(ANXIETAS)
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Krisis ekonomi yang berkepanjangan telah menyebabkan meningkatnya jumlah
penderita penyakit jiwa, terutama gangguan kecemasan. Berbagai macam krisis yang terjadi
sebenarnya bukan krisis ekonomi sebagai pangkal masalahnya, melainkan mendasar pada
kesehatan mental bangsa ini sendiri. Minimnya perhatian terhadap kesehatan mental bangsa
termanifestasi dalam begitu banyak masalah yang disebut krisis multidimensional.
Pernyataan ini dinyatakan dengan jelas oleh dr. Danardi Sosrosumihardjo, Sp.K.J., dari
Perhimpunan Dokter Spesialis Kedokteran Jiwa Indonesia (PDSKJI) dalam konferensi pers
Konvensi Nasional Kesehatan Jiwa ke-2, yang bertema “Kesehatan Jiwa Masyarakat,
Kesehatan Jiwa Bangsa,” pada hari Kamis (9/ 10) di Jakarta.
Pernyataan ini bukanlah tanpa dasar. Krisis ekonomi yang terus berkepanjangan
ternyata meninggalkan kisah-kisah menyedihkan dengan meningkatnya jumlah penderita
ganngguan jiwa, terutama jenis anxietas (gangguan kecemasan). Gejala gangguan kesehatan
mental yang mencakup mulai dari gangguan kecemasan, depresi, panik hingga gangguan jiwa
yang berat seperti Schizoprenia hingga pada tindakan bunuh diri, semakin mewabah di
tengah masyarakat. Dari sekian jumlah penderita yang ada baru 8% yang mendapatkan
pengobatan yang memadai. Sedangkan selebihnya tidak tertangani.
Masalah gangguan jiwa yang menyebabkan menurunnya kesehatan mental ini
ternyata terjadi hampir di seluruh negara di dunia. WHO (World Health Organization) badan
dunia PBB yang menangani masalah kesehatan dunia, memandang serius masalah kesehatan
mental dengan menjadikan isu global WHO. WHO mengangkat beberapa jenis gangguan
jiwa seperti Schizoprenia, Alzheimer, epilepsy, keterbelakangan mental dan ketergantungan
alkohol sebagai isu yang perlu mendapatkan perhatian.
Di Indonesia jumlah penderita penyakit jiwa berat sudah cukup memprihatinkan,
yakni mencapai 6 juta orang atau sekitar 2,5% dari total penduduk. Berdasarkan hasil Survei
Kesehatan Mental Rumah Tangga (SKMRT) pada tahun 1985 yang dilakukan terhadap
penduduk di 11 kotamadya oleh Jaringan Epidemiologi Psikiatri Indonesia, ditemukan 185
per 1.000 penduduk rumah tangga dewasa menunjukkan adanya gejala gangguan kesehatan
jiwa baik yang ringan maupun berat. Dengan analogi lain bahwa satu dari lima penduduk
Indonesia menderita gangguan jiwa dan mental. Sebuah fenomena angka yang sangat
mengkhawatirkan bagi sebuah bangsa.
B. Tujuan
Tujuan disusunnya makalah ini adalah agar dapat:
1. Membedakan antara ansietas normal dengan ansietas yang dialami pada gangguan ansietas
2. Membedakan antara ansietas, takut, dan stres
3. Menjelaskan akibat positif dan negatif ansietas
4. Menjelaskan tingkat ansietas dengan perubahan prilaku yang terkait dengan setiap tingkat
tersebut
5. Mendiskusikan penggunaan mekanisme pertahanan oleh individu yang mengalami
gangguan ansietas
6. Menjelaskan teori etiologi terbaru tentang gangguan ansietas mayor
7. Menerapkan proses keperawatan pada perawatan klien yang mengalami ansietas dan
gangguan terkait stres
8. Memberi penyuluhan kepada klien, keluarga, pemberi perawatan, dan anggota masyarakat
untuk meningkatkan pemahaman tentang ansietas dan gangguan terkait stres
Intrvensi:
Dorong klien untuk menggunakan koping adaftif dan efektif yang telah berhasil
digunakan pada masa lampau.
