Anda di halaman 1dari 9

Terapi Cairan

DISTRIBUSI CAIRAN TUBUH

Cairan tubuh total tubuh total (dalam L), pada laki-laki adalah 60% dari total berat
badan, sedangkan pada perempuan 50% dari total berat badan. Volume darah hanya sekitar
11-12% berat badan. Pada laki-laki, volume darah adalah 66 mL/kgBB, sedangkan pada
perempuan 60 mL/ kgBB. Air tubuh total dapat dibagi dalam 2 komponen

1. Cairan ekstraseluler, yaitu cairan yang berada di luar set, yang dapat dibagi atas
plasma dan cairan interstitial. Volume plasma, merupakan 25% dari volume
cairanekstraseluler.
2. Cairan intraseluler, yaitu cairan yang berada di dalam sel.

AKTIFITAS OSMOTIK

Aktifitas osmotic menunjukkan jumlah partikel solut di dalam larutan.

1. Osmolaritas, adalah aktifitas osmotik per-volume larutan, dinyatakan dalam


miliosmol/liter (mOsm/L),
a. Osmolalitas, adala h aktifitas osmotik per-kg air (mosm/kgH2O).
b. Aktifitas osmotik plasma dapa dinyatakan dalam persamaan berikut :

P = 2 [Na*] + [gIukosa]/18 + [BUN]/2,8

P: osmolaritas plasma (mOsm/L)

[Na*] : konsentrasi Na* plasma (mEq/L)

[glukosa] : konsentrasi glukosa plasma (mg/dL)

[BUN] : konsentrasi urea plasma (mg/dL)

c. Gaya gerak air di antara 2 larutan yang berbeda aktifitas osmotiknya disebut
aktifitas osmotic efektif, yang dinyatakan dalam persamaan

P= 2 [Na*] + [gIukosa]/18

P: osmolaritas plasma (mOsm/L)

[Na*] : konsentrasi Na* plasma (mEq/L)

[glukosa] : konsentrasiglukosa plasma (mg/dL)


d. Larutan dengan aktifitas osmotik yang tinggi disebut hipertonik, sedangkan
larutan dengan aktifitas osmotik yang rendah disebut hipotonik; bila 2 larutan
memiliki aktifitas osmotik yang sama disebut isotonik,

METABOLISME AIR

Keseimbangan air dipengaruhi oleh asupan dan ekskresi air. Asupan air diatur
oleh rasa haus, sedangkan ekskresi air diatur oleh ginjal atas pengaaruh vasopressin
atau hormone antidiuretik (ADH). Jumlah partikel osmotik yang aktif di dalam cairan,
disebut tonisitas cairan. Bila cairan ekstraseluler bersifat hipertonik, maka cairan
intraseluler atau keluar menyebabkan sel menjadi dehidrasi dan mengkerut. Bila
cairan ekstraseluler bersifat hipotonik, maka cairan ekstraseluler akan masuk ke
dalam sel, sehingga sel menjadi kembung dan mengalami lisis. Bila keadaan
hipertonik cairan ekstraseluler diakibatkan oleh urea, maka keadaannya akan berbeda,
karena urea akan masuk kedalam sel, dan akan diikuti oleh masuknya cairan
ektraseluler ke dalam sel, sehingga sel juga akan mengalami lisis. Pada orang sehat,
osmolalitas plasma 280 mOsm/kg, akan menekan ekskresi ADH, sehingga cukup
untuk mengencerkan urin. Bila osmolalitas plasma naik > 280 mosm/ kg, peningkatan
tonisitas cairan ekstraseluler 1-2%, atau penurunan volume cairantubuh 1-2 L, akan
merangsang hipofisis posterior untuk menghasilkan ADH yang akan meningkatkan
resorpsi air di tubulus distal. Perubahan tekanan osmotic cairan tubuh akan
berpengaruh terhadap rasa haus dan keinginan untuk minum, sehingga dehidrasi akan
terhindar. Ekskresi ADH akan dirangsang oleh keadaan hipovolemia dan hipotensi.
Peningkatan ekskresi ADH akan terjadi bila kehilangan cairan volume intraseluler
mencapai 30%. ADH juga akan dilepaskan oleh rasa nyeri dan haus.

Air dibutuhkan oleh tubuh untuk mengeliminasi beban solute harian dan
menggantikan insensible water losses harian. Kehilangan cairan harian melalui kulit
dan paru-paru bervariasi antara 500 ml — 8 L, tergantung pada aktifitas fisik,
temperatur dan kelembaban lingkungan.

