Anda di halaman 1dari 23

BLOK 5 SISTEM DAN FUNGSI TUBUH

SKENARIO 2

WRAP UP

KELOMPOK 6

Dosen tutorial: drg. Alisa Novianty Pratiwi, M.kes

Ketua : Bellatrix Firstqilla 1112017012


Sekretaris : Aprilianti 1112017006
Anggota : Alsakina Dea Kusuma 1112017002
Angelia Pratiwi Yulina S 1112017003
Anisa Aulia Rahmah 1112017004
Aulia Rizky Noer Hikma 1112017007
Aulia Rahma Ning Tyas Mega N. 1112016009
Caesar Hendrafadillah D. 1112017015
Dealiyanti Saraya Ningsih 1112016017
Vio Nica Fisri 1112017057

PROGRAM STUDI KEDOKTERAN GIGI


FAKULTAS KEDOKTERAN
2017-2018
KATA PENGANTAR

Syukur Alhamdulillah atas segala limpahan karunia Allah SWT. Atas izin-Nya lah
kami dapat menyelesaikan wrap up ini tepat waktu. Tak lupa pula kami kirimkan
shalawat serta salam kepada junjungan Nabi Besar Muhammad SAW.

Penulisan wrap up ini bertujuan untuk memenuhi tugas kelompok Tutorial Blok 5
Sistem dan fungsi tubuh Skenario 2 ODAPUS.

Dalam wrap up ini kami menguraikan mengenai masalah Skenario 2 ODAPUS. Dalam
penyelesaian wrap up ini, kami mendapatkan bantuan serta bimbingan dari beberapa
pihak. Oleh karna itu, sudah sepantasnya kami ucapkan terima kasih kepada:

1. drg. Alisa Novianty Pratiwi, M.kes selaku dosen pembimbing tutorial.


2. Orang tua kami yang banyak memberikan support dan dukungan baik moril maupun
materil.
3. Semua pihak yang tidak dapat kami sebutkan namanya satu persatu yang telah
membantu proses penyusunan makalah ini.

Akhirul kalam, kami menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari sempurna karna
itu kami mengharapkan saran dan kritik demi perbaikan wrap up di masa mendatang.
Harapan kami wrap up ini bermanfaat dan memenuhi harapan berbagai pihak. Aamiin.

1
DAFTAR ISI

Kata pengantar ............................................................................................................. 1


Daftar isi ....................................................................................................................... 2
Skenario........................................................................................................................ 3
Identifikasi kata-kata sulit ............................................................................................ 4
Pertanyaan dan jawaban ............................................................................................... 5
Skema ........................................................................................................................... 9
Sasaran belajar ........................................................................................................... 10
LO. 1. Mampu memahami autoimun ......................................................................... 11
1.1 Definisi ..................................................................................................... 11
1.2 Patogenesis ............................................................................................... 11
1.3 Etiologi ..................................................................................................... 12
4.2 Manifestasi ............................................................................................... 13
LO. 2. Mampu memahami sistemik lupus eritematus................................................ 14
3.1 Definisi ..................................................................................................... 14
3.2 Etiologi ..................................................................................................... 14
4.1 Ciri-ciri ..................................................................................................... 16
4.2 Komplikasi ............................................................................................... 18
Daftar pustaka ............................................................................................................ 22

2
Skenario

ODAPUS
Seorang perempuan berusia 23 tahun dating ke dokter gigi dengan keluhan sariawan.
Anamnesis pasien merasa sensitive terhadap matahari, sering merasa lelah, dan nyeri
sendi. Pasien mengatakan menderita sistemik lupus eritematus yang merupakan
penyakit autoimun.

3
Identifikasi kata-kata sulit

1. Sistemik Lupus Eritematus : Penyakit inflamasi autoimun kronis yang


menimbulkan peradangan dan bisa menyerang
berbagai organ tubuh termasuk kulit, persendian
dan organ dalam.
2. Autoimun : Sistem pertahanan tubuh yang mengalami
gangguan sehingga menyerang sel-sel tubuh itu
sendiri.
3. Anamnesis : Suatu teknik pemeriksaan yang dilakukan lewat
suatu percakapan (tanya jawab) antara seorang
dokter dengan pasien secara langsung atau
dengan orang lain yang mengetahui kondisi
pasien untuk mendapatkan data pasien atau
informasi (biodata) beserta permasalahan
medisnya, keluhan (riwayat medis pribadi dan
keluarga).

4
Pertanyaan dan jawaban

1) Apa penyebab terjadinya Sistemik Lupus Eritematus (SLE)?


Jawab: Penyebab utama belum diketahui tetapi ada factor predisposisi.

2) Apa saja penyakit autoimun serta gejala?


