Analisis Kepuasan Pemasok Sayur dan buah dalam Hubungan Pembeli dan
Pemasok pada Pasar Konvensional dan Platform digital
DAFTAR ISI
DAFTAR ISI i
DAFTAR TABEL Error! Bookmark not defined.
DAFTAR GAMBAR Error! Bookmark not defined.
DAFTAR LAMPIRAN Error! Bookmark not defined.
1 PENDAHULUAN Error! Bookmark not defined.
Latar Belakang Error! Bookmark not defined.
Perumusan Masalah Error! Bookmark not defined.
Tujuan Penelitian Error! Bookmark not defined.
Manfaat Penelitian Error! Bookmark not defined.
Ruang Lingkup Penelitian Error! Bookmark not defined.
2 TINJAUAN PUSTAKA Error! Bookmark not defined.
Kualitas Layanan Logistik Error! Bookmark not defined.
Tracking dan Tracing Error! Bookmark not defined.
Service Quality (SERVQUAL) Error! Bookmark not defined.
Customer Satisfaction Error! Bookmark not defined.
Unified Theory of Acceptance and Use of Technology (UTAUT) Error! Bookmark
not defined.
Penelitian Terdahulu Error! Bookmark not defined.
3 METODOLOGI PENELITIAN Error! Bookmark not defined.
Kerangka Pemikiran Error! Bookmark not defined.
Lokasi dan Waktu Penelitian Error! Bookmark not defined.
Jenis Data Error! Bookmark not defined.
Metode Penarikan Sampel Error! Bookmark not defined.
Metode Pengolahan dan Analisis Data Error! Bookmark not defined.
DAFTAR PUSTAKA Error! Bookmark not defined.
2
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Indonesia sebagai negara agraris yang sebagian besar masyarakat nya hdup
dari sector pertanian. Namun, nasib para petani ditanah air seperti tidak banyak
mengalami perubahan. Kepuasan petani yang dilihat dari kesejahteraan petani
cenderung tidak banyak perubahan yang berarti kesejahteraan petani di Indonesia
masih dibawah ukuran sejahtera. Dengan penduduk Indonesia yang mencapai
hingga 200 juta lebih tentu produk pertanian menjadi komoditi yang sangat
penting sehingga seharusnya berbanding lurus dengan kesejahteraan petani.
Berikut data Nilai Tukar Petani (NTP) yang menjadi tolak ukur kesejahteraan
petani menurut Badan Pusat Statistik.
Berdasarkan data diatas dapat dilihat bahwa pergerakan NTP dan juga
upah petani tidak mengalami peningkatan yang signifikan. Hal ini dapat
disebabkan berbabgi alasan, salah satunya harga jual produk pertanian yang tidak
menguntungkan petani, mahalnya teknologi pendukung seperti alat, pupuk, bibit
dan lain-lain. (Obayelu, 2011; Cribb, 2011) pada penelitian Priya & Vivek (2016)
mengatakan bahwa pada kegiatan rantai pasok pertanian, petani yang memainkan
peran utama merasa lebih sulit dalam memenuhi tujuan rantai pasok mereka
karena sangat bergantung pada input teknologi pertanian seperti mesin, pupuk,
pestisida dan lain-lain. Lalu, petani juga terjebak diantara perantara yang
mendorong turunnya harga produk mereka dan menaikkan biaya produksi. Petani
3
tidak memiliki kendali atas penentuan harga produk mereka karena kedua factor
tersebut didorong oleh pasar. Pentingnya peran dari perantara antara petani dan
konsumen akhir juga menentukan harga jual produk pertanian, Petani yang tidak
punya pilihan karena jika menunggu terlalu lama makan produk tersebut akan
rusak sehingga terpaksa menjual kepada perantara yang biasa disebut tengkulak
atau juga pengepul. Kegiatan rantai pasok produk pertanian secara tradisional
dapat dilihat pada gambar dibawah ini.
Pedagang
Petani Pengepul Pengecer Konsumen
Besar / Pasar
Dilihat dari ilustrasi diatas bagaimana aliran distribusi sebuah barang yang
melalui banyak pelaku rantai pasok dan pada akhirnya setiap pelaku rantai pasok
tersbut menambahkan margin keuntungan untk setiap produk. Sebagai contoh
ilustrasi sebuah produk dari petani dijual kepada pengepul dengan harga Rp.
6000/Kg nya dan setiap pelaku rantai pasok menambahkan margin keuntungan
maka pada akhirnya konsumen dapat memebli produk tersebut diharga Rp.
20.000/Kg nya.
