Kelompok Tutorial C3
Disusun Oleh :
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS PEMBANGUNAN NASIONAL “VETERAN “
JAKARTA
Tahun Ajaran 2015/2016
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis ucapkan kehadirat Allah SWT karena telah melimpahkan rahmat, taufik, dan
hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan makalah ini dengan baik dan tepat pada waktu
yang telah ditentukan.
Makalah ini disusun untuk memenuhi tugas individu kelas tutorial pada case satu mengenai
jejas.
Dalam penyusunan makalah ini, penyusun mengucapkan terima kasih kepada Dra. Kristina
Simanjuntak, M. Biomed selaku dosen pembimbing kelas tutorial C-3 yang telah memberikan
pengarahan dalam menyelesaikan makalah ini. Penyusun berharap agar makalah ini dapat
memberikan manfaat dan menambah wawasan pembaca.
Penyusun menyadari terdapat kekurangan dalam makalah ini, baik dari teknis penulisan maupun
materi. Maka dari itu, penyusun mengharapkan kritik dan saran yang membangun dari pembaca,
sehingga makalah ini dapat menuju kesempurnaan.
Penulis
CASE 1
Halaman 1
Asep, siswa SMA, belajar mengendarai sepeda motor di kompleks tempat tinggalnya.
Pada awalnya ia mencoba mengendarai dengan kecepatan rendah. Setelah merasa mahir, ia
mencoba berkendara lebih cepat, tiba-tiba ada seekor ayam melintas dan Asep berusaha
menghindar tetapi lepas kendali. Ia terjatuh dari sepeda motor. Asep meringis karena nyeri, ia
mengalami luka pada lutut kanan dan kena knalpot pada betis kanan.
Sore harinya, bagian luka itu bertambah bengkak, kulit di sekitarnya juga berwarna
kemerahan. Sementara yang terkena knalpot tampak melepuh dan berisi cairan. Kaki
kanannya sulit digerakkan. Lika dikakinya diberi betadin dan ditutup verban oleh kakaknya,
sementara betisnya yang melepuh dibiarkan saja.
Halaman 2.
Lima hari setelah kejadian, luka di lututnya masih terasa nyeri. Luka tersebut
mengalami infeksi dan bernanah. Asep memutuskan memeriksakan lukanya ke klinik.
Tampak jaringan mati dan nekrotik pada luka. Dokter membersihkan luka, membuang
jaringan nekrotik dan memberikan antibiotik. Ia menerangkan bahwa bagian yang luka itu
nanti akan mengalami proses pemulihan jaringan. Dua minggu kemudian tampak jaringan
parut di bekas luka.
TERMINOLOGI
PROBLEM
HIPOTESA
I DONT KNOW
1. JEJAS
a. Etiologi
Hipoksia
Kimiawi
Biologi
Fisika
Imunologis
Genetik
Nutrisi
b. Mekanisme jejas
Biokimia
Deplesi ATP
Kerusakan mitokondria
Influks Ca intrasel
Hemeostasis Ca
Kerusakan permeabilitas membran
Akumulasi derivat racun radikal bebas
c. Akibat
Adatasi
- Artrofi
- Hipertrofi
- Hiperplasia
- Metaplasia
- Displasia
Cedera sel
- Reversible
- irreversible
Akumulasi intrasel
Klasifikasi patologik
Penuaan sel
Kematian sel
- Nekrosis
- Apoptosis
2. INFLAMASI
a. Etiologi
Kimia
Biologi
Fisika
Reaksi imun
Jaringan nekrotik
b. Cardinal sign inflamation
Rubor
Tumor
Color
Dolor
Functio laesa
c. Pola dasar radang
Akut
Kronik
Spesifik
Peran kelenjar dan pembuluh getah bening pada inflamasi
Mekanisme
Asep naik motor
(Sel normal)
Jatuh (mekanik)
Regenerasi sel
Jejas
Reversible Irreversible
Pemulhan & Pemulihan
penyembuhan Jaringan
Inflamasi
Nekrosis
Apoptosi
s
I. JEJAS
Jejas adalah suatu keadaan dimana sel beradaptasi secara berlebihan ketika ia mengalami
stress fisiologis atau rangsang patologis.
1. Hipoksia
Yaitu defisiensi oksigen yang menyebabkan cedera sel. Penyebab terseringnya adalah
iskemia yaitu terhentinya suplai darah akibat gangguan aliran darah.
2. Kimiawi
Semua bahan kimia dapat menyebabkan jejas apabila dengan konstrasi berlebihan dan
mengganggu keseimbangan lingkungan osmotik.
3. Biologis
Agen biologis dapat menyebabkan infeksi, mulai dari virus submikroskopik hingga
cacing pita yang panjangnya beberapa meter, misalnya riketsia, bakteri, jamur, dan
protozoa.
4. Fisika
Trauma, cedera fisik, syok listrik, dan perubahan tiba-tiba pada tekanan atmosfir
mengakibatkan efek yang luas pada sel.