Bantu kien melihat keadaan saat ini dan kepuasan mencapai tujuan.
Bantu klien untuk menentukan strategi koping positif.
Konseling dan penyuluhan keluarga ataun orang terdekat tentang penyebab biologis.
Dorong klien untuk melakukan aktifitas yang disukainya, hal ini akan membatasi klien
untuk menggunakan mekanisme koping yang tidak adekuat.
DX 4: ketakutan yang berhubungan dengan rencana pembedahan.
Kriteria hasil:
Meningkatkan kesadaran diri klien.
Klien merasakan tenang dan nyaman dengan lingkungannya.
Klien memahami rasa takutnya ekstrim dan berlebihan.
Intervensi:
Perawat harus dapat menyadari perasaan cemasnya, membuka perasaan cemasnya dan
menangani secara konstruktif dan gunakan cara yang dilakukan perawat secara terapeutik
untuk membantu mengatasi kecemasan klien.
Fasilitasi lingkungan dengan stimulus yang minimal, tenang dan membatasi interaksi
dengan orang lain atau kurangi kontak dengan penyebab stresnya.
Berikan alternatif pilihan pengganti, tidak mengonfrontasi dengan objek yang ditakutinya,
tidak ada argument, tidak mendukung fobianya, terapkan batasan perilaku klien untuk
membantu mencapai kepuasan dengan aspek lain.
BAB III
PENUTUP
KESIMPULAN
DAFTAR PUSTAKA
Videbeck,Sheila L.Buku Ajar Keprawatan Jiwa.EGC,Jakarta
Suliswati,dkk.Konsep Dasar Keperawatan Kesehatan Jiwa.EGC,Jakarta
PROSES TERJADINYA MASALAH
1. Pengertian
Ansietas sangat berkaitan dengan perasaan tidak pasti dan tidak berdaya. Keadaan
emosi ini tidak memiliki objek yang spesifik. Kondisi dialami secara subjektif dan
dikomunikasikan dalam hubungan interpersonal. Ansietas sedang adalah respon emosional
terhadap penilaian tersebut. Kapasitas untuk menjadi cemas diperlukan untuk bertahan hidup,
tetapi tingkat ansietas yang parah tidak sejalan dengan kehidupan.
Perasaan tidak nyaman atau ketakutan yang tidak jelas dan gelisah disertai dengan
respon otonom (sumber terkadang tidak sepesifik atau tidak diketahui oleh individu), perasan
yang was-was untuk mengatasi bahaya. Ini merupakan sinyal peringatan akan adanya bahaya
dan memungkinkan individu untuk mengambil langkah untuk menghadapi.
Spielberger (1966) dalam Slameto (2003 : 185) membedakan kecemasan atas dua bagian;
kecemasan sebagai suatu sifat (trait anxiety), yaitu kecenderungan pada diri seseorang untuk
merasa terancam oleh sejumlah kondisi yang sebenarnya tidak berbahaya, dan kecemasan
sebagai suatu keadaan (State Anxiety), yaitu suatu keadaan atau kondisi emosional sementara
pada diri seseorang yang ditandai dengan perasaan tegang dan kekhawatiran yang dihayati
secara sadar serta bersifat subyektif, dan meningginya sistem saraf otonom. Sebagai suatu
keadaan, kecemasan biasanya berhubungan dengan situasi-situasi lingkungan yang khusus,
misalnya situasi tes.
Kecemasan/anxiety dan kegelisahan/restlessness merupakan salah satu masalah yang banyak
mendapat perhatian dan penelitian para sufi maupun para ahli psikologi. Cemas dan gelisah
adalah bentuk ketakutan diri terhadap hal-hal yang belum tentu terjadi. Perasaan cemas
biasanya muncul manakala seseorang berada dalam suatu keadaan yang ia duga akan
merugikan dan mengancam diri, jabatan karier atau usaha bisnis nya, di mana ia merasa tidak
berdaya menghadapinya. Sebenarnya apa yang dicemaskan itu belum tentu terjadi. Rasa
cemas itu pada dasarnya adalah ketakutan yang kita bangun sendiri yang kemudian
melahirkan prilaku gelisah. Duduk tak tenang, berdiri rasa mengambang, tidur seperti di
awang-awang, makanan dan minuman terasa hambar.
