Anda di halaman 1dari 38

JURNAL KEPERAWATAN

“Terapi Paliatif bagi Penderita Kanker Ginekologi”


Dan
“ MEDICATION ADHERENCE AS A DOMINANT
FACTOR INFLUENCING 
SCHIZOPHRENIA RELAPSE “

Di SusunOleh :
Nama : Dewi Sartika Butar Butar
Nim. : 18.11.041
PSIK III B
DOSEN PEMBIMBING :
Bapak Samuel Ginting, S.Kep,Ns

INSTITUT KESEHATAN MEDISTRA LUBUK PAKAM


FAKULTAS KEPERAWATAN DAN FISIOTERAPI
PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN
T.A 2020/2022
Syifa Alkaf | Terapi Paliatif bagi Penderita Kanker Ginekologi
Terapi Paliatif bagi Penderita Kanker Ginekologi
Syifa Alkaf
Fakultas Kedokteran Universitas Sriwijaya

Abstrak
Terapi paliatif merupakan bentuk perawatan yang bertujuan mengurangi gejala penyakit dan
memperbaiki kualitas hidup pasien, tanpa dipengaruhi stadium dan keparahan penyakit. Terapi
paliatif terdiri dari tiga fase yaitu fase pertama yang terfokus pada peningkatan kualitas hidup,
fase kedua yang berorientasi menghilangkan gejala, dan fase terminal yang bertujuan
mengurangi penderitaan pasien menjelang kematian. Pendekatan terapi paliatif pada pasien
keganasan ginekologi terutama bertujuan mengurangi gejala yang umum antara lain kelelahan,
nyeri, mual dan muntah, diare, sesak nafas, dan konstipasi. Keganasan ginekologi juga dapat
mencetuskan gangguan fungsi seksual dan gangguan tidur yang dapat diatasi dengan terapi
sulih hormon dan anti depresan. Pembedahan paliatif dapat dilakukan pada kasus obstruksi
usus maligna, sedangkan radioterapi dan kemoterapi paliatif biasa digunakan baik sebagai
terapi definitif maupun ajuvan. Radioterapi mengurangi edema limfe dan mengatasi
pendarahan ginekologik, sedangkan kemoterapi dikatakan dapat memperpanjang overall
survival dan progression free survival. Perawatan paliatif juga dapat dilakukan dengan
perawatan rumah.Perawatan rumah terutama dilakukan pada pasien stadium dengan usia
harapan hidup kurang dari enam bulan. Komunikasi adalah penting bagi dokter untuk
menyampaikan berita buruk (breaking bad news) dengan cara yang tepat dan waktu yang
tepat. Pada pasien menjelang ajal, penting untuk membuat pasien merasa nyaman. Bila perlu,
segala bentuk pengobatan yang berlebihan dan sia-sia sebaiknya dihentikan. Simpulan, terapi
paliatif pada penderita keganasan ginekologi dapat diberi bersamaan ataupun setelah terapi
definitif. Terapi paliatif ditujukan untuk mengurangi gejala penyakit dan memperbaiki kualitas
hidup pasien. [JK Unila. 2016; 1(2): 436-442]

Kata kunci: keganasan ginekologi, perawatan rumah, terapi paliatif

JK Unila | Volume 1 | Nomor 2| Oktober 2016


69
Paliative Therapy for Gynecological Cancer Patient

Abstract
Paliative therapy is a kind of therapy directed to reduce disease symptoms and promote
patient’s quality of living, despite severity of illness. Paliative therapy consists of three phase,
first phase focuses on improving life’s quality, second is oriented to lessen symptomps, and
the last phase is terminal phase which aim is to ease patients suffering before death. Paliative
approach in gynecologic cancer patients mainly intends to common signs and symptomps such
as fatique, pain, nausea and vomitus, gastroenteritis, dispnoe, and constipation. Gynecologic
cancer can also trigger sleep and sexual disturbance which could be managed by hormonal
therapy and antidepressants. Paliative surgery could be performed in the case of malignant
colon obstruction, while paliative radiotherapy and chemotherapy may be used both as
definitive and adjuvant therapy.Radiotherapy decrease lymph engorgement and cope the
gynecologic bleeding, while chemotherapy is belived to lenghten overall survival and
progression free survival. Paliative care can also be conducted at home (hospice care). Hospice
care is held in terminal stage patient with life expectancy less than six month. Communication
is another important thing to breaking bad news in proper time and manner. For dying patients,
it is crucial to provide comfort, unnecessary medications should not be continued. In
conclusion, paliative therapy in gynecologic cancer patients could be given along or after
definitive treatment. Paliative therapy is addressed to reduce disease symptomps and improve
quality of life. [JK Unila.
2016; 1(2): 436-442]

Keywords: gynecology cancer, hospice care, paliative therapy

Korespondensi: dr. Syifa Alkaf, SpOG | Fakultas Kedokteran Universitas Sriwijaya, Jl. Dr.
M. Ali Km 3,5 Palembang | HP

JK Unila | Volume 1 | Nomor 2| Oktober 2016


70
Syifa Alkaf | Terapi Paliatif bagi Penderita Kanker Ginekologi
082176482220 | e-mail: dear.syifa@gmail.com

Pendahuluan
Semakin tingginya jumlah penderita kanker tanpa dipengaruhi stadium penyakit
pada tahun-tahun belakangan, terutama ataupun kebutuhan terhadap terapi
mereka yang didiagnosis pada stadium lainnya.1,3,5
lanjut, membuat semakin rumit dan Perawatan paliatif memiliki tiga fase yang
kompleks terapi yang harus diberikan. berbeda. Fase pertama adalah fase terfokus
Berbagai modalitas pengobatan kanker juga pada penyakit dengan tujuan
membuat efek samping dan toksisitas memperpanjang usia penderita dan
menjadi berlipat ganda yang pada akhirnya mempertahankan kualitas hidup dengan
terakumulasi dan menyebabkan berbagai mencoba mengobati keganasan yang
gangguan dan disabilitas pada penderita mendasari. Fase kedua adalah pendekatan
kanker sendiri. Pada sebagian besar berorientasi gejala. Fase ini dimulai ketika
stadium yang tidak dapat disembuhkan terapi antitumor dihentikan karena kurang
tersebut, pendekatan yang diberikan adalah efektif atau menimbulkan efek samping
paliatif, yang terutama bertujuan yang berat. Fokus fase ini adalah
meningkatkan kualitas hidup penderita dan meningkatkan kualitas hidup dan stabilisasi
mengurangi gejala penyakit. 1,2 penyakit serta pencegahan gejala.
Terapi paliatif atau perawatan paliatif Sedangkan fase terakhir atau fase terminal
merupakan perawatan yang terutama adalah ketika penyakit menjadi semakin
bertujuan untuk mencegah, mengurangi, progresif dan kematian telah menjelang.
atau menghilangkan gejala ataupun Dalam fase ini, tujuannya terutama untuk
gangguan akibat penyakit tanpa bertujuan membiarkan pasien menuju kematian
menyembuhkan penyakitnya sendiri.Tujuan dengan nyaman dengan mengatasi gejala
terapi paliatif adalah untuk mengantisipasi, dan mengurangi penderitaan dengan
mencegah, dan mengurangi penderitaan penerimaan terhadap hilangnya fungsi
pasien dan sedapat mungkin meningkatkan kognitif, emosional, ataupun fungsi sosial.6
kualitas hidup pasien dan keluarganya,

JK Unila | Volume 1 | Nomor 2| Oktober 2016


69
Pendekatan terapi paliatif adalah dengan mengkoreksi anemia dengan
berorientasi gejala, antara lain kelelahan, epoetin alfa. Dari penelitian terhadap 375
nyeri, mual dan muntah, diare, anoreksia, pasien keganasan non myeloid, pemberian
gangguan tidur, dan gangguan fungsi epoetin alfa tiga kali seminggu dapat
seksual. Kelelahan adalah salah satu gejala meningkatkan level energi penderita,
yang paling sering dijumpai pada pasien kemampuan melakukan
kanker, dengan prevalesi mencapai 78%. aktifitas, dan kualitas hidup secara umum.7
Kelelahan tidak hanya dijumpai pada Pemberian kortikosteroid dosis rendah
pasien yang menjalani pengobatan dikatakan dapat mengurangi kelelahan
antineoplasia, tetapi juga pada pasien pada penderita penyakit lanjut. Pendekatan
kanker stadium lanjut yang tidak sedang lain yang paling penting adalah non
menjalani pengobatan anti kanker. Seperti farmakologi, misalnya pengaturan tempat
anemia, kelelahan juga dapat mengurangi dan waktu tidur yang lebih berkualitas,
kualitas hidup penderita. Gejala ikutan latihan fisik secara teratur setidaknya 6 jam
yang dapat menambah kelelahan adalah sebelum waktu tidur dikatakan dapat
dehidrasi, malnutrisi, infeksi, gangguan mengurangi gejala kelelahan pada pasien.1
tidur, depresi, dan ansietas.Anemia Pasien kanker seringkali menderita nyeri
mungkin merupakan penyebab terbesar akibat berbagai modalitas pengobatan dan
1,7
kelelahan terkait kanker. pembedahan. Nyeri dapat mempengaruhi
Pendekatan terbaik mengatasi kelelahan mood, aktifitas, kegembiraan, serta
terkait kanker adalah etiologi, termasuk berhubungan dengan fungsi fisik dan
mengurangi penggunaan obat-obatan yang sosial. Karena itu penting bagi klinisi untuk
tidak berguna, mengatasi gangguan tidur, dapat menilai nyeri, yaitu dengan
memperbaiki anemia dan abnormalitas menentukan lokasi, intensitas, dan etiologi.
metabolik lainnya, memperbaiki hidrasi Terapi dengan obat adalah yang utama
dan status nutrisi pasien. Pasien dengan dalam manajemen nyeri. Pemberian secara
kelelahan terkait depresi dapat diberikan oral biasanya lebih digemari karena mudah,
antidepresan, misalnya dengan selective nyaman, dan lebih murah. Jika tidak dapat
serotonin reuptake inhibitors (SSRI) secara oral, maka pemberian yang lebih
ataupun antidepresan trisiklik.1,6,7 tidak invasif biasanya dipilih, misalnya
Berbagai penelitian acak terkontrol pemberian perrektal ataupun
menunjukkan perbaikan tingkat kelelahan transdermal.1,2,7

