Anda di halaman 1dari 10

Nama : Deka Wahyu Kurniawan

NIM : 202001218P

METHYLPREDNISOLONE INJ

Komposisi
Methylprednisolone 125 mg
Tiap vial mengandung : Metilprednisolon natrium suksinat setara dengan
Metilprednisolon 125 mg
 
Methylprednisolone 500 mg
Tiap vial mengandung : Metilprednisolon natrium suksinat setara dengan
Metilprednisolon 500 mg

Farmakologi:
Metilprednisolon merupakan kortikosteroid dengan kerja intermediate yang termasuk
kategori adrenokortikoid, antiinflamasi dan imunosupresan.
 
Adrenokortikoid:
Sebagai adrenokortikoid, metilprednisolon berdifusi melewati membran dan membentuk
komplek dengan reseptor sitoplasmik spesifik. Komplek tersebut kemudian memasuki inti
sel, berikatan dengan DNA, dan menstimulasi rekaman messenger RNA (mRNA) dan
selanjutnya sintesis protein dari berbagai enzim akan bertanggung jawab pada efek sistemik
adrenokortikoid. Bagaimanapun, obat ini dapat menekan perekaman mRNA di beberapa sel
(contohnya: limfosit).

Efek Glukokortikoid:
Anti-inflamasi (steroidal)
Glukokortikoid menurunkan atau mencegah respon jaringan terhadap proses inflamasi,
karena itu menurunkan gejala inflamasi tanpa dipengaruhi penyebabnya.
Glukokortikoid menghambat akumulasi sel inflamasi, termasuk makrofag dan leukosit pada
lokasi inflamasi. Metilprednisolon juga menghambat fagositosis, pelepasan enzim lisosomal,
sintesis dan atau pelepasan beberapa mediator kimia inflamasi. Meskipun mekanisme yang
pasti belum diketahui secara lengkap, kemungkinan efeknya melalui blokade faktor
penghambat makrofag (MIF), menghambat lokalisasi makrofag: reduksi atau dilatasi
permeabilitas kapiler yang terinflamasi dan mengurangi lekatan leukosit pada endotelium
kapiler, menghambat pembentukan edema dan migrasi leukosit; dan meningkatkan sintesis
lipomodulin (macrocortin), suatu inhibitor fosfolipase A2-mediasi pelepasan asam
arakhidonat dari membran fosfolipid, dan hambatan selanjutnya terhadap sintesis asam
arakhidonat-mediator inflamasi derivat (prostaglandin, tromboksan dan leukotrien). Kerja
immunosupresan juga dapat mempengaruhi efek antiinflamasi.
 
Immunosupresan
Mekanisme kerja immunosupresan belum dimengerti secara lengkap tetapi kemungkinan
dengan pencegahan atau penekanan sel mediasi (hipersensitivitas tertunda) reaksi imun
seperti halnya tindakan yang lebih spesifik yang mempengaruhi respon imun, Glukokortikoid
mengurangi konsentrasi limfosit timus (T-limfosit), monosit, dan eosinofil. Metilprednisolon
juga menurunkan ikatan immunoglobulin ke reseptor permukaan sel dan menghambat
sintesis dan atau pelepasan interleukin, sehingga T-limfosit blastogenesis menurun dan
mengurangi perluasan respon immun primer. Glukokortikoid juga dapat menurunkan
lintasan kompleks immun melalui dasar membran, konsentrasi komponen pelengkap dan
immunoglobulin.
 
