Diversity in Nursing
Diversity in Nursing
Suatu ketika, Prof. Margaret Mead berkunjung pada departemen psikiatri University of
Cincinnati dan Leiniger berdiskusi dengan Mead mengenai adanya kemungkinan
hubungan antara keperawatan dan antropologi. Meskipun ia tidak mendapatkan
bantuan langsung, dorongan, solusi dari Mead , Leininger memutuskan untuk
melanjutkan studinya ke program doktor (Ph.D) yang berfokus pada kebudayaan,
sosial, dan antropologi psikologi pada Universitas Washington. Sebagai seorang
mahasiswa program doktor, Leininger mempelajari berbagai macam kebudayaan dan
menemukan bahwa pelajaran antroplogi itu sangat menarik dan merupakan area yang
perlu diminati oleh seluruh perawat. Kemudia ia menfokuskan diri pada masyarakat
Gadsup di Eastern Highland of New Guinea, dimana ia tinggal bersama masyarakat
tersebut selama hampir dua tahun. Dia dapat mengobservasi bukan hanya gambaran
unik dari kebudayaan melainkan perbedaan antara kebudayaan masyarakat barat dan
non barat terkait dengan praktek dan asuhan keperawatan untuk mempertahankan
kesehatan.
Dari studinya yang dalam dan pengalaman pertama dengan masyarakat Gadsup, ia
terus mengembangkan teori perawatan kulturalnya dan metode ethno nursing. Teori
dan penelitiannya telah membantu mahasiswa keperawatan untuk memahami
perbedaan budaya dalam perawatan, manusia, kesehatan dan penyakit. Dia telah
menjadi pemimpin utama perawat yang mendorong banyak mahasiswa dan fakultas
untuk melanjutkan studi dalam bidang anthropologi dan menghubungkan
pengetahuan ini kedalam praktik dan pendidikan keperawatan transkultural.
Antusiasme dan perhatiannya yang mendalam terhadap pengembangan bidang
perawatan transkultural dengan fokus perawatan pada manusia telah menyokong
dirinya selama 4 dekade.
Tahun 1950-an sampai 1960-an, Leininger mengidentifikasi beberapa area umum dari
pengetahuan dan penelitian antara perawatan dan anthropologi: formulasi konsep
keperawatan transkultural, praktek dan prinsip teori. Bukunya yang berjudul Nursing
and anthropology : Two Words to Blend ; yang merupakan buku pertama dalam
keperawatan transkultural, menjadi dasar untuk pengembangan bidang keperawatan
transkultural, dan kebudayaan yang mendasari perawatan kesehatan. Buku yang
berikutnya, ”Transcultural Nursing : Concepts, theories, research, and practise (1978
)” , mengidentifikasi konsep mayor, ide-ide teoritis, praktek dalam keperawatan
transkultural, bukti ini merupakan publikasi definitif pertama dalam praktek
perawatan treanskultural. Dalam tulisannya, dia menunjukkan bahwa perawatan
treanskultural dan anthropologi bersifat saling melengkapi satu sama lain, menkipun
berbeda. Teori dan kerangka konsepnya mengenai Cultural care diversity and
universality dijelaskan dalam buku ini.
B. PENGERTIAN
“Transcultural Nursing adalah suatu area/wilayah keilmuwan budaya pada
proses belajar dan praktek keperawatan yang fokus memandang perbedaan dan
kesamaan diantara budaya dengan menghargai asuhan, sehat dan sakit didasarkan
pada nilai budaya manusia, kepercayaan dan tindakan, dan ilmu ini digunakan untuk
memberikan asuhan keperawatan khususnya budaya atau keutuhan budayakepada
manusia” (Leininger, 2002).
C. ASUMSI DASAR
Asumsi mendasar dari teori adalah perilaku Caring. Caring adalah esensi
dari keperawatan, membedakan, mendominasi serta mempersatukan
tindakankeperawatan. Tindakan Caring dikatakan sebagai tindakan yang dilakukan
dalam memberikan dukungan kepada individu secara utuh. Perilaku Caring semestinya
diberikan kepada manusia sejak lahir, dalam perkembangan dan pertumbuhan, masa
pertahanan sampai dikala manusia itu meninggal.
Human caring secara umum dikatakan sebagai segala sesuatu yang berkaitan dengan
dukungan dan bimbingan pada manusia yang utuh. Human caring merupakan
fenomena yang universal dimana ekspresi, struktur dan polanya bervariasi diantara
kultur satu tempat dengan tempat lainnya.
1. Budaya (Kultur) adalah norma atau aturan tindakan dari anggota kelompok
yang dipelajari, dan dibagi serta memberi petunjuk dalam berfikir, bertindak
dan mengambil keputusan.