5. Imunologis
Walaupun sistem imun melindungi tubuh terhadap mikrobakteri patogen, reaksi imun
juga dapat menyebabkan kerugian, misalnya reaksi autoimun terhadap jaringannya
sendiridan reaksi alergiterhadap substansi lingkunganpada penderita dengan gangguan
genetik.
6. Genetik
Gangguan genetik dapat menyebabkan kelainan patoogis, contohnya pada kasus
sindrom down dan pergantian asam amino pada hemoglobin S yang mengakibatkan
anemia sel sabit. Selian itu kelainan genetik juga dapat menyebabkan jejas karena
defisiensi protein fungsional untuk metabolisme dll.
7. Nutrisi
Ketidakseimbangan nutrisi dapat menyebabkan kelainan sel, contohnya kurang gizi,
obesitas, dan diet dapat menyebabkan arterosklerosis, kanker, dan diabetes melitus.
I.2. Mekanisme jejas
Secara jelas, terdapat banyak cara berbeda untuk menginduksi jejas sel. Selain itu,
mekanisme biokimiawi yang menghubungkan setiap cedera tertentu dan manifestasi selular
dan jaringan yang terjadi bersifat kompleks dan saling terjalin erat dengan jalur intrasel lain.
Oleh karena itu, pemisahan antara sebab dan akibat mungkin sukar. Namun demikian,
beberapa prinsip umum relevan dengan sebagian besar bentuk cedera sel:
Respons selular terhadap jejas yang berbahaya bergantung pada tipe cedera, durasi,
dan keparahannya. Jadi, toksin berdosis rendah atau iskemi berdurasi singkat biasa
menimbulkan jejas sel yang reversible, sedangkan toksin berdosis lebih tinggi atau
iskemia dalam waktu yang lebih lama, akan menyebabkan jejas ireversibel dan
kematian sel.
Akibat suatu stimulus yang berbahaya bergantung pada tipe, status, kemampuan
adaptasi, dan susunan genetic sel yang mengalami jejas. Jejas yang sama mempunyai
dampak yang sangat berbeda, bergantung pada tipe sel; jadi otot lurik skelet di
tungkai mengakomodasi iskemia komplet selama 1 sampai 3 jam tanpa terjadi jejas
ireversibel, sedangkan otot jantung akan mati hanya setelah 20 sampai 40 menit.
Status nutrisi (hormonal) juga dapat berperan penting; hepatosit yang penuh dengan
glikogen akan menoleransi iskemia jauh lebih baik dibandingkan hepatosit yang baru
saja membakar molekul glukosa akhirnya. Perbedaan yang di tentukan secara genetis
pada jalur metabolic juga penting; saat terpajan toksin dengan dosis yang sama,
individu dengan polimorfisme gen enzim dapat mengatabolisme toksin dengan efikasi
(kemajuran) yang berbeda. Dengan selesainya proyek genom manusia, sekarang ini
upaya yang lebih besar ditujukan untuk memahami peran polifermisme genetic pada
kerentanan penyakit.
Empat system intraselular yang paling mudah terkena adalah: 1) keutuhan membrean
sel, yang kritis terhadap homeostasis osmotic dan ionic selular; 2) pembentukan
adenosin trifosfat (ATP) paling besar melalui respirasi aerobic mitokondria 3) sintesis
protein; dan 4) keutuhan perlengkapan genetic.
Komponen structural dan biokimiawi suatu sel terhubung secara utuh tanpa
memandang lokus awal jejas, efek mutipel sekunder yang terjadi sangat cepat.
Misalnya, keracunan respirasi aerobic dengan sianida menyebabkan berkurangnya
aktivitas natrium-kalium ATPase yang diperlukan untuk mempertahankan
keseimbangan osmotic intrasel selular; akibatnya sel dapat membengkak dan rupture
secara cepat.
Fungsi sel hilang jauh sebelum terjadi kematian sel dan perubahan morfologi jejas sel
(atau mati). Kerana aktivitas spesifiknya secara khas bergantung pada semua system
yang masih utuh, sel kehilangan aktivitas fungsionalnya relative cepat, meskipun
tidak mati. Misalnya, sel miokardial menjadi nonkontraktil setelah 1 sampai 2 menit
mengalami iskemia walapun sel itu tidak mati sampai 20 – 30 menit setelah terjadi
iskemia. Selain itu perubahan gambaran sel terbukti hanya terjadi setelah beberapa
system biokimia yang kritis terurai, dan dalam waktu yang cukup lama berlalu untuk
menampakkan perubahan tersebut. Miosit yang sama yang mati setelah 30 menit
iskemia, tidak kelihatan mati dengan pemeriksaan ultrastruktur (mikroskop electron)
selema 2 sampai 3 jam, dan dengan mikroskop cahaya selama 6 sampai 12 jam.
Dengan zat berbahaya tertentu, mekanisme pasti pathogenesis ditentukan; jadi, sianida
menginaktivasi sitokrom oksidase dalam mitokondria, menyebabkan deplesi ATP, dan
bakteri tertentu dapat menguraikan fosfolipase yang mengdegredasi fosfolipid membrean sel.
Namun demikian, dengan banyaknya stimulus yang berbahaya, mekanisme pathogenesis
pasti yang akhirnya menyebabkan jejas sel (atau kematian sel) tidak sepenuhnya dipahami.
