Anda di halaman 1dari 20

MANAJEMEN KEUANGAN ISLAM

Adverse Selection Dalam Industri Keuangan Islam

Disusun Oleh
Kelompok 3
Annisa Alifah Umairah (1606881304)
Isnafa Safitri (1606827460)
Nenden Irna Nursyahbani (1606823840)
Nuky Presiari (1606896281)
Raden Roro Azka Nadhira (1606827580)

FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS


UNIVERSITAS INDONESIA
DEPOK - 2019
STATEMENT OF AUTHORSHIP

Penulis yang bertanda tangan di bawah ini menyatakan bahwa tugas akhir terlampir
adalah murni hasil pekerjaan penulis sendiri. Tidak ada pekerjaan orang lain yang penulis
gunakan tanpa menyebutkan sumbernya.
Materi ini belum pernah disajikan/digunakan sebagai bahan untuk makalah/tugas pada
mata ajaran lain kecuali penulis menyatakan dengan jelas bahwa penulis menyatakan
menggunakannya.
Penulis memahami bahwa tugas yang penulis kumpulkan ini dapat diperbanyak dan
atau dikomunikasikan untuk tujuan mendeteksi adanya plagiarisme.

Nama : Annisa Alifah Umairah (1606881304)


Isnafa Safitri (1606827460)
Nenden Irna Nursyahbani (1606823840)
Nuky Presiari (1606896281)
Raden Roro Azka Nadhira (1606827580)
Judul Tugas : Adverse Selection Dalam Industri Keuangan Islam
Mata Ajaran : Manajemen Keuangan Islam
Kelas : MKI - B
Nama Dosen : Permata Wulandari, M.Si., Ph.D
Hari, Tanggal : Sabtu, 30 Maret 2019

____________________ ____________________ ____________________


Annisa Alifah Umairah Isnafa Safitri Nenden Irna Nursyahbani
(1606881304) (1606827460) (1606823840)

____________________ ____________________
Nuky Presiari Raden Roro Azka Nadhira
(1606896281) (1606827580)

2
DAFTAR ISI

3
BAB I
LANDASAN TEORI

Transaksi yang terjadi pada pasar uang sangat rentan terdapat asymmetric
information, yaitu keadaan ketika salah satu pihak tidak mengetahui seluruh informasi
tentang pihak lainnya yang dibutuhkan untuk membuat keputusan yang baik. Sebagai contoh,
peminjam uang biasanya akan lebih memiliki informasi mengenai risiko yang dapat terjadi
lebih dari pada pihak yang akan meminjamkan uangnya. Asymmetric information ini dapat
membuat permasalahan dalam sistem keuangan melalui dua jalur, yaitu sebelum transaksi
dilakukan (adverse selection) dan setelah transaksi dilakukan (moral hazard).
Mishkin (2008) menjelaskan bahwa adverse selection merupakan salah satu bentuk
asymmetric information yang terjadi sebelum transaksi keuangan dilakukan karena peminjam
dengan kualitas rendah (memiliki risiko kredit tinggi) adalah orang-orang yang memiliki
potensi diberikan kredit. Para peminjam dengan kualitas rendah ini biasanya akan mencari
pinjaman dengan bunga tinggi. Dari masalah adverse selection inilah sebagian besar dari
pinjaman biasanya merupakan kredit bermasalah. Adverse selection juga membuat lenders
untuk tidak memberikan pinjaman sama sekali karena takut adanya kemungkinan ini meski
banyak peminjam dengan kualitas tinggi di pasar.
Seperti yang dijelaskan oleh Mishkin (1991), asymmetric information yang
mengakibatkan adanya permasalahan adverse selection ini juga bisa mengakibatkan credit
rationing dimana beberapa peminjam tidak diterima pengajuan pinjamannya ketika mereka
bersedia membayar dengan suku bunga yang lebih tinggi. Seperti yang dijelaskan
sebelumnya, ini karena para peminjam dengan kualitas rendah ini biasanya akan mencari
pinjaman dengan bunga yang paling tinggi karena mereka memiliki risiko yang paling tinggi,
dan apabila usaha berisiko tinggi ini sukses maka mereka tetap akan menerima manfaatnya.
Oleh karena itu, tingginya tingkat suku bunga akan meningkatkan risiko adanya adverse
selection yang lebih besar, yaitu kemungkinan bank memberikan pada peminjam dengan
risiko kredit yang buruk.
Jika pemberi pinjaman, dalam hal ini pihak bank, tidak dapat membedakan siapa yang
merupakan peminjam dengan proyek investasi berisiko, bank mungkin ingin mengurangi
jumlah pinjaman yang dibuatnya, yang menyebabkan supply pinjaman berkurang dengan
tingkat suku bunga yang lebih tinggi dibanding dengan ketika tingkat suku bunga yang