Ketidakseimbangan air tubuh akan mengakibatkan

1. Dehidrasi, yaitu bila asupan cairan berkurang, sehingga tidak dapat mengatasi
kehilangan air dari tubuh, sehingga air intraseluler akan keluar ke ekstraseluler, dan
sel mengalami dehidrasi. Defisi cairan tubuh pada dehidrasi dapat dihitung dengan
rumus sbb :
Defisit cairan = 0,4 x BB (Na plasma/140-1)

2. Intoksikasi air, yaitubilaasupan air terlalubanyak dan cepat, disertai gangguan


produksi urin, sehingga terjadi pengenceran cairan tubuh, kadar Na di cairan
ekstraseluler menurun dan air akan masuk kedalam sel dan sel menjadi bengkak. Bila
pembengkakan ini terjadi di otak, dapat mengakibatkan penurunan kesadaran dan
kematian.
3. Udem, yaitu pembengkakan jaringan akibat akumulasi cairan.

Sumber kehilangan air dan elektrolit tubuh

1. Kehilangan melalui gaster, misalnya melalui muntah atau peng- İSO an Sonde
lambung, yang akan mengakibatkan kehilangan air, Na, ion H*, K dan CL, sehingga
akan mengakibat kanalka- losismetabolik, hipokalemia, hipotensi dan dehidrasi bila
tidak segera dikoreksi.
2. Kehilangan melalui pankreas dan saluran empedu (misalnya fistel pancreas atau
bilier), akan mengakibatkan kehilangan bikarbonat, K dan Na, sehingga terjadi
asidosis hiperkloremik, hipotensi dan dehidrasi,
3. Kehilangan melalui usus, misalnya fistel atau ileostomi, diare dan ileus, yang akan
mengakibatkan hipokalemi, hipotensi dan dehidrasi.

Tanda-tanda vital

- Pada pasien dehidrasi, takikardi pada posisi berbaring (> 90 kali/menit), tidak akan
terjadi
- Bila volume darah berkurang> 30%, dapat terjadi hipotensi pada posisi berbaring
(tekanan sistolik< 90 mmHg).
- Perubahan frekuensi nadi dan tekanan sistolik dapat terjadi bila posisi berubah dari
berbaring ke berdiri, yaitu frekuensi nadi akan meningkat sampai 30 kali/menit, dan
tekanan sistolik akan menurun minimal 20 mmHg. Bila terjadi kehilangan darah 15-
20%, perubahan posisi berbaring ke berdiri akan makin meningkat akan frekuensi
nadi.

DERAJAT KEHILANGAN CAIRAN/DARAH :

a) Klas I, yaitu kehilangan cairan/darah 15% (10 mL/kgBB), yang dengan segera akan
digantikan oleh cairan interstitial, sehingga volume darah/cairan tetap terjaga dan
tidak akan didapatkan gejala klinik apapun,
b) Klas II, yaitu kehilangan cairan/darah 15-30% (10-20 mL/kgBB), akan terjadi
penurunan volume darah, tetapi tekanan darah akan menetap karena terjadi
vasokonstriksi. Perubahan posisi berbaring ke berdiri dapat merupah frekuensi nadi
dan tekanan darah. Produk siurin juga dapat menurun menjadi 20-30 ml/jam, dan
vaskularisasi menurun,
c) Klas III, yaitu kehilangan cairan/darah 30-45% (20-30 mL/ kgBB, akan
mengakibatkan syok hipovolemik, disertai hipotensi, oliguria (produksiurin< 15
mL/jam), dan penumpukan laktat (> 2 mEq/L),
d) Klas IV, yaitu kehilangan cairan/darah> 45% (> 30 mL/kg BB), mengakibatkan syok
hipovolemik yang berat, ireversibel dan fatal, hipotensi, oliguria (produksiurin< 5
ml/jam), produksi laktat> 4-6 mEq/L dan sering kali refrakter terhadap resusitasi
cairan.

TEKANAN VENA SENTRAL (CVP)

Pada orang normal yang bernafas spontan dalam keadaan berbaring, nilai CVP
adalah 0-5 mmHg, dan pada pasien dalam ventilasi mekanik, CVP dapat mencapai 10
mmHG. Dinamika perubahan CVP, baik sebagai respons terapi cairan atau akibat
pernafasan, sangat penting untuk mengevaluasi cairan tubuh.

TRANSPORT OKSIGEN SISTEMIK

Keadaan hipovolemia, akan mengakibatkan penurunan curah jantung dan


oksigenisasi jaringan 0 delivery, DO 2). Penurunan DO, akan mengakibatkan
systemic oxygen optake (VO2). Pada hipovolemia yang terkompensasi, VO2
akantetap normal (110-160 mL/menit/m 2), karena ekstraso 02 akan meningkat untuk
mengkompensai penurunanDO,. Pada syok hipovolemik, VO2 akanturun di bawah
normal (< 100 mL/ menit/m 2) dan ekstrasi oksien akan mencapai maksimum,
sehingga tidak dapatditingkatkan lagi.

