Anda di halaman 1dari 32

WARSONO, S. 2020. SWARSONO@UGM.AC.

ID - RESEARCHGATE

MENINJAU ULANG TEORI


DOUBLE ENTRY BOOKKEEPING DAN ATURAN DEBIT KREDIT

Abstract

Accounting has a scientific heritage in the form of Double Entry Bookkeeping


(DEB) and Rules of Debit Credit (RDC) which unfortunately the theory or
rationality that underlies both is still a mystery. This paper reviews the validity
of existing DEB theory called the law of assets. The theory has been developed
by Paton in 1917. Firstly, the theory raises fundamental anomalies or
limitations because it is unable to handle the facts that occur today. Secondly,
recently the boards of financial accounting standards offered a theory of DEB,
which was realized or not realized, precisely denying the basic principles used
in the development of Law of assets. This paper uses mathematical-based
Grounded Theory research methods in analyzing and proposing the theory of
DEB and RDC. The use of mathematical method is in harmony with the history
of DEB and ADK which are listed academically in the Mathematics book
documented by mathematics professors. The main contribution of this paper is
related to efforts to carry out the theory of DEB and ADK which is a legacy of
knowledge in accounting that is more than 500 years old. The need for
accounting development that balances between mathematical and standard
perspectives is also discussed briefly in the closing section.

Abstrak

Akuntansi memiliki warisan ilmu pengetahuan berupa Double Entry


Bookkeeping (DEB) dan Aturan Debit Kredit (ADK) yang sayangnya teori atau
rasionalitas yang mendasari keduanya masih merupakan misteri. Tulisan ini
meninjau ulang teori berlaku DEB yang disebut Hukum Aset. Teori ini
dikembangkan Paton di tahun 1917. Pertama, teori tersebut memunculkan
anomali atau keterbatasan mendasar karena ia tidak mampu menjelaskan
fakta yang terjadi dewasa ini. Kedua, dewan standar akuntansi keuangan
menawarkan teori DEB, yang disadari atau tidak disadari, justru menafikan
prinsip dasar yang digunakan dalam pengembangan Hukum Aset. Tulisan ini
menggunakan metode riset Grounded Theory berbasis matematika dalam
menganalisis dan mengusulkan teori usulan DEB dan ADK. Penggunaan
metode riset berbasis matematika selaras dengan sejarah DEB dan ADK yang
tercantum secara akademik di buku Matematika yang didokumentasi oleh
profesor matematika. Kontribusi utama tulisan ini adalah berkaitan dengan
upaya mengusung teori DEB dan ADK yang merupakan warisan ilmu di
akuntansi yang berumur telah berumur lebih dari 500 tahun. Perlunya
pengembangan akuntansi yang menyeimbangkan antara perspektif matematika
dan standar juga dibahas sekilas di bagian penutup.

Key words: Double entry bookkeeping (DEB); Aturan debit kredit (ADK); Grounded Theory
berbasis matematika; Hukum Dana; Bahasa Sintaktis; Anomali

1
WARSONO, S. 2020. SWARSONO@UGM.AC.ID - RESEARCHGATE

1. Pendahuluan

Akuntansi memiliki warisan pengetahuan yang telah digunakan secara

berkelanjutan sebagai pijakan pengembangan akuntansi selama ini, yaitu Double Entry

Bookkeeping (DEB) dan Aturan Debit Kredit (ADK). Kedua warisan tersebut telah

digunakan secara berkelanjutan minimal sejak 500 tahun lalu, dan terbukti andal dan

bertahan kokoh terhadap perubahan dinamika bisnis. Jika dicermati, sebagian besar

standar akuntansi keuangan dewasa ini menjelaskan beragam topik bahasan dengan

berbasis DEB dan ADK. Oleh karenanya, pengetahuan DEB dan ADK sangat layak

disebut sebagai grand theory di akuntansi.

Setiap disiplin akademik pada dasarnya membutuhkan grand theory yang memiliki

peran sangat penting. Tujuan grand theory adalah menjelaskan realita secara akurat

(Warsono, 2017b). Pada gilirannya, teori tersebut dapat dianalogikan sebagai cahaya

terang benderang yang menyinari dan menjadi pilar utama dalam pengembangan teori-

teori turunannya. Hal tersebut seharusnya juga berlaku untuk teori DEB dan ADK.

Sayangnya, teori-teori yang menjelaskan kedua warisan tersebut justru mengalami

perubahan dari masa ke masa. Teori DEB dan ADK hingga sekarang bahkan masih

dipertimbangkan sebagai misteri yang belum ditemukan penjelasan yang dapat diterima

masyarakat akademik dari generasi ke generasi. Dengan kata lain, hingga sekarang teori-

teori DEB dan ADK masih belum mapan.

Sebagai cerminan bahwa teori DEB masih belum mapan, berikut ini kutipan dari

tokoh senior akuntansi maupun pemangku kepentingan dari non-akuntansi. Sebagai

tokoh akuntansi senior, Basu (2012, p. 865) di akhir tulisannya menyatakan: “It is

shameful that we still cannot answer basic questions like ‘‘Why did anyone invent

recordkeeping?’’ or ‘‘Why is double-entry bookkeeping beautiful?’’ yang dapat diartikan

“Adalah hal yang memalukan bahwa kita masih belum dapat menjawab pertanyaan-

2
WARSONO, S. 2020. SWARSONO@UGM.AC.ID - RESEARCHGATE

pertanyaan dasar seperti “Mengapa seseorang menemukan pencatatan?” atau “Mengapa

DEB itu cantik?” Sebagai pemangku kepentingan yang berasal dari non-akuntansi,

Gleeson-White (2012, p. 8) menyatakan bahwa “The rise and metamorphosis of double-

entry bookkeeping is one of history’s best-kept secrets and most important untold tales.”

yang dapat diartikan “Kemunculan dan metamorfosis DEB adalah salah satu rahasia yang

tersimpan sangat rapat dalam sejarah dan kisah terpenting yang tidak dapat diceritakan.”

Jika teori DEB belum mapan maka teori ADK disimpulkan juga belum mapan karena

keduanya memiliki keterkaitan sejarah sangat erat (Warsono, 2019).

DEB dan ADK terdokumentasi di buku Matematika berjudul Summa de

Arithmetica, Geometrica, Proportioni et Proportionalita (Summa) yang diterbitkan di

tahun 1494 oleh Pacioli sebagai seorang profesor matematika (Hatfield, 1924; Littleton,

1928; Sangster, 2018). DEB merupakan pondasi intelektual di akuntansi (Demski, et al.

2002; Fellingham, 2007), demikian pula dengan ADK. Sayangnya, masyarakat akuntansi

modern memandang DEB dan ADK sebatas warisan luar-biasa yang semakin kurang

relevan untuk menghadapi perubahan zaman (Pincus, 1997a). Di era modern ini

pengembangan akuntansi cenderung diserahkan sepenuhnya kepada dewan standar

akuntansi keuangan (Demski, 2007; Ball, 2008). Sebagai konsekuensinya, tidak banyak

masyarakat akuntansi tertarik dengan pengembangan teori-teori DEB dan ADK.

Tulisan ini merupakan penelitian teoritis. Tujuan utama artikel ini adalah meninjau

ulang teori DEB dan ADK. Menggunakan metode berbasis matematika yang selaras

dengan sejarah DEB dan ADK, riset ini menganalisis teori berlaku (existing theory) DEB

dan ADK, dan menjelaskan Hukum Dana yang merupakan teori usulan (proposed

theory) DEB dan ADK. Urutan topik bahasan setelah Bagian I Pendahuluan di atas

adalah sebagai berikut. Bagian II berisi Telaah Literatur dan Landasan Teori yang

menjelaskan dua hal, yaitu Sejarah DEB & ADK sebagai warisan akuntansi, dan teori

3
WARSONO, S. 2020. SWARSONO@UGM.AC.ID - RESEARCHGATE

berlaku DEB & ADK. Bagian III menjelaskan Metode Riset yang digunakan, yaitu

metode Grounded Theory berbasis matematika. Bagian IV menyajikan Analisis dan

Pembahasan yang terdiri dari deskripsi tentang keterbatasan teori berlaku DEB dan

ADK, dan pengajuan teori usulan DEB dan ADK. Bagian V merupakan Kesimpulan,

Keterbatasan, dan Saran yang menyajikan kesimpulan, keterbatasan, dan saran

pengembangan teori-teori akuntansi.

2. Telaah Literatur dan Landasan Teori

Bagian ini menjelaskan dua hal yang bertolak belakang tetapi sesungguhnya

berpasangan (Warsono, 2017b). Sub-bagian A membahas literatur terkait dengan sejarah

DEB dan ADK yang bermanfaat sebagai pijakan dalam melakukan analisis dan

mengajukan teori usulan (proposed theory). Sedangkan sub-bagian B membahas teori

dan rasionalitas berlaku DEB dan ADK yang merupakan objek riset yang dikritisi.