Jawab: Macam-macam penyakit autoimun serta gejala:
a) Rematik : Radang sendi
Gejala:
 Sendi terasa kaku pada pagi hari.
 Tubuh mudah lelah.
 Nyeri otot.
 Tubuh lemas.
b) Lupus : Radang pada jaringan ikat.
Gejala:
 Sariawan berulang.
 Rasa lelah yang ekstrim.
 Ruam pada kulit.
 Nyeri pada persendian.
c) Psoriasis : Pertumbuhan sel baru yang sangat cepat sehingga m
menumpuk dipermukaan kulit.
Gejala:
 Bagian kulit memerah yang terasa tebal, kering, dan bersisik.
 Kulit pecah-pecah yang terkadang bisa berdarah.
 Kuku yang menebal dengan tekstur tidak rata.
 Sendi-sendi yang membengkak dan kaku.
d) DM tipe 1 : Antibodi system imun yang menyerang dan
mengahncurkan sel penghasil insulin di pangkreas.
Gejala:
 Sering buang air kecil, terutama di malam hari (polyuria).
 Sering haus (polydipsia).
 Sering merasa lapar (polyphagia).
e) Sclerosis ganda: Menyerang lapisan pelindung di sekitar syaraf
terutama otak, syaraf tulang belakang dan syaraf
mata.
Gejala:
 Pusing.
 Cara bicara yang tidak jelas atau kacau.
 Otot yang kejang atau kaku.
 Rasa kebas atau lemas. Umumnya pada satu sisi tubuh atau
kaki.
f) Penyakit radang usus: Sistem kekebalan tubuh yang menyerang
lapisan usus.

5
Gejala:
 Nyeri atau sakit pada bagian perut.
 Nafsu makan berkurang.
 Penurunan berat badan.
 Diare bercampur darah dan bersifat kambuh-kambuhan.
 Merasa mudah lelah.
 Mengalami mual dan demam.

3) Apa saja ciri-ciri Sistemik Lupus Eritematus (SLE)?


Jawab: ciri-ciri Sistemik Lupus Eritematus (SLE), yaitu:
a) Kulit mengalami lesi disaloid.
b) Kerusakan ginjal.
c) Infeksi pada paru-paru.
d) Sering merasa sakit pada otot dan tulang.
e) Kerusakan jantung.
f) Gangguan syaraf.
g) Sering terjadi anemia.

4) Bagaimana peran infeksi terhadap penyakit autoimun?


Jawab: Agen infeksius, seperti virus dan bakteri, dapat berperan dalam
timbulnya SLE. Agen infeksius tersebut terdiri dari Epstein Barr Virus
(EBV), bakteri Streptococcus dan Clebsiella.

5) Factor apa saja yang berperan pada penyakit autoimun?


Jawab: Faktor pendukung dari penyakit autoimun, yaitu:
a) Genetik.
b) Pengaruh hormon.
c) Infeksi.
d) Obat-obatan.
e) Radiasi UV.
f) Oksigen radikal bebas.
g) Logam.
h) Kesalahan pengaruh system imun.

6) Apa komplikasi yang terjadi dari Sistemik Lupus Eritematus (SLE)?


Jawab: Komplikasi dari Sistemik Lupus Eritematus (SLE)?
a) Pada jantung.
b) Pada paru-paru.
c) Pada ginjal.

7) Patogenesis autoimun?
Jawab: Toleransi imun: Keadaan seseorang yang tidak mampu melawan
antigen (benda asing) yang spesifik. Toleransi imun dibagi dua, yaitu:

6
a) Toleransi sentral : Kematian sel T dan sel B immature
yang digantikan dengan sel T regulator
CD4.
b) Toleransi peripheral : Sel T mature mengenai antigen di
jaringan perifer sehingga menyebabkan
alergi atau kematian sel.

8) Bagaimana cara pengobatan untuk penyakit autoimun?


Jawab: Cara pengobatan penyakit autoimun,yaitu:
a) Memberikan edukasi pada pasien (mengenai pembersihan mulut).
b) Pemberian obat-obatan (antibiotik untuk bakteri).
c) Terapi tambahan.

9) Apa saja manifestasi penyakit autoimun dalam rongga mulut?


Jawab: Manifestasi penyakit autoimun di rongga mulut, yaitu:
a) Penyakit darah
 Anemia.
 Leukimia.
 Multiple myeloma (manifestasi sekunder terutama di
mandibular).
b) Penyakit reumatologi
 Sjogrin’s syndrome (kerusakan system imun dikelenjar dan
saliva).
 Scleroderma.
 Lupus erimatikus.
 Arthritis rheumatoid.
c) Penyakit onkologi
 Kanker metastase.
 Histiocytosis sel Langerhans.
 Diabetes mellitus.
 Hipoparatiroidisme (kurangnya hormon tiroid pada tubuh).
 Hiperkortisolisme (kelenjar adrenal pada tubuh banyak
memproduksi hormone kortisol).
 Hipoadrenokortisno.
d) Rekuren Aftosa Stomatitis (Sariawan).