2. Penyebab
Cemas itu timbul akibat adanya respons terhadap kondisi stres atau konflik.
Rangsangan berupa konflik, baik yang datang dari luar maupun dalam diri sendiri, itu akan
menimbulkan respons dari sistem saraf yang mengatur pelepasan hormon tertentu. Akibat
pelepasan hormon tersebut, maka muncul perangsangan pada organ-organ seperti lambung,
jantung, pembuluh daerah maupun alat-alat gerak. Karena bentuk respon yanmg demikian,
penderita biasanya tidak menyadari hal itu sebagai hubungan sebab akibat.
a. Teori Biologis
Biokimia
Biokimia dan neurofisiologis berpengaruh pada etiologi dari kelainan-kelainan ini telah
diselidiki; bagaimanapun, bukti empiris selanjutnya penting sebelum hubungan definitif dapat
ditentukan (Tawnsend, 1993)
Genetik
Penyelidikan akhir-akhir ini mengindikasikan bahwa kelainan ansietas paling sering
ditemukan pada populasi umum. Hal ini telah memperlihatkan bahwa kelainan ini lebih
umum antara hubungan kekerabatan seseorang dengan kelainan secara biologis generasi
pertama dari populasi umum (DSM-III-R, 1987)
b. Teori psikososial
Psikodinamik
Teori ini (Erikson, 1963) menganggap predisposisi untuk kelainan ansietas saat tugas-tugas
yang diberikan untuk tahap perkembangan awal belum terpecahkan. Dalam berespon
terhadap stres, prilaku dihubungkan dengan penampilan tahap dini ini, seperti regresi pada
seseorang atau terfiksasi pada tahap perkembangan awal.
Interpersonal
Sullivan (1953) melengkapi respon ansietas untuk kesukaran dalam hubungan interpersonal
yang berasal dari hubungan awal Ibu-anak. Anak tidak menerima mutlak kebutuhanya akan
kasih sayang dan pemeliharaan.
Sosiokultural
Horney (1939) menyatakan kelainan ansietas dipengaruhi oleh suatu kontra diksi yang
banyak terjadi dalam masyarakat yang mengkontribusi perasaan tidak aman atau
ketidakberdayaan.
Faktor predisposisi
Berbagai teori yang dikembangkan untuk menjelaskan asal ansietas :
Dalam pandangan psikoanalitik ansietas adalah konflik emosional yang terjadi antara dua
element kepribadian---id dan super ego. Id mewakili dororngan insting dan impuls primitif
seseorang, sedang super ego mencerminkan hati nurani seseorang dan dikendalikan oleh
noma-norma budaya seseorang
Menurut pandangan interpersonal ansietas timbul dari perasaan takut terhadap tidak adanya
penerimaan dan penolakan interpersonal. Ansietas juga berhubungan dengan perkembangan
trauma , seperti perpisahan dan kehilangan, yang menimbulkan kelemahan yang spesifik
Menurut pandangan perilaku ansietas merupakan produk frustasi yaitu segala sesuatau yang
menggangu kemampuan seseorang untuk mencapai tujuan yang diinginkan. Pakar perilaku
lain menggangap ansietas sebagai suatu dorongan untuk belajar berdasarkan keinginan dari
dalam untuk menghindari kepedihan.
Kajian keluarga menunjukkan bahwa gangguan ansietas merupakan hal yang biasa ditemui
dalam suatu keluarga. Ada tumpang tindih dalam gangguan ansietas dan antara gangguan
ansietas dengan depresi.
