Visum Et Repertum Pada
Visum Et Repertum Pada
Abstrak
Definisi kekerasan terhadap anak menurut Centers for Disease Control and Prevention
adalah setiap tindakan atau serangkaian tindakan wali atau kelalaian oleh orang tua atau
pengasuh lainnya yang dihasilkan dapat membahayakan, atau berpotensi bahaya, atau
memberikan ancaman yang berbahaya kepada anak. Kekerasan pada anak menurut
keterangan WHO dibagi menjadi lima jenis, yaitu kekerasan fisik, kekerasan seksual,
kekerasan emosional, penelantaran anak, eksploitasi anak. Anak merupakan kelompok yang
memerlukan perhatian dalam upaya pembinaan kesehatan masyarakat, karena mereka akan
berperan sebagai calon orang tua, tenaga kerja, bahkan pemimpin bangsa di masa depan.
Kekerasan dan penelantaran anak mengakibatkan terjadinya gangguan proses pada tumbuh
kembang anak. Keadaan ini jika tidak ditangani secara dini dengan baik, akan berdampak
terhadap penurunan kualitas sumber daya manusia. Hal yang penting dilakukan adalah
memberikan pendidikan seksual atau pendidikan kesehatan reproduksi bagi anak-anak sedini
mungkin, perlu dilakukan oleh orangtua dan pihak sekolah agar anak tidak mendapatkan
informasi yang salah dari teman, internet, maupun media lainnya
Abstract
The definition of child abuse according to the Centers for Disease Control and Prevention is
that any action or set of guardian actions or negligence by parents or other caregivers
produced can endanger, or have potential danger, or provide a dangerous threat to the child.
Violence in children according to WHO information is divided into five types, namely
physical violence, sexual violence, emotional violence, neglect of children, exploitation of
children. Children are a group that needs attention in an effort to foster public health,
because they will act as prospective parents, labor, even leaders of the nation in the future.
Violence and neglect of children results in a disruption of the process of child development.
This situation if not handled properly early, will have an impact on the decline in the quality
of human resources. The important thing to do is to provide sexual education or reproductive
health education for children as early as possible, it needs to be done by parents and the
school so that children do not get wrong information from friends, the internet, or other
media
Dari sekian ratus kasus yang pernah terjadi, kekerasan seksual pada anak diibaratkan
sebagai fenomena “gunung es”. Laporan LBH (Lembaga Badan Hukum) Apik Jakarta
menyebutkan dari 239 kasus kekerasan seksual yang terjadi pada Januari-Oktober 2003,
sekitar 50% di antaranya menimpa anak-anak. Data itu mencakup kasus perkosaan, sodomi,
pedofilia, pencabulan, dan pelecehan seksual. Sementara itu, dari 32 kasus kekerasan seksual
yang terjadi pada bulan April 2002, 28 kasus atau 87,5% di antaranya terjadi pada anak di
bawah umur.2
Seringkali istilah kekerasan pada anak ini dikaitkan dalam arti sempit dengan tidak
terpenuhinya hak anak untuk mendapat perlindungan dari tindak kekerasan dan eksploitasi.
Kekerasan pada anak juga sering kali dihubungkan dengan lapis pertama dan kedua pemberi
atau penanggung jawab pemenuhan hak anak yaitu orang tua (ayah dan ibu) dan keluarga.
Kekerasan yang disebut terakhir ini di kenal dengan perlakuan salah terhadap anak atau child
abuse yang merupakan bagian dari kekerasan dalam rumah tangga (domestic violence).
(Hobbs CJ,1998)
Menurut WHO (World Health Organization) kekerasan dan penelantaran pada anak
merupakan semua bentuk perlakuan menyakitkan secara fisik ataupun emosional,
penyalahgunaan seksual, penelantaran, eksploitasi komersial atau eksploitasi lain, yang
mengakibatkan cedera atau kerugian nyata ataupun potensial terhadap kesehatan anak,
kelangsungan hidup anak, tumbuh kembang anak, atau martabat anak, yang dilakukan dalam
konteks hubungan tanggung jawab, kepercayaan atau kekuasaan.
