Zakiah Nada Nuralfilail - A2 - Makalah Tutorial Case 1 (FBS 2) Jejas, Adaptasi Sel, Inflamasi, Pemulihan Dan Pen
Zakiah Nada Nuralfilail - A2 - Makalah Tutorial Case 1 (FBS 2) Jejas, Adaptasi Sel, Inflamasi, Pemulihan Dan Pen
KELOMPOK TUTORIAL A2
Disusun Oleh:
FAKULTAS KEDOKTERAN
Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Kuasa atas segala limpahan Rahmat-Nya
sehingga kami dapat menyelesaikan penyusunan makalah ini dalam bentuk maupun isinya
yang sangat sederhana.
Dalam rangka memenuhi tugas tutorial, kami menyusun makalah ini membahas
tentang Jejas, Adaptasi Sel, Inflamasi dan Pemulihan Jaringan. Dalam Penulisan makalah ini
kami merasa masih banyak kekurangan-kekurangan baik pada teknis penulisan maupun
materi, \
Akhir kata, kami berharap semoga materi ini dapat bermanfaat dan menjadi
sumbangan pemikiran bagi pihak yang membutuhkan, khususnya bagi tim penulis sehingga
tujuan yang diharapkan dapat tercapai.
Penyusun
SKENARIO
Halaman 1
Seseorang perempuan, Ny. R 65 tahun, mengalami luka borok pada tumit kaki kanan
dan berbau. Awalnya satu bulan yang lalu ia mengikuti acara jalan santai di kelurahan
menggunakan sepatu baru karena sepatu yang lama sudah rusak. Sore harinya nampak luka
lecet pada tumit kaki kanannya, tetapi tidak nyeri. Ny. R diketahui memiliki riwayat penyakit
gula sejak 12 tahun yang lalu. Ny. R tetap menggunakan sepatu tersebut untuk jalan pagi.
Lama- kelamaan lecet berubah menjadi luka, kulit sekitarnya berwarna kemerahan dan
sedikit bengkak, disertai nyeri tetapi tidak terlalu.
Halaman 2
Sekarang luka tersebut sudah makin besar dan tiga hari lalu tampak bernanah dan
berbau. Anak Ny. R membawanya kedokter untuk memeriksakan luka itu ke klinik. Setelah
pemeriksaan, dokter membersihkan luka tersebut dan membuang jaringan nekrotik pada luka,
Ia menjelaskan luka tersebut harus dirawat dan dibersihkan tiap hari sampai nanti terjadi
proses pemulihan jarigan. Ny. R juga harus mengendalikan kadar gula darahnya dan menjaga
kakinya agar tidak terluka atau mengalami lecet lagi. Dua minggu kemudian tampak jaringan
parut di bekas luka. Untung saja kaki Ny. R masih dapat diselamatkan.
Case 3
A. Terminologi
1. Luka Lecet = luka yang terjadi akibat kulit bergesekan dengan benda lain yang
biasanya dengan benda yang tidak tajam.
2. Luka Borok = luka yang terbuka pada kulit, mata atau mebran mukosa yang
sering disebabkan oleh peradangan, infeksi, kanker, hipertensi, diabetes, dan lain-
lain.
3. Nyeri = sensasi yang terlokalisasi berupa ketidaknyamanan, kesedihan, dan
penderitaan yang dihasilkan oleh stimulasi pada akhiran saraf tertentu.
4. Bengkak = pembesaran abnormal sementara pada bagian atau daerah tubuh
teretentu.
5. Nekrosis = kematian sel yang disebabkan oleh digesti enzimatik sel dan denaturasi
protein.
6. Apoptosis = jalur "bunuh diri" sel bukan "pembunuhan" sel yang terjadi pada
kematian sel nekrotik. Apoptosis (berasal dari kata yang berarti "meninggalkan
jauh dari") menyebabkan kematian sel terprogram, pada beberapa proses
fisiologik penting (dan proses patologik)
7. Rubor = tempat terjadinya radang menjadi warna kemerahan
8. Tumor = terjadinya edema radang atau cairan eksudat dan mengakibatkan
kebengkakan lokal
9. Calor = Suhu lokasi tempat terjadinya radang menjadi lebih hangat
10. Dolor = yang menimbulkan nyeri di lokasi radang
11. Functio laesa = adanya perubahan, gangguan, kegagalan fungsi pada daerah yang
abnormal jaringan
12. Inflamasi = peradangan
13. Atrofi = Pengerutan ukuran sel dengan hilangnya substansi sel
14. Hipertrofi = Penambahan ukuran sel yang dapat menyebabkan penambahan
ukuran organ, dapat terjadi bersamaan dengan hiperplasia
15. Hiperplasia = Peningkatan jumlah sel dalam organ atau jaringan
16. Metaplasia = Perubahan reversible yang mana suatu jenis sel dewasa berubah atau
berganti menjadi jenis sel dewasa yang lain
17. Dysplasia = Perubahan reversible yang mana suatu jenis sel dewasa berubah atau
berganti menjadi jenis sel dewasa yang lain
18. Bernanah = eksudat yang kaya protein yang terdiri dari leukosit, puing seluler,
dan cairan encer
19. Jaringan nekrotik = jaringan yang mengalami nekrosis
20. Jaringan parut = jaringan yang meengandung fibrosa (fibrosis) yang
menggantikan kulit luka setelah cedera
21. PMN = polymorphonuclear (bagian dari sel darah putih dari kelompok granulosit
22. TGF-β = Transforming Growth Factor Beta (protein yang disekresikan untuk
meregulasi proliferasi, diferensiasi dan kematian dari berbagai jenis sel)
23. PDGF = Platelet Derivat Growth Factor (faktor pertumbuhan)
24. Haemostasis = mekanisme alami tubuh untuk menghentikan kehilangan darah
yang berlebihan
25. Angiogenesis = proses pembentukan pembuluh darah baru dari pembuluh yang
telah ada, terutama vena. Merupakan proses yang sangat penting pada pemulihan
luka di tempat jejas, untuk pembentukan kolateral di daerah iskemia, dan
menyebabkan tumor dapat bertambah besar walaupun suplai darah terbatas.