Kajian biologis menunjukkan bahwa otak mengandung reseptor khusus untuk
benzodiazepines. Reseptor ini mungkin membantu mengatur ansietas. Penghambatan asam
aminobutirik-gamma neroreulator (GABA) juga mungkin memainkan peran utama dalam
mekanisme biologis berhubungan dengan ansietas, sebagai mana halnya dengan endorfin.
Faktor yang berhubungan
Terpapar racun
Konflik yang tidak disadari mengenai nilai hidup/tujuan hidup
Berhubungan dengan herediter
Kebutuhan yang tidak terpenuhi
Transmisi inter personal
Krisis situasional/maturasi
Ancaman kematian
Ancaman terhadap konsep diri
Stress
Substans abuse
Perubahan dalam status peran, status kesehatan, pola interaksi, fungsi peran, lingkungan,
status ekonomi
3. Akibat
Pola nafas inefektif
Kerusakan komunikasi verbal
Resiko terhadap cedera
Perubahan nutrisi
Ketidak berdayaan
Ketakutan
Perubahan proses fakir
Isolasi sosial
Gangguan pola tidur
Gangguan harga diri
Respon pasca trauma
Kerusakan interaksi sosial
4. Janis Ansietas
Ansietas ringan
Berhubungan dengan ketengangan dalam kehidupan sehari-hari dan menyebabkan seseorang
menjadi waspada dan meningkatkan lahan persepsinya. Ansietas dapat memotivasi belajar
dan menghasilkan pertumbuhan dan kreativitas
Ansietas sedang
Memungkinkan seseorang untuk memusatkan pada hal yang penting dan mengesampingkan
yang lain. Sehingga seseorang mengalami perhatian yang selektif namun dapat melakukan
sesuatau yang lebih terarah.
Ansietas berat
Ansietas berat sangat mengurangi lahan persepsi seseorang. Seseorang cenderung untuk
memusatkan pada sesuatau yang terinci spesifik dan tidak dapat berfikir tentang hal lain.
Semua perilaku ditujukan untuk mengurangi ketegangan. Orang tersebut memerlukan banyak
pengarahan untuk dapat memusatkan pada satu area lain.
Tingkat panik dari Ansietas
Berhubungan dengan terperangah, ketakutan dan teror. Rincian terpecah dari proporsinya.
Karena mengalami kehilangan kendali, orang yang mengalami panik tidak mampu
melakukan sesuatu walaupun dengan pengarahan. Karena panik melibatkan disorganisasi
keperibadian. Dengan panik terjadi peningkatan aktivitas motorik, menurunya lemampuan
untuk berhubungan dengan orang lain,persepsi yang menyimpang, dan kehilangan pemikiran
yang rasional. Tingkat ansieta ini tidak sejalan dengan kehidupan, dan jika berlangsung lama,
dapat terjadi kelelahan yang sangat bahkan kematian.
Carpenito, L.J., !998. Buku Saku Diagnosis Keperawatan. Edisi 6. Alih Bahasa : Yasmin Asih.
Editor Monica Aster, Jakarta : EGC.
Keliat, Budi Anna. 1998. Proses Keperawatan Kesehatan Jiwa. Editor Yasmin Asih, Jakarta : EGC
------------------,2000. Proses Keperawatan Kesehatan Jiwa. Editor Yasmin Asih, Jakarta : EGC.
Townsend, M. C., 1998. Buku Saku Diagnosa Keperawatan Pada Keperawatan Psikiatri. Edisi 3.
Alih Bahas Novi Helena. Rditor Monica Ester, Jakarta : EGC.
Rasmun, 2001, Kepwrawatan Kesehatan Mental Psikiatri Terintegrasi Dengan Keluarga. Edisi
Pertama, Jakarta : CV, Sagung Seto.