4
rendah. Ini memungkinkan terjadi adanya excess demand untuk pinjaman dan kenaikan suku
bunga tidak lagi dapat menyeimbangkan pasar karena akan semakin mengurangi supply yang
diberikan dan menciptakan excess demand yang lebih tinggi lagi. Sedikit kenaikan pada
interest rate dapat mengakibatkan penurunan pemberian pinjaman yang sangat besar dan
meningkatkan kemungkinan terjadinya collapse pada pasar.
Setiap pemberian kredit oleh bank kepada para pengusaha dan masyarakat, selalu
memiliki risiko sangat tinggi. Oleh karena itu, dalam rangka memberikan kredit, bank harus
menerapkan asas-asas perkreditan yang sehat. Untuk menghindari risiko-risiko yang akan
dialami oleh bank sebagai pemberi kredit, maka bank dapat menerapkan metode agunan
sebagai jaminan tambahan yang diperlukan dalam pemberian kredit. Walaupun demikian,
permasalahan asymmetric information selalu menghantui pihak bank sebagai pemberi kredit.
Selain itu, permasalahan asymmetric information dapat berakibat krisis finansial pada
perekonomian. Seperti, kondisi suku bunga naik yang dapat berakibat pada adverse selection
sehingga mengakibatkan penurunan penawaran kredit oleh bank seperti yang telah dijelaskan
diatas. Selain itu, kondisi penurunan nilai agunan dapat berakibat pada penurunan debitur
dengan net worth yang rendah. Oleh karena itu, apabila terjadi kondisi bank rush (penarikan
dana besar-besaran), bank yang sehat dapat memproteksi dirinya dengan mencadangkan lebih
banyak likuiditas yang berakibat kontraksi dari sisi pemberian kreditnya.
Persoalan bunga penjaminan simpanan, juga perlu ditinjau secara konsisten setiap
periode tertentu dengan mengikuti perkembangan bunga pasar atau tingkat inflasi. Namun
yang perlu diperhatikan bahwa tingginya bunga penjaminan yang mengikuti perkembangan
bunga pasar juga harus diwaspadai konsekuensinya. Tingkat bunga penjaminan yang semakin
tinggi bisa memicu terjadinya adverse selection. Bank akan menempatkan sumber dana biaya
tinggi itu pada kredit berbunga tinggi. Dalam hal ini memang bank bisa mendasarkan asimetri
informasi yang tinggi pada kelompok debitur spekulatif (berkualitas buruk) dan kemudian
menetapkan bunga kredit tinggi. Tingkat bunga yang tinggi tersebut kemudian dikenakan
kepada semua calon debitur, akibatnya debitur yang sehat akan menolaknya dan pada
akhirnya penempatan kredit tersalurkan pada kelompok debitur berkualitas rendah. Hal ini
identik dengan bunga tinggi adalah risiko tinggi.
Analisis terhadap asymmetric information ini dapat memberikan gambaran mengenai
bagaimana gangguan pada pasar uang dapat berpengaruh dan membuat kecenderungan
penurunan aktivitas perekonomian secara agregat. Krisis finansial juga dapat diperparah

5
karena adanya adverse selection dan moral hazard karena pasar uang tidak dapat
menyalurkan dana dengan efisien ke orang-orang yang dapat menggunakan dana untuk
investasi produktif. Dengan demikian, krisis keuangan akan terjadi akibat ketidakmampuan
pasar keuangan untuk berfungsi secara efisien, yang akan mengarah pada kontraksi tajam
dalam kegiatan ekonomi.

6
BAB II
PEMBAHASAN

2.1. Pengertian Adverse Selection


Seperti yang telah dijelaskan sebelumnya, adverse selection merupakan salah satu
bentuk asymmetric information yang terjadi sebelum transaksi keuangan dilakukan karena
peminjam dengan kualitas rendah (memiliki risiko kredit tinggi) adalah orang-orang yang
memiliki potensi diberikan kredit. Para peminjam dengan kualitas rendah ini biasanya akan
mencari pinjaman dengan bunga tinggi. Dari masalah adverse selection inilah sebagian besar
dari pinjaman biasanya merupakan kredit bermasalah. Adverse selection juga membuat
lenders untuk tidak memberikan pinjaman sama sekali karena takut adanya kemungkinan ini
meski banyak peminjam dengan kualitas tinggi di marketplace.
Seperti yang dijelaskan oleh Mishkin (1991), asymmetric information yang
mengakibatkan adanya permasalahan adverse selection ini juga bisa mengakibatkan credit
rationing dimana beberapa peminjam tidak diterima pengajuan pinjamannya ketika mereka
bersedia membayar dengan suku bunga yang lebih tinggi. Seperti yang dijelaskan
sebelumnya, ini karena para peminjam dengan kualitas rendah ini biasanya akan mencari
pinjaman dengan bunga yang paling tinggi karena mereka memiliki risiko yang paling tinggi,
dan apabila usaha berisiko tinggi ini sukses maka mereka tetap akan menerima manfaatnya.
Oleh karena itu, tingginya tingkat suku bunga akan meningkatkan risiko adanya adverse
selection yang lebih besar, yaitu kemungkinan bank memberikan pada peminjam dengan
risiko kredit yang buruk.

2.2. Adverse Selection Dalam Industri Keuangan Konvensional


Industri keuangan konvensional, khususnya perbankan, adverse selection tidak akan
terjadi jika bank dan nasabahnya memiliki informasi yang sempurna dimana informasi yang
dimiliki bank sama banyaknya dengan yang dimiliki nasabah. Kenyataannya, bank
konvensional sering kali mengalami masalah adverse selection dalam pemberian kredit atau
pembiayaan.
Di Indonesia, ketika suku bunga mengalami kenaikan, penawaran kredit oleh bank
akan mengalami penurunan. Hal tersebut merupakan kondisi yang sangat berkaitan karena
kemungkinan debitur dapat mengembalikan pinjaman semakin kecil sehingga bank yang