Meskipun demikian beberapa prinsip biokimiawi dasar yang muncul pada penyebab cedeara:
Deplesi ATP. Fosfat berenergi tinggi ATP penting bagi setiap proses yang terjadi
dalam sel termasuk mempertahankan osmolaritas selular, proses transport, sintesis
protein, dan jalur metabolic dasar. Hilangnya sintesis ATP (baik melalui
fosforilasi oksidatif mitokondrial maupun glikolisis an-aerobic) menyebabkan
penutupan segera jalur homeostasis yang paling kritis.
Derprivasi oksigen atau pembentukan spesies oksigen reaktif. Kekurangan
oksigen jelas mendasari pathogenesis jejas sel pada iskemia, tetapi sebagian
pengurangan spesies oksigen teraktivasi juga merupakan mediator penting pada
kematian sel. Spesies radikal bebas ini menyebabkan peroksidasi lipid dan efek
delesi lainnya pada struktur sel.
Hilangnya homeostasis kalsium. Kalsium bebas sitosol normalnya dipertahankan
oleh transport kalsium yang bergantung ATP pada konsentrasi sampai 10.000 kali
lebih rendah dibandingkan konsentrasi kalsium ekstrasel atau dari sisa
mitokondria intrasel dan R.E. iskemia atau toksin menyebabkan masuknya
kalsium ekstrasel melintasi membrane plasma diikuti pelepasan kalsium dari
deposit intraselular. Peningkatan kalsium sitosol sebaliknya mengaktivasi
bermacam fosfolipase (mencetuskan kerusakan membrane), protease
(mengatabolisasi protein membrane dan structural), ATPase (mempercepat deplesi
ATP) dan endonuklease (memecah material genetic). Walaupun jejas sel
menyebabkan peningkatan kalsium intrasel dan sebaliknya meperantarai berbagai
efek delesi (pengurangan), termasuk kematian sel, hilangnya homeostasis kalsium
tidak selalu merupakan puncak kejadian yang perlu pada jejas sel ireversibel.
Defek pada permeabilitas membrane plasma. Membrane plasma dapat langsung
dirusak oleh toksin bakteri tertentu, protein virus, komponen komplemen limfosit
sitolitik, atau sejumlah agen fisik atau kimiawi. Perubahan permeabilitas
membrane bisa juga sekunder, yang disebabkan oleh hilangnya sintesis ATP atau
disebabkan oleh aktivasi fosfolipase yang di mediasi kalsium. Hilangnya barier
menimbulkan kerusakan gradient konsentrasi metabolit yang diperlukan untuk
mempertahankan aktivitas metabolic normal.
Kerusakan mitokondria. Oleh karena semua sel mamalia akhirnya sangat
bergantung pada metabolism oksidatif, keutuhan mitkondria penting bagi
pertahanan hidup sel. Tidaklah terlalu mengejutkan bila mitokonria baik langung
maupun tidak langsung, berakhir sebagai target sebagian besar tipe cidera.
Peningkatan kalisum sitosol, stress oksidatif intrasel, dan produk pemecahan lipid,
menyebabkan semuanya berkulminasi dalam pembentukan saluran membrane
mitokondria interna dengan kemampuan konduksi yang tinggi (disebut juga
transisi permeabilitas membran). Pori nonselektif ini memungkikan gradient
proton melintasi membrane mitokondria untuk menghilang sehingga mencegah
pembentukan ATP. Sitokrom C (protein mudah larut yang penting pada transport
electron) juga bocor keluar ke dalam sitosol; disisni mengaktifkan jalur kematian
apoptotic.
Iskemia dipastikan merupakan tipe jejas sel yang paling sering terjadi dalam kedoteran klinis,
secara khas terjadi karena berkurangnya aliran darah pada pembuluh darah jaringan tertentu.
Berlawanan dengan hipoksia, pembentukan energy glikolitik dapat berlanjut (walaupun
kurang efisien dibandingkan jalur oksidatif), iskemia juga mengganggu pengiriman substrat
untuk glikolisis. Akibatnya, pembentukan energy anaerob juga berhenti di jaringan yang
iskemik setelah substrat potensialnya mengalami kelelahan atau jika glikolisis dihambat oleh
akumulasi metabolit yang normalnya akan dibuang melaluli aliran darah. Konsikuensinya,
iskemia mencederai jaringan lebih cepat dibandingkan hipoksia.
Efek pertama hipoksia adalah pada resipirasi aerobic sel, yaitu fosforilasi oksidatif oleh
mitokondria; sebagai akibat penurunan tengangan oksigen, pembetukan ATP intrasel jelas
berkurang. Hasil deplesi ATP mempunyai efek luas pada banyak system dalam sel.
Aktivitas pompa natrium yang diatur ATP membrane plasma menurun, selanjutnya
terjadi akumulasi natrium intrasel dan difusi kalium keluar sel. Perolehan bersih
solute natrium disertai hasil isosmotik cairan, menyebabkan pembengkakan selular
akut. Kondisi ini dieksaserbasi oleh peningkatan bebas osmotic dari akumulasi
metabolit lain, seperti fosfat anorganik, asam laktat, dan nukleosida purin.
