Anda di halaman 1dari 23

LAPORAN KASUS

KETUBAN PECAH DINI

Disusun Oleh:
Narti Rajak
1102015158

Pembimbing :
Dr. Rizky Safaat Nurahim, Sp.OG

KEPANITERAAN KLINIK OBSTETRI DAN GINEKOLOGI

RUMAH SAKIT UMUM DAERAH dr. SLAMET GARUT

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS YARSI

15 MARET – 25 APRIL 2021


KATA PENGANTAR

Assalamu’alaikum Wr.Wb.

Segala puji bagi Allah SWT yang senantiasa memberikan kekuatan dan
kemampuan kepada penyusun sehingga penyusunan Laporan Kasus yang berjudul
“Ketuban Pecah Dini” ini dapat diselesaikan.

Laporan kasus ini disusun untuk memenuhi sebagian syarat dalam mengikuti dan
menyelesaikan kepaniteraan klinik SMF Obstetri dan Ginekologi di RSUD Dr. Slamet
Garut. Dalam kesempatan ini penulis ingin mengucapkan terima kasih yang sebesar-
besarnya kepada:

1. dr. Rizky Safaat Nurahim, Sp.OG, selaku dokter pembimbing.


2. Para Bidan dan Pegawai di Bagian SMF Obstetri dan Ginekologi RSUD Dr.
Slamet Garut.
3. Teman-teman sejawat dokter muda di lingkungan RSUD Dr. Slamet Garut.
Segala daya upaya telah dioptimalkan untuk menghasilkan referat yang baik dan
bermanfaat, dan terbatas sepenuhnya pada kemampuan dan wawasan berpikir penulis.
Pada akhirnya penulis menyadari bahwa tulisan ini masih jauh dari sempurna, untuk itu
penulis mengharapkan saran dan kritik dari para pembaca agar dapat menghasilkan
tulisan yang lebih baik di kemudian hari.

Akhir kata penulis mengharapkan laporan kasus ini dapat memberikan manfaat
bagi pembaca, khususnya bagi para dokter muda yang memerlukan panduan dalam
menjalani aplikasi ilmu.

Wassalamu’alaikum Wr. Wb

Garut, April 2021

Penulis

2
BAB I
IDENTIFIKASI KASUS

1. Identitas
Nama : Ny. M
Usia : 19 tahun
Pendidikan : Sekolah Menengah Pertama
Pekerjaan : Ibu rumah tangga
Alamat : Sukaratu
Agama : Islam
Suku : Sunda
Usia Menikah : 19 tahun
Tanggal Masuk RS : 5/4/2021
Jam Masuk : 14.15 WIB
Ruang : Kalimaya
1.1 Identitas Suami
Nama : Tn. D
Usia : 25 tahun
Pendidikan : Sekolah Menengah Pertama
Pekerjaan : Satpam
Alamat : Sukaratu
Agama : Islam
Suku : Sunda
Usia Menikah : 25 tahun

2. Anamnesis
2.1 Rujukan
Dikirim oleh : Puskesmas
Keluhan Utama
Keluar air-air dari jalan lahir sejak 8 jam sebelum masuk rumah sakit (SMRS).