Banyak teori yang berusaha menerangkan bagaimana kekerasan ini terjadi, salah satu
di antaranya teori yang berhubungan dengan stress dalam keluarga (family stress). Stres
dalam keluarga tersebut bisa berasal dari anak, orang tua, atau situasi tertentu.
1. Stres berasal dari anak misalnya anak dengan kondisi fisik, mental, dan perilaku yang
terlihat berbeda dengan anak pada umumnya. Bayi dan usia balita, serta anak dengan
penyakit kronis atau menahun juga merupakan salah satu penyebab stres.
2. Stres yang berasal dari orang tua misalnya orang tua dengan gangguan jiwa (psikosis
atau neurosa), orang tua sebagai korban kekerasan di masa lalu, orang tua terlampau perfek
dengan harapan pada anak terlampau tinggi, orang tua yang terbiasa dengan sikap disiplin.
3. Stres berasal dari situasi tertentu misalnya terkena PHK (Pemutusan Hubungan Kerja)
atau pengangguran, pindah lingkungan, dan keluarga sering bertengkar.
Dengan adanya stres dalam keluarga dan faktor sosial budaya yang kental dengan
ketidaksetaraan dalam hak dan kesempatan, sikap permisif terhadap hukuman badan sebagai
bagian dari mendidik anak, maka para pelaku makin merasa sah untuk menyiksa anak.
Dengan sedikit faktor pemicu, biasanya berkaitan dengan tangisan tanpa henti dan
ketidakpatuhan pada pelaku, terjadilah penganiayaan pada anak yang tidak jarang membawa
malapetaka bagi anak dan keluarganya.
Perlukaan bisa berupa cedera kepala (head injury), patah tulang kepala, geger otak,
atau perdarahan otak. Perlukaan pada badan, anggota gerak dan alat kelamin, mulai dari luka
lecet, luka robek, perdarahan atau lebam, luka bakar, patah tulang. Perlukaan organ dalam
(visceral injury) tidak dapat dideteksi dari luar sehingga perlu dilakukan pemeriksaan dalam
dengan melakukan otopsi. Perlukaan pada permukaan badan seringkali memberikan bentuk
yang khas menyerupai benda yang digunakan untuk itu, seperti bekas cubitan, gigitan, sapu
lidi, setrika, atau sundutan rokok. Karena perlakuan seperti ini biasanya berulang maka
perlukaan yang ditemukan seringkali berganda dengan umur luka yang berbeda-beda, ada
yang masih baru ada pula yang hampir menyembuh atau sudah meninggalkan bekas
(sikatriks). Di samping itu lokasi perlukaan dijumpai pada tempat yang tidak umum
sepertihalnya luka-luka akibat jatuh atau kecelakaan biasa seperti bagian paha atau lengan
atas sebelah dalam, punggung, telinga, langit langit rongga mulut, dan tempat tidak umum
lainnya.
Kekerasan Seksual
Kekerasan seksual adalah salah satu bentuk dari kekerasan tubuh yang merugikan
kesehatan dan nyawa manusia. Ilmu Kedokteran Forensik berguna dalam fungsi
penyelidikan, yaitu untuk:
1. Menentukan adanya tanda-tanda persetubuhan
2. Menentukan adanya tanda-tanda kekerasan
3. Memperkirakan umur
4. Menentukan pantas tidaknya korban buat kawin
Kekerasan seksual merupakan segala kekerasan, baik fisik maupun psikologis, yang
dilakukan dengan cara-cara seksual atau dengan mentargetkan seksualitas. Definisi kekerasan
seksual ini mencakup pemerkosaan, perbudakan seksual, dan bentuk-bentuk lain kekerasan
seksual seperti penyiksaan seksual, penghinaan seksual di depan umum, dan pelecehan
seksual.Terdapat dua macam bentuk kekerasan seksual, yaitu ringan dan berat.
Macam-macam kekerasan seksual ringan :
- Pelecehan seksual
- Gurauan porno,
- Siulan, ejekan dan julukan
- Tulisan/gambar
- Ekspresi wajah,
- Gerakan tubuh
- Perbuatan menyita perhatian seksual tak dikehendaki korban, melecehkan dan
atau menghina korban.
- Melakukan repitisi kekerasan seksual ringan dapat dimasukkan ke dalam jenis
kekerasan seksual berat.