2. Nilai budaya adalah keinginan individu atau tindakan yang lebih diinginkan
atau sesuatu tindakan yang dipertahankan pada suatu waktu tertentu dan
melandasi tindakan dan keputusan.
3. Cultur care diversity (Perbedaan budaya dalam asuhan keperawatan)
merupakan bentuk yang optimal dari pemberian asuhan keperawatan, mengacu
pada kemungkinan variasi pendekatan keperawatan yang dibutuhkan untuk
memberikan asuhan budaya yang menghargai nilai budaya individu,
kepercayaan dan tindakan termasuk kepekaan terhadap lingkungan dari
individu yang datang dan individu yang mungkin kembali lagi (Leininger, 1985).
4. Cultural care universality (Kesatuan perawatan kultural) mengacu kepada
suatu pengertian umum yang memiliki kesamaan ataupun pemahaman yang
paling dominan, pola-pola, nilai-nilai, gaya hidup atau simbol-simbol yang
dimanifestasikan diantara banyak kebudayaan serta mereflesikan pemberian
bantuan, dukungan, fasilitas atau memperoleh suatu cara yang memungkinkan
untuk menolong orang lain (Terminlogy universality) tidak digunakan pada
suatu cara yang absolut atau suatu temuan statistik yang signifikan.
5. Etnosentris adalah persepsi yang dimiliki oleh individu yang menganggap
bahwa budayanya adalah yang terbaik diantara budaya-budaya yang dimiliki
oleh orang lain.
6. Etnis berkaitan dengan manusia dari ras tertentu atau kelompok budaya yang
digolongkan menurut ciri-ciri dan kebiasaan yang lazim.
7. Ras adalah perbedaan macam-macam manusia didasarkan pada
mendiskreditkan asal muasal manusia.
8. Etnografi adalah ilmu yang mempelajari budaya. Pendekatan metodologi pada
penelitian etnografi memungkinkan perawat untuk mengembangkan kesadaran
yang tinggi pada perbedaan budaya setiap individu, menjelaskan dasar
observasi untuk mempelajari lingkungan dan orang-orang, dan saling
memberikan timbal balik diantara keduanya.
9. Care adalah fenomena yang berhubungan dengan bimbingan, bantuan,
dukungan perilaku pada individu, keluarga, kelompok dengan adanya kejadian
untuk memenuhi kebutuhan baik aktual maupun potensial untuk meningkatkan
kondisi dan kualitas kehidupan manusia.
10. Caring adalah tindakan langsung yang diarahkan untuk membimbing,
mendukung dan mengarahkan individu, keluarga atau kelompok pada keadaan
yang nyata atau antisipasi kebutuhan untuk meningkatkan kondisi kehidupan
manusia.
11. Cultural Care berkenaan dengan kemampuan kognitif untuk mengetahui nilai,
kepercayaan dan pola ekspresi yang digunakan untuk mebimbing, mendukung
atau memberi kesempatan individu, keluarga atau kelompok untuk
mempertahankan kesehatan, sehat, berkembang dan bertahan hidup, hidup
dalam keterbatasan dan mencapai kematian dengan damai.
12. Culturtal imposition berkenaan dengan kecenderungan tenaga kesehatan untuk
memaksakan kepercayaan, praktik dan nilai diatas budaya orang lain karena
percaya bahwa ide yang dimiliki oleh perawat lebih tinggi daripada kelompok
lain.
1. Manusia
Manusia adalah individu, keluarga atau kelompok yang memiliki nilai-nilai
dan norma-norma yang diyakini dan berguna untuk menetapkan pilihan dan
melakukan pilihan. Menurut Leininger (1984) manusia memiliki
kecenderungan untuk mempertahankan budayanya pada setiap saat dimanapun dia
berada (Geiger and Davidhizar, 1995).
2. Sehat
Kesehatan adalah keseluruhan aktifitas yang dimiliki klien dalam mengisi
kehidupannya, terletak pada rentang sehat sakit. Kesehatan merupakan suatu
keyakinan, nilai, pola kegiatan dalam konteks budaya yang digunakan untuk menjaga
dan memelihara keadaan seimbang/sehat yang dapat diobservasi dalam aktivitas
sehari-hari. Klien dan perawat mempunyai tujuan yang sama yaitu ingin
mempertahankan keadaan sehat dalam rentang sehat-sakit yang adaptif (Andrew and
Boyle, 1995).
3. Lingkungan
Lingkungan didefinisikan sebagai keseluruhan fenomena yang mempengaruhi
perkembangan, kepercayaan dan perilaku klien. Lingkungan dipandang
sebagai suatu totalitas kehidupan dimana klien dengan budayanya saling
berinteraksi. Terdapat tiga bentuk lingkungan yaitu : fisik, sosial dan simbolik.