Indikasi:
 Abnormalitas fungsi adrenokortikal, untuk pengobatan:
 Insufisiensi adrenokortikal akut dan kronik primer:
Hidrokortison dan kortison lebih dipilih sebagai terapi pengganti karena aktivitas
mineralokortikoidnya yang berarti. Penggantian sodium dan cairan juga dibutuhkan. Pada
beberapa pasien penggantian mineralokortikoid tambahan juga mungkin diperlukan.
 Insufisiensi adrenokortikoid sekunder:
Penggantian dengan glukokortikoid umumnya mencukupi, mineralokortikoid tidak selalu
dibutuhkan.
 Gangguan alergi:
 Reaksi alergi karena obat.
 Reaksi anafilaktik atau anaphytold (pengobatan tambahan)
Penggunaan glukokortikoid umumnya untuk reaksi lambat (yang tidak berhasil dengan
tindakan lain dalam 1 jam), atau situasi dimana dapat timbul resiko kekambuhan.
 Angioderma (pengobatan tambahan)
 Laringeal edema akut non infeksi.
 Rinitis alergi parennial (tahunan) atau seasonal (musiman).
 Pengobatan sakit karena serum.
 Reaksi transfusi urtikaria.
 Gangguan kolagen:
Diindikasikan selama eksaserbasi akut atau terapi perawatan pada kasus-kasus berikut:
 Carditis rheumatik (atau non rheumatik) akut.
 Dermatomiositis sistemik (polimiositis):
Glukokortikoid mungkin merupakan obat pilihan pada anak dengan kondisi demikian.
 Lupus eritematosus sistemik.
 Arteritis giant-cell (temporal).
 Penyakit jaringan ikat campuran.
 Poliarteritis nodosa.
 Polikondritis kambuhan.
 Polimialgia rheumatik.
 Vaskulitis.
 Gangguan pada kulit:
 Dermatitis yang bersifat atopik, kontak, eksfoliatif.
 Dermatitis herpetiformis bullous.
 Dermatitis seboreik berat.
 Dermatitis inflamatori berat.
 Eritema multiforma berat (sindrom Stevens-Johnson)
 Mikosis fungoides.
 Phemphigus.
 Psoriasis berat.
 Pemphigoid.
 Sarkoid kutan lokalisasi.
 Gangguan saluran pencernaan:
 
Diindikasikan untuk pengobatan inflamasi pada usus besar seperti di bawah ini:
 Inflamasi pada usus besar, termasuk colitis ulceratif.
 Enteritis regional (penyakit Crohn)
 Penyakit celiac berat.
 Pemberian secara oral atau parenteral diindikasikan bila terapi sistemik dibutuhkan
selama periode kritis penyakit, pemberian dalam jangka waktu lama tidak
direkomendasikan.
 Gangguan darah:
 Anemia hemolitik yang diperoleh (oto imun)
 Anemia hipoplastik bawaan (eritroid)
 Anemia sel darah merah (eritoblastopenia)
 Trombositopenia sekunder (pada orang dewasa)
 Trombositopenia purpura idiopatik pada orang dewasa (secara oral atau i.v. Saja,
kontraindikasi untuk injeksi i.m.)
 Hemolisis.
 Penyakit hati:
 Hepatitis alkoholik dengan enselofati.
 Hepatitis kronis aktif.
 Hepatitis non alkoholik pada wanita.
 Nekrosis hepatik sub akut.
 Hiperkalsemia yang berhubungan dengan neoplasma (atau sarkoidosis).
 Inflamasi non rheumatik:
 Diindikasikan selama episode akut atau eksaserbasi dari gangguan-gangguan di
bawah ini. Injeksi lokal lebih baik dilakukan bila hanya beberapa sendi atau daerah yang
terkena.
 Bursitis akut atau sub akut.
 Epikondilitis.
 Tenosinovitis nonspesifik akut.
 Penyakit neoplastik (pengobatan tambahan):
 
Diindikasikan bersama dengan terapi penyakit antineoplastik spesifik yang sesuai, untuk
meringankan penyakit neoplastik berikut ini beserta problem yang berhubungan:
 Leukemia akut atau limfositik kronik.
 Limfoma Hodgkin atau non-Hodgkin.
 Kanker payudara.
 Kanker prostat.
 Demam yang disebabkan kanker ganas.
 Mieloma ganda.
 Sindroma nefrotik:
 
Diindikasikan untuk menginduksi diuresis atau mengurangi gejala proteinuria pada sindrom
idiopatik nefrotik, terapi jangka panjang mungkin diperlukan untuk mencegah kekambuhan.
 Penyakit neurologik:
 Meningitis tuberkulosa (pengobatan tambahan), diindikasikan untuk pemberian
bersama dengan kemoterapi anti tuberkulosa pada pasien dengan blok subarakhnoid.
 Sklerosis ganda, diindikasikan untuk pengobatan penyakit eksaserbasi akut.
 Neurotrauma: luka pada tulang belakang.
 Gangguan pada mata:
 
Diindikasikan untuk pengobatan alergi kronis atau akut dan kondisi inflamasi oftalmik,
seperti:
 Klorioretinitis.
 Koroiditis posterior difusi.
 Konjungtivitis alergi (yang tidak dapat diatasi secara topikal).
 Herpes zoster.
 Iridosiklitis.
 Keratis yang tidak berhubungan dengan herpes simpleks atau infeksi fungal.
 Neuritis optik.
 Oftalmia simpatika.
 Uveitis posterior difusi.
 Perikarditis: digunakan untuk menghilangkan inflamasi dan demam.
 Polip nasal.
 Gangguan pernafasan:
 
Untuk pengobatan dan profilaksis.
Profilaksis:
Diberikan sebelum atau selama pembedahan jantung jika pasien mempunyai gangguan pre-
exiting pulmonary dan diberikan sebelum, selama dan setelah pembedahan oral, facial, atau
leher untuk mencegah edema yang dapat menghambat jalan nafas.
 