7
memiliki informasi lebih banyak terkait kenaikan suku bunga akan melakukan tindakan
preventif. Persoalan bunga penjaminan simpanan, juga perlu ditinjau secara konsisten setiap
periode tertentu dengan mengikuti perkembangan bunga pasar atau tingkat inflasi. Namun
yang perlu diperhatikan bahwa tingginya bunga penjaminan yang mengikuti perkembangan
bunga pasar juga harus diwaspadai konsekuensinya. Tingkat bunga penjaminan yang semakin
tinggi bisa memicu terjadinya adverse selection. Bank akan menempatkan sumber dana biaya
tinggi itu pada kredit berbunga tinggi. Dalam hal ini memang bank bisa mendasarkan asimetri
informasi yang tinggi pada kelompok debitur spekulatif (berkualitas buruk) dan kemudian
menetapkan bunga kredit tinggi. Tingkat bunga yang tinggi tersebut kemudian dikenakan
kepada semua calon debitur, akibatnya debitur yang sehat akan menolaknya dan pada
akhirnya penempatan kredit tersalurkan pada kelompok debitur berkualitas rendah. Hal ini
identik dengan bunga tinggi adalah risiko tinggi.
Dalam menghadapi perusahaan skala kecil, liquidity constraint menjadi salah satu
faktor munculnya adverse selection karena perusahaan kecil sangat bergantung dengan
pinjaman bank sebagai sumber utama pembiayaan eksternalnya. Bank konvensional yang
menganggap perannya dengan nasabah sebagai kreditur dan debitur yang tidak memiliki nilai
kepercayaan membutuhkan adanya agunan untuk memastikan komitmen pengembalian
uangnya. Namun, jaminan juga memiliki biaya seperti adanya kemungkinan depresiasi.
Walaupun dengan adanya jaminan tidak mengurangi kemungkinan terjadinya adverse
selection melainkan hanya untuk memulihkan potensi kerugian. Jika manajer bank
konvensional bersifat risk averse maka ia akan membutuhkan jaminan dari perusahaan skala
kecil. Selain itu, bank membuat metode fail-safe untuk memulihkan kerugian jika terjadi
adverse selection yang berpengaruh pada kegagalan bisnis sehingga uang bank akan tetap
balik dengan metode tersebut. Dalam kondisi ketidakpastian, signaling merupakan suatu hal
yang penting agar bank dapat mencegah atau setidaknya memiliki persiapan untuk
menghadapinya.
Penilaian risiko yang lebih baik dapat membantu mengurangi masalah adverse
selection yang dihasilkan dari liquidity constraint yang dihadapi perusahaan baru berskala
kecil. Selain itu, hal yang dapat dilakukan untuk mengatasi asymmetric information pada
dasarnya terletak pada penyediaan informasi analisis sektoral yang perlu ditingkatkan. Pihak
perusahaan dapat melakukan pelatihan manajerial terkait keterampilan komunikasi dan
negosiasi untuk meminimalisir munculnya adverse selection .

8
2.3 Kasus Adverse Selection Dalam Industri Keuangan Islam
Dalam pasar keuangan Islam, kasus adverse selection umumnya terjadi pada transaksi
kredit/pembiayaan mudharabah. Menurut Fatwa DSN-MUI No: 07/DSNMUI/IV/2000,
mudharabah adalah akad kerja sama usaha antara dua pihak di mana pihak pertama (shahibul
maal) menyediakan 100% modal, sedangkan pihak lainnya (mudharib) menjadi pengelola
dana tersebut. Keuntungan usaha dengan akad mudharabah dibagi menurut kesepakatan yang
dituangkan dalam kontrak, sedangkan apabila rugi ditanggung oleh pemilik modal selama
kerugian tersebut bukan diakibatkan oleh kelalaian pengelola. Apabila kerugian tersebut
terjadi akibat dari kecurangan atau kelalaian pengelola, ia harus bertanggung jawab atas
kerugian tersebut.
Adverse selection dalam transaksi kredit/pembiayaan mudharabah merupakan
permasalahan yang timbul ketika pemilik dana memilih pengelola dana/mudharib yang akan
diberikan kredit/pembiayaan (Tarsidin, 2010:43). Asymmetric information yang menjadi
permasalahan tersebut terjadi sebelum disalurkannya kredit/pembiayaan (ex ante).
Permasalahan muncul akibat ketidaktahuan pemilik dana/shahibul maal terhadap
karakteristik mudharib secara pasti. Hal tersebut terjadi ketika peminjam potensial
kemungkinan besar membuahkan hasil yang tidak diinginkan (adverse), yakni risiko kredit
yang tinggi (Mishkin, 2008:50). Jumlah profit pun tidak diperjanjikan dalam kontrak bagi
hasil. Pada kenyataannya, skema bagi hasil ditetapkan di muka dan akan tetap berlaku tanpa
melihat berapa pun profit yang diperoleh mudharib dari usaha atau proyek yang dijalankan.
Hal tersebut menyebabkan mudharib kurang termotivasi untuk mencapai suatu jumlah profit
tertentu dan kemudian menyatakan bahwa dirinya memiliki karakteristik tinggi pada saat
mengajukan kredit/pembiayaan sehingga dapat memperoleh rasio bagi hasil yang tinggi pula
untuk dirinya (Tarsidin, 2010:45).
Agar pendapatan bagi hasil yang diterima oleh pemilik dana/shahibul maal lebih
tinggi, pemilik dana/shahibul maal akan menawarkan rasio bagi hasil yang lebih tinggi pula
kepada mudharib karena mudharib dengan karakteristik yang tinggi akan menghasilkan profit
yang lebih besar. Sementara itu, mudharib dengan karakteristik yang rendah hanya
ditawarkan rasio bagi hasil yang rendah pula baginya. Dengan demikian, skema bagi hasil
yang ditawarkan oleh pemilik dana/shahibul maal tersebut dapat dijadikan suatu alat seleksi.
Layaknya memperoleh kredit/pembiayaan dengan rasio bagi hasil yang tinggi, mudharib
dengan skema bagi hasil tersebut akan berusaha menyatakan karakteristik tingginya kepada