Struart, G.W., S undeen, S.J., 1998. Buku Saku Keperawatan Jiwa Edisi 3, Jakarta
Askep pada Klien Hospitalisasi
BAB I
PENDAHULUAN
Masalah yang dapat ditimbulkan dari hospitalisasi biasanya berupa cemas, rasa
kehilangan, dan takut akan tindakan yang dilakukan oleh pihak rumah sakit, jika masalah
tersebut tidak diatasi maka akan mempengaruhi perkembangan psikososial, terutama pada
anak-anak. Masalah tersebut akan berpengaruh pada pelayanan keperawatan yang akan
diberikan, karena yang mengalami masalah psikososial akibar hospitalisasi cenderung tidak
dapat beradaptasi dengan lingkungan di rumah sakit. Hal ini tentu saja akan menyebabkan
terganggunya interaksi baik dari perawat maupun tim medis lain di rumas sakit.
Untuk mencegah supaya masalah hospitalisasi teratasi maka peran perawat adalah tetap
memberikan dukungan (support) dan dorongan kepada klien yang efektif agar tidak terjadi
hal-hal yang tidak diinginkan dan tetap menjaga kepercayaan klien agar klien tidak merasa
takut akan tindakan yang akan dilakukan oleh perawat. Selain itu perawat juga berperan
sebagai promotif yang memberikan pandangan pada keluarga agar selalu setia mendampingi
dan memberi perhatian lebih pada klien yang sedang menjalani perawatan di rumah sakit. Hal
ini menjadi salah satu pendukung karena kehadiran orang terdekat dapat mengurangi rasa
cemas maupun jenuh selama klien mengalami perawatan.
Ruang lingkup dari penulisan makalah ini, yaitu asuhan keperawatan pada klien dengan
hospitalisasi yang mencakup konsep dasar dan asuhan keperawatan hospitalisasi secara
teoritis
Metode penulisan pada makalah ini dengan metode deskriptif dan melalui pengumpulan
literatur dari berbagai sumber. Dalam penyampaian ini kami menggunakan metode presentasi
supaya audient dapat dengan mudah mencerna materi ini
E. Sistematika Penulisan
Bab I : Pendahuluan yang terdiri dari latar belakang, tujuan, metode penulisan, dan sistematika
Penulisan.
Bab II : Tinjauan Teoritis tentang konsep dasar hospitalisasi, dan asuhan keperawatan pada klien
dengan hospitalisasi secara teoritis .
DAFTAR PUSTAKA
BAB II
TINJAUAN TEORITIS
1. Pengertian
Hospitalisasi merupakan suatu proses yang karena suatu alasan yang berencana atau
darurat, mengharuskan klien untuk tinggal dirumah sakit, menjalani terapi dan perawatan
sampai pemulangannya kembali kerumah. Selama proses tersebut anak dan orang tua dapat
mengalami berbagai kejadian yang menurut beberapa penelitian ditunjukkan dengan
pengalaman yang sangat traumatic dan penuh dengan stress, ( Supartini, 2004 hal : 188 ).
Hospitalisasi merupakan pengalaman yang penuh tekanan, utamanya karena perpisahan
dengan lingkungan normal dimana orang lain berarti, seleksi perilaku koping terbatas, dan
perubahan status kesehatan ( Potter & Perry, 2005, hal : 665 )
Berbagai perasaan yang sering muncul pada anak, yaitu : cemas, marah, sedih, takut, dan
rasa bersalah ( Wong, 2000, dalam Supartini, 2004, hal : 188 ). Perasaan tersebut dapat
timbul karena menghadapi sesuatu yang baru dan belum pernah dialami sebelumnya, rasa
tidak aman dan tidak nyaman, perasaan kehilangan sesuatu yang biasa dialaminya dan
sesuatu yang dirasakan menyakitkan. Tidak hanya anak, orang tua juga mengalami hal yang
sama. (Supartini, 2004 hal : 188 ).
Beberapa penelitian menunjukkan bahwa orang tua mengalami kecemasan yang tinggi
saat perawatan anaknya dirumah sakit walaupun beberapa orang tua juga dilaporkan tidak
mengalami karena perawatan anak dirasakan dapat mengatasi permasalahannya (Hallstrom
dan Ellander, 1997. Brewis, E. 1995, dalam Supartini 2004: 188 ).
Apabila anak stress selama dalam perawatan, orang tua menjadi stress pula, dan stress
orang tua akan membuat tingkat stress anak semakin meningkat ( Supartini, 2004 hal : 188 ).