10) Penyakit autoimun apa sajakah yang ada di rongga mulut?


Jawab: Penyakit autoimun yang ada di rongga mulut adalah:
 Stomatitis Aphtosa Rekuren (SAR)
SAR biasanya berupa ulser putih yang tunggal ataupun lebih dari
satu. SAR dpat mengenai palatum, lidah, bukal, dan bibir bagian
dalam. SAR disebabkan oleh adanya reaksi silang antibodi dengan
antigen kuman yang ada pada rongga mulut atau dengan sel epitel
membran mukosa rongga mulut. Bisa juga terjadi akibat adanya

7
respon antibodi terhadap jaringan antigen jaringan yang berasal
dari ulserasi kronis.
 Oral Lichen Planus (OLP)
OLP melibatkan mukosa rongga mulut dimana terjadi inflamasi
kronis yang mengenai epitel berlapis skuamosa. OLP merupakan
keadaan abnormal dari respon imun sel T pada epitelium basal yang
diduga sebagai benda asing, hal ini yang menyebakan terjadinya
autoimunitas sehingga menyebabkan perubahan pada permukaan
sel.
 Autoimmune Hemolytic Anemia (AIHA)
Penyakit ini antara lain deposisi dari pigmen sel darah merah pada
enamel dan dentin pada gigi yang sedang berkembang yang
berakibat pada diskolorisasi warna hijau, coklat atau biru pada
enamel dan dentin. Biasanya dicirikan oleh adanya autoantibodi
yang menyerang antigen pada membrane sel darah merah sehingga
terjadi penurunan kelangsungan hidup sel darah merah.
 Immune Trombocytopenic Purpura (ITP)
Penyakit ini antara lain perdarahan gingival, perdarahan
mukokutan dan perdaran di dalam jaringan. Tindakan bedah pada
rongga mulut dan pencabutan biasanya dihindari pada penderita
oleh karena bias menimbulkan pendarahan berlebih.

8
Skema

Autoimun

Definisi Patogenesis Etiologi Manifestasi

Sistemik
Lupus
Eritematus

9
Sasaran belajar

LO. 1. Mampu memahami autoimun


1.1 Definisi
1.2 Patogenesis
1.3 Etiologi
1.4 Manifestasi

LO. 2. Mampu memahami Sistemik Lupus Eritematus (SLE)


2.1 Definisi
2.2 Etiologi
2.3 Ciri-ciri
2.4 Komplikasi

10
LO. 1. Mampu memahami Autoimun
1.1 Definisi
Autoimun adalah kegagalan fungsi kekebalan tubuh yang membuat badan
menyerang jaringannya sendiri.1 Autoimun terjadi ketika system imun
tubuh kehilangan kemampuan untuk mengenali mana antigen diri sendiri
dan mana antigen asing, dimana hal ini menyebabkan sistem imun
menyerang antigen diri. Pada beberapa penyakit autoimun, dapat dijumpai
berbagai manifestasinya pada rongga mulut.2

1.2 Patogenesis
Autoimun memiliki 3 faktor penting yang mempengaruhinya yaitu, faktor
genetik, faktor lingkungan dan faktor regulasi imun.

Penyebab dari terjadinya tiga faktor diatas adalah:


A. Sequester antigen (antigen asing)
Toleransi jaringan janin, kecuali yang terpisah secara anatomisnya
(testis, lensa, spp), bila dewasa terpapar IF/trauma sehingga
merangsang menjadi autoimun. Sistem imun yang tidak bisa
mengidentifikasi antigen (benda asing) menyebabkan antigen
menyerang tubuh manusia itu sendiri yang dinamakan sebagai
autoimun.

B. Forbidden clone
Limfosit mengalami mutasi somatik sehingga menyebabkan tidak
teridentifikasinya antigen non-self, lalu respon limfosit terhadap

11
jaringan tubuh membuatnya menyerang tubuh itu sendiri sehingga
terjadinya kerusakan.

C. Defisiensi imun
Kekurangan sel imun dapat menyebabkan terjadinya penyakit dari
autoimun.

D. Cross reaction
Terjadinya persilangan antara antigen A dan antigen B, yang membuat
terjadinya aktifasi antibodi (sel T dan sel B) dengan antigen (A dan B),
sehingga antibodi salah mengenali antigen dan terjadi pengikatan
antibodi dengan antigen, membuat antigen menyerang tubuh, lalu
terjadi autoimun.7

Mekanisme dari patogenesis autoimun ialah:

Kesalahan
genetik

Kegagalan
sel toleransi

Faktor
predisposisi

Sel imun
Limfosit membunuh diri
menjadi kacau sendiri (autoimun)

1.3 Etiologi
Reaksi autoimun dapat dicetuskan oleh beberapa hal:
A. Senyawa yang ada di badan yang normalnya dibatasi di area tertentu
(disembunyikan dari sistem kekebalan tubuh) dilepaskan ke dalam
aliran darah. Misalnya, pukulan ke mata bisa membuat cairan di bola
mata dilepaskan ke dalam aliran darah. Cairan merangsang sistem
kekebalan tubuh untuk mengenali mata sebagai benda asing dan
menyerangnya.