Macam-macam kekerasan seksual berat:
- Pelecehan, kontak fisik: raba, sentuh organ seksual, cium paksa, rangkul,
perbuatan yang rasa jijik, terteror, terhina
- Pemaksaan hubungan seksual
- Hubungan seksual dgn cara tidak disukai, merendahkan dan atau menyakitkan
- Pemaksaan hubungan seksual dengan orang lain, pelacuran tertentu.
- Hubungan seksual memanfaatkan posisi ketergantungan / lemahnya korban.
- Tindakan seksual + kekerasan fisik, dengan atau tanpa bantuan alat yang
menimbulkan sakit, luka, atau cedera.
Informed consent
Informed concent adalah suatu proses yang menunjukkan komunikasi yang efektif
antara dokter dengan pasien, dan bertemunya pemikiran tentang apa yag akan dan apa yang
tidak akan dilakukan terhadap pasien. Informed consent dilihat dari aspek hukum bukanlah
sebagai perjanjian antara dua pihak, melainkah lebih ke arah persetujuan sepihak atas layanan
yang ditawarkan pihak lain.
Pada pelaksanaan pemeriksaan kasus ini, terlebih dahulu perlu dijelaskan kepa ayah
korban dan atau korban sendiri atas tindakan-tindakan apa yang akan dilakukan pada korban.
Sebelumnya yang perlu diingat adalah menanyakan kepada ayah korban apa maksud dari
tujuan pemeriksaan yang ingin dilakukan, apakah untuk menuntuk pelaku yang dimaksud
atau hanya sekedar untuk mengetahui hasil pemeriksaan saja. Apabila hanya ingin sekedar
mengetahui, maka pemeriksaan dapat dilakukan. Bagian yang akan diperiksa merupakan the
most private part dari tubuh korban wanita,atau korban itu sendiri, oleh karena itu sangat
penting untuk melakukan informed consent serta meminta ijin tertulis dari korban sendiri,
atau jika korban adalah seorang anak, dapat diminta dari orangtua atau walinya.
Tujuan dari informed consent adalah agar pasien mendapat informasi yang cukup
untuk dapat mengambil keputusan atas terapi yang akan dilaksanakan. Informed consent juga
berarti mengambil keputusan bersama. Hak pasien untuk menentukan nasibnya dapat
terpenuhi dengan sempurna apabila pasien telah menerima semua informasi yang ia perlukan
sehingga ia dapat mengambil keputusan yang tepat. Kekecualian dapat dibuat apabila
informasi yang diberikan dapat menyebabkan guncangan psikis pada pasien.
Dokter harus menyadari bahwa informed consent memiliki dasar moral dan etik yang
kuat. Pasien harus mendapat informasi dan mengerti tentang kondisinya sebelum mengambil
keputusan. Berbeda dengan teori terdahulu yang memandang tidak adanya informed consent
menurut hukum penganiayaan, kini hal ini dianggap sebagai kelalaian. Informasi yang
diberikan harus lengkap, tidak hanya berupa jawaban atas pertanyaan pasien.
Pemeriksaan Medis
1. Anamnesis
Anamnesis umum memuat:
Identitas : Nama, umur, TTL,
Spesifik : penyakit kelamin, penyakit lain, pernah bersetubuh, persetubuhan
yang terakhir
Anamnesis khusus memuat apa yang terjadi, dimana terjadi, kapan terjadi, berapa
orang pelakunya, dengan apa dilakukan, sudah berobat kemana, apa yang dirasakan.
2. Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan fisik umum memuat :
Kesan penampilan (wajah, rambut), ekspresi emosional, tanda-tanda bekas
kehilangan kesadaran / obat bius / needle marks.
Berat badan, tinggi badan, tanda vital, pupil, refleks cahaya, pupil pinpoint,
tanda perkembangan alat kelamin sekunder, kesan nyeri
Pemeriksaan Laboratorium
· Pemeriksaan cairan mani (semen)
· Cairan mani merupakan cairan agak kental, berwarna puith kekuningan, keruh dan
berbau khas. Cairan mani pada saat ejakulasi kental kemudian akibat enzom
proteiolitik menjadi cair dalam waktu yang singkat (10 – 20 menit). Dalam keadaan
normal, volume cairan mani 3 – 5 ml pada 1 kali ejakulasi dengan pH 7,2 – 7,6.