3
2.2 Anamnesa Khusus
Pasien G1P1A0 merasa hamil 9 bulan datang ke Ponek RSUD dr. Slamet
Garut atas rujukan dari Puskesmas dengan keluhan keluar cairan dari jalan lahir
sejak jam 06.00 (5/4/21) kurang lebih 8 jam SMRS. Air bewarna hijau dan
sedikit berbau. Pasien juga mengeluhkan mulas-mulas pada perutnya yang
semakin sering setelah diberi obat di puskesmas. Sebelumnya pasien dirawat di
puskesmas karena demam selama 3 hari. Namun, saat ini pasien sudah tidak
demam. Tidak terdapat pendarahan dari jalan lahir. Gerakan janin masih
dirasakan pasien hingga saat dilakukan anamnesis, gerakan dirasakan pertama
kali sejak usia kehamilan 4 bulan. Pasein mengaku saat hamil jarang
mengkonsumsi buah dan sayur. Riwayat senggama dan trauma atau jatuh
sebelumnya disangkal oleh pasien. Keluhan nyeri saat berkemih, serta
keputihan disangkal oleh pasien.
3. Keterangan Tambahan
4.1 Pernikahan
a. ♀ Menikah pertama, usia 19 tahun, pendidikan terakhir Sekolah Menengah
Pertama (SMP), pekerjaan sebagai ibu rumah tangga.
b. ♂ Menikah pertama, usia 25 tahun, pendidikan terakhir Sekolah Menengah
Pertama (SMP), pekerjaan satpam.
4.2 Siklus Haid
HPHT : Pasien tidak mengingatnya
TP :-
Sesuai kehamilan : 36 – 37 minggu (USG)
Siklus haid : Teratur
Lama haid : 4 hari
Banyaknya darah : Biasa (3 kali ganti pembalut)
Nyeri haid : Ada
Menarche usia : 11 tahun
4.3 Kontrasepsi Terakhir
Jenis : Suntik (November – Januari 2021)
Alasan berhenti : Ingin memulai program memiliki anak

4
4.4 Prenatal Care
Pasien melakukan prenatal care ke bidan dan ke dokter sebanyak 3 kali selama
hamil. Terakhir pasien prenatal care 3 minggu yang lalu.
4.5 Keluhan Selama Kehamilan
Adanya demam selama 3 hari dan dirawat di puskesmas
4.6 Riwayat Penyakit Dahulu
Penyakit Jantung (–)
Penyakit Paru-paru (–)
Penyakit ginjal (–)
Penyakit liver (–)
Penyakit DM (–)
Penyakit Tiroid (–)
Epilepsi (–)
Hipertensi (–)
Asma (–)
Lainnya (–)

4. Pemeriksaan Fisik
Keadaan umum : Tampak sakit ringan
Kesadaran : Compos Mentis
Tekanan darah : 120/80 mmHg
Nadi : 93 x/menit
Respirasi : 20 x/menit
Suhu : 36,7 °C
Kepala : Normocephal
Mata : Konjungtiva anemis (-/-); Sklera ikterik (–/–); Pupil
bulat, isokor; Refleks (+/+)
Leher : Tiroid normal, KGB normal, JVP normal
Cor : S1 S2 normal, regular, gallop (-), murmur (-)
Pulmo : Vesikuler (+/+), Ronchi (–/–), wheezing (–/–)

5
Abdomen : Cembung, lembut
Hepar dan Lien : Tidak dapat dinilai
Ekstremitas : Akral hangat, CRT < 2 detik, edema (–), varises (–)
5. Status Obstetri
a. Pemeriksaan Luar
TFU/LP : 29/96, sesuai kehamilan 33-39 minggu
Letak anak : kepala, puka, 4/5
HIS : 1 kali/10 menit, lama his 10 detik
DJJ : 131x/menit, reguler
b. Pemeriksaan Dalam
Vulva : tidak ada kelainan
Vagina : tidak ada kelainan
Portio : tebal, lunak
Pembukaan : pembukaan 1-2 cm
Ketuban : tidak utuh
Bagian terendah : kepala, station -1
Inspekulo
Portio : Tebal, licin
Ostium : Terbuka
Pooling : (+)
Valsava : (+)
Flour : Tidak ada
Fluksus : (-)
Tes lakmus : (+)
6. Diagnosis Awal
G1P0A0 parturien 36 – 37 minggu kala 1 fase laten dengan ketuban pecah dini
7. Rencana Tindakan
Rencana persalinan pervaginam
Cek darah rutin
Augmentasi drip oxytocin 5IU dalam 500cc D5  20 tpm
Injeksi cefotaxime 2x1 gram

