Anda di halaman 1dari 23

Visum et Repertum pada Kekerasan terhadap Anak

Gloria Stefanie Ferdian - 102015116


Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Krida Wacana, Jl. Arjuna Utara no. 6, Jakarta Barat
Alamat korespondensi : gloria.2015fk116@civitas.ukrida.ac.id

Abstrak
Definisi kekerasan terhadap anak menurut  Centers for Disease Control and Prevention
adalah setiap tindakan atau serangkaian tindakan wali atau kelalaian oleh orang tua atau
pengasuh lainnya yang dihasilkan dapat membahayakan, atau berpotensi bahaya, atau
memberikan ancaman yang berbahaya kepada anak. Kekerasan pada anak menurut
keterangan WHO dibagi menjadi lima jenis, yaitu kekerasan fisik, kekerasan seksual,
kekerasan emosional, penelantaran anak, eksploitasi anak. Anak merupakan kelompok yang
memerlukan perhatian dalam upaya pembinaan kesehatan masyarakat, karena mereka akan
berperan sebagai calon orang tua, tenaga kerja, bahkan pemimpin bangsa di masa depan.
Kekerasan dan penelantaran anak mengakibatkan terjadinya gangguan proses pada tumbuh
kembang anak. Keadaan ini jika tidak ditangani secara dini dengan baik, akan berdampak
terhadap penurunan kualitas sumber daya manusia. Hal yang penting dilakukan adalah
memberikan pendidikan seksual atau pendidikan kesehatan reproduksi bagi anak-anak sedini
mungkin, perlu dilakukan oleh orangtua dan pihak sekolah agar anak tidak mendapatkan
informasi yang salah dari teman, internet, maupun media lainnya

Kata kunci: Kekerasan terhadap anak, kekerasan seksual terhadap anak.

Abstract
The definition of child abuse according to the Centers for Disease Control and Prevention is
that any action or set of guardian actions or negligence by parents or other caregivers
produced can endanger, or have potential danger, or provide a dangerous threat to the child.
Violence in children according to WHO information is divided into five types, namely
physical violence, sexual violence, emotional violence, neglect of children, exploitation of
children. Children are a group that needs attention in an effort to foster public health,
because they will act as prospective parents, labor, even leaders of the nation in the future.
Violence and neglect of children results in a disruption of the process of child development.
This situation if not handled properly early, will have an impact on the decline in the quality
of human resources. The important thing to do is to provide sexual education or reproductive
health education for children as early as possible, it needs to be done by parents and the
school so that children do not get wrong information from friends, the internet, or other
media

Keywords: Violence against children, sexual violence against children.


Pendahuluan
Kekerasan seksual adalah setiap aktivitas pada anak, di mana umur belum mencukupi
menurut izin hukum, yang digunakan untuk sumber kepuasan seksual orang dewasa atau
anak yang sangat lebih tua. Beberapa tahun belakangan ini banyak muncul kasus perilaku
seks bebas yang melanda anak-anak di bawah umur, dimana anak merupakan kelompok yang
rentan baik fisik maupun mental. Sexsual abuse termasuk oral-genital, genital-genital,
genital-rektal, tangan-genital, tangan-rektal atau kontak tangan-payudara; pemaparan anatomi
seksual, melihat dengan paksa anatomi seksual, dan menunjukkan pornografi pada anak atau
menggunakan anak dalam produksi pornografi. Kekerasan seksual pada anak ini sangatlah
memprihatinkan banyak pihak terutama bagi sekolah-sekolah serta ibu-ibu yang memiliki
anak. Kebanyakan korban kekerasan seksual pada anak berusia sekitar 5 hingga 11 tahun.1

Dari sekian ratus kasus yang pernah terjadi, kekerasan seksual pada anak diibaratkan
sebagai fenomena “gunung es”. Laporan LBH (Lembaga Badan Hukum) Apik Jakarta
menyebutkan dari 239 kasus kekerasan seksual yang terjadi pada Januari-Oktober 2003,
sekitar 50% di antaranya menimpa anak-anak. Data itu mencakup kasus perkosaan, sodomi,
pedofilia, pencabulan, dan pelecehan seksual. Sementara itu, dari 32 kasus kekerasan seksual
yang terjadi pada bulan April 2002, 28 kasus atau 87,5% di antaranya terjadi pada anak di
bawah umur.2

Menurut Kementerian Negara Pemberdayaan Perempuan dan Biro Pusat Statistik


Tahun 2007, angka kejadian tindak kekerasan terhadap anak di Indonesia adalah 3,02% yang
artinya setiap 10.000 anak terdapat 302 anak korban kekerasan. Kekerasan pada anak itu
sendiri terdiri dari kekerasan seksual, fisik, emosional, eksploitasi anak, perdagangan anak,
dan penelantaran anak.3