9
shahibul maal. Hal tersebut kemudian menyebabkan timbulnya permasalahan adverse
selection, yaitu suatu keadaan ketika shahibul maal salah memilih mudharib yang berhak
memperoleh kredit atau pembiayaan.
Asymmetric information dalam bentuk adverse selection ini menjadi masalah besar
dalam perbankan Islam, salah satunya yang terjadi pada PT Bank BNI Syariah Kantor
Cabang Tanjung Karang. BNI Syariah KC Tanjung Karang menggunakan akad mudharabah
pada salah satu transaksi kredit/pembiayaannya. Permasalahan pun terjadi dalam menyeleksi
nasabah yang akan diberikan kredit/pembiayaan dengan akad mudharabah ini. BNI Syariah
KC Tanjung Karang harus menghadapi risiko yang tinggi dalam menjalankan
kredit/pembiayaan tersebut yang kemudian menyebabkan ditetapkannya persyaratan dan
standar analisis yang lebih ketat dibandingkan dengan pembiayaan produktif lainnya.
Permasalahan adverse selection yang dihadapi BNI Syariah KC Tanjung Karang
terjadi sebelum berjalannya pembiayaan, yakni saat nasabah memberikan informasi tentang
kondisi perusahaannya. Di kesempatan inilah nasabah dapat melakukan tindakan hidden
information, yakni memanipulasi informasi yang sesungguhnya, baik tentang kondisi
finansial maupun kemampuan dalam mengelola usaha yang seolah-olah baik kondisinya,
dengan aset yang besar, rasio utang yang baik, serta modal yang baik pula. Informasi yang
diterima bank dari nasabah ini disampaikan dengan kondisi yang lebih baik dari kondisi yang
sesungguhnya, dengan tujuan agar pembiayaan yang diajukan oleh nasabah dapat diterima
oleh bank.
Kekeliruan dalam menganalisis kondisi dan kemampuan nasabah yang akan diberikan
kredit/pembiayaan mudharabah itu sendiri menjadi salah satu permasalahan yang harus
dihadapi oleh BNI Syariah KC Tanjung Karang. Tujuan dari analisis tersebut adalah untuk
mengetahui kondisi usaha nasabah salah satunya dari segi finansial, untuk menentukan
jumlah pembiayaan yang pantas dan wajar, serta untuk mengetahui kemampuan nasabah
dalam membayar pengembalian pembiayaan. Oleh sebab itu, kekeliruan dalam menganalisis
harus dihindari oleh pihak bank guna mendapatkan nasabah pembiayaan mudharabah yang
layak dan berkompeten. Pada dasarnya, kekeliruan bank dalam menganalisis kondisi dan
kemampuan nasabah tentu pernah terjadi, salah satunya yang dilakukan BNI Syariah KC
Tanjung Karang, baik secara materiel maupun imateriel. Untuk itu, pihak BNI Syariah selalu
mengedepankan prinsip kehati-hatian yang tinggi agar kesalahan dalam menganalisis nasabah
ini tidak berlanjut sampai ke tahap pelaksanaan akad pembiayaan mudharabah.

10
Dalam upaya menanggulanginya, pihak bank terkadang sulit untuk mendapatkan
informasi yang akurat tentang karakteristik dan informasi lainnya dari calon nasabah yang
akan diberikan kredit/pembiayaan mudharabah. Dalam hal ini, pihak bank harus
memverifikasi tentang kebenaran dari data nasabah. Sebagai lembaga keuangan berbasis
profit, BNI Syariah KC Tanjung Karang tentu enggan melakukan verifikasi dengan biaya
tinggi, yaitu jika verifikasi tersebut hanya akan menghasilkan keuntungan yang sedikit bagi
pihak bank.
Sebagai salah satu alternatif dalam upaya memverifikasi kebenaran data nasabah, BNI
Syariah KC Tanjung Karang menghubungi orang terdekat nasabah untuk melakukan
wawancara dan mengecek langsung usaha yang akan dibiayai oleh bank. Wawancara ini
dapat dilakukan baik secara langsung melalui kunjungan langsung maupun secara tidak
langsung melalui telepon. Wawancara yang dilakukan secara tidak langsung ini merupakan
upaya dari BNI Syariah KC Tanjung Karang dalam meminimalkan biaya verifikasi karena
wawancara yang dilakukan melalui telepon tentu akan menggunakan biaya yang lebih sedikit
jika dibandingkan dengan wawancara dengan kunjungan langsung kepada nasabah
pembiayaan mudharabah. Dengan dilakukannya verifikasi oleh BNI Syariah, permasalahan
yang tersebut di atas seperti sulitnya mengetahui karakter nasabah yang sesungguhnya dapat
diatasi, sehingga bank dapat memperoleh informasi-informasi yang dibutuhkan terkait
karakteristik dan usaha yang dijalankan nasabah dengan baik.
Asymmetric information menyebabkan kekeliruan analisis dari pengusul
kredit/pembiayaan mudharabah. Jika kekeliruan dalam menganalisis tidak disadari oleh
pihak bank, pada tahapan-tahapan pembiayaan mudharabah yang selanjutnya akan terjadi
kekeliruan pula. Akan tetapi, kekeliruan dalam menganalisis kondisi dan kemampuan
nasabah pada BNI Syariah KC Tanjung Karang tidak berlanjut sampai proses pencairan,
sehingga tidak menyebabkan kerugian pada bank. Hal seperti ini harus selalu diwaspadai agar
tidak berlanjut sampai berlangsungnya pembiayaan mudharabah guna menghindari potensi
terjadinya pembiayaan bermasalah.
Berdasarkan hasil wawancara yang dilakukan Ila Pangestu dalam studinya pada tahun
2018, didapatkan informasi bahwa dari tahun 2015 terdapat sebanyak 38% nasabah yang
tidak memenuhi syarat sehingga gagal mendapatkan pembiayaan dari BNI Syariah.
Disebabkan oleh tingginya risiko pada pembiayaan mudharabah, sejak tahun 2015 pihak BNI
Syariah mencoba mengurangi portofolio di Pembiayaan Linkage Program. Bahkan saat ini

