Anda di halaman 1dari 23

BAB I PRNDAHULUAN

1.1  Latar Belakang

Ilmu geologi merupakan ilmu yang mempelajari mengenai lapisan bumi serta proses
dan sejarah terbentuknya, yang dibagi dalam bagian-bagian tersendiri. Paleontologi
merupakan salah satu bagian dari ilmu geologi yang mempelajari tentang sisa-sisa
makhluk hidup yang terawetkan pada umur jutaan tahun; sisa-sisa makhluk hidup tersebut
adalah fosil.
Dalam mempelajari fosil, jenis fosil berdasarkan besar kecilnya dapat
dibedakan menjadi 2 (dua) yaitu :
  Fosil makro yaitu fosil yang dapat dideskripsi dengan mata telanjang tanpa
mengunakan alat bantu mikroskop. Contohnya phylum moluska sedangkan.

  Fosil mikro yaitu fosil yang berukuran mikron dan dalam menghanalisisnya,
mengunakan alat bantu mikroskop. Contohnya pada phylum protozoa yaitu ordo
foraminifera.
Kegunaan mempelajari fosil dalam ilmu geologi adalah untuk mengetahui
umur suatu lapisan batuan serta lingkungan pengendapannya.
Dalam laporan ini difokuskan kepada fosil dengan ukuran mikron atau mikrofosil
secara garis besar mikrofosil dipelajari dalam ilmu mikropalentologi yang merupakan
cabang dari ilmu paleontologi yang mempelajari sisa-sisa organisme yang telah
terawetkan di alam berupa fosil yang berukuran mikro. Mikropaleontologi juga

didefinisikan sebagai studi sitematik yang membahas mikrofosil, klasifikasi, morfologi,


ekologi, dan mengenai kepentingannya terhadap stratigarfi atau ilmu yang mempelajari
sisa organisme yang terawetkan di alam dengan mengunakan alat mikroskop.

1.2  Maksud Dan Tujuan


Maksud praktikum Mikropaleontologi adalah untuk mengenal berbagai macam fosil
mikro terutama dari golongan Foraminifera yang umumnya banyak dijumpai.
Tujuannya mendeskripsikan fosil-fosil Foraminifera, sehingga pratikan dapat
menentukan umur relatif suatu batuan, membantu dalam studi lingkungan pengendapan

dan korelasi stratigrafi dengan daerah lain.

FEBRYANTO
 NIM.4100190022 1
1.3  Metode
Metode yang digunakan dalam penulisan laporan ini adalah menggunakan metode
sekunder. metode sekunder yaitu metode berdasarkan dasar teori yang diambil dari buku
 panduan praktikum, literatur-literatur buku-buku lain yang berkaitan dengan laporan ini

serta pengambilan literatur yang ada di website.


BAB II

DASAR TEORI

2.1  Mikropaleontologi
Mikropaleontologi merupakan cabang ilmu paleontologi yang

mempelajari mikrofosil, ilmu ini mempelajari masalah organisme yang hidup


 pada masa yang lampau yang berukuran sangat renik (mikroskopis),yang
dalam pengamatannya harus menggunakan Mikroskop atau biasa disebut
micro fossils (fosil mikro). Pembahasan mikropaleontologi ini sesungguhnya
sangat heterogen, berasal baik dari hewan maupun tumbuhan ataupun bagian
dari hewan atau tumbuahan. Pada ilmu Mikropaleontologi ini dikenal adanya
Analisis Biostratigrafi. Dimana biostratigrafi tersebut memiliki hubungan yang
sangat erat dalam penentuan umur relatif dan lingkungan pengendapan dari
suatu Batuan berdasarkan kandungan fosil yang terkandung dalam Batuan