2. A. Sejarah DEB dan ADK

Berdasar bukti akademik yang teridentifikasi, Luca Pacioli mendokumentasikan

DEB dan ADK di buku Summa (Weis & Tinius, 1991). Selanjutnya, Hernández-Esteve

(1994) dan Sangster, Stoner, & McCarthy (2007) mendeskripsikan komponen Summa

yang terdiri dari dua volume dengan rincian sebagai berikut. Volume pertama berisi

sembilan bab. Bab 1 hingga Bab 7 secara inklusif membahas aritmatika, Bab 8

membahas aljabar, dan Bab 9 membahas berbagai topik mengenai penerapan matematika

di bisnis. Secara lebih detail, Bab 9 terdiri dari 12 risalah. DEB tercantum di risalah

kesebelas, berjudul Particularis De Computis et Scripturis. Volume kedua terdiri dari

satu bab, yaitu Bab 10, yang membahas tentang geometri. Rabinowitz (2009)

4
WARSONO, S. 2020. SWARSONO@UGM.AC.ID - RESEARCHGATE

berpendapat bahwa Particularis de Computis et Scripturis dimasukkan sebagai

kelengkapan untuk mengakui pentingnya prinsip aritmatika dalam penerapan pencatatan.

Pacioli lebih dikenal sebagai seorang profesor matematika yang mengajar di

beberapa universitas (Hatfield, 1924). Ia menerbitkan sejumlah buku, terutama di bidang

matematika murni (Sangster et al., 2007) dan di berbagai topik matematika terapan,

termasuk militer (Weis & Tinius, 1991). Pertama kali Summa diterbitkan, Pacioli telah

mengajar matematika di beberapa universitas selama lebih dari 30 tahun (Sangster et al.,

2007). Pacioli dianugerahi gelar Bapak Akuntansi oleh para penggiat akuntansi modern

untuk jasanya mendokumentasikan DEB dan ADK.

Dari generasi ke generasi banyak penggiat ilmu pengetahuan (knowledge scholars)

mengagumi kehebatan DEB, diantaranya adalah sebagai berikut. Cayley (1894)

berpendapat bahwa DEB layak disejajarkan dengan rasio Euclid sebagai teori yang

sempurna. Senada dengan pendapat Cayley, di era modern Sangster (2018) berargumen

bahwa DEB dikembangkan berpijak pada Euclid. Childs (1895) menyatakan bahwa DEB

merupakan sistem yang indah, ilmu pengetahuan yang sesungguhnya. Hatfield (1924)

mengemukakan bahwa DEB menjadi alasan utama untuk memandang akuntansi sebagai

disiplin akademis. DEB merupakan satu dari beberapa prinsip yang tidak berubah selama

lebih dari 500 tahun dipraktikkan (Rabinowitz, 2009), dan membentuk pondasi dasar

akuntansi modern (Littleton, 1928; Edwards, 1960). Chambers (2000) menyatakan

bahwa DEB merupakan pengetahuan dasar di akuntansi modern. Yamey (1994)

menyimpulkan bahwa DEB telah sukses beradaptasi dan bertahan selama lebih dari 700

tahun.

Menggunakan perspektif kekinian, di awal abad ke-21 tokoh akademis terkemuka

menyarankan masyarakat akuntansi untuk memberi perhatian yang memadai terhadap

DEB. Sebagai penulis kedua, Fellingham (Demski, et al., 2002) menyatakan bahwa DEB

5
WARSONO, S. 2020. SWARSONO@UGM.AC.ID - RESEARCHGATE

merupakan pengetahuan inti akuntansi yang secara pervasif dibahas di matakuliah

Akuntansi Pengantar meskipun sayangnya tidak dikembangkan secara memadai di mata-

mata kuliah tingkat lanjutan. Selanjutnya Fellingham (2007) mengajak masyarakat

akuntansi untuk kembali mempelajari DEB jika ingin akuntansi menjadi disiplin

akademik yang memberi kontribusi signifikan di bidang-bidang keilmuan lainnya.

DEB merupakan prinsip dasar di akuntansi yang menegaskan bahwa pencatatan

harus melibatkan debit dan kredit secara seimbang, dari perspektif jumlah total moneter.

Dengan demikian, pencatatan akuntansi minimal harus melibatkan dua akun; satu akun di

debit dan satu akun di kredit. Pemahaman DEB ini dapat dikaitkan dengan persamaan

akuntansi. Setiap pencatatan harus memastikan bahwa keseimbangan persamaan

akuntansi selalu terjaga yang dipertahankan melalui pencatatan debit dan kredit dengan

total nilai moneter yang sama. Dengan demikian, ADK merupakan teknik yang

digunakan untuk menjaga agar keseimbangan persamaan akuntansi yang merupakan

perwujudan DEB dapat terjaga.

Merujuk pemaparan Pacioli, Hatfield (1914) menjelaskan DEB menggunakan

persamaan akuntansi sebagai ilustrasi. Persamaan akuntansi dasar dituliskan “Assets

(Debit) = Proprietorship (Kredit)”. Selain kedua kelompok akun tersebut, Hatfield

(1914) menambahkan dua kelompok elemen, yaitu Liabilitas dan Biaya. Liabilitas

dianggap sebagai pengurang aset sehingga berada di sisi berlawanan yaitu di kredit.

Sebaliknya, biaya berada di sisi debit karena merupakan pengurang kepemilikan. Lebih

lanjut, Paton (1917) memaparkan sejumlah argumen yang dipertimbangkan dapat

melengkapi penjelasan mengenai aturan dalam sistem akuntansi berpasangan. Adalah hal

penting untuk menjaga keseimbangan dari dua klasifikasi dasar, yaitu Properti dan

Ekuitas (Paton, 1917).

6
WARSONO, S. 2020. SWARSONO@UGM.AC.ID - RESEARCHGATE

Littleton (1928) menyatakan bahwa ADK tidak mengalami perubahan yang

signifikan hingga di era modern. Bahkan, hingga awal abad ke-21 ini, ADK tidak

mengalami perubahan. Perubahan hanya terjadi terkait dengan terminologi, yang awalnya

adalah” per” dan “a” di buku Summa, sekarang berubah menjadi “debit” dan “kredit”.

Sedangkan ADK terhadap masing-masing elemen Aset, Liabilitas, Ekuitas, Pendapatan,

dan Biaya tidak berubah sama sekali. Meskipun ADK sama dan identik dari waktu ke

waktu tetapi definisi debit dan kredit mengalami perubahan dari masa ke masa sehingga

di era modern ini terdapat keberagaman dalam memahami definisi debit dan kredit

(Warsono dan Hasanah, 2019).

Meskipun dikagumi dan berhasil bertahan ratusan tahun, hingga sekarang DEB

masih dianggap sebagai misteri (Littleton, 1928; Yamey, 1947, 1994; Gleeson-White,

2012; Waymire, 2012; Basu, 2012). Sebagian buku teks akuntansi modern (antara lain

Weygandt, Kimmel, & Kieso, 2011) menyertakan penjelasan mengenai ADK di bagian

awal pengantar akuntansi, serangkaian penjelasan tentang persamaan akuntansi, dan

pemanfaatan akun untuk penjurnalan. Sisi kiri akun dinamakan debit dan sisi kanan

disebut kredit, senada dengan penyebutan sisi kiri dan sisi kanan persamaan akuntansi.

Namun, di buku-buku teks akuntansi sejauh ini tidak mudah menemukan argumen yang

mendeskripsikan rasionalitas ADK, kecuali sekedar memaparkan ADK dalam

penjurnalan maupun terkait saldo akun.

Kesimpulannya, DEB dan ADK adalah warisan akuntansi yang merupakan salah

satu pondasi intelektual di akuntansi, dikagumi dari generasi ke generasi, dan diterapkan

secara berkelanjutan hingga sekarang. Sayangnya, sejauh ini, kehebatan DEB dan ADK

secara akademis tetap menjadi misteri karena masyarakat akuntansi modern masih belum

mampu menjelaskan argument yang mendasarinya secara logis.

7
WARSONO, S. 2020. SWARSONO@UGM.AC.ID - RESEARCHGATE

2.B. Teori Berlaku DEB dan ADK

Walaupun DEB tertulis di buku Summa yang didokumentasikan oleh Luca Pacioli

lebih dari 500 tahun lalu, tetapi Littleton (1928) menegaskan bahwa di buku Summa tidak

terdapat deskripsi yang menjelaskan tentang teori atau filosofi DEB. Hal ini diantaranya

menyebabkan masih muncul spekulasi tentang asal usul dan teori yang sesungguhnya

mendasari penggunaan DEB. Menariknya, literatur tentang teori DEB relatif jarang

dibahas di akuntansi (Williams, 1978). Brief (1982) secara khusus menuliskan kembali

empat penulis di abad kesembilanbelas yang membahas teori DEB. Selanjutnya,

beberapa penggiat akuntansi tertarik untuk menjelaskan teori DEB pada abad

keduapuluh. Setidaknya dua penulis menerbitkan tulisan yang terkait dengan teori DEB

di awal dan pertengahan abad keduapuluh. Pertama, William Andrew Paton (1917)

menerbitkan sebuah tulisan berjudul "Theory of the Double-Entry System" yang

dipublikasikan di Journal of Accountancy. Kedua, Karl Käfer (1966) menulis monograf

berjudul "Theory of Accounts in Double-Entry Bookkeeping.”