11
BNI Syariah KC Tanjung Karang tidak lagi menyalurkan pembiayaan pada sektor linkage
program. Akan tetapi, hal tersebut bukan berarti BNI Syariah tidak akan ekspansi ke sektor
linkage program, hanya saja pihak bank akan lebih berhati-hati terhadap risiko-risiko yang
akan muncul. Selain itu, dari sisi calon nasabah yang mengajukan pembiayaan, terdapat
nasabah yang tidak memenuhi syarat dan ketentuan, tetapi jumlahnya tidak banyak karena
pembiayaan mudharabah yang disalurkan juga tidak banyak.
Berdasarkan permasalahan adverse selection yang dihadapi tersebut, langkah yang
dilakukan pihak BNI Syariah dalam mengatasi nasabah yang memiliki karakteristik rendah
dan melakukan penyimpangan serta penyembunyian informasi adalah dengan menerapkan
prinsip kehati-hatian yang tinggi dalam menyalurkan pembiayaan mudharabah, yakni dengan
selalu mengedepankan prinsip prudential banking dalam menyalurkan pembiayaan
mudharabah.

2.4 Penanggulangan Adverse Selection Dalam Industri Keuangan


Karakterisasi khusus tentang bagaimana adverse selection yang merugikan dan
mengganggu fungsi pasar secara efisien diuraikan dalam artikel terkenal oleh pemenang
Hadiah Nobel George Akerlof. Artikel ini disebut “lemons problem” karena mirip dengan
masalah yang diciptakan oleh lemon di pasar mobil bekas. Calon pembeli mobil bekas
seringkali tidak dapat menilai kualitas mobil; yaitu, mereka tidak dapat mengatakan apakah
mobil bekas tertentu adalah mobil yang akan berjalan baik atau ‘lemon’ yang akan terus
memberi mereka kesedihan. Oleh karena itu, harga yang dibayar pembeli harus
mencerminkan kualitas rata-rata mobil di pasar, di suatu tempat antara nilai rendah lemon dan
nilai tinggi dari mobil yang bagus.
Dengan tidak adanya informasi asimetris, ‘lemons problem’ pun hilang. Jika pembeli
tahu banyak tentang kualitas mobil bekas sebagai penjual sehingga semua yang terlibat dapat
mengetahui mobil mana yang paling baik dari yang buruk, pembeli akan bersedia membayar
nilai penuh untuk mobil bekas yang paling baik tersebut. Karena pemilik mobil bekas yang
baik tersebut sekarang bisa mendapatkan harga yang wajar, mereka akan bersedia menjualnya
di pasar. Pasar akan memiliki banyak transaksi dan akan melakukan tugasnya dengan
menyalurkan mobil-mobil bagus kepada orang-orang yang menginginkannya.
Demikian pula, jika pembeli sekuritas dapat membedakan perusahaan yang baik dari
yang buruk, mereka akan membayar nilai penuh dari sekuritas yang dikeluarkan oleh

12
perusahaan yang baik, dan perusahaan yang baik akan menjual sekuritas mereka di pasar.
Pasar sekuritas kemudian akan dapat memindahkan dana ke perusahaan bagus yang memiliki
peluang investasi paling produktif.
Adapun alat-alat yang dapat digunakan untuk membantu menyelesaikan masalah
adverse selection adalah sebagai berikut:

1. Produksi Pribadi dan Penjualan Informasi


Solusi untuk adverse selection yang merugikan di pasar keuangan adalah dengan
menghilangkan informasi asimetris dengan mengumpulkan orang-orang yang memasok dana
dengan perincian lengkap tentang individu atau perusahaan yang ingin membiayai kegiatan
investasi mereka. Salah satu cara untuk mendapatkan materi ini kepada penabung-pemberi
pinjaman adalah dengan meminta perusahaan swasta mengumpulkan dan menghasilkan
informasi yang membedakan yang perusahaan mana yang baik dari perusahaan yang buruk
dan kemudian menjualnya. Di Kanada, perusahaan seperti Standard & Poor s dan Dominion
Bond Rating Service mengumpulkan informasi tentang posisi neraca perusahaan dan kegiatan
investasi perusahaan-perusahaan, yang kemudian menerbitkan data ini, dan menjualnya
kepada pelanggan (individu, perpustakaan, dan perantara keuangan yang terlibat dalam
pembelian sekuritas).
Namun, sistem produksi dan penjualan informasi pribadi tidak sepenuhnya
menyelesaikan adverse selection yang merugikan di pasar sekuritas, karena ada sesuatu yang
disebut masalah free-rider. Masalah free-rider terjadi ketika orang yang tidak membayar
informasi mengambil keuntungan dari informasi yang telah dibayar orang lain. Masalah free
rider menunjukkan bahwa penjualan informasi secara pribadi hanya akan menjadi solusi
parsial untuk lemons problem. Karena dengan adanya free rider ini, seseorang tidak dapat
lagi membeli sekuritas kurang dari nilai sebenarnya. Sekarang karena tidak akan mendapat
untung dari membeli informasi, maka seharusnya tidak membayar informasi ini sejak awal.
Jika investor lain mencapai realisasi yang sama, perusahaan swasta dan perorangan mungkin
tidak dapat menjual cukup informasi ini untuk membuatnya bernilai saat mereka
mengumpulkan dan memproduksinya. Melemahnya kemampuan perusahaan swasta untuk
mendapat untung dari penjualan informasi akan berarti bahwa lebih sedikit informasi yang
dihasilkan di pasar, sehingga adverse selection yang merugikan (problems lemon) masih akan
mengganggu fungsi pasar efek yang efisien.

