Anda di halaman 1dari 29

Laporan Kasus

SeorangLaki-laki, 31 Tahun, DatangdenganKeluhanBadan


Bertambah Lemas Sejak ± 2 hari SMRS

Oleh:

dr. Firman Oktavianus Togatorop

Pembimbing:
dr. Ahmar Kurniadi, Sp.PD, K-KV, FINASIM
dr. Hadhimuljono, Sp.PD, FINASIM

BAGIAN ILMU PENYAKIT DALAM RSUD SOBIRIN FAKULTAS


KEDOKTERAN UNIVERSITAS SRIWIJAYA 2016
2
KATA PENGANTAR

Segala puji dan syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa, yang telah melimpahkan
berkat dan karunia-Nya sehingga penyusun dapat menyelesaikan laporan kasus yang
berjudul “SeorangLaki-laki, 31 Tahun, DatangdenganKeluhanBadan Bertambah Lemas
Sejak ± 2 Hari SMRS”Laporan kasus ini merupakan salah satu syarat mengikuti ujian
pada Kepaniteraan Klinik Senior Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Universitas
Sriwijaya RSUP dr. Mohammad Hoesin Palembang.
Penyusun mengucapkan banyak terima kasih kepada dr. Ahmar Kurniadi,
Sp.PD, K-KV, FINASIM dan dr. Hadhimuljono, Sp.PD, FINASIM selaku
pembimbing dalam penulisan laporan kasus ini, serta kepada semua pihak yang telah
membantu hingga tulisan ini dapat diselesaikan.
Penyusun menyadari masih banyak kekurangan dalam laporan kasus ini. Oleh
karena itu, kritik dan saran yang membangun dari berbagai pihak sangat diharapkan
demi perbaikan di masa yang akan datang. Mudah-mudahan tulisan ini dapat
memberi ilmu dan manfaat bagi yang membacanya.

Penyusun
DAFTAR ISI

Bab I Pendahuluan.................5
Bab II
Laporan Kasus.......................................................................................... 7
Bab III
Tinjauan Pustaka..................................................................................... 17
Bab IV
Analisis Kasus.........................................................................................29
Daftar Pustaka............................................................................................................32
BAB I
PENDAHULUAN

Penyakit ginjal kronik adalah satu proses patofisiologis dengan etiologi


beragam, mengakibatkan penurunan fungsi ginjal yang progresif, dan pada umumnya
berakhir dengan gagal ginjal. Gagal ginjal kronik adalah kerusakan ginjal yang
ireversibel yang terjadi selama lebih dari 3 bulan, berdasarkan kelainan patologis atau
petanda kerusakan ginjal seperti proteinuria. Jika tidak ada tanda kerusakan ginjal,
diagnosis penyakit ginjal kronik ditegakkan jika nilai laju filtrasi glomerulus kurang
dari 60 ml/menit/1,73m².
Pada pasien dengan penyakit ginjal kronik, klasifikasi stadium ditentukan oleh
nilai laju filtrasi glomerulus, yaitu stadium yang lebih tinggi menunjukkan nilai laju
filtrasi glomerulus yang lebih rendah. Klasifikasi tersebut membagi penyakit ginjal
kronik dalam lima stadium. Stadium 1 adalah kerusakan ginjal dengan fungsi ginjal
yang masih normal, stadium 2 kerusakan ginjal dengan penurunan fungsi ginjal yang
ringan, stadium 3 kerusakan ginjal dengan penurunan yang sedang fungsi ginjal,
stadium 4 kerusakan ginjal dengan penurunan berat fungsi ginjal, dan stadium 5
adalah gagal ginjal.
Di Amerika Serikat, data tahun 1995-1999 menyatakan insiden penyakit
ginjal kronik diperkirakan 100 kasus perjuta penduduk pertahun, dan angka ini
meningkat sekitar 8% tiap tahunnya. Di Malaysia, dengan populasi 18 juta
diperkirakan terdapat 1800 kasus baru gagal ginjal pertahunnya. Di negara-negara
berkembang lainnya, insiden ini diperkirakan sekitar 40-60 kasus perjuta penduduk
pertahun.
Patofisiologi penyakit ginjal kronik pada awalnya tergantung pada penyakit
yang mendasarinya, tapi dalam perkembangan selanjutnya proses yang terjadi kurang
lebih sama. Pengurangan massa ginjal mengakibatkan hipertrofi struktural dan
fungsional nefron yang masih tersisa (surviving nephrons) sebagai upaya kompensasi