B. Senyawa normal di tubuh berubah, misalnya, oleh virus, obat, sinat


matahari, atau radiasi. Bahan senyawa yang berubah mungkin

12
kelihatannya asing bagi sistem kekebalan tubuh. Misalnya, virus bisa
menulari dan demikian mengubah sel di badan. Sel yang ditulari oleh
virus merangsang sistem kekebalan tubuh untuk menyerangnya.

C. Senyawa asing yang menyerupai senyawa badan alami mungkin


memasuki badan. Sistemkekebalan tubuh dengan hati-hati dapat
menjadikan senyawa badan mirip seperti bahan asing sebagai sasaran.
Misalnya, bakteri penyebab sakit kerongkongan mempunyai beberapa
antigen yang mirip dengan sel jantung manusia. Jarang terjadi, sistem
kekebalan tubuh dapat menyerang jantung orang sesudah sakit
kerongkongan (reaksi ini bagian dari demam rheumatik).

D. Sel yang mengontrol produksi antibodi. Misalnya, limfosit B (salah


satu sel darah putih) mungkin rusak dan menghasilkan antibodi
abnormal yang menyerang beberapa sel badan.

E. Keturunan mungkin terlibat pada beberapa kekacauan autoimun.


Kerentanan kekacauan, dari pada kekacauan itu sendiri, mungkin
diwarisi. Pada orang yang rentan, satu pemicu, seperti infeksi virus
atau kerusakan jaringan, dapat membuat kekacauan berkembang.
Faktor hormonal juga mungkin dilibatkan karena banyak kekacauan
autoimun lebih sering terjadi pada wanita.1

1.4 Manifestasi
Autoimun terjadi ketika system imun tubuh kehilangan kemampuan untuk
mengenali mana antigen diri sendiri dan mana antigen asing, dimana hal
ini menyebabkan sistem imun menyerang antigen diri. Pada beberapa
penyakit autoimun, dapat dijumpai berbagai manifestasinya pada rongga
mulut.

Stomatitis Aphtosa Rekuren (SAR) salah satu contoh kelainan di


rongga mulut yang disebakan oleh gangguan sistem imun adalah
Stomatitis Aphtosa Rekuren (SAR). Faktor gangguan sistem imun
dipercaya merupakan salah satu faktor predisposisi dari timbulnya SAR.
Pada SAR terdapat hubungan antara igA, total protein dan aliran saliva.
Beberapa penelitian juga membuktikan bahwa perubahan respon imun
berpengaruh terhadap patogenesis dari SAR.Mekanisme yang
menyebabkan SAR ada dua yaitu humoral dan seluler. Pada system imun
humoral yang berperan adalah sistem antibodi speri IgA,IgM,IgG.
Sedangkan pada sistem imun seluler yang banyak berperan adalah sl T, sel
NK, selTNF dan sitokin.SAR bisa juga disebabkan oleh adanya reaksi
silang antibodi dengan antigen kuman yang ada pada rongga mulut atau
dengan sel epitel membran mukosa rongga mulut. Bisa juga terjadi akibat
adanya respon antibodi terhadap jaringan antigen jaringan yang berasal

13
dari ulserasi kronis. Gambaran klinis SAR biasanya berupa ulser putih
yang tunggal ataupun lebih dari satu. SAR dpat mengenai palatum, lidah,
bukal, dan bibir bagian dalam Oral Lichen Planus (OLP) Selain SAR, Oral
Lichen Planus atau OLP juga merupakan merupakan penyakit autoimun
yang bermanifetasi di rongga mulut. OLP melibatkan mukosa rongga
mulut dimana terjadi inflamasi kronis yang mengenai epitel berlapis
skuamosa. Pada OLP sel basal menjadi rusak, rusaknya sel basal ini
dikaitkan dengan dengan latar belakang kondisi imunologis yang
penyebabnya pastinya pun masih belum jelas. Namun OLP mungkin
merupakan keadaan abnormal dari respon imun sel T pada epitelium basal
yang diduga sebagai benda asing, hal ini yang menyebakan terjadinya
autoimunitas sehingga menyebabkan perubahan pada permukaan sel.
Penyakit ini memiliki beberapa bentuk manifestasi klinis di rongga mulut,
antara lain bentukan plak, retikular, papula, atropik,erosif dan bula. Lesi
biasanya ditemukan pada gingiva, bibir, lidah, mukosa bukal,mukobukal
fold. Tipe retikular merupakan bentuk umum dari OLP. Biasanya muncul
dengan gambaran anyaman anyaman putih dengan batas tepi yang
eritema.2