Pengobatan:
 Asma bronkial
 Berillosis
 Sindrom Loeffler (pneumonitis eosinofil atau sindrom hipereosinofil).
 Pneumonia aspirasi.
 Sarkoidosis simptomatik.
 Tuberkulose paru-paru yang tersebar atau fulminant (pengobatan tambahan):
diberikan bersamaan dengan kemoterapi anti tuberkulosa yang sesuai.
 Bronkitis asmatik akut dan kronik.
 Edema pulmonari nonkardiogenik (disebabkan sensitivitas protamin): pengobatan
sebaiknya diberikan dalam injeksi i.v. atau i.m.
 Hemangioma, obstruksi saluran nafas pada anak: pengobatan sebaiknya diberikan
dalam injeksi i.v. atau i.m.
 Pneumonia, pneumosistitis carinii, yang berhubungan dengan sindrom
immunodefisiensi yang diperoleh (pengobatan tambahan).
 Pada penderita AIDS atau yang mengidap infeksi HIV yang terkena pneumonia
pneumocystis.
 Penyakit paru-paru, obstruksi kronis (yang tidak dapat dikontrol dengan teofilin dan
β-adrenergik agonis).
 Status asmatikus: pemberian harus secara i.v. atau i.m.
 Gangguan rheumatik:
 
Injeksi lokal dilakukan bila hanya beberapa sendi atau area yang terlibat. Diindikasikan
sebagai terapi tambahan selama episode akut atau eksaserbasi gangguan rheumatik seperti:
 Ankilosing spondilitis.
 Arthritis psoriatik.
 Arthritis reumatoid (termasuk arthritis pada anak-anak);
 
Untuk pasien yang tidak dapat lagi diobati dengan aspirin, antiinflamasi non steroidal,
istirahat, dan terapi fisik.
 Gout arthritis akut.
 Osteoarthritis post traumatik.
 Sinovitis osteoarthritis.
 Penyakit deposisi kalsium pirofosfat akut (pseudogout; kondrokalsinosis artikularis;
sinovitis, yang disebabkan oleh kristal).
 Polimialgia rheumatik.
 Penyakit reiter.
 Pengobatan shock: akibat insufisiensi adrenokortikal.
 Pengobatan tiroiditis non supuratif.
 Pencegahan dan pengobatan penolakan pencangkokan organ:
diberikan bersamaan dengan immunosupresan lainnya seperti azathioprine atau siklosporin.
 Pengobatan trikinosis.
 
Kontraindikasi:
 Infeksi jamur sistemik dan hipersensitivitas terhadap bahan obat.
 Bayi prematur.
 Pemberian jangka lama pada penderita ulkus duodenum dan peptikum, osteoporosis
berat, penderita dengan riwayat penyakit jiwa, herpes.
 Pasien yang sedang diimunisasi.
 
Dosis:
Dewasa
Secara intramuskular atau intravena, 10-40 mg (base), diulangi sesuai keperluan.
 Untuk dosis tinggi (pulse terapi): intravena, 30 mg (base) per kg berat badan
diberikan sekurang-kurangnya 30 menit. Dosis dapat diulangi setiap 4-6 jam sesuai
kebutuhan.
 Untuk eksaserbasi akut pada sklerosis ganda: intramuskular atau intravena, 160 mg
(base) perhari selama satu minggu, diikuti dengan 64 mg setiap hari selama satu bulan.
 Untuk pengobatan luka tulang punggung akut: intravena, 30 mg (base) per kg berat
badan diberikan selama 15 menit, diikuti dengan 45 menit infus, 5,4 mg per kg berat badan
per jam, selama 23 jam.
 Untuk pengobatan tambahan pada AIDS yang berhubungan dengan pneumosistis
carinii: intravena, 30 mg (base) dua kali sehari pada hari pertama sampai kelima, 30 mg
sekali sehari pada hari keenam sampai kesepuluh, 15 mg sekali sehari pada hari ke sebelas
sampai dua puluh satu.
 