Cairan mani mengandung spermatozoa, sel – sel epitel dan sel – sel lain yang
tersuspensi dalam cairan yang disebut plasma seminal yang mengandung spermin dan
beberapa enzim seperti fosfatase asam. Spermatozoa mempunya bentuk khas untuk
spesies tertentu dengan jumlah yang bervariasi, biasanya 60 sampai 120 juta per ml.
· Pada orang yang hidup, sperma masih dapat diketemukan (tidak bergerak) sampai
sekitar 24-36 jam setelah persetubuhan; sedangkan pada orang mati sprema masih
dapat diketemukan dalam vagina paling lama sampai 7-8 hari setelah
persetubuhan.5Untuk menentukan adanya cairan mani dalam vagina guna
membuktikan adanya suatu persetubuhan, perlu diambil bahan dari forniks posterior
vagina.1
· Penentuan spermatozoa (mikroskopis)
Tanpa pewarnaan
· Pemeriksaan ini berguna untuk melihat apakah terdapat motilitas spermatozoa ini
paling bermakna untuk memperkirakan saat terjadinya persetubuhan. Umumnya
disepakati bahwa dalam 2 – 3 jam setelah persetubuhan masih dapat ditemukan
spermatozoa yang bergerak dalam vagina. Haid akan memperpanjang waktu ini
menjadi 3 – 4 jam.
· Setelah itu spermatozoa tidak bergerak lagi dan akhirnya ekornya akan menghilang
(lisis), sehingga harus dilakukan pemeriksaan dengan pewarnaan.4
· Cara pemeriksaan : satu tetes lendir vagina diletakkan pada kaca objek, dilihat dengan
pembesaran 500 x serta kondesor diturunkan. Perhatikan pergerakan sperma.
· Bila sperma tidak ditemukan, belum tentu dalam vagina tidak ada ejakulat mengingat
kemungkinan azospermia atau pasca vasektomi sehingga perlu dilakukan penentuan
cairan mani dalam cairan vagina.1,6
Dengan pewarnaan
· Dibuat sediaan apus dan difikasi dengan melewatkan gelas sediaan apus tersebut pada
nyala api. Pulas dengan HE, Methylene Blue atau Malachite Green.
· Cara pewarnaan yang mudah dan baik untuk kepentingan forensik adalah dengan
pulasan malachite green dengan prosedur sebagai berikut:
Warnai dengan larutan malachite Green 1% selama 10 – 15 menit, lalu cuci dengan
air mengalir dan setelah itu lakukan counter stain dengan larutan Eosin Yellowish 1%
selama 1 menit, terakhir cuci lagi dengan air.
· Keuntungan dengna pulasan ini adalah inti sel epitel dan leukosit tidak terdiferensi,
sel epitel berwarna merah muda merata dan leukosit tidak terwarnai. Kepala sprema
tampak merah dan lehernya merah muda, ekornya bewarna hijau.
Cara elektro-imodulasi
Serum anti mani manusia ( anti human semen serum), selain spesifik untuk
antigen manusia, juga mengandung zat anti terhadap fosfatase asam.Bila serum
ditambahkan dengan air mani akan terbentuk kompleks enzim – antibodi uang
masih memiliki sifat enzimatik dan dapat diperhatikan dengan reaksi fosfatase
asam.
Medium yang digunakan adalah lempeng agar yang megnadung serum anti mani
manusia dalam konsentrasi kecil (1%).Setelah dilakukan elektroforesis, lempeng
agar dikembangkan dalam reagens fosfatase asam.Pada fosfatase seminal,
tampak puncak presipitin ke arah anoda, sedangkan pada fosfatase vaginal,
puncak presipitin ke arah katoda.
Cara ini adalah satu-satunya cara untuk menetukan dengan pasti adanya mani
manusia pada keadaan azoospermia. Dengan cara ini, dapat menentukan adanya
semen di dalam vagina sampai 4 hari pasca persetubuhan.4
Elektroforesis
Cara ini menggunakan lempeng akrilamid dan dikemabangkan dengan bufer
(pH3), dilihat di bawah sinar ultraviolet.Hasil: fosfatase asam seminal bergerak
sejauh 4 cm, sedangkan fosfatase asam vaginal bergerak sejauh 3 cm.