Teori DEB yang diusung Paton (1917) hingga sekarang masih terasa aplikasinya

sebagai pijakan berpikir dalam pengembangan akuntansi. Di awal tulisannya, Paton

(1917) menegaskan bahwa pencatatan (bookkeeping) dan akuntansi adalah hal yang tidak

identik tetapi kualitas akuntansi bergantung pada kualitas bookkeeping. Selanjutnya,

Paton (1917) berpendapat bahwa DEB dituangkan dalam persamaan akuntansi yang

terdiri dari sisi kiri, yaitu Properti atau Aset, dan sisi kanan, yaitu Ekuitas. Sisi kiri

persamaan terdiri dari item-item properti yang mencerminkan sumber daya sedangkan

sisi kanan terdiri dari ekuitas yang mencerminkan hak atau klaim terhadap properti

tersebut. Paton (1917) lebih lanjut menegaskan bahwa properti dan ekuitas harus selalu

seimbang karena keduanya menggunakan alat ukur yang sama, dan keduanya sebenarnya

mencerminkan hal yang sama, yaitu properti atau aset. Dengan demikian, teori yang

8
WARSONO, S. 2020. SWARSONO@UGM.AC.ID - RESEARCHGATE

dikembangkan Paton (1917) menggunakan bahasa Semantis dengan menempatkan

properti atau aset sebagai objek perhatian utama. Teori DEB yang dikembangkan Paton

dapat disebut sebagai Hukum Aset (law of assets). Meskipun ada beberapa alternatif teori

DEB yang ditawarkan tetapi Hukum Aset lebih banyak diterima di era modern ini. Hal

ini tercermin dalam pendefinisian elemen Liabilitas, Ekuitas, Biaya, dan Pendapatan

yang menggunakan aset sebagai titik awal, sebagaimana tertuang dalam standar

akuntansi keuangan.

Teori DEB yang digagas Paton (1917) digunakan dalam pengembangan kerangka

dasar oleh dewan standar akuntansi keuangan dalam menjelaskan laporan keuangan yang

disebut neraca atau laporan posisi keuangan (balance sheet or statement of financial

position). IASC (1989) menyatakan bahwa laporan posisi keuangan terdiri dari elemen

Aset, Liabilitas, dan Ekuitas tetapi tidak secara eksplisit menyebutkan rasionalitas

laporan posisi keuangan tersebut. Sementara itu, FASB (1978) menyatakan secara

eksplisit bahwa neraca menyajikan informasi keuangan tentang aset yang mencerminkan

sumber daya (resources) perusahaan dan klaim terhadap sumberdaya perusahaan. Berikut

ini kutipan kerangka dasar yang dihasilkan FASB (1978):

Financial reporting should provide information about the economic resources of an


enterprise, the claims to those resources (obligations of the enterprise to transfer resources
to other entities and owners' equity), .... (FASB – SFAC 1, 1978 Par. 40)

Menariknya, di tahun 2010 dewan standar akuntansi Amerika serikat dan dewan

standar akuntansi Internasional membuat pernyataan yang dapat dikategorikan sebagai

teori terkait dengan neraca dalam Conceptual Framework for Financial Reporting yang

merupakan produk Joint project (IASB, 2010; FASB, 2010) yang selanjutnya diadopsi

DSAK (2016. Par. 1.12) sebagai berikut:

9
WARSONO, S. 2020. SWARSONO@UGM.AC.ID - RESEARCHGATE

OB12. General purpose financial reports provide information about the financial position
of a reporting entity, which is information about the entity’s economic resources and the
claims against the reporting entity. (FASB – SFAC 8, 2010; IASB, 2010)

“Laporan keuangan bertujuan umum menyediakan informasi mengenai posisi keuangan


entitas pelapor, yang merupakan informasi mengenai sumber daya ekonomik entitas dan
klaim terhadap entitas pelapor.” (DSAK - Kerangka Konseptual Pelaporan Keuangan, 2016
Par. 1.12)

Sekilas, rasionalitas yang diajukan dewan standar di tahun 2010 (FASB, 2010)

tidak berbeda jauh dari rasionalitas yang dituangkan di kerangka dasar sebelumnya

(FASB, 1978). Namun, jika dicermati, rasionalitas yang digunakan dewan standar

keuangan (yaitu FASB, 2010) dapat diinterpretasikan sangat berbeda dari yang

sebelumnya (yaitu FASB, 1978). Hal ini diperkuat pernyataan di Basic for Conclusions

in Chapter 1 sebagai berikut:

BC1.33 In discussing the financial position of an entity, the Exposure Draft referred to
economic resources and claims on them. The chapter uses the phrase economic resources
of the reporting entity and the claims against the reporting entity (see paragraph OB12).
The reason for the change is that, in many cases, claims against an entity are not claims
on specific resources. In addition, many claims will be satisfied using resources that will
result from future net cash inflows. Thus, while all claims are claims against the entity, not
all are claims against the entity’s existing resources. (FASB – SFAC 8, 2010)

Pernyataan di atas menunjukkan bahwa FASB (2010) dan IASB (2010)

mengajukan alternatif teori DEB yang, sadar atau tidak sadar, menafikan keberadaan

persamaan akuntansi sebagai persamaan matematika. Pernyataan teori DEB yang

diusung dewan standar keuangan FASB dan IASB di atas memperkuat tuntutan perlunya

analisis lebih lanjut terhadap teori DEB yang berlaku saat ini.

Selanjutnya, Paton (1917) juga menyajikan rasionalitas penerapan ADK.

Terminologi debit dan kredit memiliki beragam definisi dari waktu ke waktu. Dalam

10
WARSONO, S. 2020. SWARSONO@UGM.AC.ID - RESEARCHGATE

Particularis De Computis et Scripturis, istilah "per” digunakan untuk menunjukkan debit

dan “a” untuk menunjukkan kredit" (Littleton, 1928). Sampai pertengahan abad

keduapuluh, beberapa akademisi akuntansi berpendapat bahwa terminologi "debit" dan

"kredit" berasal dari bahasa Latin debere (berutang) dan credere (mempercayakan),

untuk menggambarkan pasangan dari suatu transaksi akuntansi. Butterbaugh (1945)

menyatakan bahwa "per" menunjukkan debore atau debitur, dengan "dee dare" sebagai

bagian "wajib memberi" dari pencatatan. "a" mewakili kreditore atau kreditur, dengan

"dee havere" sebagai bagian "wajib memiliki" pencatatan. Geijsbeek (1914) berpendapat

bahwa penggunaan terminologi debit dan kredit menyebabkan kebingungan.

Personifikasi definisi debit dan kredit menjadikan pencatatan membingungkan

pembelajar akuntansi.

Paton (1917) menjelaskan bahwa menghubungkan terminologi debit dan kredit

dengan debitur dan kreditur menyebabkan kebingungan. Hatfield (1914) mencatat bahwa

"debit" berarti kiri, sedangkan "kredit" berarti kanan, sebuah konsep yang juga

ditekankan oleh Paton (1917), meskipun yang terakhir merekomendasikan bahwa definisi

debit (kiri) dan kredit (kanan) harus dilihat dari perspektif buku catatan yang digunakan

untuk merekam, bukan dari perspektif pemilik atau pengguna laporan.

Paton (1917) juga menegaskan bahwa teori "properti sama dengan ekuitas," dapat

dituliskan dalam persamaan aljabar "Properti = Ekuitas." Paton (1917) mencatat bahwa

penyajian transaksi debit dan kredit di sebelah kiri dan kanan sisi persamaan akuntansi

mengacu pada persamaan aljabar yang umumnya dikenal sebagai persamaan akuntansi

dasar. Lebih lanjut, Paton (1917) berpendapat bahwa ADK berlandas pada persamaan

akuntansi dasar yang menempatkan "Properti" di sisi kiri dan "Ekuitas" di sisi kanan. Jika

persamaan akuntansi dasar menempatkan "Ekuitas" di sebelah kiri dan "Properti" di

sebelah kanan, maka ADK menjadi terbalik. Oleh karena itu, definisi "debit" dan "kredit"

11
WARSONO, S. 2020. SWARSONO@UGM.AC.ID - RESEARCHGATE

sebagai "kiri" dan "kanan" berhubungan erat dengan persamaan akuntansi sebagai

persamaan aljabar.

Paton (1917) menjelaskan bahwa ADK adalah "custom" (p. 14), "conventional

terms" (p. 25, dalam Hatfield, 1909) atau "arbitrary" (p. 25) karena persamaan akuntansi

dasar. Selanjutnya, Paton (1917) menyatakan bahwa ADK digunakan dalam pencatatan

karena kerapian & efisiensi, untuk menghindari ketidaknyamanan pengurangan, dan

untuk melestarikan angka original. Argumen tersebut memprioritaskan aspek kepraktisan

daripada aspek realita yang harus digunakan dalam pengembangan teori.

3. Metode Riset

Penelitian teoritis ini menggunakan metode Grounded theory berbasis matematika

sebagai batu pijakan untuk menganalisis teori berlaku dan mengusulkan teori usulan

DEB dan ADK. Setidak-tidaknya, terdapat lima argumen yang mendukung penggunaan

metode riset Grounded Theory berbasis matematika dalam analisis dan pengembangan

teori DEB dan ADK. Pertama, DEB dan ADK terekam secara akademik di Summa

sebagai buku matematika yang didokumentasikan oleh seorang profesor matematika di

tahun 1494 (Sangster et al, 2007). Sejak kehadiran buku Summa, DEB dan ADK

mendapat perhatian dan apresiasi dari banyak ahli matematika baik yang sukses maupun

gagal dalam menuliskan DEB (Hatfield, 1924). Salah satu tokoh matematika adalah

Arthur Cayley (1821 – 1895) yang merupakan Sadlerian profesor of pure mathematics in

the University of Cambridge. Cayley (1894) menyatakan dalam buku yang berjudul The

Principles of Book-keeping by Double Entry (selanjutnya disebut The Principles) sebagai

berikut “The Principles of Book-keeping by Double Entry constitute a theory which is

mathematically by no means uninteresting: it is in fact like Euclid's theory of ratios an

absolutely perfect one, and it is only its extreme simplicity which prevents it from being

12
WARSONO, S. 2020. SWARSONO@UGM.AC.ID - RESEARCHGATE

as interesting as it would otherwise be.” Hatfield (1924) menyatakan bahwa Cayley

berputar haluan dari menekuni matematika dalam tempo yang cukup lama untuk

menuliskan The Principles yang terkenal menjelang akhir hayatnya. Di akhir abad ke-20

dan awal ke-21, Ellerman menuliskan DEB. Ellerman (1985; 1986; 2014) mencoba

menjelaskan DEB dari perspektif matematika dan mempublikasikannya di jurnal

matematika maupun jurnal akuntansi.

