Anda di halaman 1dari 28

UNIVERSITAS INDONESIA

ANALISIS STRATEGI PEMASARAN PADA ORGANISASI FILANTROPI ISLAM:


STUDI KASUS PADA AKSI CEPAT TANGGAP (ACT)

TUGAS AKHIR MATA KULIAH MANAJEMEN ORGANISASI FILANTROPI ISLAM

Disusun oleh:

Aghnia Putriningrum 1606890302

Amelia Dhiena Berliani 1606882212

Aulia Fitria Ulfah 1606892491

Ayudya Putri W. 1606822831

Nuky Presiari D. 1606896281

Pengajar:

Miranti Kartika Dewi S.E., M.B.A., Ph.D.


Ruri Eka Fauziah Nasution S.E., M.Sc.

UNIVERSITAS INDONESIA

DEPOK

DESEMBER 2019
Statement of Authorship

Kami yang tersebut di bawah ini menyatakan bahwa tugas makalah ini adalah murni hasil
pekerjaan kami sendiri. Tidak ada pekerjaan orang lain yang kami gunakan tanpa menyebutkan
sumbernya.
Materi ini belum pernah disajikan/digunakan sebagai bahan untuk makalah/tugas pada
mata ajaran lain kecuali kami menyatakan dengan jelas bahwa kami menyatakan
menggunakannya.
Kami memahami bahwa tugas yang Kami kumpulkan ini dapat diperbanyak dan atau
dikomunikasikan untuk tujuan mendeteksi adanya plagiarisme.

Nama-NPM : Aghnia Putriningrum - 1606890302

Amelia Dhiena Berliani - 1606882212

Aulia Fitria Ulfah - 1606892491

Ayudya Putri W. - 1606822831

Nuky Presiari D. - 1606896281

Jenis Tugas : Makalah

Judul Makalah : Analisis Strategi Pemasaran pada Organisasi Filantropi Islam: Studi Kasus
pada Aksi Cepat Tanggap (ACT)

Tanggal : 16 Desember 2019

Nama Dosen : Miranti Kartika Dewi S.E., M.B.A., Ph.D.


Ruri Eka Fauziah Nasution S.E., M.Sc.
Tanda tangan :

Aghnia P. Amelia D. Berliani Aulia F. Ulfah Ayudya Putri W. Nuky Presiari D.

2
DAFTAR ISI
Statement of Authorship 2

DAFTAR ISI 3

BAB I 4

1.1 Latar Belakang 4

1.2 Rumusan Masalah 5

1.3 Tujuan Penulisan 5

1.4 Manfaat Penulisan 5

BAB II 7

2.1 Pemasaran 7

2.2 Marketing Mix 7

2.3 Aktivitas Pemasaran 10

2.4 Teori Pemasaran Islam 11

2.5 Perbedaan Pemasaran Perusahaan Komersial dan Non-Profit 12

BAB III 15

3.1 Profil Organisasi Aksi Cepat Tanggap (ACT) 15

3.2 Strategi Pemasaran Organisasi Aksi Cepat Tanggap (ACT) 16

3.2.1 Aspek product ACT 16

3.2.2 Aspek price ACT 17

3.2.3 Aspek place ACT 18

3.2.4 Aspek promotion ACT 19

3.2.5 Marketing Segment 22

3.3 Analisis Kesesuaian Strategi Pemasaran ACT dengan Prinsip Pemasaran Islam 22

BAB IV 24

4.1 Kesimpulan 24

4.2 Saran 25

DAFTAR PUSTAKA 27

3
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Saat ini menurut World Giving Index, Indonesia telah dinobatkan sebagai negara paling
dermawan di dunia. Hal ini berdasarkan pada tiga indikator penilaian, yaitu donasi, menjadi
relawan, dan membantu orang asing. Penilaian ini menjadi salah satu potensi perkembangan
lembaga filantropi yang mengedepankan tiga indikator World Giving Index. Erna Witoelar
Co-Chair Badan Pengarah Filantropi Indonesia dalam Katadata menyebutkan bahwa potensi
donasi di Indonesia dapat mencapai Rp200 triliun per tahun, akan tetapi yang terkumpul hanya
3% saja. Hal ini semakin memperkuat pasar dan customer segment bagi lembaga filantropi di
Indonesia. Pada kenyataannya lembaga filantropi saat ini memang sedang berkembang pesat
terutama filantropi islam. Direktur Operasi Badan Amil Zakat Nasional (BAZNAS), Wahyu
Kuncahyo menyebutkan potensi zakat di Indonesia dapat mencapai Rp. 280 triliun per tahun.
Dengan potensi zakat tersebut, lembaga filantropi islam di Indonesia memiliki pasar yang tepat
dan hanya membutuhkan banyak sosialisasi dan promosi yang lebih masif.
Lembaga filantropi tidak akan berkembang tanpa adanya proses pengenalan dan
sosialisasi yang dijalankan baik berupa program maupun tata cara bergabung dalam aksi yang
dijalankan. Dengan kata lain organisasi filantropi juga membutuhkan proses marketing agar apa
yang ditawarkan dapat sesuai dengan apa yang pasar butuhkan. Saat ini organisasi filantropi yang
berkembang bukan hanya mendirikan sebuah organisasi nirlaba melainkan memiliki strategi
marketing yang serupa dengan organisasi profit yang telah berkembang. Hal ini disebabkan
adanya tuntutan untuk menyesuaikan antara program yang dijalankan dengan kebutuhan
konsumen yang ada di pasar. Prabowo (2017) menyebutkan bahwa marketing di tahun 2000 ke
atas berfokus pada fleksibilitas, sharing, percakapan, dan social concern. Adanya fokusan
marketing pada social concern sangat mendukung perkembangan lembaga filantropi untuk
mempromosikan lembaganya dengan sisi sosialnya. Sisi positif dari lembaga filantropi akan
lebih tergambarkan dengan jelas saat didukung oleh strategi marketing yang mumpuni.
Aksi Cepat Tanggap yang merupakan salah satu lembaga filantropi yang berkembang di
Indonesia juga menerapkan strategi marketing dalam perkembangan lembaganya. Berbeda
dengan lembaga filantropi lainnya yang menggunakan strategi marketing berupa Caused Related
Marketing (CRM), yaitu proses pengkomunikasian sebuah produk atau program dengan

4
mengedepankan isu atau penyelesaian masalah tertentu. (Kotler, 2005). Sebagaimana dompet
dhuafa dan lembaga filantropi lainnya yang mengedepankan komunikasi secara langsung bahwa
donasi akan disalurkan untuk permasalahan tertentu. Aksi Cepat Tanggap menggunakan
Experiential Marketing, yang merupakan strategi marketing dengan menggunakan pendekatan
psikologis konsumen. Menurut Kartajaya (dalam Diah, 2013), Experiential Marketing
merupakan konsep pemasaran yang bertujuan untuk membentuk emosi positif konsumen atau
feeling terhadap suatu produk atau program yang ditawarkan. Oleh karena itu, makalah ini
bertujuan untuk menganalisis lebih dalam bagaimana Aksi Cepat Tanggap dalam melakukan
strategi pemasaran lembaga filantropinya. Analisis ini akan menghasilkan output bagaimana
sebuah lembaga filantropi dapat menyentuh setiap donatur dan konsumennya.