Prosedur Medikolegal Pada Kasus Kejahatan Seksual


Adapun prosedur medikolegal yang harus diperhatikan pada kasus kejahatan seksual : 
1. Setiap pemeriksaan untuk pengadilan harus berdasarkan permintaan tertulis dari
penyidik yang berwenang (pasal 133 KUHAP)
2. Korban harus diantar oleh polisi karena tubuh korban merupakan benda bukti. Kalau
korban datang sendiri dengan membawa surat permintaan dari polisi, jangan
diperiksa, suruh korban kembali kepada polisi.
3. Setiap visum et repertum harus dibuat berdasarkan keadaan yang didapatkan pada
tubuh korban pada waktu permintaan visum et repertum diterima oleh dokter
4. Ijin tertulis untuk pemeriksaan ini dapat diminta pada korban sendiri atau jika korban
adalah seorang anak, dari orang tua atau walinya. Jelaskan terlebih dahulu tindakan-
tindakan apa yang akan dilakukan pada korban dan hasil pemeriksaan akan
disampaikan pada pengadilan. Hal ini perlu diketahui walaupun pemeriksaan
dilakukan atas permintaan polisi, belum tentu korban akan menyetujui pemeriksaan
itu dan tidak menolaknya. Selain itu bagian yang akan diperiksa merupakan the most
private part dari tubuh seorang wanita.
5. Seorang perawat atau bidan harus mendampingi dokter pada waktu memeriksa badan.
6. Pemeriksaan dilakukan secepat mungkin jangan ditunda terlampau lama. Hindarkan
korban menunggu dengan perasaan was-was dan cemas di kamar periksa. Apalagi bila
korban adalah seorang anak. Semua yang ditemukan harus dicatat, jangan tergantung
pada ingatan semata.
7. Visum et repertum diselesaikan secepat mungkin. Dengan adanya visum et repertum
perkara cepat dapat diselesaikan. Seorang terdakwa dapat cepat dibebaskan dari
tahanan, bila ternyata ia tidak bersalah.
8. Terkadang dokter yang sedang berpraktek pribadi diminta oleh seorang ibu/ayah
untuk memeriksa anak perempuannya, karena ia merasa sangsi apakah anaknya masih
perawan, atau karena ia merasa curiga kalau-kalau atas diri anaknya baru terjadi
persetubuhan. Dalam hal ini sebaiknya ditanyakan dulu maksud pemeriksaan, apakah
sekedar ingin mengetahui saja, atau ada maksud untuk melakukan penuntutan. Bila
dimaksudkan akan melakukan penuntutan maka sebaiknya dokter jangan memeriksa
anak itu. Katakan bahwa pemeriksaan harus dilakukan berdasarkan permintaan polisi
dan biasanya dilakukan di rumah sakit. Mungkin ada baiknya dokter memberikan
penerangan pada ibu/ayah itu, bahwa jika umur anaknya sudah 15 tahun, dan jika
persetubuhan terjadi tidak dengan paksaan makan menurut undang-undang, laki-laki
yang bersangkutan tidak dapat dituntut. Pengaduan mungkin hanya akan merugikan
anaknya saja. Lebih baik lagi jika orang tua itu dianjurkan untuk meminta nasehat dari
pengacara.

Kekerasan Pada Anak (Child Abuse)


Secara umum kekerasan didefinisikan sebagai suatu tindakan yang dilakukan satu
individu terhadap individu lain yang mengakibatkan gangguan fisik dan atau mental. Anak
ialah individu yang belum mencapai usia 18 tahun, termasuk anak yang masih dalam
kandungan seperti tertera dalam pasal 1 UU No 23 tahun 2002 tentang perlindungan anak.
Kekerasan pada anak adalah tindakan yang di lakukan seseorang atau individu pada mereka
yang belum genap berusia 18 tahun yang menyebabkan kondisi fisik dan atau mentalnya
terganggu.
Kekerasan pada anak atau perlakuan salah pada anak adalah suatu tindakan semena-
mena yang dilakukan oleh seseorang yang seharusnya menjaga dan melindungi anak
(caretaker) pada seorang anak baik secara fisik, seksual, maupun emosi. Pelaku kekerasan di
sini karena bertindak sebagai caretaker, maka mereka umumnya merupakan orang terdekat di
sekitar anak. Ibu dan bapak kandung, ibu dan bapak tiri, kakek, nenek, paman, supir pribadi,
guru, tukang ojek pengantar ke sekolah, tukang kebun, dan seterusnya.

Seringkali istilah kekerasan pada anak ini dikaitkan dalam arti sempit dengan tidak
terpenuhinya hak anak untuk mendapat perlindungan dari tindak kekerasan dan eksploitasi.
Kekerasan pada anak juga sering kali dihubungkan dengan lapis pertama dan kedua pemberi
atau penanggung jawab pemenuhan hak anak yaitu orang tua (ayah dan ibu) dan keluarga.
Kekerasan yang disebut terakhir ini di kenal dengan perlakuan salah terhadap anak atau child
abuse  yang merupakan bagian dari kekerasan dalam rumah tangga (domestic violence).
(Hobbs CJ,1998)

Menurut WHO (World Health Organization) kekerasan dan penelantaran pada anak
merupakan semua bentuk perlakuan menyakitkan secara fisik ataupun emosional,
penyalahgunaan seksual, penelantaran, eksploitasi komersial atau eksploitasi lain, yang
mengakibatkan cedera atau kerugian nyata ataupun potensial terhadap kesehatan anak,
kelangsungan hidup anak, tumbuh kembang anak, atau martabat anak, yang dilakukan dalam
konteks hubungan tanggung jawab, kepercayaan atau kekuasaan.
Banyak teori yang berusaha menerangkan bagaimana kekerasan ini terjadi, salah satu
di antaranya teori yang berhubungan dengan stress dalam keluarga (family stress). Stres
dalam keluarga tersebut bisa berasal dari anak, orang tua, atau situasi tertentu. 
1. Stres berasal dari anak misalnya anak dengan kondisi fisik, mental, dan perilaku yang
terlihat berbeda dengan anak pada umumnya. Bayi dan usia balita, serta anak dengan
penyakit kronis atau menahun juga merupakan salah satu penyebab stres.
2. Stres yang berasal dari orang tua misalnya orang tua dengan gangguan jiwa (psikosis
atau neurosa), orang tua sebagai korban kekerasan di masa lalu, orang tua terlampau perfek
dengan harapan pada anak terlampau tinggi, orang tua yang terbiasa dengan sikap disiplin.
3. Stres berasal dari situasi tertentu misalnya terkena PHK (Pemutusan Hubungan Kerja)
atau pengangguran, pindah lingkungan, dan keluarga sering bertengkar.
Dengan adanya stres dalam keluarga dan faktor sosial budaya yang kental dengan
ketidaksetaraan dalam hak dan kesempatan, sikap permisif terhadap hukuman badan sebagai
bagian dari mendidik anak, maka para pelaku makin merasa sah untuk menyiksa anak.
Dengan sedikit faktor pemicu, biasanya berkaitan dengan tangisan tanpa henti dan
ketidakpatuhan pada pelaku, terjadilah penganiayaan pada anak yang tidak jarang membawa
malapetaka bagi anak dan keluarganya.
Perlukaan bisa berupa cedera kepala (head injury), patah tulang kepala, geger otak,
atau perdarahan otak. Perlukaan pada badan, anggota gerak dan alat kelamin, mulai dari luka
lecet, luka robek, perdarahan atau lebam, luka bakar, patah tulang. Perlukaan organ dalam
(visceral injury) tidak dapat dideteksi dari luar sehingga perlu dilakukan pemeriksaan dalam
dengan melakukan otopsi. Perlukaan pada permukaan badan seringkali memberikan bentuk
yang khas menyerupai benda yang digunakan untuk itu, seperti bekas cubitan, gigitan, sapu
lidi, setrika, atau sundutan rokok. Karena perlakuan seperti ini biasanya berulang maka
perlukaan yang ditemukan seringkali berganda dengan umur luka yang berbeda-beda, ada
yang masih baru ada pula yang hampir menyembuh atau sudah meninggalkan bekas
(sikatriks). Di samping itu lokasi perlukaan dijumpai pada tempat yang tidak umum
sepertihalnya luka-luka akibat jatuh atau kecelakaan biasa seperti bagian paha atau lengan
atas sebelah dalam, punggung, telinga, langit langit rongga mulut, dan tempat tidak umum
lainnya.