Anak adalah bagian dari kehidupan orang tuanya sehingga apabila ada pengalaman yang
mengganggu kehidupannya maka orang tua pun merasa sangat stress ( Brewis ,1995, dalam
Supartini hal : 188 ).
Proses hospitalisasi dapat menimbulkan trauma atau dukungan, bergantung pada institusi,
sikap keluarga dan teman, respon staf, dan jenis penerimaan masuk rumah sakit. ( Stuart,
2007, hal :102 )
Jadi, dapat disimpulkan bahwa hospitalisasi ini merupakan perawatan yang dilakukan
selama dirumah sakit dimana terdapat rasa penekanan akan sesuatu yang baru dan belum bisa
menerima keadaan dan hospitalisasi juga dapat menimbulkan rasa tidak nyaman serta stress
yang bisa dialami oleh klien maupun keluarga.
1. Pengkajian
a. Pada pengkajian biodata atau identitas klien dapat kita kaji meliputi: Nama, Umur, Jenis
kelamin (L/P), Nomor CM, Ruang rawat, Tanggal masuk MRS.
b. Penanggung Jawab klien meliputi: Orag tua, Wali, atau,Orang lain
c. Faktor predisposisi
1) Tanyakan riwayat penyakit masa lalu klien yang pernah diderita dan trauma yang pernah
dialami seperti aniaya fisik, aniaya sexual, penolakan, kekerasan dalam keluarga, tindakan
kriminal, dan lain-lain, sehingga menyebabkan dia harus masuk rumah sakit atau hospitalisasi
dan juga tanyakan pengobatan seperti apa yang pernah dilakukan klien.
2) Kemudian tanyakan pada klien apakah didalam anggota keluarganya ada yang mengalami
gangguan jiwa.
3) Kaji juga pengalaman yang tidak menyenangkan yang pernah dialami oleh klien.
d. Pemeriksaan fisik
1) Tanda Vital meliputi: tekanan darah, nadi, suhu, dan respirasi.
2) Ukur berat badan dan tinggi badan.
3) Perkembangan
Bertujuan untuk mengidentifikasikan tingkat perkembangan saat ini dan keterampilan yang
dicapai
e. Observasi respon terhadap hospitalisasi
Bertujuan untuk mengidentifikasikan perilaku koping saat ini dan intesitas mereka.
f. Riwayat penyakit, hospitalisasi dan perpisahan sebelumnya.
Bertujuan untuk mengidentifikasikan pola koping sebelumnya dan pengaruh koping tersebut.
g. Riwayat pengobatan
Bertujuan untuk mengidentifikasikan keseriusan masalah dan pengaruhnya pada
perkembangan kemampuan.
h. Persepsi tentang penyakit.
Bertujuan untuk mengidentifikasikan pemahaman pasien saat ini tentang penyakit dan alasan
hospitalisasi.
i. Sistem pendukung yang tersedia
Bertujuan untuk mengidentifikasikan tersedianya dan kesediaan keluarga untuk berpartisipasi
dalam perawatan dan pemberian dukungan.
j. Koping keluarga
Bertujuan untuk menggambarkan kemampuan keluarga apakah memperlihatkan perilaku
distruktif yang jelas atau terselubung atau juga menunjukkan adaptasi merusak terhadap
stressor.
k. Ketakutan, kecemasan dan kesedihan keluarga
Bertujuan untuk mengidentifikasikan apakah keluarga mengalami suatu perasaan gangguan
fisiologis ataupun emosional yang berhubungan dengan suatu sumber yang dapat
diidentifikasi yang dirasakan membahayakan pasien saat dirawat dihospitalisasi.
Sedangkan diganosa keperawatan yang dapat diangkat menurut Lynda Juall Carpenito
(1998, hal. 9-14 & hal. 112-114), adalah sebagai berikut :
a. Ansietas berhubungan dengan kehilangan orang terdekat aktual atau yang dirasakan
sekunder terhadap; perpisahan sementara.
b. Kurang aktivitas berhubungan dengan perawatan dirumah sakit dalam waktu lama.
b. Ketidakefektifan koping individu berhubungan dengan sistem pendukung yang tidak
adekuat.