JK Unila | Volume 1 | Nomor 2| Oktober 2016


70
Syifa Alkaf | Terapi Paliatif bagi Penderita Kanker Ginekologi
Ada tiga tahapan pemberian analgetik pada pasien kanker, misalnya masase,
untuk nyeri menurut World Health kompres hangat/ dingin, serta mentol
Organization topikal. 7
(WHO). Filosofinya adalah dengan Mual dan muntah adalah efek samping
meningkatkan kekuatan terapi dari yang paling ditakuti oleh pasien yang
analgesik non opioid ke analgesik jenis menjalani kemoterapi ataupun radioterapi.
opioid sesuai persistensi nyeri. Tahap Mual dan muntah juga menyebabkan
pertama adalah analgetik yang paling banyak pasien tidak melanjutkan
ringan, yaitu asetaminofen dengan dosis pengobatan. Nausea terkait kemoterapi
maksimal 3g/hari. Selain itu beberapa dikategorikan menjadi onset akut (terjadi
NSAID yang non selektif maupun COX-2 kurang dari 24 jam setelah pemberian
2,7
selektif inhibitor dapat menjadi pilihan. kemoterapi dan berlangsung beberapa jam)
Tahap dua adalah analgesik yang serta onset lambat (jika terjadi lebih dari 24
mengandung opioid yang dikombinasi jam setelah kemoterapi dan berakhir
dengan analgetik non opioid seperti sampai 67 hari setelah pengobatan) dan
asetaminofen, misalnya kodein, onset awal (terjadi sebelum dimulai
hidrokodon, dan oksikodon. Kombinasi kemoterapi, diduga merupakan efek
dengan analgesik non opioid dapat kemoterapi sebelumnya serta akumulasi).
mengurangi atau meminimalisir dosis Sedangkan penyebab lain mualmuntah
opioid yang diperlukan. Tahap ketiga antara lain stasis gatrik, obstruksi usus
apabila nyeri masih persisten adalah parsial ataupun komplit, serta gangguan
menggunakan analgetik dengan opioid motilitas usus pada penyakit terminal.1,7
kuat. Misalnya morfin, hidromorfin, Pendekatan pertama untuk mualmuntah
oksikodon, dan fentanil. Pada nyeri kronik, pada pasien kanker adalah mengurangi
tujuan utama terapi adalah menjaga pasien sekresi gastrointestinal menggunakan
dalam status bebas nyeri dengan dosis obatobatan antikolinergik ataupun analog
2,7
analgetik seminimal mungkin. Pada nyeri somatostatin, misalnya ocreotide. Yang
neuropatik akut, penggunaan kortikosteroid kedua adalah menggunakan obat-obatan
dosis tinggi ataupun antidepresan trisiklik antiemetik. Penggunaan kombinasi obat-
seperti amitriptilin dapat menjadi pilihan. obatan dengan mekanisme aksi yang
Beberapa agen non farmakologis juga berbeda dapat meningkatkan efektifitas
dapat digunakan untuk meredakan nyeri pengobatan. Antagonis 5-HT3 (misalnya

JK Unila | Volume 1 | Nomor 2| Oktober 2016


71
ondansetron, granisetron, dolasetron) immunocompromised ataupun yang pernah
adalah obat pilihan untuk mual-muntah mendapat terapi antibiotik sebelumnya.
pada pasien kanker. Obat ini bekerja Pada pasien yang mendapat terapi opioid,
dengan memblok reseptor serotonin laksansia harus disandingkan karena 90%
chemoreceptor trigger zone (CTZ) untuk opioid akan menyebabkan konstipasi.
mencegah muntah. Sedangkan Laksansia dapat berupa pelunak tinja
metoklopramide dan ondansetron berperan (seperti sodium dokusanoat), stimulan usus
untuk memperbaiki motilitas usus akibat (misalnya senna) dua tablet pada malam
stasis gastrik. Beberapa agen neuroleptik hari, dan pembentuk massa tinja (misalnya
(misalnya haloperidol dan klorpromazin) laktulosa). Jika masih berlanjut, sodium
ataupun antihistamin (misalnya dokusanoat enema dapat digunakan.2,5
dimenindrate atau siklizine) juga dapat Cacheksia pada pasien keganasan dapat
digunakan. Agen terapi baru, yaitu terjadi secara independen melalui sitokin
antagonis reseptor neurokinin-1, dapat proinflamasi dan faktor penanda tumor
mencegah mual akibat obat kemoterapi lainnya yang menyebabkan proteolisis.
1,2,6,7
yang sangat emetogenik. Cacheksia akhirnya mengakibatkan
Diare merupakan komplikasi yang umum kelemahan, hipoalbuminemia, gangguan
terjadi pada pasien yang mendapatkan sistim imun, disfungsi metabolik, dan
radiasi pelvis. Manajemen umum adalah gangguan otonom. Pasien dengan
pemberian antisekretori yang sama yang cacheksia dinilai derajat beratnya
digunakan untuk mencegah muntah, kehilangan berat badan, lalu atasi beberapa
misalnya ocreotide. Ocreotide mencegah penyakit penyerta, misalnya stomatitis,
pelepasan berbagai hormon gastrointestinal mukositis, mual-muntah, konstipasi,
sehingga dapat mencegah sekresi dispnea, nyeri, ataupun gangguan pola
gastrointestinal, memperlambat motilitas makan. Perlu juga menilai adanya
usus, dan meningkatkan absorpsi air dan gangguan sistem endokrin (misalnya
elektrolit, serta mencegah proses inflamasi adanya hipotiroid), dan abnormalitas
di usus. metabolik (misalnya hiperkalsemia).
Penting juga untuk mencari adanya bukti Pemberian perangsang nafsu makan dapat
infeksi misalnya oleh Salmonella, Shigella, digunakan, misalnya megesterol asetat 400-
atau Eschericia coli, ataupun Clostridium 800 mg perhari, ataupun prednison 10-20
difficile, terutama pada pasien mg dua kali sehari. Beberapa nutrisi

JK Unila | Volume 1 | Nomor 2| Oktober 2016


72
Syifa Alkaf | Terapi Paliatif bagi Penderita Kanker Ginekologi
tambahan, baik enteral maupun parenteral quetiapine 25-50 mg peroral sebelum
harus dipertimbangkan dengan baik, karena tidur.5
sebagian kanker stadium terminal Gangguan fungsi seksual dapat terjadi pada
mengalami kesulitan dalam metabolism, pasien kanker ginekologi karena tiga
dan adanya cairan serta infeksi yang dapat alasan, yaitu fisiologis, anatomis, dan
mempercepat kematian. Pemberian nutrisi psikologis, ataupun kombinasi ketiganya.
parenteral total hanya dipertimbangkan Wanita yang menjalani ooforektomi
pada pasien dengan harapan hidup mengalami berkurangnya produksi hormon
beberapa bulan hingga tahun.5 estrogen dan testosteron sehingga dapat
Banyak diantara penderita kanker terjadi kekeringan vagina, hot flushes,
menderita gangguan tidur, sebagian karena menurunnya libido, kurangnya tenaga, serta
depresi yang tidak teratasi, sebagian lagi menurunnya kemampuan sensasi genital
karena efek samping dan gejala putus dan orgasme.1,7
pengobatan, serta akibat gangguan lain Secara anatomis, 4-100% wanita yang
yang mendasari. Intervensi yang diberikan menjalani histerektomi radikal melaporkan
tergantung juga dengan usia harapan hidup vagina yang memendek dan 17-58%
pasien, pada pasien dengan harapan hidup melaporkan berkurangnya lubrikasi. Selain
bulan sampai tahun, intervensinya adalah itu wanita yang menjalani radioterapi
dengan pemberian antidepresan, pelvis juga rentan menderita stenosis
pengobatan insomnia dengan zolpidem 5- vagina dan gangguan fungsi ovarium.
10 mg, lorazepam 0,5-1 mg, atau trazodone Kepercayaan diri pasien kanker ginekologi
25-100 mg peroral menjelang tidur. Atasi juga banyak menurun karena hilangnya
juga penyebab primer misalnya obstructive fungsi reproduktif, alasan kosmetik, serta
sleep apnea (OSA), atau periodic limb akibat efek samping kemoterapi seperti
movement disorder (PLMD). Untuk alopesia. Hal ini dapat menyebabkan
restless leg syndrome dapat diberikan berkurang sampai hilangnya libido,
Ropinirole 0,25-4 mg peroral menjelang mengakibatkan dispareuni, ansietas, sampai
tidur. Pada pasien menjelang kematian, depresi.1,7
dengan keluhan insomnia, dapat dipilih
Pengobatan pada pasien dengan gangguan
sedasi kuat misalnya chlorpromazine 25-
fungsi ovarium dapat berupa terapi sulih
100 mg peroral atau per rectal, atau
hormon. Kekeringan vagina dapat dibantu
dengan gel lubricasi, minyak vitamin E,