Tabel 1. Undang-undang no 23/2002 Perlindungan Anak


Pasal Tindakan Hukuman
77 Diskriminasi Penelantaran Anak 5 tahun, 100 juta
78 Sengaja anak dalam situasi darurat 5 tahun, 100 juta
Kekerasan terhadap anak, 3,5 tahun, denda 72 juta
80 luka berat, 5 tahun, 100 juta
mati 10 tahun, 200 juta
81 Kekerasan, ancaman kekerasan terhadap 3 – 15 tahun, denda 60 juta – 300 juta
anak lalu melakukan persetubuhan
dengannya atau orang lain.
Kekerasan, ancaman kekerasan, 3 – 15 tahun, denda 60 juta – 300 juta
memaksa, melakukan tipu muslihat,
82 kebohongan, atau membujuk anak untuk
melakukan atau membiarkan dilakukan
perbuatan cabul
83 Menjual, menculik 3-15 tahun, 60-300 juta
88 Eksploitasi ekonomi/seksual 10 tahun, 200 juta

Kekerasan Seksual
Kekerasan seksual adalah salah satu bentuk dari kekerasan tubuh yang merugikan
kesehatan dan nyawa manusia. Ilmu Kedokteran Forensik berguna dalam fungsi
penyelidikan, yaitu untuk:
1. Menentukan adanya tanda-tanda persetubuhan
2. Menentukan adanya tanda-tanda kekerasan
3. Memperkirakan umur
4. Menentukan pantas tidaknya korban buat kawin
Kekerasan seksual merupakan segala kekerasan, baik fisik maupun psikologis, yang
dilakukan dengan cara-cara seksual atau dengan mentargetkan seksualitas. Definisi kekerasan
seksual ini mencakup pemerkosaan, perbudakan seksual, dan bentuk-bentuk lain kekerasan
seksual seperti penyiksaan seksual, penghinaan seksual di depan umum, dan pelecehan
seksual.Terdapat dua macam bentuk kekerasan seksual, yaitu ringan dan berat.
Macam-macam kekerasan seksual ringan :
- Pelecehan seksual
- Gurauan porno,
- Siulan, ejekan dan julukan
- Tulisan/gambar
- Ekspresi wajah,
- Gerakan tubuh
- Perbuatan menyita perhatian seksual tak dikehendaki korban, melecehkan dan
atau menghina korban.
- Melakukan repitisi kekerasan seksual ringan dapat dimasukkan ke dalam jenis
kekerasan seksual berat.
Macam-macam kekerasan seksual berat:
- Pelecehan, kontak fisik: raba, sentuh organ seksual, cium paksa, rangkul,
perbuatan yang rasa jijik, terteror, terhina
- Pemaksaan hubungan seksual
- Hubungan seksual dgn cara tidak disukai, merendahkan dan  atau menyakitkan
- Pemaksaan hubungan seksual dengan orang lain, pelacuran tertentu.
- Hubungan seksual memanfaatkan posisi ketergantungan / lemahnya korban.
- Tindakan seksual + kekerasan fisik, dengan atau tanpa bantuan alat yang
menimbulkan sakit, luka, atau cedera.

Aspek Hukum KUHP Tentang Perbuatan Cabul


Pasal KUHP yang mengatur mengenai pencabulan ada dalam pasal 289-296.
a. Pasal 289 KUHP
Barangsiapa dengan kekerasan atau ancaman kekerasan memaksa seseorang untuk
melakukan atau membiarkan dilakukannya perbuatan cabul, diancam karena melakukan
perbuatan yang menyerang kesusilaan, dengan pidana penjara paling lama 9 tahun.
b. Pasal 290 KUHP
Diancam dengan pidana paling lama tujuh tahun:
· Barangsiapa melakukan perbuatan cabul dengan seseorang padahal diketahui bahwa
orang itu pingsan atau tidak berdaya;
· Barangsiapa melakukan perbuatan cabul dengan seseorang padahal diketahui atau
sepatutnya harus diduga, bahwa umurnya belum lima belas tahun atau kalau umurnya
tidak ternyata, bahwa belum mampu dikawin
· Barangsiapa membujuk seseorang yang diketahui atau sepatutnya harus diduga bahwa
umurnya belum lima belas tahun atau kalau umurnya tidak ternyata, bahwa belum
mampu dikawin, untuk melakukan atau membiarkan perbuatan cabul atau bersetubuh
diluar perkawinan dengan orang lain
c. Pasal 292 KUHP
Orang yang cukup umur yang melakukan perbuatan cabul dengan orang lain sama
kelamin, yang diketahui atau sepatutnya harus diduga bahwa belum cukup umur,diancam
dengan pidana penjara paling lama lima tahun.
d. Pasal 293 KUHP
Barangsiapa dengan memberi atau menjanjikan uang atau barang, menyalahgunakan
pembawa yang timbul dari hubungan keadaan, atau dengan menyesatkan sengaja
menggerakkan seseorang belum cukup umur dan baik tingkah-lakunya, untuk melakukan
atau membiarkan dilakukannya perbuatan cabul dengan dia, padahal tentang belum cukup
umurnya itu diketahui atau selayaknya harus diduga, diancam dengan pidana penjara
paling lama lima tahun.
· Penuntutan hanya dilakukan atas pengaduan orang yang terhadap dirinya dilakukan
kekerasan itu.
· Tenggang tersebut dalam pasal 74, bagi pengaduan ini adalah masing-masing 9 bulan
dan 12 bulan.