26. Granulation Tissue = bahan yang dibentuk untuk memperbaiki luka jaringan
lunak, terdiri dari sel- sel jaringan ikat dan pembuluh muda yang tumbuh ke
dalam, pada akhirnya membentuk bekas luka.
Jejas 1. Definisi
2. Faktor
3. Etiologi
4. Mekanisme
5. Klasifikasi
Inflamasi 1. Definisi
2. Fungsi
3. Klasifikasi
Akut
Kronik
4. Mekanisme
Akut
Kronik
5. Peran kelenjar dan pembuluh
getah bening
A. Latar belakang
Masa pubertas adalah saat terjadinya perubahan-perubahan dalam tubuh yang mengiringi
rangkaian pendewasaan. Periodenya terjadi bervariasi tergantung individu. Dapat
terjadi lebih awal atau justru sebaliknya. Biasanya dimulai antara usia 9-12 tahun untuk
perempuan, dan antara usia 10-14 tahun untuk pria. Masa pubertas tidak hanya ditandai
dengan haid pada perempuan atau mimpi basah pada laki-laki.
Masa pubertas juga ditandai dengan perubahan bentuk fisik, ditandai dengan munculnya
lekukan-lekukan tubuh sehubungan dengan membesarnya payudara dan berubahnya
proporsi lekuk pinggul, serta tumbuhnya bulu-bulu halus di beberapa bagian tubuh pada
perempuan.
Sedangkan pada laki-laki, terjadi perubahan pada pita suara, mulai tumbuh rambut
kemaluan dan bulu wajah, serta membesarnya ukuran testikel dan penis. Selain itu, bahu
juga menjadi lebih lebar karena kondisi tubuh yang lebih berotot.
Perubahan pada masa pubertas ini disebabkan oleh produksi hormon testosteron pada
laki-lakidan estrogen pada perempuan.
Berdasarkan latar belakang diatas, maka penulis membuat laporan mengenai masa
pubertas yang berjudul “REPRODUKSI, SISTEM ENDOKRIN DAN TUMBUH
KEMBANG”
BAB II
ISI
A. JEJAS
1. Pengertian Jejas Sel
Jejas sel adalah kondisi dimana sel beradaptasi secara berlebihan dikarenakan
adanya stress fisiologis atau stimulus patologis.
3. Prinsip Umum
1. Respon seluler bergantung pada tipe, durasi, dan keparahan stimulus
Jadi, toksin berdosis rendali atar iskemia berdurasi singkat bisa menimbulkan
jejas se1 yang reversibel, sedangkan toksin berdosis lebih tinggi atau iskemia
dalam waktu yang lebih lama, akan menyebabkan jejas ireversibel dan
kematian sel.
2. Bergantung pada tipe, status, dan kemampuan adaptasi terhadap jejas.
Jejas yang sama mempunyai dampak yang sangat berbeda, bergantung pada
tipe sel. Contohnya, otot lurik skelet di tungkai mengakomodasi iskemia
komplet selama 2 sampai 3 jam tanpa terjadi jejas ireversibel, sedangkan otot
jantung akan mati hany;r setelah 20 sampai 30 menit.
3. Sistem sel yang mudah mengalami jejas
Empat sistem intraselular yang paling mudah terkena adalah: 1) keutuhan
membran sel, yang kritis terhadap homeostasis osmotik dan ionik selular; 2)
pembentukan adenosin trifosfat (ATP), paling besar melahri respirasi aerobik
mitokondria; 3) sintesis protein; dan 4) keutuhan perlengkapan genetik.
4. Fungsi sel hilang sebelum kematian
Karena aktivitas spesifiknya secara khas bergantung pada semlla sistem yang
masih utuh, sel kehilangan aktivitas fungsionalnya relatif cepat, meskipun
tidak mati. Misalnya, sel miokardial menjadi nonkontraktil setelah 1 sampai 2
menit mengalami iskemia walaupun sel itu tidak mati sampai 20-30 menit
setelah terjadi iskemia. Selain itu, perubahan gambaran sel terbukti hanya
teqadi setelah beberapa sistem biokimia yang kritis terurai, dan dalam waktu
yang cukup lama berialu untuk menampakkan perubahan tersebut.
4. Klasifikasi Jejas
A. Jejas Reversible
Perubahan ultrastruktur jejas sel reversibel meliputi :
- perubahan membran plasma seperti bula (pembengkakan); penumpulan
atau distorsi mikrovilli; dan longgarnya pelekatan intersel;
- perubahan mitokondrial, seperti pembengkakan dan munculnya densitas
amorf kaya fosfolipid;
- dilatasi retikulum endoplasma dengan kerusakan ribosom dan disosiasi
polisom;
- perubahan nuklear, dengan disagregasi unsur granular dan fibrilar.
Dua pola perubahan morfologik yang berkaitan dengan jejas reversibel dapat
dikenali dengan mikroskop cahaya
B. Jejas Irreversible
Dua fenomena yang secara konsisten menandai terjadinya jejas irreversible
adalah tidak mampu memperbaiki disfungsi mitokondria dan terjadinya
gangguan fungsi membran yang besar. Terdapat beberapa penyebab potensial
kerusakan membran, yaitu :
- Kehilangan progresif fosfolipid membran
Kehilangan fosfolipid yang progresif dapat juga terjadi akibat penrlrlrnan
reasilasi yang dependen ATP atau berkurangnya sintesis fosfolipid
denovo.
- Abnormalitas sitoskeletal
Aktivasi protease dengan peningkatan kalsitrm intrasel bisa menyebabkan
kerusakan sitoskleleton. Pada kondisi pembengkakan sel, jejas seperti itu
dapat menyebabkan pelepasan membran sel dari sitoskleleton,
menyebabkan membran rentan terhadap regangan dan ruptur.