6
Observasi KU, TTV, HIS, BJA, serta kemajuan persalinan
8. Pemeriksaan Penunjang
Tanggal: (5/04/2021)
Hematologi Rutin
Indikator Hasil Nilai normal
Hemoglobin (mg/dl) 11.0 12.0 – 16.0
Hematokrit (%) 31 35 – 47
Leukosit (/mm3) 14.000 3.800 – 10.600
Trombosit (/mm3) 420.000 150.000 – 440.000
Eritrosit (juta/mm3) 3,8 3,6 – 5,8

Faktor Koagulasi
Indikator Hasil Nilai normal
PT (detik) 10,6 10,9-14,4
INR (%) 0.81 0,83-1,16
APTT (detik) 29,8 23,9-39,5

Kimia Klinik
Indikator Hasil Nilai normal
AST (SGOT) 22 s/d 31
ALT (SGPT) 13 s/d 31

9. Laporan Persalinan
Masuk kamar bersalin : 05-04-2021
HIS mulai sejak tanggal : 05-04-2021
Ketuban : Tidak utuh
Abdomen:
a. TFU : 29 cm
b. Lingkar perut : 96 cm
c. Letak anak : Kepala

Pemeriksaan Dalam:

a. Porsio : Tebal lunak


b. Ketuban : Tidak utuh

7
c. Bagian Terendah : kepala
Kesan panggul : Normal

Keadaan ibu pasca salin : Normal

a. Keadaan umum : Baik


b. Kesadaran : CM
c. Tekanan Darah :120/80 mmHg
d. Nadi : 92 x/m
e. RR : 20x/m
f. Suhu : 36,70C
Uterus

a. Kontraksi : Baik
b. TFU : 2 jari di bawah pusat
Perdarahan
a. Kala II : 70 cc
b. Kala III : 60 cc
c. Kala IV : 60 cc
Plasenta
a. Berat : ± 300 gr
b. Kelengkapan : Lengkap
Kandung Kemih : 25 cc

10. Keadaan Bayi


Lahir : Pukul 17.10
Lahir hidup/mati : Hidup
Jenis Kelamin : Laki-laki
Berat Badan : 2790 gram
Panjang Badan : 47 cm
11. Diagnosis Akhir
P1A0 partus maturus dengan augmentasi drip oxytocin.

8
12. Follow Up
Tanggal Catatan
6/04/21 S/ Tidak ada keluhan
ASI -/-
O/ Mata: CA (-/-)
KU: Baik, Compos mentis Abdomen: datar, lembut
TD: 120/80 mmHg TFU: 2 jari bawah pusat

N: 81x/menit regular
R: 20x/menit
S: 36,7°C
A/ P1A0 partus maturus dengan augmentasi drip oxytocin.
P/
Asam mefenamat 3 x 500 mg, per oral
Sulfat ferrosus 1 x 200 mg, per oral

9
BAB II
ANALISIS KASUS

1. Apakah Diagnosis Pada Pasien Ini Sudah Tepat?


 Pasien mengaku kehamilan ini merupakan kehamilan pertama, pasien belum pernah
melahirkan sebelumnya (G1P1A0)
 Pasien mengaku hamil 9 bulan dengan keluhan mules yang semakin sering dan kuat.
HPHT: pasien tidak mengingatnya. Tanggal masuk: 5 April 2021. Pada pemeriksaan
luar didapatkan his sebanyak 1 kali/10 menit, dengan durasi 10 detik dan pada
pemeriksaan dalam didapatkan pembukaan 2 cm. (G1P1A0 parturient 36 - 37 minggu
Kala I Fase Laten).
 Pasien mengeluh keluar air-air dari jalan lahir sejak 8 jam SMRS.
 Pada pemeriksaan fisik :
a) KU/Kesadaran : tampak sakit sedang / CM
b) Tanda vital : TD 120/80 mmHg, N 92x/menit, RR 20x/menit, S Afebris
c) Abdomen : Buncit simetris, bising usus + frekuensi normal
d) Status obstetrik
Leopold I : Bokong, TFU 29 cm
Leopold II : Punggung kanan
Leopold III : Kepala
Leopold IV : 4/5, Hodge I
DJJ : 131x/menit, reguler TBJ : 2790 gram Pergerakan janin aktif His 1 kali /10menit
Pemeriksaan dalam (VT) : portio tebal lunak, pembukaan 1-2 jari, ketuban mengalir
warna hijau
Inspekulo didapatkan pooling (+) serta tes lakmus positif (Ketuban Pecah Dini).
 Diagnosis awal pasien ini: G1P1A0 parturient 36-37 minggu Kala I Fase Laten;
Ketuban Pecah Dini.
 Pada pasien dilakukan terminasi kehamilan melalui persalinan pervaginam dengan
augmentasi drip oxytocin.
 Diagnosis Akhir: P1A0 partus maturus dengan augmentasi drip oxytocin.