Peran Kedokteran Forensik Dalam Kasus Kekerasan Seksual:


1. Menentukan adanya tanda-tanda persetubuhan
Pemeriksaan dipengaruhi oleh : besarnya zakar dengan ketegangannya, seberapa jauh
zakar masuk, keadaan selaput dara serta posisi persetubuhan.
Adanya robekan pada selaput dara ataupun luka pada lubang anus hanya menunjukkan
adanya benda padat/kenyal yang masuk. Jika zakar masuk seluruhnya & keadaan
selaput dara masih cukup baik, pada pemeriksaan diharapkan adanya robekan pada
selaput dara. Jika elastis, tentu tidak akan ada robekan.
Adanya pancaran air mani (ejakulasi) di dalam vagina atau lubang anus merupakan
tanda pasti adanya persetubuhan. Pada orang mandul, jumlah spermanya sedikit sekali
(aspermia), sehingga pemeriksaan ditujukan adanya zat-zat tertentu dalam air mani
seperti asam fosfatase, spermin dan kholin. Namun nilai persetubuhan lebih rendah
karena tidak mempunyai nilai deskriptif yang mutlak atau tidak khas.
2. Sperma masih dapat ditemukan dalam keadaan bergerak dalam vagina 4-5 jam setelah
persetubuhan.
3. Pada orang yang masih hidup, sperma masih dapat ditemukan (tidak bergerak) sampai
sekitar 24-36 jam setelah persetubuhan, sedangkan pada orang mati sperma masih
dapat ditemukan dalam vagina paling lama 7-8 hari setelah persetubuhan.
4. Pada laki-laki yang sehat, air mani yang keluar setiap ejakulasi sebanyak 2-5 ml, yang
mengandung sekitar 60 juta sperma setiap mililiter dan 90% bergerak (motile)
5. Untuk mencari bercak air mani yang mungkin tercecer di TKP, misalnya pada sprei
atau kain maka barang-barang tersebut disinari dengan cahaya ultraviolet dan akan
terlihat berfluoresensi putih, kemudian dikirim ke laboratorium.
6. Jika pelaku kekerasan segera tertangkap setelah kejadian, kepala zakar harus
diperiksa, yaitu untuk mencari sel epitel vagina yang melekat pada zakar. Ini
dikerjakan dengan menempelkan gelas objek pada gland penis (tepatnya sekeliling
korona glandis) dan segera dikirim untuk mikroskopis.
7. Robekan baru pada selaput dara dapat diketahui jika pada daerah robekan tersebut
masih terlihat darah atau hiperemi/kemerahan. Letak robekan selaput dara pada
persetubuhan umumnya di bagian belakang (comisura posterior), letak robekan
dinyatakan sesuai menurut angka pada jam. Robekan lama diketahui jika robekan
tersebut sampai ke dasar (insertio) dari selaput dara.
8. VeR yang baik harus mencakup keempat hal tersebut di atas (fungsi penyelidikan),
dengan disertai perkiraan waktu terjadinya persetubuhan. hal ini dapat diketahui dari
keadaan sperma serta dari keadaan normal luka (penyembuhan luka) pada selaput
dara, yang pada keadaan normal akan sembuh dalam 7-10 hari.
9. Menentukan adanya tanda-tanda kekerasan
Kekerasan tidak selamanya meninggalkan bekas/luka, tergantung dari penampang
benda, daerah yang terkena kekerasan, serta kekuatan dari kekerasan itu sendiri.
Tindakan membius juga termasuk kekerasan, maka perlu dicari juga adanya racun dan
gejala akibat obat bius/racun pada korban.
Adanya luka berarti adanya kekerasan, namun tidak ada luka bukan berarti tidak ada
kekerasan. Faktor waktu sangat berperan. Dengan berlalunya waktu, luka dapat
sembuh atau tidak ditemukan, racun/obat bius telah dikeluarkan dari tubuh. faktor
waktu penting dalam menemukan sperma.
10. Memperkirakan umur
Tidak ada satu metode tepat untuk menentukan umur, meskipun pemeriksaannya
memerlukan berbagai sarana seperti alat rontgen untuk memeriksa pertumbuhan tulang
dan gigi. Perkiraan umur digunakan untuk menentukan apakah seseorang tersebut
sudah dewasa (> 21 tahun) khususnya pada homoseksual/lesbian serta pada kasus
pelaku kekerasan. Sedangkan pada kasus korban perkosaan perkiraan umur tidak
diperlukan.

Informed consent
Informed concent adalah suatu proses yang menunjukkan komunikasi yang efektif
antara dokter dengan pasien, dan bertemunya pemikiran tentang apa yag akan dan apa yang
tidak akan dilakukan terhadap pasien. Informed consent dilihat dari aspek hukum bukanlah
sebagai perjanjian antara dua pihak, melainkah lebih ke arah persetujuan sepihak atas layanan
yang ditawarkan pihak lain.
Pada pelaksanaan pemeriksaan kasus ini, terlebih dahulu perlu dijelaskan kepa ayah
korban dan atau korban sendiri atas tindakan-tindakan apa yang akan dilakukan pada korban.
Sebelumnya yang perlu diingat adalah menanyakan kepada ayah korban apa maksud dari
tujuan pemeriksaan yang ingin dilakukan, apakah untuk menuntuk pelaku yang dimaksud
atau hanya sekedar untuk mengetahui hasil pemeriksaan saja. Apabila hanya ingin sekedar
mengetahui, maka pemeriksaan dapat dilakukan. Bagian yang akan diperiksa merupakan the
most private part dari tubuh korban wanita,atau korban itu sendiri, oleh karena itu sangat
penting untuk melakukan informed consent serta meminta ijin tertulis dari korban sendiri,
atau jika korban adalah seorang anak, dapat diminta dari orangtua atau walinya.
Tujuan dari informed consent adalah agar pasien mendapat informasi yang cukup
untuk dapat mengambil keputusan atas terapi yang akan dilaksanakan. Informed consent juga
berarti mengambil keputusan bersama. Hak pasien untuk menentukan nasibnya dapat
terpenuhi dengan sempurna apabila pasien telah menerima semua informasi yang ia perlukan
sehingga ia dapat mengambil keputusan yang tepat. Kekecualian dapat dibuat apabila
informasi yang diberikan dapat menyebabkan guncangan psikis pada pasien.
Dokter harus menyadari bahwa informed consent memiliki dasar moral dan etik yang
kuat. Pasien harus mendapat informasi dan mengerti tentang kondisinya sebelum mengambil
keputusan. Berbeda dengan teori terdahulu yang memandang tidak adanya informed consent
menurut hukum penganiayaan, kini hal ini dianggap sebagai kelalaian. Informasi yang
diberikan harus lengkap, tidak hanya berupa jawaban atas pertanyaan pasien.