1.2 Rumusan Masalah


1. Bagaimanakah bentuk strategi pemasaran Organisasi Aksi Cepat Tanggap?
2. Apakah strategi pemasaran organisasi Aksi Cepat Tanggap telah diimplementasikan
sesuai dengan prinsip pemasaran islam?

1.3 Tujuan Penulisan


1. Untuk mengetahui bagaimana strategi pemasaran organisasi Aksi Cepat Tanggap
2. Untuk menganalisis kesesuaian strategi pemasaran organisasi Aksi Cepat Tanggap
dengan prinsip pemasaran islam

1.4 Manfaat Penulisan


1. Bagi penulis
Makalah ini sebagai sarana untuk mengimplementasikan ilmu pengetahuan yang
telah didapat terutama tentang strategi pemasaran pada organisasi filantropi dan
segala teori yang melengkapi makalah ini.

2. Bagi masyarakat
Makalah ini dapat dijadikan sebagai gambaran bagaimana organisasi filantropi islam
memperkenalkan program yang dijalankan serta sosialisasi yang dilakukan
khususnya pada organisasi Aksi Cepat Tanggap.

5
3. Bagi mahasiswa
Makalah ini dapat dijadikan sumber tambahan dalam mengetahui strategi pemasaran
organisasi filantropi islam terutama pada Aksi Cepat Tanggap.

6
BAB II
LANDASAN TEORI

2.1 Pemasaran
Pemasaran merupakan suatu proses yang bertujuan untuk menarik pelanggan melalui
pemenuhan kebutuhan yang sesuai dengan konsumen sehingga terjadilah pertukaran nilai di
dalamnya (Budi, 2017). Berdasarkan Kotler (2001), pemasaran memiliki definisi yang lebih luas
dari sekadar penjualan, karena pemasaran berarti bekerja sesuai pasar agar menciptakan
pertukaran potensial yang memenuhi kebutuhan dan keinginan manusia di dalam pasar.
Pengertian tersebut menunjukkan pentingnya pemasaran dalam bisnis karena pemasaran yang
menjalankan proses pertukaran antara penjual dan pembeli. Konsep pemasaran secara sederhana
mempertanyakan siapa yang menjual, apa yang dijual, untuk siapa, dan bagaimana menjualnya.
Proses menjawab pertanyaan tersebut diperlukan sebuah strategi mendasar yang sesuai dengan
tujuan perusahaan yang dikenal sebagai strategi pemasaran.
Sebuah organisasi membutuhkan pemasaran guna menyampaikan pesan positif
perusahaan kepada konsumennya. Hal menunjukkan pentingnya pemasaran karena berhubungan
langsung dengan konsumen yang mana merupakan objek penting bagi sebuah organisasi.
Menurut Stanton (2002), unsur pemasaran terbagi menjadi tiga, yaitu: orientasi konsumen,
kegiatan pemasaran yang integral, dan kepuasan konsumen. Menempatkan kepentingan
konsumen dalam unsur pemasaran menjadikan proses pemasaran titik penting dalam sebuah
bisnis yang saat ini sangat berorientasi pada konsumen. Dengan kata lain, tanpa adanya
pemasaran kepentingan konsumen tidak dapat tersalurkan dan kebutuhan konsumen tidak dapat
terpenuhi di pasar sebab perusahaan tidak memperhatikan perilaku konsumen dalam kegiatannya
yang tanpa pemasaran.

2.2 Marketing Mix


Marketing mix atau bauran pemasaran merupakan empat elemen utama yang digunakan
untuk mengimplementasi strategi pemasaran yang telah disusun sebuah perusahaan. Empat
elemen tersebut terdiri dari product (produk), price (harga), place (tempat), dan promotion
(promosi) yang juga dikenal sebagai 4P dalam pemasaran. Dalam Principles Of Marketing 17th

7
edition yang ditulis oleh Philip Kotler (2018), bauran pemasaran didefinisikan sebagai
seperangkat alat pemasaran yang digunakan perusahaan untuk menerapkan strategi
pemasarannya. Dalam memadukan elemen 4P, perusahaan harus memahami value proposition
atau nilai yang ingin diberikan ke konsumen sehingga dapat memberikan penawaran produk
yang memenuhi kebutuhan konsumen. Produk dalam 4P memiliki arti kombinasi barang dan jasa
yang ditawarkan perusahaan kepada target pasar. Kemudian, perusahaan harus memutuskan
berapa biaya yang ditawarkan atau harga dari produk. Harga tersebut merupakan jumlah uang
yang harus dibayar pelanggan untuk mendapatkan produk. Selanjutnya, perusahaan menentukan
bagaimana produk tersebut dapat tersedia dan terjangkau untuk dibeli oleh konsumen. Elemen
tempat tersebut mencakup aktivitas perusahaan yang membuat produk tersedia untuk
menargetkan konsumen. Terakhir, perusahaan harus melibatkan target konsumen,
mengkomunikasikan keunggulan produk, dan meyakinkan konsumen tentang manfaat produk
melalui serangkaian aktivitas promosi.
Sedangkan untuk organisasi non-profit, konsep 4P dalam pemasaran memiliki beberapa
perbedaan dengan konsep 4P yang diterapkan oleh perusahaan. Untuk NGO, bauran pemasaran
tetap menggunakan konsep 4 elemen product, price, place, dan promotion. Namun, definisi dan
penggunaannya berbeda dalam penyusunan strategi pemasaran organisasi non-profit. Pertama,
produk dalam 4P untuk NGO berbentuk jasa, program, advokasi dan ide dimana organisasi ingin
menemukan pengguna dan pendukung atas produk yang diberikan. Mayoritas NGO memberikan
manfaat dan nilai secara langsung bukan kepada pendukung produk yang memberikan dana
melainkan kepada target penerima manfaat. Hal ini berbeda dengan perusahaan yang
menciptakan produk untuk konsumen yang memiliki kemampuan untuk melakukan pembelian
produk. Sebagian besar organisasi non-profit juga terlibat dalam service marketing dan social
marketing (perilaku dan ide) yang sulit untuk dievaluasi, sulit untuk dikontrol dalam hal
standarisasi kualitas, dan tidak dapat disimpan. Oleh karenanya, organisasi non-profit harus
mempertimbangkan product life cycle (introduction, growth, maturity, dan decline), untuk
mengatasi tantangan pergeseran permintaan, perilaku klien dan juga tekanan dari pesaing. Untuk
elemen harga dalam 4P organisasi non-profit, NGO berfokus pada pengurangan non-financial
cost (meliputi biaya sosial, psikologi, waktu, dsb), tujuan penetapan harga (cross-subsidize, profit