LO. 2. Mampu memahami Sistemik Lupus Eritematus (SLE)


2.1 Definisi
Lupus Eritematosus Sistemik (LES) merupakan kondisi inflamasi yang
berhubungan dengan sistem imunologi yang dapat menyebabkan
kerusakan multi organ. Lupus erimatosus dapat didefinisiskan sebagai
gangguan autoimun, dimana sistem tubuh menyerang jaringan sendiri.
LES tergolong penyakit kolagen vaskular yaitu suatu kelompok penyakit
yang melibatkan sistem muskuloskeletal, kulit, dan pembuluh darah yang
mempunyai banyak manifestasi klinik sehingga di perlukan obat yag
kompleks.3

2.2 Etiologi
Etiologi utama SLE sampai saat ini belum diketahui, namun beberapa
faktor predisposisi dapat berperan dalam patogenesis terjadinya penyakit
ini. Diantara beberapa faktor predisposisi tersebut, sampai saat ini belum
diketahui faktor yang paling dominan berperan dalam timbulnya penyakit
ini.Berikut ini beberapa faktor predisposisi yang berperan dalam
timbulnya penyakit SLE:
1. Faktor Genetik
Berbagai gen dapat berperan dalam respon imun abnormal sehingga
timbul produk autoantibodi yang berlebihan. Kecenderungan genetik
untuk menderita SLE telah ditunjukkan oleh studi yang dilakukan pada
anak kembar. Sekitar 2-5% anak kembar dizigot berisiko menderita
SLE, sementara pada kembar monozigot, risiko terjadinya SLE adalah
58%. Risiko terjadinya SLE pada individu yang memiliki saudara

14
dengan penyakit ini adalah 20 kali lebih tinggi dibandingkan pada
populasi umum. Studi mengenai genome telah mengidentifikasi
beberapa kelompok gen yang memiliki korelasi dengan SLE. MHC
(Major Histocompatibility Complex) kelas II khususnya HLA-DR2
(Human Leukosit Antigen-DR2), telah dikaitkan dengan timbulnya
SLE. Selain itu, kekurangan pada struktur komponen komplemen
merupakan salah satu faktor risiko tertinggi yang dapat menimbulkan
SLE. Sebanyak 90% orang dengan defisiensi C1q homozigot akan
berisiko menderita SLE. Di Kaukasia telah dilaporkan bahwa defisiensi
varian S dari struktur komplemen reseptor 1, akan berisiko lebih tinggi
menderita SLE.

2. Faktor Imunologi
Pada SLE terdapat beberapa kelainan pada unsur-unsur sistem imun,
yaitu :
1. Antigen
Dalam keadaan normal, makrofag yang berupa APC (Antigen
Presenting Cell) akan memperkenalkan antigen kepada sel T. Pada
penderita lupus, beberapa reseptor yang berada di permukaan sel T
mengalami perubahan pada struktur maupun fungsinya sehingga
pengalihan informasi normal tidak dapat dikenali. Hal ini
menyebabkan reseptor yang telah berubah di permukaan sel T akan
salah mengenali perintah dari sel T.

2. Kelainan intrinsik sel T dan sel B


Kelainan yang dapat terjadi pada sel T dan sel B adalah sel T dan
sel B akan Teraktifasi menjadi sel autoreaktif yaitu limfosit yang
memiliki reseptor untuk autoantigen dan memberikan respon
autoimun. Sel T dan sel B juga akan sulit mengalami apoptosis
sehingga menyebabkan produksi imunoglobulin dan autoantibodi
menjadi tidak normal.

3. Kelainan antibodi
Ada beberapa kelainan antibodi yang dapat terjadi pada SLE,
seperti substrat antibodi yang terlalu banyak, idiotipe dikenali
sebagai antigen dan memicu limfosit T untuk memproduksi
autoantibodi, sel T mempengaruhi terjadinya peningkatan produksi
autoantibodi, dan kompleks imun lebih mudah mengendap di
jaringan.

3. Faktor Hormonal
Peningkatan hormon dalam tubuh dapat memicu terjadinya SLE.
Beberapa studi menemukan korelasi antara peningkatan risiko lupus
dan tingkat estrogen yang tinggi. Studi lain juga menunjukkan bahwa

15
metabolisme estrogen yang abnormal dapat dipertimbangkan sebagai
faktor resiko terjadinya SLE.

4. Faktor Lingkungan
Beberapa faktor lingkungan dapat bertindak sebagai antigen yang
bereaksi dalam tubuh dan berperan dalam timbulnya SLE. Faktor
lingkungan tersebut terdiri dari:
1. Infeksi virus dan bakteri
Agen infeksius, seperti virus dan bakteri, dapat berperan dalam
timbulnya SLE. Agen infeksius tersebut terdiri dari Epstein Barr
Virus (EBV), bakteri Streptococcus dan Clebsiella.