5
yang diperantarai oleh molekul vasoaktif seperti Sitokin dan growth Tractors. Hal ini
mengakibatkan terjadinya hiperfiltrasi, yang diikuti oleh peningkatan tekanan kapiler
dan aliran darah glomerulus. Proses adaptasi ini berlangsung singkat, akhirnya diikuti
oleh proses maladaptasi berupa sklerosis nefron yang masih tersisa. Proses ini
akhirnya diikuti dengan penurunan fungsi nefron yang progresif, walaupun penyakit
dasarnya sudah tidak aktif lagi.
Etiologi penyakit ginjal kronik sangat bervariasi antara satu negara dengan
negara lainnya. Di Amerika Serikat, Diabetes dan Hipertensi menjadi penyebab
tersering penyakit ginjal kronik, dengan persentase masing-masing 44% dan 27%.
Sedangkan menurut Perhimpunan Nefrologi Indonesia (pernefri) pada tahun 2000
mencatat penyebab gagal ginjal yang menjalani hemodialisa di Indonesia adalah
sebagai berikut, Glomerulonefritis 46%, DM 18%, obstruksi dan infeksi 12%,
Hipertensi 8%, dan sebab lainnya 13%.
Untuk mencegah terjadinya gagal ginjal kronik kita perlu mengetahui
patofisiologi penyakit-penyakit yang mendasarinya agar tidak menjadi gagal ginjal.
Dalam laporan kasus ini penyaji bertujuan memberikan informasi tentang penyakit
ginjal kronik untuk diagnosis, pentalaksanaan dan pencegahan kasus tersebut.
BAB II
LAPORAN KASUS

Identifikasi
Nama : Ny. Nurmalis Binti Ibra
Tanggal Lahir/Umur : 09 Oktober 1983, 35 tahun
Jenis kelamin : Perempuan
Alamat : Jln. Maulana Ibrahim RT 15 Murni
Pekerjaan : IRT
Agama : Islam
Status : Menikah
MRS : 06 Agustus 2019, Pkl 18.05
No Registrasi : 753441

Anamnesis (alloanamnesis tanggal 06 Agustus 2019 pukul 21.00 WIB)

Keluhan Utama :
Badan bertambah lemas sejak ± 2 hari SMRS.

Riwayat Perjalanan Penyakit :


± 3 bulan SMRS os mengeluh badan badan terasa lemas, pandangan berkunang
(+), sakit kepala (+), sesak nafas (+) saat beristirahat, nyeri dada (-), batuk (-), pilek (-
), mual (+), muntah (+), demam (-), muka sembab (+), lengan dan tungkai sembab
(+). Os mengeluh nyeri pada bagian pinggang. Os juga mengeluh BAK lebih sedikit
± ½ gelas belimbing per hari, nyeri saat BAK (-), warna BAK gelap, BAB tidak ada
keluhan. Kemudian os pergi ke rumah sakit dan dilakukan transfusi darah sebanyak 6
kantong darah dan dilakukan cuci darah. Os dikatakan sakit gagal ginjal.
± 1 bulan SMRS os mengeluh badan lemas (+), pandangan berkunang (-), sakit
kepala (-), sesak nafas (-) nyeri dada (-), batuk pilek (-), mual (-) muntah (-), muka
sembab (+) kaki sembab (+) os masih bisa beraktivitas dan belum pergi ke rumah
sakit. Os juga tidak melanjutkan cuci darah lagi sesuai jadwal.
± 2 hari SMRS OS mengeluh badan terasa lemas, sempoyongan (+), pandangan
berkunang (+), sakit kepala (+), sesak (-), nyeri dada (-), mual (-), muntah (-), batuk (-
), demam (-), nafsu makan dan minum menurun (+), muka sembab (+), tungkai
sembab (+), BAB tidak ada keluhan, BAK + ½ gelas belimbing per hari, BAK
berwarna gelap, nyeri saat BAK (-).
±1 hari SMRS OS mengeluh badan terasa lemas, sempoyongan (+), pandangan
berkunang (+), sakit kepala (+), sesak (+), nyeri dada (-), mual (+), muntah (+), batuk
(-), demam (+), nafsu makan dan minum menurun (+), BAB tidak ada keluhan, muka
sembab (+) tungkai sembab (+) BAK + ½ gelas belimbing per hari, BAK berwarna
gelap, nyeri saat BAK (-). Kemudian os pergi ke RSUD Dr. Sobirin.
Riwayat penyakit dahulu dan kebiasaan
 Riwayat darah tinggi (+) tidak terkontrol ± 3 Bulan
 Riwayat kencing manis (-)
 Riwayat sakit jantung (-)
Riwayat penyakit dalam keluarga
 Riwayat sakit ginjal dalam keluarga (-)
 Riwayat kencing manis (-)
 Riwayat Hipertensi (-)
Pemeriksaan Fisik
Keadaan Umum : Tampak sakit sedang
Kesadaran : Compos mentis (E4M6V5)
Tekanan darah : 130/60 mmHg
Nadi : 121 x/menit, reguler, isi cukup, tegangan kuat
Frekuensi pernafasan : 36 x/menit
Suhu : 37,5oC
Spo2 : 75 %
Keadaan Spesifik
Kepala : Mata : Konjungtiva pucat (-/-), sklera ikterik (-/-),
pupil isokor(+/+), refleks cahaya (+/+)

Leher : JVP (5-2 cmH2O), pembesaran KGB (-),


Thoraks

Pulmo : Statis dan dinamis simetris kanan=kiri, retraksi dinding


dada (-)Vesikuler (+) , rhonki (+/+), wheezing (-/-)
Cor : Iktus kordis tidak terlihat, tidak teraba, HR 60x/menit,
reguler, murmur (-) gallop (-)
Abdomen
Datar, Lemas, nyeri tekan epigastrium (-), hepar/lien tidak teraba, ballotement(-)
timpani, Shifting dullness(-) Bising usus (+) normal

Ekstremitas
Deformitas (-), pitting edema(-), pucat (-/-), akral sianosis (-), akral hangat (+)