8
maximization, cost recovery atau social justice), serta penentuan strategi harga (Cost-based
pricing, Demand-based pricing, competitive pricing). Mayoritas NGO tidak dapat secara
langsung menetapkan harga yang kaku untuk produk yang ditawarkannya karena nilai yang
diberikan oleh NGO tidak secara langsung diterima oleh pemberi donor.
Selanjutnya, elemen tempat bagi NGO tergambar oleh pemilihan saluran distribusi yang
sangat penting penting serta pengkategorian layanan yang diberikan bagi klien agar terdapat
keseimbangan dengan efisiensi operasi. Elemen tempat juga penting dalam pembahasan strategi
pemasaran organisasi non-profit karena keterjangkauan layanan dan akses untuk memperoleh
produk bagi klien (penerima manfaat) dapat menjadi nilai tambah yang dapat dipromosikan oleh
NGO kepada calon pendonor.
Terakhir, elemen promosi bagi organisasi non-profit meliputi seluruh media komunikasi
pemasaran yang digunakan dalam rangka meningkatkan awareness klien maupun calon pendonor
terhadap produk-produk NGO. Namun, elemen ini kerap menjadi kesalahan fundamental yang
lazim ditemui di mana banyak dari manajer NGO merasa bahwa promosi dan pemasaran hanya
terbatas pada iklan ataupun bentuk komunikasi lainnya. Padahal, pesan yang disampaikan oleh
organisasi non-profit harus jelas, terdiferensiasi, terintegrasi dan diberikan secara konsisten, tidak
hanya dengan menggunakan berbagai media namun juga menggunakan seluruh bagian di
organisasi yang berinteraksi dengan klien maupun donor. Meski demikian, suatu NGO tetap
memiliki lima bauran alat promosi, yaitu advertising, sales promotion, personal selling, public
relations (PR), dan direct & digital marketing. Dalam bukunya, Kotler dan Armstrong ()
memberikan definisi untuk setiap bauran alat promosinya. Advertising adalah segala bentuk
presentasi non-personal dan promosi atas ide, barang, atau jasa oleh sponsor yang berbayar. Sales
promotion adalah pemberian insentif jangka pendek untuk mendorong pembelian atau penjualan
suatu produk atau jasa. Personal selling dilakukan melalui interaksi secara personal kepada
pelanggan oleh tenaga penjualan perusahaan bertujuan untuk menarik pelanggan, mendorong
penjualan, dan membangun hubungan dengan pelanggan. Public relations memiliki fungsi untuk
membangun hubungan baik dengan berbagai publik/khalayak melalui publisitas yang baik,
penciptaan citra perusahaan yang baik, dan penanganan atau pencegahan atas suatu rumor, cerita,
dan acara yang tidak menyenangkan. Terakhir, untuk direct & digital marketing menjadikan

9
pemasar untuk terlibat langsung dengan individu yang ditargetkan sebagai konsumen dan
komunitas pelanggan untuk mendapatkan tanggapan yang cepat dan membangun hubungan
pelanggan yang langgeng melalui berbagai sarana komunikasi digital.

2.3 Aktivitas Pemasaran


Menurut tulisan penelitian Arora (2018), aktivitas pemasaran (atau iklan) saat ini terbagi
menjadi tiga segmen, yaitu Above the Line (ATL), Below the Line (BTL), dan Through the Line
(TTL) marketing. Pada awalnya, lini atas (ATL) dan lini bawah (BTL) ini digunakan untuk
memisahkan aktivitas pemasaran yang memiliki penetrasi massal (ATL) dengan aktivitas
pemasaran yang memiliki penetrasi khusus (BTL). Tetapi kemudian, karena meningkatnya
kompetisi dan pengembangan teknologi, muncul lini pemasaran baru yang mengaburkan kedua
lini tersebut dengan mengintegrasikan keduanya menjadi aktivitas pemasaran TTL.
Aktivitas pemasaran Above the Line (sering disebut sebagai promosi Above the
Line/Above the Line marketing/ATL marketing/ATL advertising) terdiri dari kegiatan periklanan
yang sebagian besar tidak ditargetkan dan memiliki jangkauan yang luas (Arora, 2018).
Komunikasi ATL dilakukan untuk membangun brand awareness dan menginformasikan produk
kepada pelanggan. Contoh bentuk strategi pemasaran ATL adalah melalui televisi, radio, iklan
cetak (majalah dan koran), dan berbagai brosur perusahaan yang siap untuk dibagikan kepada
masyarakat. Perubahan atau konversi yang terjadi pada masyarakat melalui strategi ini hingga
menjadi pembeli bukan menjadi hal yang utama. Hal ini dikarenakan penciptaan brand
awareness kepada khalayak luas lebih didahulukan daripada terjadinya perubahan keputusan
masyarakat untuk membeli atau menggunakan produk.
Selanjutnya, aktivitas pemasaran Below-the-line (sering disebut sebagai promosi Below
the Line/Below the Line marketing/BTL marketing/BTL advertising) terdiri dari ragam iklan
yang bersifat sangat spesifik, mudah diingat, dan berisi kegiatan langsung yang difokuskan pada
kelompok sasaran konsumen (Arora, 2018). Pemasaran BTL biasanya berfokus pada sarana
komunikasi langsung, seperti pengiriman surat atau surel, sehingga sangat terpaku pada daftar
nama yang ditargetkan untuk memaksimalkan tingkat respons konsumen (Kumar, 2011). Sering
dikenal sebagai strategi pemasaran langsung karena strategi BTL lebih terfokus pada terjadinya

10
konversi daripada membangun brand awareness. Contoh lain dari iklan BTL adalah melalui
outdoor advertising dan sponsorship.
Terakhir, yang menjadi aktivitas pemasaran terintegrasi, yaitu Through the Line (sering
disebut sebagai promosi Through the Line/Through the Line marketing/TTL marketing/TTL
advertising) melibatkan penggunaan strategi pemasaran ATL & BTL. Tren konsumen di pasar
baru-baru ini lebih membutuhkan integrasi kedua strategi ATL & BTL. Sehingga perusahaan
sudah banyak menggunakan strategi pemasaran TTL ini demi mendapatkan hasil yang lebih baik.
Menurut Sehovic et.al. (2014), bauran ATL dan BTL digunakan untuk mengoptimalkan return
investasi dari dua aktivitas lini pemasaran ini dan untuk mengintegrasikan usaha pemasar.
Sehingga fokus pada aktivitas pemasaran TTL ini adalah bagaimana perusahaan
mengintegrasikan tujuan untuk terciptanya brand awareness di khalayak luas serta sekaligus
berusaha menciptakan terjadinya konversi. Contoh aktivitas pemasaran TTL yang sedang tumbuh
dan marak digunakan saat ini adalah pemasaran digital, yaitu pengiklanan secara online melalui
media sosial.
Furman (2017) menyatakan bahwa tidak ada pendekatan one-size-fits-all dalam hal
pemasaran. Kegiatan ATL mungkin dapat berhasil bagi beberapa perusahaan, akan tetapi bagi
perusahaan lain mungkin perlu menambahkannya dengan pemasaran BTL dan mengintegrasikan
keduanya menjadi pemasaran TTL. Semuanya bergantung pada seberapa baik pemasar membaca
pasar dan apakah ada kesesuaian antara pelanggan dan komunikasi yang hendak diaplikasikan
oleh perusahaan.

