Wrapup
Wrapup
SKENARIO 2
WRAP UP
KELOMPOK 6
Syukur Alhamdulillah atas segala limpahan karunia Allah SWT. Atas izin-Nya lah
kami dapat menyelesaikan wrap up ini tepat waktu. Tak lupa pula kami kirimkan
shalawat serta salam kepada junjungan Nabi Besar Muhammad SAW.
Penulisan wrap up ini bertujuan untuk memenuhi tugas kelompok Tutorial Blok 5
Sistem dan fungsi tubuh Skenario 2 ODAPUS.
Dalam wrap up ini kami menguraikan mengenai masalah Skenario 2 ODAPUS. Dalam
penyelesaian wrap up ini, kami mendapatkan bantuan serta bimbingan dari beberapa
pihak. Oleh karna itu, sudah sepantasnya kami ucapkan terima kasih kepada:
Akhirul kalam, kami menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari sempurna karna
itu kami mengharapkan saran dan kritik demi perbaikan wrap up di masa mendatang.
Harapan kami wrap up ini bermanfaat dan memenuhi harapan berbagai pihak. Aamiin.
1
DAFTAR ISI
2
Skenario
ODAPUS
Seorang perempuan berusia 23 tahun dating ke dokter gigi dengan keluhan sariawan.
Anamnesis pasien merasa sensitive terhadap matahari, sering merasa lelah, dan nyeri
sendi. Pasien mengatakan menderita sistemik lupus eritematus yang merupakan
penyakit autoimun.
3
Identifikasi kata-kata sulit
4
Pertanyaan dan jawaban
5
Gejala:
Nyeri atau sakit pada bagian perut.
Nafsu makan berkurang.
Penurunan berat badan.
Diare bercampur darah dan bersifat kambuh-kambuhan.
Merasa mudah lelah.
Mengalami mual dan demam.
7) Patogenesis autoimun?
Jawab: Toleransi imun: Keadaan seseorang yang tidak mampu melawan
antigen (benda asing) yang spesifik. Toleransi imun dibagi dua, yaitu:
6
a) Toleransi sentral : Kematian sel T dan sel B immature
yang digantikan dengan sel T regulator
CD4.
b) Toleransi peripheral : Sel T mature mengenai antigen di
jaringan perifer sehingga menyebabkan
alergi atau kematian sel.
7
respon antibodi terhadap jaringan antigen jaringan yang berasal
dari ulserasi kronis.
Oral Lichen Planus (OLP)
OLP melibatkan mukosa rongga mulut dimana terjadi inflamasi
kronis yang mengenai epitel berlapis skuamosa. OLP merupakan
keadaan abnormal dari respon imun sel T pada epitelium basal yang
diduga sebagai benda asing, hal ini yang menyebakan terjadinya
autoimunitas sehingga menyebabkan perubahan pada permukaan
sel.
Autoimmune Hemolytic Anemia (AIHA)
Penyakit ini antara lain deposisi dari pigmen sel darah merah pada
enamel dan dentin pada gigi yang sedang berkembang yang
berakibat pada diskolorisasi warna hijau, coklat atau biru pada
enamel dan dentin. Biasanya dicirikan oleh adanya autoantibodi
yang menyerang antigen pada membrane sel darah merah sehingga
terjadi penurunan kelangsungan hidup sel darah merah.
Immune Trombocytopenic Purpura (ITP)
Penyakit ini antara lain perdarahan gingival, perdarahan
mukokutan dan perdaran di dalam jaringan. Tindakan bedah pada
rongga mulut dan pencabutan biasanya dihindari pada penderita
oleh karena bias menimbulkan pendarahan berlebih.
8
Skema
Autoimun
Sistemik
Lupus
Eritematus
9
Sasaran belajar
10
LO. 1. Mampu memahami Autoimun
1.1 Definisi
Autoimun adalah kegagalan fungsi kekebalan tubuh yang membuat badan
menyerang jaringannya sendiri.1 Autoimun terjadi ketika system imun
tubuh kehilangan kemampuan untuk mengenali mana antigen diri sendiri
dan mana antigen asing, dimana hal ini menyebabkan sistem imun
menyerang antigen diri. Pada beberapa penyakit autoimun, dapat dijumpai
berbagai manifestasinya pada rongga mulut.2
1.2 Patogenesis
Autoimun memiliki 3 faktor penting yang mempengaruhinya yaitu, faktor
genetik, faktor lingkungan dan faktor regulasi imun.
