BAB 1
PENDAHULUAN
1.3 Tujuan
1.3.1 Tujuan Umum
Menjelaskan Asuhan Keperawatan pasien dengan inkontnensia urin.
1.3.2 Tujuan Khusus
1. Untuk memahami pengertian dari inkontinesia urine.
2. Untuk mengetahui klasifikasi dari inkontinensia urin.
3. Untuk mengetahui etiologi inkontinensia urin.
4. Untuk mengetahui patofisiologi inkontinensia urin.
5. Untuk mengetahui maninfestasi klinis inkontinensia urin.
6. Untuk mengetahui penatalaksanaan inkontinensia urin
1.4 Manfaat
1.4.1 Bagi Pembaca
Agar pembaca dapat menambah pengetahuan tentang inkontinensia urin.
1.4.2 Bagi Penulis
Mampu memahami tentang bagaimana asuhan keperawatan pada pasien inkontinensia urine
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Definisi
Inkontinensia Urine (IU) atau yang lebih dikenal dengan beser sebagai bahasa awam
merupakan salah satu keluhan utama pada penderita lanjut usia. Inkontinensia urine adalah
pengeluaran urin tanpa disadari dalam jumlah dan frekuensi yang cukup sehingga
mengakibatkan masalah gangguan kesehatan dan sosial. Variasi dari inkontinensia urin meliputi
keluar hanya beberapa tetes urin saja, sampai benar-benar banyak, bahkan terkadang juga disertai
inkontinensia alvi (disertai pengeluaran feses) (brunner, 2011).
2.2 Klasifikasi
Terdapat beberapa macam klasifikasi inkontinensia urine, di sini hanya dibahas beberapa
jenis yang paling sering ditemukan yaitu :
A. Inkontinensia stres (Stres Inkontinence)
Inkontinensia stres biasanya disebabkan oleh lemahnya mekanisme penutup. Keluhan khas
yaitu mengeluarkan urine sewaktu batuk, bersin, menaiki tangga atau melakukan gerakan
mendadak, berdiri sesudah berbaring atau duduk.
Gerakan semacam itu dapat meningkatkan tekanan dalam abdomen dan karena itu juga di
dalam kandung kemih. Otot uretra tidak dapat melawan tekanan ini dan keluarlah urine.
Kebanyakan keluhan ini progresif perlahan-lahan; kadang terjadi sesudah melahirkan. Akibatnya
penderita harus sering menganti pakaian dalam dan bila perlu juga pembalut wanita. Frekuensi
berganti pakaian, dan juga jumlah pembalut wanita yang diperlukan setiap hari, merupakan
ukuran kegawatan keluhan inkontinensia ini.
Biasanya dalam pemeriksaan badan tidak dijumpai kelainan pada ginjal dan kandung kemih.
Pada pemeriksaan vulva ternyata bahwa sewaktu mengejan dapat dilihat dinding depan vagina.
Informasi yang penting bisa diperoleh dengan percobaan Marshall-Marchetti. Penderita diminta
untuk berkemih di WC sampai habis. Dalam posisi ginekologis dimasukan kateter ke dalam
kandung kemih. Ditentukan jumlah urine yang tersisa. Kemudian diikuti oleh pengisian kandung
kemih dengan air sampai penderita merasa ingin berkemih. Dengan demikian ditentukan
kapasitas kandung kemih. Normalnya seharusnya 400-450 ml. Kemudian dicoba menirukan stres
yang mengakibatkan pengeluaran urine dengan meminta penderita batuk. Jika pada posisi
berbaring tidak terjadi pengeluaran urine, maka percobaan diulang pada posisi berdiri dengan
tungkai dijauhkan satu sama lain.
Pada inkontinensia stres sejati, harus terjadi pengeluaran urine pada saat ini. Kemudian
dicoba dengan korentang atau dengan dua jari menekan dinding depan vagina kanan dan kiri
sedemikian rupa ke arah kranial sehingga sisto-uretrokel hilang. Penderita diminta batuk lagi.
Bila sekarang pengeluaran urine terhenti maka ini menunjukkan penderita akan dapat
disembuhkan dengan operasi kelainan yang dideritanya. Pemeriksaan ini dapat ditambah dengan
sistometri, sistoskopi serta kalibrasi pada uretra untuk menyingkirkan kemungkinan stenosis.