Perkembangan teknologi informasi pada industry.4.0 pun merambah ke
sector agribisnis di Indonesia, Tjahjono et al (2017) menjelaskan penerapan
industri 4.0 pada agroindustri mempunyai pengaruh yang signifikan pada sistem
rantai pasok. Kolaborasi antara pemasok, industri dan konsumen merupakan hal
krusial untuk meningkatkan transparansi dari semua tahapan rantai pasok mulai
dari pesanan produk dikirim sampai produk berada di tangan konsumen. Berbagai
jenis start-up untuk pertanian telah banyak muncul di Indonesia dari mulai
penyaluran produk dari petani kepada konsumen, pembelian kebutuhan petani,
hingga start-up yang bergerak untuk pinjaman keuangan untuk petani.
Penelitain ini mempunyai focus untuk menganalisis model kemitraan
saluran distribusi produk pertanian pada rantai pasok digital, selanjutnya dari
saluran-saluran tersebut akan dilihat kepuasan petani terhadap model bisnis pada
setiap saluran distribui yang ada pada rantai pasok digital dan melihat factor-
faktor apa saja yang mempengaruhi petani dalam memilih saluran distribusi yang
terintegrasi digital. Pada penelitian ini petani diasumsikan sebagai pemasok untuk
setiap saluran distribusi yang dipilih sehingga dapat ditemukan perbandingan
kepuasan dari setiap petani pada saluran-saluran distribusi digital yang tersedia.
Perumusan Masalah
Tujuan Penelitian
Manfaat Penelitian
TINJAUAN PUSTAKA
5
Dalam cara yang lebih luas, Supply Chain Management (SCM) disebut
manajemen aliran informasi, produk, dan layanan di seluruh jaringan pelanggan,
perusahaan, dan mitra rantai pasokan. Namun, Oliver dan Webber (1982) pada
(Dulababu & Giris, 2019) secara mendefinisikan Konsep ini sebagai “Manajemen
rantai pasokan (SCM) adalah proses perencanaan, penerapan, dan pengendalian
operasi rantai pasokan dengan tujuan untuk memenuhi kebutuhan pelanggan
seefisien mungkin. Manajemen rantai pasokan mencakup semua pergerakan dan
penyimpanan bahan baku, inventaris dalam proses, dan barang jadi dari titik asal
ke titik konsumsi. Li (2005) mengatakan bahwa integrasi rantai pasok itu
memastikan rantai pasok beroperasi secara mulus dan akan memfasilitasi
kecepatan, mempersingkat waktu tunggu serta mengurangi biaya operasi, dan
integrasi tersebut.
Chen (2006) pada Tsolakis et al., (2014) mengatakan bahwa dalam
sepeuluh tahun terakhir industry agrifood telah mengakui dan mulai merangkul
SCM sebagai konsep kunci untuk daya saing. Caepatnya industralisasi produksi
pertanian, oligopoly disektor distribusi makanan, kemajuan teknologi informasi
dalam bidang logistic, kepedulian pelanggan dan peraturan keamanan pangan
pemerintah merupakan beberapa tantangan dunia yang mengarah pada
pengadopsian SCM di sector pertanian. Pada akhirnya Agrifood Supply Chain
(AFSC) berkembang secara dinamis dari waktu ke waktu untuk mengikuti
perubahan yang tak henti-hentinya pada lingkungan pangan pertanian yang luas.
Pada tahun mendatang , AFSC modern harus menghadapi tantang besar yang
sedang terjadi seperti urbanisasi yang cepat, pertumbuhan dan liberalisasi sector
public, kekhawatiran akan kualitas pangan dan keselamatan (Tsolakis et al.,
2014).
Internet dan perkembangan teknologi tentu dapat membuat perubahan
pada berbagai aspek, sebagai contoh cra hidup dan bekerja. Perkembanagn
teknologi informasi pun membawa dimensi yang baru pada SCM. Electronic
Supply Chain Management (e-SCM) merupakan integrase antara kegiatan SCM
dan teknologi informasi dengan menyinkronisasi kegiatan, fungsi dan aplikasi
(Pulevska-Ivanovska & Kaleshovska 2013). Perusahaan yang ingin tetap bersaing
tentu sadar bahwa integrase internet dapat meningkatkan keunggulan SCM karena
memungkinkan visibilitas informasi dan kemudahan berbagi informasi secara real
time bahkan meningkatkan kerja sama denga para mitra yang terlibat dalam SCM.