- Radikal oksigen toksik
Spesi oksigen yang tereduksi sebagian sangat toksik dan menyebabkan
jejas pada membran sel dan isi sel lainnya. Radikal oksigen tersebut
meningkat pada jaringan iskemik, terutama setelah perbaikan aliran darah
dengan rekrutmen leukosit dan mekanisme lain.
- Produk pemecahan lipid
Produk katabolik ini berakumulasi dalam sel iskemik sebagai akibat
degradasi fosfolipid dan memiliki efek pembersih pada membran.
Secara umum, jejas irreversible dibagi menjadi 2, yaitu :
1. Nekrosis
Nekrosis merupakan kematian sel yang disebabkan oleh digesti enzimatik
sel dan denaturasi protein. Nekrosis terdiri dari beberapa jenis.
a. Nekrosis koagulatif, yaitu apabila denaturasi protein merupakan pola
primer yang terjadi.
b. Nekrosis liquefaktif khas untuk infeksi bakterial fokal atau kadang
fungal, karena memberikan rangsang yang sangat kuat untuk akumulasi
sel darah putih.
c. Nekrosis gangrenosa bukan merupakan pola jelas kematian sel,
istilahnya masih sering digunakan dalam praktik pembedahan. lstilah
tersebut menunjukkan nekrosis koagulativa iskemik (sering kali
ekstremitas); saat terjadi infeksi yang menumpangi dengan komponen
liquefaksi, lesi disebut "gangren basah".
d. Nekrosis kaseosa adalah bentuk tersendiri nekrosis yang paling sering
ditemukan pada fokus infeksi tuberkulosis. lstilah "kaseosa" berasal
dari gambaran makroskopik putih, seperti keju di daerah nekrotik
sentral. Secara mikroskopik, fokus nekrotik tersusun atas debris
granular amorf, tanpa struktur terlingkupi dalam cincin inflamasi
granulomatosa tersendiri.
e. Nekrosis lemak merupakan istilah lain yang telah diterima dengan
baik, yang sebenarnya tidak menunjukkan pola spesifik nekrosis.
Agaknya, menjelaskan area fokal destruksi lemak, yang secara khas
terjadi setelah cedera pankreatik; nekrosis tersebut disebabkan oleh
pelepasan patologi enzim pankreatik yang teraktivasi ke dalam
parenkim yang berdekatan atau cavum peritoneii.
2. Apoptosis
Apoptosis adalah jalur "bunuh diri" sel bukan "pembunuhan" sel yang
terjadi pada kematian sel nekrotik. Apoptosis (berasal dari kata yang
berarti "meninggalkan jauh dari") menyebabkan kematian sel terprogram,
pada beberapa proses fisiologik penting (dan proses patologik), meliputi
- Kerusakan sel terprogram selama embriogenesis, seperti yang terjadi pada
implantasi, organogenesis, dan terjadinya involusi
- Involusi fisiologik bergantung hormon, seperti involusi endometrium
selama sikhis menstruasi, atau payudara di masa laktasi setelah
penyapihan; atau atrofi patologik, seperti pada prostat setelah kastrasi
- Delesi sel pada populasi yang berproliferasi, seperti epitel kripta usus, atau
kematian sel pada tumor r
- Delesi sel T autoreaktif di timus (>95% timosit mati dalam timus selama
proses maturasi), kematian sel dari limfosit yang kekurangan sitokin, atau
kematian sel yang diinduksi oleh sel T sitotoksik r
- Berbagai rangsang cedera ringan (panas, radiasi, obat kanker sitotoksik
untuk kanker, dan liin-lain; yang menyebabkan kerusakan DNA yang tidak
dapat diperbaiki, sebaliknya memicn jalur lintas bunuh diri sel (misalnya,
melalui protein supresor tumor TP53)
Mekanisme apoptosis
1. Signaling
Apoptosis dapat dipicu dengan berbagai sinyal yang berkisar dari
kejadian terprogram intrinsik (misalnya, pada perkembang;rn),
kekurangan faktor turnbuh, interaksi ligan-reseptor spesifik, pelepasan
granzirn dari se1 T sitotoksik, atau agen jejas tertentu (misalnya,
radiasi). Sinyal transmembrar-r juga dapat menekan program kematian
yang terjadi sebelumnya (dan tentnnya rangsang kelangsungan hidup)
atan menginisiasi kaskade kematian se1. Reseptor membran plasma
tersebut memberikan sekuens protein "domain kematian" intrasel,
yaitu bila dioligomerisasi (khususnya trimerisasi) menimbulkan
aktivasi kaspase inisiator dan kaskade aktivasi enzim yang memuncak
pada kematian sel.
2. Kontrol dan integrasi
Kontrol dan integrasi dilengkapi oleh protein spesifik yang
mengkubungkan sinyal kematian asli dengan program eksekusi akhir.
Protein tersebut penting karena kerjanya dapat menimbulkan
"komitmen" atau pembatalan sinyal yang berpoterrsi letal. Terdapat
dua jalur luas pada tahapan ini: (1) transmisi langsung sinyal kematian
dengan protein pencocok (adapter proteins) terhadap mekanisme
eksekusi; dan (2) pengaturan (permeabilitas mitokondrial) oleh
anggota famili protein BCL-2. Pembentukan pori dalam membran
mitokondrial menyebabkan reduksi potensial membran, dengan
pengurangan produksi ATP dan pembengkakan mitokondrial;
peningkatan permeabilitas membran mitokondrial luar melepaskan
pencetus apoptotik, sitokrom c, ke dalam sitosol. Terdapat dugaan
bahwa sitoplasma c yang dilepas mengikat protein sitosol tertentu
(misalnya, faktor pengaktivasi protease proapoptotik ntau Apaf-1) dan
mengaktifkannya, mencetuskan aktivasi kaspase eksekusi dan
pengaturan gerakan kejadian proteolitik yang membunuh sel. BCL-2
(ditemukan pada membran mitokondrial) menekan apoptosis dengon
mencegah peningkatan permeabilitas mitokondrial dnn menstabilkan
protein, seperti Apaf-1, sehingga tidak terjadi aktivasi kaspase.