tersebut. Oleh karena itu diadakanlah praktikum Mikropaleontologi dengan


acara Biostratigrafi, praktikum ini dilakukan agar memudahkan mahasiswa
dalam membuat analisa masalah Biostratigrafi.
Mikrofosil Menurut Jones (1936) : Setiap fosil (biasanya kecil) untuk
mempelajari sifat-sifat dan strukturnya dilakukan di bawah mikroskop.
Umumnya fosil ukurannya lebih dari 5 mm namun ada yang berukuran sampai
19 mm seperti genus fusulina yang memiliki cangkang- cangkang yang
dimiliki organisme, embrio dari foil-fosil makro serta bagian-bagian tubuh
dari fosil makro yang mengamatinya menggunakan mikroskop serta sayatan

tipis dari fosil-fosil, sifat fosil mikro dari golongan foraminifera kenyataannya
foraminifera mempunyai fungsi/berguna untuk mempelajarinya.
Dari cara hidupnya dibagi menjadi 2 :

1. Pellagic (mengambang)
a.Nektonic (bergerak aktif)
 b. Lanktonic (bergerak pasif) mengikuti keadaan sekitarnya

2. Benthonic (pada dasar laut)

a.Secile (mikro fosil yang menambat/menepel)


 b. Vagile (merayap pada dasar laut)
Dari dua bagian itu digunakan pada ilmu perminyakan dimana dari kedua
fosil itu identik dengan hidrokarbon yang terdapat pada trap (jebakan). Dalam
geologi struktur dimana dapat digunakan untuk mengidentifikasi adanya sesar,
kekar serta lipatan.

2.2  Foraminifera
Foraminifera adalah organisme bersel tunggal (protista) yang
mempunyai cangkang atau test (istilah untuk cangkang internal). Foraminifera
diketemukan melimpah sebagai fosil, setidaknya dalam kurun waktu 540 juta
tahun. Cangkang foraminifera umumnya terdiri dari kamar-kamar yang
tersusun sambungmenyambung selama masa pertumbuhannya. Bahkan ada
yang berbentuk paling sederhana, yaitu berupa tabung yang terbuka atau
 berbentuk bola dengan satu lubang. Cangkang foraminifera tersusun dari
 bahan organik, butiran pasir atau partikel-partikel lain yang terekat menyatu

oleh semen, atau kristal CaCO3 (kalsit atau aragonit) tergantung dari
spesiesnya. Foraminifera yang telah dewasa mempunyai ukuran berkisar dari
100 mikrometer sampai 20 sentimeter. Penelitian tentang fosil foraminifera
mempunyai beberapa penerapan yang terus berkembang sejalan dengan
 perkembangan mikropaleontologi dan geologi. Fosil foraminifera bermanfaat
dalam biostratigrafi, paleoekologi, paleobiogeografi, dan eksplorasi minyak
dan gas bumi.

  Biostratigrafi Foraminifera

Memberikan data umur relatif batuan sedimen laut. Ada beberapa


alasan bahwa fosil foraminifera adalah mikrofosil yang sangat berharga
khususnya untuk menentukan umur relatif lapisan-lapisan batuan sedimen
laut. Data penelitian menunjukkan foraminifera ada di bumi sejak jaman
Kambrium, lebih dari 500 juta tahun yang lalu. Foraminifera mengalami
 perkembangan secara terus-menerus, dengan demikian spesies yang berbeda
diketemukan pada waktu (umur) yang berbeda beda. Foraminifera mempunyai
 populasi yang melimpah dan penyebaran horizontal yang luas, sehingga
diketemukan di semua lingkungan laut. Alasan terakhir, karena ukuran fosil

foraminifera yang kecil dan pengumpulan atau cara mendapatkannya relatif


mudah meskipun dari sumur minyak yang dalam.
  Eksplorasi Minyak

Foraminifera dimanfaatkan untuk menemukan minyak bumi. Banyak


spesies foraminifera dalam skala biostratigrafi mempunyai kisaran hidup yang
 pendek. Dan banyak pula spesies foraminifera yang diketemukan hanya pada
lingkungan yang spesifik atau tertentu. Oleh karena itu, seorang ahli

