakan dari pendekatan-pendekatan lain. Para peneliti
antropologi harus melakukan atau menawarkan sesuatu yang lain dari yang lain. Ia harus
menimbulkan pertanyaan sendiri yang spesifik, berasal dari perspektif sendiri yang spesifik,
dan mempraktekkan metode sendiri yang spesifik pula. Antropologi dapat dianggap sebagai
ilmu keragaman manusia, dalam tubuh mereka dan perilaku mereka. Dengan demikian,
antropologi agama akan menjadi penyelidikan scientific keragaman agama manusia.

Antropologi, sebagai sebuah ilmu yang mempelajari manusia, menjadi sangat penting untuk
memahami agama. Antropologi mempelajari tentang manusia dan segala perilaku mereka
untuk dapat memahami perbedaan kebudayaan manusia. Dibekali dengan pendekatan yang
holistik dan komitmen antropologi akan pemahaman tentang manusia, maka sesungguhnya
antropologi merupakan ilmu yang penting untuk mempelajari agama dan interaksi sosialnya
dengan berbagai budaya.

Posisi penting manusia dalam Islam juga mengindikasikan bahwa sesungguhnya persoalan
utama dalam memahami agama Islam adalah bagaimana memahami manusia. Persoalan-
persoalan yang dialami manusia adalah sesungguhnya persoalan agama yang sebenarnya.
Pergumulan dalam kehidupan kemanusiaan pada dasarnya adalah pergumulan
keagamaannya. Para antropolog menjelaskan keberadaan agama dalam kehidupan manusia
dengan membedakan apa yang mereka sebut sebagai 'common sense' dan 'religious atau
mystical event.' Dalam satu sisi common sense mencerminkan kegiatan sehari-hari yang biasa
diselesaikan dengan pertimbangan rasional ataupun dengan bantuan teknologi, sementera itu
religious sense adalah kegiatan atau kejadian yang terjadi di luar jangkauan kemampuan nalar
maupun teknologi.

Dengan demikian memahami Islam yang telah berproses dalam sejarah dan budaya tidak
akan lengkap tanpa memahami manusia. Karena realitas keagamaan sesungguhnya adalah
realitas kemanusiaan yang mengejawantah dalam dunia nyata. Terlebih dari itu, makna hakiki
dari keberagamaan adalah terletak pada interpretasi dan pengamalan agama. Oleh karena itu,
antropologi sangat diperlukan untuk memahami Islam, sebagai alat untuk memahami realitas
kemanusiaan dan memahami Islam yang telah dipraktikkan-Islam that is practised-yang
menjadi gambaran sesungguhnya dari keberagamaan manusia. Karena begitu pentingnya
penggunaan pendekatan antropologi dalam studi Islam (agama), maka Amin Abdullah
mengemukakan 4 ciri fundamental cara kerja pendekatan antropologi terhadap agama, yaitu :

1. Bercorak descriptive, bukannya normative.


2. Yang terpokok dilihat oleh pendekatan antropologi adalah local practices , yaitu praktik
konkrit dan nyata di lapangan.

3. Antropologi selalu mencari keterhubungan dan keterkaitan antar berbagai domain


kehidupan secara lebih utuh (connections across social domains).

4. Comparative, artinya studi dan pendekatan antropologi memerlukan perbandingan dari


berbagai tradisi, sosial, budaya dan agama-agama.

BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan

Antropologi berasal dari kata anthropos yang berarti "manusia", dan logos yang berarti ilmu.
Kata antropologi dalam bahasa Inggris yaitu “anthropology” yang didefinisikan sebagai the
social science that studies the origins and social relationships of human beings atau the
science of the structure and functions of the human body. yaitu (ilmu sosial yang mempelajari
asal-usul dan hubungan sosial manusia atau Ilmu tentang struktur dan fungsi tubuh manusia).
Pendekatan antropologi dapat diartikan sebagai suatu sudut pandang atau cara melihat dan
memperlakukan sesuatu gejala yang menjadi perhatian terkait bentuk fisik dan kebudayaan
sebagai hasil dari cipta, karsa dan rasa manusia. Ditinjau dari pengertian antropologi tersebut,
obyek kajian dalam antropologi mencakup 2 (dua) hal yaitu :

1. Keanekaragaman bentuk fisik manusia.

2. Keanekaragaman budaya/kebudayaan sebagai hasil dari cipta, karsa dan rasa manusia.

Dalam dunia ilmu pengetahuan makna dari istilah pendekatan adalah sama dengan
metodologi, yaitu sudut pandang atau cara melihat dan memperlakukan sesuatu yang menjadi
perhatian atau masalah yang dikaji. Bersamaan dengan itu, makna metodologi juga mencakup
berbagai teknik yang digunakan untuk melakukan penelitian atau pengumpulan data sesuai
dengan cara melihat dan memperlakukan masalah yang dikaji. Dengan demikian, pengertian
pendekatan atau metodologi bukan hanya diartikan sebagai sudut pandang atau cara melihat
sesuatu permasalahan yang menjadi perhatian tetapi juga mencakup pengertian metode-
metode atau teknik-teknik penelitian yang sesuai dengan pendekatan tersebut.

Pendekatan antropologis dalam memahami agama dapat diartikan sebagai salah satu upaya
memahami agama dengan cara melihat wujud praktik keagamaan yang tumbuh dan
berkembang dalam masyarakat. Melalui pendekatan ini agama nampak akrab dan dekat
dengan masalah-masalah yang dihadapi manusia dan berupaya menjelaskan dan memberikan
jawabannya. Dengan kata lain bahwa cara-cara yang digunakan dalam disiplin ilmu
antropologi dalam melihat suatu masalah digunakan dalam disiplin ilmu agama.

B. Saran

Penulis menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari sempurna. Maka penulis mohon kritik
dan saran guna perbaikan untuk masa yang akan datang. Penulis berharap semoga makalah
ini bermanfaat bagi pembaca dalam menambah pengetahuan tentang pendekatan antropologis
dalam metodologi Studi Islam.

DAFTAR PUSTAKA

Abd. Shomad dalam M. Amin Abdullah, dkk., Metodologi Penelitian Agama, Pendekatan
Multidisipliner, (Yogyakarta: Lembaga Penelitian UIN Sunan Kalijaga, 2006).

Akbar S. Ahmad, Kearah Antropologi Islam, (Jakarta: Media Da’wah).

Bustanuddin Agus, Agama dalam Kehidupan Manusia; Pengantar Antropologi Agama,


(Jakarta: Raja Grapindo Persada, 2006).

M. Atho Mudzhar, Pendekatan Studi Islam dalam Teori dan Praktek, (Yogyakarta: Pustaka
Pelajar, 1998).

Anda mungkin juga menyukai