B. Forbidden clone
Limfosit mengalami mutasi somatik sehingga menyebabkan tidak
teridentifikasinya antigen non-self, lalu respon limfosit terhadap
11
jaringan tubuh membuatnya menyerang tubuh itu sendiri sehingga
terjadinya kerusakan.
C. Defisiensi imun
Kekurangan sel imun dapat menyebabkan terjadinya penyakit dari
autoimun.
D. Cross reaction
Terjadinya persilangan antara antigen A dan antigen B, yang membuat
terjadinya aktifasi antibodi (sel T dan sel B) dengan antigen (A dan B),
sehingga antibodi salah mengenali antigen dan terjadi pengikatan
antibodi dengan antigen, membuat antigen menyerang tubuh, lalu
terjadi autoimun.7
Kesalahan
genetik
Kegagalan
sel toleransi
Faktor
predisposisi
Sel imun
Limfosit membunuh diri
menjadi kacau sendiri (autoimun)
1.3 Etiologi
Reaksi autoimun dapat dicetuskan oleh beberapa hal:
A. Senyawa yang ada di badan yang normalnya dibatasi di area tertentu
(disembunyikan dari sistem kekebalan tubuh) dilepaskan ke dalam
aliran darah. Misalnya, pukulan ke mata bisa membuat cairan di bola
mata dilepaskan ke dalam aliran darah. Cairan merangsang sistem
kekebalan tubuh untuk mengenali mata sebagai benda asing dan
menyerangnya.
12
kelihatannya asing bagi sistem kekebalan tubuh. Misalnya, virus bisa
menulari dan demikian mengubah sel di badan. Sel yang ditulari oleh
virus merangsang sistem kekebalan tubuh untuk menyerangnya.
1.4 Manifestasi
Autoimun terjadi ketika system imun tubuh kehilangan kemampuan untuk
mengenali mana antigen diri sendiri dan mana antigen asing, dimana hal
ini menyebabkan sistem imun menyerang antigen diri. Pada beberapa
penyakit autoimun, dapat dijumpai berbagai manifestasinya pada rongga
mulut.
13
dari ulserasi kronis. Gambaran klinis SAR biasanya berupa ulser putih
yang tunggal ataupun lebih dari satu. SAR dpat mengenai palatum, lidah,
bukal, dan bibir bagian dalam Oral Lichen Planus (OLP) Selain SAR, Oral
Lichen Planus atau OLP juga merupakan merupakan penyakit autoimun
yang bermanifetasi di rongga mulut. OLP melibatkan mukosa rongga
mulut dimana terjadi inflamasi kronis yang mengenai epitel berlapis
skuamosa. Pada OLP sel basal menjadi rusak, rusaknya sel basal ini
dikaitkan dengan dengan latar belakang kondisi imunologis yang
penyebabnya pastinya pun masih belum jelas. Namun OLP mungkin
merupakan keadaan abnormal dari respon imun sel T pada epitelium basal
yang diduga sebagai benda asing, hal ini yang menyebakan terjadinya
autoimunitas sehingga menyebabkan perubahan pada permukaan sel.