Glikolisis anaerob meningkat karena ATP berkurang dan disertai peningkatan
adenosine monofosdat (AMP) yang merangsang enzim fosfofruktokinase. Jalur
glikolisis ini dirancang evolusionar untuk mempertahankan energy sel dengan
mebntuk ATP dari glikogen, dan aktivasinya menimbulkan deplesi cepat cadangan
glikogen, yang secara histologist jelas kelihatan dengan berkurangnya pewarnaan
untuk karbohidrat. Peningkatan glikolisis juga menyebabkann akumulasi asam laktat
dan fosfat anorganik akibat hidrolisis ester fosfat, jadi menurunkan pH intrasel.
Penurunan kadar pH dan ATP menyebabkan ribosom lepas dari reticulum endoplasma
kasar (RER) dan polisom untuk berdisosiasi menjadi monosom, dengan akibatnya
terjadi penurunan sintesis protein.
Jika hipoksia tidak dihilangkan, perburukan fungsi mitokondria dan peningkatan
permebilitas membran selanjutnya menyebabkan kerusakan morfologik. Apabila
sitoskeleton rusak, gambaran ultrastruktur sperti mikrovili hilang, dan permukaan sel
akan menggelembung. Mitokonria, RE plasma, dan semua sel biasanya tampak
membengkak karena pengaturan osmotic hilang. Jika oksigen diperbaiki, semua
gangguan yang telah disebut akan reversible; namun, jika iskemia tetap terjadi, jejas yang
ireversibel mengikuti.
Jika sel mengalami jejas reversible, perbaikan aliran darah dapat menyebabkan pemulihan
sel. Namun, dalam keadaan tertentu, terjadi perbaikan aliran darah pada iskemik
meskipun jaringan dapat hidup, secara paradox, pada cedera terakselerasi dan
dieksaserbasi (lebih buruk). Sebagai hasilnya, jaringan menyokong kehilangan sel selain
sel yang rusak ireversibel pada akhir episode iskemik. Keadaan itu disebut iskemia/ jejas
reperfusi yang secara klinis merupakan proses penting yang secara bermakna berperan
pada kerusakan jaringan pada infark dan serebral, tetapi juga dapat menerima intervensi
terapeutik.
Walapun mekanisme pasti cedera ini belum jelas, reperfusi jaringan iskemik dapat
menyebabkan kerusakan lebih lanjut melalui cara:
Pemulihan aliran darah membasahi sel yang terganggu dalam konsentrasi tinggi
kalsium bila sel tersebut tidak mampu mengatur sepenuhnya ligkungan ioniknya.
Reperfusi sel yang mengalami jejas mengakibatkan rekruitmen sel radang yang
terjadi local; sel itu melepaskan spesies oksigen reaktif berkadar tinggi, yang
mencetuskan kerusakan membrane dan transisi permeabilitas mitkondria.
Mitokondria yang rusak pada sel yang terganggu, tetapi masih dapat hidup,
menghasilkan reduksi oksigen tak lengkap sehingga meningkatkan produksi
spesies radikal bebas; selain itu, sel yang mengalami jejas secara iskemik
memiliki mekanisme pertahanan antioksidan yang terganggu.
Radikal bebas
Radikal bebas adalah sejenis bahan kimia yang memiliki 1 elekron tanpa
pasangan pada orbit luarnya.Radikal bebas ini terdapat O2 dapat mengakibatkan
peroksidasi lemak dalam selaput organel sampai merusak RE, mitokondria dan
komponen mikrosom lainnya.
Kimiawi
1. beberapa zat kimia bekerja secara langsung dengan cara bergabung dengan
organel seluler.
2. banyak zat kimia lain yang tidak aktif tetapi pertama kali harus di konversi
menjadi metabolit toksik reaktif, yang kemudian bekerja pada sel target.
Virus
Virus menempel pada sel target yang memiliki reseptor spesifik. Setelah itu
virus masuk ke sel melalui fagositosis atau dengan proses fusi dengan membran sel.
Kemudian virus mengadakan replikasi secara ekplosif yang menyebabkan lisis sel.
I.3. Akibat
I.3.1. Adaptasi
Adaptasi sel adalah mekanisme yang dilakukan oleh sel untuk mempertahankan diri akibat
perubahan-perubahan yang terjadi di lingkungannya. Ada beberapa macam adaptasi yang
dilakukan oleh sel, yaitu:
1. Artofi
Pengerutan ukuran sel dengan hilangnya substansi sel karena kuranga aktivitas. 2.
2. Hipertrofi
Penambahan ukuran sel dan dapat menyebabkan penambahan ukuran suatu organ.
Contoh fisiologisnya ada pada ibu hamil dan orang berotot. Sedangkan contoh
patologisnya dalah jantung yang membersar karena hipertensi.
3. Hiperplasia
Peningkatan jumlah sel dalam organ atau pada suatu jaringan. Contoh fisiologisnya
ada pada kasusu proiferasi epitel kelenjar payudara saat pubertas, sedangkan contoh
patologisnya pada mens abnormal dan kutil.