2. Paparan sinar ultra violet


Sinar ultra violet dapat mengurangi penekanan sistem imun,
sehingga terapi menjadi kurang efektif dan penyakit SLE dapat
kambuh atau bertambah berat. Hal ini menyebabkan sel pada kulit
mengeluarkan sitokin dan prostaglandin sehingga terjadi inflamasi
di tempat tersebut secara sistemik melalui peredaran pembuluh
darah.

3. Stres
Stres berat dapat memicu terjadinya SLE pada pasien yang sudah
memiliki kecenderungan akan penyakit ini. Hal ini dikarenakan
respon imun tubuh akan terganggu ketika seseorang dalam keadaan
stres. Stres sendiri tidak akan mencetuskan SLE pada seseorang
yang sistem autoantibodinya tidak ada gangguan sejak awal.

4. Obat-obatan
Obat pada pasien SLE dan diminum dalam jangka waktu tertentu
dapat menyebabkan Drug Induced Lupus Erythematosus (DILE).
Jenis obat yang dapat menyebabkan DILE diantaranya
kloropromazin, metildopa, hidralasin, prokainamid, dan isoniazid.4

2.3 Ciri-ciri
Menurut American College Of Rheumatology 1997, yang dikutip
Qiminta, diagnosis SLE harus memenuhi 4 dari 11 kriteria yang
ditetapkan. Adapun penjelasan singkat dari 11 gejala tersebut, adalah
sebagai berikut:
1. Ruam kemerahan pada kedua pipi melalui hidung sehingga seperti ada
bentukan kupu-kupu, istilah kedokterannya Malar Rash/Butterfly
Rash.
2. Bercak kemerahan berbentuk bulat pada bagian kulit yang ditandai
adanya jaringan parut yang lebih tinggi dari permukaan kulit
sekitarnya.

16
3. Fotosensitive, yaitu timbulnya ruam pada kulit oleh karena sengatan
sinar matahari
4. Luka di mulut dan lidah seperti sariawan (oral ulcers).
5. Nyeri pada sendi-sendi. Sendi berwarna kemerahan dan bengkak.
Gejala ini dijumpai pada 90% odapus.
6. Gejala pada paru-paru dan jantung berupa selaput pembungkusnya
terisi cairan.
7. Gangguan pada ginjal yaitu terdapatnya protein di dalam urine.
8. Gangguan pada otak/sistem saraf mulai dari depresi, kejang, stroke,
dan lain-lain.
9. Kelainan pada sistem darah di mana jumlah sel darah putih dan
trombosit berkurang dan biasanya terjadi juga anemia.
10. Tes ANA (antinuclear Antibody) positif.
11. Gangguan sistem kekebalan tubuh.

Gejala awal penyakit lupus pada ibu yang memeriksakan dirinya pada
seorang dokter yang diceritakan di depan telah memenuhi sebagian dari
gejala penyakit lupus. Dari pemeriksaan jasmani didapatkan keadaan
umum dan kesadaran baik, tekanan darah normal, nadi normal baik dari
jumlah denyut maupun isi nadi, fekwensi pernafasan normal, dan suhu
sedikit meningkat. Selain itu didapatkan adanya radang pada tenggorokan
dan kelainan seperti kupu-kupu yang berwarna merah coklat “Butterfly
Rash”, di pipi kedua dan hidung dan radang amandel.

Gejala klinis penyakit lupus ini, menurut Qimindra, sangat luas dan
tergantung bagian tubuh mana yang terkena. Mulai dari yang ringan
berupa bintik-bintik merah di kulit yang terasa gatal dan sakit, kerontokan
tambut, sensitifitas terhadap cahaya terutama sinar matahari, serta nyeri
sendi sampai yang berat karena menyerang organ tubuh yang vital seperti
otak, jantung, paru-paru dan ginjal.5

17
2.4 Komplikasi
1. Ginjal
Komplikasi pada ginjal merupakan salah satu komplikasi yang serius
pada pnderita SLE (Sistemik Lupus Eritematus). Hal ini disebabkan
manifestasi ginjal dapat menyebabkan peningkatan angka morbiditas
dan mortalitas pasien SLE. Analisis urin pasien asimptomatik sering
menunjukkan hematuria dan proteinuria. Gagal ginjal dan sepsis
adalah dua penyabab kematian SLE.