Pemeriksaan Medis
1. Anamnesis
Anamnesis umum memuat:
 Identitas : Nama, umur, TTL,
 Spesifik : penyakit kelamin, penyakit lain, pernah bersetubuh, persetubuhan
yang terakhir
Anamnesis khusus memuat apa yang terjadi, dimana terjadi, kapan terjadi, berapa
orang pelakunya, dengan apa dilakukan, sudah berobat kemana, apa yang dirasakan.
2. Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan fisik umum memuat :
 Kesan penampilan (wajah, rambut), ekspresi emosional, tanda-tanda bekas
kehilangan kesadaran / obat bius / needle marks.
 Berat badan, tinggi badan, tanda vital, pupil, refleks cahaya, pupil pinpoint,
tanda perkembangan alat kelamin sekunder, kesan nyeri

Pemeriksaan fisik khusus memuat:


o Pembuktian persetubuhan :
-Ada / tidak penetrasi penis anus / oral
-Ejakulat / air mani pada anus / oral
o Bukti Penetrasi :
- Laserasi (mencakup perkiraan waktu), kerutan, kekuatan sfingter
-Variasi : - korban 3 hari yang lalu / lebih akan nampak jaringan parut
○ Penetrasi tidak lengkap
- Bukti Ejakulat/air mani (mencakup perkiraan waktu)
- Perlekatan rambut kemaluan
○ Pemeriksaan Pakaian
- Rapi / tidak,
- Robekan? lama/baru, melintang? pada jahitan? kancing putus?
- Bercak darah
- Air mani
- Lumpur / kotoran lain di TKP
3. Pemeriksaan Laboratorium
- Cairan semen dalam lubang anus meliputi fosfatase asam, reaksi florense, reaksi
berberio, uji PAN, imunocromatografi semenogelin, imunocromatografi PSA
- Pemeriksaan terhadap kuman N. gonorrhoea sekret ureter
- Toksikologik darah dan urin
- Pemeriksaan spermatozoa dengan malchite green
4. Pembuktian Adanya Kekerasan
- Luka-luka lecet bekas kuku, gigitan (bite marks), luka-luka memar
- Lokasi : Muka, leher, bagian dalam paha dan sekitar alat kelamin
5. Perkiraan Umur
- Dasar berat badan, tinggi badan, bentuk tubuh, gigi, ciri-ciri kelamin sekunder
- Pemeriksaan sinar X : standar waktu penyatuan tulang
6. Pemeriksaan terhadap Pelaku
- Upaya pengenalan persetubuhan,
- Bercak sperma, darah, tanah dan pakaian, robekan.
- Bentuk tubuh : memungkinkan tindakan kekerasan.
- Tanda cedera : perlawanan korban
- Rambut terlepas.
- Pemeriksaan menyeluruh alat kelamin : mampu seksual, cedera
- Tanda infeksi gonokokus,
- Sekret
- Smegma
7. Pemeriksaan Penentuan Golongan Darah
- Serologis air mani (antigen ABO) pada orang yang adalah sekretor di cocokkan
dengan golongan darah (pelaku / korban)
8. Homoseksual
- Homoseksual merupakan salah satu bentuk kekerasan seksual

Pemeriksaan Laboratorium
· Pemeriksaan cairan mani (semen)
· Cairan mani merupakan cairan agak kental, berwarna puith kekuningan, keruh dan
berbau khas. Cairan mani pada saat ejakulasi kental kemudian akibat enzom
proteiolitik menjadi cair dalam waktu yang singkat (10 – 20 menit). Dalam keadaan
normal, volume cairan mani 3 – 5 ml pada 1 kali ejakulasi dengan pH 7,2 – 7,6.
Cairan mani mengandung spermatozoa, sel – sel epitel dan sel – sel lain yang
tersuspensi dalam cairan yang disebut plasma seminal yang mengandung spermin dan
beberapa enzim seperti fosfatase asam. Spermatozoa mempunya bentuk khas untuk
spesies tertentu dengan jumlah yang bervariasi, biasanya 60 sampai 120 juta per ml.
· Pada orang yang hidup, sperma masih dapat diketemukan (tidak bergerak) sampai
sekitar 24-36 jam setelah persetubuhan; sedangkan pada orang mati sprema masih
dapat diketemukan dalam vagina paling lama sampai 7-8 hari setelah
persetubuhan.5Untuk menentukan adanya cairan mani dalam vagina guna
membuktikan adanya suatu persetubuhan, perlu diambil bahan dari forniks posterior
vagina.1
· Penentuan spermatozoa (mikroskopis)
Tanpa pewarnaan
· Pemeriksaan ini berguna untuk melihat apakah terdapat motilitas spermatozoa ini
paling bermakna untuk memperkirakan saat terjadinya persetubuhan. Umumnya
disepakati bahwa dalam 2 – 3 jam setelah persetubuhan masih dapat ditemukan
spermatozoa yang bergerak dalam vagina. Haid akan memperpanjang waktu ini
menjadi 3 – 4 jam.
· Setelah itu spermatozoa tidak bergerak lagi dan akhirnya ekornya akan menghilang
(lisis), sehingga harus dilakukan pemeriksaan dengan pewarnaan.4
· Cara pemeriksaan : satu tetes lendir vagina diletakkan pada kaca objek, dilihat dengan
pembesaran 500 x serta kondesor diturunkan. Perhatikan pergerakan sperma.
· Bila sperma tidak ditemukan, belum tentu dalam vagina tidak ada ejakulat mengingat
kemungkinan azospermia atau pasca vasektomi sehingga perlu dilakukan penentuan
cairan mani dalam cairan vagina.1,6
Dengan pewarnaan
· Dibuat sediaan apus dan difikasi dengan melewatkan gelas sediaan apus tersebut pada
nyala api. Pulas dengan HE, Methylene Blue atau Malachite Green.
· Cara pewarnaan yang mudah dan baik untuk kepentingan forensik adalah dengan
pulasan malachite green dengan prosedur sebagai berikut:
Warnai dengan larutan malachite Green 1% selama 10 – 15 menit, lalu cuci dengan
air mengalir dan setelah itu lakukan counter stain dengan larutan Eosin Yellowish 1%
selama 1 menit, terakhir cuci lagi dengan air.
· Keuntungan dengna pulasan ini adalah inti sel epitel dan leukosit tidak terdiferensi,
sel epitel berwarna merah muda merata dan leukosit tidak terwarnai. Kepala sprema
tampak merah dan lehernya merah muda, ekornya bewarna hijau.