13
2. Peraturan Pemerintah untuk Meningkatkan Informasi
Masalah free rider mencegah pasar swasta menghasilkan informasi yang cukup untuk
menghilangkan semua informasi asimetris yang mengarah pada adverse selection. Intervensi
pemerintah dapat membantu menyelesaikan masalah informasi asimetris, misalnya,
pemerintah dapat menghasilkan informasi untuk membantu investor membedakan yang baik
dari perusahaan yang buruk dan memberikannya kepada publik secara gratis. Namun, solusi
ini akan melibatkan pemerintah dalam mengeluarkan informasi negatif tentang perusahaan,
sebuah praktik yang mungkin sulit secara politis.
Kemungkinan kedua (dan diikuti oleh Kanada dan sebagian besar pemerintah di
seluruh dunia) adalah bagi pemerintah untuk mengatur pasar sekuritas dengan cara yang
mendorong perusahaan untuk mengungkapkan informasi jujur ​tentang diri mereka sehingga
investor dapat menentukan seberapa baik atau buruk perusahaan itu. Di Kanada, ada
peraturan pemerintah yang mengharuskan perusahaan yang menjual sekuritas untuk memiliki
audit independen, di mana perusahaan akuntansi menyatakan bahwa perusahaan mematuhi
prinsip-prinsip akuntansi standar dan mengungkapkan informasi tentang penjualan, aset, dan
pendapatan. Peraturan serupa ditemukan di negara lain. Namun, persyaratan pengungkapan
tidak selalu berfungsi dengan baik, seperti keruntuhan Enron dan skandal akuntansi baru-baru
ini di perusahaan lain, seperti WorldCom dan Parmalat (sebuah perusahaan Italia).
Masalah informasi asimetris dari adverse selection di pasar keuangan membantu
menjelaskan mengapa pasar keuangan adalah salah satu sektor yang paling banyak diatur
dalam perekonomian. Peraturan pemerintah untuk meningkatkan informasi bagi investor
diperlukan untuk mengurangi masalah seleksi yang merugikan, yang mengganggu fungsi
pasar sekuritas (saham dan obligasi) yang efisien. Meskipun peraturan pemerintah
mengurangi adverse selection, itu tidak menghilangkannya. Bahkan ketika perusahaan
memberikan informasi kepada publik tentang penjualan, aset, atau pendapatan mereka,
mereka masih memiliki lebih banyak informasi daripada investor: ada banyak hal untuk
mengetahui kualitas perusahaan daripada yang dapat diberikan oleh statistik. Selain itu, firma
yang buruk memiliki insentif untuk membuat diri mereka terlihat seperti firma yang baik
karena ini akan memungkinkan mereka untuk mengambil harga yang lebih tinggi untuk
sekuritas mereka. Perusahaan yang buruk akan memiringkan informasi yang harus mereka
sampaikan kepada publik, sehingga mempersulit investor untuk memilah perusahaan yang
baik dari yang buruk.

14
3. Intermediasi Keuangan
Sejauh ini kita telah melihat bahwa produksi informasi swasta dan peraturan
pemerintah untuk mendorong penyediaan informasi berkurang tetapi tidak menghilangkan
adverse selection di pasar keuangan. Bagaimana, kemudian, struktur keuangan dapat
membantu mempromosikan aliran dana kepada orang-orang dengan peluang investasi
produktif ketika ada informasi asimetris? Petunjuk diberikan oleh struktur pasar mobil bekas.
Fitur penting dari pasar mobil bekas adalah bahwa sebagian besar mobil bekas tidak
dijual langsung oleh satu orang ke orang lain. Seseorang yang mempertimbangkan untuk
membeli mobil bekas mungkin membayar untuk informasi yang diproduksi secara pribadi
dengan berlangganan majalah seperti Consumer Reports untuk mengetahui apakah merek
mobil tertentu memiliki catatan perbaikan yang baik. Namun demikian, membaca Consumer
Reports tidak menyelesaikan adverse selection karena walaupun merek mobil tertentu
memiliki reputasi yang baik, mobil tertentu yang seseorang coba jual bisa menjadi ‘lemon’.
Calon pembeli juga dapat membawa mobil bekas ke montir untuk sekali jalan. Tetapi calon
pembeli pun tidak akan tahu montir tersebut merupakan seorang mekanik yang dapat
dipercaya atau tidak dan mekanik itu bisa saja membebankan biaya tinggi untuk
mengevaluasi mobil.
Mobil bekas tidak dijual langsung melainkan dijual oleh perantara, dealer mobil
bekas yang membeli mobil bekas dari individu dan menjualnya kembali ke orang lain. Dealer
mobil bekas menghasilkan informasi di pasar dengan menjadi ahli dalam menentukan apakah
mobil itu buah ‘persik’ atau ‘lemon’. Orang lebih cenderung membeli mobil bekas karena
jaminan dealer, dan dealer dapat memperoleh untung dari produksi informasi tentang
kualitas mobil dengan mampu menjual mobil bekas dengan harga lebih tinggi daripada dealer
dibayar untuk itu.
Sama seperti dealer mobil bekas yang membantu memecahkan adverse selection di
pasar mobil, perantara keuangan memainkan peran yang sama di pasar keuangan. Perantara
keuangan seperti bank menjadi ahli dalam menghasilkan informasi tentang perusahaan
sehingga dapat memilah risiko kredit yang baik dari yang buruk. Kemudian dapat
memperoleh dana dari deposan dan meminjamkannya ke perusahaan yang baik. Karena bank
mampu meminjamkan sebagian besar kepada perusahaan-perusahaan yang baik, bank dapat
memperoleh pengembalian pinjaman yang lebih tinggi daripada bunga yang harus dibayarnya