Pemeriksaan penunjang

Pemeriksaan Laboratorium (20 Oktober 2016):

Pemeriksaan Hasil Nilai Normal Interpretasi


Leukosit 4,06 4-10 Normal
Eritrosit 4,81 3,5-5 Normal
Hb 9,6 11-15 Rendah
Ht 34,5 35-50 Rendah
Trombosit 355 100-300 Tinggi
Neutrofil % 45,4 30-90 Normal
Limfosit % 35,5 14-53 Normal
MCH 20,0 27-34 Rendah
MCV 71,7 80-100 Rendah
MCHC 278 320-360 Rendah
BSS 262 74-139 Tinggi
Ureum 185 15-39 Tinggi
Kreatinin 12,7 0,6-1,1 Tinggi
Natrium 133,32 135 – 148 Rendah

10
Kalium 6,89 3,5-5,3 Tinggi
Cl 98,37 98 – 110 Normal
Ca 1,11 1,19-1,23 Rendah

( 140−35 ) x 60 x 0 , 85=¿5355= 5,856 ml/min


72 x 12,7 914,4
Diagnosis Sementara

Chronic Kidney Disease Stage V + Hiperkalemia + Anemia ringan

Penatalaksanaan
 O2 NRM 10 L/M
 IVFD Nacl 0,9 % 500 cc per 24 jam
 Inj. Furosemid 10 mg 2 amp (ekstra) 2 x 1 amp (IV)
 Inj. Omprazole 40 mg 1 amp (ekstra)1 x 1 amp (IV)
 CaCO3 500 mg 3x1 tab (PO)
 Asam Folat 3x1 tab (PO)
 Bicnat 3x1 tab (PO)
 Koreksi K : Inj Ca glukonas 1 amp diencerkan Nacl 0,9 % 1:1 bolus pelan,
lanjutkan inj. insulin novorapid 10 unit + Dextrose 40 % 2 vial (IV)
 Pro HD
BAB III
TINJAUAN PUSTAKA

GAGAL GINJAL KRONIS

Definisi
Gagal ginjal kronis adalah kerusakan ginjal yang terjadi selama lebih
dari 3 bulan, berdasarkan kelainan patologis atau petanda kerusakan ginjal
seperti proteinuria. Jika tidak ada tanda kerusakan ginjal, diagnosis penyakit
ginjal kronik ditegakkan jika nilai laju filtrasi glomerulus kurang dari 60
ml/menit/1,73m², seperti pada tabel berikut:

Tabel 1. Batasan penyakit ginjal kronik


a.Kerusakan ginjal > 3 bulan, yaitu kelainan struktur atau fungsi ginjal,
dengan atau tanpa penurunan laju filtrasi glomerulus berdasarkan: Kelainan patologik
Petanda kerusakan ginjal seperti proteinuria atau kelainan pada pemeriksaan pencitraan

b. Laju filtrasi glomerulus < 60 ml/menit/1,73m² selama > 3 bulan dengan


atau tanpa kerusakan ginjal

Pada pasien dengan penyakit ginjal kronik, klasifikasi stadium ditentukan oleh
nilai laju filtrasi glomerulus, yaitu stadium yang lebih tinggi menunjukkan
nilai laju filtrasi glomerulus yang lebih rendah. Klasifikasi tersebut membagi
penyakit ginjal kronik dalam lima stadium. Stadium 1 adalah kerusakan ginjal
dengan fungsi ginjal yang masih normal, stadium 2 kerusakan ginjal dengan
penurunan fungsi ginjal yang ringan, stadium 3 kerusakan ginjal dengan
penurunan yang sedang fungsi ginjal, stadium 4 kerusakan ginjal dengan
penurunan berat fungsi ginjal, dan stadium 5 adalah gagal ginjal (Suwitra,
2006).
Tabel 2. Laju filtrasi glomerulus (LFG) dan stadium penyakit ginjal kronik

Stadium Deskripsi LFG (ml/menit/1,73 m2)


0 Risiko meningkat ≥ 90 dengan faktor risiko
1 Kerusakan ginjal disertai LFG normal atau ≥ 90
meninggi
2 Penurunan ringan LFG 60 – 89
3 Penurunan moderat LFG 30 – 59
4 Penurunan berat LFG 15 – 29
5 Gagal ginjal < 15 atau dialisis

Etiologi
Dari data yang sampai saat ini dapat dikumpulkan oleh Indonesian Renal Registry
(IRR) pada tahun 2007-2008 didapatkan urutan etiologi terbanyak sebagai berikut
glomerulonefritis (25%), diabetes melitus (23%), hipertensi (20%) dan ginjal polikistik
(10%).
a. Glomerulonefritis
Istilah glomerulonefritis digunakan untuk berbagai penyakit ginjal yang
etiologinya tidak jelas, akan tetapi secara umum memberikan gambaran histopatologi
tertentu pada glomerulus. Berdasarkan sumber terjadinya kelainan, glomerulonefritis
dibedakan primer dan sekunder. Glomerulonefritis primer apabila penyakit dasarnya
berasal dari ginjal sendiri sedangkan glomerulonefritis sekunder apabila kelainan ginjal
terjadi akibat penyakit sistemik lain seperti diabetes melitus, lupus eritematosus sistemik
(LES), mieloma multipel, atau amiloidosis.
Gambaran klinik glomerulonefritis mungkin tanpa keluhan dan ditemukan secara
kebetulan dari pemeriksaan urin rutin atau keluhan ringan atau keadaan darurat medik
yang harus memerlukan terapi pengganti ginjal seperti dialisis.