10
2.Bagaimana tatalaksana pada pasien ini?
Menurut kepustakaan, penanganan untuk pasien dengan ketuban pecah dini bisa
dilakukan dengan dua cara, yaitu konservatif dan aktif. Penanganan konservatif dilakukan
dengan rawat pasien di rumah sakit, berikan antibiotik (ampisilin 4 x 500 mg atau
eritromisin bila tidak tahan dengan ampisilin dan metronidazol 2 x 500 mg selama 7 hari).
Jika umur kehamilan < 32 – 34 minggu, dirawat selama air ketuban masih keluar atau
sampai air ketuban tidak keluar lagi. Jika umur kehamilan 32-37 minggu, belum inpartu,
tidak ada infeksi, tes busa negatif , beri deksametason, observasi tanda-tanda infeksi dan
kesejahteraan janin. Terminasi pada kehamilan 37 minggu. Jika usia kehamilan 32-37
minggu, sudah in partu, tidak ada infeksi, berikan tokolitik (salbutamol), deksametason
dan induksi sesudah 24 jam. Jika usia kehamilan 32-37 minggu, ada infeksi, beri antibiotik
dan lakukan induksi. Nilai tanda-tanda infeksi (suhu, leukosit, tanda-tanda infeksi
intrauterin). Pada usia kehamilan 32- 34 minggu, berikan steroid untuk memacu
kematangan paru janin dan kalau memungkinkan periksa kadar lesitin dan spingomielin
tiap minggu. Dosis betametason 12 mg sehari dosis tunggal selama 2 hari, deksametason
i.m 5 mg setiap 6 jam sebanyak 4 kali
Usia kandungan pasien 36-37 minggu, pada kasus ini dilakukan manajemen aktif pada
pasien, yaitu kehamilan diterminasi dengan augmentasi drip oxytocin. Lalu pada pasien ini
juga ditandai dengan leukosit yang meningkat maka diberikan juga. antibiotik

3. Bagaimana prognosis pada pasien ini untuk fungsi reproduksi selanjutnya?


 Quo ad vitam, pada pasien ini dubia ad bonam karena jika dilihat dari umur pasien yang
sedang dalam masa reproduksi.
 Quo ad functionam, fungsi reproduksi pada pasien ini dubia ad bonam, pasien masih
bisa hamil kembali, tetapi kehamilan selanjutnya sebaiknya diberikan jarak agar tidak
terlalu dekat
 Quo ad sanationam, pasien ini dubia ad malam karena pada kehamilan berikutnya lebih
berisiko terjadi ketuban pecah dini lagi karena adanya faktor risiko yaitu riwayat
ketuban pecah dini pada kehamilan saat ini.