Anggotn lain famili BCL-2 berikatan dengan BCL-2 dan memodulasi
efek antiapoptotiknya sehingga BCL-X, menghambat apoptosis,
sementara BAX dan BAD menyebabkan kematian sel terprogram.
3. Eksekusi
Jalur akhir apoptosis ini ditandai dengan konstelasi kejadian
biokimiawi khas yang dihasilkan dari sintesis dan/atau aktivasi
sejumlah enzim katabolik sitosolik. Jalur itu memuncak dengan
perubahan morfologik yang telah disebutkan sebelumnya. Walaupun
terdapat variasi yang tidak kentara, eksekusi final jalur lintas itu
memperlihatkan pola-pola pokok yang umumnya bisa diaplikasikan
pada semua bentuk apoptosis. Eksekusi dilakukan dengan :
- Pemecahan protein oleh kaspase
- Aktivasi transglutaminase yang menyebabkan protein sitoplasmik
menjadi mudah larut
- Pemecahan DNA
- Pengangkutan sel mati melalui molekul penanda yang
mempermudan pengambilan dan pembuangan oleh fagosit.
5. Mekanisme Jejas
a. DEPLESI ATP
KIMIA
AKUMULASI RADIKAL
BEBAS
o Absorbsi energi radiasi (sinar UV, sinar X). Radiasi ion akan menghidrolisis
air menjadi radikal bebas hidroksil (OH) dan hydrogen (H).
o Metabolisme enzim zat kimia eksogen (karbon tetraklorida)
o Radang, radikal bebas dihasilkan leukosit
2. Adaptasi Patologik
Respon terhadap stress yang memungkinkan sel untuk menyesuaikan
struktur dan fungsi sehingga dapat menghindari jejas. Perubahan adaptif dalam
kondisi patologis yaitu:
a. Atrofi
Pengerutan ukuran sel dengan hilangnya substansi sel. Dapat
disebabkan oleh pengurangan beban kerja (orang lumpuh), hilangnya
persyarafan, berkurangnya suplai darah, nutrisi tidak adekuat, penuaan, dan
hilangnya rangsangan endokrin. Sangat dipengaruhi oleh pengaturan degradasi
protein. (lisosom dan jalur ubikuitin-proteasome pada sel mamalia).
b. Hipertrofi
Penambahan ukuran sel yang dapat menyebabkan penambahan ukuran
organ, dapat terjadi bersamaan dengan hiperplasia. Hipertrofi murni tidak
membentuk sel baru, hanya sel bertambah besar mengandung protein dan
organel structural yang meningkat. Hipertrofi terbagi menjadi:
Hipertrofi fisiologik
Contoh: hipertrofi uterus pada masa kehamilan yang juga dibarengi
dengan hyperplasia
Hipertrofi patologik
Contoh: perbesaran jantung akibat hipertensi
c. Hiperplasia
Peningkatan jumlah sel dalam organ atau jaringan. Hyperplasia terbagi
menjadi:
Hiperplasi fisiologik
1) Hiperplasia hormonal
Contoh: proliferasi epitel kelenjar payudara saat pubertas dan
kehamilan
2) Hiperplasia kompensatoris
Jaringan sisa akan bertambah setelah hilangnya bagian dari
suatu organ. Contoh: aktivitas mitosis pada sel-sel hati yang meningkat
setelah hati di sekresi sebagian (perbaikan hati ke berat normal).
Dirangsang oleh faktor pertumbuhan polipeptida yang dihasilkan oleh
sisa sisa sel hepar dan sel nonparenkimal.
Hiperplasia patologi
Dipengaruhi oleh stimulus hormone dan factor pertumbuhan yang
meningkat. Contoh: setelah periode menstruasi, terjadi proliferasi
endometrium (hormonal), kutil akibat peningkatan ekspresi faktor
transkripsi oleh papillomavirus penginfeksi (tingginya sensitivitas terhadap
kadar normal factor pertumbuhan).
d. Metaplasia
Perubahan reversible yang mana suatu jenis sel dewasa berubah atau
berganti menjadi jenis sel dewasa yang lain. Sel yang stress akan digantikan
oleh sel yang mampu bertahan. Contoh:
Metaplasia epithelial, dimana sel epitel silindris bersilia jadi epitel gepeng.
Pada perokok, epitel gepeng ini adalah jenis epitel yang mampu bertahan,
namun tidak terjadi pembersihan yang dilakukan oleh silia akibat epitel
silindris bersilia yang mampu menyekresi mucus telah digantikan.
Metaplasia mesenkimal, tumbuh tulang dalam jaringan lunak.
e. Dysplasia
Abnormalitas dari perkembangan sel di dalam jaringan. Berikut adalah
karakteristik dari dysplasia:
1. Katabolisme lisosomal
Lisosom berfungsi dengan vakuola yag berisi material dan membentuk
fagolisosom
Lisosom terlibat dalam proses pemecahan material yang dicerna
melalui 2 cara,yaitu:
Heterofag: mencerna materi asing melalui endositosis
Autofag: mencerna organel yang fatal/mati yang terlibat dalam
remodeling sel yang disertai diferensiasi sel
Enzim dari lisosom dapat mengkatabolisme sebagian besar protein dan
karbohidrat walau beberapa lipid tidak dapat dicerna
Lisosom 2 debris yang tidak dicerna menetap dalam sel sebagai badan-
badan residu dan dipaksa keluar
2. Induksi (hipertrofi) RE halus
h. Kalsifikasi patologik
Menunjukan deposisi abnormal garam kalsium bersama dengan
sejumlah kecil zat besi, magnesium, dan mineral lain.