Bayi dan anak:
 Insufisiensi adrenokortikal: intramuskular, 117 mikrogram (0,117 mg) (base) per kg
berat badan atau 3,33 mg (base) permeter persegi permukaan tubuh sehari (dalam dosis
terbagi tiga) setiap hari ke tiga; atau 39 sampai 58,5 mikrogram (0,039 sampai 0,0585 mg)
(base) per kg berat badan atau 1,11 sampai 1,66 mg (base) permeter persegi permukaan
tubuh sekali sehari.
 Untuk pengobatan luka tulang punggung akut: intravena, 30 mg (base) per kg berat
badan diberikan selama 15 menit, diikuti selama 45 menit dengan infus 5,4 mg per kg berat
badan per jam, selama 23 jam.
 Indikasi lain: intramuskular, 139-835 mikrogram (0,139-0,835 mg) (base) per kg berat
badan atau 4,16-25 mg (base) permeter persegi permukaan tubuh setiap 12 sampai 24 jam.
 Untuk pengobatan tambahan pada AIDS yang berhubungan dengan pneumosistis
carinii: Anak-anak berusia 13 tahun atau kurang: dosis belum ditentukan secara pasti. Anak-
anak berusia lebih dari 13 tahun: sama dengan dosis dewasa.
 
Cara pemberian:
Untuk intramuskular atau intravena:
Rekonstitusi serbuk dengan larutan injeksi yang telah disediakan (mengandung benzyl
alkohol 0,9%), kocok hingga larut. Pemberian dengan intravena langsung dapat diberikan
selama sekurang-kurangnya 1 menit, atau dapat diberikan secara infus intravena dalam 5%
dekstrosa, NACl 0,9% atau dektrosa 0,5% dalam NaCl 0,9% selama sekurang-kurangnya 30
menit. Larutan stabil secara fisika dan kimia selama 48 jam.
 
Efek samping:
 Insufisiensi adrenokortikal:
Dosis tinggi untuk periode lama dapat terjadi penurunan sekresi endogeneous
kortikosteroid dengan menekan pelepasan kortikotropin pituitary insufisiensi adrenokortikal
sekunder.
 Efek muskuloskeletal:
Nyeri atau lemah otot, penyembuhan luka yang tertunda, dan atropi matriks protein tulang
yang menyebabkan osteoporosis, retak tulang belakang karena tekanan, nekrosis aseptik
pangkal humerat atau femorat, atau retak patologi tulang panjang.
 Gangguan cairan dan elektrolit:
Retensi sodium yang menimbulkan edema, kekurangan kalium, hipokalemik alkalosis,
hipertensi, serangan jantung kongestif.
 Efek pada mata:
Katarak subkapsular posterior, peningkatan tekanan intra okular, glaukoma, eksoftalmus.
 Efek endokrin:
Menstruasi yang tidak teratur, timbulnya keadaan cushingoid, hambatan pertumbuhan pada
anak, toleransi glukosa menurun, hiperglikemia, bahaya diabetes mellitus.
 Efek pada saluran cerna:
Mual, muntah, anoreksia yang berakibat turunnya berat badan, peningkatan selera makan
yang berakibat naiknya berat badan, diare atau konstipasi, distensi abdominal, pankreatitis,
iritasi lambung,ulceratif esofagitis.
 Juga menimbulkan reaktivasi, perforasi, perdarahan dan penyembuhan
peptik ulcer yang tertunda.
 Efek sistem syaraf:
Sakit kepala, vertigo, insomnia, peningkatan aktivitas motor, iskemik neuropati,
abnormalitas EEG, konvulsi.
 Efek dermatologi:
Atropi kulit, jerawat, peningkatan keringat, hirsutisme, eritema fasial, striae, alergi
dermatitis, urtikaria, angiodema.
 Efek samping lain:
Penghentian pemakaian glukokortikoid secara tiba-tiba akan menimbulkan efek mual,
muntah, kehilangan nafsu makan, letargi, sakit kepala, demam, nyeri sendi, deskuamasi,
mialgia, kehilangan berat badan, dan atau hipotensi.
 