19
b. Diabetes melitus
Menurut American Diabetes Association (2003) diabetes melitus merupakan
suatu kelompok penyakit metabolik dengan karakteristik hiperglikemia yang terjadi
karena kelainan sekresi insulin, kerja insulin atau kedua-duanya.Diabetes melitus
sering disebut sebagai the great imitator, karena penyakit ini dapat mengenai semua
organ tubuh dan menimbulkan berbagai macam keluhan. Gejalanya sangat
bervariasi. Diabetes melitus dapat timbul secara perlahan-lahan sehingga pasien tidak
menyadari akan adanya perubahan seperti minum yang menjadi lebih banyak, buang
air kecil lebih sering ataupun berat badan yang menurun. Gejala tersebut dapat
berlangsung lama tanpa diperhatikan, sampai kemudian orang tersebut pergi ke
dokter dan diperiksa kadar glukosa darahnya

c. Hipertensi
Hipertensi adalah tekanan darah sistolik≥ 140 mmHg dan tekanan darah
diastolik ≥ 90 mmHg, atau bila pasien memakai obat antihipertensi (Mansjoer,
2001). Berdasarkan penyebabnya, hipertensi dibagi menjadi dua golongan yaitu
hipertensi esensial atau hipertensi primer yang tidak diketahui penyebabnya atau
idiopatik, dan hipertensi sekunder atau disebut juga hipertensi renal.

d. Ginjal polikistik
Kista adalah suatu rongga yang berdinding epitel dan berisi cairan atau
material yang semisolid. Polikistik berarti banyak kista. Pada keadaan ini dapat
ditemukan kista-kista yang tersebar di kedua ginjal, baik di korteks maupun di
medula. Selain oleh karena kelainan genetik, kista dapat disebabkan oleh berbagai
keadaan atau penyakit. Jadi ginjal polikistik merupakan kelainan genetik yang paling
sering didapatkan. Nama lain yang lebih dahulu dipakai adalah penyakit ginjal
polikistik dewasa (adult polycystic kidney disease), oleh karena sebagian besar baru
bermanifestasi pada usia di atas 30 tahun. Ternyata kelainan ini dapat ditemukan
pada fetus, bayi dan anak kecil, sehingga istilah dominan autosomal lebih tepat
dipakai daripada istilah penyakit ginjal polikistik dewasa.

Faktor risiko
Faktor risiko gagal ginjal kronik, yaitu pada pasien dengan diabetes melitus atau
hipertensi, obesitas atau perokok, berumur lebih dari 50 tahun, dan individu dengan
riwayat penyakit diabetes melitus, hipertensi, dan penyakit ginjal dalam keluarga
(Mansjoer, 2002).

Patofisiologi
Penurunan fungsi ginjal yang progresif tetap berlangsung terus meskipun
penyakit primernya telah diatasi atau telah terkontrol. Hal ini menunjukkan adanya
mekanisme adaptasi sekunder yang sangat berperan pada kerusakan yang sedang
berlangsung pada penyakit ginjal kronik. Bukti lain yang menguatkan adanya
mekanisme tersebut adalah adanya gambaran histologik ginjal yang sama pada
penyakit ginjal kronik yang disebabkan oleh penyakit primer apapun. Perubahan dan
adaptasi nefron yang tersisa setelah kerusakan ginjal yang awal akan menyebabkan
pembentukan jaringan ikat dan kerusakan nefron yang lebih lanjut. Demikian
seterusnya keadaan ini berlanjut menyerupai suatu siklus yang berakhir dengan gagal
ginjal terminal (Mansjoer, 2002).

Gambaran Klinik
Gambaran klinik gagal ginjal kronik berat disertai sindrom azotemia sangat
kompleks, meliputi kelainan-kelainan berbagai organ seperti: kelainan hemopoeisis,
saluran cerna, mata, kulit, selaput serosa, kelainan neuropsikiatri dan kelainan
kardiovaskular.
a. Kelainan hemopoeisis
Anemia normokrom normositer dan normositer (MCV 78-94 CU), sering ditemukan
pada pasien gagal ginjal kronik. Anemia yang terjadi sangat bervariasi bila ureum
darah lebih dari 100 mg% atau bersihan kreatinin kurang dari 25 ml per menit.

b. Kelainan saluran cerna


Mual dan muntah sering merupakan keluhan utama dari sebagian pasien gagal ginjal
kronik terutama pada stadium terminal. Patogenesis mual dam muntah masih belum
jelas, diduga mempunyai hubungan dengan dekompresi oleh flora usus sehingga
terbentuk amonia. Amonia inilah yang menyebabkan iritasi atau rangsangan mukosa
lambung dan usus halus. Keluhan-keluhan saluran cerna ini akan segera mereda atau
hilang setelah pembatasan diet protein dan antibiotika.