Kedua, matematika merupakan ilmu tentang realita yang merupakan objek utama

dalam pengembangan teori. Persamaan matematika 20 x 10 = 200 tidak semata-mata

merupakan kesepakatan ataupun simbol yang dibuat manusia. Persamaan tersebut

sesungguhnya mencerminkan fakta bahwa jika terdapat 20 kantong yang setiap

kantongnya berisi 10 jeruk maka realita menunjukkan bahwa totalnya terdapat 200 jeruk.

Demikian juga, hukum Pythagoras yang sering dihafalkan oleh pembelajar non-

matematika sesungguhnya dapat dibuktikan dengan memanfaatkan tiga bujursangkar

(lihat https://www.mathsisfun.com/pythagoras.html). Bahkan, metodologi riset yang

disebut Grounded theory menggunakan prinsip yang berpijak pada matematika meskipun

metode tersebut diberi label metoda kualitatif (Warsono, 2018a). Sebagai pencetus awal

Grounded Theory, Glaser & Straus (1967) menerapkan metode yang disebut

perbandingan atau komparasi konstan (constant comparative method). Perbandingan

adalah properti yang dimiliki matematika untuk mengidentifikasi kondisi lebih banyak

atau lebih sedikit.

Ketiga, matematika dapat memberikan solusi manjur, sekaligus mengungkapkan

realita yang tidak mudah dikenali sebelumnya. Berikut ini ilustrasi yang dapat

menjelaskan keluar-biasaan matematika.

Terdapat 8 (delapan) berlian yang memiliki kesamaan warna, bentuk, dan


karakteristik lainnya. Satu (1) dari delapan (8) berlian tersebut memiliki berat yang
lebih besar. Untuk mengidentifikasi berlian yang paling berat, seseorang harus

13
WARSONO, S. 2020. SWARSONO@UGM.AC.ID - RESEARCHGATE

menggunakan alat timbang khusus untuk menimbang berlian, dan penimbangan


hanya dapat dilakukan 2 (dua) kali saja. Tuan PANENAMAL (sering dipanggil
sebagai Tuan SUBUR) diminta menentukan berlian yang paling berat. Individu
lazimnya memilih satu dari dua cara sebagai berikut.

Cara pertama: Mengidentifikasi berlian dengan ”melanggar” ketentuan tentang Jenis


Alat timbang. Individu meletakkan 4 berlian di timbangan kiri dan 4 berlian lainnya
di kanan. Anggaplah timbangan di sisi kiri lebih berat, maka 4 berlian tersebut
diletakkan 2 di timbangan kiri dan 2 di sisi kanan. Anggaplah, timbangan sisi kanan
lebih berat maka individu dihadapkan pada pilihan 2 berlian. Oleh karena sudah
tidak dapat dilakukan penimbangan lagi maka individu menggunakan intuisi atau
menggunakan tangan sebagai timbangan dalam menentukan berlian yang paling
berat.

Cara kedua: Mengidentifikasi berlian dengan ”melanggar” ketentuan tentang Jumlah


penimbangan yang diperbolehkan. Karena dirasa tidak mungkin menyelesaikan
masalah dengan hanya menggunakan 2 kali penimbangan maka individu meminta
jumlah penimbangan ditambah menjadi 3.

Kedua cara di atas kadangkala dianggap dapat menyelesaikan permasalahan yang

ada. Individu yang terkena rasionalitas terbelenggu (bounded rationality) secara

emosional akan cenderung berani mengambil risiko bahwa keputusannya bisa salah,

atau mengganggap bahwa ketentuan yang membatasi jumlah penimbangan merupakan

ketentuan salah sehingga layak untuk dilanggar. Sebenarnya terdapat cara ketiga sebagai

solusi riil tanpa harus ”melanggar” ketentuan berlaku.

Cara ketiga (Solusi): Solusi yang dilakukan adalah dengan meletakkan 3 berlian di
sisi kiri dan 3 berlian di sisi kanan timbangan. Jika kedua sisi seimbang maka berlian
yang paling berat dapat dipastikan ada di 2 berlian yang tidak ditimbang yang mana
pada timbangan yang kedua sudah dapat diketahui berlian yang lebih berat. Pada
kondisi lainnya, jika sisi kiri yang lebih berat, maka timbangan kedua dilakukan
dengan meletakkan 1 berlian di kiri timbangan dan 1 berlian di sisi kanan dari 3
berlian yang ada di timbangan sisi kiri tersebut. Jika salah satu sisi lebih berat maka
penimbang dapat mengetahui berlian yang paling berat. Jika sisi kiri dan sisi kanan
timbangan beratnya sama/seimbang maka 1 berlian yang tidak ditimbang itulah yang
merupakan berlian paling berat. Dengan cara tersebut, penggunaan matematika dapat
secara manjur menyelesaikan masalah, dan mengungkap adanya realita yang dapat
terjadi.

14
WARSONO, S. 2020. SWARSONO@UGM.AC.ID - RESEARCHGATE

Menariknya, matematika merupakan ilmu pengetahuan yang andal, relevan dan berlaku

konsisten dari waktu ke waktu. Oleh karenanya, banyak teori di ilmu Eksakta

menuliskan teori dalam bentuk persamaan matematika, seperti misalnya Hukum

Gravitasi, Hukum Energi, dan Hukum Archimedes.

Keempat, Committee on Accounting Theory Construction and Verification

(selanjutnya disebut Committee) mengakui keberadaan matematika dalam pengembangan

teori. Committee (1971) menyebutkan ada tiga bahasa yang lazim digunakan untuk

pengembangan teori, yaitu bahasa Sintaktis (syntactics language), bahasa Semantis

(semantics language), dan bahasa Pragmatis (pragmatics language). Selanjutnya,

Committee (1971) menjelaskan karakteristik masing-masing bahasa teori tersebut.

Bahasa Sintaktis menghasilkan pernyataan ilmiah atau teori yang pada dasarnya

menghubungkan antar sinyal atau tanda. Committee (1971) berpendapat bahwa sinyal

tidak harus empiris, tidak harus dapat diobservasi. Committee menyatakan bahwa bahasa

Sintaktis lazim menggunakan matematika atau logika. Committee (1971) mencontohkan

bahasa Sintaktis sebagai berikut: “limabelas adalah seperdua dari tigapuluh.”

Selanjutnya, Bahasa Semantis menghasilkan pernyataan ilmiah atau teori yang

menghubungkan antara sinyal dan objek atau peristiwa. Berbeda dari bahasa Sintaktis

yang memfokuskan pada sinyal atau tanda, bahasa Semantis lebih berpijak pada hasil

observasi, empiris yang bisa dilihat. Committee (1971) mengilustrasikan bahasa Semantis

sebagai berikut “John adalah seorang sarjana.” Bahasa ketiga adalah bahasa Pragmatis,

yang menghasilkan pernyataan ilmiah atau teori yang menghubungkan antara objek dan

objek lainnya. Committee (1971) berpendapat bahwa penggunaan bahasa Pragmatis

memungkinkan setiap orang memiliki pemahaman yang berbeda. Dari tiga bahasa di

atas, jika disusun secara hirarkis maka bahasa Sintaktis menempati tingkatan paling

15
WARSONO, S. 2020. SWARSONO@UGM.AC.ID - RESEARCHGATE

tinggi, diikuti dengan bahasa Semantis, dan paling bawah adalah bahasa Pragmatis

(Warsono, 2019).

Kelima, matematika merupakan bahasa universal dalam berkomunikasi. Fakta

menunjukkan bahwa bahasa huruf berubah-ubah dinamis mengikuti perkembangan

zaman. Sebagai contoh di Indonesia, beberapa puluh tahun lalu huruf “OE” digunakan

untuk menuliskan huruf “U” di era sekarang, huruf “TJ” untuk menuliskan huruf “C”,

dan huruf “J” untuk menuliskan huruf “Y”. Perubahan ini di satu sisi bisa dilihat sebagai

upaya perkembangan. Namun demikian, perubahan ini menjadikan naskah-naskah tempo

dulu tidak mudah dipahami oleh generasi sekarang. Hal tersebut berkebalikan dengan

bahasa matematika yang selalu digunakan konsisten. Ribuan tahun lalu persamaan

matematika “30 + X = 40” akan menghasilkan nilai X samadengan 10, dan hal tersebut

juga tetap berlaku hingga sekarang atau bahkan di masa datang, sepanjang manusia

menggunakan desimal (bilangan sepuluh) dalam perhitungannya. Menariknya,

penggunaan desimal berpeluang dapat bertahan lama karena realita menunjukkan bahwa

jari tangan dan kaki manusia normal berjumlah 10.