 paleontologi dapat meneliti sekeping kecil sampel batuan yang diperoleh


selama pengeboron sumur minyak dan selanjutnya menentukan umur geologi
dan lingkungan saat batuan tersebut terbentuk. Sejak 1920-an industri
 perminyakan memanfaatkan jasa penelitian mikropaleontologi dari seorang
ahli mikrofosil. Kontrol stratigrafi dengan menggunakan fosil foraminifera
memberikan sumbangan yang berharga dalam mengarahkan suatu pengeboran
ke arah samping pada horison yang mengandung minyak bumi guna
meningkatkan produktifikas minyak. Selain ketiga hal tersebut dia atas
foraminifera juga memiliki kegunaan dalam analisa struktur yang terjadi pada

lapisan batuan. Sehingga sangatlah penting untuk mempelajari foraminifera


secara lengkap.

Dari cara hidupnya dibagi menjadi 2 :


1. Pellagic (mengambang)
a. Nektonic (bergerak aktif)
 b. Lanktonic (bergerak pasif) mengikuti keadaan sekitarnya
2. Benthonic (pada dasar laut)
a. Secile (mikro fosil yang menambat/menepel)

 b. Vagile (merayap pada dasar laut)


2.3  Foraminifera Plangtonik
Foraminifera planktonik jumlah genusnya sedikit, tetapi jumlah
spesiesnya banyak. Plankton pada umumnya hidup mengambang di
 permukaan laut dan fosil plankton ini dapat digunakan untuk memecahkan
masalah-masalah geologi, antara lain :

1. Sebagai fosil petunjuk

2.Korelasi
3.Penentuan lingkungan pengendapan

Foram plankton tidak selalu hidup di permukaan laut, tetapi pada


kedalaman tertentu :

1. Hidup antara 30 –  50 meter

2. Hidup antara 50 –  100

3. Hidup pada kedalaman 300 meter


4. Hidup pada kedalaman 1000 meter

Ada golongan foraminifera plankton yang selalu menyesuaikan diri


terhadap temperatur, sehingga pada waktu siang hari hidupnya hampir di dasar
laut, sedangkan di malam hari hidup di permukaan air laut. Sebagai contoh
adalah Globigerina pachyderma di Laut Atlantik Utara hidup pada kedalaman
30 sampai 50 meter, sedangkan di Laut Atlantik Tengah hidup pada

kedalaman 200 sampai 300 meter.


Foram plankton sangat peka terhadap kadar garam. Pada keadaan
normal, ia berkembangbiak dengan cepat, tetapi bila terjadi perubahan
lingkungan ia akan segera mati atau sedikit terpengaruhi perkembangannya.
 Namun demikian, ada juga beberapa jenis yang tahan terhadap perubahan
kadar garam, misalnya di Laut Merah meskipun kadar garamnya tinggi, tetapi
masih dijumpai Globigerina bulloides dan Globigerinoides sacculifer.
2.3.1 Morfologi Foraminifera Plangtonik
Foraminifera planktonik mempunyai ciri yang
membedakannya dengan foraminifera yang lain. Ciri-ciri umum
foraminifera planktonik yakni sebagai berikut.
1.   Test (cangkang) berbentuk bulat.

2.   Susunan kamar umumnya rochospiral.


3.  Komposisi test berupa gmping hyaline.
4.   Hidup di laut terbuka (mengambang).
5.   Di daerah tropis melimpah dan jenisnya sangat berfariasi.
6.   Di daerah subtropis sedang jumlahnya sedikit tapi spesiesnya
 berfariasi.
7.   Di daerah subkutub jumlahnya melimpah tetapi spesiesnya
sedikit.

Secara lebih spesifik lagi morfologi framinifera planktonik


dapat diperhatikan antara lain;