Reaksi Berberio
Dasar reaksi: untuk menentukan adanya spermin dalam semen.
Reagens: larutan asam pikrat jenuh.
Cara pemeriksaan: sama seperti pada reaksi Florence.
Hasil positif memperlihatkan adanya kristal spermin pikrat yang kekuning-
kuningan berbentuk jarum dengan ujung tumpul, dan kadang-kadang terdapat
garis refraksi yang terletak longitudinal. Kristal mungkin pula berbentuk ovoid.
Reaksi tersebut mempunyai arti bila mikroskopik tidak ditemukan spermatozoa.
Penentuan adanya spermin dapat pula dengan tes Puranen yang khas untuk cairan
mani. Tetapi mungkin terjadi hasil negatif semu dan reaksinya lebih lambat
dibandingkan dengan tes Berberio. Reagens adalah larutan 5g naphothol S
yellow dalam 100 cc aquadest.
Cara pemeriksaan: seperti tes Florence, tunggu kira – kira 1 jam. Hasilnya positif
terlihat kristal - kristal spermin flavinat berwarna kuning.
Pemeriksaan bercak mani pada pakaian
- Visual, Bercak mani berbatas tegas dan lebih gelap dari sekitarnyaa. Bercak
yang sudah agak tua berwarna agak kekuning-kuningan. Pada bahan
sutera/nylon batasnya sering tidak jelas, tetapi selalu lebih gelap dari
sekitarnya.
- Pada tekstil yang tidak menyerap, bercak yang segar akan menunjukkan
permukaan mengkilat dan transiusen, kemudian akan me ngering. Dalam
waktu kira-kira 1 bulan akan berwarna kuning sampai coklat.
- Pada tekstil yang menyerap, bercak yang segar tidak berwarna atau bertepi
kelabu yang berangsur-berangsur akan berwarna kuning sampai cokiat dalam
waktu 1 bulan.
- Di bawah Sinar ultra violet, bercak semen menunjukkan fluoresensi putih.
- Secara taktil (perabaan) bercak mani teraba memberi kesan kaku seperti
kanji. Pada tekstil yang tidak menyerap, bila tidak teraba kaku, kita masih
dapat mengenalinya karena permukaan bercak akan teraba kasar.
- Dapat pula dilakukan uji pewarnaan Baecchi
- Serabut pakaian tidak mengambil warna, spermatozoa dengan kepala
berwarna merah dan ekor berwarna merah muda terlihat banyak menempel
pada serabut benang.
- Skrining dapat dilakukan dengan Reagens Fosfatase Asam. Sehelai kertas
saring yang telah dibasahi dengan akuades ditem pelkan pada bercak yang
dicurigai selama 5 10 menit. Keringkan lalu semprot dengan reagens. Bila
terlihat bercak berwarna ungu, kertas saring diletakkan kembali pada pakaian
sesuai dengan letaknya semula. Dengan demikian letak bercak pada kain
dapat diketahui.