c. Kelainan mata
Visus hilang (azotemia amaurosis) hanya dijumpai pada sebagian kecil pasien gagal
ginjal kronik. Gangguan visus cepat hilang setelah beberapa hari mendapat
pengobatan gagal ginjal kronik yang adekuat, misalnya hemodialisis. Kelainan saraf
mata menimbulkan gejala nistagmus, miosis dan pupil asimetris. Kelainan retina
(retinopati) mungkin disebabkan hipertensi maupun anemia yang sering dijumpai
pada pasien gagal ginjal kronik. Penimbunan atau deposit garam kalsium pada
conjunctiva menyebabkan gejala red eye syndrome akibat iritasi dan
hipervaskularisasi. Keratopati mungkin juga dijumpai pada beberapa pasien gagal
ginjal kronik akibat penyulit hiperparatiroidisme sekunder atau tersier.

d. Kelainan kulit
Gatal sering mengganggu pasien, patogenesisnya masih belum jelas dan diduga
berhubungan dengan hiperparatiroidisme sekunder. Keluhan gatal ini akan segera
hilang setelah tindakan paratiroidektomi. Kulit biasanya kering dan bersisik, tidak
jarang dijumpai timbunan kristal urea pada kulit muka dan dinamakan urea frost.
e. Kelainan selaput serosa
Kelainan selaput serosa seperti pleuritis dan perikarditis sering dijumpai pada gagal
ginjal kronik terutama pada stadium terminal. Kelainan selaput serosa merupakan
salah satu indikasi mutlak untuk segera dilakukan dialisis.

f. Kelainan neuropsikiatri
Beberapa kelainan mental ringan seperti emosi labil, dilusi, insomnia, dan depresi
sering dijumpai pada pasien gagal ginjal kronik. Kelainan mental beratseperti
konfusi, dilusi, dan tidak jarang dengan gejala psikosis juga sering dijumpai pada
pasien GGK. Kelainan mental ringan atau berat ini sering dijumpai pada pasien
dengan atau tanpa hemodialisis, dan tergantung dari dasar kepribadiannya
(personalitas).

g. Kelainan kardiovaskular
Patogenesis gagal jantung kongestif (GJK) pada gagal ginjal kronik sangat
kompleks. Beberapa faktor seperti anemia, hipertensi, aterosklerosis, kalsifikasi
sistem vaskular, sering dijumpai pada pasien gagal ginjal kronik terutama pada
stadium terminal dan dapat menyebabkan kegagalan faal jantung (Mansjoer, 2002).

Diagnosis
Pendekatan diagnosis gagal ginjal kronik (GGK) mempunyai sasaran berikut:
a. Memastikan adanya penurunan faal ginjal (LFG)
b. Mengejar etiologi GGK yang mungkin dapat dikoreksi
c. Mengidentifikasi semua faktor pemburuk faal ginjal (reversible factors)
d. Menentukan strategi terapi rasional
e. Meramalkan prognosis
Pendekatan diagnosis mencapai sasaran yang diharapkan bila dilakukan pemeriksaan
yang terarah dan kronologis, mulai dari anamnesis, pemeriksaan fisik diagnosis dan
pemeriksaan penunjang diagnosis rutin dan khusus.
a. Anamnesis dan pemeriksaan fisik
Anamnesis harus terarah dengan mengumpulkan semua keluhan yang berhubungan
dengan retensi atau akumulasi toksin azotemia, etiologi GGK, perjalanan penyakit
termasuk semua faktor yang dapat memperburuk faal ginjal (LFG). Gambaran klinik
(keluhan subjektif dan objektif termasuk kelainan laboratorium) mempunyai
spektrum klinik luas dan melibatkan banyak organ dan tergantung dari derajat
penurunan faal ginjal.

b. Pemeriksaan laboratorium
Tujuan pemeriksaan laboratorium yaitu memastikan dan menentukan derajat
penurunan faal ginjal (LFG), identifikasi etiologi dan menentukan perjalanan
penyakit termasuk semua faktor pemburuk faal ginjal.
1) Pemeriksaan faal ginjal (LFG)
Pemeriksaan ureum, kreatinin serum dan asam urat serum sudah cukup memadai
sebagai uji saring untuk faal ginjal (LFG).
2) Etiologi gagal ginjal kronik (GGK)
Analisis urin rutin, mikrobiologi urin, kimia darah, elektrolit dan imunodiagnosis.
3) Pemeriksaan laboratorium untuk perjalanan penyakit
Progresivitas penurunan faal ginjal, hemopoiesis, elektrolit, endoktrin, dan
pemeriksaan lain berdasarkan indikasi terutama faktor pemburuk faal ginjal (LFG).

c. Pemeriksaan penunjang diagnosis


Pemeriksaan penunjang diagnosis harus selektif sesuai dengan tujuannya,
yaitu:
1) Diagnosis etiologi GGK
Beberapa pemeriksaan penunjang diagnosis, yaitu foto polos perut, ultrasonografi
(USG), nefrotomogram, pielografi retrograde, pielografi antegrade dan Micturating
Cysto Urography (MCU).
2) Diagnosis pemburuk faal ginjal
Pemeriksaan radiologi dan radionuklida (renogram) dan pemeriksaan ultrasonografi
(USG) (Suwitra, 2006).