KESEIMBANGAN ASAM-BASA

Kebutuhanbasauntukmentitrasi 1 L darahke pH 7,40 (pada suhu 37°C dan


pCO 2 40 mmHg), disebut base deficit (BD). Pada keadaan hipovolemia, BD
merupakan petanda dari asidosis jaringan global akibat gangguan oksigenasi jaringan.
Nilai normal BD adalah -2 sampai +2 mMol/L. Pada pasien dengan perdarahan,
peningkatan BD akan berbanding lurus dengan jumlah kehilangan darah. Bila
resusitasi cairan tidak dapat memperbaiki BD, merupakan prognosis yang buruk yang
dapat berkembang menjadi gagal multi-organ.

LAKTAT DARAH

Hiperlaktatemia (laktatdarah> 2 mEq/L), merupakan petanda terjadinya


respirasi anaerob akibat buruknya oksigenasi jaringan. Kadar laktat darah berbanding
lurus dengan jumlah darah yang hilang dan merupakan indicator kearah kefatalan.

TIPE CAIRAN RESUSITASI

a) Cairan yang mengandung sel darah merah acked red cells


b) Cairan yang mengandung molekulbesar, disebut koloid, berfungsi meningkatkan
volume plasma, misalnya :larutan albumin, hetastarch, dextran
c) Cairan yang mengandung elektrolit dan molekul kecil Iainnya, disebut kristaloid,
digunakan untuk meningkatkan cairan ekstraseluler

KEBUTUHAN CAIRAN HARIAN

Pada orang normal, dalamwaktu 24 jam dibutuhkan sekitar 2500 ml cairan,


dimana sekitar 1000 ml diperoleh dari makanan dan sisanya diperoleh dari minuman.
Kehilangan cairan dari tubuh dalam 24 jam terdiri dari kehilangan lewat urin (+1500
ml), kehilangan lewat feses (+200 ml) dan insensible water losses (+600-800 ml).

Bila asupan cairan per-oral tidak mencukupi, maka harus diberikan cairan per-
infus, termasuk 100 mEq Na* dan 70 mEq K* dalam 24 jam. Pada pasien dengan
kehilangan cairan tambahan, misalnya lewat drain atau demam atau muntah atau
diare, maka kehilangan cairan tambahan juga harus diperhitungkan dengan seksama
dalam merencanakan resusitasi cairan, sehingga tidak timbul dehidrasi. Pada pasien
demam insensible water losses akan lebih tinggi dari keadaan normal. Pasien dengan
perdarah akut, juga memerlukan transfusi packed red cells.
EFIKASI CAIRAN RESUSITASI

a) Cairankoloid (dextran-40), merupakan cairan resusitasi yang efektif untuk


meningkatkan curah jantung, dibandingkan whole blood, dextran-40 lebihefektif 2
kali lipat; dibandingkan packed red cells, dextran-40 lebihefektif 6 kali; dan
dibandingkan kairan kristaloid (Ringer lactat), dextran-40 lebihefektif 8 kali,
b) Cairan kristaloid, terutama akan terdistribusi di cairan ekstrase- luler, sehingga hanya
25% volume cairan kristaloid yang di infuskan tetap berada di ruang vaskuler,
c) Cairankoloid, terutama akan terdistribusi di dalam pembuluh darah, sehingga 75%
volume cairan koloid yang diinfuskan akan berada di ruang vaskuler,
d) Setelah deficit cairan tergantikan dan curah jantung kembali normal, selanjutnya
defisit Hb harus dikoreksi dengan melakukan transfusi pecked red cells.

VOLUME RESUSITASI

1. Berdasarkan kadar Na plasma : Na2 x Vol2 = Na, x Vol,


(Na 2 = kadar Na plasma sekarang; Vol2 = volume air badan sekarang ; Na1 =
kadar Na plasma normal [142 mEq/L; Vol, =voIume air badan normal [laki-laki 60%
BB; perempuan 40% BB)

Defisit air = Vol, — VoI2

2. Berdasarkan skor Daldiyono, digunakan untuk menghitung kebutuhan cairan untuk


rehidrasi awal pada diare akut, yaitu dengan mengunakan skors bb

Muntah 1

Suaraserak 2

Kesadaranapatis 1

Kesadarnsomnolen, sopor, koma 2

Tekanansistolik s 90 mmHg 2

Frekuensinadi * 120 kali/menit 1

PernafasanKussmaul (* 30 kali/menit) 1

Turgor kulitkurang 1
Facies kolerika 2

Ekstremitasdingin 1

Jaritangankeriput 1

Sianosis 2

Umur * 50 tahun -1

Umur 1 60 tahun -2

Kebutuhancairan = /skor/15 x 10% x BB (kg) x 1 L

Jumlah tersebut diberikan dalam 2 jam, kebutuhan Selanjutnya dihitung


berdasarkan volume feses.