Pada foto rontgen lateral atas sistogram miksi bisa tampak sudut terbelakang vesikouretra
0 0
membesar sampai 180 atau lebih. Normalnya sudut ini sekitar 120 . Gambaran ini menegaskan
adanya sistokel pada pemeriksaan badan.
Terdapat beberapa macam tes untuk memeriksa aktifitas refleks pada segmen sakral medula
spinalis. Bila ada aktifitas sakral, mungkin lesi jenis supranuklear.
Refleks anus : kulit di dekat anus dirangsang dengan sebuah jarum. Kontraksi pada sfingter anus
bagian luar membuktikan bahwa refleks ini ada. Jari yang dimasukan di dalam rektum
merasakan bahwa sfinger anus menegang.
Refleks bulbokavernosus : sewaktu klitoris dipijit pada pemeriksaan rektal terjadi kontraksi otot
bulbo dan iskiokavernosus.
Refleks ketok abdomen : ketokan pada dinding perut diatas simfisis menyebabkan tegangnya
sfingter ani. Ini dapat diraba dengan jari didalam rektrum.
Tes air es : kandung kemih dikosongkan dengan kateter, lalu diisi 60-90 ml air es. Jika dalam
waktu satu menit kateter beserta air es tertekan keluar lagi, terbukti adanya gangguan fungi
kandung kemih jenis supranuklear.
D. Fistula urine
Fistula urine sebagian besar akibat persalinan, dapat terjadi langsung pada waktu tindakan
operatif seperti seksio sesar, perforasi dan kranioklasi, dekapitasi, atau ekstraksi dengan cunam.
Dapat juga timbul beberapa hari sesudah partus lama, yang disebabkan karena tekanan kepala
janin terlalu lama pada jaringan jalan lahir di tulang pubis dan simfisis, sehingga menimbulkan
iskemia dan kematian jaringan di jalan lahir.
Operasi ginekologis seperti histerektomi abdominal dan vaginal, operasi plastik pervaginam,
operasi radikal untuk karsinoma serviks uteri, semuanya dapat menimbulkan fistula traumatik.
Tes sederhana untuk membantu diagnosis ialah dengan memasukan metilen biru 30 ml kedalam
rongga vesika. Akan tampak metilen biru keluar dari fistula ke dalam vagina.
Untuk memperbaiki fistula vesikovaginalis umumnya dilakukan operasi melalui vagina
(transvaginal), karena lebih mudah dan komplikasi kecil. Bila ditemukan fistula yang terjadi
pasca persalinan atau beberapa hari pascah bedah, maka penanganannya harus ditunda tiga
bulan. Bila jaringan sekitar fistula sudah tenang dan normal kembali operasi baru dapat
dilakukan.
2.3 Etiologi
Seiring dengan bertambahnya usia, ada beberapa perubahan pada anatomi dan fungsi organ
kemih, antara lain: melemahnya otot dasar panggul akibat kehamilan berkali-kali, kebiasaan
mengejan yang salah, atau batuk kronis. Ini mengakibatkan seseorang tidak dapat menahan air
seni. Selain itu, adanya kontraksi (gerakan) abnormal dari dinding kandung kemih, sehingga
walaupun kandung kemih baru terisi sedikit, sudah menimbulkan rasa ingin berkemih. Penyebab
Inkontinensia Urine (IU) antara lain terkait dengan gangguan di saluran kemih bagian bawah,
efek obat-obatan, produksi urin meningkat atau adanya gangguan kemampuan/keinginan ke
toilet. Gangguan saluran kemih bagian bawah bisa karena infeksi. Jika terjadi infeksi saluran
kemih, maka tatalaksananya adalah terapi antibiotika. Apabila vaginitis atau uretritis atrofi
penyebabnya, maka dilakukan tertapi estrogen topical. Terapi perilaku harus dilakukan jika
pasien baru menjalani prostatektomi. Dan, bila terjadi impaksi feses, maka harus dihilangkan
misalnya dengan makanan kaya serat, mobilitas, asupan cairan yang adekuat, atau jika perlu
penggunaan laksatif. Inkontinensia Urine juga bisa terjadi karena produksi urin berlebih karena
berbagai sebab. Misalnya gangguan metabolik, seperti diabetes melitus, yang harus terus
dipantau. Sebab lain adalah asupan cairan yang berlebihan yang bisa diatasi dengan mengurangi
asupan cairan yang bersifat diuretika seperti kafein.