2.4 Teori Pemasaran Islam


Islam bukan hanya sekadar agama belaka namun merupakan suatu jalan kehidupan
dimana ajaran agama ini sangat komprehensif sehingga dapat mengatur segala aspek kehidupan
(Hussnain, 2011). Pengertian pemasaran sendiri adalah suatu kegiatan yang mencakup proses
melibatkan dan mempererat hubungan antara perusahaan dan konsumen. Oleh karena itu, Islam
sebagai suatu agama yang dapat mengatur segala aspek dapat pula memiliki aturan dan batasan
tertentu tentang konsep pemasaran.

11
Konsep pemasaran Islam harus ditinjau dan dimengerti pada sejumlah tahapan. Kriteria
dari pemasaran yang dilakukan dengan nilai Islam sendiri harus menghindari:
● Memasarkan aktivitas yang berkaitan dengan produk non-halal.
● Pemasaran yang terkait kegiatan pemalsuan objek dengan mencampurkan barang tertentu.
● Gambar berhala.
● Konsep pemasaran dengan unsur magis.

Oleh karena itu, nilai-nilai yang harus melekat pada konsep pemasaran Islam sendiri diantaranya
adalah:
● Penghindaran metode pemasaran dengan keserakahan.
● Menghindari pemasaran yang meraup pendapatan dari dana non-halal.
● Persamaan harga untuk seluruh lapisan konsumen tanpa membedakan.

Setelah mengetahui konsep dasar pemasaran Islam, konsep ini tidak luput dari adanya
patchwork dan re-invention dengan teori pemasaran konvensional. Konsep pemasaran Islam bisa
memberikan pengaruh signifikan jika dapat digabungkan dengan pemasaran modern. Hal
tersebut dapat ditinjau dari penambahan pengertian yang lebih luas dari marketing mix menjadi
Islamic marketing mix (Hashim & Hamzah, 2014) dengan meliputi tujuh aspek, yaitu:
● Pragmatism & Product
● Pertinence & Promotion
● Palliation & Price
● Peer-support & People
● Pedagogy & Physical Environment
● Persistence & Process
● Patience & Place

2.5 Perbedaan Pemasaran Perusahaan Komersial dan Non-Profit


Penjelasan terkait kegiatan pemasaran, baik dalam perspektif konvensional maupun
Islam, memperlihatkan bahwa terdapat identitas atau ciri khas yang memperlihatkan perbedaan
dari masing-masing perspektif. Pemasaran dalam kegiatan konvensional lebih menekankan pada

12
bagaimana kebutuhan konsumen dapat terpenuhi dengan produk atau jasa yang ditawarkan oleh
perusahaan. Sedangkan di sisi lain, Islam menawarkan perspektif pemasaran yang lebih
menekankan tentang bagaimana perusahaan menjaga hubungan dengan konsumen melalui
produk atau yang ditawarkan. Hal ini memunculkan pertanyaan terkait apakah ada perbedaan
dari kegiatan pemasaran dalam perusahaan komersial dengan perusahaan non-profit?
Berdasarkan Hansmann (1987), organisasi non-profit merupakan sebuah organisasi yang
pendirinya tidak berhak atas (bagian dari) keuntungan organisasi, atau memiliki suatu kondisi
yang umumnya disebut sebagai kendala non-distribusi (non-distributional constraint). Definisi
tersebut tentunya menjadi landasan dalam menentukan strategi yang akan digunakan dalam
kegiatan pemasaran, sehingga dapat disimpulkan bahwa implementasi konsep pemasaran dalam
organisasi non-profit akan cenderung mengarah ke “market orientation” (Sargeant et al., 2002),
yaitu lebih responsif terhadap keinginan dan kebutuhan dari berbagai stakeholders dan juga
masyarakat. Lebih lanjut, organisasi non-profit cenderung akan menerapkan konsep marketing
hanya sebatas pada kegiatan komunikasi dan/atau public relation yang berbentuk sosialisasi,
edukasi, dan persuasi terkait dengan hal yang ingin ditawarkan oleh dan/atau misi dari organisasi
tersebut. Hal ini tentunya berbeda dari strategi pemasaran pada organisasi komersial yang
menekankan adanya pertukaran nilai dalam bentuk produk/jasa yang ditawarkan oleh perusahaan
kepada konsumen dengan sejumlah uang yang diberikan oleh konsumen kepada perusahaan
sebagai kompensasi atas pemenuhan kebutuhan.
Di sisi lain, kegiatan pemasaran dalam organisasi non-profit memiliki ciri-ciri sebagai
berikut:
1. Non-monetary exchange, pertukaran nilai dari sumber daya keuangan, tenaga kerja,
dan/atau dukungan politik, baing yang dibayar maupun tidak dibayar, akan ditukar
dengan inklusi, jaringan sosial, kebijakan publik, dan/atau layanan advokasi dalam bentuk
program.
2. Multiple stakeholders, pemberian nilai yang cukup untuk yang menyediakan sumber
daya, dapat berbentuk pemberian sumbangan atau sukarelawan, namun pada saat yang
bersamaan tetap diharuskan untuk memberikan nilai kepada pihak lain menggunakan
sumber daya tersebut (keuntungan).

13
Lebih lanjut, terdapat dua tipe pendorong kegiatan pemasaran dari organisasi non-profit, yaitu:
1. Market-driven, dilakukan atas dasar respon terhadap realita yang terjadi di pasar.
2. Mission-driven, dilakukan dengan landasan dan fokus terhadap penyebaran nilai dari misi
utama organisasi dengan pendekatan pemasaran strategis sebagai acuan.

Sehingga dapat disimpulkan bahwa kegiatan pemasaran yang dilakukan oleh organisasi
non-profit dan organisasi komersial, pada dasarnya, hampir sama. Perbedaan antara keduanya
terletak pada substansi dan/atau objektif dari kegiatan tersebut. Sesuai dengan namanya,
organisasi non-profit melakukan kegiatan tanpa adanya motivasi untuk meraih “keuntungan
sebanyak-banyaknya” seperti apa yang dilakukan oleh organisasi komersial, meskipun tidak ada
peraturan yang melarangnya (boleh, namun tidak dijadikan tujuan utama).