Penerapan e-SCM yang terlihat jelas adalah pada model bisnis e-commerce ,
sedangkan pada produk pertanian mulai dilakukan pada kegiatan penjualan
produk pertanian, dengan menggunakan e-SCM para petani dapat memotong jalur
rantai pasokan sehingga produk yang diterima oleh konsumen pun semakin cepat.
Kebijakan Pembelian
Kebijakan pembelian adalah suatu peraturan yang telah dibuat dan miliki oleh
sebuah perusahaan tentang proses pembelian, biasanya yang memiliki wewenang
dalam kebijakan ini adalah direktur pembelian. Menurut Essig dan Amann (2009)
pada (Meena et al., 2012) proses bisnis terkait dengan pemesanan dan penerimaan
barang dari perusahaan pembeli mempengaruhi kepuasan pemasok. Selain itu,
waktu pemrosesan pesanan, waktu transaksi, opsi pengiriman barang dan
kejelasan dalam parameter / spesifikasi teknis juga memiliki dampak positif pada
kepuasan pemasok.
H1 A : Kebijakan Pembelian berpengaruh terhadap kepuasan pemasok di Platform
digital
H1 B : Kebijakan Pembelian berpengaruh terhadap kepuasan pemasok di pasar
konvensional
Kebijakan Pembayaran
Kebijakan Koordinasi
Citra Pembeli
Manajemen Mutu
Manajemen mutu adalah tindakan mengawasi semua kegiatan dan tugas yang
diperlukan untuk mempertahankan tingkat keunggulan yang diinginkan.
Termasuk penentuan kebijakan mutu, menciptakan dan menerapkan perencanaan
dan jaminan kualitas, dan kontrol kualitas dan peningkatan kualitas (Adam
Barone, 2019). Hudnurkar & Ambekar (2019) menunjukkan bahwa organisasi
pembeli fokus utama pada aspek operasional dukungan, manajemen kualitas, dan
kebijakan pembelian dan ketentuan pembayaran untuk membuat pemasok puas.
Pemasok juga bersedia memiliki hubungan dekat dengan organisasi pembeli
seperti yang diamati dalam industri manufaktur India.
H4 A : Manajemen mutu berpengaruh terhadap kepuasan pemasok di Platform
digital
H4 B : Manajemen mutu berpengaruh terhadap kepuasan pemasok di pasar
konvensional
Kajian Penelitian Terdahulu
METODOLOGI PENELITIAN
Kerangka Penelitian
Penelitian ini terfokus pada hubungan antara pembeli dan pemasok dan
tujuan akhirnya untuk mengukur kepuasan petani pada model bisnis/saluran,pada
penelitian ini petani di anggap sebagai pemasok dan saluran distribusi dianggap
sebagai pembeli. Penelitan dilakukan melalui 3 tahap analisis. Model bisnis pada
platform online dan psar konvensional akan dinalaisis menggunakan analysis
deskriptif. Sleanjutnya, untuk mengukur tingkat kepuasan dari petani terhadap
model bisnis pada pplatform digital dan pasar konvensional dilakukan
menggunakan Structural Equation Modelling (SEM), SEM dipilih karena pada
penelitian ini petani diposisikan sebagai pemasok bukan konsumen/pelanggan
serta atribut variable yang digunakan untuk mengukur kepuasan petani biasanya
digunakan sebagai variable independent sebagaimana penelitian Hafeez et al
(2006). Selanjutnya perbandingan antara tingkat kepuasan petunia pada platform
digital dan konvensional diukur menggunakan analisis independent sample t test.
MODEL BISNIS :
1. PLATFORM DIGITAL
2. KONVENSIONAL
ANALISIS
KEPUASAN PEMASOK : DESKRIPTIF
- Kebijakan Pembelian
- Kebijakan Pembayaran
- Kebijakan Koordinasi
- Citra Pembeli
- Manajemen Mutu
SEM-PLS
PERBANDINGAN INDEPENDENT SAMPLE
T TEST
9
pemodelan lainnya karena mereka menguji efek langsung dan tidak langsung pada
hubungan sebab akibat yang diasumsikan sebelumnya (Martynova et al., 2018).
Pemilihan analisis SEM pada penelitian ini sendiri mengacu pada penelitian
(Meena et al., 2012) mengatakan bahwa, ketika variable-variable yang biasanya
dijadikan sebagai variable dependen, yang pada penelitian ini adalah kebijakan
pembelian, kebijakan pembayaran, kebijakan, koordinasi, citra pembeli dan
manajemen di jadikan varibel independent untuk mengaruh variable-variabel
tersebut apakah memeiliki pengaruh terhadap kepuasa pemasok.