Gagal jantung kongestif juga bisa menjadi faktor penyebab produksi urin meningkat dan
harus dilakukan terapi medis yang sesuai. Gangguan kemampuan ke toilet bisa disebabkan oleh
penyakit kronik, trauma, atau gangguan mobilitas. Untuk mengatasinya penderita harus
diupayakan ke toilet secara teratur atau menggunakan substitusi toilet. Apabila penyebabnya
adalah masalah psikologis, maka hal itu harus disingkirkan dengan terapi non farmakologik atau
farmakologik yang tepat. Pasien lansia, kerap mengonsumsi obat-obatan tertentu karena penyakit
yang dideritanya. Inkontinensia urine juga terjadi akibat kelemahan otot dasar panggul, karena
kehamilan, pasca melahirkan, kegemukan (obesitas), menopause, usia lanjut, kurang aktivitas
dan operasi vagina. Penambahan berat dan tekanan selama kehamilan dapat menyebabkan
melemahnya otot dasar panggul karena ditekan selama sembilan bulan. Proses persalinan juga
dapat membuat otot-otot dasar panggul rusak akibat regangan otot dan jaringan penunjang serta
robekan jalan lahir, sehingga dapat meningkatkan risiko terjadinya inkontinensia urine. Dengan
menurunnya kadar hormon estrogen pada wanita di usia menopause (50 tahun ke atas), akan
terjadi penurunan tonus otot vagina dan otot pintu saluran kemih (uretra), sehingga menyebabkan
terjadinya inkontinensia urine. Faktor risiko yang lain adalah obesitas atau kegemukan, riwayat
operasi kandungan dan lainnya juga berisiko mengakibatkan inkontinensia. Semakin tua
seseorang semakin besar kemungkinan mengalami inkontinensia urine, karena terjadi perubahan
struktur kandung kemih dan otot dasar panggul.
2.4 Patofisiologi
Inkontinensia urine bisa disebabkan oleh karena komplikasi dari penyakit infeksi saluran
kemih, kehilangan kontrol spinkter atau terjadinya perubahan tekanan abdomen secara tiba-tiba.
Inkontinensia bisa bersifat permanen misalnya pada spinal cord trauma atau bersifat temporer
pada wanita hamil dengan struktur dasar panggul yang lemah dapat berakibat terjadinya
inkontinensia urine. Meskipun inkontinensia urine dapat terjadi pada pasien dari berbagai usia,
kehilangan kontrol urinari merupakan masalah bagi lanjut usia.
2.6 Penatalaksanaan
Latihan otot-otot dasar panggul Latihan penyesuaian berkemih Obat-obatan untuk
merelaksasi kandung kemih dan estrogen Tindakan pembedahan memperkuat muara kandung
kemih
1. Inkontinensia urgensi
a. Latihan mengenal sensasi berkemih dan penyesuaiany
b. Obat-obatan untuk merelaksasi kandung kemih dan estrogen
c. Tindakan pembedahan untuk mengambil sumbatan dan lain-lain keadaan patologik yang
menyebabkan iritasi pada saluran kemih bagian bawah.
d. Kateterisasi, bila mungkin secara intermiten, dan kalau tidak mungkin secara menetap.
e. Tindakan pembedahan untuk mengangkat penyebab sumbatan
2. Inkontensia overflow
a. Kateterisasi, bila mungkin secara intermiten, dan kalau tidak mungkin secara menetap
b. Tindakan pembedahan untuk mengangkat penyebab sumbatan
3. Inkontinensia tipe fungsional
a. Penyesuaian sikap berkemih antara lain dengan jadwal dan kebiasaan berkemih
b. Pekaian dalam dan kain penyerap khusus lainnya
c. Penyesuaian/modifikasi lingkungan tempat berkemih
d. Kalau perlu digaunakan obat-obatan yang merelaksasi kandung kemih
2.7 Pathway
Kehilangan sensasi
dan refleksfinter
BAB 3
ASKEP INKONTINENSIA URIN
3.1 PENGKAJIAN
3.1.1 Anamnese
1. Identitas Klien
Nama : Ny. M
Tempat/Tanggal Lahir : 55 th
Jenis kelamin : Perempuan
Status Perkawinan :-
Pendidikan :-
Pekerjaan :-
Suku/Bangsa : Indonesia
Tanggal Masuk RS : Rabu, 23 November 2011 No. RM
: 235501
Ruang : Dahlia
Diagnosa Medis
2. Riwayat Sakit dan Kesehatan
a. Keluhan Utama
Pasien mengeluh keluar kencing saat tertawa, bersin dan batuk, sering kencing sekitar 2 jam
sekali.