JK Unila | Volume 1 | Nomor 2| Oktober 2016


73
maupun preparat estrogen krim. Stenosis karena hipoperistalsis akibat adanya
vagina dapat diatasi dengan pemakaian implantasi sel-sel kanker ke usus ataupun
dilator vagina ataupun pasien dapat mesenterium.
disarankan melakukan hubungan seksual Gejalanya antara lain kolik usus, nyeri
teratur dengan pasangan. Yang paling perut kontinyu, mual dan muntah.1,8
penting adalah melakukan edukasi dan Jenis pembedahan yang dilakukan antara
konseling pada pasien dan pasangan, lain Percutaneous endoscopic gastrotomy
meningkatkan kepercayaan diri pasien (PEG), sten endoskopik, maupun
terhadap pasangan, dan mencegah depresi enterokolostomi. Studi yang dilakukan oleh
dan frustasi.1,2,7 Tamar L dkk.10 membedakan etiologi
Pasien keganasan dengan gejala dispnea, maligna dan jinak pada pasien kanker
harus dinilai intensitas gejalanya, ginekologi yang mengalami obstruksi
Selanjutnya, komorbiditas yang mendasari usus.8,
harus dicari dan diatasi, baik dengan
Pasien yang mengalami asites
kemoterapi, terapi radiasi, bronkoskopi,
malignaakibat penyebaran kanker ke
ataupun prosedur invasif pada toraks,
rongga peritoneum dapat
pleura, kardiak, cairan ascites, dll. Terapi
dilakukandekompresi cairan asites melalui
farmakologis yang dapat dipilih antara lain
parasintesis. Pasien tersebut harus diawasi
dengan bronkodilator, antisekresi
terhadap kemungkinan imbalans cairan dan
(antikolinergik), diuresis, steroid, dan
elektrolit.1Fistula traktus urinarius dan
antibiotik sesuai etiologi yang mendasari.5
kolon merupakan komplikasi dari
Untuk dispnea yang diinduksi nyeri, dapat
keganasanginekologi progresif. Karena
diberikan opioid misalnya morfin 2,5-10
fistula dapat mengakibatkan dampak yang
mg peroral tiap 4 jam atau intravena 1-3
signifikan pada kualitas hidup, terapi
mg jika perlu. Sedangkan obat-obatan
pembedahan berupa diversi urin ataupun
penenang dapat diberikan golongan
fekal dapat menjadi pilihan untuk
benzodiazepin misalnya lorazepam 0,5-1
mengurangi gejala inkontinensia. Ligasi
mg tiap 4 jam.5
ureter bersamaan dengan nefrostomi
Pembedahan palitif pada kanker
merupakan pilihan lain.
ginekologis dilakukan pada kasus obstruksi
Untuk fistula kolovaginal/ rektovagina
usus maligna yang disebabkan penekanan
dapat dipaliasi dengan kolostomi melalui
oleh massa tumor diluar usus, ataupun
mini laparotomi. Sedangkan pada fistula
JK Unila | Volume 1 | Nomor 2| Oktober 2016
74
Syifa Alkaf | Terapi Paliatif bagi Penderita Kanker Ginekologi
enterokutan, dapat dilakukan pendekatan metastase pada tulang dan otak juga
konservatif dengan obat antisekretori, menunjukkan perbaikan paska
penggunaan kantung stoma, ataupun krim radioterapi.12,13,14
penahan untuk melindungi kulit disekitar Studi fase I oleh Luciana C dkk.15 menilai
fistula tersebut.1,2 efektifitas pemberian radioterapi dan
Efusi pleura banyak juga banyak ditemukan maksimum dosis yang dapat ditolerir.
pada penderita kanker ovarium, Hasilnya, pemberian radioterapi rentang
menyebabkan gejala sesak nafas disertai pendek dengan dosis 18 Gy dibagi 4 fraksi
nyeri. Manajemennya terutama mengatasi jangka pemberian selama dua hari dengan
penyakit yang mendasari, apabila jarak minimal 8 jam menunjukkan remisi
disebabkan edema pulmonum dan gagal gejala (komplit maupun parsial) sebesar
jantung, biasanya akan membaik dengan 88,9% dengan tingkat toksisitas yang masih
retriksi cairan. Akan tetapi untuk efusi bisa ditolerir (level 1-2 dari skala toksisitas
pleura maligna, ada beberapa pilihan terapi RTOG).
yang tersedia, yaitu sklerosis langsung Penggunaan radioterapi sebagai terapi
dengan obat kemoterapi melalui chest tube. paliatif untuk menghilangkan gejala pada
Pilihan lain adalah dengan video-assisted pasien stadium terminal, dapat menjadi
thoracoscopic surgery (VATS) dan pilihan, karena baiknya respon terapi dan
pleurodesis untuk memasukkan agen minimalnya toksisitas jika dibandingkan
sklerosis seperti talk ke rongga pleura, 90% dengan kemoterapi, selain itu apabila
efektif dalam mengatasi gejala efusi disandingkan dengan kemoterapi,
2,11
pleura. radioterapi hiperfraksi dosis rendah (80
Selain untuk pengobatan definitif dan cGy perkali sebanyak dua kali sehari
ajuvan, radioterapi juga bisa digunakan dengan total 2600-3040 cGy) dapat
sebagai terapi paliatif pada pasien bermanfaat pada kanker ovarium rekuren
keganasan ginekologi stadium lanjut. dan persisten.16
Tujuannya terutama untuk mengurangi Sebuah tinjauan sistematik dilakukan Chow
ataupun memperbaiki gejala. Dua gejala dkk.17mengenai radioterapi paliatif untuk
yang paling banyak terkontrol pada menghilangkan gejala nyeri pada kanker
radioterapi adalah nyeri dan pendarahan ginekologi yang metastase ke tulang.
pervaginam. Gejala lain akibat penekanan Hasilnya, dari 16 studi yang didapat, tidak
aliran limfe, edema, obstruksi usus, serta terdapat perbedaan bermakna terhadap

JK Unila | Volume 1 | Nomor 2| Oktober 2016


75
rerata respons terhadap nyeri antara tidak pada overall survival (OS). Tidak
pemberian radioterapi fraksi tunggal terdapat bukti peningkatan neuropati
dibanding multi fraksi, begitu juga dengan perifer pada penambahan paclitaxel
tingkat toksisitas akut yang terjadi. terhadap cisplatin untuk pengobatan kanker
Efek samping radioterapi, terutama apabila servik, dengan meningkatnya respon terapi
diberikan sinambung dengan kemoterapi dan PFS dibanding kemoterapi kombinasi
perlu difikirkan. Efek samping juga lainnya.20
bertambah signifikan dengan penggunaan Berdasarkan studi oleh kelompok
whole abdominal irradiation sehingga Ginekologi Onkologi (2008), efek
sekarang jarang digunakan. Meskipun pada myelosupesi akibat kemoterapi berbasis
umumnya ditemukan pada derajat rendah cisplatin dikatakan lebih dapat ditolerir
(grade I dan II RTOG radiotherapy related oleh wanita kulit hitam dengan PFS yang
toxicity), radioterapi juga dapat ditemukan lebih baik.Beberapa studi juga
menimbulkan netropeni, gangguan menunjukkan manfaat kemoterapi sebagai
gastrointestinal, dan neuropati radiosensitisizer pada radioterapi paliatif.
perifer.3,12 Dari studi kohort terhadap 43 pasien
Pada kasus kanker stadium karsinoma endometrium yang mendapat
terminal,kemoterapi salah satunya paclitaksel-carboplatin sebelum radiasi
ditujukan untuk mengurangi gejala akibat pelvis mendapatkan hasil disease-free
kanker, selain untuk memperpanjang survival rata-rata sebesar 50 bulan, dengan
overall survival (OS) dan progression free PFS dan OS tiga tahunnya sebesar masing-
survival (PFS). Akan tetapi pertimbangan masing 53% dan 68%.21,22
manfaat dan risiko toksisitas dan Pada pasien kanker stadium terminal, fokus
penurunan kualitas hidup harus menjadi terapiadalah membuat pasien merasa
pertimbangan mendasar terhadap pemilihan nyaman dan tenang, oleh karena itu
18
kemoterapi paliatif. Studi oleh David perawatan rumah adalah pilihan yang lebih
19
Moore, dkk. menilai efektifitas cisplatin baik untuk pasien dan keluarganya.Di
disbanding kombinasi cisplatin- paclitaksel Indonesia,perawatan paliatif di rumah
untuk pengobatan karsinoma serviks biasanya memerlukan kunjungan tim
stadium IVB yang rekuren atau persisten, kesehatan secara teratur di rumah. Tim
hasilnya ada perbedaan bermakna pada dapat terdiri dari dokter, perawat, atau
progression free survival (PFS), namun bidan yang melakukan pemeriksaan dan
JK Unila | Volume 1 | Nomor 2| Oktober 2016
76
Syifa Alkaf | Terapi Paliatif bagi Penderita Kanker Ginekologi
penilaian kesehatan penderita. Selain itu, Pemilihan waktu kapan saat yang tepat
diperlukan relawan ataupun pekerja sosial menyampaikan informasi menentukan
baik dari lembaga swadaya masyarakat, keberhasilan, terutama jika kematian sudah
lingkungan tempat tinggal, atau keluarga menjelang. Dengan melibatkan pihak dan
pasien sendiri yang dapat membantu professional lain, dokter dapat menghindari
menjaga dan merawat penderita di dari beban menjadi satu-satunya tumpuan
rumah.23,24 pasien dan keluarganya terhadap penyakit

Di Amerika, program perawatan rumah yang sudah progresif dan terminal.1,10,17

untuk pasien kanker terminal disebut Ketika penyakit semakin progresif dan
hospice care. Hospice care adalah program kematian sudah menjelang, tujuan utama
perawatan berkualitas untuk orang-orang perawatan paliatif adalah membuat pasien
yang menderita penyakit yang tak dapat merasa nyaman menemui kematiannya, dan
disembuhkan, dengan memberikan keluarga yang ditinggalkan juga dapat
pelayanan berupa terapi kedokteran melalui proses kehilangan tersebut dengan
professional, penanggulangan nyeri, dan baik. Pengobatan yang sudah tidak
dukungan emosional dan spiritual sesuai memiliki manfaat dan mengurangi rasa
keinginan dan kebutuhan pasien dan nyaman pasien sebaiknya dihentikan.
keluarganya.Program ini diregulasi Beberapa intervensi dan tindakan yang
pemerintah melalui NPHCO (National tidak diinginkan tidak perlu dilakukan,
hospice and palliative care organization) meskipun batasan dari ‘kesia-siaan’
dan ditujukan untuk pasien dengan pengobatan tersebut belum ada kesepakatan
ketentuanusia harapan hidup kurang dari yang jelas dari para ahli.17,23
enam bulan, adanya keinginan pasien
sendiri untuk dirawat di rumah.23,24 Ringkasan
Penting untuk mengetahui dan Terapi paliatif bukan bertujuan
mempraktekkan ketrampilan menyembuhkan, tapi lebih pada mengatasi
menyampaikan berita buruk, baik pada gejala dan meningkatkan kualitas
pasien maupun keluarganya. Isunya adalah hidup.Pendekatannya adalah mengatasi
bagaimana menyampaikan kondisi pasien gejala simptomatik akibat penyakit kanker
secara jujur dan terbuka dengan tetap sendiri ataupun efek samping dari
menjaga optimisme dan harapan pasien.1,10 pengobatan antikanker yang diterima
pasien, misalnya kelelahan, nyeri, mual-

JK Unila | Volume 1 | Nomor 2| Oktober 2016


77
muntah, diare dan konstipasi, gangguan 2. Cappucini F, Petty W, Cain J.
tidur, dsb. Palliative care: A critical component
Beberapa intervensi pembedahan, of care. Current Obstet Gynaecol.
radioterapi, dan kemoterapi dapat diberikan 2003: 13; 166-72.
baik untuk mengatasi gejala yang 3. Penson RT, Wenzel LB, Vergote I,
menganggu maupun untuk memperpanjang Cella D. Quality of life consideration
usia harapan hidup pada kanker stadium in gynecologic cancer. Int Fed of
lanjut yang tidak dapat disembuhkan. Gynecol and Obstet. 2006; p.S247-57.
Ketika sudah mendekati akhir, adalah 4. Bakitas M, Lyons KD, Hegel MT,
penting untuk membantu pasien menemui Balan S, Brokaw FC, Seville J, et al.
kematiannya dengan nyaman dan tenang, Effects of a palliative care intervention
bila perlu dengan menghentikan segala on clinical outcomes in patients with
bentuk tindakan dan intervensi medis yang advanced cancer. J Am Medical
tidak bermanfaat. Association. 2009; 302(7): 741-9.
5. Levy MH, Adolph MD, Back A, Block
Kesimpulan S, Codada SN, Dalal S. Paliative care;
Terapi paliatif pada penderita keganasan NCCN Clinical Guidelines in
ginekologi dapat diberi bersamaan ataupun Oncology. 2012: 2.
setelah terapi definitif. Terapi paliatif 6. Trajkovic M, Vidakovic M, Graeff
ditujukan untuk mengurangi gejala AD, Voest E, Teunissen S. Symptoms
penyakit dan memperbaiki kualitas hidup tell it all: A systematic review of the
pasien. Pada pasien stadium terminal, value of symptom assessment to
intervensi medis yang berlebihan dan sia- predict survival in advanced cancer
sia sebaiknya dihindari untuk kenyamanan patients. Oncology Hematology. 2012;
pasien. 84:130-48.
7. Wenzel L, Vergote I, Cella D. Quality
Daftar Pustaka
of life in patients receiving treatment
1. Monk BJ, Wenzel L. Palliative Care
for gynecologic malignancies: Special
and Quality of Life. In DiSaia PJ,
considerations for patient care.
Creasman WT, editors. Clinical
International Fed of Gynecol and
Gynecologic Oncology. Edisi ke-7.
Obstet. 2006; 211-29.
Elsevier. 2007.