1.   Susunan Kamar
Susunan kamar pada foraminifera plankton dapat dibagi 3.
a.  Planispiral, sifat terputar pada satu bidang, semua
kamar terlihat, pandangan serta jumlah kamar ventral
dan dorsal sama. Contoh : Hastigerina
 b.  Trocospiral, sifat terputar tidak pada satu bidang, tidak
semua kamar terlihat, pandangan serta jumlah kamar

ventral dan dorsal tidak sama. Contoh : Globigerina


c.  Streptospiral, Sifat mula-mula trochospiral, kemudian
 planispiral sehingga menutupi sebagian atau seluruh
kamar-kamar sebelumnya. Contoh : Pulleniatin
2.   Aperture
Aperture adalah lubang utama dari test foraminifera
yang terletak pada kamar terakhir. Khusus foraminifera
 plankton bentuk aperture maupun variasinya lebih sederhana.
Umumnya mempunyai bentuk aperture utama interiomarginal

yang terletak pada dasar (tepi) kamar akhir (septal face) dan
melekuk ke dalam, terlihat pada bagian ventral (perut).
Foraminifera planktonik ini juga banyak ditemui serta tersebar
diseluruh benua atau laut dengan kedalaman tertentu sehingga
foraminifera planktonik dijadikan fosil indeks sebagai
 penarikan umur.
Macam-macam aperture yang dikenal pada foraminifera
 plankton :

A. Primary Aperture Interiomarginal, yaitu :

1.   Primary Aperture Interimarginal Umbilical, adalah


aperture utama interiomarginal yang terletak pada daerah
umbilicus atau pusat putaran. Contoh : Globigerina.
2.   Primary Aperture Interimarginal Umbilical Extra
Umbilical, adalah aperture utama interiomarginal yang
terletak pada daerah umbilicus melebar sampai ke peri-
 peri. Contoh : Globorotalia.
3.   Primary Aperture Interimarginal Equatorial, adalah

aperture utama interiomarginal yang terletak pada daerah


equator, dengan ciri-ciri dari samping kelihatan simetri
dan hanya dijumpai pada susunan kamar planispiral.
Equator merupakan batas putaran akhir dengan putaran
sebelum peri-peri. Contoh : Hastigerina

B.   Secondary Aperture / Supplementary Aperture


Merupakan lubang lain dari aperture utama dan
lebih kecil atau lubang tambahan dari aperture utama.

Contoh : Globigerinoides
C.   Accessory Aperture
Merupakan aperture sekunder yang terletak pada
struktur accessory atau aperture tambahan. Contoh :
Catapsydrax

2.4  Foraminifera Bentonik


Foraminifera benthonik memiliki habitat pada dasar laut dengan cara
hidup secara vagile (merambat/merayap) dan sessile (menambat). Alatyang
digunakan untuk merayap pada benthos yang vagile adalahpseudopodia.
Terdapat yang semula sesile dan berkembang menjadivagile serta hidup
sampai kedalaman 3000 meter di bawah permukaanlaut. Material penyusun
test merupakan agglutinin, arenaceous, khitin,gampingan. Foraminifera
 benthonik sangat baik digunakan untuk indikatorpaleoecology dan bathymetri,
karena sangat peka terhadap perubahanlingkungan yang terjadi. Faktor-faktor
yang mempengaruhi ekologi dariforaminifera benthonic ini adalah :

 –  Kedalaman laut


 –  Suhu/temperature
 –  Salinitas dan kimia air
 –  Cahaya matahari yang digunakan untuk fotosintesis
 –  Pengaruh gelombang dan arus (turbidit, turbulen)
 –  Makanan yang tersediaTekanan hidrostatik dan lain-lain.
 –  Faktor salinitas dapat dipergunakan untuk mengetahui perbedaan
tipedari lautan yang mengakibatkan perbedaan pula bagi ekologinya.

Streblusbiccarii adalah tipe yang hidup pada daerah lagoon dan daerah
dekatpantai. Lagoon mempunyai salinitas yang sedang karena
merupakanpercampuran antara air laut dengan air sungai.
Foraminifera benthonik memiliki habitat pada dasar laut dengan cara
hidup secara vagile (merambat/merayap) dan sessile (menambat). Alat yang
digunakan untuk merayap pada benthos yang vagile adalah pseudopodia.
Terdapat yang semula sesile dan berkembang menjadi vagile serta hidup
sampai kedalaman 3000 meter di bawah permukaan laut. Material penyusun

test merupakan agglutinin, arenaceous, khitin, gampingan.