11
BAB III

TINJAUAN PUSTAKA

3.1 Definisi Ketuban Pecah Dini

Ketuban pecah dini atau spontaneus/early/premature rupture of membrans (PROM)


merupakan pecahnya selaput ketuban secara spontan pada saat belum menunjukkan tanda-
tanda persalinan / inpartu (keadaan inpartu didefinisikan sebagai kontraksi uterus teratur dan
menimbulkan nyeri yang menyebabkan terjadinya efficement atau dilatasi serviks) atau bila
satu jam kemudian tidak timbul tanda-tanda awal persalinan atau secara klinis bila ditemukan
pembukaan kurang dari 3 cm pada primigravida dan kurang dari 5 cm pada multigravida.
Pecahnya selaput ketuban dapat terjadi kapan saja baik pada kehamilan aterm maupun
preterm. Saat aterm sering disebut dengan aterm prematur rupture of membrans atau ketuban
pecah dini aterm. Bila terjadi sebelum umur kehamilan 37 minggu disebut ketuban pecah dini
preterm / preterm prematur rupture of membran (PPROM) dan bila terjadi lebih dari 12 jam
maka disebut prolonged PROM.1

3.2 Epidemiologi

Prevalensi KPD berkisar antara 3-18% dari seluruh kehamilan. Saat aterm, 8- 10 % wanita
hamil datang dengan KPD dan 30-40% dari kasus KPD merupakan kehamilan preterm atau
sekitar 1,7% dari seluruh kehamilan. KPD diduga dapat berulang pada kehamilan berikutnya,
menurut Naeye pada tahun 1982 diperkirakan 21% rasio berulang, sedangkan penelitian lain
yang lebih baru menduga rasio berulangnya sampai 32%. Hal ini juga berkaitan dengan
meningkatnya risiko morbiditas pada ibu atau pun janin. Komplikasi seperti : korioamnionitis
dapat terjadi sampai 30% dari kasus KPD, sedangkan solusio plasenta berkisar antara 4-7%.
Komplikasi pada janin berhubungan dengan kejadian prematuritas dimana 80% kasus KPD
preterm akan bersalin dalam waktu kurang dari 7 hari. Risiko infeksi meningkat baik pada
ibu maupun bayi. Insiden korioamnionitis 0,5-1,5% dari seluruh kehamilan, 3-15% pada
KPD prolonged, 15-25% pada KPD preterm dan mencapai 40% pada ketuban pecah dini
dengan usia kehamilan kurang dari 24 minggu. Sedangkan insiden sepsis neonatus 1 dari 500
bayi dan 2-4% pada KPD lebih daripada 24 jam.1

12
3.3 Etiologi1

Sampai saat ini penyebab KPD belum diketahui secara pasti, tetapi ditemukan beberapa
faktor predisposisi yang berperan pada terjadinya ketuban pecah dini, antara lain:

1. Infeksi
Adanya infeksi pada selaput ketuban (korioamnionitis lokal) sudah cukup untuk
melemahkan selaput ketuban di tempat tersebut. Bila terdapat bakteri patogen di
dalam vagina maka frekuensi amnionitis, endometritis, infeksi neonatal akan
meningkat 10 kali. Ketuban pecah dini sebelum kehamilan preterm sering diakibatkan
oleh adanya infeksi. Beberapa penelitian menunjukkan bahwa bakteri yang terikat
pada membran melepaskan substrat seperti protease yang menyebabkan melemahnya
membran. Penelitian terakhir menyebutkan bahwa matriks metalloproteinase
merupakan enzim spesifik yang terlibat dalam pecahnya ketuban oleh karena infeksi.
2. Defisiensi vitamin C
Vitamin C diperlukan untuk pembentukan dan pemeliharaan jaringan kolagen.
Selaput ketuban (yang dibentuk oleh jaringan kolagen) akan mempunyai elastisitas
yang berbeda tergantung kadar vitamin C dalam darah ibu.
3. Faktor selaput ketuban
Pecahnya ketuban dapat terjadi akibat peregangan uterus yang berlebihan atau terjadi
peningkatan tekanan yang mendadak di dalam kavum amnion, di samping juga ada
kelainan selaput ketuban itu sendiri. Hal ini terjadi seperti pada sindroma Ehlers-
Danlos, dimana terjadi gangguan pada jaringan ikat oleh karena defek pada sintesa
dan struktur kolagen dengan gejala berupa hiperelastisitas pada kulit dan sendi,
termasuk pada selaput ketuban yang komponen utamanya adalah kolagen. Dimana 72
% penderita dengan sindroma Ehlers-Danlos ini akan mengalami persalinan preterm
setelah sebelumnya mengalami ketuban pecah dini preterm.
4. Faktor umur dan paritas
Semakin tinggi paritas ibu akan makin mudah terjadi infeksi cairan amnion akibat
rusaknya struktur serviks akibat persalinan sebelumnya.
5. Faktor tingkat sosio-ekonomi