4. Metaplasia
Penggantian sel dewasa olehs el dewsa lain dan bersifat reversible, contohnya pada
kasus sel yang sensitif di gantikan oleh sel yang lebih adaptif, contoh detailnya pada
kasus orang perokok, epitel di trakeanya akan digantikan epitel yang lebih adaptif
yaitu epitel gepeng bertingkat.
5. Displasia
Pertumbuhan sel atau jaringan secara abnormal.
Kondisi dimana sel tidak dapat lagi beradaptasi, dapat dibedakan menjadi:
1. Cedera reversible
Cedera reversible adalah ketika stimulus paada sel tersebut dihentikan dan
adaptasi sel berhasil sehingga tidak menimbulkan kematian. Dua kelainan
morfologik utama pada jejas reversible adalah pembengkakan sel dan
degenerasi lemak. Pembengkakan adalah akumulasi cairan di dalam sel akibat
gangguan mekanisme pengaturan cairan. Biasanya disebabkan karena
berkurangnya energi yang digunakan pompa natrium untuk mengeluarkan
natrium dari intrasel. Sedangkan degenerasi lemak adalah dimana terjadi
penumpukan lemak intrasel sehingga inti terdesak ke pinggir. Jaringan akan
bengkak dan bertambah berat dan terlihat kekuning-kuningan. Misalnya
perlemakan hati (fatty liver) pada keadaan malnutrisi dan alkoholik.
2. Cedera irreversible
Cedera irreversible adalah ketika sel tidak mampu merepair dirinya kembali
seperti semula, tanda cedera irreversible adalah ketidakmampuan memperbaiki
disfungsi mitokondria dan gangguan fungsi membran yang besar. Cedera
irreversible dapat berujung pada kematian sel, kematian sel dibedakan
menjadi:
a. Nekrosis
Nekrosis merupakan kematian sel sebagai akibat dari adanya kerusakan sel
akut atau trauma (mis: kekurangan oksigen, perubahan suhu yang ekstrem, dan
cedera mekanis), dimana kematian sel tersebut terjadi secara tidak terkontrol
yang dapat menyebabkan rusaknya sel, adanya respon peradangan dan sangat
berpotensi menyebabkan masalah kesehatan yang serius. Dua proses penting
pada nekrosis yaitu:
a. Digestif enzimatik sel, baik autolisis (dimana enzim berasal dari sel mati)
atau heterolysis ( enzim berasal dari leukosit). Sel mati dicerna dan sering
meninggalkan cacat jaringan yg diisi oleh leukosit imigran dan menimbulkan
abses.
b. Apoptosis
Apoptosis adalah pola kematian sel yang tersendiri atau terprogran.
Mekanisme terjadinya apoptosis:
Adanya pemberian sinyal yang dipicu oleh berbagai faktor.
Adanya kontrol dan integrasi yang dilengkapi oleh protein
spesifik yang menghubungkan sinyal kematian dengan program
eksekusi akhir. Contoh protein yang menyebabkan kematian
adalah BAX dan BAD.
Eksekusi yang ditandai dengan pemecahan kaspase. Aktivasi
transglutaminase yang mengubah protein sitoskeletal menjadi
selubung memadat dan berfragmentasi menjadi badan
apoptotik. Pemecahan DNA yang terjadi melalui kerja
endonuklease dan granzym B yang berujung pada pengaktifan
TP53 yang akan mengakibatkan fragmentasi DNA dan memicu
jalur lintas bunuh diri sel. Pengenalan, pengangkatan, dan
fagositosis sel-sel apoptotik oleh amkrofag atau sel epithelial
yang berdekatan.
3) Protein
Secara morfologik akumulasi protein jarang terjadi, hal tersebut dapat terjadi apabila
ada penimbunan berlebihan atau sel mensintesa dalam jumlah yang berlebihan.
Contohnya pada ginjal.
4) Glikogen
Deposit glikogen berlebihan dikaitkan dengan kerusakan metabolisme glukosa atau
glikogen. Pada penderita diabetes melitus yang tidak terkontrol dnegan baik
merupakan contoh metabolisme glukosa abnormal.
5) Pigem eksogen
Klasifikasi patologis adalah proses biasa yang dijumpai pada berbagai keadaan
penyakit, menyatakan adanya penempatan garam kalsium abnormal, biasanya
bersama dengan sedikit besi, magnesium, dan mineral lain.
Klasifikasi distrofik
Ketika penempatannya pada pada jaringan mati atau jaringan yang akan mati
yang nantinya akan terbentuk kristal kalsium fosfat.
Klasifikasi metastatik
Ketika penempatannya pada jaringan normal.dapat terjadi apabila terdapat
hiperkalsemia, penyebab utama hiperkalsemia adalah:
- Peningkatan sekresi hormon paratiroid
- Destruksi tulang
- Kelainan yang berhubungan dengan vitamin D
- Gagagl ginjal
I.3.5. Penuaan sel
Terjadi akibat gabungan akumulasi kerusakan sel (misal radikal bebas), penurunan
kemampuan membelah, dan menurunnya kemampuan untuk memperbaiki DNA yang rusak.