Fosil foraminifera benthonik sering dipakai untuk penentuan
lingkungan pengendapan, sedangkan fosil foram benthonik besar dipakai
untuk penentuan umur. Fosil benthonik ini sangat berharga untuk penentuan
lingkungan purba.
Foraminifera yang dapat dipakai sebagai lingkungan laut secara umum
adalah :

  Pada kedalaman 0  –  5 m, dengan temperatur 0-27 ºC, banyak dijumpai

genus-genus Elphidium, Potalia, Quingueloculina, Eggerella,


Ammobaculites dan bentuk-bentuk lain yang dinding cangkangnya
dibuat dari pasiran.
  Pada kedalaman 15  –   90 m (3-16ºC), dijumpai genus Cilicides,
Proteonina, Ephidium, Cuttulina, Bulimina, Quingueloculina dan
Triloculina.

  Pada kedalaman 90  –   300 m (9-13ºC), dijumpai genus Gandryna,


Robulus, Nonion, Virgulina, Cyroidina, Discorbis, Eponides dan
Textularia.

  Pada kedalaman 300  –  1000 m (5-8ºC), dijumpai Listellera, Bulimina,


 Nonion, Angulogerina, Uvigerina, Bolivina dan Valvulina.
Berbentuk tabung (tabular), terdapat pada
kebanyakan subfamily Hyperminidae. Contoh:
Hyperammina, Bathysiphon.

Gambar 3. Hyperammina

 –  Polythalamus
Polythalamus merupakan suatu susunan kamar dan bentuk akhir kamar foraminifera yang
memiliki lebih dari satu kamar. Misalnya uniserial saja atau biserial saja
Macam-macam polythalamus antara lain :
Uniserial yaitu berupa satu baris susunan kamar yang seragam. yang terbagi lagi mejadi:
Rectilinear (linear punya leher) test uniserial terdiri atas kamar-kamar
bulat yang dipisahkan dengan stolonxy atau neck. Contohnya : Siphonogerina,

Gambar 4. Siphonogerina
Linear tanpa leher yaitu kamar tidak
bulat dan satu sama lain tidak
dipisahkan leher-leher.
Contohnya :
  Nodosaria.

Gambar 5. Nodosaria

  Equitant unserial yaitu test


uniserial yang tidak memiliki leher
tetapi sebaliknya kamarnya
sangat
 berdekatan sehingga menutupi
sebagian yang lain.
Contohnya :

Glandulina.

Gambar 6. Glandulina

  Curvilinier/uniserial arcuate yaitu

test uniserial tetapi sedikit


melengkung dan garis batas
kamar satu dengan

yang lain atau suture membentuk


sudut terhadap sumbu
panjang.
Contohnya: Dentalina.
Gambar 7. Dentalina

  Kombinasi antara rectilinier dengan linier tanpa leher.

o   Coiled test atau test yang terputar, macam-


macamnya antara lain :

  Involute yaitu test yang terputar dengan


 putaran akhir menutupi putaran yang
sebelumnya, sehingga putaran akhir
saja yang terlihat. Contoh :
Elphidium.

Gambar 8. Elphidium

  Evolute yaitu test yang terputar


dengan seluruh putarannya dapat
terihat. Contohnya : Anomalia
   Nautiloid yaitu test yang terputara dengan

kamr-kamar dibagian umbirical (ventral)


menumpang satu sama lain. Sehingga

kelihatan kamar-kamarnya lebih


besar dibagian peri-peri
dibandingkan dibagian
umbilicus. Contoh : Nonion.

Gambar 9. Nonion
  Rotaloid test merupakan test yang terputar tidak pada satu bidang dengan posisi pada dorsal

seluruh putaran terlihat, sedangkn pada ventral hanya putaran terakhir terlihat. Contoh : Rotalia.

Gambar 10. Rotalia

Helicoids test merupakan test yang terputar meninggi


denganlingkarannya cepat menjadi besar. Terdapat
 pada subfamily Globigeriniidae (plankton)

contoh: Globigerina.