Penentuan cairan mani (kimiawi)


· Untuk membuktikan adanya cairan mani dalamsekret vagina, perlu dideteksi adanya
zat – zat yang banyak terdapat dalam cairan mani dengan pemeriksaan laboratorium
berikut:
 Reaksi fosfatase asam
Dasar reaksi: adanya enzim fosfatase dalam kadar tinggi yang dihasilkan oleh
kelenjar prostat. Aktivitas enzim fosfatase asam rata–rata adalah sebesar 2500
U.K.A. Dalam sekret vagiana setelah 3 hari absistensi seksualis ditemukan
aktivitas 0–6 unit. Dengan menentukan secara kuantitatif aktifitas fosfatase asam
per 2 cm2 bercak, dapat ditentukan apakah bercak tersebut adalah bercak mani
atau bukan. Aktifitas 25 U.K.A per 1 cc ekstrak yang diperoleh dari 1 cm 2 bercak
dianggap spesifik sebagai bercak mani.
Cara pemeriksaan: bahan yang dicurigai ditempelkan pada kertas saring yang
telah terlebih dahulu dibahsai dengan akuades selama beberapa menit. Kemudian
kertas saring diangkat dan disemprot dengan reagens. Ditentukan waktu reaksi
dari saat penyemprotan sampai timbul warna ungu.
Perlu diperhatikan bahwa intensitas warna maksimal tercapai secara berangsur-
angsur dan test ini tidak spesifik. Hasil positif semu dapat terjadi dengan feses, air
teh, kontraseptik, sari buah dan tumbuh-tumbuhan. Bercak yang tidak
megnandung enzim fosfatase memberi warna dengan serentak dengan
intensitasnya tetap, sedangkan bercak yang megnandung enzim fosfatase
memberikan warna secara berangsur-angsur.

 Inhibisi dengan I (-) tartrat


Untuk membedakan bercak mani dari bercak lain dapat digunakan I (-) tartrat
yang menghambat aktifitas enzim fosfatase asam dalam semen.
Dipergunakan 2 macam reagens yang mengandung Na- alfa taftil fosfat dan
Brentamine fast Blue Salt.
- Reagens I: merupakan larutan kedua zat di atas dalam larutan penyangga sitrat
dengan pH 4,9.
- Reagens II: terdiri dari 9 bagian larutan sitrat (pH4,9) dan 1 bagian larutan 0,4
MI (+) asam tartrat dengan pH 4,9.
Interprestasi: apabila bercakl ekstrak yang disemprot dengan ragens I berwarna
ungu, sedangkan dengan reagens II tak timbul warna, maka dapat dipastika
bahwa dalam ekstrak tedapat mani.Bila warna ungu dengan intesitas yang sama
timbul pada kedua kertas tadi, maka dapat disimpulkan bahwa terdapat akrifitas
fosfatase asam yang bukan berasal dari mani.1

 Cara elektro-imodulasi
Serum anti mani manusia ( anti human semen serum), selain spesifik untuk
antigen manusia, juga mengandung zat anti terhadap fosfatase asam.Bila serum
ditambahkan dengan air mani akan terbentuk kompleks enzim – antibodi uang
masih memiliki sifat enzimatik dan dapat diperhatikan dengan reaksi fosfatase
asam.
Medium yang digunakan adalah lempeng agar yang megnadung serum anti mani
manusia dalam konsentrasi kecil (1%).Setelah dilakukan elektroforesis, lempeng
agar dikembangkan dalam reagens fosfatase asam.Pada fosfatase seminal,
tampak puncak presipitin ke arah anoda, sedangkan pada fosfatase vaginal,
puncak presipitin ke arah katoda.
Cara ini adalah satu-satunya cara untuk menetukan dengan pasti adanya mani
manusia pada keadaan azoospermia. Dengan cara ini, dapat menentukan adanya
semen di dalam vagina sampai 4 hari pasca persetubuhan.4

 Elektroforesis
Cara ini menggunakan lempeng akrilamid dan dikemabangkan dengan bufer
(pH3), dilihat di bawah sinar ultraviolet.Hasil: fosfatase asam seminal bergerak
sejauh 4 cm, sedangkan fosfatase asam vaginal bergerak sejauh 3 cm.

 Reaksi Berberio
Dasar reaksi: untuk menentukan adanya spermin dalam semen.
Reagens: larutan asam pikrat jenuh.
Cara pemeriksaan: sama seperti pada reaksi Florence.
Hasil positif memperlihatkan adanya kristal spermin pikrat yang kekuning-
kuningan berbentuk jarum dengan ujung tumpul, dan kadang-kadang terdapat
garis refraksi yang terletak longitudinal. Kristal mungkin pula berbentuk ovoid.
Reaksi tersebut mempunyai arti bila mikroskopik tidak ditemukan spermatozoa.