Akumulasi kerusakan DNA merupakan mekanisme perbaikan DNA yang tidak efektif,
sebaliknya perbaikan DNA dapat diaktifkan dengan mengurangi kalori, yang berhasil
memperpanjang usia pada penelitian beberapa organisme. Penurunan kemampuan membelah
merupakan menurunnya kapasitas membelah pada sel akibat pemendekan progresif telomer.
Ada juga kemungkinan peran faktor pertumbuhan yang mempercepat penuaan pada model
organisme sedehana.
II. INFLAMASI
Inflamasi adalah suatu respon protektif yang ditujukan untuk menghilangkan penyebab awal
jejas sel serta membuang sel dan jaringan nekrotik yang diakibatkan oleh kerusakan sel.
1. Inflamasi akut
Radang yang belangsung relative singkat, dan ditandai dengan eksudasi cairan
dan protein plasma, serta akumulasi leukosit neutrofilik. Inflamasi akut merupakan
respons segera dan dini terhadap jejas yang dirancang untuk mengirimkan leukosit ke
tempat jejas. Terdapat 2 komponen utama yaitu perubahan vascular dan rekruitmen
sel yang menghasilkan tanda-tanda local yaitu kalor, rubor, dan tumor serta emigrasi
leukosit. Perluasan mediator serta kerusakan yang diperantai leukosit akan
menyebabkan tanda-tanda tambahan yaitu dolor dan hilangnya fungsi.
Mekanisme yang terjadi:
a. Vasokontriksi yang sementara dan cepat yang kemudian diganti dengan
vasodilatasi pembuluh darah yang menyebabkan warna kemerahan dan rasa
hangat akibat peningkatan aliran darah ke daerah yang mengalami inflamasi.
b. Terjadi statis/dilatasi pada pembuluh darah yang dipadati oleh eritrosit dan
aktivasi endotel, dan peningkatan pengeluaran selektin yang berfungsi untuk
rolling leukosit.
c. Leukosit keluar dari aliran darah dan bergerak disepanjang permukaan endotel
pembuluh darah atau disebut dengan marginasi. Melekatnya sementara leukosit
dalam proses telling diperantai oleh selektin.
d. Leukosit melekat kuat pada permukaan endotel (adhesi kuat) yang diperantai oleh
kelompok immunoglobulin yaitu ICAM-1 dan VCAM-1 yang berikatan dengan
integrin.
e. Leukosit merayap diantara sel endotel, melewati membrane basalis, dan masuk ke
ruang ekstravaskuler (diapedesis). Degredasi membrane basalis yang dilewati
leukosit dengan kolagenase. Yang membuka endotel menjadi celah agar leukosit
bisa keluar adalah sel mast. Proses transmigrasi ini memanfaatkan interaksi
PECAM-1.
Kemudian, leukosit yang direkrut akan melakukan pengenalan dan perlekatan ke
partikel/mikroba, menelan dan membentuk vakuola fagositik yang lain, dan
membunuh atau mendegradasi materi yang ditelan.
2. Inflamasi kronik
Inflamasi memanjang/berlangsung lebih lama (berhari-hari sampai bertahun-
tahun) yang ditandai dengan influx limfosit dan makrofag disertai dengan proliferasi
pembuluh darah dan pembentukan jaringan parut.
Inflamasi kronik dapat berkembang dari inflamasi akut atau dapat terjadi pada
keadaan sebagai berikut:
a. Infeksi virus.
b. Infeksi mikroba persisten (sifilis dan tibi).
c. Pajanan yang lama terhadap agen yang berpotensi toksik (silikosis,
aterosklerosis).
d. Penyakit autoimun.
a. Makrofag.
Berasal dari monosit, berperan untuk penyaring mikroba dan sel-sel
yang akan mengalami kematian, serta memperingatkan/merangsang
limfosit T dan B apabila ada gangguan/bahaya.
b. Limfosit.
Limfosit dikerahkan ketika terjadi infeksi. Limfosit teraktivasi akan
menghasilkan berbagai mediator termasuk IFN-δ yang akan merangsang
aktivasi monosit dan makrofag. Makrofag terkativasi akan melepaskan
sitokin, yaitu IL-1 dan TNF yang akan mengaktivasi limfosit dan jenis sel
lainnya.
c. Sel plasma.
Sel plasma yang dihasilkan oleh limfosit B dan berperan untuk
menghasilkan antibody untuk melawan infeksi parasit.
d. Eosinofil.
Berperan untuk infeksi parasit.
e. Sel mast.
Sel mast yang berperan dalam radang akut dan kronik, pada radang
akut ia akan mencetuskan histamine dan metabolit AA yang menyebabkan
perubhaan vascular pada inflamasi akut dan ia juga berperan dalam infeksi
parasit.
Selama terjadi radang, terjadi peningkatan aliran pada saluran getah bening.