Lingkungan fisik adalah lingkungan alam atau diciptakan oleh manusia seperti daerah
katulistiwa, pegunungan, pemukiman padat dan iklim seperti rumah di daerah Eskimo
yang hampir tertutup rapat karena tidak pernah ada matahari sepanjang tahun.
Lingkungan sosial adalah keseluruhan struktur sosial yang berhubungan dengan
sosialisasi individu, keluarga atau kelompok ke dalam masyarakat yang lebih luas. Di
dalam lingkungan sosial individu harus mengikuti struktur dan aturan-aturan yang
berlaku di lingkungan tersebut. Lingkungan simbolik adalah keseluruhan bentuk dan
simbol yang menyebabkan individu atau kelompok merasa bersatu seperti musik, seni,
riwayat hidup, bahasa dan atribut yang digunakan.
4. Keperawatan
Asuhan keperawatan adalah suatu proses atau rangkaian kegiatan pada praktik
keperawatan yang diberikan kepada klien sesuai dengan latar belakang budayanya.
Asuhan keperawatan ditujukan memandirikan individu sesuai dengan budaya klien.
Strategi yang digunakan dalam asuhan keperawatan adalah
perlindungan/mempertahankan budaya, mengakomodasi/negoasiasi budaya dan
mengubah/mengganti budaya klien (Leininger, 1991).
a. Cara I : Mempertahankan budaya
Mempertahankan budaya dilakukan bila budaya pasien tidak bertentangan
dengan kesehatan. Perencanaan dan implementasi keperawatan diberikan
sesuai dengan nilai-nilai yang relevan yang telah dimiliki klien sehingga
klien dapat meningkatkan atau mempertahankan status kesehatannya,
misalnya budaya berolahraga setiap pagi.
Suatu hal yang perlu diketahui bahwa masalah dan intervensi keperawatan tidak
tampak pada teori dan model ini. Tujuan yang hendak dikemukakan oleh Leininger
adalah agar seluruh terminologi tersebut dapat diasosiasikan oleh perawatan
profesional lainya. Intervensi keperawatan ini dipilih tanpa menilai cara hidup klien
atau nilai-nilai yang akan dipersepsikan sebagai suatu gangguan, demikian juga
masalah keperawatan tidak selalu sesuai dengan apa yang menjadi pandangan klien.
Model ini merupakan suatu alat yang produktif untuk memberikan panduan dalam
pengkajian dan perawatan yang sejalan dengan kebudayan serta penelitian ilmiah.
2. Proses Keperawatan
a. Pengkajian
2). Faktor agama dan falsafah hidup (religious and philosophical factors)
Agama adalah suatu simbol yang mengakibatkan pandangan yang
amat realistis bagi para pemeluknya. Agama memberikan motivasi yang
sangat kuat untuk menempatkan kebenaran di atas segalanya, bahkan di
atas kehidupannya sendiri. Faktor agama yang harus dikaji oleh perawat
adalah : agama yang dianut, status pernikahan, cara pandang klien
terhadap penyebab penyakit, cara pengobatan dan kebiasaan agama yang
berdampak positif terhadap kesehatan.
3). Faktor sosial dan keterikatan keluarga (kinship and social factors)
Perawat pada tahap ini harus mengkaji faktor-faktor : nama
lengkap, nama panggilan, umur dan tempat tanggal lahir, jenis kelamin,
status, tipe keluarga, pengambilan keputusan dalam keluarga, dan
hubungan klien dengan kepala keluarga.
4). Nilai-nilai budaya dan gaya hidup (cultural value and life ways)
Nilai-nilai budaya adalah sesuatu yang dirumuskan dan ditetapkan
oleh penganut budaya yang dianggap baik atau buruk. Norma-norma
budaya adalah suatu kaidah yang mempunyai sifat penerapan terbatas
pada penganut budaya terkait. Yang perlu dikaji pada faktor ini adalah :
posisi dan jabatan yang dipegang oleh kepala keluarga, bahasa yang
digunakan, kebiasaan makan, makanan yang dipantang dalam kondisi
sakit, persepsi sakit berkaitan dengan aktivitas sehari-hari dan kebiasaan
membersihkan diri.