Penyakit ini memiliki beberapa bentuk manifestasi klinis di rongga mulut,
antara lain bentukan plak, retikular, papula, atropik,erosif dan bula. Lesi
biasanya ditemukan pada gingiva, bibir, lidah, mukosa bukal,mukobukal
fold. Tipe retikular merupakan bentuk umum dari OLP. Biasanya muncul
dengan gambaran anyaman anyaman putih dengan batas tepi yang
eritema.2
2.2 Etiologi
Etiologi utama SLE sampai saat ini belum diketahui, namun beberapa
faktor predisposisi dapat berperan dalam patogenesis terjadinya penyakit
ini. Diantara beberapa faktor predisposisi tersebut, sampai saat ini belum
diketahui faktor yang paling dominan berperan dalam timbulnya penyakit
ini.Berikut ini beberapa faktor predisposisi yang berperan dalam
timbulnya penyakit SLE:
1. Faktor Genetik
Berbagai gen dapat berperan dalam respon imun abnormal sehingga
timbul produk autoantibodi yang berlebihan. Kecenderungan genetik
untuk menderita SLE telah ditunjukkan oleh studi yang dilakukan pada
anak kembar. Sekitar 2-5% anak kembar dizigot berisiko menderita
SLE, sementara pada kembar monozigot, risiko terjadinya SLE adalah
58%. Risiko terjadinya SLE pada individu yang memiliki saudara
14
dengan penyakit ini adalah 20 kali lebih tinggi dibandingkan pada
populasi umum. Studi mengenai genome telah mengidentifikasi
beberapa kelompok gen yang memiliki korelasi dengan SLE. MHC
(Major Histocompatibility Complex) kelas II khususnya HLA-DR2
(Human Leukosit Antigen-DR2), telah dikaitkan dengan timbulnya
SLE. Selain itu, kekurangan pada struktur komponen komplemen
merupakan salah satu faktor risiko tertinggi yang dapat menimbulkan
SLE. Sebanyak 90% orang dengan defisiensi C1q homozigot akan
berisiko menderita SLE. Di Kaukasia telah dilaporkan bahwa defisiensi
varian S dari struktur komplemen reseptor 1, akan berisiko lebih tinggi
menderita SLE.
2. Faktor Imunologi
Pada SLE terdapat beberapa kelainan pada unsur-unsur sistem imun,
yaitu :
1. Antigen
Dalam keadaan normal, makrofag yang berupa APC (Antigen
Presenting Cell) akan memperkenalkan antigen kepada sel T. Pada
penderita lupus, beberapa reseptor yang berada di permukaan sel T
mengalami perubahan pada struktur maupun fungsinya sehingga
pengalihan informasi normal tidak dapat dikenali. Hal ini
menyebabkan reseptor yang telah berubah di permukaan sel T akan
salah mengenali perintah dari sel T.
3. Kelainan antibodi
Ada beberapa kelainan antibodi yang dapat terjadi pada SLE,
seperti substrat antibodi yang terlalu banyak, idiotipe dikenali
sebagai antigen dan memicu limfosit T untuk memproduksi
autoantibodi, sel T mempengaruhi terjadinya peningkatan produksi
autoantibodi, dan kompleks imun lebih mudah mengendap di
jaringan.
3. Faktor Hormonal
Peningkatan hormon dalam tubuh dapat memicu terjadinya SLE.
Beberapa studi menemukan korelasi antara peningkatan risiko lupus
dan tingkat estrogen yang tinggi. Studi lain juga menunjukkan bahwa
15
metabolisme estrogen yang abnormal dapat dipertimbangkan sebagai
faktor resiko terjadinya SLE.
4. Faktor Lingkungan
Beberapa faktor lingkungan dapat bertindak sebagai antigen yang
bereaksi dalam tubuh dan berperan dalam timbulnya SLE. Faktor
lingkungan tersebut terdiri dari:
1. Infeksi virus dan bakteri
Agen infeksius, seperti virus dan bakteri, dapat berperan dalam
timbulnya SLE. Agen infeksius tersebut terdiri dari Epstein Barr
Virus (EBV), bakteri Streptococcus dan Clebsiella.
3. Stres
Stres berat dapat memicu terjadinya SLE pada pasien yang sudah
memiliki kecenderungan akan penyakit ini. Hal ini dikarenakan
respon imun tubuh akan terganggu ketika seseorang dalam keadaan
stres. Stres sendiri tidak akan mencetuskan SLE pada seseorang
yang sistem autoantibodinya tidak ada gangguan sejak awal.
4. Obat-obatan
Obat pada pasien SLE dan diminum dalam jangka waktu tertentu
dapat menyebabkan Drug Induced Lupus Erythematosus (DILE).
Jenis obat yang dapat menyebabkan DILE diantaranya
kloropromazin, metildopa, hidralasin, prokainamid, dan isoniazid.4
2.3 Ciri-ciri
Menurut American College Of Rheumatology 1997, yang dikutip
Qiminta, diagnosis SLE harus memenuhi 4 dari 11 kriteria yang
ditetapkan. Adapun penjelasan singkat dari 11 gejala tersebut, adalah
sebagai berikut:
1. Ruam kemerahan pada kedua pipi melalui hidung sehingga seperti ada
bentukan kupu-kupu, istilah kedokterannya Malar Rash/Butterfly
Rash.