Kalsifikasi distrofik
Deposisi terjadi di jaringan yang telah mati/akan mati. Terjadi
dalam keadaan tidak ada kekacauan metabolik kalsium.
Kalsifikasi metastatic
Deposisi garam kalsium pada jaringan normal hampir selalu menunjukan
kekacauan metabolisme kalsium (hiperkalsemia).
C. INFLAMASI
1. INFLAMASI AKUT
Inflamasi disebut juga dengan peradangan. Inflamasi dapat terjadi secara akut
maupun kronis. Proses terjadinya inflamasi akut dapat melibatkan berbagai faktor.
Respon inflamasi akut dapat dimulai dari berbagai rangsangan eksogen dan endogen
yang mengakibatkan cedera pada jaringan vaskularisasi.
Inflamasi akut merupakan respons segera dan dini terhadap jejas yang
dirancang untuk mengirimkan leukosit ke tempat jejas. Sesampainya di tempat jejas,
leukosit membersihkan setiap mikroba yang menginvasi dan memulai proses
penguraian jaringan nekrotik.
a. Perubahan Vaksular
Perubahan dalam caliber aliran darah yang mengakibatkan peningkatan aliran
darah (vasodilatasi) dan perubahan struktural yang memungkinkan protein plasma
untuk meninggalkan sirkulasi (peningkatan permeabilitas vascular)
b. Berbagai kejadian yang terjadi pada sel
Emigrasi leukosit dari mikrosirkulasi dan akumulasinya di fokus jejas (rekrutmen
dan aktivasi selular)
Respon terhadap cedera dimulai dari hiperemi aktif dengan peningkatan aliran
darah ke jaringan yang terluka atau cedera serta diikuti oleh terjadi dilatasi arteri dan
kapiler. Hal ini difasilitasi oleh mediator kimia yaitu prostaglandin, leukotrien dan
oksida nitrat. Akibat dari dilatasi pada arteri dan kapiler, darah yang mengalir di
daerah yang cedera menjadi lebih banyak dan tergenang karena aliran darah menjadi
lambat. Suhu lokasi tempat terjadinya radang menjadi lebih hangat (kolor) dan
memiliki warna kemerahan (rubor).
2. INFFLAMASI KRONIK
Inflamasi kronik atau yang sering disebut dengan radang kronik ialah radang
yang berlangsung lama (minggu hingga tahun) di mana radang terus berkelanjutan,
terjadi kerusakan jaringan, dan terdapat proses pemulihan. Inflamasi kronik memiliki
beberapa tanda, di antaranya adalah:
1. Infiltrasi sel mononukleus yang mencakup makrofag, limfosit, dan sel plasma
2. Perusakan jaringan yang sebagian besar diinduksi oleh produk sel radang
3. Pemulihan atau repair yang melibatkan proliferasi pembuluh darah baru
(angiogenesis) dan fibrosis
Inflamasi kronik dapat berkembang dari inflamasi akut. Perubahan dari
inflamasi akut menjadi inflamasi kronik dapat disebabkan karena agen cedera yang
menetap membuat respon akut tidak lagi teratasi. Gangguan proses penyembuhan saat
inflamasi akut juga dapat menjadi penyebab munculnya inflamasi kronik. Selain itu,
beberapa bentuk jejas (seperti infeksi virus) menimbulkan respons, yaitu inflamasi
kronik yang pada dasarnya terjadi sejak awal. Walauplun agen berbahaya yang
memerantarai inflamasi kronik bisa kurang berbahaya dibanding agen yang
menyebabkan inflamasi akut, seluruh kegagalan untuk memperbaiki proses tersebut
dapat menyebabkan cedera yang pada dasarnya berlangsung lebih lama. Inflamasi
kronik terjadi pada keadaan-keadaan berikut:
1. Infeksi persisten mikroba yang sulit dibasmi. Organisme tersebut memiliki
patogenisitas langsung yang lemah, tetapi secara khusus dapat menimbulkan
respons imun yang dimediasi oleh limfosit T yang disebut hipersensitivitas
lambat.
2. Penyakit autoimun, keadaan di mana seseorang mengalami respons imun
terhadap antigen dan jaringan tubuhnya sendiri. Karena antigen yang
bertanggung jawab sebagian besar diperbaharui secara konstan, teradi reaksi
imun terhadap dirinya sendiri yang berlangsung terus-menerus.
3. Paparan berkepanjangan terhadap agen toksik. Faktor lingkungan sangat
berpengaruh terhadap keadaan ini.
4. Bentuk ringan radang kronik penting pada patogenesis berbagai penyakit yang
tadinya tidak dikira termasuk kelainan radang.
1. REGENERASI JARINGAN
a. Pengendalian pertumbuhan dan diferensiasi sel
Masuknya sel baru ke dalam populasi jaringan sebagian besar
ditentukan oleh kecepatan proliferasinya, sementara sel dapat meninggalkan
populasinya karena kematian sel ataupun karena berdiferensiasi menjadi jenis
sel lain. Oleh karena itu, meningkatnya jumlah sel dalam populasi tertentu
dapat terjadi karena peningkatan proliferasi ataupun karena penurunan
kematian atau diferensiasi sel.
b. Mediator terlarut
Pertumbuhan dan diferensiasi sel bergantung pada sinyal ekstrasel
yang berasal dari mediator terlarut dan matriks ECM. Pemberian sinyal oleh
mediator terlarut melalui beberapa cara:
1. Gap junction
Gap juction menggunakan saluran hidrofilik sempit
menghubungkan kedua sitoplasma sel. Saluran tersebut memungkinkan
pergerakan ionkecil, berbagai metabolit, dan molekvl second messenger
potensial, tetapi bukan makromolekul yang besar.