Gambar 11. Globigerina

o   Biserial
Biserial yaitu test yang tersusun oleh dua baris
kamar yang terletak berselang-seling. Contoh : Textularia.
o   Teriserial
Triserial yaitu test yang tersusun oleh tiga baris
kamar yang terletak berselang-seling. Contoh : Uvigerina,

Bulmina.

Gambar 13. Uvigerina

   Biformed Test
Biformed test merupakan dua macam susunan
kamar yang sangat berbeda satu dengan yang lainnya dalam
sebuah test, misalnya biserial pada awalnya kemudian
menjadi uniserial pada akhirnya.

Gambar 14. Bigerina.

   Triformed test
Triformed test yaitu tiga bentuk susunan kamar
dalam sebuah test misalnya permulan biserial kemudian

 berputar sedikit dan akhirnya menjadi uniserial.


Contohnya : Vulvulina.

Gambar 15. Vulvulina

   Multiformed test
Multiformed test merupakan dalam sebuah test

lebih dari tiga susunan kamar, bentuk ini jarang

ditemukan.
  Bentuk

Dibedakan menjadi dua yaitu bentuk kamar dan


bentuk test. Bentuk kamar dapat globular, rhomboid
menyudut, atau kerucut menyudut. Bentuk test dapat
membulat atau ellips.

  Komposisi test
Kebanyakan dari foraminifera benthik mempunyai
dinding test gamping hyalin, porselen, dan arenaceous.

  Hiasan atau Ornamentasi

Hiasan sangat penting karena sangat khas pada


genus tertentu. Misal Briged sutures khas pada
Elphidium, Retral
 processes pada Amphistegina.

2.5  Foraminifera Besar


Istilah foram besar diberikan untuk golongan foram bentos yang
memiliki ukuran relatif besar, jumlah kamar relatif banyak, dan struktur
dalam kompleks. Umumnya foram besar banyak dijumpai pada batuan
karbonat khususnya batugamping terumbu dan biasanya berasosiasi
dengan alga yang menghasilkan CaCO3 untuk tes foram itu sendiri.
Ordo foraminifera ini memiliki bentuk yang lebih besar di
bandingkan dengan yang lainnya. Sebagian besar hidup didasar laut
degan kaki semu dan

type Letuculose, juga ada yang hidup di air tawar, seperti family
Allogromidae. Memiliki satu kamar atau lebih yang dipisahkan oleh sekat
atau
septa yang disebut suture . aperture terletak pada permukaan septum kamar
terakhir. Hiasan pada permukaan test ikut menentukan perbedaan

tiap – tiap

 jenis.
Foraminifera besar benthonik baik digunakan untuk penentu umur.
Pengamatan dilakukan degan mengunakan sayatan tipis vertical,
horizontal, atau, miring di bawah miroskop. Pemberiam sitematik
foraminifera benthonik
 besar yang umum ( A. Chusman 1927).
2.4.1 Morfologi Foraminifera Besar
Foraminifera besar yaitu golongan benthos yang memiliki ukuran
cangkang (test) yang relatif besar, jumlah kamar yang relatif banyak, dan
juga sturktur dalam yang kompleks. Morfologi dari foraminifera
besar memiliki kesamaan dengan

foraminifera benotik yang membedakan ialah ukuran test yg lebih


 besar.

Gambar 16. Foraminifera Besar

2.6  Aplikasi Mikropaleontologi


Umur relatif adalah penempatan suatu stratigrafi relatif terhap

zaman-zaman geologi yang didasarkan pada fosil-fosil tertentu


tanpa ditentukan batas-batasnya secara geokronologi yang dinyatakan dalam
skala waktu/satuan waktu dalam tahun. Penentuan

umur relatif batuan pada 2 lapisan yang berbeda dalam 1


 penampang dapat ditentukan dengan melihat lapisan yang terlebih dahulu
diendapkan, yang terendapkan pertama lebih tua umurnya daripada yang
terendapkan kemudian. Proses ini berlangsung terus sampai semua lapisan
tersusun dalam suatu skala umur relatif yang memperlihatkan urutan
kejadiannya. Salah satu cara penarikan fosil menggunakan Cara dengan
hasil fosil :
a.  Cara ini biasanya pada batuan endapan. Fosil adalah sisa –  sisa
 binatang atau tumbuhan purba yang sudah membatu. Dasar