Kesimpulannya, penggunaan metode riset berbasis matematika tidak menuntut

ketersediaan data empiris sebagai pembuktian karena matematika sendiri telah

mencerminkan realita. Dengan demikian, metode riset Grounded Theory berbasis

matematika sesungguhnya adalah riset yang berpijak pada realita.

4. Hasil dan Pembahasan

Jika dicermati, teori DEB yang dikembangkan Paton (1917) pada dasarnya

menggunakan bahasa Semantis karena teori tersebut berpijak pada objek tertentu, dalam

hal ini adalah aset atau properti. Bahasa Semantis lazim digunakan untuk memperjelas

atau mengoperasionalkan bahasa Sintaktis. Bahasa Semantis menggunakan objek tertentu

16
WARSONO, S. 2020. SWARSONO@UGM.AC.ID - RESEARCHGATE

yang dapat diobservasi secara empiris. Menggunakan bahasa Semantis, setiap individu

dapat membuktikan adanya realita bahwa tigapuluh jeruk yang dibagi menjadi dua

bagian maka keduanya akan terdiri dari limabelas jeruk. Namun demikian, penggunaan

bahasa Semantis memiliki risiko bahwa objek yang diobservasi tidak sepenuhnya

memenuhi kriteria yang dimaksudkan. Misalnya, jika dari 30 jeruk ada dua jeruk yang

busuk dan harus dibuang maka pengelompokan masing-masing menjadi 14, tidak lagi 15.

Selanjutnya, Paton (1917) mengajukan rasionalitas ADK berbasis bahasa

Pragmatis, bahwa ADK digunakan semata-mata karena pertimbangan kepraktisan, yaitu

agar rapi dan efisien. Sebagaimana telah ditengarai oleh Committee (1971) bahwa bahasa

Pragmatis memungkinkan adanya perbedaan yang tidak mudah diselesaikan. Rapi atau

efisien menurut pendapat individu tertentu, tidak selalu juga rapi dan efisien menurut

pendapat individu lainnya. Sebagian individu berpendapat bahwa penggunaan

mekanisme tambah dan kurang (+ dan -) lebih mudah dibanding penerapan ADK.

Dalam rangka meninjau ulang teori DEB yang dikembangkan menggunakan

bahasa Semantis dan rasionalitas ADK yang menggunakan bahasa Pragmatis, dua

langkah yang harus dilakukan. Langkah pertama, mengidentifikasi keterbatasan dan/atau

anomali yang berlangsung di teori DEB dan ADK yang berlaku. Langkah kedua,

mengusulkan teori DEB dan ADK yang dikembangkan menggunakan bahasa Sintaktis

sebagai bahasa tertinggi dalam pengembangan teori. Berikut ini beberapa keterbatasan

yang dapat diidentifikasi akibat penggunaan teori DEB (yaitu, sumberdaya samadengan

klaim terhadap sumberdaya, Paton 1917) yang dikembangkan berbasis bahasa Semantis

dan penggunaan rasionalitas ADK yang dikembangkan berbasis bahasa Pragmatis.

Keterbatasan utama teori berlaku DEB adalah ia berfokus pada aset. Sebagai

perwujudannya, dewan standar akuntansi keuangan mendefinisikan elemen-elemen lain

di laporan keuangan mengacu pada aset. Chambers (1999; 2005) mengingatkan bahwa

17
WARSONO, S. 2020. SWARSONO@UGM.AC.ID - RESEARCHGATE

sesuatu yang terlihat tidak selalu merupakan kebenaran. Manusia membutuhkan udara

meskipun ia tidak dapat melihat udara dengan mudah. Demikian pula, manusia terdiri

dari jiwa dan raga yang mana manusia tidak dapat melihat jiwanya sendiri atau jiwa

orang lain. Sesuatu yang tidak dapat dilihat tersebut justru merupakan komponen utama.

Sebagai contoh, manusia tidak lagi disebut manusia jika jiwanya meninggalkan raga

selamanya. Sebaliknya, meskipun beberapa individu tidak mempunyai sebagian raganya,

tetapi dia tetap disebut manusia sepanjang jiwanya masih menyatu dalam raga. Dengan

kata lain, penggiat akuntansi (accounting scholars) harus berupaya mengidentifikasi

realita dengan sebaik-baiknya, bukan sebatas fakta empiris yang dapat ditemu-kenali

dengan mudah.

Keterbatasan kedua, teori berlaku DEB tidak dapat menjawab konsisten atas

persamaan akuntansi turunan. Persamaan akuntansi dasar (selanjutnya disebut PAD)

dituliskan “Aset = Liabilitas + Ekuitas” dengan rasionalitas total moneter sumberdaya

harus selalu samadengan klaim terhadap sumberdaya. Selanjutnya, PAD dikembangkan

menjadi persamaan akuntansi ekstensi (selanjutnya disebut PAE) yang dituliskan “Aset =

Liabilitas + Ekuitas + (Pendapatan – Biaya)”. Meskipun PAE merupakan persamaan

turunan dari PAD tetapi rasionalitas yang digunakan menjelaskan PAD tidak dapat

digunakan untuk menjelaskan PAE karena elemen Biaya tidak mencerminkan klaim

terhadap sumberdaya.

Sementara itu, keterbatasan rasionalitas ADK yang dikembangkan berbasis bahasa

Pragmatis adalah adanya hal yang tidak mudah diterima akal bahwa sebuah aturan buatan

manusia dapat bertahan tidak mengalami perubahan lebih dari setengah milenium. Yang

terjadi di realita justru aturan buatan manusia selalu berubah-ubah mengikuti dinamika

kehidupan. Keterbatasan selanjutnya, tidak mudah menemukan jawaban yang dapat

diterima logika atas pertanyaan yang terkait dengan ADK, misalnya, mengapa ADK

18
WARSONO, S. 2020. SWARSONO@UGM.AC.ID - RESEARCHGATE

untuk elemen Biaya dan Aset sama dan identik padahal kedua elemen tersebut bertolak

belakang?

Setelah mengidentifikasi keterbatasan atau anomali teori berlaku DEB dan ADK,

tantangan yang muncul adalah pengajuan teori usulan DEB dan ADK yang berpijak

kokoh pada bahasa Sintaktis. Teori usulan DEB di tulisan ini disebut “Law of Funds”

atau Hukum Dana. Pengembangan Hukum Dana berdasarkan dua prinsip, yang juga

digunakan Paton (1917) dalam pengembangan teori DEB. Prinsip pertama, teori harus

dikembangkan berdasarkan fakta yang merupakan realita (Warsono, 2017a), di mana

sesuatu tersebut diyakini keberadaannya secara universal. Sinyal atau tanda dapat

dikenali atau dirasakan keberadaannya dalam banyak situasi meskipun tidak selalu

mudah dilihat. Prinsip kedua, teori harus berfokus pada satu (1) realita yang selanjutnya

dapat dikelompokkan ke dalam dua dimensi (Paton, 1917). Realita yang menjadi pusat

perhatian di Hukum Dana adalah realita tentang dana (funds). Per definisi, Finney (1921,

dalam Carson, 1949) menyatakan bahwa dana (funds) meliputi segala sesuatu yang

memiliki nilai, tidak semata berupa sumberdaya atau aset. Seperti halnya udara dan jiwa

yang tidak mudah diobservasi, dana merupakan sinyal atau tanda terkait dengan sesuatu.

Hukum Dana dapat dinyatakan sebagai berikut “Total moneter bentuk penggunaan

dana harus selalu samadengan total moneter sumber pemerolehan dana.” (Warsono,

2017a). Hukum Dana di atas bersifat abstrak dan fleksibel, tetapi tetap berpijak pada

realita bahwa penggunaan dana selalu samadengan sumber pemerolehannya. Sebagai

gambaran, entitas menerima dana dari pemilik (merefleksikan sumber pemerolehan dana)

sejumlah Rp1.000.000 dalam bentuk tunai (merefleksikan penggunaan dana). Dengan

demikian, Hukum Dana memenuhi dua prinsip pengembangan teori seperti yang

digunakan oleh Paton (1917), karena Hukum Dana didasarkan pada fakta yang

merupakan realita, dan berfokus pada satu sinyal atau tanda — yaitu dana — yang

19
WARSONO, S. 2020. SWARSONO@UGM.AC.ID - RESEARCHGATE

selanjutnya dikelompokkan menjadi dua dimensi, yaitu bentuk penggunaan dana dan

sumber pemerolehan dana.

Selanjutnya, teori ini dituliskan secara matematika “di sisi kiri persamaan adalah

Aset yang mencerminkan bentuk penggunaan dana, dan di sisi kanan adalah Liabilitas

dan Ekuitas yang mencerminkan sumber-sumber pemerolehan dana.” Gambar 1 berikut

ini adalah Hukum Dana yang dituangkan dalam persamaan aljabar.

PENGGUNAAN DANA = PEMEROLEHAN DANA


ASET = LIABILITAS + EKUITAS

Gambar 1. Persamaan Matematika Hukum Dana

Keseimbangan Hukum Dana yang disajikan dalam format persamaan aljabar harus

selalu berlaku, sama seperti halnya Paton (1917) mensyaratkan keseimbangan “Properti

= Ekuitas.” Dengan demikian, analisis dan pencatatan akuntansi untuk setiap transaksi

harus selalu menjaga keseimbangan itu. Jika terjadi ketidakseimbangan, pasti ada

kesalahan dalam pencatatan. Prinsip keseimbangan ini juga berfungsi sebagai kontrol

dasar dalam proses akuntansi (Kirkegaard, 1996).