2. Autokrin
Saat suatu mediator terlarut bekerja secara menonjol pada sel yang
menyekresinya. Jalur ini penting pada respons imun (sitokin) dan pada
hiperplasia epitel kompensatoris (misalnya, regenerasi hati)
3. Parakrin
Mediator hanya memengaruhi sel yang sangat berdekatan. Ini
hanya memerlukan difusi minimal, yang sinyalnya didegradasi dengan
cepat, dibawa oleh sel lain, atau terperangkap di dalam ECM. Jalur ini
penting untuk merekrurt sel radang menuju tempat infeksi dan untuk
proses penyembuhan luka terkontrol
4. Sinaptik
Jaringan saraf yang teraktivasinya menyekresi neurotransmiter
pada suatu penghubung sel khusus sinaps menuju sel target, seperti saraf
atau otot lain.
5. Endokrin
Substansi pengaturnya, misalnya hormon, dilepaskan ke dalam
aliran darah dan bekerja pada sel target yang berjauhan. Oleh karena
sebagian besar molekul pemberi sinyal terdapat dalam konsentrasi yang
sangat rendah, pengikatan pada reseptor sel target yang tepat secara khusus
merupakan suatu interaksi khusus yang memiliki afinitas tinggi dan sangat
spesifik. Protein reseptor dapat berada pada permukaan sel, atau mungkin
intrasel; pada protein yang terdapat di intrasel,ligan (molekul yang
berikatan pada reseptor) harus cukup hidrofobik agar dapat memasuki sel.
Untuk reseptor intrasel, pengikatan ligan mengakibatkan
pembentukan kompleks reseptor-ligan yang secara Iangsung berhubungan
dengan DNA inti sel dan selanjutnya mengaktikan ataupun menghentikan
transkripsi gen.
a. ANGIOGENESIS
Angiogenesis ialah proses pembentukan pembuluh darah baru dari
pembuluh yang telah ada, terutama vena. Merupakan proses yang sangat
penting pada pemulihan luka di tempat jejas, untuk pembentukan kolateral
di daerah iskemia, dan menyebabkan tumor dapat bertambah besar
walaupun suplai darah terbatas. Banyak upaya dilakukan untuk dapat
memahami mekanisme yang mendasari angiogenesis, dan terapi untuk
meningkatkan proses (misal meningkatkan aliran darah ke jantung yang
terkena aterosklerosis koroner) maupun upaya untuk mencegah proses
(misal mengacaukan pertumbuhan tumor atau menghentikan pertumbuhan
pembuluh darah patologis seperti pada retinopati diabetik) sedang
dikembangkan.
Angiogenesis, yaitu timbulnya pembuluh darah baru terjadi melalui
pertumbuhan percabangan pembuluh darah yang ada dan terdiri dari
langkah berikut :
1. Vasodilator terjadi karena respons terhadap NO dan pertambahan
permeabilitas yang diinduksi oleh VEGF.
2. Lepasnya perisit dari permukaan.
3. Migrasi sel endotel menuju tempat jejas
4. Proliferasi sel endotel dibelakang sel yang bermigrasi didepannya.
5. Proses penyesuaian bentuk menjadi pipa kapiler.
6. Pengumpulan sel periendotel (perisit untuk kapiler kecil dan sel
otot polos untuk pembuluh darah yang lebih besar) untuk
membentuk pembuluh matur.
7. Supresi proliferasi endotel dan migrasi serta deposisi membran
basalis
b. FIBROSIS
Setelah sintesa dan deposisi, jaringan ikat pada jaringan parut akan
dilanjutkan dengan proses pengubahan dan penyesuaian bentuk.
Sehingga hasil akhir proses penyembuhan adalah keseimbangan antara
sintesa dan degradasi protein ECM. Telah dibahas sel dan faktor yang
mengatur sintesa ECM. Degradasi kolagen dan komponen ECM lain
terjadi karena kelompok metalloproteinases matriks (MMPs), yang
bergantung pada ion zinc untuk aktivitasnya. MMPs harus dibedakan
dengan elastase neutrofil, kathepsin G, plasmin, dan proteinase serin
lain yang juga dapat mendegradasi ECM tetapi bukan metalloenzymes.
Termasuk MMPs ialah kolagen interstisium, yang menghasilkan
kolagen fibril (MMP-1, -2, dan -3); gelatinase (MMP-2 dan -9), yang
akan mendegradasi kolagen amorfik dan fibronektin; dan stromelysin
(MMP-3, -10, dan -11), yang akan mendegradasi sejumlah unsur ECM,
termasuk proteoglikan, laminin, fibronektin, dan kolagen amorfik.
MMPs diproduksi oleh berbagai sel (fibroblas, makrofag, neutrofil,
sel sinovial, dan beberapa sel epitel), dan sintesa serta sekresinya
diatur oleh faktor pertumbuhan, sitokin, dan agen lain. Aktivitas MMPs
diatur ketat. Diproduksi sebagai prekursor inaktif (zymogen) yang harus
diaktifkan terlebih dahulu; dilakukan oleh proteases (misal plasmin)
yang dijumpai hanya di tempat jejas. Sebagai tambahan, MMPs yang
telah diaktifkan dapat segera dicegah oleh inhibitor jaringan khusus
yaitu metalloproteinase (TIMPs), yang diproduksi oleh sel mesenkim.
Sehingga selama proses pembentukan jaringan parut, MMPs diaktifkan
untuk penyesuaian bentuk ECM yang dideposit, dan kemudian
aktivitacsnya akan dihentikan oleh TIMPs.
Reaksi inflamasi adalah respon fisiologis normal tubuh dalam mengatasi luka.