Peringatan dan perhatian:
 Wanita hamil dan ibu menyusui.
Dapat menyebabkan kerusakan fetus bila diberikan pada wanita hamil. Kortikosteroid dapat
berdifusi ke air susu dan dapat menekan pertumbuhan atau efek samping lainnya pada bayi
yang disusui.
 Anak-anak
Pemberian dosis farmakologi glukokortikoid pada anak-anak bila mungkin sebaiknya
dihindari, karena obat dapat menghambat pertumbuhan tulang. Jika terapi diperlukan harus
diamati pertumbuhan bayi dan anak secara seksama. Alternate-day therapy, yaitu
pemberian dosis tunggal setiap pagi hari, meminimalkan hambatan pertumbuhan dan
sebaiknya diganti bila terjadi hambatan pertumbuhan. Dosis tinggi glukokortikoid pada anak
dapat menyebabkan pankreatitis akut yang kemudian menyebabkan kerusakan pankreas.
 Pasien lanjut usia.
Dapat terjadi hipertensi selama terapi adrenokortikoid. Pasien lanjut usia, terutama wanita
postmenopausal, akan lebih mudah terkena osteoporosis yang diinduksi glukokortikoid.
 Sementara pasien menerima terapi kortikosteroid, dianjurkan tidak divaksinasi
terhadap Smalpox juga imunisasi lain terutama yang mendapat dosis tinggi, untuk
mencegah kemungkinan bahaya komplikasi neurologi.
 Jika kortikosteroid digunakan pada pasien dengan TBC laten atau tuberculin
reactivity perlu dilakukan pengawasan yang teliti sebagai pengaktifan kembali penyakit yang
dapat terjadi.
 Tidak dianjurkan pada pasien dengan ocular herpes simplex karena kemungkinan
terjadi perforasi korneal.
 Pemakaian obat ini dapat menekan gejala-gejala klinik dari suatu penyakit infeksi.
 Pemakaian jangka panjang dapat menurunkan daya tahan tubuh terhadap penyakit
infeksi.
 
Interaksi obat:
 Enzim penginduksi mikrosom hepatik.
Obat seperti barbiturat, fenitoin dan rifampin yang menginduksi enzim hepatik dapat
meningkatkan metabolisme glukokortikoid, sehingga mungkin diperlukan dosis tambahan
atau obat tersebut tidak diberikan bersamaan.
 Anti inflamasi nonsteroidal.
Pemberian bersamaan dengan obat ulcerogenik seperti indometasin dapat meningkatkan
resiko ulcerasi saluran pencernaan. Aspirin harus diberikan secara hati-hati pada pasien
hipotrombinernia. Meskipun pemberian bersamaan dengan salisilat tidak tampak
meningkatkan terjadinya ulcerasi saluran pencernaan, kemungkinan efek ini harus
dipertimbangkan.
 Obat yang mengurangi kalium.
Diuretik yang mengurangi kadar kalium (contoh: thiazida, furosemida, asam etakrinat) dan
obat lainnya yang mengurangi kalium oleh glukokortikoid. Serum kalium harus dimonitor
secara seksama bila pasien diberikan obat bersamaan dengan obat yang mengurangi kalium.
 Bahan antikolinesterase.
Interaksi antara glukokortikoid dan antikolinesterase seperti ambenonium, neostigmin, atau
pyridostigmin dapat menimbulkan kelemahan pada pasien dengan myasthenia gravis. Jika
mungkin, pengobatan antikolinesterase harus dihentikan 24 jam sebelum pemberian awal
terapi glukokortikoid.
 Vaksin dan toksoid.
Karena kortikosteroid menghambat respon antibodi, obat dapat menyebabkan pengurangan
respon toksoid dan vaksin inaktivasi atau hidup.
 
Cara penyimpanan:
Simpan ditempat kering dan sejuk, terlindung dari cahaya.
Sebelum dan sesudah rekonstitusi, simpan pada suhu antara 15-30oC.
Gunakan larutan sebelum 48 jam setelah direkonstitusi.
 
Farmakokinetik
Farmakokinetik methylprednisolone bergantung pada jenis sediaan dan cara pemberian.

Absorpsi

Methylprednisolone oral diabsorpsi dengan cepat, dalam onset 1-2 jam sudah mencapai
puncak, dan bertahan selama 30-36 jam.

Pemberian secara intramuskular mencapai puncak dalam 4-8 hari dan bertahan selama 1-4
minggu. Pemberian intraartikular mencapai puncak dalam 1 minggu dan bertahan selama 1-
5 minggu.

Distribusi

Volume distribusi methylprednisolone adalah 0,7-1,5 L/kg. Methylprednisolone dapat


melewati sawar plasenta.

Metabolisme

Methylprednisolone dimetabolisme secara ekstensif di liver menjadi glukuronida inaktif dan


metabolit sulfat.
Eliminasi

Metabolit inaktif dan sebagian kecil obat dalam bentuk tidak diubah diekskresikan melalui
ginjal. Sebagian kecil diekskresikan dalam feses. Waktu paruh methylprednisolone 3-3,5 jam

Anda mungkin juga menyukai