Ginjal adalah organ organ dalam yang paling sering terlibat dalam
SLE. Meskipun hanya sekitar 50% pasien SLE yang memeiliki profil
klinis penyakit ginjal yang tampak jelas, studi menggunakan metode
pemeriksaan biopsi menunjukkan beberapa tingkat keterlibatan ginjal
pada hampir semua pasien. Glomerulonefritis biasanya berkembang
dalam beberapa tahun pertama SLE. Gagal ginjal akut maupun kronis
dapat menyebbkan gejala uremia. Penyakit nefritis akut dapat
bermanifestasi sebagai hipertensi dan hematuria. Lupus nefritis adalah
manifestasi umum dan berpotensi menghancurkan SLE. Secara umum,
lupus nefritis terjadi lebih dari separuh pasien SLE. Lupus nefritis
terutama disebabkan deposisi kompleks imun. Klasifikasi lupus
nefritis didasarkan pada biopsi ginjal. Jika memungkinkan, biosi harus
dilakukan pada setiap pasien SLE yang dicurigai terjadi keterlibatan
ginjal. Biopsi ginjal tidak perlu dilakukan pada pasien dengan nilai-
nilai kreatinin normal dan analisis urin normal.

2. Kardiovaskular
SLE dapat menyebabkan inflamasi pada jantung, pembuluh darah
(vaskulitis) dan selaput jantung (perikarditis). Komplikasi sering
berhubungan dengan pembekuan darah dan aterosklerosis yang
mengakibatkan stroke dan serangan jantung.

Cedera vaskular autoimun SLE bisa menyebabkan kerentanan


terjadinya aterosklerosis. Gagal jantung atau nyeri dada harus
diwaspadai terjadi pada pasien SLE. Perikarditis yang bermanifestasi
sebagai nyeri dada merupakan menifestasi jantung yang paling umum.
Perikarditis harus dicurigai apabila dijumpai adanya keluhan nyeri
substernal, friction rub, gambaran silhouette sign pada foto dada
ataupun EKG, Echokardiograf. Miokarditis juga seering terjadi pada
SLE dengan gagal jantung simptomatologi. Endokarditis Libman-
Sacks sering kali tidak terdiagnosis dalam klinik, namun data autopsi
mendapatkan 50% SLE disertai dengan endokarditis Libman-Sacks.
Wanita dengan SLE memiliki resiko penyakit jantung koroner 5-6%
lebih tinggi dibandingkan wanita normal. Pada wanita yang berumur
35-44 tahun. Resiko ini meningkat hingga 50%.

18
3. Paru
SLE pada paru sangat bervariasi dari pleuritis lupus, pneumonitis,
perdarahan paru, emboli paru hingga hipertensi pulmonal. Pleuritis
merupakan manifestasi tersering pada paru berkisar antara 41-56%.
Kelainan paru pada SLE seringkali bersifat subklinis sehingga foto
torak dan spirometri harus dilakukan pada pasien SLE dengan batuk,
sesak nafas atau kelainan respirasi lainnya.

Pleuritis akibat manifestasi SLE memiliki keluhan berupa nyeri dada


baik unilateral atau bilateral biasanya pada pinggir kostafrenikus baik
anterior atau posterior, seringkali diikuti dengan batuk, sesak napas,
dan demam serta umumnya akan berkembang menjadi suatu efusi
pleura. Manifestasi kedua tersering adalah manifestasi lupus pada
pleura bekisar antara 30-60% dari kasus, keluhan awal berupa nyeri
pleuritik atau nyeri dada tanpa kelainan radiologik yang nyata, pada
keadaan berat dapat ditemukan suatu efusi pleura yang jelas baik dari
pemeriksaan fisik atau rontgen foto dada.

Pada penumonitis lupus keadaan umumnya lebih berat yang mana


keluhan sistemik pada organ lain juga nyata misalnya pasien mengeluh
demam tinggi, sesak, batuk, nyeri dada, dan hemoptisis. Pada
pemeriksaan paru didapatkan krepitasi pada basal paru dan keadaan
yang berat bisa terjadi sianosis sentral. Selain itu perdarahan paru
merupakan keadaan yang serius dengan mortalitas yang tinggi antara
50-90% kasus. Keluhan yang ada pada perdarahan paru ialah sesak
secara mendadak, batuk, demam, ronki paru menyeluruh, dan
hemoglobin yang turun dengan cepat, sedangkan batuk darah dijumpai
sekitar 50% dari kasus. Perdarahan pada paru sebenarnya terjadi karena
vaskulitis yang masif pada kapiler paru dan mikro angitis arteriola atau
arteri kecil pada paru.

4. Gastrointestinal
Komplikasi gastointestinal bisa berupa kelainan pada esofagus,
vaskulitis mesenterika, radang pada usus, pankreatitis, hepatitis, dan
peritonitis. Kelainan disfagia termasuk komplikasi lupus yang jarang
biasanya dihubungkan dengan gangguan irama esofagus pada pasien
manifes dengan kelianan fenomena reynoud dihubungkan dengan
antibodi hn RNP-1 protein A1. Kelainan yang sering didapat berupa
nyeri abdomen, karena vaskulitis dari pembuluh darah usus, begitu pula
lupus enteritis, yang melibatkan pembuluh darah mesenterika yang
berupa vaskulitis atau trombosis.