14
BAB III
PEMBAHASAN

3.1 Profil Organisasi Aksi Cepat Tanggap (ACT)


Yayasan Aksi Cepat Tanggap (ACT) resmi mendapat status hukumnya sebagai sebuah
yayasan yang bergerak di bidang sosial dan kemanusiaan pada tanggal 21 April 2005, menurut
situs web ACT yang kami jadikan referensi. Demi memperluas pengaruh programnya, ACT
mengembangkan aktivitasnya mulai dari kegiatan tanggap darurat, kemudian mengembangkan
kegiatannya ke program pemulihan pascabencana, pemberdayaan dan pengembangan
masyarakat, serta program berbasis spiritual, seperti Qurban, Zakat dan Wakaf. Dalam
keberlangsungan program-programnya, ACT didukung oleh donatur dari masyarakat umum yang
memiliki kepedulian tinggi terhadap permasalahan kemanusiaan dan juga partisipasi perusahaan
melalui program kemitraan dan Corporate Social Responsibility (CSR).
Mulai pada tahun 2012, ACT bertransformasi menjadi sebuah lembaga kemanusiaan
global, dengan jangkauan aktivitas yang lebih luas. Pada skala lokal, ACT mengembangkan
jejaring ke semua provinsi baik dalam bentuk jaringan relawan dalam wadah MRI (Masyarakat
Relawan Indonesia) maupun dalam bentuk jaringan kantor cabang ACT yang tersebar di
berbagai provinsi di Indonesia. Sedangkan untuk wilayah kerja ACT di skala global diawali
dengan kiprah dalam setiap tragedi kemanusiaan di berbagai belahan dunia seperti bencana alam,
kelaparan dan kekeringan, konflik dan peperangan, termasuk penindasan terhadap kelompok
minoritas berbagai negara.
Visi ACT sejak menjadi lembaga kemanusiaan yang merambah ke skala global adalah
“Menjadi organisasi kemanusiaan global profesional berbasis kedermawanan dan kerelawanan
masyarakat global untuk mewujudkan peradaban dunia yang lebih baik”. Yang kemudian
diuraikan ke dalam misi untuk menangani berbagai persoalan kemanusiaan melalui pengelolaan
modal sosial dan keuangan dalam skala lokal, nasional, regional, maupun global. Dengan dasar
visi dan misi ini, ACT hendak menyebarluaskan nilai humanity atau ‘kemanusiaan’ bagi seluruh
masyarakat di dunia. Sehingga berkumpul para dermawan dan relawan yang memiliki kepedulian
tinggi untuk ikut menangani problem kemanusiaan dari berbagai wilayah dan cakupan.

15
3.2 Strategi Pemasaran Organisasi Aksi Cepat Tanggap (ACT)
Dalam menganalisis strategi pemasaran yang digunakan oleh ACT, kami terlebih dulu
mengidentifikasi bauran pemasaran serta aktivitas lini pemasaran yang digunakan ACT dalam
memasarkan program-programnya. Berikut adalah identifikasi dan analisis kami terhadap strategi
pemasaran yang digunakan oleh ACT.

3.2.1 Aspek product ACT


Dalam menciptakan program untuk penanggulangan isu kemanusiaan, ACT telah
memiliki dua program utama yang menjadi acuan sejak berdirinya organisasi. Program
induk tersebut berupa program pangan dan program pengentasan kemiskinan. Kedua
program tersebut sesuai dengan misi organisasi ACT yang berupaya untuk mengatasi
isu-su maupun bencana kemanusiaan yang terjadi di berbagai wilayah Indonesia maupun
dunia. ACT sendiri telah memiliki brand perception yang kuat yang berfokus pada
bencana-bencana kemanusiaan yang dialami oleh warga Indonesia maupun muslim dan
kelompok minoritas di seluruh dunia. ACT terkenal dengan programnya yang tepat
sasaran dan terimplementasi dengan baik tak hanya di dalam negeri namun juga di tingkat
mancanegara. Berawal dari pendirian organisasi untuk membantu mengatasi dampak
bencana tsunami Aceh tahun 2004, hingga kini ACT memiliki banyak program unggulan
di dalam negeri seperti Beras Untuk Santri Indonesia (BERISI), Beras Untuk Ibu
Indonesia, dan Indonesia Darurat Bencana untuk membantu proses pemulihan
korban-korban bencana di Indonesia, serta di luar negeri terdapat program jangka
Panjang seperti Sympathy of Solidarity (SOS) Palestina sejak 2009, berlanjut kemudian
SOS Somalia (2011), SOS Syria (2012), SOS Rohingya (2012), gempa bumi di China
(2014) dan gempa bumi di Nepal (2015).
Dari wawancara yang dilakukan dengan perwakilan dari ACT, pihak ACT
menyebutkan bahwa seluruh program yang disusun ACT berasal dari problematika
masyarakat Indonesia hingga dunia. Adapun pengembangan di dalamnya merupakan
turunan dari program induk yaitu pangan dan kemiskinan. Inovasi-inovasi program yang
muncul tidak jauh dari cara ACT dalam menjembatani amanah kepedulian dari para
donor kepada penerima manfaat. Contohnya, program Beras Untuk Ibu Indonesia

16
merupakan program di mana ACT menyerahkan bantuan sebanyak 250 ton beras kepada
masyarakat kurang mampu setiap bulannya. Dengan kata lain membagikan kepada 2.000
kepala keluarga (KK) per hari atau 50.000 KK per bulan. Program ini pun direncanakan
untuk dikembangkan dan diperluas penerima manfaatnya dengan menargetkan bantuan
dan pelayanan kepada 500.000 KK pada 2020 di semua provinsi Tanah air. Kemudian,
program BERISI (Beras Untuk Santri Indonesia) merupakan program pangan di mana
para santri akan mendapatkan 1.000 ton beras per bulannya. Dipilihnya santri sebagai
penerima manfaat disebabkan fakta yang dilihat oleh ACT bahwa segmen kemiskinan
lebih banyak berada di dunia pesantren. Oleh sebab itu, ACT ingin memfokuskan
menangani kemiskinan di ranah tersebut dengan memprioritaskan pesantren-pesantren
yang ada di 12 provinsi untuk sementara waktu karena jumlah pesantren terbanyak ada di
provinsi-provinsi tersebut. Setelah program beras santri, ACT telah memiliki rencana
untuk membuka program lumbung pangan wakaf pesantren yang diharapkan dapat
meningkatkan kemandirian pesantren dan segenap santri dalam memperoleh pangan dan
mengonsumsi makanan yang lebih bergizi. Kedua contoh tersebut menunjukkan bahwa
ACT mengembangkan produk dan menciptakan program menggunakan pendekatan
problem-based dan mengacu pada program induk yaitu program pangan dan kemiskinan.
ACT sendiri berhasil melaksanakan program-program unggulan tersebut dengan
menerapkan actions yang didampingi dengan communications yang baik kepada para
pendonor. Program ACT yang memiliki tujuan dan target penerima manfaat yang jelas
tersebut telah menjadi elemen penting dalam strategi pemasaran ACT sebagai organisasi
non-profit.