JK Unila | Volume 1 | Nomor 2| Oktober 2016


78
Syifa Alkaf | Terapi Paliatif bagi Penderita Kanker Ginekologi
8. Pothuri B, Hoskins WJ. Role of 14. Choan E, Quon M, Gallant V, Samant
palliative surgery in ovarian cancer. R. Effective palliative radiotheraphy
Gynaecol for symptomatic recurrent or residual
Practice. 2002; 2: 23-8. ovarian cancer. Gynecol Oncology.
9. Ripamonti CI, Easson AM, Gerdes H. 2006; 102: 204-
Management of malignant bowel 9.
obstruction. Europ J Cancer. 2008; 44: 15. Caravatta L, Padula G, Macchia G,
1105-15. Ferrandina G, Bonomo P, Deodato F,
10. Mirensky TL, Schuter KM, Ali UA, et al. Short-course accelerated
Reddy V, Schwartz PE, Longo WE. radiotherapy in palliative treatment of
Outcomes of small bowel obstruction advanced pelvic malignancies: A
in patients with previous gynecologic phase I study. Int J Radiation
malignancies. Am J Surgery. 2012; Oncology. 2012; 83(5): e627-31.
203: 472-9 16. Lonkhuijzen LV, Thomas G. Palliative

11. Whitworth JM, Schneider KE, Fauci radiotherapy for cervical carcinoma, a
JM, Bryant AS, Cerfolio RJ, Straughn systematic review. Radiotheraphy and
M. Outcomes of patients with Oncology. 2011; 98: 287-91.
gynecologic malignancies undergoing 17. Chow E, Harris K, Fan G, Tsao M, Sze
video-assisted thoracoscopic surgery WM. Palliative radiotherapy for bone
(VATS) and pleurodesis for malignant metastases: A systematic review. J
pleural effusion. Gynecologic Clin Oncology. 2007; 25(11): 1423-36.
Oncology. 2012; 125: 646-8. 18. Dodwell DJ, Rathmell AJ, Ash DV.
12. Smith SC. Pallative radiation therapy Assesment of palliative chemotherapy:
for gynaecological malignancies. Best A step beyond response. Clin
practice & Research Clinical Obstet Oncology. 1993; 5: 114-7.
Gynaecol. 2001; 15(2): 265-78. 19. Moore DH, Blessing JA, McQuellon
13. Tinger A, Waldron T, Peluso N, Katin RP, Thaler HT, Cella D, Benda j.
MJ, Dosorotez DE, Blitzer PH, et al. Phase III study of cisplatin with or
Effective palliative radiation therapy in without paclitaxel in stage IVB,
advanced and recurrent ovarian recurrent, or persistent squamous cell
carcinoma. Int J Radiation Oncology. carcinoma of the cervix: A
2001; 51(5); 1256-63.

JK Unila | Volume 1 | Nomor 2| Oktober 2016


79
gynecologic oncology group study. J editor. Buku Acuan Nasional Onkologi
Clin Oncology. 2004; 22(15): 3113-9. Ginekologi. Edisi ke-1. Jakarta:
20. Cella D, Huang HQ, Monk BJ, Wenzel Yayasan Bina Pustaka Sarwono
L, Benda J, McKeekin DS. Health- Prawiroharjo; 2006
related quality of life outcomes
associated with four cisplatin-based
doublet chemotherapy regimens for
stage IVB recurrent or persistent
cervical cancer: A gynecologic
oncology group study. J Gynecol
Oncology. 2010; 119: 531-7.
21. Plaxe SC, Brooks SE, Tian C, Bloss
JD, Moore DH, Long HJ. Influence of
race on tolerance of platinum-based
chemotherapy and clinical outcomes in
women with advanced and recurrent
cervical cancer; A pooled analysis of 3
gynecologic oncology group studies.
Am J Obstet gynecol. 2008; 99:
539.e1-6.
22. LupeK, D'Souza DP, Kwon JS,
Radwan JS, Harle IA, Hammond JA,
et al. Adjuvant carboplatin and
paclitaxel chemotherapy interposed
with involved field radiation for
advanced endometrial cancer. Gynecol
Oncology. 2009; 114:94-8.
23. National Hospice and Palliative Care
Organization. Hospice care in
America. 2012.
24. Suhatno. Perawatan Paliatif. Dalam
Aziz MF, Andrijono, Saifuddin AB,
JK Unila | Volume 1 | Nomor 2| Oktober 2016
80
Syifa Alkaf | Terapi Paliatif bagi Penderita Kanker Ginekologi

e            ISSN: 2457Page 150


 WORLD JOURNAL OF of -0400154
ADVANCE                   Volume: 2. 
  HEALTHCARE RESEARCH Issue: 4. 
Page N. 150-154 Year:
2018 
     

SJIF Impact Factor: 3.458 


 

Original Article                                                                                                           
www.wjahr.com
 
 
MEDICATION ADHERENCE AS A DOMINANT FACTOR INFLUENCING 
SCHIZOPHRENIA RELAPSE 
 
Anindya Arum Cempaka*1, Setyawati Soeharto2 and Tina Handayani Nasution3 
 
1
Master’s Program of Nursing, Faculty of Medicine, Universitas Brawijaya,
Indonesia. 2,3Faculty of Medicine, Universitas Brawijaya, Indonesia. 

Received date: 20 May 2018                 Revised date: 10 June 2018                 Accepted
date:  01 July 2018  

 
Corresponding Author: Anindya Arum
Cempaka Master’s Program of Nursing, Faculty of
Medicine, Universitas Brawijaya, Indonesia. 
 
 
JK Unila | Volume 1 | Nomor 2| Oktober 2016
81
ABSTRACT   

The occurrence of relapses in schizophrenic patients has great potential to harm and
endanger patients, family and society. Relapse increases the burden of care and is a
significant economic burden for families and communities because if the patient
has rehospitalization in the psychiatric clinic, it increases the cost of the family for the
treatment. The aim of this study was to analyze the factors related to
schizophrenia relapse and to find out the dominant factors related to schizophrenia
relapse in Puskesmas Bantur Working Area, Malang Regency. Analytic observational
design with cross-sectional approach was utilized. There were 83 respondents
contributed in this study. The respondents were obtained using total sampling technique.
The results showed a significant relationship between medication adherence,
expression emotion and schizophrenia onset with schizophrenia relapse. The result from
multiple logistic regression shows medication adherence has the highest OR value at
27.182. There were significant correlation between medication adherence, expression
emotion and schizophrenia onset with schizophrenia relapse. Medication adherence as a
dominant factor influencing schizophrenia relapse.  
  
KEYWORDS: Relapse, schizophrenia.  
 
INRODUCTION  2.2 per mile in 2013 (Riskesdas, 2007).
  Majority of schizophrenics experience
World Health Organization (WHO) from acute symptomatic relapses with periods of
2012 show that around 450 million people complete or partial remission (Xiao et al,
worldwide suffer from mental disorders. 2015). The definition of relapse in people
Based on Indonesia’s Basic Health who have been diagnosed with
Research data in 2007, the number of schizophrenia is the recurrence
people with severe mental illness reached of hospitalization and re-emergence of
4.6 per mile and decreased to 1.7 per mile symptoms of schizophrenia experienced by
in 2013. East Java is one of the provinces patients (Olivares, 2013). Patients with a
in Indonesia having a high number of diagnosis of schizophrenia are estimated to
people with severe mental illness, which recur 50% in the first year, 70% in the
were 3.1 per mile in 2007 and decreased to
JK Unila | Volume 1 | Nomor 2| Oktober 2016
82
Syifa Alkaf | Terapi Paliatif bagi Penderita Kanker Ginekologi
second year and 100% in the fifth year family is responsible for the unfair
after discharge from hospital  treatment that patients receive. 
(Madriffa’i et al, 2015). There are  
four factors that influence of schizophrenia Family support involves emotional
relapse; patient factor, which is medication expression. Families with high emotional
adherence, caregiver factor, and family expression (hostile, criticizing, rude,
supportive factor (Kaplan and Saddock, oppressive and accusing) cause patients
2016).  relapse (Prihandini et al, 2012). The results
  showed the possibility of relapse patients
Patients who do not take regular increased by 8 times when the family
medication tend to relapse, while showed a high EE level (Roseliza, 2014). It
caregivers have more opportunities to meet because the schizophrenic patient is easily
clients so they can see early symptoms and affected by the stress of a pleasant life
take immediate action (Keliat, 2006). (marriage, promotion) or miserable (Death,
Regular medication may reduce relapse, loss, accident).  
but long-term use of antipsychotics may  
lead to extrapyramidal side effects such as Puskesmas Bantur is one of government-
uncontrolled and drowsy movements mandated community health clinics located
(Raharjo, 2014). In addition to the across Indonesia in Malang Regency with
medication adherence, family knowledge total of schizophrenia patient 134 in 2017
also plays a role in preventing recurrences spread in 5 Villages. Compared to 2016,
(Fadli, 2013). Family the number of relapse schizophrenics
knowledge determines how the family reached 50%. However, the number of
behaves and how families judge positively relapsing schizophrenic patients is still
or negatively on an object that the patient is quite high in 2017. It is interesting to
(Ronald, 2016). Family knowledge is examine whether adherence to medication
effective in improving the adaptability of and caregiver knowledge influences the
the patient (Aghayusefi, 2016). If family recurrence of schizophrenic patients in the
knowledge of schizophrenia is lacking, the Puskesmas Bantur. 
family's attitude towards the patient will be  
less assertive (Fadli, 2013). The lack of  
knowledge about mental health in the  
 
JK Unila | Volume 1 | Nomor 2| Oktober 2016
83
RESULTS  Gender 
    Female  52  63 
  Total  83  100 
151
Caregiver Labor  70  84 

METHODS  Occupation 
  Unemploy 13  16 
 
ed 
Table 1: Characteristics of Respondents   Total  83  100 
by Gender, Education, and occupation.  Caregiver Primary 64  77 
  Education  School 
  Junior 14  17 
Characteris   Freque Percent
High
tics  ncy (n)  age (%) 
Caregiver Male  31  37  School 
  Senior 4  5 
Gender 
  Female  52  63  High
  Total  83  100  School 
Caregiver Primary 64  77    University  1  1 
Education  School    Total  83  100 
  Junior 14  17   

High Table 1 shows that 52 (63.0%) of the

School  respondents were female, 64 (63.0%), most


  Senior 4  5  of them were labor (84%) with their most
High recent education being at primary school
School  (77.0%).  
  University  1  1   
  Total  83  100 
 
Caregiver Labor  70  84 
 
Occupation 
  Unemploy 13  16   
ed   
  Total  83  100   
Source: Primary Data (2018) 
 