2. Bercak kemerahan berbentuk bulat pada bagian kulit yang ditandai
adanya jaringan parut yang lebih tinggi dari permukaan kulit
sekitarnya.
16
3. Fotosensitive, yaitu timbulnya ruam pada kulit oleh karena sengatan
sinar matahari
4. Luka di mulut dan lidah seperti sariawan (oral ulcers).
5. Nyeri pada sendi-sendi. Sendi berwarna kemerahan dan bengkak.
Gejala ini dijumpai pada 90% odapus.
6. Gejala pada paru-paru dan jantung berupa selaput pembungkusnya
terisi cairan.
7. Gangguan pada ginjal yaitu terdapatnya protein di dalam urine.
8. Gangguan pada otak/sistem saraf mulai dari depresi, kejang, stroke,
dan lain-lain.
9. Kelainan pada sistem darah di mana jumlah sel darah putih dan
trombosit berkurang dan biasanya terjadi juga anemia.
10. Tes ANA (antinuclear Antibody) positif.
11. Gangguan sistem kekebalan tubuh.
Gejala awal penyakit lupus pada ibu yang memeriksakan dirinya pada
seorang dokter yang diceritakan di depan telah memenuhi sebagian dari
gejala penyakit lupus. Dari pemeriksaan jasmani didapatkan keadaan
umum dan kesadaran baik, tekanan darah normal, nadi normal baik dari
jumlah denyut maupun isi nadi, fekwensi pernafasan normal, dan suhu
sedikit meningkat. Selain itu didapatkan adanya radang pada tenggorokan
dan kelainan seperti kupu-kupu yang berwarna merah coklat “Butterfly
Rash”, di pipi kedua dan hidung dan radang amandel.
Gejala klinis penyakit lupus ini, menurut Qimindra, sangat luas dan
tergantung bagian tubuh mana yang terkena. Mulai dari yang ringan
berupa bintik-bintik merah di kulit yang terasa gatal dan sakit, kerontokan
tambut, sensitifitas terhadap cahaya terutama sinar matahari, serta nyeri
sendi sampai yang berat karena menyerang organ tubuh yang vital seperti
otak, jantung, paru-paru dan ginjal.5
17
2.4 Komplikasi
1. Ginjal
Komplikasi pada ginjal merupakan salah satu komplikasi yang serius
pada pnderita SLE (Sistemik Lupus Eritematus). Hal ini disebabkan
manifestasi ginjal dapat menyebabkan peningkatan angka morbiditas
dan mortalitas pasien SLE. Analisis urin pasien asimptomatik sering
menunjukkan hematuria dan proteinuria. Gagal ginjal dan sepsis
adalah dua penyabab kematian SLE.
Ginjal adalah organ organ dalam yang paling sering terlibat dalam
SLE. Meskipun hanya sekitar 50% pasien SLE yang memeiliki profil
klinis penyakit ginjal yang tampak jelas, studi menggunakan metode
pemeriksaan biopsi menunjukkan beberapa tingkat keterlibatan ginjal
pada hampir semua pasien. Glomerulonefritis biasanya berkembang
dalam beberapa tahun pertama SLE. Gagal ginjal akut maupun kronis
dapat menyebbkan gejala uremia. Penyakit nefritis akut dapat
bermanifestasi sebagai hipertensi dan hematuria. Lupus nefritis adalah
manifestasi umum dan berpotensi menghancurkan SLE. Secara umum,
lupus nefritis terjadi lebih dari separuh pasien SLE. Lupus nefritis
terutama disebabkan deposisi kompleks imun. Klasifikasi lupus
nefritis didasarkan pada biopsi ginjal. Jika memungkinkan, biosi harus
dilakukan pada setiap pasien SLE yang dicurigai terjadi keterlibatan
ginjal. Biopsi ginjal tidak perlu dilakukan pada pasien dengan nilai-
nilai kreatinin normal dan analisis urin normal.
2. Kardiovaskular
SLE dapat menyebabkan inflamasi pada jantung, pembuluh darah
(vaskulitis) dan selaput jantung (perikarditis). Komplikasi sering
berhubungan dengan pembekuan darah dan aterosklerosis yang
mengakibatkan stroke dan serangan jantung.
18
3. Paru
SLE pada paru sangat bervariasi dari pleuritis lupus, pneumonitis,
perdarahan paru, emboli paru hingga hipertensi pulmonal. Pleuritis
merupakan manifestasi tersering pada paru berkisar antara 41-56%.