Analisis transaksi selalu mengarah pada setidaknya dua macam perubahan sebagai

pasangan. Jika perubahan terjadi di sisi sama persamaan akuntansi (misal, Liabilitas dan

Ekuitas), maka jenis perubahan selalu bertentangan (penambahan berpasangan dengan

pengurangan). Sebaliknya, jika perubahan terjadi pada sisi berbeda persamaan akuntansi

(misal, Aset dan Liabilitas), maka jenis perubahan itu selalu sama (penambahan

berpasangan dengan penambahan, atau pengurangan berpasangan dengan pengurangan).

Prinsip tersebut pada dasarnya dilakukan untuk menjaga persamaan akuntansi yang

seimbang sebagai representasi Hukum Dana. Prinsip ini merupakan pengetahuan

fundamental akuntansi karena pencatatan berpasangan telah diterapkan setidaknya 525

20
WARSONO, S. 2020. SWARSONO@UGM.AC.ID - RESEARCHGATE

tahun, dan masih akan berlanjut digunakan di masa depan. Secara teknis, pencatatan

berpasangan diwujudkan melalui penerapan mekanisme debit kredit atau lazim disebut

ADK. Dengan demikian, ADK merefleksikan implementasi teknis pencatatan

berpasangan.

Berbeda dari pengembangan Hukum Aset atau Hukum Properti yang menggunakan

bahasa Semantik, pengembangan Hukum Dana menggunakan bahasa Sintaksis yang

berfokus pada dana sebagai sinyal atau tanda. Terminologi "dana" lebih abstrak dan

fleksibel daripada aset. Dengan demikian, Hukum Dana lebih tepat mencerminkan sinyal

atau tanda. Aset adalah salah satu bentuk dana yang masih memiliki nilai manfaat. Selain

aset, dana juga berbentuk sesuatu yang telah dikonsumsi manfaatnya, lazim disebut

Biaya (expenses). Perbedaan lain, Hukum Aset menghubungkan antara objek dan tanda

(dalam hal ini adalah aset sebagai objek dan klaim sebagai tanda/sinyal), sedangkan

Hukum Dana menghubungkan dua tanda yang berlawanan tetapi saling melengkapi,

yaitu penggunaan dana dan sumber pemerolehan dana. Menggunakan Hukum Dana, PAE

dituliskan “Aset + Biaya = Liabilitas + Ekuitas + Pendapatan.”

Penggunaan bahasa Pragmatis dalam pengembangan teori ADK memunculkan bera

gam argumen terkait dengan ADK, dan munculnya variasi pemahaman pembelajar akunt

ansi terkait dengan definisi debit dan kredit (Warsono & Hasanah, 2019). Selanjutnya, pe

nggunaan bahasa Pragmatis dalam menjelaskan ADK memiliki efek yang signifikan,

karena sebagian besar buku teks akuntansi modern mengganggap ADK sebatas sebagai

“custom” (Kieso et al., 2011), “rules” (Warren, et al., 2014), “arbitrary” (Anthony et al.,

2007), atau “rules of thumb” (Williams et al., 2005). Selain itu, beberapa peneliti

mengklaim ADK hanyalah bagian dari kosa-kata akuntansi (Wallace, 1997), sekadar

bahasa (Pincus, 1997a), atau tidak lebih dari plus dan minus (Ingram, 1998).

21
WARSONO, S. 2020. SWARSONO@UGM.AC.ID - RESEARCHGATE

Tidak adanya teori atau rasionalitas yang kuat untuk ADK juga menimbulkan perde

batan tentang relevansi pembelajaran ADK di mata-kuliah Akuntansi pengantar. Wanda

A. Wallace (1997), sebagai editor di jurnal Issues in Accounting Education, mengangkat

topik terkait arti penting ADK di pendidikan akuntansi. Sebagai tanggapan, Pincus

(1997a; 1997b) menyatakan bahwa fokus pada ADK sebagai esensi dari mata-kuliah

Akuntansi pengantar telah memunculkan pengorbanan yang signifikan, antara lain

menjadikan pembelajar potensial tidak tertarik belajar akuntansi, menimbulkan

kesalahpahaman tentang peran akuntansi dalam masyarakat, dan mendorong

perkembangan pola pikir yang salah terkait dengan mata-kuliah akuntansi lanjutan

maupun di dunia kerja. Selanjutnya, Pincus (1997a; 1997b) berpendapat bahwa fokus

pada ADK di mata-kuliah Akuntansi pengantar tidak mencapai manfaat yang diharapkan

karena pembelajaran ADK menjadikan mahasiswa cenderung untuk menghafal, daripada

memahami ADK. Sebaliknya, Vangermeersch (1997a; 1997b) merekomendasikan

pendidik akuntansi untuk merenungkan secara mendalam sebelum menghilangkan

pengajaran ADK di mata-kuliah Akuntansi pengantar. Vangermeersch (1997a; 1997b)

mengingatkan kembali bahwa ADK telah terbukti dapat bertahan dari perubahan-

perubahan teknologi, dan mahasiswa akuntansi yang tidak memiliki pengetahuan kuat

tentang ilmu dasar akuntansi berpotensi menyediakan jasa informasi akuntansi yang

buruk. Kesimpulannya, hingga sekarang perdebatan arti penting pengajaran ADK di

mata-kuliah Akuntansi pengantar belum dapat diselesaikan secara tuntas.

Beberapa penggiat ilmu telah mempelajari ADK dari perspektif matematika. Peters

& Emery (1978) percaya bahwa pada saat ADK dikembangkan, matematikawan tidak

menerima konsep bilangan negatif, yang mengarah pada gagasan penerapan ADK.

Namun, Scorgie (1989) berpendapat bahwa klaim Peters dan Emery tidak didukung oleh

bukti, dan menunjukkan bahwa angka negatif diakui sebelum publikasi Summa. Ellerman

22
WARSONO, S. 2020. SWARSONO@UGM.AC.ID - RESEARCHGATE

(1985; 1986; 2014) mengasumsikan ada Grup Pacioli yang beroperasi semata-mata

dengan angka non-negatif, dan menggunakan model aljabar yang diformulasikan pada

abad kesembilanbelas untuk mendeskripsikan rasionalitas ADK yang dikembangkan di

akhir abad kelimabelas. Namun, sejauh ini penggiat akuntansi belum menerima

penjelasan secara rasional teori ADK.

Pada dasarnya, ADK digunakan untuk mewakili peningkatan (penambahan) dan

penurunan (pengurangan) elemen-elemen di persamaan akuntansi. Namun demikian,

adalah tidak tepat untuk menyimpulkan bahwa terminologi debit selalu menandakan

peningkatan (penambahan atau plus), atau terminologi kredit selalu menandakan

penurunan (pengurangan atau minus), karena ADK bergantung pada posisi elemen-

elemen dalam persamaan akuntansi. Misalnya, kenaikan & penurunan elemen aset dan

biaya dicatat (dalam setiap kasus dengan angka positif) masing-masing sebagai debit (sisi

kiri) & kredit (sisi kanan). Demikian pula, kenaikan & penurunan elemen liabilitas,

ekuitas dan pendapatan dicatat (dalam setiap kasus dengan angka positif) masing-masing

sebagai kredit (sisi kanan) & debit (sisi kiri).

Upaya untuk menjaga keseimbangan persamaan dapat dibangun dengan

menggunakan simbol "penambahan/plus" dan "pengurangan/minus" (Ingram, 1998).

Mengapa akuntansi melakukan pencatatan menggunakan ADK, bukannya “penambahan

dan pengurangan”? Hal ini dilakukan karena akuntansi menggunakan satuan moneter

sebagai satuan pengukuran, dan satuan moneter selalu positif bagi seseorang (Warsono,

2015a; 2015b). Nilai moneter tidak pernah ada nilai negatif karena fungsi utama uang

adalah menyimpan nilai. Littleton (1927) dan Edwards (1960) mengkonfirmasi bahwa

satuan moneter adalah salah satu faktor yang mendorong pengembangan pembukuan

entri ganda. Akibatnya, penggunaan angka negatif untuk mencerminkan informasi

keuangan benar-benar dilarang, yang mencegah penggunaan aturan "penambahan/plus"

23
WARSONO, S. 2020. SWARSONO@UGM.AC.ID - RESEARCHGATE

dan "pengurangan/minus" di akuntansi. Selain itu, aturan tambah-kurang juga tidak dapat

digunakan sebagai alat kontrol, karena ada kemungkinan bahwa transaksi yang dicatat

dapat meningkatkan (plus) atau menurunkan (minus) semua perubahan elemen/akun.

Realita di atas menuntut inisiator DEB untuk menyelesaikannya dengan

menerapkan ADK. Inisiator awal DEB mencatat penurunan nilai moneter melalui ide

menggunakan dua sisi (kiri dan kanan, atau debit dan kredit) dan memindahkan apa yang

menjadi angka negatif di satu sisi ke sisi lain, di mana itu positif. Menggunakan aturan

ini, penurunan nilai moneter dapat diwakili oleh angka positif yang menyiratkan

penurunan, berdasarkan sisi di mana ia ditempatkan. Teknik ini pada dasarnya adalah

teknik matematika.