3.2.2 Aspek price ACT


Untuk aspek price dari bauran pemasaran yang dimiliki oleh ACT, ACT
memberikan penawaran donasi kepada donatur dengan memberi pilihan nominal nominal
tertentu di dalam online platform untuk berdonasi melalui website dengan nominal
sebesar Rp250.000, Rp500.000, Rp1.000.000, dan Rp2.500.000 dengan tetap
menyediakan opsi untuk mengisi nominal sesuai yang diinginkan oleh donator.
Pemberian opsi dengan nominal tertentu tersebut diharapkan dapat mendorong donatur

17
untuk memilih berdonasi dengan nominal sesuai pilihan-pilihan yang diberikan oleh
ACT. Dalam proses penggalangan dana, ACT menerapkan strategi
action-communication-trust dimana ACT melakukan action (pelaksanaan program) yang
dibersamai dengan communication (publikasi yang cukup) sehingga akan tercipta
trust(kepercayaan). Hasil dari strategi tersebut cukup signifikan karena dari tahun ke
tahun jumlah donasi yang dihimpun ACT terus mengalami kenaikan. Dari laporan
keuangan ACT, di tahun 2014 jumlah total penerimaan mencapai Rp 91.54 miliar dan
tahun 2015 bertambah menjadi Rp 93,16 miliar di mana jumlah tersebut sudah mencakup
pembagian di wilayah regional dan global. Lebih lanjut, total penerimaan tahun 2017
menembus angka Rp 262 miliar dan meningkat dua kali lipat pada tahun 2018 menjadi
Rp 516 miliar. Upaya untuk bisa menjaga keberlanjutan dari ketersediaan dana
kemanusiaan untuk berbagai program pun terus berjalan di mana ACT tengah
menyiapkan beberapa unit usaha yang bertujuan untuk menyokong berbagai bantuan
kemanusiaan di regional maupun global.

3.2.3 Aspek place ACT


Dari sisi aspek place dalam bauran pemasaran, ACT memiliki jangkauan yang
luas di daerah Indonesia di mana ACT telah memiliki kantor cabang di 20 provinsi dan 1
kantor representatif luar negeri di Istanbul, Turki. Pihak ACT menyampaikan bahwa
dalam skala nasional, jangkauan aktivitas program ACT sudah sampai ke setiap provinsi
di Indonesia, baik dalam bentuk jaringan relawan dalam wadah MRI (Masyarakat
Relawan Indonesia) maupun dalam bentuk jaringan kantor cabang ACT. Dalam skala
Global, ACT mengembangkan kantor representatif di Turki, jejaring representatif person,
dan menjalin kemitraan program di berbagai negara. Jangkauan aktivitas global telah
sampai ke 76 negara di dunia. Sedangkan untuk proses distribusi bantuan dan aksi
kemanusiaan, ada berbagai cara yang dilakukan oleh ACT di mana sebagian bantuan
disalurkan secara langsung atau dapat melalui kerja sama (kemitraan) dengan para
lembaga swadaya masyarakat di negara setempat. Contohnya adalah kerjasama ACT
dengan IHH, LSM asal Turki, yang aksinya telah menjangkau berbagai wilayah di dunia
dan sudah menjalin kerja sama dengan ACT sejak 5 tahun yang lalu. Wilayah kerja ACT

18
di skala global sendiri diawali dengan keikutsertaan dalam setiap tragedi kemanusiaan di
berbagai belahan dunia seperti bencana alam, kelaparan & kekeringan, konflik &
peperangan, termasuk penindasan terhadap kelompok minoritas berbagai negara.
Kemampuan ACT di Indonesia untuk menjangkau donator maupun target penerima
manfaat melalui 20 kantor cabang menjadi keunggulan sendiri untuk ACT sebagai
organisasi non-profit yang memiliki misi kemanusiaan.
Selanjutnya, aspek place dari ACT juga dapat dilihat dari saluran-saluran
pengumpulan donasi yang disediakan oleh ACT bagi para donatur. ACT sendiri memberi
kemudahan bagi para donatur untuk berdonasi melalui beragam pilihan cara. Pertama,
melalui website act.id/donasi di mana donatur dapat memperoleh kemudahan berdonasi
banyak program melalui 1 kali transfer. Kedua, dengan melakukan transfer langsung ke
rekening atas nama (Yayasan) Aksi Cepat Tanggap yang terdaftar pada halaman
https://act.id/rekening dan melakukan konfirmasi melalui https://act.id/donasi/konfirmasi
yang wajib dilakukan setelahnya dengan melampirkan bukti transfer dan data diri untuk
keperluan pelaporan(program qurban). Terakhir, Melalui mitra yang bekerjasama dengan
ACT diantaranya:
● e-commerce yang bermitra secara resmi dengan ACT seperti Tokopedia,
Bukalapak, Blibli, Elevenia, dan JD.ID, Shopee, dan lainnya.
● Gerai ACT di berbagai supermarket. Konsultan kami siap melayani Anda.
● Situs crowdfunding nasional dan global yang bermitra dengan ACT seperti
Kitabisa.com, cepattanggap.org, launchgood.com, kimpulku.com, dan lainnya.
● Serta mitra ACT yang terdaftar pada halaman https://act.id/mitra
● Datang langsung ke Kantor Cabang ACT, alamat dapat dilihat di
https://act.id/contact_us

3.2.4 Aspek promotion ACT


Berbagai alat promosi yang digunakan oleh ACT didominasi dengan media
komunikasi massa, baik itu secara online maupun offline. Alat promosi atau pengiklanan
program yang dilakukan oleh ACT diidentifikasikan ke lima alat bauran promosi, yaitu
advertising, sales promotion, personal selling, public relations (PR), dan direct & digital