 pemikirannya: evolusi. Pada endapan yang terletak dibawah mempunyai fosil yang berbeda
dengan endapan yang terletak
di atas. Dari fosil  –   fosil ersebut dapat diketahui evolusi dari

 binatang maupun tumbuhan. Banyak binatang / tumbuhan yang baru muncul. Dengan
mengetahui evolusi binatang / tumbuhan tersebut dapat diketahui endapan yang tua dan yang
lebih muda. Tetapi umur yang didapat hanyalah umur kisaran
(nisbi).

2.6.1 Penetuan Umur


Cara menentukan umur relatif pada umumnya
didasarkan atas dijumpainya fosil didalam batuan.
Didalam mikropaleontologi cara menentukan umur
relative dengan menggunakan :
1.   Foraminifera Kecil Planktonik: disamping
 jumlah genus sedikit, planktonik sangat peka terhadap
perubahan kadar garam, hal ini menyebabkan hidup
suatu spesies mempunyai kisaran umur yang pendek
sehingga baik untuk penciri umur suatu lapisan
batuan.
Biozonasi foraminifera planktonik yang
 populer dan sering digunakan diIndonesia
adalah Zonasi Blow ( 1969 ), Bolli ( 1966
) dan Postuma (1971).
2.   Foraminifera Besar Bentonik : Dipakai

sebagai penentu umur relatif


karenaumumnya mempunyai umur
pendek sehingga sangat
 baik sebagai fosil penunjuk.

Penentuan umur berdasarkan


foraminifera besar, khususnya di
Indonesia
 biasanya menggunakan Klasifikasi Huruf,
antara lain. Klasifikasi Huruf yang
dikemukakan oleh Adams ( 1970 ).

2.6.2   Penentuan Lingkungan Pengendapan


Lingkungan pengendapan adalah tempat mengendapnya
material sedimen beserta kondisi fisik, kimia, dan biologi yang
mencirikan terjadinya mekanisme pengendapan tertentu (Gould,
1972). Didalam sedimen umumnya turut terendapkan sisa-sisa
organisme atau tumbuhan, yang karena tertimbun,
terawetkan,dan selama proses Diagenesis tidak rusak dan turut
menjadi bagian dari
 batuan sedimen atau membentuk lapisan batuan sedimen. Sisa-
sia organisme atau tumbuhan yang terawetkan ini dinamakan
fosil. Jadi

fosil adalah bukti atau sisa-sisa kehidupan zaman lampau. Dapat


 berupa sisa organisme atau tumbuhan, seperti cangkang kerang,
tulang atau gigi maupun jejak ataupun cetakan.
Kedalaman lingkungan kehidupan foram dapat diklasifikasikan sebagai
 berikut :

-Litoral=0 –  5 meter - Batyal = 200 –  2000 meter

-Epineritik =5 –  50 meter - Abyssal = 2000 –  5000 meter


r
% Ratio Plankton Kedalaman %

1 - 10 0 –  70

10 –  20 0 –  70

Tabel 1. 20 –  30 60 –  120 Kedalaman


dari Grimsdale dan Mark
Hoven (1950)
30 –  40 100 –  600

40 –  50 100 –  600

Lingkungan Pengedapan Bentos edalaman % Ratio


50 –  60 550 –  700

 Neritik Tepi 0 –  20 0 –  20


60 –  70 680 –  825

 Neritik Tengah 20 –  100 20 –  50


70 –  80 700 –  1100

 Neritik Atas 100 –  200 20 –  50


80 –  90 900 –  1200

Bathyal Atas 200 –  500 30 –  50


90 –  100 1200 –  2000

Bathyal Bawah 500 –  2000 50 –  100

FEBRYANTO 23
 NIM.4100190022

Anda mungkin juga menyukai