Selain cairan, leukosit dan debris juga dapat masuk ke limfe yang mengakibatkan
dapat terjadinya peradangan pada saluran limfe (limfangitis) atau kelenjar getah
bening (limfadenitis). Contohnya, infeksi pada tangan, dapat ditemukan bercak-
bercak sepanjang lengan sampai ke aksila, disertai perbesaran kelenjar getah bening.
III. PENYEMBUHAN & PEMULIHAN
PEMULIHAN JARINGAN
REGENERASI SEL
Pengendalian pertumbuhan dan diferensiasi sel
Terjadinya ploriferasi sel-sel normal/ siklus sel yang terdiri dari 3 fasse yaitu:
fase G1, S, G2, M. Siklus sel dikendalikan oleh protein siklin yang akan
bekerja sama dengan protein CDK, dan siklin akan meningkat cepat saat
memasuki fase baru dan akan didegradasi ketika telah menyelesaikan sebuah
fase. Kombinasi siklin dan CDK yang berbeda akan penting untuk beberapa
tahap tertentu.
Potensi proliferatif sel ada 3 yaitu:
1. Sel labil, dimana sel ini terus membelah dan regenerasi terjadi dimulai dari sel
stem yang memiliki kemampuan memperbanyak diri tidak terbatas.
2. Sel stabil, saat keadaan normal sel ini berada dalam fase istirahatdan akan
aktif masuk ke fase G1 saat ada cedera.
3. Sel permanen, yaitu sel yang tidak dapat lagi berproiferasi setelah
menyelesaikan fase mitotik.
Mediator
Mediator kimiawi yang paling penting dalam pertumbuhan sel adalah faktor
pertumbuhna polipeptida, yang selain berfungsi untuk merangsang proliferasi
sel juga berfungsi dalam migrasi dan diferensiasi sel, remodeling jaringan,
hingan penyembuhan luka. Pemberian sinyal lewat mediator terlarut dapat
terjadi dengan berbagai cara, yaitu:
1. Autokrin, yaitu mediator terlarut bekerja pada sel yang
mengekskresikan.
2. Parakrin, yaitu mediator telarut mempengaruhi sel-sel yang
berdekatan.
3. Sinaptik, yaitu neurotransmitter yang dilepaskan menuju target.
4. Endokrin, yaitu substansi dilepaskan masuk ke aliran darah dan dibawa
menuju organ target yang letaknya jauh.
Sementara itu terdapat 4 macam reseptor permukaan sel yang umum,
yaitu reseptor ion kanal, reseptor protein kinase, reseptor protein 6,
reseptor tanpa aktivitas enzimatik intrinsik.
Pemulihan Jaringan
Pemulihan sel parenkim dan epitel oleh jaringan ikat dilakukan jika jejas yang terjadi berat
atau parah, sehingga pemulihannya tidak bias hanya dengan regenerasi sel saja.
Pemulihan dengan pembentukkan jaringan ikat terdiri atas proses-proses yang terjadi setelah
respons radang:
Angiogenesis
Angiogenesis adalah proses pembentukan pembukuh darah baru dari pembuluh yang telah
ada, terutama venula. Angiogenesis sangat penting pada pemulihan luka di tempat jejas ,
untuk pembentukan kolateral di daerah iskemia, dan menyebabkan tumor dapat bertambah
besar walaupun suplai darah terbatas.
Proses Angiogenesis
1. Vasodilatasi terjadi karena respons terhadap NO dan pertambahan permeabilitas yang
diinduksi oleh VEGF
2. Lepasnya perisit dari permukaan abluminal
3. Migrasi sel endotel ke area jejas
4. Proliferasi sel endotel di belakang sel yang bermigrasi di depannya
5. Proses penyesuaian bentuk menjadi pipa kapiler
6. Pengumpulan sel periendotel (sel perisit untuk kapiler kecil dan sel otot polos untuk
pembuluh darah yang lebih besar) untuk membentuk pembuluh darah yang matur
7. Supresi proliferasi endotel dan migrasi serta deposisi membran basalis
Pengendapan jaringan ikat pada jaringan parut terjadi melalui dua tahapan, yaitu:
1. Sel radang (terutama makrofag, sel mast, dan limfosit yang berada di daerah jejas dan
jaringan granulasi mensekresi sitokinin dan factor pertumbuhan yang berperan pada
proliferasi dan pengaktifan fibroblas
2. Faktor pertumbuhan (PDGF, FGF-2, dan TGF-β) aktif, memicu pengumpulan dan
pengaktifan fibroblas untuk mensintesa protein jaringan ikat
3. Pengumpulan dan pengaktifan fibroblast
4. Fibroblas berproliferasi dan jumlah pembuluh darah baru akan menurun, fibroblas
secara progresif membentuk fenotip sintetik, sehingga terjadi peningkatan deposit
ECM
5. Sintesa kolagen, jumlah akumulasi kolagen akan tergantung pada sintesa koalgen dan
degradasi kolagen
6. Jaringan Granulasi membentuk jaringan parut yang terutama terdiri atas fibroblas
yang sebagian besar tidak aktif, berbentuk spindel, kolagen padat, fragmen jaringan
elastin, dan komponen ECM lainnya
7. Jaringan parut menjadi matur dan terjadi regresif vaskular
8. Jaringan granulasi yang kaya akan pembuluh darah menjadi jaringan parut tanpa
pembuluh darah (avaskular)
Faktor Pertumbuhan yang Berperan pada Pengaktifan Fibroblas dan Penimbunan Jaringan
Ikat
Setelah sintesa dan deposisi, jaringan ikat pada jaringan parut akan dilanjutkan dengan proses
pengubahan dan penyesuaian bentuk jaringan, sehingga hasil proses penyembuhan adalah
keseimbangan antara sintesa dan degradasi protein ECM. Degradasi kolagen dan komponen
ECM terjadi karena Matrix Metalloproteinases (MMPs), yang bergantung pada ion zinc
untuk aktivitasnya.