  This research used observational analytic
Characteris   Freque Percent design with cross-sectional approach. The
tics  ncy (n)  age (%)  research locations were 5 villlages in
Caregiver Male  31  37  Bantur Malang, Indonesia. The research
JK Unila | Volume 1 | Nomor 2| Oktober 2016
84
Syifa Alkaf | Terapi Paliatif bagi Penderita Kanker Ginekologi
was held from March 01st to March 311st,  
2018. The samples were 83 caregivers Table 2 shows that medication adherence,
selected by total sampling technique. The caregiver expressed emotion and
research instruments were questionnaires Schizophrenia Onset had p = 
from Family 0.000. p = 0.000 and p = 0.042 < α (0.05)
Questionnaire, Knowledge Questionnaireo respectively, which indicated a significant
n Home Care 36 Schizophrenics, and relationship with schizophrenia relapse.  
Morisky Medication Adherence Scale 8.  
This research performed three types of Table 3: Logistic regression test results
analysis: univariate, bivariate, and between medication adherence,
multivariate analysis. The univariate caregiver knowledge, caregiver
analysis aimed to describe the expressed emotion, schizophrenia onset
characteristic of the research respondents, and schizophrenia relapse. 
the bivariate analysis used Chi-Square  
correlation test with significant level (α) = The
Exp R
0.05, and the multivariate analysis used Variables  value of
(B)  Square 
logistic regression test to examine the p 
independent variable having the most Medication 0.000  27.182 
dominant relationship with the dependent Adherence     
variable.   Caregiver  0.000  7.124 
Table 2: Chi Square correlation test Expressed  0.386  0.047 
results between medication adherence, Emotion  0.425  2.535  0.659 
caregiver knowledge, caregiver Caregiver
expressed emotion, schizophrenia onset Knowledge 
and schizophrenia relapse.   Schizophrenia
  Onset 
Source: Primary Data (2018) 
Independent variable  Relapse 
  p-value   
Table 3 shows that medication
Medication Adherence  0.000 
Caregiver Knowledge  0.208  adherence was the most dominant factor on
Caregiver Expressed emotion  0.000  the schizophrenia relapse. 
Schizophrenia Onset   0.042   
Source: Primary Data (2018)  DISCUSSION 
JK Unila | Volume 1 | Nomor 2| Oktober 2016
85
  antipsychotic treatment have a 5 times
The relationship between medication greater chance of relapse (Katona et al,
adherence and relapse of schizophrenic 2012). Based on the theory of hypothetical
patients  schizophrenia, schizophrenia is caused by
Based on the results of bivariate statistical central dopaminergic hyperactivity in the
tests showed that there was a significant brain system. While the effective
relationship between the variables of antipsychotic drugs for treatment of
medication adherence to recurrence with p schizophrenia are dopamine blocking
value of 0,000 (p <0.05). A total of 43 agents which help normalize the patient's
schizophrenic patients who had low dopamine levels (Laking, 2011). The cause
medication adherence experienced of patient disobedience to drug therapy is
recurrence. This is consistent with research the chronicnature of the disease so that
conducted by Garcia et al (2016), Rozali et patients feel bored taking medication,
al (2014), Weret et al (2014), Xiao et al reduced symptoms, lack of knowledge
(2015) who stated that medication about therapeutic goals, not understanding
adherence affects recurrence in about drug use instructions, inaccurate
schizophrenic patients. On the other hand, doses in taking drugs, and unpleasant side
research by Widodo et al (2017) and effects such as blurry and trembling eyes
Ronald (2016) states there is no (Erwina, 2017).  
relationship between medication adherence  
to recurrence of schizophrenic patients.  Success of therapy usually occurs when the
  caregiver and / or patient knows about the
Patients are said to be obedient in taking benefits, information and use of drugs
medicine if taking medication according to consumed (Siregar, 2006). Caregivers who
the dosage, frequency, time and correctness consider treatment of schizophrenia as the
of the medication (Nursalam, 2009). When treatment of disease in general will form
the patient is hospitalized, the nurse is the caregiver's actions in stopping
responsible for administering and treatment when the patient is in a better
monitoring medication while at home, the condition, not exercising control and not
task is replaced by the family. As many as doing proper treatment (Kurnia, 2015).
75% of patients will stop treatment within From the results of statistical tests it was
the first 18 months and those who stop found that there were still many patients

JK Unila | Volume 1 | Nomor 2| Oktober 2016


86
Syifa Alkaf | Terapi Paliatif bagi Penderita Kanker Ginekologi
who did not take medication regularly so patients adapt to the ways to activate
that a recurrence occurred. So it can be cognitive functions to solve problems faced
concluded that non-adherence to taking based on the knowledge they have
medication causes relapse of schizophrenic (Rasmun, 2004). Knowledge of
patients.  schizophrenic client families is the result of
  knowing and understanding after people
Caregiver's knowledge relationship with have sensed a particular object. Caregiver
the recurrence of schizophrenic patients  and / or family are expected to be able to
Based on the results of bivariate statistical better understand, know and understand
tests showed that there was no significant which ultimately can play an active role as
relationship between the variable caregiver the main support for 
knowledge of recurrence with p value of
0.213 (p> 0.05). The results of this study
World Journal of Advance Healthcare
are in accordance with this in accordance
Research                                                                      
with the research conducted by Widodo
Volume 2, Issue 4. 2018
(2017) and Farida (2015) which states that
there is no relationship between family
knowledge of the recurrence of Cempaka et al.                                                                  
schizophrenic patients. Different results Page 150 of 154
were expressed by Farkhah et al (2017) and patients who will also improve their
Fadli et al (2013) which stated the adaptability and are not vulnerable to the
relationship between knowledge and influence of psychosocial stressors. In
relapse.In treating schizophrenics who are addition, the higher the level of one's
their responsibility, caregivers should have knowledge about mental disorders, the
good persuasive abilities.   higher the level of tolerance of a person
  with mental disorder patients (Smith,
In the adaptation mechanism, humans and 2011). 
families have the ability to maintain health  
and use their energy to adapt positively In treating schizophrenics who are their
through the process of receiving responsibility, caregivers should have good
information, learning so that they become persuasive abilities. Persuasive
aware and ultimately play a role in decision communication is communication that aims
making. This means that families and or
JK Unila | Volume 1 | Nomor 2| Oktober 2016
87
to change or influence a person's beliefs, that there was a significant relationship
attitudes and behavior so that it acts in between the variables of emotional
accordance with what the communicator expression to recurrence with p value of
wants (Stiff, 2016). There are four main 0.000 (p <0.05). A total of 47 patients who
factors that influence the success of a had a caregiver with a high emotional
persuasive message (Young, 2016). The expression score experienced recurrence.
first factor is the high credibility of the This is consistent with the research
communicator. High credibility is obtained conducted by Lee et al (2014), Putri (2013)
for example from the level of education, and Prihandini (2012) which states the
experience or good knowledge so that it emotional expression of caregiver and
can bring out the ability of the family influences the recurrence of
communicator in influencing others. The schizophrenic patients.  
second factor is the message itself, whether  
it makes sense or not. The third factor is Emotional expression is one element in
the presence of environmental influences. family support which is included in
While the fourth factor is the continuity of emotional support. Family emotional
a message in the sense of whether the support is support that gives patients a
message is repeated (Raditya, 2014). The sense of comfort, feeling loved, feeling
reason why in this study knowledge has no supported, empathy, trust, caring so that the
effect on patient relapse is despite high patient feels valuable and accepted. If this
caregiver knowledge but medication is fulfilled, it can make the family
adherence to patients remains low so that functional in supporting patient recovery.
relapse still occurs. Caregiver lacks Functional caregivers and families who are
persuasive ability to make patients obedient able to form a balance will be able to
to take medication, but also accompanied improve the mental health of their family
by a high emotional expression of the members while increasing the mental
caregiver.  resilience of their families from the mental
  disorders and emotional instability of their
Relationship between emotional members (Rasmun 2004). The caregiver's
expression of caregiver and recurrence actions that allow or treat roughly in other
of schizophrenic patients Based on the words have high emotional expression will
results of bivariate statistical tests showed affect the mental development of the

JK Unila | Volume 1 | Nomor 2| Oktober 2016


88
Syifa Alkaf | Terapi Paliatif bagi Penderita Kanker Ginekologi
patient. Caregiver and family have an schizophrenia and recurrence with p value
important role in the process of patient care of 0.043 (p <0.05). In this study, patients
both in the hospital, preparation for going who had the most recurrence had> 1 year
home and care while at home so that the onset of 30 people (36%). This is
patient's adaptation goes well.   consistent with research conducted by
  Kurnia (2015) which states schizophrenic
High emotional expressions often cause patients are estimated to experience
relapse because of aggressive verbal recurrence of 50% in the first year and 70%
criticism raised by the caregiver and / or in the second year (Kurnia, 2015).
other family members (Weintraub, Hall, Meanwhile, according to Spaniel (2015),
Carbonella, Weisman de Mamani & the onset of schizophrenia is influential
Hooley, 2017). In families with low because more than 80% of those who
emotional expressions, family members recover from the first episode of
feel that individuals who experience schizophrenia experience recurrence within
disruption do not have control over a period of more than 1 year. Whereas
disturbances and sympathy. This can be according to Robinson (2001) the onset of
caused by the family having enough schizophrenia does not affect recurrence. 
information and knowledge about the state  
of the patient so that the family is able to The likelihood of a patient recurring after
understand and not criticize. So it can be the first year is due to many factors
concluded that emotional expression is one including delayed treatment at the onset of
of the factors that influence recurrence in schizophrenia, non-adherence to
schizophrenics.  medication because the patient is bored or
  refuses to take medication, lack of
The relationship of onset of knowledge and high emotional expression
schizophrenia with recurrence in of the family (Garcia et al, 2016; Lee,
schizophrenic patients  2014; Fadli, 2013 ) .. As many as 75% of
From this study, 7 patients (8.4%) had one patients will stop treatment within the first
year less onset, while 76 patients (91.6%) 18 months and those who stop
had an onset of more than one year. Based antipsychotic treatment have a 5 times
on the results of bivariate statistical tests greater chance of relapse (Katona et al).
showed that there was a significant This underlies why patients are more likely
relationship between the onset of to relapse in the second year and beyond.  
JK Unila | Volume 1 | Nomor 2| Oktober 2016
89
  schizophrenia onset with relapse of
One obstacle in treating schizophrenia schizophrenic patients in the Bantur
optimally is the delay of patients coming to Puskesmas work area in Malang. There
the treatment clinic. This delay in handling was no knowledge relationship between the
will have a bad impact. Many think that caregiver and the relapse of schizophrenic
symptoms in schizophrenia occur due to patients in the Bantur Puskesmas work area
occult things. Finally the treatment in Malang. The factor that is most related
becomes late so the possibility of a patient's to the relapse of schizophrenic patients in
recurrence increases in the second, third the Bantur Puskesmas working area is
year and so on. In addition, the onset that adherence to taking medication. 
first arises in schizophrenia is often found  
in adolescence or young adulthood but is REFERENCES 
late to be treated so that the course of the  
disease becomes chronic and difficult to 1. Aghayusefi, A., Mirzahoseini, H.,
recover (Amelia, 2013). Recurrence Khazaeli, M., & 
becomes frequent, treatment becomes Assarnia, A. (2016). The Effect of
increasingly difficult and eventually will Psychoeducational Interventions on
lead sufferers to prolonged chronic Illness Management in Families of
conditions (Kaunang, 2015). Due to delays Schizophrenic Patients. Practice in
in handling at the beginning, Clinical Psychology, 4(2): 129-135.Doi :
schizophrenics will tend to be "immune" to 10.15412/J.JPCP.06040208. 
drugs, use drugs with higher doses and 2. Amelia, D. R., & Anwar, Z. (2013).
longer hospital care. In the end it will Relaps pada pasien skizofrenia. Jurnal
increase the costs and economic burden of Ilmiah Psikologi Terapan. 1.1 (2013):
the family (Kaunang, 2015).  53-65. 
  3. Ambari, M., & Prinda, K. (2010).
CONCLUSION Hubungan antara dukungan keluarga
  dengan keberfungsian sosial pada pasien
From the results of the research carried out, skizofrenia pasca perawatan di rumah
it was concluded that:  sakit.  
There is a relationship between medication
adherence, emotional expression caregiver,