Penentuan adanya spermin dapat pula dengan tes Puranen yang khas untuk cairan
mani. Tetapi mungkin terjadi hasil negatif semu dan reaksinya lebih lambat
dibandingkan dengan tes Berberio. Reagens adalah larutan 5g naphothol S
yellow dalam 100 cc aquadest.
Cara pemeriksaan: seperti tes Florence, tunggu kira – kira 1 jam. Hasilnya positif
terlihat kristal - kristal spermin flavinat berwarna kuning.
 Pemeriksaan bercak mani pada pakaian
- Visual, Bercak mani berbatas tegas dan lebih gelap dari sekitarnyaa. Bercak
yang sudah agak tua berwarna agak kekuning-kuningan. Pada bahan
sutera/nylon batasnya sering tidak jelas, tetapi selalu lebih gelap dari
sekitarnya.
- Pada tekstil yang tidak menyerap, bercak yang segar akan menunjukkan
permukaan mengkilat dan transiusen, kemudian akan me ngering. Dalam
waktu kira-kira 1 bulan akan berwarna kuning sampai coklat.
- Pada tekstil yang menyerap, bercak yang segar tidak berwarna atau bertepi
kelabu yang berangsur-berangsur akan berwarna kuning sampai cokiat dalam
waktu 1 bulan.
- Di bawah Sinar ultra violet, bercak semen menunjukkan fluoresensi putih.
- Secara taktil (perabaan) bercak mani teraba memberi kesan kaku seperti
kanji. Pada tekstil yang tidak menyerap, bila tidak teraba kaku, kita masih
dapat mengenalinya karena permukaan bercak akan teraba kasar.
- Dapat pula dilakukan uji pewarnaan Baecchi
- Serabut pakaian tidak mengambil warna, spermatozoa dengan kepala
berwarna merah dan ekor berwarna merah muda terlihat banyak menempel
pada serabut benang.
- Skrining dapat dilakukan dengan Reagens Fosfatase Asam. Sehelai kertas
saring yang telah dibasahi dengan akuades ditem pelkan pada bercak yang
dicurigai selama 5 10 menit. Keringkan lalu semprot dengan reagens. Bila
terlihat bercak berwarna ungu, kertas saring diletakkan kembali pada pakaian
sesuai dengan letaknya semula. Dengan demikian letak bercak pada kain
dapat diketahui.
- Reaksi Fosfatase Asam dan Florence dilakukan bila pada pemeriksaan tidak
dapat ditemukan set spermatozoa.1,5,7
Visum et repertum

PEMERINTAH PROVINSI JAKARTA


RUMAH SAKIT UMUM UKRIDA
NOMOR AKREDITASI : YM. 00.03.3.5.3971
Jl.Arjuna Utara No.6 Jakarta Barat Kebon Jeruk
Telp (0741) 61692 – 61694 fax. (0741) 60014

PRO JUSTITIA
VISUM ET REPERTUM
Nomor:066/VRH/KS/II/2018

Atas permintaan tertulis dari KEPOLISIAN DAERAH PROVINSI JAKARTA BARAT


RESOR KOTA JAKARTA, melalui suratnya tanggal 18 Februari 2018, No.Pol:
VER/066/II/2014/RESKRIM, yang ditandatangani oleh Budi Soetisno, ST, NRP.68120591,
pangkat KOMISARIS POLISI, dan diterima tanggal 18 februari 2018, jam 14.30 WIB maka
dengan ini saya dr. Gloria Stefanie sebagai dokter yang bekerja di Rumah Sakit Umum
Daerah Jakarta Barat, menerangkan bahwa pada tanggal 18 Februari 2018, jam 14.30 WIB di
Instalasi Gawat Darurat Rumah Sakit Umum Daerah Provinsi Jakarta Barat, telah memeriksa
korban, yang berdasarkan surat permintaan tersebut di atas, dan telah dibenarkan oleh yang
bersangkutan: bernama Tono, 9 tahun, jenis kelamin laki-laki, pekerjaan pelajar, alamat Jl.
Abdul Chatab Kota Jakarta RT 11 Kelurahan Grogol Kecamatan Jakarta barat Kota Jakarta.
Berdasarkan surat permintaan itu, orang tersebut diduga telah mengalami kejahatan seksual.

HASIL
PEMERIKSAAN:-----------------------------------------------------------------------------------
Dari pemeriksaan luar atas korban tersebut di atas di temukan fakta-fakta sebagai
berikut:------
A. FAKTA YANG BERKAITAN DENGAN IDENTITAS
KORBAN:----------------------------
1. IdentitasUmum
:--------------------------------------------------------------------------------
a. Jenis Kelamin : laki-
laki.--------------------------------------------------------------------
b. Umur : Kurang lebih Sembilan
tahun.-------------------------------------------
c. Berat badan : Dua puluh lima
kilogram.------------------------------------------------
d. Tinggi badan : Seratus sepuluh
sentimeter.-----------------------------------------------
e. Cirirambut : keriting, warna hitam, pendek, distribusi
merata--------------------
f. Warna kulit :
Sawomatang.--------------------------------------------------------------
g. Warna pelangi mata :
Hitam.----------------------------------------------------------------------
h. Keadaan gizi
:Baik.-------------------------------------------------------------------------