15
kepada para penabungnya. Keuntungan yang dihasilkan oleh bank memungkinkannya untuk
terlibat dalam aktivitas produksi informasi ini.
Unsur penting dalam kemampuan bank untuk mendapat untung dari informasi yang
dihasilkannya adalah bahwa ia menghindari masalah free rider dengan membuat pinjaman
pribadi daripada membeli sekuritas yang diperdagangkan di pasar terbuka. Karena pinjaman
pribadi tidak diperdagangkan, investor lain tidak dapat melihat apa yang dilakukan bank dan
menawar harga pinjaman sampai-sampai bank tidak menerima kompensasi atas informasi
yang telah dihasilkannya. Peran bank sebagai perantara yang memegang sebagian besar
pinjaman yang tidak diperdagangkan adalah kunci keberhasilannya dalam mengurangi
informasi asimetris di pasar keuangan.
Analisis terhadap adverse selection menunjukkan bahwa perantara keuangan pada
umumnya, dan bank khususnya, mereka memegang sebagian besar pinjaman non-traded,
karena harus memainkan peran yang lebih besar dalam memindahkan dana ke perusahaan
daripada pasar sekuritas. Dengan demikian analisis ini menjelaskan mengapa keuangan tidak
langsung jauh lebih penting daripada keuangan langsung dan mengapa bank adalah sumber
dana eksternal yang paling penting untuk bisnis pembiayaan.
Fakta penting lain yang dijelaskan oleh analisis di sini adalah pentingnya bank dalam
sistem keuangan negara berkembang. Seperti yang telah kita lihat, ketika kualitas informasi
tentang perusahaan lebih baik, masalah informasi asimetris akan lebih ringan, dan akan lebih
mudah bagi perusahaan untuk menerbitkan sekuritas. Sebuah konsekuensi wajar dari analisis
ini adalah bahwa ketika informasi tentang perusahaan menjadi lebih mudah diperoleh, peran
bank akan menurun. Perkembangan besar dalam 20 tahun terakhir adalah peningkatan besar
dalam teknologi informasi. Jadi analisis di sini menunjukkan bahwa peran peminjaman
lembaga keuangan seperti bank seharusnya menurun, dan inilah yang sebenarnya terjadi.
Analisis terhadap adverse selection juga menjelaskan mengapa perusahaan besar lebih
mungkin mendapatkan dana dari pasar sekuritas (rute langsung), daripada dari bank dan
perantara keuangan (rute tidak langsung). Semakin terkenal sebuah perusahaan, semakin
banyak informasi tentang kegiatannya tersedia di pasar. Dengan demikian lebih mudah bagi
investor untuk mengevaluasi kualitas korporasi dan menentukan apakah itu perusahaan yang
baik atau yang buruk. Karena investor memiliki lebih sedikit kekhawatiran tentang adverse
selection pada perusahaan terkenal, mereka akan bersedia untuk berinvestasi langsung di

16
sekuritas mereka. Dengan demikian analisis ini menyarankan bahwa harus ada pecking order
untuk perusahaan yang dapat menerbitkan sekuritas.

4. Collateral (Jaminan) dan Net Worth


Adverse selection mengganggu fungsi pasar keuangan hanya jika pemberi pinjaman
menderita kerugian ketika peminjam tidak dapat melakukan pembayaran pinjaman dan
dengan demikian gagal bayar. Jaminan, properti yang dijanjikan kepada kreditur jika
peminjam default, mengurangi konsekuensi dari adverse selection karena mengurangi
kerugian kreditor jika terjadi default. Jika peminjam lalai dalam pinjaman, kreditur dapat
menjual jaminan dan menggunakan hasilnya untuk menebus kerugian pinjaman. Kehadiran
adverse selection di pasar kredit dengan demikian memberikan penjelasan mengapa jaminan
merupakan fitur penting dari kontrak utang.
Net worth (juga disebut modal ekuitas), perbedaan antara aset perusahaan (apa yang
dimilikinya atau yang dimiliki) dan kewajibannya (apa yang menjadi kewajibannya), dapat
melakukan peran yang mirip dengan jaminan. Jika suatu perusahaan memiliki kekayaan
bersih yang tinggi, maka bahkan jika ia terlibat dalam investasi yang menyebabkannya
memiliki laba negatif dan default pada pembayaran utangnya, pemberi pinjaman dapat
mengambil hak atas kekayaan bersih perusahaan, menjualnya, dan menggunakan hasil untuk
menutup sebagian kerugian dari pinjaman. Selain itu, semakin banyak nilai bersih yang
dimiliki suatu perusahaan, semakin kecil kemungkinannya untuk gagal bayar karena
perusahaan tersebut memiliki bantalan aset yang dapat digunakan untuk melunasi
pinjamannya. Oleh karena itu ketika perusahaan yang mencari kredit memiliki kekayaan
bersih yang tinggi, konsekuensi dari seleksi yang merugikan kurang penting dan pemberi
pinjaman lebih bersedia untuk memberikan pinjaman.