JK Unila | Volume 1 | Nomor 2| Oktober 2016


90
Syifa Alkaf | Terapi Paliatif bagi Penderita Kanker Ginekologi
4. Arif, I.S. (2006). Skizofrenia, memahami 10. Dahlan, M. S. (2011). Statistik untuk
dinamika keluarga pasien. Bandung: kedokteran dan kesehatan. Jakarta:
Refika Aditama.  Penerbit Salemba. 
5. Azwar, S. (2005). Sikap Manusia Teori 11. Dorland. (2013). Dorland’s pocket
dan Penerapannya. Yogyakarta : medical dictionary. Philadhelphia :
Pustaka Pelajar.  Elsevier Saunder. 
6. Balasubramanian, N., Juliana, L., & 12. Durand, V mark, & Barlow, David H.
Sathyanarayana, R. (2013). Knowledge (2012). Essentials of abnormal
questionnaire on home care of psychology. Cengage learning. 
schizophrenics (KQHS) : validity and 13. Dyah, L. (2012). Analisis Efektivitas
realibity. Journal of education and Biaya Penggunaan Terapi Antipsikotik
Practice, 4(11): 176-182.  Pada Pasien Skizofrenia Di Instalasi
7. Boyer, L., Millier, A., Perthame, E., Rawat Inap Rumah Sakit Jiwa Grhasia
Aballea, S., Auquier, P., Toumi, M. Yogyakarta. E-journal keperawatan, 
(2013).Quality of life is predictive of 3(2).  
relapse in schizophrenia. BMC 14. Endraswara, S. (2012). Filsafat ilmu :
psychiatry, 13(1): 15. Konsep, Sejarah, dan Pengembangan
Doi : 10.1186/1471-244X-1315. Metode Ilmiah. 
8. Bharti, J. (2015). Expressed emotion Jogjakarta : Center of Academic Publishing
among caregivers of person with Service. 
schizophrenia and obsessive compulsive 15. Erwina, I. (2017). Faktor-Faktor yang
disorder: a comparative study. The Berhubungan Dengan Kepatuhan
International Journal of Indian Minum Obat pasien Skizofrenia di RSJ.
Psychology, 3: 189-200. Prof. dr. HB. Saanin Padang. NERS
9. Cechnicki, A., Bielańska, A., Jurnal Keperawatan, 11(1): 70-76. 
Hanuszkiewicz, I., & Daren, A.. (2013). 16. Fadli, S. (2013). Pengetahuan dan
The predictive validity of expressed ekspresi emosi keluarga serta frekuensi
emotions (EE) in schizophrenia. A kekambuhan penderita
20year prospective study. Journal of skizofrenia. Jurnal Keperawatan, 7(10):
psychiatric 466-470. 
research.  Doi:10.1016/j.jpsychires.2012 17. Farkhah, L., Suryani, S, & Hernawaty,
.10.004, 3: 189-200.  T. (2017). Faktor caregiver dan

JK Unila | Volume 1 | Nomor 2| Oktober 2016


91
kekambuhan klien skizofrenia. Jurnal 22. Handayani, S. (2014). Pengaruh
Keperawatan Padjajaran, 5(1).  Cognitive Behavioral Therapy (CBT)
18. Fitra, M., Widodo, A., & Zulaicha, E. Terhadap Perubahan Kecemasan,
(2013). Hubungan antara faktor Mekanisme Koping, Harga Diri Pada
kepatuhan mengkonsumsi obat , pasien Gangguan Jiwa Dengan
dukungan keluarga dan lingkungan Skizofrenia Di RSJD Surakarta. Jurnal
masyarakatdengan tingkat kekambuhan Ilmu Kesehatan, 3(1). 
pasien skizofrenia di RSJD 23. Higashi, K., Medic, G., Littlewood, K. ,
Surakarta. National Public Health Diez, T., Granström, O., & De Hert, M.
Journal, 7(10): 466-470.  (2013). Medication adherence in
19. García, S., Martínez-Cengotitabengoa, schizophrenia: factors influencing
M., LópezZurbano, S., Zorrilla, I., adherence and consequences of
López, P., Vieta, E., & González-Pinto, nonadherence, a systematic literature
A. (2016). Adherence to antipsychotic review. Therapeutic advances in
medication in bipolar disorder and psychopharmacology, 3(4): 200-
schizophrenic patients: a systematic 218. Doi : 10.1177/2045125312474019. 
review. Journal of clinical 24. Howes, O., & Murray, R. (2014).
psychopharmacologi, 36(4): Schizophrenia : an integrated
355.  Doi : 10.1097/JCP.0000000000000 sociodevelopmental-cognitive model.
523. The lancet, 383(9929): 1677-1687.
20. Gunawan, S. (2011). Farmakologi dan Doi:10.1016/S01406736(13)62036-X.
Terapi. Jakarta: Bagian Farmakologi 25. Iswanti, H. (2012). Pengaruh terapi
FKUI.  modeling persiapan terhadap kepatuhan
21. Gurak, K., & Weisman de Mamani, A. minum obat pada klien penatalaksanaan
(2015). Caregiver Expressed Emotion regimen terapeutik tidak efektif di RSJD
and Psychiatric Symptoms in African Amino Gondohutomo
Semarang. Medical Journal of
Americans with Schizophrenia: Indonesia, 21(2): 66-70. 
An Attempt to Understand the
Paradoxical Relationship. Family
process, 56(2): 476-486. Doi :
10.1111/famp.12188. 

JK Unila | Volume 1 | Nomor 2| Oktober 2016


92
Syifa Alkaf | Terapi Paliatif bagi Penderita Kanker Ginekologi
26. Jarut, Y., Fatimawali, W. (2013). jalan di ruang poliklinik jiwa rumah
Tinjauan penggunaan antipsikotik pada Sakit Prof. Dr. VL. Ratumbusyang
pengobatan skizofrenia di rumah sakit Manado. Jurnal Keperawatan, 
Prof. Dr. Vl. Ratumbuysang 3(2). 
Manado. Pharmacon, 2(3).  32. Keliat, B. A., Herawata, N, Panjaiatan,
27. Jimenez, M, Priede, A., Hetric, S, R, Helena, N. (2006). Proses
Bendall, S., Killackey, E., Parker, A. G., Keperawatan Kesehatan Jiwa. Jakarta:
Gleeson, J. F. (2012). Risk factors for EGC. 
relapse following treatment for first 33. Keliat, B. A., Pawiro, W., Akemat,
episode psychosis: a systematic review Susanti, H. (2011). Manajemen Kasus
and metaanalysis of longitudinal Gangguan Jiwa : CMHN. Jakarta :
studies. Schizophrenia research, 139(1- EGC. 
3): 116-128.  34. Kurnia, F. Y. P., Tyaswati, J., Abrori,
Doi:10.1016/j.schres.2012.05.007. C. (2015). Faktor-faktor yang
28. Kaplan, B. (2016). Kaplan and mempengaruhi kekambuhan pada pasien
sadock’s Synopsis of Psychiatry. skizofrenia di RSD dr Soebandi
Philadelphia : Lippincott Williams & Jember. Pustaka Kesehatan, 3(3): 400-
Wilkins.  407. 
29. Kartikasari, R., Yusep, I., & Sriati, A. 35. Kurnilla, M., Himawan, A., Natalia, D.
(2017). Pengaruh Terapi Psikoedukasi (2017). Tingkat stress pada caregiver
Keluarga Terhadap Self pasien gangguan jiwa psikotik. Jurnal
Efficacy Keluarga dan Sosial Okupasi Keperawatan Diponegoro, 1(1): 149-
Klien  156. 
Schizophrenia. Jurnal keperawatan 36. Kusumaningtys, R., Widodo, A.
Padjajaran,  (2017). Pengaruh pendidikan
5(2).  kesehatan jiwa keluarga terhadap
30. Katona, C., Cooper, C., & Robertson, pengetahuan dan sikap pencegahan
M. (2012). At Glance Psikiatri. Jakarta: kekambuhan gangguan jiwa di di Desa
Erlangga.  Makamhaji kecamatan Kartasura
31. Kaunang, I., Kanine, E., & Kallo, V. Kabupaten Sukoharjo. Jurnal 
(2015). Hubungan kepatuhan minum Psikologi, 9(1): 64-72.
obat dengan prevalensi kekambuhan 37. Lasgita, R. D. I. (2016). Gambaran
pada pasien skizofrenia yang berobat karakteristik pasien yang mengalami
JK Unila | Volume 1 | Nomor 2| Oktober 2016
93
skizofrenia di di RSJ H. Mustajab ilmu kedokteran jiwa FK Unika
Purbalingga (Doctoral dissertation, Atmajaya. 
Universitas Muhammadiyah 44. Mida, Y. F., & Pratiwi, A. (2017).
Purwokerto).  Gambaran status mental pasien
38. Lee, G., Barrowclough, C., Lobban, F. skizofrenia di Rumah Sakit Jiwa Daerah
(2014). Positive affect in the family Soedjarwadi Klaten. Jurnal 
environment protects against relapse in Endurance, 3(1): 200-212.
first-episode psychosis. Social 45. Niven , N. (2003). Psikologi Kesehatan
psychiatry and psychiatric Pengantar Untuk Perawat dan
epidemiology, 49(3): 367-376. Profesional Lain. Jakarta : EGC.
Doi:10.1007/s00127-013-0768-x.  46. Notoatmodjo, S. (2012). Pendidikan
39. Lestari, W., Wardhani, Y. F. (2014). dan Perilaku Kesehatan. Jakarta :
Stigma dan penanganan penderita Rineka Cipta. 
gangguan jiwa berat yang 47. Novitayani, S. (2017). Karakteristik
dipasung. Buletin Penelitian Sistem  pasien skizofrenia engan riwayat
Kesehatan, 17(2): 157-166.  rehospitalisasi. Idea Nursing
40. Madriffa’i, A., Abi, M., Yuniartika, W. Journal, 7(3): 23-29. 
(2015). Hubungan peran keluarga 48. Nursalam, R. S., & Sri, U.
dengan kekambuhan pada pasien (2009). Konsep dan penerapan
skizofrenia di wilayah kerja Puskesmas metodologi penelitian ilmu
Cawas Klaten. Jurnal keperawatan: 
KesMaDasKa, 2(2). pedoman skripsi. Jakarta : Salemba
41. Maharatih, G., Nuhriawangsa, I, Medika. 
Sudiyanto, A. (2010). Psikiatri 49. Olivares, J. M., Sermon, Jan,
Komprehensif. Jakarta : EGC.  H., Schreiner, A.. (2013). Definitons and
42. Maramis, W. F, & Maramis , A. A. drivers of relapse in patients with
(2009). Catatan Ilmu Kedokteran Jiwa. schizhophrenia. Annals of general
Surabaya : Airlangga  psychiatry, 12(1), 32.
University Press.  Doi: 10.1186/1744-859X-12-32.
43. Maslim, R. (2013). Diagnosis 50. Penelitian, B., & Kesehatan, P. (2013).
Gangguan Jiwa, Rujukan Ringkas Laporan riskesdas 2013. Jakarta: Badan
PPDGJ-III dan DSM-5. Jakarta : Bagian