Pencegahan
Upaya pencegahan terhadap penyakit ginjal kronik sebaiknya sudah mulai dilakukan
pada stadium dini penyakit ginjal kronik. Berbagai upaya pencegahan yang telah
terbukti bermanfaat dalam mencegah penyakit ginjal dan kardiovaskular, yaitu
pengobatan hipertensi (makin rendah tekanan darah makin kecil risiko penurunan
fungsi ginjal), pengendalian gula darah, lemak darah, anemia, penghentian merokok,
peningkatan aktivitas fisik dan pengendalian berat badan (Suwitra, 2006).

Penatalaksanaan
a. Terapi konservatif
Tujuan dari terapi konservatif adalah mencegah memburuknya faal ginjal secara
progresif, meringankan keluhan-keluhan akibat akumulasi toksin azotemia,
memperbaiki metabolisme secara optimal dan memelihara keseimbangan cairan dan
elektrolit.
1) Peranan diet
Terapi diet rendah protein (DRP) menguntungkan untuk mencegah atau
mengurangi toksin azotemia, tetapi untuk jangka lama dapat merugikan terutama
gangguan keseimbangan negatif nitrogen.
2) Kebutuhan jumlah kalori
Kebutuhan jumlah kalori (sumber energi) untuk GGK harus adekuat dengan
tujuan utama, yaitu mempertahankan keseimbangan positif nitrogen, memelihara
status nutrisi dan memelihara status gizi.
3) Kebutuhan cairan
Bila ureum serum > 150 mg% kebutuhan cairan harus adekuat supaya jumlah
diuresis mencapai 2 L per hari.
4) Kebutuhan elektrolit dan mineral
Kebutuhan jumlah mineral dan elektrolit bersifat individual tergantung dari LFG
dan penyakit ginjal dasar (underlying renal disease).

b. Terapi simtomatik

1) Asidosis metabolik
Asidosis metabolik harus dikoreksi karena meningkatkan serum kalium
(hiperkalemia). Untuk mencegah dan mengobati asidosis metabolik dapat
diberikan suplemen alkali. Terapi alkali (sodium bicarbonat) harus segera
diberikan intravena bila pH ≤ 7,35 atau serum bikarbonat ≤ 20 mEq/L.
2) Anemia
Transfusi darah misalnya Paked Red Cell (PRC) merupakan salah satu pilihan
terapi alternatif, murah, dan efektif. Terapi pemberian transfusi darah harus hati-
hati karena dapat menyebabkan kematian mendadak.
3) Keluhan gastrointestinal
Anoreksi, cegukan, mual dan muntah, merupakan keluhan yang sering dijumpai
pada GGK. Keluhan gastrointestinal ini merupakan keluhan utama (chief
complaint) dari GGK. Keluhan gastrointestinal yang lain adalah ulserasi mukosa
mulai dari mulut sampai anus. Tindakan yang harus dilakukan yaitu program terapi
dialisis adekuat dan obat-obatan simtomatik.
4) Kelainan kulit
Tindakan yang diberikan harus tergantung dengan jenis keluhan kulit.
5) Kelainan neuromuskular
Beberapa terapi pilihan yang dapat dilakukan yaitu terapi hemodialisis reguler
yang adekuat, medikamentosa atau operasi subtotal paratiroidektomi.
6) Hipertensi
Pemberian obat-obatan anti hipertensi.
7) Kelainan sistem kardiovaskular
Tindakan yang diberikan tergantung dari kelainan kardiovaskular yang diderita.

c. Terapi pengganti ginjal


Terapi pengganti ginjal dilakukan pada penyakit ginjal kronik stadium 5, yaitu pada
LFG kurang dari 15 ml/menit. Terapi tersebut dapat berupa hemodialisis, dialisis
peritoneal, dan transplantasi ginjal.

1) Hemodialisis
Tindakan terapi dialisis tidak boleh terlambat untuk mencegah gejala toksik
azotemia, dan malnutrisi. Tetapi terapi dialisis tidak boleh terlalu cepat pada
pasien GGK yang belum tahap akhir akan memperburuk faal ginjal (LFG).
Indikasi tindakan terapi dialisis, yaitu indikasi absolut dan indikasi elektif.
Beberapa yang termasuk dalam indikasi absolut, yaitu perikarditis,
ensefalopati/neuropati azotemik, bendungan paru dan kelebihan cairan yang tidak
responsif dengan diuretik, hipertensi refrakter, muntah persisten, dan Blood
Uremic Nitrogen (BUN) > 120 mg% dan kreatinin > 10 mg%. Indikasi elektif,
yaitu LFG antara 5 dan 8 mL/menit/1,73m², mual, anoreksia, muntah, dan astenia
berat.
Hemodialisis di Indonesia dimulai pada tahun 1970 dan sampai sekarang telah
dilaksanakan di banyak rumah sakit rujukan. Umumnya dipergunakan ginjal
buatan yang kompartemen darahnya adalah kapiler-kapiler selaput semipermiabel
(hollow fibre kidney). Kualitas hidup yang diperoleh cukup baik dan panjang
umur yang tertinggi sampai sekarang 14 tahun. Kendala yang ada adalah biaya
yang mahal.
2) Dialisis peritoneal (DP)
Akhir-akhir ini sudah populer Continuous Ambulatory Peritoneal Dialysis
(CAPD) di pusat ginjal di luar negeri dan di Indonesia. Indikasi medik CAPD,
yaitu pasien anak-anak dan orang tua (umur lebih dari 65 tahun), pasien-pasien
yang telah menderita penyakit sistem kardiovaskular, pasien-pasien yang
cenderung akan mengalami perdarahan bila dilakukan hemodialisis, kesulitan
pembuatan AV shunting, pasien dengan stroke, pasien GGT (gagal ginjal
terminal) dengan residual urin masih cukup, dan pasien nefropati diabetik disertai
co-morbidity dan co-mortality. Indikasi non-medik, yaitu keinginan pasien
sendiri, tingkat intelektual tinggi untuk melakukan sendiri (mandiri), dan di
daerah yang jauh dari pusat ginjal.