Inflamasi ditandai oleh rubor (kemerahan), tumor (pembengkakan), calor (hangat),
dan dolor (nyeri). Tujuan dari reaksi inflamasi ini adalah untuk membunuh bakteri
yang Pada awal terjadinya luka terjadi vasokonstriksi lokal pada arteri dan kapiler
untuk membantu menghentikan pendarahan. Proses ini dimediasi oleh epinephrin,
norepinephrin dan prostaglandin yang dikeluarkan oleh sel yang cedera. Setelah 10 –
15 menit pembuluh darah akan mengalami vasodilatasi yang dimediasi oleh serotonin,
histamin, kinin, prostaglandin, leukotriene dan produk endotel. Hal ini yang
menyebabkan lokasi luka tampak merah dan hangat.
Sel mast yang terdapat pada permukaan endotel mengeluarkan histamin dan
serotonin yang menyebabkan vasodilatasi dan peningkatan permeabilitas vaskuler.
Hal ini mengakibatkan plasma keluar dari intravaskuler ke ekstravaskuler. Leukosit
berpindah ke jaringan yang luka melalui proses aktif yaitu diapedesis. Proses ini
dimulai dengan leukosit menempel pada sel endotel yang melapisi kapiler dimediasi
oleh selectin. Kemudian leukosit semakin melekat akibat integrin yang terdapat pada
permukaan leukosit dengan intercellular adhesion moleculer (ICAM) pada sel
endotel. Leukosit kemudian berpindah secara aktif dari sel endotel ke jaringan yang
luka.
Pada hari kedua / ketiga luka, monosit / makrofag masuk ke dalam luka
melalui mediasi monocyte chemoattractant protein 1 (MCP-1). Makrofag sebagai sel
yang sangat penting dalam penyembuhan luka memiliki fungsi fagositosis bakteri dan
jaringan mati. Makrofag mensekresi proteinase untuk mendegradasi matriks
ekstraseluler (ECM) dan penting untuk membuang material asing, merangsang
pergerakan sel, dan mengatur pergantian ECM. Makrofag merupakan penghasil
sitokin dan growth factor yang menstimulasi proliferasi fibroblast, produksi kolagen,
pembentukan pembuluh darah baru, dan proses penyembuhan lainnya.
Limfosit T muncul secara signifikan pad hari kelima luka sampai hari
ketujuh. Limfosit mempengaruhi fibroblast dengan menghasilkan sitokin, seperti IL-2
dan fibroblast activating factor. Limfosit T juga menghasilkan interferon-γ (IFN- γ),
yang menstimulasi makrofag untuk mengeluarkan sitokin seperti IL-1 dan TNF-α. Sel
T memiliki peran dalam penyembuhan luka kronis.
Pada fase ini terjadi penurunan jumlah sel – sel inflamasi, tanda – tanda
radang berkurang, munculnya sel fibroblast yang berproliferasi, pembentukan
pembuluh darah baru, epitelialisasi dan kontraksi luka. Matriks fibrin yang dipenuhi
platelet dan makrofag mengeluarkan growth factor yang mengaktivasi fibroblast.
Fibroblast bermigrasi ke daerah luka dan mulai berproliferasi hingga jumlahnya lebih
dominan dibandingkan sel radang pada daerah tersebut. Fase ini terjadi pada hari
ketiga sampai hari kelima.
Setelah trauma, sel endotel yang aktif karena terekspos berbagai substansi
akan mendegradasi membran basal dari vena postkapiler, sehingga migrasi sel dapat
terjadi antara celah tersebut. Migrasi sel endotel ke dalam luka diatur oleh fibroblast
growth factor (FGF), platelet-derived growth factor (PDGF), dan transforming
growth factor-β (TGF-β). Pembelahan dari sel endotel ini akan membentuk lumen.
Kemudian deposisi dari membran basal akan menghasilkan maturasi kapiler.
Pada fase ini terjadi pula epitelialisasi yaitu proses pembentukan kembali
lapisan kulit yang rusak. Pada tepi luka, keratinosit akan berproliferasi setelah kontak
dengan ECM dan kemudian bermigrasi dari membran basal ke permukaan yang baru
terbentuk. Ketika bermigrasi, keratinosis akan menjadi pipih dan panjang dan juga
membentuk tonjolan sitoplasma yang panjang. Pada ECM, mereka akan berikatan
dengan kolagen tipe I dan bermigrasi menggunakan reseptor spesifik integrin.
Kolagenase yang dikeluarkan keratinosit akan mendisosiasi sel dari matriks dermis
dan membantu pergerakan dari matriks awal. Keratinosit juga mensintesis dan
mensekresi MMP lainnya ketika bermigrasi.
Matriks fibrin awal akan digantikan oleh jaringan granulasi. Jaringan granulasi
akan berperan sebagai perantara sel – sel untuk melakukan migrasi. Jaringan ini terdiri
dari tiga sel yang berperan penting yaitu : fibroblast, makrofag dan sel endotel. Sel –
sel ini akan menghasilkan ECM dan pembuluh darah baru sebagai sumber energi
jaringan granulasi. Jaringan ini muncul pada hari keempat setelah luka. Fibroblast
akan bekerja menghasilkan ECM untuk mengisi celah yang terjadi akibat luka dan
sebagai perantara migrasi keratinosit. Matriks ini akan tampak jelas pada luka.
Makrofag akan menghasilkan growth factor yang merangsang fibroblast
berproliferasi. Makrofag juga akan merangsang sel endotel untuk membentuk
pembuluh darah baru.
Kontraksi luka adalah gerakan centripetal dari tepi leka menuju arah tengah
luka. Kontraksi luka maksimal berlanjut sampai hari ke-12 atau ke-15 tapi juga bisa
berlanjut apabila luka tetap terbuka. Luka bergerak ke arah tengah dengan rata – rata
0,6 sampai 0,75 mm / hari. Kontraksi juga tergantung dari jaringan kulit sekitar yang
longgar. Sel yang banyak ditemukan pada kontraksi luka adalah myofibroblast. Sel ini
berasal dari fibroblast normal tapi mengandung mikrofilamen di sitoplasmanya.