Diagnosis ditegakkan pada pemeriksaan arteriografi akan


didapatkan kelainan berupa vaskulitis, sehingga selain keluhan nyeri

19
abdomen juga dapat berupa perdarahan per rektum baik pada usus besar
maupun usus halus dan bila ini terjadi diperlukan investigasi yang lebih
seksama untuk mencegah terjadinya perforasi.

5. Hematologik
Anemia, trombositopenia, limfositopenia, leukopenia sering terjadi
pada penderita SLE. Anemia pada pasien SLE bervariasi antara anemia
penyakit kronis, anemia hemolitik, kehilangan darah, insufisiensi
ginjal, infeksi, mielodisplasia, dan anemia aplastik. Yang sering terjadi
anemia pada SLE disebabkan supresi eritropoesis karena inflamasi
yang kronis. Sangat mungkin terdapat anemia karena proses autoimun
atau bukan, anemia yang didapat berupa anemia penyakit kronis,
defisiensi besi dan diikuti anemia hemolitik autoimun. Tes comb positif
pada 10% pasien LES yang signifikan adanya hemolisis.

Leukopenia dengan leukosit <4500/ μL dilaporkan terjadi kurang


lebih 50% kasus pada penderita lupus dengan aktivitas penyakitnya
yang meningkat, sedang limfositopenia (limfosit <1500 μL) terjadi
kurang lebih 20% dari kasus. Pada pasien SLE dengan leukopenia
umumnya produksi sumsum tulangnya normal, jadi terjadi neutropeni
pada penderita dengan SLE yang aktif karena pemakaian
imunosupresif atau adanya autoantibodi yang menghambat granulosit
growth coloning forming unit di sumsum tulang. Trombositopenia
(trombosit <100.000/ μL) karena sistem imun merusak trombosit yang
beredar di darah dan dapat juga karena supresi produksi trombosit di
sumsum tulang.

6. Sistem Muskuloskeletal
Keterlibatan sistem muskuloskeletal sangat umum pada pasien dengan
SLE. Pasien paling sering berobat dikarenakan nyeri sendi yakni sendi
kecil dari tangan dan pergelangan tangan, meskipun setiap sendi
berisiko. Nyeri sendi adalah salah satu alasan paling umum untuk
presentasi awal klinis pada pasien dengan SLE. Artralgia, artritis,
osteonekrosis, dan miopati adalah manifestasi utama. Artritis dan
artralgia ditemukan pada 95% pasien SLE.

Gejala-gejala ini menyerupai gejala artritis inflamasi dan dapat


mendahului diagnosis SLE dalam bulan atau tahun. Artralgia, mialgia,
dan artritis mungkin melibatkan sendi kecil tangan, pergelangan
tangan, dan lutut. Berbeda dengan reumatoid artritis, artritis atau
artralgia pada SLE mungkin asimetris, dengan rasa sakit yang tidak
proporsional dengan pembengkakan.

20
Artritis dan artralgia LES cenderung bermigrasi, kekakuan sendi
pada pagi hari biasanya diukur dalam hitungan menit. Kehadiran anti-
sitrulin yang mengandung peptida (anti-CCP) antibodi ditemukan pada
8% pasien dengan SLE. Osteoporosis, sering karena terapi
glukokortikoid dapat meningkatkan risiko patah tulang. Beberapa
pasien SLE juga memiliki miositis yang dapat dibuktikan dengan
biopsi.6

21
DAFTAR PUSTAKA

1. Dr. Hasdianah HR, Prima Dewi, Peristiowati. Imunologi diagnosis dan teknik
biologi molekuler. Yogyakarta: Nuha Medika, 2014. Hal 171-2.
2. Ratih D. Tantangan dalam perawatan oral lichen planus. J Indonesian Dentistry.
2009; 16(1): 8-17
3. Bertsias G, Ricard Cervera and Dimitrios T Boumpas. Systemic Lupus
Erimatosus: Pathogenesis and Clinic al Features. J of Dentistry. 2013 Sept 3: 112-
6
4. Rahman, Anisur and David A. Isenberg. Systemic Lupus Erythematosus:
Mechanism of Disease. J New England Medicine. 2008 Feb 28; 358: 929-39
5. Laskaris, George. Atlas saku penyakit mulut. Berlin: EGC; 2012. Hal 68-9
6. Harrison, et.al. Prinsip-prinsip Ilmu Penyakit Dalam. Edisi 13. Asdie AH,
penerjemah. Jakarta: Penerbit buku kedokteran EKG; 2000
7. Lachman and Peters D. Clinical aspects of immunology. Edisi 5. Oxford:
Blackwell scientific publications; 2006

22

Anda mungkin juga menyukai