17
BAB III
KESIMPULAN

Transaksi pada pasar uang sangat rentan untuk mengalami asymmetric information,
yaitu keadaan ketika salah satu pihak tidak mengetahui seluruh informasi tentang pihak
lainnya yang dibutuhkan untuk membuat keputusan yang baik. Sebagai contoh, peminjam
uang biasanya akan lebih memiliki informasi mengenai risiko yang dapat terjadi lebih dari
pada pihak yang akan meminjamkan uangnya. Asymmetric information ini dapat membuat
permasalahan dalam sistem keuangan melalui dua jalur, yaitu sebelum transaksi dilakukan
(adverse selection) dan setelah transaksi dilakukan (moral hazard). Adverse selection sendiri
merupakan salah satu bentuk asymmetric information yang terjadi sebelum transaksi
keuangan dilakukan karena peminjam dengan kualitas rendah (memiliki risiko kredit tinggi)
adalah orang-orang yang memiliki potensi diberikan kredit.
Industri keuangan konvensional, khususnya perbankan, adverse selection tidak akan
terjadi jika bank dan nasabahnya memiliki informasi yang sempurna dimana informasi yang
dimiliki bank sama banyaknya dengan yang dimiliki nasabah. Kenyataannya, bank
konvensional sering kali mengalami masalah adverse selection dalam pemberian kredit atau
pembiayaan. Seperti contoh di Indonesia, ketika suku bunga mengalami kenaikan, penawaran
kredit oleh bank akan mengalami penurunan. Hal tersebut merupakan kondisi yang sangat
berkaitan karena kemungkinan debitur dapat mengembalikan pinjaman semakin kecil
sehingga bank yang memiliki informasi lebih banyak terkait kenaikan suku bunga akan
melakukan tindakan preventif
Sedangkan, adverse selection pula dapat terjadi pada sektor keuangan Islam. Adverse
selection dalam transaksi kredit biasa terjadi pada pembiayaan mudharabah dimana
permasalahan yang timbul ketika pemilik dana memilih pengelola dana/mudharib yang akan
diberikan kredit/pembiayaan. Asymmetric information yang menjadi permasalahan tersebut
terjadi sebelum disalurkannya kredit/pembiayaan (ex ante). Permasalahan muncul akibat
ketidaktahuan pemilik dana/shahibul maal terhadap karakteristik mudharib secara pasti. Hal
tersebut terjadi ketika peminjam potensial kemungkinan besar membuahkan hasil yang tidak
diinginkan (adverse), yakni risiko kredit yang tinggi.
Ada sejumlah cara untuk menanggulangi permasalahan adverse selection,
diantaranya:

18
1. Produksi Pribadi dan Penjualan Informasi
Solusi untuk adverse selection yang merugikan di pasar keuangan adalah dengan
menghilangkan informasi asimetris dengan mengumpulkan orang-orang yang memasok dana
dengan perincian lengkap tentang individu atau perusahaan yang ingin membiayai kegiatan
investasi mereka.
2. Peraturan Pemerintah untuk Meningkatkan Informasi
Intervensi pemerintah dapat membantu menyelesaikan masalah informasi asimetris,
misalnya, pemerintah dapat menghasilkan informasi untuk membantu investor membedakan
yang baik dari perusahaan yang buruk dan memberikannya kepada publik secara gratis.
3. Intermediasi Keuangan
Unsur penting dalam kemampuan bank untuk mendapat untung dari informasi yang
dihasilkannya adalah bahwa ia menghindari masalah free rider dengan membuat pinjaman
pribadi daripada membeli sekuritas yang diperdagangkan di pasar terbuka. Karena pinjaman
pribadi tidak diperdagangkan, investor lain tidak dapat melihat apa yang dilakukan bank dan
menawar harga pinjaman sampai-sampai bank tidak menerima kompensasi atas informasi
yang telah dihasilkannya. Peran bank sebagai perantara yang memegang sebagian besar
pinjaman yang tidak diperdagangkan adalah kunci keberhasilannya dalam mengurangi
informasi asimetris di pasar keuangan.
4. Collateral (Jaminan) dan Net Worth

19
DAFTAR PUSTAKA

Deakins, David & Guhlum Hussain. 1994. International Journal of Bank Marketing: Risk
Assessment with Asymmetric Information, vol 12, 24-31.
Ibrahim, Taswan & Ragimun. 2010. Moral Hazard dan Pencegahannya pada Industri
Perbankan di Indonesia. Jakarta: Kementerian Keuangan Republik Indonesia.
Mishkin, Frederic S.. 1991. NBER Working Papers Series: Anatomy of Financial Crisis.
London: Cambridge National Bureau of Economic Research.
Mishkin, Frederic S.. 2008. The Economics of Money, Banking, and Financial Markets 11th
Edition. London: Pearson Education.
Pangestu, Ila. 2018. Analisis Asymmetric Information Terhadap Pembiayaan Mudharabah
dan Penanganannya Pada PT Bank BNI Syariah Kantor Cabang Tanjung Karang.
Lampung: Universitas Islam Negeri Raden Intan.
Tarsidin. 2010. Bagi Hasil: Konsep dan Analisis. Jakarta: Fakultas Ekonomi Universitas
Indonesia.

20

Anda mungkin juga menyukai