JK Unila | Volume 1 | Nomor 2| Oktober 2016


94
Syifa Alkaf | Terapi Paliatif bagi Penderita Kanker Ginekologi
Penelitian dan Pengembangan Cab. Pungkur Bandung. Jurnal
Kesehatan. Ekonomi., 20(1). 
51. Phan, S. V. (2016). Medication 57. Rasmun. (2004). Stres, Koping
adherence in patients with dan Adaptasi: Teori dan Pohon
schizophrenia. The International Masalah Keperawatan. Jakarta: Sagung
Journal of Psychiatry in Medicine, Seto. 
51(2): 211-219. Doi : 58. Raharjo, A. B.. (2014). Faktor-faktor
10.1177/0091217416636601.  yang mempengaruhi kekambuhan pada
52. Prasetyo, D. (2016). Hubungan Faktor pasien skizofrenia di RSJD dr Amino
Demografi Dengan Kualitas Hidup Gondohutomo Semarang. 
Pasien Skizofrenia. Gadjah Mada Menara Ilmu, 11(77).
Journal of Psychology, 1(3).  59. Razali, S. M., Yusoff, M. Z. (2014).
53. Pratama, Y., Syahrial. (2016). Medication adherence in schizophrenia:
Hubungan Keluarga Paisen terhadap a comparison between outpatients and
Kekambuhan Skizofrenia di Badan relapse cases. East Asian Archives of
Layanan Umum Daerah Rumah Sakit Psychiatry, 24(2): 68.  
Jiwa Aceh. Jurnal Kedokteran Syiah 60. Robinson, D., Woerner, M. G., &
Kuala, 15(2): 77-86.  Alvir, J. M. (2001). Predictors of
54. Prihandini, I. Y., Sudiyanto, A., Relapse Following Response From a
Dharmawan, R. (2012). Pengaruh First Episode of Schizophrenia or
Ekspresi Emosi Keluarag Terhadap Schizoaffective Disorder. Year Book of
Frekuensi Kekambuhan Pasien Psychiatry and Applied Mental Health,
Skizofrenia di Rumah Sakit Jiwa Daerah 56(3): 241-247.
Surakarta . Nexus Kedokteran Klinik, Doi:10.1001/archpsyc.56.3.241.
1(2).  61. Ronald, R. (2016). Kepatuhan
55. Puri, B., Laking, P.J., Treasaden, I. H. konsumsi obat, pengetahuan dan
(2011). Buku Ajar Psikiatri. Jakarta : dukungan keluarga terhadap frekuensi
EGC.  kekambuhan penderita skizofrenia di
56. Raditya, A. R. (2014). Komunikasi Desa Sriharjo, Imogiri, Bantul. Jurnal
Persuasif Sebagai Promosi PT. Kesehatan Masyarakat, 9(1).  
Pegadaian Studi Deskriptif Mengenai 62. Roseliza, M., Oei, P.S., Fatimah, Y.,
Komunikasi Persuasif Dengan Imbauan Asmawati, D. (2014). Schizophrenia
Pesan Team Marketing PT. Pegadaian relapse in Kuala Lumpur, Malaysia: Do
JK Unila | Volume 1 | Nomor 2| Oktober 2016
95
relatives’ expressed emotion and 66. Santrock, J.W. (2007). Psikologi
personality traits perkembangan (edisi 11). Jakarta:
matter?. Comprehensive psychiatri, Erlangga. 
55(1): 188-198.  67. Simanjuntak, J. (2008). Konseling
Doi:10.1016/j.comppsych.2012.12.026. gangguan jiwa dan okultisme. Jakarta :
63. Rosenfarb, I. F., Triana, S., Gramedia Pustaka Utama. 
Nuechterlein, K. H., Ventura, J., 68. Simatupan, R. (2014). Faktor-faktor
Breitborde, J.K. (2017). Expressed penyebab kekambuhan pada apsien
emotion and the escalation of depressive skizofrenia yang dirawat di Rumah Sakit
symptoms in individuals with recent Jiwa Daerah Provinsi Sumatera Utara
Medan. Pustaha, 4(2): 60-69. 
onset schizophrenia. Early 69. Siregar, C. J., & Kumolosasi, E.
intervention in psychiatri, 11(4): 351- (2006). Farmasi Klinik teori dan
353..  Doi : 10.1111/eip.12307.  penerapan. Jakarta: Penerbit Buku
64. Samalin, L., Charpeaud, T., Blanc, O., Kedokteran EGC. 
Heres, S., & Llorca, P. M. (2013). 70. Smeltzer, S. C., Bare, B. G., Hinkle, J.
Clinicians’ attitudes toward the use of L., Cheever, 
long-acting injectable K. H., Townsend, M. C., & Gould, B. 
antipsychotics. The Journal of nervous (2008). Brunner and Suddarth’s
and mental disease, 201(7): 553559.  textbook of medicalsurgical nursing
65. Santesteban-Echarri, O., Paino, M., 10th edition. Philadelphia: Lipincott
Rice, S., González-Blanch, C., Williams & Wilkins. 
McGorry, P., Gleeson, J., Alvarez- 71. Smith, V. (2011). Public perceptions,
Jimenez, M. (2017). Predictors of knowledge and stigma toward people
functional recovery in first-episode with schizophrenia. Journal of of public
psychosis: A systematic review and mental health, 10(1): 45-56.
meta-analysis of longitudinal 72. Spaniel, F, Novak, T, Bankovska
studies. Clinical psychology Motlova, L, Capkova, J, Slovakova, A,
review,  198(2): 225275. Trancik, P, . .Höschl, C. (2015).
Doi : 10.1016/j.cpr.2017.09.007. Psychiatrist's adherence: a new factor in
relapse prevention of schizophrenia. A
randomized controlled study on relapse

JK Unila | Volume 1 | Nomor 2| Oktober 2016


96
Syifa Alkaf | Terapi Paliatif bagi Penderita Kanker Ginekologi
control through telemedicine Pasien Skizofrenia di RSJD
system. Journal of psychiatric and Surakarta. Berita Ilmu
mental health nursing, 22(10): 811- Keperawatan, 1(4): 181-186. 
820..  Doi : 10.1111/jpm.12251.  78. Xiao, J., Mi, W., Li, L., Shi, Y., &
73. Sunaryo. (2004). Psikologi Untuk Zhang, H. (2015). High Relapse rate adn
Keperawatan. Jakarta: EGC.  poor medication adherence in the
74. Susanti, H., Ilmiasih, R., Arvianti, A. chinese population with schizophrenia :
(2017). Hubungan Antara Tingkat result from an observational survey in
Keparahan PMS Dengan Tingkat the chinese people;s republic of china.
Kecemasan Dan Kualitas Tidur Pada  Neuropsychiatric disease and treatment,
Remaja Putri. Jurnal Kesehatan 11: 1161. 
Mesencephalon,  79. Yamin, S., & Kurniawan, H.
3(1).  (2014). SPSS “Complete Teknik Analisis
75. Tjay, T. H., dan Rahardja, K. Statistik Terlengkap” SPSS. seri-
(2007). Obat-obat penting : Khasiat , 1. Jakarta : Salemba Empat. 
penggunaan dan efek 80. Yusup, I. (2014). Buku ajar
sampingnya. Jakarta : Elex Media keperawatan jiwa. Bandung : Refika
Komputindo.   Bandung aditama.  
76. Weintraub, M. J., Hall, D. L., 81. Yusuf, A.H., Fitriyasari, R., Nursalam,
Carbonella, J. Y., Weisman de Mamani, Iskandar. (2017). Terapi aktifitas
A., Hooley, J. M. (2017). Integrity of kelompok (TAK) : Stimulasi Persepsi
literature on expressed emotion and Modifikasi sebagai alternatif
relapse in patients with schizophrenia pengendalian halusinasi dengan pada
klien skizofrenia. Jurnal Ners, 2(1). 
verified by AP curve
analysis. Family process, 56(2): 436-
World Journal of Advance Healthcare
444.  Doi : 10.1111/famp.12208. 
Research                                                                      
77. Widodo, A. (2017). Hubungan antara
Volume 2, Issue 4. 2018
Tingkat Pengetahuan dan Sikap
Keluarga dengan Kekambuhan pada

JK Unila | Volume 1 | Nomor 2| Oktober 2016


97
ANALISA JURNAL

1. JURNAL 1
a. Judul Jurnal
“Terapi Paliatif bagi Penderita Kanker Ginekologi”

b. Penulis Jurnal
“ Syifa Alkaf “

c. Kata Kunci
“keganasan ginekologi, perawatan rumah, terapi paliatif”

d. Latar Belakang Masalah

Semakin tingginya jumlah penderita kanker pada tahun-tahun belakangan,


terutama mereka yang didiagnosis pada stadium lanjut, membuat semakin
rumit dan kompleks terapi yang harus diberikan. Berbagai modalitas
pengobatan kanker juga membuat efek samping dan toksisitas menjadi
berlipat ganda yang pada akhirnya terakumulasi dan menyebabkan berbagai
gangguan dan disabilitas pada penderita kanker sendiri. Pada sebagian besar
stadium yang tidak dapat disembuhkan tersebut, pendekatan yang diberikan
adalah paliatif, yang terutama bertujuan meningkatkan kualitas
hidup penderita dan mengurangi gejala penyakit.  

e. Ringkasan Jurnal

Terapi paliatif bukan bertujuan menyembuhkan, tapi lebih pada mengatasi


gejala dan meningkatkan kualitas hidup.Pendekatannya adalah mengatasi
gejala simptomatik akibat penyakit kanker sendiri ataupun efek samping dari

JK Unila | Volume 1 | Nomor 2| Oktober 2016


98
Syifa Alkaf | Terapi Paliatif bagi Penderita Kanker Ginekologi
pengobatan antikanker yang diterima pasien, misalnya kelelahan, nyeri,
mual-muntah, diare dan konstipasi, gangguan tidur, dsb.
Beberapa intervensi pembedahan, radioterapi, dan kemoterapi dapat
diberikan baik untuk mengatasi gejala yang menganggu maupun untuk
memperpanjang usia harapan hidup pada kanker stadium lanjut yang tidak
dapat disembuhkan. Ketika sudah mendekati akhir, adalah penting untuk
membantu pasien menemui kematiannya dengan nyaman dan tenang, bila
perlu dengan menghentikan segala bentuk tindakan dan intervensi medis
yang tidak bermanfaat.