3. Berdasarkan rumus Morgan-Watten :

Kebutuhan cairan untuk rehidrasi awal =

(Beratjenis plasma - 1,025)/0,001 x BB (kg) x 4 ml

4. Resusitasi cairan pada Ketoasidosis Diabetik (KAD)

Cairan yang digunakan adalah garam fisiologis berdasarkan perkiraan hilangnya


cairan pada KAD mencapai 100mL / kg BB maka pada jam pertama diberikan 1 sampai 2
liter, jam kedua diberikan 1 liter. Ada dua keuntungan rehidrasi pada pasien KAD, yaitu
memperbaiki perfusi jaringan dan menurunkan hormone kontra regulator insulin. Bila
kadar glukosa kurang dari 200 mg% maka perlu diberikan larutan mengandung glukosa
(dekstrosa 5% atau 10%)

5. Resusitasi cairan pada luka bakar :


a. Hitung luas luka bakar dengan rumus 9 (dewasa), yaitu kepala dan leher, dada,
punggung, perut, pinggang dan bokong, lengan dan tangan, lengan dan tangan
kiri, tungkai dan kaki kanan, tungkai dan kaki kiri, masing-masing 9%;
sisanya genitalia 1%,
b. Gunakan rumus Parkland untuk menghitung kebutuhan cairan dalam 24 jam
pertama

Luas lukabakar (°/«) x BB (kg) x (2-4) mL


c. 50% dari jumlah cairan diatas diberikan dalam 8jam, sisanya diberikan pada
16 jam berikutnya. Volume cairan yang diberikan harus dititrasi sebaik
mungkin dengan target produksi urin 0,5-1 mL/kgBB/jam.
d. Cairan yang dibutuhkan pada 24 jam pertama adalah cairan kristaloid, yaitu
larutan Ringer laktat. Larutan NaCl 0,9% sebaiknya dihindari, kecuali bila
tidak ada pilihan lain, karena NaCI 0,9% yang diberikan dalam jumlah besar
dapat menyebabkan asidosis hiperkloremik.
e. Bila luas luka bakar <20%, resusitasi cairan dapat diberikan per-oral, yaitu
dengan memberikan larutan garam seimbang.

Pada beberapa kondisi, dapat diperlukan volume cairan resusitasi yang lebih
besar, misalnya pada thickness bum injury, luka bakar dengan trauma inhalasi atau
pada keadaan keterlambatan resusitasi. Kebutuhan cairan koloidmaupun albumin
disesuaikan dengan keadaan.

6. Resusitasi cairan perioperatif


a. Pada fase intra-operatif, resusitasi cairan harus diberikan dengan baik, karena
anestesia dapat menyebabkan syok dengan cara menekan baroreseptor
sehingga timbul vasodilatasi dan menekan kontraktilitas jantung. Perdarahan
intra- operatif> 500 ml, membutuhkan transfusi yang adekuat.
b. Pada fase pasca-operatif, kebutuhan cairan 2-3 L/24 jam dibutuhkan untuk
menggantikan kehilangan cairan lewat urin, fases dan insensible water losses.
Pengawasan status cairan harus dilakukan dengan baik, misalnya dengan
mengawasi tanda-tanda vital, produksi urin dan CVP. Produksi urin harus
dipertahankan 0,5 ml/kgBB/jam. Pada 24 jam pertama, cairan isotonic harus
diberikan untuk mengatasi kehilangan lewat ruang ketiga.
7. Resusitasi cairan pada keadaan khusus :
a. Perdarahan akut, resusitasi dengan NaCl 0,9% atau koloid sampai didapatkan
darah Packed red cells),
b. Anak-anak, resusitasi dengan dekstrosa salin untuk cairan pemeliharaan
dengan volume 100 ml/kgBB/24jam pada anak-anak dengan BB 10 kg; 50
ml/kgBB/24 jam pada anak-anak dengan BB 10-20 kg; dan 20 ml/kgBB/24
jam pada anak-anak dengan BB > 20 kg,
c. Geriatri. Memiliki risiko tinggi untuk kelebihan cairan, sehingga resusitasi
cairan harus diberikan secara berhati- hati,
d. Pada penderita gagal jantung, resusitasi cairan harus diberikan secaraberhati-
hati, untu menghindari kelebihan cairan,
e. Pada penderita gagal hati, karena terdapat kelebihan Na di dalam tubuhnya,
maka harus diberikan albumin rendah Na untuk resusitasi, bila perlu dapa
tdiberikan transfuse darah, NaCI 0,9% harus dihindari sebagai cairan
pemeliharaan,
f. Pada penderita pankreatitis, harus diberikan resusitasi cairan secara agresif,
karena banyak cairan yang masuk keruang ketiga,

Anda mungkin juga menyukai