- Reaksi Fosfatase Asam dan Florence dilakukan bila pada pemeriksaan tidak
dapat ditemukan set spermatozoa.1,5,7
Visum et repertum
PRO JUSTITIA
VISUM ET REPERTUM
Nomor:066/VRH/KS/II/2018
HASIL
PEMERIKSAAN:-----------------------------------------------------------------------------------
Dari pemeriksaan luar atas korban tersebut di atas di temukan fakta-fakta sebagai
berikut:------
A. FAKTA YANG BERKAITAN DENGAN IDENTITAS
KORBAN:----------------------------
1. IdentitasUmum
:--------------------------------------------------------------------------------
a. Jenis Kelamin : laki-
laki.--------------------------------------------------------------------
b. Umur : Kurang lebih Sembilan
tahun.-------------------------------------------
c. Berat badan : Dua puluh lima
kilogram.------------------------------------------------
d. Tinggi badan : Seratus sepuluh
sentimeter.-----------------------------------------------
e. Cirirambut : keriting, warna hitam, pendek, distribusi
merata--------------------
f. Warna kulit :
Sawomatang.--------------------------------------------------------------
g. Warna pelangi mata :
Hitam.----------------------------------------------------------------------
h. Keadaan gizi
:Baik.-------------------------------------------------------------------------
B. HASIL
PEMERIKSAAN:-------------------------------------------------------------------------------
Dari pemeriksaan yang sudah saya lakukan ditemukan fakta-fakta sebagai berikut:---------
a. Faktadaripemeriksaan:
----------------------------------------------------------------------------
Tanggal : Delapan belas februari duaribu delapan
belas------------------------------------
1. KeadaanUmum :
-------------------------------------------------------------------------------------
Tingkat Kesadaran :sadar penuh
------------------------------------------------------
DenyutNadi : delapan puluh kali permenit
-----------------------------------
TekananDarah : seratus per tujuh puluh milimeter air
raksa----------------
Pernafasan : dua puluh empat kali
permenit--------------------------------
SuhuBadan : tiga puluh tujuh koma lima derajat
celcius----------------
2. Fakta tentang pakaian : rapi dan
bersih----------------------------------------------------
3. Fakta tentang kedewasaan :
-------------------------------------------------------------------------
a. Fakta yang dapat memberikan petunjuk mengenai umur : gigi geligi---------------
- Rahangatas : gigi lengkap, gigi geraham belakang kanan dan kiri belum
tumbuh, tidak ada
kelainan---------------------------------------------------------------
- Rahangbawah : gigi lengkap, gigi geraham belakang kanan dan kiri belum
tumbuh, tidak ada
kelainan---------------------------------------------------------------
b. Fakta tentang tingkat pertumbuhan organ seksual :
------------------------------------
Organ Primer : sudah di sunat, teraba dua buah biji pelir, tidak ada
kelainan-----------------------------------------------------------------------------------
----
Organ Sekunder : bulu ketiak dan bulu kelamin belum tumbuh-------------
c. Fakta tentang kondisi kejiwaannya : cemas, ketakutan, lebih banyak diam, sulit
menjawab
pertanyaan--------------------------------------------------------------------------
d. Kelainan Fisik : tidak ada
kelainan-----------------------------------------------------------
e. Kelainan pada organ seksual : tidak ada kelainan
---------------------------------------
b. FAKTA DARI PEMERIKSAAN TUBUH BAGIAN
LUAR------------------------------
1. Permukaan Kulit Tubuh:
--------------------------------------------------------------------------
a. Kepala : Simetris.
------------------------------------------------------------------
b. Wajah : Tidak ada
kelainan.-------------------------------------------------------
c. Leher : Tidak ada kelainan.
-------------------------------------------------------
d. Bahu : Tidak ada kelainan.
-------------------------------------------------------
e. Dada : Tidak ada kelainan.
-------------------------------------------------------
f. Punggung : Tidak ada kelainan.
-------------------------------------------------------
g. Perut : Tidak ada kelainan.
-------------------------------------------------------
h. Bokong :---------------------------------------------------------------------------
----
Bokongkanan : Tidak ada Kelainan
------------------------------------------------------
Bokongkiri : Tidak ada
kelainan-------------------------------------------------------
Kekuatan otot : Tidak ada kelainan
-------------------------------------------------------
i. Anggota gerak :
------------------------------------------------------------------------------
Anggota gerak
atas :--------------------------------------------------------------------------
kiri: Tidak ada kelainan.
-------------------------------------------------------------------
kanan : Tidak ada kelainan.
---------------------------------------------------------------
Anggota gerak
bawah:-----------------------------------------------------------------------
kiri :Tidak ada kelainan.
----------------------------------------------------------------
kanan : Tidak ada kelainan.
---------------------------------------------------------------
4. Bagian Tubuh tertentu:
--------------------------------------------------------------------------
a. Mata : Tidak ada kelainan.
-----------------------------------------------------
b. Hidung : Tidak ada kelainan.
-----------------------------------------------------
c. Telinga : Tidak ada kelainan.
-----------------------------------------------------
d. Mulut : Tidak ada kelainan.
-----------------------------------------------------
e. Kelamin : Tidak ada kelainan.
-----------------------------------------------------
f. Dubur :Berbentuk corong
--------------------------------------------------------
Liang dubur : Luka lecet pada dinding luar lubang pelepasan arah jam 6 dan 8,
tampak kemerahan pada dinding luar lubang
pelepasan.-----------------------------
5. Tulang – Tulang:
------------------------------------------------------------------------------------
a. Tulang Tengkorak : Tidak ada kelainan.