Fase remodelling jaringan parut adalah fase terlama dari proses penyembuhan
Proses ini dimulai sekitar hari ke-21 hingga satu tahun. Pembentukan kolagen akan
mulai menurun dan stabil. Meskipun jumlah kolagen sudah maksimal, kekuatan
tahanan luka hanya 15 % dari kulit normal. Proses remodelling akan meningkatkan
kekuatan tahanan luka secara drastis. Proses ini didasari pergantian dari kolagen tipe
III menjadi kolagen tipe I. Peningkatan kekuatan terjadi secara signifikan pada
minggu ketiga hingga minggu keenam setelah luka. Kekuatan tahanan luka maksimal
akan mencapai 90% dari kekuatan kulit normal.
Berikut adalah ringkasan dari fase-fase dalam penyembuhan luka.
1. Hemostasis
Terjadi vasokontriksi agar darah tidak mengalir deras keluar tubuh.
Darah mengisi ruang luka dan terjadi proses pembekuan darah untuk
menyumbat luka sementara. Bekuan darah terdiri dari eritrosit dan platelet
(trombosit) serta fibrin sebagai perekatnya.
Karena luka mengalami dehidrasi, akan terbentuk keropeng pada luka.
2. Inflamasi
Pembuluh darah bervasodilatasi agar banyak darah yang mengalir.
Sel-sel inflamatori bermigrasi ke tempat luka
Neutrofil datang dan melepaskan enzim proteolitik yang akan membuang
debris dan hilangkan bakteri.
3. Proliferasi
Seiring berjalannya waktu, neutrofil akan digantikan dengan makrofag
(sumber utama growth factor) karena umur makrofag lebih panjang
dibandingkan neutrofil.
Makrofag akan menghancurkan bekuan darah untuk digantikan dengan
jaringan granulasi.
Fibroblas dan pembuluh darah berproliferasi sehingga membentuk
jaringan granulasi yang berwarna merah muda dikarenakan banyaknya
pembuluh darah. Jaringan granulasi ini akan menggantikan bekuan darah
yang tadi. Jaringan granulasi pada penyembuhan sekunder terbentuk lebih
banyak dikarenakan luka yang lebih besar disbanding penyembuhan
primer.
Kedua ujung tepi epitel luka berproliferasi dan berkontraksi agar bisa
bertemu satu sama lain di tengah luka.
Fibroblas akan datang dan melepaskan kolagen untuk memperkuat /
memperkeras jaringan granulasi.
4. Remodelling
Seiring berjalannya waktu, Jaringan granula memudar dan digantikan
jaringan parut. Pada saat ini jaringan tidak lagi berwarna merah muda
dikarenakan berkurangnya pembuluh darah sehingga jaringan berwarna
pucat.
Keropeng dengan sendirinya terlepas setelah proses penyembuhan
lengkap.
Bersamaan dengan ini, sel epitel semakin tebal dan matang sehingga
menyerupai kulit disekitarnya.
Jaringan parut yang terlihat sangatlah besar dibandingkan penyembuhan
secara primer.
1. Penyembuhan Luka Primer
Dalam waktu 24 jam, neutrophil akan muncul pada tepi insisi dan
bermigrasi menuju bekuan fibrin. Sel basal pada tepi irisan epidermis mulai
menunjukan peningkatan aktivitas mitosis. Dalam waktu 24 – 48 jam, sel
epitel dari kedua tepi irisan mulai bermigrasi dan berproliferasi di sepanjang
dermis dan mendepositkan komponen membrane basalis saat dalam
perjalanannya dan bertemu digaris tengah di bawah keropeng permukaan yang
menghasilkan suatu lapisan epitel tipis yang tidak putus.
1. Hemostasis
Terjadi vasokontriksi agar darah tidak mengalir deras keluar tubuh.
Darah mengisi ruang luka dan terjadi proses pembekuan darah
untuk menyumbat luka sementara. Bekuan darah terdiri dari
eritrosit dan platelet (trombosit) serta fibrin sebagai perekatnya.
Karena luka mengalami dehidrasi, akan terbentuk keropeng pada
luka.
2. Inflamasi
Pembuluh darah bervasodilatasi agar banyak darah yang mengalir.
Sel-sel inflamatori bermigrasi ke tempat luka
Neutrofil datang dan melepaskan enzim proteolitik yang akan
membuang debris dan hilangkan bakteri.
3. Proliferasi
Seiring berjalannya waktu, neutrofil akan digantikan dengan
makrofag (sumber utama growth factor) karena umur makrofag
lebih panjang dibandingkan neutrofil.
Makrofag akan menghancurkan bekuan darah untuk digantikan
dengan jaringan granulasi.
Fibroblas dan pembuluh darah berproliferasi sehingga membentuk
jaringan granulasi yang berwarna merah muda dikarenakan
banyaknya pembuluh darah. Jaringan granulasi ini akan
menggantikan bekuan darah yang tadi. Jaringan granulasi pada
penyembuhan sekunder terbentuk lebih banyak dikarenakan luka
yang lebih besar disbanding penyembuhan primer.
Kedua ujung tepi epitel luka berproliferasi dan berkontraksi agar
bisa bertemu satu sama lain di tengah luka.
Fibroblas akan datang dan melepaskan kolagen untuk memperkuat
/ memperkeras jaringan granulasi.
4. Remodelling
Seiring berjalannya waktu, Jaringan granula memudar dan
digantikan jaringan parut. Pada saat ini jaringan tidak lagi berwarna
merah muda dikarenakan berkurangnya pembuluh darah sehingga
jaringan berwarna pucat.
Keropeng dengan sendirinya terlepas setelah proses penyembuhan
lengkap.
Bersamaan dengan ini, sel epitel semakin tebal dan matang
sehingga menyerupai kulit disekitarnya.
Jaringan parut yang terlihat sangatlah besar dibandingkan
penyembuhan secara primer.
3. Kekuatan Luka