3) Transplantasi ginjal
Transplantasi ginjal merupakan terapi pengganti ginjal (anatomi dan faal)

3. 2. Penyakit Ginjal Kronik dan Anemia


Pendekatan Terhadap Pasien Anemia
Anemia secara fungsional didefinisikan sebagai penurunan jumlah masa eritrosit
sehingga tidak dapat memenuhi fungsinya untuk membawa oksigen ke jaringan
perifer (penurunan oxygen carrying capacity). Anemia dapat ditunjukan dengan
keadaan kadar hemoglobin, hematokrit dan disusul hitung eritrosit yang berada
dibawah batas normal.
Harga normal hemoglobin bervariasi tergantung pada umur, jenis kelamin,
adanya kehamilan, dan ketinggian tempat tinggal. WHO menetapkan kadar
hemoglobin cut off point anemia pada pria dewasa adalah <13 g/dl, dan untuk wanita
dewasa yang tidak sedang hamil adalah <12 g/dl.
Anemia hanyalah suatu sindrom, bukan suatu kesatuan penyakit, sehingga selain
menegakan diagnosis anemia, sedapat mungkin menentukan penyakit dasar yang
menyebabkan anemia tersebut.
Pendekatan diagnosis anemia dengan cara gabungan dari penilaian klinik dan
laboratorik adalah cara yang paling ideal. Pendekatan diagnostik klinik meliputi
kecepatan timbulnya penyakit, berat ringanya anemia, serta gejala yang menonjol.

Definisi dan Prevalensi Anemia Pada Penyakit Ginjal Kronik


Anemia ikut berkontribusi untuk penurunan kualitas hidup pada pasien dengan
penyakit ginjal kronik. Meskipun biasanya dalam tahap sedang dan tidak
terdapat simptom yang jelas, terjadinya anemia pada pasien PGK menyebabkan
outcomes yang buruk serta peningkatan biaya yang tinggi. National Kidney
Foundation mendefinisikan anemia pada penyakit ginjal kronik apabila
kadarHb≤13.5 g/dl pada pria dan 12.0 g/dl pada wanita.2 Gejala dan tanda dari
anemia pada pasien penyakit ginjal kronik adalah uremia, kelelahan, berkurangnya
nafsu makan, dan vasodilatasi pembuluh darah perifer.
Anemia merupakan hal yang sering dijumpai pada pasien dengan penyakit
diabetes dan penyakit ginjal kronik. Di Amerika diperkirakan 1 dari 5 pasien dengan
diabetes dan penyakit ginjal kronik stadium 3 memiliki anemia.
Penelitian yang dilakukan diberbagai pusat kesehatan di Amerika juga
menyatakan bahwa terdapat 47,7% dari 5222 pasien dengan PGK yang memiliki
anemia.
Studi yang dilakukan di Rumah Sakit Sanglah, Bali, menyetakan bahwa
prevalensi anemia pada pasien penyakit ginjal kronik adalah 84.5% dari 52 pasien
yang diteliti. Tingkat keparahan anemia akan berlanjut sejalan dengan derajat
keparahan dari penyakit ginjalnya.
Jenis Anemia Berdasarkan Kemungkinan Etiologi pada Pasien PGK
Banyak faktor yang dapat menjadi etiologi anemia pada pasien penyakit ginjal
kronik. Berbeda pada komplikasi dari penyakit ginjal kronik lain yang akan
membaik jika telah dilakukan hemodialisis, Anemia pada penyakit ginjal kronik akan
tetap terjadi meskipun pasien telah menjalani terapi hemodialysis. Jenis anemia
berdasarkan kemungkinan etiologi yang dapat ditemukan pada pasien PGK yang
menjalani hemodilaisis reguler yaitu anemia post hemoragik, anemia defisiensi besi,
anemia penyakit kronik, anemia hemolitik.