b. Riwayat kesehatan sekarang
Pasien mengeluh keluar kencing saat tertawa, bersin dan batuk, sering kencing sekitar 2 jam
sekali. Pasien malu, dan merasa tidak nyaman dengan hal itu sehingga dia tidak mau bergaul
dengan teman-2nya sesama lansia .
c. Riwayat kesehatan keluarga
Negative
d. Perilaku yang mempengaruhi kesehatan
Negative
e. Lingkungan yang mempengaruhi kesehatan
Negative
f. Riwayat alergi
Negative
MK: Inkontinensia
urin
Terjadiparalisis pada
saluran perkemihan
Penurunansaluran
system perkemihan
Gangguan konsepdiri
Pasien merasa malu
Pengeluaran urinyang
terlalu sering
3.3 INTERVENSI
INTERVENSI
No Diagnosa Intervensi Rasional
1. Inkontinensia urin Lakukan latihan otot Memperkuat otot
stress b/d perubahan dasar panggul pubotogsigeal
degenerative pada otot dengan kontraksi
pelvis dan struktur volunteer
pendukungnya yang berulang.
dihubungkan usia
lanjut. Lakukan perawatan untuk
inkontinensia urin meningkatkan
Tujuan: kontinensia urin
a. Menunjukkan dan untuk
kontinensia urin. mempertahankan
b. Keadekuatan waktu intregitas kulit
untuk mencapai kamar perineal.
kecil antara urgensi dan
pengeluaran urin. Identifikasi penyebab Untuk
c. Pakaian dalam tetap inkontinensia mengetahui
kering sepanjang hari multifaktorial penyebab
d. Mampu berkemih inkontinensia
secara mandiri. urin
Kriteria Hasil:
Kontinensia urin.
Mempertahankan
frekuensi berkemih
lebih dari 2 jam.
3.4 IMPLEMENTASI
IMPLEMENTASI
Hari/tanggal Diagnosa Keperawatan Implementasi Paraf
Senin, 26 Inkontinensia urin stress
November 2011 b/d perubahan
Pukul. 07.00 degenerative pada otot
pelvis dan struktur
mengidentifikasi
pendukungnya yang
penyebab
dihubungkan usia lanjut.
inkontinensia
multifaktorial
Meningkatankan
sosialisasi
3.5 EVALUASI
S : Pasien mengatakan bahwa tidak mengeluarkan urin pada saat bersin dan tertawa.
O: Setiap ada peningkatan tekanan intra abdomen urin pasien tidak menetes.
Pasien mengeluarkan urin lebih dari 2 jam sekali.
A: Masalah teratasi
P: Masalah teratasi pasien pulang.
BAB 4
PENUTUP
4.1 Kesimpulan
Inkontinensia urine adalah pengeluaran urin tanpa disadari dalam jumlah dan frekuensi
yang cukup sehingga mengakibatkan masalah gangguan kesehatan dan sosial.
Seiring dengan bertambahnya usia, ada beberapa perubahan pada anatomi dan fungsi
organ kemih, antara lain: melemahnya otot dasar panggul akibat kehamilan berkali-kali,
kebiasaan mengejan yang salah, atau batuk kronis. Ini mengakibatkan seseorang tidak dapat
menahan air seni.Penyebab Inkontinensia Urine (IU) antara lain terkait dengan gangguan di
saluran kemih bagian bawah, efek obat-obatan, produksi urin meningkat atau adanya gangguan
kemampuan/keinginan ke toilet
Asuhan keperawatan inkontinensia urin meliputi pengkajian, diagnose keperawatan,
intervensi, implementasi dan evaluasi.
4.2 Saran
4.2.1 Bagi pembaca diharapkan menambah pengetahuan tentang inkontinensia urin.
4.2.2 Bagi penyusun diharapkan menambah pengetahuan tentang asuhan keperawatan tentang
inkontinensia urin.