5. Kesimpulan, Keterbatasan, dan Saran

Lebih dari setengah millennium lalu akuntansi telah memiliki warisan ilmu

pengetahuan yang dikenal dengan Double Entry Bookkeeping (DEB) dan Aturan Debit

Kredit (ADK). Kedua warisan pengetahuan tersebut tercatat secara akademik di Summa

yang merupakan buku Matematika yang didokumentasi Luca Pacioli sebagai profesor

matematika. Dari waktu ke waktu kedua warisan tersebut terbukti andal, digunakan

secara berkelanjutan, dan dikagumi para penggiat pengetahuan, terutama ilmu

matematika, dari generasi ke generasi hingga sekarang. Sayangnya, tidak terdapat teori

atau filosofi yang menjelaskan kedua warisan luar-biasa tersebut. Pada gilirannya,

ketiadaan tersebut menyebabkan teori dan rasionalitas DEB dan ADK mengalami

perubahan yang tidak mudah disebut sebagai perkembangan yang sesungguhnya.

Dari generasi ke generasi, tidak banyak penggiat akuntansi menawarkan teori DEB

dan ADK. Paton (1917) mengajukan teori DEB yang dapat disebut Hukum Aset atau

Hukum Properti. Paton menyatakan bahwa sisi kiri persamaan akuntansi

24
WARSONO, S. 2020. SWARSONO@UGM.AC.ID - RESEARCHGATE

merepresentasikan asset sebagai sumberdaya, sedangkan sisi kanan merepresentasikan

ekuitas yang mencerminkan klaim terhadap aset. Pernyataan teori tersebut selanjutnya

dituliskan dalam bentuk persamaan aljabar. Teori yang dikembangkan Paton ini juga

digunakan di era modern ini. Sebagai produk Joint Project, akhir-akhir ini dewan

standar akuntansi keuangan menyajikan teori DEB terkait dengan neraca atau laporan

posisi keuangan. Kedua dewan, sadar atau tidak sadar, menafikan keberadaan persamaan

akuntansi karena pernyataan teori DEB yang dituliskan tidak melihat perlunya

keseimbangan antara elemen Aset dan elemen Liabilitas dan Ekuitas. Hal ini mungkin

terjadi karena teori Paton menggunakan bahasa Semantis dalam menjelaskan DEB

sehingga dewan standar akuntansi di awal abad keduapuluhsatu tidak lagi berfokus pada

aset tetapi lebih menitik-beratkan pada entitas sebagai objek yang ingin digambarkan.

Disamping anomali tersebut, beberapa anomali lain juga muncul, seperti misalnya teori

berlaku DEB hanya bisa digunakan menjelaskan persamaan akuntansi dasar (PAD) tetapi

tidak dapat digunakan menjelaskan persamaan akuntansi ekstensi (PAE) yang sebenarnya

kedua persamaan tersebut memiliki hubungan sangat kuat.

Tulisan ini mengajukan teori usulan yang disebut Hukum Dana. Teori usulan ini

dikembangkan menggunakan bahasa Sintaktis yang merupakan bahasa tertinggi dalam

pengembangan teori. Berbeda dari teori berlaku DEB yang memfokuskan pada aset atau

properti, Hukum Dana memfokuskan pada dana (funds) yang mencerminkan sinyal atau

tanda. Hukum Dana dikembangkan berpijak pada dua prinsip yang juga digunakan oleh

Paton (1917) dalam pengembangan teori Hukum Aset. Per definisi, dana adalah segala

sesuatu yang dapat diukur menggunakan satuan moneter. Dengan demikian, dari

perspektif Hukum Dana, fungsi dasar akuntansi adalah mencatat setiap terjadi perubahan

dana. Yang perlu digaris-bawahi, perubahan dana tidak selalu menyebabkan perubahan

aset. Perubahan dana dimungkinkan antara lain terjadi antara elemen Biaya dan

25
WARSONO, S. 2020. SWARSONO@UGM.AC.ID - RESEARCHGATE

Pendapatan, atau elemen Pendapatan dan Ekuitas, tanpa melibatkan elemen Aset sama

sekali. Selanjutnya, Hukum Dana dapat digunakan untuk menjelaskan persamaan

akuntansi dasar maupun persamaan akuntansi ekstensi yang dituliskan “Aset + Biaya =

Liabilitas + Ekuitas + Pendapatan”.

Selanjutnya, Paton (1917) menjelaskan rasionalitas ADK. Mengacu pada tulisan-

tulisan terdahulu, Paton berpendapat bahwa ADK digunakan semata karena

pertimbangan kerapian & efisiensi, untuk menghindari ketidaknyamanan pengurangan,

dan untuk melestarikan angka original. Selanjutnya buku teks akuntansi dewasa ini

menyatakan bahwa ADK digunakan karena “custom”, “rules”, “arbitrary”, atau “rules

of thumb” (Williams et al., 2007). Terjadinya keragaman argumentasi terkait dengan

ADK salah satunya dikarenakan Paton menggunakan bahasa Pragmatis yang pada

gilirannya, sebagaimana ditegaskan oleh Committee on Accounting Theory Construction

and Verification (1971), hal tersebut memunculkan persepsi yang berbeda-beda dari para

penggiat akuntansi dari generasi ke generasi.

Berbeda dari tulisan Paton yang menggunakan bahasa Pragmatis, tulisan ini

menggunakan bahasa Sintaktis dalam mengajukan teori atau rasionalitas usulan ADK.

Akuntansi menggunakan ADK, bukannya aturan tambah kurang, terutama karena

akuntansi menggunakan alat ukur nilai moneter yang tidak memiliki properti angka

negatif. Dalam rangka menyajikan perubahan dana yang bersifat pengurangan, inisiator

akuntansi menggunakan mekanisme matematika yang disebut “perubahan sisi”; angka

negatif (atau pengurangan) di sisi kiri/debit dipindah ke sisi kanan/kredit berubah

menjadi angka positif, dan sebaliknya. Mekanisme ini merupakan properti matematika,

yang di akuntansi lazim disebut ADK (uraian lebih kongkrit, baca Warsono, 2009; 2011;

2015a; 2017a; 2018b). Sebenarnya, beberapa penggiat ilmu telah mengingatkan bahwa

penulisan angka negatif tidak diperbolehkan di akuntansi. Paton (1917) menyatakan

26
WARSONO, S. 2020. SWARSONO@UGM.AC.ID - RESEARCHGATE

bahwa ADK digunakan untuk “menjaga originalitas angka”, Peters and Emery (1978)

menyatakan bahwa nilai negatif tidak berlaku di zaman Pacioli, dan Ellerman (1985;

1986; 2014) menggunakan Pacioli Group yang ditemukan di abad kesembilanbelas untuk

menjelaskan realita di akhir abad kelimabelas. Dengan premis bahwa matematika

menjelaskan realita yang terjadi, tulisan ini menguatkan rasionalitas ADK sebagaimana

diusulkan Warsono (2015a; 2015b) bahwa dari dulu hingga sekarang, tidak ada

penggunaan nilai moneter yang negatif karena nilai moneter fungsi utamanya adalah

penyimpan nilai.

Berikut ini dua keterbatasan terkait dengan teori yang diusulkan di tulisan ini.

Pembentukan teori tentang sesuatu dapat dianalogikan dengan pencarian kebenaran

sesungguhnya yang membutuhkan waktu sebagai pembuktian dan bersifat berlapis-lapis

atau banyak hirarkis. Saat ini tulisan ini mengungkap bahwa adanya lapisan atau hirarkis

yang lebih tinggi dari aset yang selama ini digunakan, yaitu dana. Di masa datang, sangat

dimungkinkan muncul teori yang lebih baik yang dapat menjelaskan DEB dan ADK.

Dengan demikian, teori Hukum Dana yang disajikan di artikel ini berpeluang

dikembangkan menjadi teori yang lebih baik. Keterbatasan kedua artikel ini, adalah

sebuah pasangan antara konseptual dan praktik. Tulisan ini lebih menyajikan dalam

tataran teoritis. Riset dalam tataran teknis seharusnya dilakukan untuk menguji

keberterimaan teori di masyarakat akuntansi.

Pengembangan teori DEB dan ADK menggunakan bahasa Sintaktis diharapkan

menjadi titik awal pengembangan akuntansi modern yang sejauh ini justru diperlakukan

sebagai ilmu sosial murni. Sebagai konsekuensi sebagai ilmu sosial murni, penggiat

akuntansi modern cenderung menempatkan aturan, prinsip, dan standar sebagai solusi

utama. Sayangnya, seperti telah diketahui bersama, standar sebagai representasi dari

aturan dan prinsip, selalu berubah-ubah secara dinamis. Bahkan, kadangkala standar telah

27
WARSONO, S. 2020. SWARSONO@UGM.AC.ID - RESEARCHGATE

berubah sebelum standar diperlakukan secara efektif. Konsekuensi lanjutannya, penggiat

akuntansi modern di satu sisi mengagumi DEB dan ADK tetapi di sisi lain justru

mengabaikan atau meninggalkan ilmu dasar, yaitu matematika, yang menjadi pijakan

dasar dalam pengembangan DEB dan ADK. Harapannya, pengembangan akuntansi

menyeimbangkan penggunaan ilmu matematika dan standar. Jika penggiat akuntansi

ingin menjadikan standar akuntansi keuangan terstandarisasi secara global, pemanfaatan

matematika sangat direkomendasikan. Matematika telah terbukti menjadikan ADK dapat

diterima secara global, bahkan tanpa harus ada standar yang mengatur.