19
marketing. Untuk alat advertising (pengiklanan), ACT membuat berbagai poster dan
brosur secara offline yang dapat dibagikan kepada donatur atau stakeholder lainnya saat
mengunjungi ACT. Pada sales promotion, ACT melakukan kerjasama dengan perusahaan
ataupun mitra dalam pelaksanaan program CSR yang mana ACT berlaku sebagai pihak
sponsor bersama dengan perusahaan yang berkolaborasi. Melalui kolaborasi CSR ini,
ACT dengan perusahaan saling memberikan dampak sosial yang lebih luas kepada
masyarakat dan lingkungan. Personal selling dilakukan oleh ACT pada saat mengisi
booth di berbagai event kerja sama, di mana ACT akan melayani orang-orang yang
datang ke booth-nya secara langsung untuk ditawarkan berbagai program yang dapat
melibatkan mereka. Dengan cara ini, ACT dapat menarik relawan maupun dermawan
secara langsung dan melalui komunikasi yang intensif untuk berkontribusi pada program
ACT.
PR di ACT memiliki fungsi yang sangat vital karena ACT menggunakan konsep
emotional appeal dalam setiap pemberitaan atau rilisnya. Untuk masuk ke ranah
emosional audience atau pembaca, PR perlu menerapkan tatanan dan paduan kalimat
kreatif yang epic, ciamik, dan cukup untuk menyembilu hati pembaca yang melihat
rilis/berita/video dari PR terkait program ACT. Hampir keseluruhan postingan PR ACT
yang dirilis di akun Facebook mereka berisi tulisan dengan foto realita masalah
kemanusiaan yang bisa memunculkan rasa empati pembacanya untuk mau ikut peduli dan
berkontribusi membantu mengurangi masalah tersebut melalui ACT. Dan ini sudah
menjadi tugas dan peran PR yang sangat baik dalam menarik sisi emosi pembacanya.
Selain postingan di media sosial, PR juga mempublikasikan berbagai berita di situs web
ACT untuk menginformasikan berbagai program yang telah ACT lakukan. Dengan
demikian, PR memiliki peran yang sangat vital bagi pengadaan informasi dan penarikan
sisi emosi pembaca untuk berpartisipasi dengan ACT mengurangi masalah kemanusiaan.
Terakhir, pada direct & digital marketing, ACT terus menggiatkan saluran
komunikasi media sosialnya dalam menarik relawan dan dermawan. ACT mengelola situs
web, surel, dan media sosialnya secara langsung. ACT memiliki dua jenis website yang
berbeda peruntukannya. Pertama, act.id yang digunakan untuk memberikan berbagai

20
informasi terkait program dan kegiatan dari ACT. Kedua, ACT juga memiliki platform
pengumpulan dana sendiri, atau yang disebut dengan istilah crowdfunding yang dikelola
di situs web cepattanggap.org. Pada platform ini ditunjukan bagaimana donasi dari ACT,
untuk apa dan progress dari donasi sudah sampai berapa. Website kedua yang
diperuntukkan sebagai platform donasi sangat mirip dengan konsep website donasi
kitabisa.com, perbedaanya tentu ACT memiliki fokusan atau target market sendiri siapa -
siapa yang akan dibantu.

Website : www.act.id

21
Website : www.cepattanggap.org

3.2.5 Marketing Segment


Penyaluran yang dilakukan ACT setidaknya memiliki empat tujuan, yaitu
pendidikan, ekonomi, kesehatan, dan keagamaan. Berdasarkan keempat program yang
dilakukan ACT tersebut, ACT membaginya sebagai marketing segment yang dituju oleh
ACT. Dengan kata lain ACT melakukan pemasaran berdasarkan program besar yang
menjadi tujuan ACT. Kemudian marketing segment akan menyesuaikan atau
diferensiasinya berdasarkan empat target ACT. Misal, pada program pendidikan, maka
orang - orang yang disasar adalah yang peduli dan memperhatikan masalah pendidikan,
begitu pula program lainnya.

3.3 Analisis Kesesuaian Strategi Pemasaran ACT dengan Prinsip Pemasaran Islam
ACT sebagai sebuah organisasi filantropi yang berfokus pada misi kemanusiaan
menggunakan strategi pemasaran yang didorong melalui suatu misi atau bisa disebut dengan
mission driven dimana pemasaran mengacu pada pendekatan pemasaran strategis yang
menggunakan misi inti organisasi sebagai dasar dan fokus komunikasi pemasarannya. Program
yang diusung oleh ACT adalah disusun untuk menyelesaikan problematika umat. Nurani

22
manusia fitrahnya ingin bermanfaat untuk orang lain sehingga ACT mengedepankan penggunaan
emotional appeal pada pemasaran programnya. Hal tersebut dapat dinilai sesuai dengan konsep
pemasaran Islam secara umum karena bertujuan untuk kemaslahatan, namun tinjauan yang harus
diperhatikan adalah tidak melebih-lebihkan suatu kondisi meskipun diterapkannya strategi
emotional appeal tersebut.

23
BAB IV
PENUTUP

4.1 Kesimpulan
Berdasarkan Budi (2017), kegiatan pemasaran adalah sebuah proses yang bertujuan untuk
menarik pelanggan melalui pemenuhan kebutuhan yang sesuai dengan konsumen sehingga
terjadilah pertukaran nilai di dalamnya. Dalam membentuk dan mengimplementasikan sebuah
strategi pemasaran, organisasi membutuhkan adanya bantuan dari seperangkat alat pemasaran
yang biasa disebut bauran pemasaran atau marketing mix (Kotler, 2018). Bauran pemasaran
terdiri dari empat (4) hal, yaitu product (produk), place (tempat), price (harga), dan promotion
(promosi), sehingga bauran pemasaran juga seringkali disebut “4Ps”. Dalam memadukan elemen
4P, perusahaan harus memahami value proposition atau nilai yang ingin diberikan ke konsumen
sehingga dapat memberikan penawaran produk yang memenuhi kebutuhan konsumen. ACT telah
memiliki dua program utama yang menjadi acuan saat ini sejak berdirinya organisasi, yaitu
program pangan dan program pengentasan kemiskinan. Kedua program tersebut sesuai dengan
misi organisasi ACT yang berupaya untuk mengatasi isu-isu maupun bencana kemanusiaan yang
terjadi di berbagai wilayah Indonesia maupun dunia. Melalui kedua program tersebut dan
dukungan elemen bauran pemasaran yang lainnya, ACT berhasil mendapatkan brand perception
yang kuat. Kini ACT terkenal sebagai sebuah organisasi non-profit bereputasi baik dengan
program-programnya yang selalu tepat sasaran dan terimplementasi dengan baik tak hanya di
dalam negeri namun juga di tingkat mancanegara. Sehingga dapat disimpulkan bahwa ACT
berhasil mengimplementasikan strategi pemasaran dengan baik.

Islam sebagai sebuah agama yang mengatur segala aspek dalam kehidupan, memiliki
pengertian sendiri terkait kegiatan pemasaran, yaitu merupakan suatu kegiatan yang mencakup
proses melibatkan dan mempererat hubungan antara perusahaan dan konsumen. Oleh karena itu,
kegiatan pemasaran dalam sebuah organisasi filantropi Islam harus memperhatikan beberapa
kriteria agar dapat disebut telah mengimplementasikan nilai-nilai Islam dengan baik. Konsep
pemasaran Islam harus ditinjau dan dimengerti pada sejumlah tahapan. Kriteria dari kegiatan
pemasaran yang sesuai dengan nilai Islam adalah harus menghindari beberapa hal sebagai berikut
(Hussnain, 2011):

24
● Memasarkan aktivitas yang berkaitan dengan produk non-halal.
● Pemasaran yang terkait kegiatan pemalsuan objek dengan mencampurkan barang tertentu.
● Penghindaran metode pemasaran dengan keserakahan.
● Menghindari pemasaran yang meraup pendapatan dari dana non-halal.
● Persamaan harga untuk seluruh lapisan konsumen tanpa membedakan.