----------------------------------------------
b. Tulang Belakang : Tidak ada kelainan.
----------------------------------------------
c. Tulang-tulang Dada : Tidak ada kelainan.
----------------------------------------------
d. Tulag-tulang Punggung : Tidak ada kelainan.
----------------------------------------------
e. Tulang-tulang Pangul : Tidak ada kelainan.
----------------------------------------------
f. Tulang Anggota Gerak : Tidak ada kelainan.
----------------------------------------------
KESIMPULAN:-------------------------------------------------------------------------------------------
----
Dari fakta-fakta yang kami temukan dari pemeriksaan korban tersebutdi atas, maka kami
simpulkan bahwa, telah diperiksa seorang anak laki-laki, berumur kurang lebih Sembilan
tahun, warna kulit sawo matang, keadaan gizi baik. Dari pemeriksaan luar ditemukan
kekerasan tumpul berupa luka lecet pada dinding luar lubang dubur arah 6 dan 8, dan warna
kemerahan di luar lubang dubur, Luka tersebut tidak menghalangi korban untuk menjalankan
aktifitasnya sebagai
pelajar--------------------------------------------------------------------------------------------------------
----
PENUTUP:-------------------------------------------------------------------------------------------------
----
Demikianlah keterangan tertulis ini saya buat dengan sesungguhnya dengan mengingat
sumpah pada waktu menerima jabatan sebagai
dokter--------------------------------------------------------------
dr . Gloria Stefanie
Kesimpulan
Forensik klinik adalah bagian dari ilmu kedokteran forensik yang mencakup
pemeriksaan forensik terhadap korban hidup dan investigasinya, kemudian aspek
medikolegal, juga psikopatologinya, dengan kata lain forensik klinik merupakan area praktek
medis yang mengintegrasikan antara peranan medis dan hukum terutama dalam kasus-kasus
berkaitan kekerasan susila. Namun, untuk menyelesaikan permasalahan kasus kekerasan
seksual pada anak, tidak hanya membutuhkan intervensi medis semata-mata tapi, menuntut
diambilnya langkah penanganan yang holistik dan komprehensif termasuk dukungan
psikososial yang secara otomatis membutuhkan dukungan optimal dari keluarga dan
masyarakat.
Daftar Pustaka
1. Reneta Kristiani, Doni, Mira Nurcahyo budi W. Kekerasan Seksual Pada Anak. (diakses
tanggal 15 Desember 2018 dari http://www.pulih.or.id/res/publikasi/news_letter
%2015.pdf )
2. Sudaryono. Kekerasan Pada Anak : Bentuk, Penanggulangan, dan Perlindungan Pada
Anak Korban Kekerasan. 2010
3. Departemen Kesehatan. Melindungi Kesehatan Anak Korban Kekerasan. (diakses
tanggal 15 Desember 2018 dari http://www.smallcrab.com/anak-anak/1050-melindungi-
kesehatan-anak-korban-kekerasan)
4. Budiyanto A, Widiatmaka W, Sudiono S, Mun’im TWA, Hertian S, Sampurna B, et al.
Ilmu Kedokteran Forensik. Jakarta: Bagian Kedokteran Forensik Fakultas Kedokteran
Universitas Indonesia; 1997.h.147-158.
5. Staf Pengajar Bagian Kedokteran Forensik Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.
Peraturan perundang-undangan bidang kedokteran. Jakarta: Bagian Kedokteran Forensik
Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia; 1994.h.32-7.
6. Wiknjosastro H, dkk. Ilmu Kandungan. Ed. kedua. Cetakan ketujuh Jakarta: Yayasan
Bina Pustaka Sarwono Prawiroharjo; 2009.h.35-87.
7. Erfan Kusuma S. Kejahatan Seksual Lab Ilmu Kedokteran Forensik. Surabaya: Jurnal
Fakultas Kedokteran Universitas Airlangga; 2009.
8. Widiatmaka W. Visum Et Repertum. Jakarta: Jurnal Kedokteran Bagian Departemen
Forensik Universitas Indonesia; 2009.