Kelebihan Jurnal : Secara keseluruhan jurnal memiliki kelebihan yang menonjol,


jika dilihat dari abstraknya penulis sudah menggunakan
abstrak dengan format Bahasa Inggris hal ini yang
mendukung jurnal ini berpotensi menjadi rujukan secara
internasional. Kelebihan yang lain adalah dilihat dari metode
penelitian yang digunakan yaitu kualitatif menyajikan sebuah
data dengan sangat valid dan dapat dipertanggung jawabkan.

Kekurangan jurnal : Penelitian hanya tidak menjelaskan lama waktu penelitian


yang dilakukan
f. Kesimpulan Jurnal

Terapi paliatif pada penderita keganasan ginekologi dapat diberi bersamaan


ataupun setelah terapi definitif. Terapi paliatif ditujukan untuk mengurangi
gejala penyakit dan memperbaiki kualitas hidup pasien. Pada pasien stadium
terminal, intervensi medis yang berlebihan dan sia-sia sebaiknya dihindari
untuk kenyamanan pasien.

2. JURNAL 2

a. Judul Jurnal
“MEDICATION ADHERENCE AS A DOMINANT FACTOR INFLUENCING 
SCHIZOPHRENIA RELAPSE”

b. Penulis Jurnal
“ Anindya Arum Cempaka*1, Setyawati Soeharto2 and Tina
Handayani Nasution ” 3

c. Kata Kunci
JK Unila | Volume 1 | Nomor 2| Oktober 2016
99
“ Relapse, schizophrenia. “

d. Latar Belakang Masalah

 
World Health Organization (WHO) from 2012 show that around 450 million people
worldwide suffer from mental disorders. Based on Indonesia’s Basic Health Research
data in 2007, the number of people with severe mental illness reached 4.6 per mile and
decreased to 1.7 per mile in 2013. East Java is one of the provinces in Indonesia having
a high number of people with severe mental illness, which were 3.1 per mile in 2007
and decreased to 2.2 per mile in 2013 (Riskesdas, 2007).
Majority of schizophrenics experience acute symptomatic relapses with periods of
complete or partial remission (Xiao et al, 2015). The definition of relapse in people
who have been diagnosed with schizophrenia is the recurrence of hospitalization and
re-emergence of symptoms of schizophrenia experienced by patients (Olivares, 2013).
Patients with a diagnosis of schizophrenia are estimated to recur 50% in the first year,
70% in the second year and 100% in the fifth year after discharge from hospital 
(Madriffa’i et al, 2015). There are four factors that influence of schizophrenia relapse;
patient factor, which is medication adherence, caregiver factor, and family supportive
factor (Kaplan and Saddock, 2016).
Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) sejak 2012 menunjukkan sekitar 450 juta orang di
seluruh dunia menderita gangguan jiwa. Berdasarkan data Riset Kesehatan Dasar
Indonesia tahun 2007, jumlah penderita gangguan jiwa berat mencapai 4,6 kilometer
dan menurun menjadi 1,7 kilometer per kilometer pada tahun 2013. Jawa Timur
merupakan salah satu provinsi di Indonesia yang memiliki jumlah penderita gangguan
jiwa berat yang tinggi. , yaitu 3,1 per mil pada tahun 2007 dan menurun menjadi 2,2
per mil pada tahun 2013 (Riskesdas, 2007).
Mayoritas penderita skizofrenia mengalami kekambuhan gejala akut dengan periode
remisi lengkap atau sebagian (Xiao et al, 2015). Yang dimaksud relaps pada orang
yang pernah didiagnosis skizofrenia adalah kambuhnya rawat inap dan munculnya
kembali gejala skizofrenia yang dialami penderita (Olivares, 2013). Pasien dengan
diagnosis skizofrenia diperkirakan kambuh 50% pada tahun pertama, 70% pada tahun
kedua dan 100% pada tahun kelima setelah keluar dari rumah sakit. (Madriffa’i et al,
2015). Ada empat faktor yang mempengaruhi kekambuhan skizofrenia; faktor pasien
yaitu kepatuhan minum obat, faktor caregiver, dan faktor pendukung keluarga (Kaplan
dan Saddock, 2016).

e. Ringkasan Penelitian

 The relationship between medication adherence and relapse of


schizophrenic patients 
Based on the results of bivariate statistical tests showed that
there was a significant relationship between the variables of
medication adherence to recurrence with p value of 0,000 (p
<0.05). A total of 43 schizophrenic patients who had low

JK Unila | Volume 1 | Nomor 2| Oktober 2016


100
Syifa Alkaf | Terapi Paliatif bagi Penderita Kanker Ginekologi
medication adherence experienced recurrence. This is consistent
with research conducted by Garcia et al (2016), Rozali et al
(2014), Weret et al (2014), Xiao et al (2015) who stated that
medication adherence affects recurrence in schizophrenic
patients. On the other hand, research by Widodo et al (2017) and
Ronald (2016) states there is no relationship between medication
adherence to recurrence of schizophrenic patients. 

Hubungan antara kepatuhan pengobatan dan relaps pasien skizofrenia


Berdasarkan hasil uji statistik bivariat didapatkan hasil bahwa terdapat
hubungan yang signifikan antara variabel kepatuhan minum obat dengan
kekambuhan dengan nilai p 0,000 (p <0,05). Sebanyak 43 pasien
skizofrenia yang memiliki kepatuhan pengobatan rendah mengalami
kekambuhan. Hal ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh
Garcia et al (2016), Rozali et al (2014), Weret et al (2014), Xiao et al
(2015) yang menyatakan bahwa kepatuhan minum obat mempengaruhi
kekambuhan pada pasien skizofrenia. Di sisi lain, penelitian Widodo et
al (2017) dan Ronald (2016) menyatakan tidak ada hubungan antara
kepatuhan minum obat dengan kekambuhan pasien skizofrenia.

 Relationship between emotional expression of caregiver and recurrence


of schizophrenic patients 
Based on the results of bivariate statistical tests showed that there was a
significant relationship between the variables of emotional expression to
recurrence with p value of 0.000 (p <0.05). A total of 47 patients who had a
caregiver with a high emotional expression score experienced recurrence. This is
consistent with the research conducted by Lee et al (2014), Putri (2013) and
Prihandini (2012) which states the emotional expression of caregiver and family
influences the recurrence of schizophrenic patients.  

Hubungan antara ekspresi emosional pengasuh dan kekambuhan pasien skizofrenia


Berdasarkan hasil uji statistik bivariat menunjukkan terdapat hubungan yang
signifikan antara variabel ekspresi emosi dengan kekambuhan dengan nilai p 0,000 (p
<0,05). Sebanyak 47 pasien yang pernah menjadi caregiver dengan skor ekspresi
emosi tinggi mengalami kekambuhan. Hal ini sesuai dengan penelitian yang
dilakukan oleh Lee et al (2014), Putri (2013) dan Prihandini (2012) yang menyatakan
bahwa ekspresi emosional caregiver dan keluarga berpengaruh terhadap kekambuhan
penderita skizofrenia.

 The relationship of onset of schizophrenia with recurrence in


schizophrenic patients 
From this study, 7 patients (8.4%) had one year less onset, while 76
patients (91.6%) had an onset of more than one year. Based on the results of
bivariate statistical tests showed that there was a significant relationship
JK Unila | Volume 1 | Nomor 2| Oktober 2016
101
between the onset of schizophrenia and recurrence with p value of 0.043 (p
<0.05). In this study, patients who had the most recurrence had> 1 year
onset of 30 people (36%). This is consistent with research conducted by
Kurnia (2015) which states schizophrenic patients are estimated to
experience recurrence of 50% in the first year and 70% in the second year
(Kurnia, 2015). Meanwhile, according to Spaniel (2015), the onset of
schizophrenia is influential because more than 80% of those who recover
from the first episode of schizophrenia experience recurrence within a
period of more than 1 year. Whereas according to Robinson (2001) the onset
of schizophrenia does not affect recurrence. 

Hubungan onset skizofrenia dengan kekambuhan pada pasien skizofrenia Dari


penelitian ini, 7 pasien (8,4%) memiliki onset lebih dari satu tahun, sedangkan 76
pasien (91,6%) memiliki onset lebih dari satu tahun. Berdasarkan hasil uji statistik
bivariat menunjukkan ada hubungan yang signifikan antara timbulnya skizofrenia dan
kekambuhan dengan nilai p 0,043 (p <0,05). Pada penelitian ini pasien yang
mengalami kekambuhan paling banyak memiliki onset> 1 tahun sebanyak 30 orang
(36%). Hal ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Kurnia (2015) yang
menyatakan penderita skizofrenia diperkirakan mengalami kekambuhan sebesar 50%
pada tahun pertama dan 70% pada tahun kedua (Kurnia, 2015). Sedangkan menurut
Spaniel (2015) timbulnya skizofrenia berpengaruh karena lebih dari 80% mereka yang
sembuh dari episode pertama skizofrenia mengalami kekambuhan dalam kurun waktu
lebih dari 1 tahun. Sedangkan menurut Robinson (2001) timbulnya skizofrenia tidak
mempengaruhi kekambuhan.

f. Kesimpulan

From the results of the research carried out, it was concluded that: 
There is a relationship between medication adherence, emotional expression caregiver,
schizophrenia onset with relapse of schizophrenic patients in the Bantur Puskesmas
work area in Malang. There was no knowledge relationship between the caregiver and
the relapse of schizophrenic patients in the Bantur Puskesmas work area in Malang.
The factor that is most related to the relapse of schizophrenic patients in the Bantur
Puskesmas working area is adherence to taking medication. 
 
Dari hasil penelitian yang dilakukan dapat disimpulkan bahwa: Ada hubungan antara
kepatuhan pengobatan, ekspresi emosional pengasuh, timbulnya skizofrenia dengan
relaps penderita skizofrenia di wilayah kerja Puskesmas Bantur Kota Malang. Tidak
ada hubungan pengetahuan antara pengasuh dengan relaps pasien skizofrenia di
wilayah kerja Puskesmas Bantur Kota Malang. Faktor yang paling berhubungan
dengan kekambuhan penderita skizofrenia di wilayah kerja Puskesmas Bantur adalah
kepatuhan minum obat.

JK Unila | Volume 1 | Nomor 2| Oktober 2016


102
Syifa Alkaf | Terapi Paliatif bagi Penderita Kanker Ginekologi

JK Unila | Volume 1 | Nomor 2| Oktober 2016


103

Anda mungkin juga menyukai