5). Faktor kebijakan dan peraturan yang berlaku (political and legal factors)
Kebijakan dan peraturan rumah sakit yang berlaku adalah segala
sesuatu yang mempengaruhi kegiatan individu dalam asuhan
keperawatan lintas budaya (Andrew and Boyle, 1995). Yang perlu dikaji
pada tahap ini adalah : peraturan dan kebijakan yang berkaitan dengan
jam berkunjung, jumlah anggota keluarga yang boleh menunggu, cara
pembayaran untuk klien yang dirawat.
b. Diagnosa keperawatan
Diagnosa keperawatan adalah respon klien sesuai latar belakang
budayanya yang dapat dicegah, diubah atau dikurangi melalui intervensi
keperawatan. (Giger and Davidhizar, 1995). Terdapat tiga diagnosa
keperawatan yang sering ditegakkan dalam asuhan keperawatan transkultural yaitu :
gangguan komunikasi verbal berhubungan dengan perbedaan kultur, gangguan
interaksi sosial berhubungan disorientasi sosiokultural dan ketidakpatuhan dalam
pengobatan berhubungan dengan sistem nilai yang diyakini.
Evaluasi
Evaluasi asuhan keperawatan transkultural dilakukan terhadap
keberhasilan klien tentang mempertahankan budaya yang sesuai dengan
kesehatan, mengurangi budaya klien yang tidak sesuai dengan kesehatan atau
beradaptasi dengan budaya baru yang mungkin sangat bertentangan dengan budaya
yang dimiliki klien. Melalui evaluasi dapat diketahui asuhan
keperawatan yang sesuai dengan latar belakang budaya klien.
Perawat mungkin menghadapi pasien dari berbagai budaya dalam praktek sehari-hari
dan tidak mungkin perawat dapat memahami seluruh keanekaragaman budaya.
Namun, perawat dapat memperoleh pengetahuan dan skill dalam komunikasi
transkultural untuk membantu memfasilitasi perawatan individual yang didasarkan
pada praktek-praktek budaya. Perawat yang terampil dalam komunikasi transkultural
akan lebih siap untuk memberikan perawatan yang kompeten secara budaya untuk
pasien mereka.
Kontak mata adalah alat komunikasi yang penting, juga merupakan variabel yang
paling berbeda diantara banyak budaya (Canadian Nurses Association, 2000). Perawat
Amerika diajarkan untuk mempertahankan kontak mata ketika berbicara dengan
pasien mereka. Berbeda dengan orang-orang Arab, yang menganggap kontak mata
langsung tidak sopan dan agresif. Demikian pula, penduduk asli Amerika Utara juga
menganggap kontak mata langsung hal yang tidak benar dalam budaya mereka,
menatap lantai selama percakapan menunjukkan bahwa mereka mendengarkan
dengan hati-hati dengan pembicara. Hispanik menggunakan kontak mata hanya bila
dianggap tepat. Hal ini didasarkan pada usia, jenis kelamin, kedudukan sosial, status
ekonomi, dan posisi kekuasaan. Misalnya, tetua Hispanik berbicara dengan anak-anak
menggunakan kontak mata, tapi dianggap tidak pantas bagi anak-anak Hispanik untuk
melihat secara langsung pada tetua mereka ketika berbicara. Dalam lingkungan
perawatan kesehatan, pasien Hispanik berharap bahwa perawat dan penyedia layanan
kesehatan lainnya langsung memberikan kontak mata saat berinteraksi dengan
mereka, tetapi tidak diharapkan bahwa pasien Hispanik membalas dengan kontak
mata langsung ketika menerima perawatan medis dan keperawatan. Ini hanya
beberapa contoh untuk menunjukkan bahwa orang-orang dari berbagai budaya kontak
mata memandang berbeda. Sangat penting bahwa perawat harus sadar bahwa
beberapa makna yang dapat disertakan pada kontak mata langsung agar dapat
berkomunikasi secara efektif dengan pasien.
Namun demikian berikut adalah kelebihan dan kekurangan Teori Transkultural dari
Leininger :
A. Kelebihan :
1. Teori ini bersifat komprehensif dan holistik yang dapat memberikan pengetahuan
kepada perawat dalam pemberian asuhan dengan latar belakang budaya yang
berbeda.
2. Teori ini sangat berguna pada setiap kondisi perawatan untuk memaksimalkan
pelaksanaan model-model teori lainnya (teori Orem, King, Roy, dll).
3. Penggunakan teori ini dapat mengatasi hambatan faktor budaya yang akan
berdampak terhadap pasien, staf keperawatan dan terhadap rumah sakit.
4. Penggunanan teori transcultural dapat membantu perawat untuk membuat keputusan
yang kompeten dalam memberikan asuhan keperawatan.
5. Teori ini banyak digunakan sebagai acuan dalam penelitian dan pengembangan
praktek keperawatan .
B. Kelemahan :
1. Teori transcultural bersifat sangat luas sehingga tidak bisa berdiri sendiri dan hanya
digunakan sebagai pendamping dari berbagai macam konseptual model lainnya.
2. Teori transcultural ini tidak mempunyai intervensi spesifik dalam mengatasi masalah
keperawatan sehingga perlu dipadukan dengan model teori lainnya.