MMPs diproduksi oleh berbagai sel (fibroblas, makrofag, neutrofil, sel sinovial, dan beberapa
sel epitel), sekresinya diatur oleh sitokin dan beberapa agen lainnya. MMPs diproduksi
sebagai prekursor inaktif (zymogen) dan kemudian diaktfkan oleh proteases yang hanya ada
di tempat jejas. MMPs yang aktif dapat dicegah dengan metalloproteinase TIMPs (inhibitor
jaringan khusus), yang diproduksi oleh sel mesenkim.
Infeksi
Infeksi akan memperpanjang proses radang dan berpotensi menambah luas tempat
jejas.
Nutrisi
Kekurangan vitamin C akan menghambat sintesa kolagen dan menghambat proses
penyembuhan.
Glukokortikoid
Mempunyai efek anti-radang dan mengakibatkan lemahnya jaringan parut.
Variabel mekanik
Tekanan yang meningkat atau torsi dapat mengakibatkan luka jadi tertarik dan pecah
Perfusi buruk
Akibat dari arteriosclerosis dan diabetes akan menghambat penyemuhan.
Beda asing
Misalnya fragmen besi atau kaca akan mengganggu penyembuhan.
Tipe dan luasnya jejas
Restorasi lengkap hanya dapat terjadi pada jaringan yang terdiri atas sel stabil dan sel
labil.
Lokasi jejas dan sifat jaringan tempat jejas
Jaringan granulasi tumbuh dalam eksudat dan akan terbentuk jaringan parut.
Aberasi pertumbuhan sel dan produksi ECM
Dapat terjadi pada awal penyembuhan luka. Contoh: akumulasi kolagen yang
berlebihan akan mengakibatkan jaringan parut yang tumbuh menonjol ke atas, disebut
keloid.
Penyembuhan Luka
Penyembuhan luka kulit merupakan contoh klinis dari pemulihan jaringan. Bergantung pada
sifat dan besarnya luka, dapat terjadi penyembuhan perprimam atau penyembuhan luka
presekundam.
Penyembuhan Perprimam
Contohnya adalah penyembuhan dari luka insisi bedah yang bersih tanpa infeksi dan dijahit
dengan benang. Hal ini disebut penyembuhan perprimam. Insisi hanya akan mengakibatkan
gangguan lokal kontinuitas epitel membran basalis dan kematian sel terbatas sel epitel dan
jaringan ikat.
Dalam 24 jam netrofil dijumpai pada tepi insisi, migrasi menuju pembekuan fibrin.
Sel basal di tepi inisisi bermitosis. Dalam 24 hingga 48 jam, sel epitel mulai
berproliferasi sepanjang dermis dan mengendapkan komponen membran basal.
Pada hari ke-3, netrofil digantikan oleh makrofag, dan jaringan granulasi secara
progresif mengisi ruang insisi. Serat kolagen berada di tepi insisi.
Pada hari ke-5, neovaskularisasi terbentuk lengkap dan jaringan granulasi mengisi
insisi, serat kolagen makin banyak dan menghubungkan kedua tepi insisi.
Selama minggu kedua, terjadi akumulasi kolagen secara terus-menerus dan proliferasi
fibroblas.
Pada akhir bulan pertama, jaringan parut melindungi jaringan ikat seluler, tanpa sel
radang, dilapisi epitel epidermis normal.
Penyembuhan Persekundam
Pada penyembuhan persekundam, reaksi radang lebih intens, dan terjadi jaringan granulasi
yang luas, dengan akumulasi ECM dan pembentukan jaringan parut yang luas, diikuti dengan
kontraksi luka dimediasi oleh miofibroblas.
Beku darah yang besar atau bekas sisa jaringan kaya fibrin dan fibronektin terbentuk
di permukaan luka
Inflamasi lebih intens karena defek luas dengan sisa jaringan nekrotik yang banyak,
eksudat, dan fibrin yang harus dibuang bertambah
Defek yang besar membutuhkan jaringan granulasi yang besar untuk mengisi rongga
yang besar dan kerangka jaringan untuk proses pertumbuhan epitel kembali
Penyembuhan presekundam berkaitan dengan kontraksi luka
Kekuatan Luka
Kekuatan luka akan mencapai kira-kira 70% hingga 80% dari normal dalam waktu 3 bulan
dam kemudian tidak berubah setelah mencapai titik tersebut.
DAFTAR PUSTAKA