30
BAB IV
ANALISIS MASALAH

± 3 bulan SMRS os mengeluh badan badan terasa lemas, pandangan


berkunang (+), sakit kepala (+), sesak nafas (+) saat beristirahat, nyeri dada (-),
batuk (-), pilek (-), mual (+), muntah (+), demam (-), muka sembab (+), lengan
dan tungkai sembab (+). Os mengeluh nyeri pada bagian pinggang. Os juga
mengeluh BAK lebih sedikit ± ½ gelas belimbing per hari, nyeri saat BAK (-),
warna BAK gelap, BAB tidak ada keluhan. Kemudian os pergi ke rumah sakit
dan dilakukan transfusi darah sebanyak 6 kantong darah dan dilakukan cuci
darah. Os dikatakan sakit gagal ginjal.
± 1 bulan SMRS os mengeluh badan lemas (+), pandangan berkunang (-),
sakit kepala (-), sesak nafas (-) nyeri dada (-), batuk pilek (-), mual (-) muntah (-
), muka sembab (+) kaki sembab (+) os masih bisa beraktivitas dan belum pergi
ke rumah sakit. Os juga tidak melanjutkan cuci darah lagi sesuai jadwal.
± 2 hari SMRS OS mengeluh badan terasa lemas, sempoyongan (+),
pandangan berkunang (+), sakit kepala (+), sesak (-), nyeri dada (-), mual (-),
muntah (-), batuk (-), demam (-), nafsu makan dan minum menurun (+), muka
sembab (+), tungkai sembab (+), BAB tidak ada keluhan, BAK + ½ gelas
belimbing per hari, BAK berwarna gelap, nyeri saat BAK (-).
±1 hari SMRS OS mengeluh badan terasa lemas, sempoyongan (+),
pandangan berkunang (+), sakit kepala (+), sesak (+), nyeri dada (-), mual (+),
muntah (+), batuk (-), demam (+), nafsu makan dan minum menurun (+), BAB
tidak ada keluhan, muka sembab (+) tungkai semabab (+) BAK + ½ gelas
belimbing per hari, BAK berwarna gelap, nyeri saat BAK (-). Kemudian os
pergi ke RSUD Dr. Sobirin. Riwayat darah tinggi (+) tidak terkontrol, riwayat
kencing manis (-) riwayat sakit jantung (-) riwayat minum alkohol sejak + 10

31
tahun yang lalu, sebanyak 2 botol per minggu riwayat merokok sejak + 15
tahun yang lalu, 1 bungkus per hari, riwayat sakit ginjal dalam keluarga (-),
riwayat darah tinggi dalam keluarga (-), riwayat kencing manis dalam keluarga
(-).

PEMERIKSAAN FISIK:

• Mata: Konjungtiva Pucat (+/+)


• Lidah: Lidah Pucat (+/+)
• Abdomen: Hepar teraba 1 jari di bawah arcus costae
• Ekstremitas:
- Superior: Palmar Pucat (+/+)
- Inferior : Palmar Pucat (+/+)

PEMERIKSAAN PENUNJANG

Pemeriksaan Hasil Nilai Normal Interpretasi

Hb 4,1 13,0-18,0 Rendah

Ureum 147,9 21-43 Tinggi

Kreatinin 17,4 0,5-0,9 Tinggi

Dari hasil anamnesis dan pemeriksaan fisik, ditegakkan diagnosis


penyakit adalah CKD Stage V dengan Hiperkalemia dan Anemia Penyakit
Ginjal. Diagnosis CKD stage V didapat dari riwayat pasien yang biasa cuci
darah serta hasil perhitungan LFG pasien yaitu 5,85 ml/menit. Anemia ringan
didapat dari klinis pasien yaitu badan lemas, pemeriksaan
laboratorium menunjukan Hb yaitu 9,6, penyebab anemia, dari hasil
pemeriksaan laboratorium didapatkan hasil ureum dan kreatinin yang tinggi,
dengan ureum 185 dan kreatinin 12,7. Dari hasil perhitungan LFG
didapatkan hasil 5,85 ml/ menit menandakan gagal ginjal. Diduga anemia
ringan yang terjadi karena gagal ginjal kronik.
Terapi farmakologi yang diberikan pada pasien adalah IVFD Nacl 0,9%
500 cc/ 24 jam Inj. Furosemide 10 mg 2 amp (IV) Inj. omeprazol 4o mg 1 x 1
amp (IV) CaCO3 500 mg 3x1 tab (PO), Asam Folat 3x1 tab (PO), dan bicnat 3
x 1 tab.
Berdasarkan LFG pada pasien ini maka dilakukan terapi pengganti ginjal
dengan hemodialisa.
DAFTAR PUSTAKA

1. Lily SL. Patophysiology of Heart Disease fifth edition. North America:


Lippincott Williams & Wilkins, November 2010
2. Incidental Discovery of a Patent Ductus Arteriosus in Adult. Available
from : http;//www.jabfm.org/content/22/2/214.full
3. Sherwood, L. 2001. Fisiologi Manusia : dari Sel ke Sistem. Edisi 2.
Jakarta: EGC
4. BMJ best practice website. http://bestpractice.bmj.com/best-
practice/monograph/766/diagnosis/differential. Accessed 13 Mei2016
5. Zipes DP, eds. Braunwald's Heart Disease: A Textbook of Cardiovascular
Medicine. 8th ed. St. Louis, Mo: WB Saunders; 2007:chap 63.
6. Panggabean, Marulam M. Perikarditis. Buku ajar Ilmu Penyakit Dalam.
Ed 5 jilid 2. Jakarta: InternaPublishing; 2009. Hal: 1725-1726.
7. Pathophysiology of edema in congestive heart failure. Navas JP1,
Martinez-Maldonado M.
8. Perhimpunan Dokter Spesialis Penyakit Dalam Indonesia.
Penatalaksanaan di Bidang Ilmu Penyakit Dalam: Panduan Praktik Klinis.
Jakarta: InternaPublishing; 2015. Hal 594-605.

Anda mungkin juga menyukai