Melihat kelima poin tersebut, maka dapat disimpulkan bahwa jelas ACT tidak melanggar kriteria
yang ada dalam kegiatan pemasaran sesuai prinsip Islam. Berdasarkan wawancara yang
dilakukan dengan pihak ACT, seluruh program yang dimiliki berasal dari problematika
masyarakat Indonesia hingga dunia. Adapun pengembangan di dalamnya merupakan turunan dari
program inti, yaitu pangan dan kemiskinan. Meskipun ACT membawa isu pangan, pangan yang
dibahas dalam program-programnya merupakan pangan pokok, seperti beras dan lain-lain,
sehingga tidak ada unsur pangan haram seperti babi. Dalam kegiatan promosi, ACT juga kerap
memasukkan unsur-unsur yang Islami. Maka dapat disimpulkan bahwa strategi marketing ACT
telah sesuai dan sejalan dengan prinsip Islam.

4.2 Saran
Bagi akademisi, disarankan untuk memperbanyak penelitian terkait organisasi non-profit,
baik yang terkait dengan aspek pemasaran maupun aspek lain yang ada dalam fungsi manajemen.
Penelitian mendalam terkait organisasi non-profit sangat dibutuhkan demi mempertahankan
eksistensinya dan berguna sebagai evaluasi agar kualitas dapat terus ditingkatkan. Organisasi
non-profit sangat bermanfaat dalam membantu mensejahterakan masyarakat, khususnya bagi
yang membutuhkan. Oleh karena itu, sangat dibutuhkan penelitian dan rekomendasi solusi atas
masalah-masalah yang sering terjadi, yang tentunya disertai dengan bukti-bukti atau data-data
faktual dan ilmiah.
Bagi pemerintah, disarankan untuk terus mendukung pendirian organisasi non-profit
dengan menciptakan kebijakan atau regulasi yang mempermudah pendirian dan operasionalnya.
Selain itu, dibutuhkan peraturan yang mengatur terkait perlindungan dan kesejahteraan karyawan
organisasi non-profit. Pemerintah juga dapat mendukung dengan cara memberikan donasi atau
melakukan kerja sama nyata dengan organisasi non-profit. Perlu disadari bahwa eksistensi dari

25
organisasi non-profit memiliki peran yang cukup signifikan, mengingat fakta bahwa organisasi
tersebut didirikan karena pemerintah gagal dalam memenuhi kebutuhan masyarakat yang terkait.
Maka dari itu, organisasi non-profit secara tidak langsung telah turut serta membantu pemerintah
dalam merealisasikan kesejahteraan untuk masyarakat secara nyata dan masif.
Bagi publik, disarankan untuk terus memberi dukungan kepada organisasi non-profit,
baik dalam bentuk donasi maupun kontribusi nyata dalam melakukan perubahan dan
meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Sangat diperlukan adanya kesadaran akan eksistensi
organisasi non-profit dan tidak memandang sebelah mata hanya karena orientasinya yang tidak
menekankan pada keuntungan. Publik juga dapat ikut aktif memberikan kritik maupun saran
yang ditujukan untuk membangun dan mendukung peningkatan kualitas dari organisasi
non-profit.

26
DAFTAR PUSTAKA

Ali, Syukron. (2016). Strategi ACT Salurkan Dana Hingga ke Mancanegara. Diperoleh dari
https://swa.co.id/ pada 12 Desember 2019.

Arora, Nidhi. (2018). ATL, BTL and TTL Marketing in Education Industry. International
Journal of Research and Innovation in Social Science (IJRISS), 2(1), 13-15.

Furman, J. (2017). Everything You Need to Know About ATL, BTL and TTL Advertising.
Diperoleh dari
https://www.business2community.com/marketing/everything-need-know-atl-btl-ttl-advertisin
g-01902793 pada 13 Desember 2019.

Hashim, Nurhazirah & Muhammad Iskandar Hamzah. (2014). 7P’s: A Literature Review of
Islamic Marketing and Contemporary Marketing Mix. Procedia - Social and Behavioral
Sciences, Vol. 130, hlm. 155-159.

Hussnain, Syed Ali. (2011). What is Islamic Marketing. Global Journal of Management and
Business Research, 11(11).

Kumar, Ashok. (2011). ATL & BTL Advertisement & Sales Promotion Effectiveness &
Suggestion to Optimise Budget in reference with Rupa & Co Ltd(S&M). Summer Project
Report: IMT, Ghaziabad.

Sasongko, Agung. (2019). ACT: Masih Ada Pesantren yang Butuh Bantuan. Diperoleh dari
https://republika.co.id/ pada 12 Desember 2019.

Sehovic, M., Dudukovic, M., & Mladenovic, J. (2014). THE EFFECTIVENESS OF ATL AND
BTL ADVERTISING TECHNIQUES. Proceeding International Symposium New Business
Models and Sustainable Competitiveness, hlm. 1134-1139. Serbia: SymOrg 2014.

Zulfikar, Muhammad. (2019). ACT: Masalah kemanusiaan terbesar di Indonesia adalah


kemiskinan. Diperoleh dari https://sumut.antaranews.com/ pada 12 Desember 2019.

27
Katadata. (2019). Pemerintah Siap Revisi Aturan Filantropi Demi Akomodir Donasi Digital.
Sumber dari : https://katadata.co.id/berita/2019/02/19/pemerintah-siap-revisi-aturan
-filantropi -demi-akomodir-donasi-digital

Kompas. (2019). Potensi Zakat di Indonesia Capai Rp. 280 Triliun. Sumber dari :
https://regional.kompas.com/read/2019/11/05/14514051/potensi-zakat-di-indonesia-capai-rp-
280-triliun?page=all

Dompet Dhuafa. (2017). Mengenal Lebih Dekat Cause Related Marketing. Sumber dari :
http://www.dompetdhuafa.org/post/detail/8046/mengenal-lebih-dekat-cause-related-marketin
g

Phillip, Kotler. (2005). Manajemen Pemasaran. Jakarta: PT. Indeks.

Diah, et al. (2013). ANALISA PENGARUH EXPERIENTIAL MARKETING TERHADAP


LOYALITAS KONSUMEN MELALUI KEPUASAN SEBAGAI INTERVENING
VARIABEL DI TATOR CAFE SURABAYA TOWN SQUARE. Jurnal Manajemen
Pemasaran Vol. 1, No. 2, (2013) 1-9. Sumber dari:
https://media.neliti.com/media/publications/140442-ID-analisa-pengaruh-experiential-marke
ting.pdf

Phillip, Kotler. (2001). Manajemen Pemasaran. Jakarta: PT. Indeks.

Stanton, William. (2003). Prinsip Pemasaran. Jakarta: Erlangga.

28

Anda mungkin juga menyukai