DAFTAR PUSTAKA

Ball, R. (2008). What is the actual economic role of financial reporting? Accounting
Horizons, 22(4): 427-432.
Basu, S. (2012). How can accounting researchers become more innovative? Accounting
Horizons, 26(4): 851-870.
Brief, R.P. (1982). Four classics on the theory of double-entry bookkeeping. Routledge
Library: Accounting. Garland Publishing. Diunduh 17/06/2017,
https://www.book2look.com/embed/bVJDVIxupv&euid=82159107&ruid=82159106
&clickedby=H5W&biblettype=html5.
Butterbaugh, G.I. (1945). Dr. stands for debit. The Accounting Review, 20(3): 340-344.

Carson, A.B. (1949). A “source and application of funds” philosophy of financial


accounting. The Accounting Review, 24(2): 159-170.
Cayley, A. (1894). The principles of book-keeping by double entry. Diunduh 20/5/2017.
Cambridge: http://ia700402.us.archive.org/9/items/principlesofbook00caylrich/princi
plesofbook00caylrich.pdf. (1894).

28
WARSONO, S. 2020. SWARSONO@UGM.AC.ID - RESEARCHGATE

Chambers, R.J. (1999). The poverty of accounting discourse. Abacus, 35(3): 241-251.
Chambers, R.J. (2000). Common sense, technology and science. Abacus, 36(3): 327-333.
Childs, C.W. (1895). New essentials of bookkeeping for public schools single and double
entry: Including Forms and Explanations of Business Papers. The Whitaker & Ray
Co. (1895). Diunduh 3 Mei 2017. http://archive.org/details/
newessentialsbo00chilgoog .
Committee on Accounting Theory Construction and Verification. (1971). Report of the
committee on accounting theory construction and verification. The Accounting
Review, 46(Supplement): 51-79.
Demski, J.S., Fellingham, J.C., Ijiri, Y., & Sunder, S. (2002). Some thoughts on the
intellectual foundations of accounting. Accounting Horizons, 16(2): 157-168.
Demski, J.S. (2007). Is accounting an academic discipline? Accounting Horizons, 21(2):
153-157.
DSAK. (2016). Kerangka konseptual pelaporan keuangan. IAI.
Edwards, J.D. (1960). Early bookkeeping and its development into accounting, The
Business History Review, 34(4): 446-458.

Ellerman, D.P. (1985). The mathematics of double entry bookkeeping, Mathematics


Magazine, 58(4): 226-233.
Ellerman. D. (1986). Double Entry multidimentional Accounting. International Journal
of Management Science, 14(1): 13-22.
Ellerman, D.P. (2014). On double-entry bookkeeping: The mathematical treatment.
Accounting Education: An International Journal, 23(5): 483-501.
FASB. (1978). Statement of Financial Accounting Concepts No. 1 – Objectives of
financial reporting by business enterprises. Financial Accounting Standards Board
of the Financial Accounting Foundation.
FASB. (2010). Statement of Financial Accounting Concepts No. 8 – Conceptual
framework for financial reporting. Financial Accounting Standards Board of the
Financial Accounting Foundation.
Fellingham, J.C. (2007). Is accounting an academic discipline? Accounting Horizons,
21(2): 159-163.
Geijsbeek, J.B. (1914). Ancient double-entry bookkeeping. Denver Colorado.
Glaser, B.G. & Strauss, A. L. (1967). The discovery of grounded theory: Strategies for
qualitative research. AldineTransaction. USA.

29
WARSONO, S. 2020. SWARSONO@UGM.AC.ID - RESEARCHGATE

Gleeson-White, J. (2012). Double entry: How merchants of venice created modern


finance. W.W. Norton & Company.
Hatfield, H.R. (1914). Modern accounting: Its principles and some of its problems. D.
Appleton and Company. Diunduh 23 December 2018,
https://archive.org/stream/modernaccounting00hatfuoft#page/n5/mode/1up.
Hatfield, H.R. (1924). An historical defense of bookkeeping. The Journal of
Accountancy, 37(4): 241-253.
Hernández-Esteve, E. (1994). Luca Pacioli's treatise De Computis et Scripturis: A
composite or a unified work? Accounting, Business and Financial History, 4(1): 67-
82.
IASB. (2010). The Conceptual framework for financial reporting. IFRS Foundation.
IASC. (1989). Framework for the preparation and presentation of financial statements.
International Accounting Standards Committee.
Ingram, R.W. (1998). A note on teaching debits and credits in elementary accounting.
Issues in Accounting Education, 13(2): 411-415.
Käfer, K. (1966). Theory of accounts in double-entry bookkeeping. Monograph 2, Center
for International Education and Research in Accounting, University of Illinois,
Urbana
Kieso, D.E., Weygandt, J.J. & Warfield, T.D. (2011). Intermediate accounting: IFRS
Edition’, John Wiley & Sons.
Kirkegaard, H. (1996). The logic of double-entry bookkeeping. American Business
Review. (1996).: 9-18.
Littleton, A.C. (1927). The antecedents of double-entry. The Accounting Review, 2(2):
140-149.
Littleton, A.C. (1928). Paciolo and modern accounting. The Accounting Review, 3(2):
Paton, W.A. (1917). Theory of the double-entry system. Journal of Accountancy 23(1):
7-26.
Peters, R.M., & Emery, D.R. (1978). The role of negative numbers in the development of
double entry bookkeeping. Journal of Accounting Research, 16(2): 424-426.
Pincus, K.V. (1997a) Is teaching debits and credits essential in elementary accounting?
Issues in Accounting Education, 12(2): 575-579.
Pincus, K.V. (1997b). Reply. Issues in Accounting Education, 12(2): 585.
Rabinowitz, A.M. (2009). Who was Luca Pacioli? The CPA Journal, 79(2): 12-14.

30
WARSONO, S. 2020. SWARSONO@UGM.AC.ID - RESEARCHGATE

Sangster, A. (2018). Pacioli’s lens: God, humanism, euclid, and the rhetoric of double
entry. The Accounting Review, 93(2): 299-314.

Sangster, A., Stoner, G.N. & McCarthy, P.A. (2007). Lessons for the classroom from
Luca Pacioli. Issues in Accounting Education, 22(3): 447-457.
Scorgie, M.E. (1989). The role of negative numbers in the development of double entry
bookkeeping: A comment. Journal of Accounting Research, 27(2): 316-318.

Vangermeersch, R.G. (1997a). Dropping debits and credits in elementary accounting: A


huge disservice to students. Issues in Accounting Education, 12(2): 581-583.

Vangermeersch, R.G. (1997b). Rebuttal. Issues in Accounting Education, 12(2): 587.

Wallace, W.A. (1997). Where are the debits and credits? Editor’s perspective. Issues in
Accounting Education, 12(1): 229-230.

Warren, C.S., J. M. Reeve, & J.E Duchac. (2014) Financial accounting. South-Western
Cengage Learning.
Warsono, S. (2009). Reformasi akuntansi: Membongkar bounded rationality
pengembangan akuntansi. Cherrycorner.

Warsono, S. (2011). Adopsi standar akuntansi keuangan IFRS: Fakta, dilema, dan
matematika. ABPublisher.

Warsono, S. (2015a). Relationality of rules of debit and credit. The Indonesian Journal
of Accounting Research. 18(1): 53-74.

Warsono, S. (2015b). Akuntansi pengantar 1: Sistem penghasil informasi keuangan –


adaptasi IFRS. ABPublisher.

Warsono, S. (2017a). Accounting and mathematics: Revisiting theory of double entry. 1st
ed. Lambert.

Warsono, S. (2017b). Riset berpasangan: Mengapa dan bagaimana. dalam Filosofi dan
Metodologi Penelitian. (Hartono, J. editor). Program Magister Sains dan Doktor.
BPFE. Yogyakarta.

Warsono, S. (2018a). Grounded Theory dan variasi penerapannya di akuntansi. dalam


Strategi Penelitian Bisnis. (Hartono, J. Editor). Penerbit Andi.

Warsono, S. (2018b). Tes potensi akuntansi – Akuntansi itu logis dan mudah. Edisi 2.
(2018). ABPublisher.

Warsono, S. (2019). Revisitasi teori double entry bookkeeping. dalam Kajian Topik-topik
mutakhir dan agenda riset ke depan (Hartono, J. Editor). Program Magister Sains dan
Doktor. Andi. Yogyakarta.

31
WARSONO, S. 2020. SWARSONO@UGM.AC.ID - RESEARCHGATE

Warsono, S. & Hasanah, U. (2019) Sudah standarkah pemahaman pembelajar akuntansi


terhadap definisi debit dan kredit? Working paper. Yogyakarta

Waymire, B. G. (2012). Seeds of innovation in accounting scholarship. Issues in


Accounting Education, 27(4): 1077-1093.

Weis, W.L., & Tinius, D.E. (1991). Luca Pacioli: Renaissance accountant. Journal of
Accountancy, 172(5): 95-102.

Weygandt, J.J., Kimmel, P.D. & Kieso, D.E. (2011). Financial Accounting: IFRS
Edition. John Wiley & Son.

Williams, J.R., Haka, S.F. & Bettner, M.S. (2005). Financial & managerial accounting:
The basis for business decisions. McGraw-Hill/Irwin (Singapore - International
edition).
Williams, J.J. (1978). A New perspective on the evolution of double-entry bookkeeping.
The Accounting Historians Journal, 5(1): 29-39.

Yamey, B.S. (1947). Notes on the origin of double-entry bookkeeping. The Accounting
Review, 22(3): 263-272.
Yamey, B.S. (1994). Notes on Pacioli's first chapter. Accounting, Business, and
Financial History, 4: 51-66.

32

Anda mungkin juga menyukai