Kelainan paru pada SLE seringkali bersifat subklinis sehingga foto
torak dan spirometri harus dilakukan pada pasien SLE dengan batuk,
sesak nafas atau kelainan respirasi lainnya.
4. Gastrointestinal
Komplikasi gastointestinal bisa berupa kelainan pada esofagus,
vaskulitis mesenterika, radang pada usus, pankreatitis, hepatitis, dan
peritonitis. Kelainan disfagia termasuk komplikasi lupus yang jarang
biasanya dihubungkan dengan gangguan irama esofagus pada pasien
manifes dengan kelianan fenomena reynoud dihubungkan dengan
antibodi hn RNP-1 protein A1. Kelainan yang sering didapat berupa
nyeri abdomen, karena vaskulitis dari pembuluh darah usus, begitu pula
lupus enteritis, yang melibatkan pembuluh darah mesenterika yang
berupa vaskulitis atau trombosis.
19
abdomen juga dapat berupa perdarahan per rektum baik pada usus besar
maupun usus halus dan bila ini terjadi diperlukan investigasi yang lebih
seksama untuk mencegah terjadinya perforasi.
5. Hematologik
Anemia, trombositopenia, limfositopenia, leukopenia sering terjadi
pada penderita SLE. Anemia pada pasien SLE bervariasi antara anemia
penyakit kronis, anemia hemolitik, kehilangan darah, insufisiensi
ginjal, infeksi, mielodisplasia, dan anemia aplastik. Yang sering terjadi
anemia pada SLE disebabkan supresi eritropoesis karena inflamasi
yang kronis. Sangat mungkin terdapat anemia karena proses autoimun
atau bukan, anemia yang didapat berupa anemia penyakit kronis,
defisiensi besi dan diikuti anemia hemolitik autoimun. Tes comb positif
pada 10% pasien LES yang signifikan adanya hemolisis.
6. Sistem Muskuloskeletal
Keterlibatan sistem muskuloskeletal sangat umum pada pasien dengan
SLE. Pasien paling sering berobat dikarenakan nyeri sendi yakni sendi
kecil dari tangan dan pergelangan tangan, meskipun setiap sendi
berisiko. Nyeri sendi adalah salah satu alasan paling umum untuk
presentasi awal klinis pada pasien dengan SLE. Artralgia, artritis,
osteonekrosis, dan miopati adalah manifestasi utama. Artritis dan
artralgia ditemukan pada 95% pasien SLE.
20
Artritis dan artralgia LES cenderung bermigrasi, kekakuan sendi
pada pagi hari biasanya diukur dalam hitungan menit. Kehadiran anti-
sitrulin yang mengandung peptida (anti-CCP) antibodi ditemukan pada
8% pasien dengan SLE. Osteoporosis, sering karena terapi
glukokortikoid dapat meningkatkan risiko patah tulang. Beberapa
pasien SLE juga memiliki miositis yang dapat dibuktikan dengan
biopsi.6
21
DAFTAR PUSTAKA
1. Dr. Hasdianah HR, Prima Dewi, Peristiowati. Imunologi diagnosis dan teknik
biologi molekuler. Yogyakarta: Nuha Medika, 2014. Hal 171-2.
2. Ratih D. Tantangan dalam perawatan oral lichen planus. J Indonesian Dentistry.
2009; 16(1): 8-17
3. Bertsias G, Ricard Cervera and Dimitrios T Boumpas. Systemic Lupus
Erimatosus: Pathogenesis and Clinic al Features. J of Dentistry. 2013 Sept 3: 112-
6
4. Rahman, Anisur and David A. Isenberg. Systemic Lupus Erythematosus:
Mechanism of Disease. J New England Medicine. 2008 Feb 28; 358: 929-39
5. Laskaris, George. Atlas saku penyakit mulut. Berlin: EGC; 2012. Hal 68-9
6. Harrison, et.al. Prinsip-prinsip Ilmu Penyakit Dalam. Edisi 13. Asdie AH,
penerjemah. Jakarta: Penerbit buku kedokteran EKG; 2000
7. Lachman and Peters D. Clinical aspects of immunology. Edisi 5. Oxford:
Blackwell scientific publications; 2006
22