B. HASIL
PEMERIKSAAN:-------------------------------------------------------------------------------
Dari pemeriksaan yang sudah saya lakukan ditemukan fakta-fakta sebagai berikut:---------
a. Faktadaripemeriksaan:
----------------------------------------------------------------------------
Tanggal : Delapan belas februari duaribu delapan
belas------------------------------------
1. KeadaanUmum :
-------------------------------------------------------------------------------------
 Tingkat Kesadaran :sadar penuh
------------------------------------------------------
 DenyutNadi : delapan puluh kali permenit
-----------------------------------
 TekananDarah : seratus per tujuh puluh milimeter air
raksa----------------
 Pernafasan : dua puluh empat kali
permenit--------------------------------
 SuhuBadan : tiga puluh tujuh koma lima derajat
celcius----------------
2. Fakta tentang pakaian : rapi dan
bersih----------------------------------------------------
3. Fakta tentang kedewasaan :
-------------------------------------------------------------------------
a. Fakta yang dapat memberikan petunjuk mengenai umur : gigi geligi---------------
- Rahangatas : gigi lengkap, gigi geraham belakang kanan dan kiri belum
tumbuh, tidak ada
kelainan---------------------------------------------------------------
- Rahangbawah : gigi lengkap, gigi geraham belakang kanan dan kiri belum
tumbuh, tidak ada
kelainan---------------------------------------------------------------
b. Fakta tentang tingkat pertumbuhan organ seksual :
------------------------------------
 Organ Primer : sudah di sunat, teraba dua buah biji pelir, tidak ada
kelainan-----------------------------------------------------------------------------------
----
 Organ Sekunder : bulu ketiak dan bulu kelamin belum tumbuh-------------
c. Fakta tentang kondisi kejiwaannya : cemas, ketakutan, lebih banyak diam, sulit
menjawab
pertanyaan--------------------------------------------------------------------------
d. Kelainan Fisik : tidak ada
kelainan-----------------------------------------------------------
e. Kelainan pada organ seksual : tidak ada kelainan
---------------------------------------
b. FAKTA DARI PEMERIKSAAN TUBUH BAGIAN
LUAR------------------------------
1. Permukaan Kulit Tubuh:
--------------------------------------------------------------------------
a. Kepala : Simetris.
------------------------------------------------------------------
b. Wajah : Tidak ada
kelainan.-------------------------------------------------------
c. Leher : Tidak ada kelainan.
-------------------------------------------------------
d. Bahu : Tidak ada kelainan.
-------------------------------------------------------
e. Dada : Tidak ada kelainan.
-------------------------------------------------------
f. Punggung : Tidak ada kelainan.
-------------------------------------------------------
g. Perut : Tidak ada kelainan.
-------------------------------------------------------
h. Bokong :---------------------------------------------------------------------------
----
 Bokongkanan : Tidak ada Kelainan
------------------------------------------------------
 Bokongkiri : Tidak ada
kelainan-------------------------------------------------------
 Kekuatan otot : Tidak ada kelainan
-------------------------------------------------------
i. Anggota gerak :
------------------------------------------------------------------------------
 Anggota gerak
atas :--------------------------------------------------------------------------
kiri: Tidak ada kelainan.
-------------------------------------------------------------------
kanan : Tidak ada kelainan.
---------------------------------------------------------------
 Anggota gerak
bawah:-----------------------------------------------------------------------
kiri :Tidak ada kelainan.
----------------------------------------------------------------
kanan : Tidak ada kelainan.
---------------------------------------------------------------
4. Bagian Tubuh tertentu:
--------------------------------------------------------------------------
a. Mata : Tidak ada kelainan.
-----------------------------------------------------
b. Hidung : Tidak ada kelainan.
-----------------------------------------------------
c. Telinga : Tidak ada kelainan.
-----------------------------------------------------
d. Mulut : Tidak ada kelainan.
-----------------------------------------------------
e. Kelamin : Tidak ada kelainan.
-----------------------------------------------------
f. Dubur :Berbentuk corong
--------------------------------------------------------
 Liang dubur : Luka lecet pada dinding luar lubang pelepasan arah jam 6 dan 8,
tampak kemerahan pada dinding luar lubang
pelepasan.-----------------------------
5. Tulang – Tulang:
------------------------------------------------------------------------------------
a. Tulang Tengkorak : Tidak ada kelainan.
----------------------------------------------
b. Tulang Belakang : Tidak ada kelainan.
----------------------------------------------
c. Tulang-tulang Dada : Tidak ada kelainan.
----------------------------------------------
d. Tulag-tulang Punggung : Tidak ada kelainan.
----------------------------------------------
e. Tulang-tulang Pangul : Tidak ada kelainan.
----------------------------------------------
f. Tulang Anggota Gerak : Tidak ada kelainan.
----------------------------------------------

KESIMPULAN:-------------------------------------------------------------------------------------------
----
Dari fakta-fakta yang kami temukan dari pemeriksaan korban tersebutdi atas, maka kami
simpulkan bahwa, telah diperiksa seorang anak laki-laki, berumur kurang lebih Sembilan
tahun, warna kulit sawo matang, keadaan gizi baik. Dari pemeriksaan luar ditemukan
kekerasan tumpul berupa luka lecet pada dinding luar lubang dubur arah 6 dan 8, dan warna
kemerahan di luar lubang dubur, Luka tersebut tidak menghalangi korban untuk menjalankan
aktifitasnya sebagai
pelajar--------------------------------------------------------------------------------------------------------
----

PENUTUP:-------------------------------------------------------------------------------------------------
----
Demikianlah keterangan tertulis ini saya buat dengan sesungguhnya dengan mengingat
sumpah pada waktu menerima jabatan sebagai
dokter--------------------------------------------------------------

Jakarta, 18 februari 2018


TTD

dr . Gloria Stefanie
Kesimpulan
Forensik klinik adalah bagian dari ilmu kedokteran forensik yang mencakup
pemeriksaan forensik terhadap korban hidup dan investigasinya, kemudian aspek
medikolegal, juga psikopatologinya, dengan kata lain forensik klinik merupakan area praktek
medis yang mengintegrasikan antara peranan medis dan hukum terutama dalam kasus-kasus
berkaitan kekerasan susila. Namun, untuk menyelesaikan permasalahan kasus kekerasan
seksual pada anak, tidak hanya membutuhkan intervensi medis semata-mata tapi, menuntut
diambilnya langkah penanganan yang holistik dan komprehensif termasuk dukungan
psikososial yang secara otomatis membutuhkan dukungan optimal dari keluarga dan
masyarakat.

Daftar Pustaka
1. Reneta Kristiani, Doni, Mira Nurcahyo budi W. Kekerasan Seksual Pada Anak. (diakses
tanggal 15 Desember 2018 dari http://www.pulih.or.id/res/publikasi/news_letter
%2015.pdf )
2. Sudaryono. Kekerasan Pada Anak : Bentuk, Penanggulangan, dan Perlindungan Pada
Anak Korban Kekerasan. 2010
3. Departemen Kesehatan. Melindungi Kesehatan Anak Korban Kekerasan. (diakses
tanggal 15 Desember 2018 dari http://www.smallcrab.com/anak-anak/1050-melindungi-
kesehatan-anak-korban-kekerasan)
4. Budiyanto A, Widiatmaka W, Sudiono S, Mun’im TWA, Hertian S, Sampurna B, et al.
Ilmu Kedokteran Forensik. Jakarta: Bagian Kedokteran Forensik Fakultas Kedokteran
Universitas Indonesia; 1997.h.147-158.
5. Staf Pengajar Bagian Kedokteran Forensik Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.
Peraturan perundang-undangan bidang kedokteran. Jakarta: Bagian Kedokteran Forensik
Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia; 1994.h.32-7.
6. Wiknjosastro H, dkk. Ilmu Kandungan. Ed. kedua. Cetakan ketujuh Jakarta: Yayasan
Bina Pustaka Sarwono Prawiroharjo; 2009.h.35-87.
7. Erfan Kusuma S. Kejahatan Seksual Lab Ilmu Kedokteran Forensik. Surabaya: Jurnal
Fakultas Kedokteran Universitas Airlangga; 2009.
8. Widiatmaka W. Visum Et Repertum. Jakarta: Jurnal Kedokteran Bagian Departemen
Forensik Universitas Indonesia; 2009.

Anda mungkin juga menyukai