1) Tujuan dan Kriteria Hasil :
a) Mengidentifikasikan respons-respons yang membahayakan atau mengabaikan
b) Mengungkapkan kebutuhan akan bantuan dalam mengatasi situasi
c) Menghubungi sumber-sumber komunitas yang tersedia.
2) Intervensi & Rasional :
a) Terima perilaku agresif
Rasional : Perilaku awal yang nyaman memberikan rasa aman
b) Jelaskan kepada keluarga bahwa perilaku ini normal
Rasional : Penjelasan akan membuat keluarga tahu bahwa ini adalah perilaku koping
c) Berikan kesempatan kepada pasien untuk keluar menghilangkan rasa takut dan
perasaannya.
Rasional : Media ini merupakan cara pasien untuk mengekspresikan perasaan dari dalam.
BAB III
PENUTUP
A. KESIMPULAN
Hospitaliasi merupakan hal yang tidak menyenangkan bagi pasien dan keluarga karena
disana mereka akan berpisah dan perpisahan tersebut dapat menyebabkan adanya
kekhawatiran, kecemasan dan ketakutan dari kedua belah pihak baik itu keluarga maupun
pasien itu sendiri. Harus diingat juga bahwa apabila pasien stress selama dalam perawatan,
keluarga menjadi stress pula, dan stress keluarga akan membuat tingkat stress pasien semakin
meningkat karena pasien adalah bagian dari kehidupan keluarga nya sehingga apabila ada
pengalaman yang mengganggu kehidupannya, keluarga pun merasa sangat stress. Dengan
demikian, perawatan tidak hanya berfokus pada pasien, tetapi juga pada keluarga.
Apabila perawat sudah memahami dampak dan akibat dari hospitalisasi maka hendaknya
kita sudah mengantisipasi dengan cara memberikan koping yang positif kepada pasien dan
keluarga agar tidak terjadi hal-hal seperti diatas. Dan tidak hanya itu, apabila sudah
mengalami tanda-tanda diatas maka yang seharusnya dilakukan adalah dengan mengatasi
stress, ansietas, ketakutan dan bahkan kesedihan yang dialami pasien dan keluarga.
B. SARAN
Berdasarkan kesimpulan diatas, maka penyusun mengambil saran dalam rangka
meningkatkan pelayanan asuhan keperawatan. Saran-saran adalah sebagai berikut :
Apabila sudah mengetahui dan memahami akibat yang akan dilakukan oleh pasien akibat
hospitalisasi, maka sebagai orang terdekat dengan pasien harus memberikan support dan
dorongan yang efektif kepada pasien agar tidak terjadi hal-hal yang tidak diinginkan.
Bagi seorang perawat sebaiknya harus memahami dan mengerti baik secara teoritis
maupun praktek tentang hospitalisasi agar dapat menerapkan dan memberikan pelayanan
yang efektif kepada pasien dan keluarga yang mungkin mengalami stress, cemas, takut, sedih
dan bahkan marah
Bagi rumah sakit hendaknya mendekorasi ruangan rumah sakit dengan seindah mungkin
agar pasien tidak merasa takut dan gelisah berada dirumah sakit serta agar pasien merasa
nyaman berada dirumah sakit sehingga hal yang tidak diinginkan tidak terjadi..
DAFTAR PUSTAKA
Asmadi, 2008. Konsep Dasar Keperawatan. Jakarta : EGC
Carpenito, Lynda Juall. (1997). Buku Saku Diagnosa Keperawatan Edisi 6. Jakarta: EGC
Perry & Potter.(2002). Buku Ajar Fundamental Keperawatan Edisi 4. Jakarta: EGC
Stuart, Gail W. 2007. Buku Saku Keperawatan Jiwa. Edisi 5. Jakarta : EGC.
Supartini, Yupi. (2004). Konsep Dasar Keperawatan Jiwa. Jakarta: EGC