Independent Sample T test
Uji ini digunakan untuk mengukur perbandingan antara kepuasan petani terhadap
model bisnis pada platform digital dan konvensional. Uji ini dipakai karena data
mengukur perbandingan dari 2 sampel yang berbeda dan tidak memiliki
hubungan.
Kerangka Model
Rancangan model penelitianni berdasarkan pengembangan hipotesis yang
menghasilkan beberpa indicator. Berikut rancangan model penelitian ini :
Variabel dan Indikator
Berdasarkan rancangan model pada gambar 2 menghasilkan beberapa indicator.
Beritkut indicator-indikator yang akan digunakan untuk mengukur variable laten :
Tebel 1 Variabel dan indikaor penelitian
7
1
MM 1 Kompromi pada kualitas
8
1
MM 2 Inisiatif peningkatan kualitas
MANAJEMEN 9
(Koenders, 2016)
MUTU 2 Manajemen pengembalian
MM 3
0 barang yang di retur
2
MM 4 Umpan balik
1
2
SS 1 Pemenuhan kebutuhan dasar
2
2
SS 2 Pertumbuhan pendapatan
3 Terano dan
KEPUASAN 2 Mohammed 2014; Elias
SS 3 Peningkatan produktivitas
PETANI 4 et al. 2015
2
SS 4 Peningkatan kualitas hidup
5
2 Peningkatan kepedulian
SS 5
6 soasial
DAFTAR PUSTAKA
Benton, W. C., & Maloni, M. (2005). The influence of power driven buyer/seller
relationships on supply chain satisfaction. Journal of Operations
Management, 23(1), 1–22. https://doi.org/10.1016/j.jom.2004.09.002
Cooper, D. R., & Schindler, P. S. (1991). Business Reasearch Methods. In
Proceedings of the Annual Reliability and Maintainability Symposium.
https://doi.org/10.1109/arms.1991.154456
Dulababu, T., & Giris, B. (2019). Supply Chain Management : Opportunities and
Challenges. February, 7–10.
Gosnar, A. N. A. (2012). University of Ljubljana Faculty of Economics Master ’ S
Thesis the Classification of Innovations : the Case of. May.
Hafeez, K., Keoy, K. H., & Hanneman, R. (2006). E-business capabilities model:
Validation and comparison between adopter and non-adopter of e-business
companies in UK. Journal of Manufacturing Technology Management.
https://doi.org/10.1108/17410380610678819
Hudnurkar, M., & Ambekar, S. S. (2019). Framework for measurement of
supplier satisfaction. International Journal of Productivity and Performance
Management, 68(8), 1475–1492. https://doi.org/10.1108/IJPPM-09-2018-
12
0336
Koenders, S. (2016). Supplier satisfaction: The importance of achieving
excellence as a buying company to create satisfied suppliers. University Of
Twente, 50.
Li, D. (2005). CHAPTER 10 e-Supply chain management (Vol. 16). WIT
Transactions on State of the Art in Science and Engineering, Vol 16, © 2005
WIT Press www.witpress.com,. https://doi.org/10.2495/978-1-85312-998-
8/10
Martynova, E., West, S. G., & Liu, Y. (2018). Review of Principles and Practice
of Structural Equation Modeling. Structural Equation Modeling: A
Multidisciplinary Journal. https://doi.org/10.1080/10705511.2017.1401932
Meena, P. L., Sarmah, S. P., & Sinha, S. (2012). Measuring satisfaction in buyer-
supplier relationship from suppliers perspective. International Journal of
Business Performance and Supply Chain Modelling, 4(1), 60–74.
https://doi.org/10.1504/IJBPSCM.2012.044974
Priya, T. S., & Vivek, N. (2016). Restructuring the agricultural supply chain.
International Journal of Business Innovation and Research, 10(1), 135–148.
https://doi.org/10.1504/IJBIR.2016.073248
Pulevska-Ivanovska, L., & Kaleshovska, N. (2013). Implementation of e-Supply
Chain Management. TEM Journal Journal, 2(4), 314–322.
www.temjournal.com
Tjahjono, B., Esplugues, C., Ares, E., & Pelaez, G. (2017). What does Industry
4.0 mean to Supply Chain? Procedia Manufacturing.
https://doi.org/10.1016/j.promfg.2017.09.191
Tsolakis, N. K., Keramydas, C. A., Toka, A. K., Aidonis, D. A., & Iakovou, E. T.
(2014). Agrifood supply chain management: A comprehensive hierarchical
decision-making framework and a critical taxonomy. Biosystems
Engineering, 120, 47–64.
https://doi.org/10.1016/j.biosystemseng.2013.10.014