13
Sosio-ekonomi yang rendah, status gizi yang kurang akan meningkatkan insiden
KPD, lebih-lebih disertai dengan jumlah persalinan yang banyak, serta jarak kelahiran
yang dekat.
6. Faktor-faktor lain
Inkompetensi serviks atau serviks yang terbuka akan menyebabkan pecahnya selaput
ketuban lebih awal karena mendapat tekanan yang langsung dari kavum uteri.
Beberapa prosedur pemeriksaan, seperti amniosintesis dapat meningkatkan risiko
terjadinya ketuban pecah dini. Pada perokok, secara tidak langsung dapat
menyebabkan ketuban pecah dini terutama pada kehamilan prematur. Kelainan letak
dan kesempitan panggul lebih sering disertai dengan KPD, namun mekanismenya
belum diketahui dengan pasti. Faktor-faktor lain, seperti : hidramnion, gemelli, koitus,
perdarahan antepartum, bakteriuria, pH vagina di atas 4,5, stres psikologis, serta flora
vagina abnormal akan mempermudah terjadinya ketuban pecah dini.

3.4 Patofisiologi2,3

Dalam keadaan normal jumlah cairan amnion pada kehamilan cukup bulan sekitar
1000 – 1500 cc, keadaan jernih agak keruh, steril, bau khas, agak amis, terdiri dari 98% -
99% air, 1- 2 % garam anorganik dan bahan organik (protein terutama albumin), runtuhan
rambut lanugo, verniks kaseosa, dan sel – sel epitel dan sirkulasi sekitar 500cc/jam.

Fungsi cairan amnion antara lain:

1. Proteksi: Melindungi janin terhadap trauma dari luar .


2. Mobilisasi: Memungkinkan ruang gerak bagi bayi.
3. Hemostatis: Menjaga keseimbangan suhu dan lingkungan asam basa (pH).
4. Mekanik: Menjaga keseimbangan tekanan dalam seluruh ruang intrauteri.
5. Pada persalinan, membersihkan atau melicinkan jalan lahir dengan cairan steril
sehingga melindungi bayi dari kemungkinan infeksi jalan lahir.

Ketuban pecah dalam persalinan secara umum disebabkan oleh kontraksi uterus dan
peregangan berulang. Selaput ketuban pecah karena pada daerah tertentu terjadi perubahan
biokimia yang menyebabkan selaput ketuban inferior rapuh, bukan karena seluruh selaput
ketuban rapuh. Terdapat keseimbangan antara sintesis dan degenerasi ekstraseluelr matriks.

14
Perubahan struktur, jumlah sel, dan katabolisme kolagen menyebabkan aktivasi kolagen
berubah dan menyebabkan selaput ketuban pecah.

Dua belas hari setelah ovum dibuahi, terbentuk suatu celah yang dikelilingi amnion
primitif yang terbentuk dekat embryonic plate. Celah tersebut melebar dan amnion
disekelilingnya menyatu dengan korion yang akhirnya menbentuk kantung amnion yang
berisi cairan amnion. Cairan amnion normalnya berwarna putih, agak keruh serta berbau khas
agak amis. Cairan ini mempunyai berat jenis 1,008 yang seiring dengan tuannya kehamilan
akan menurun menjadi 1,010.

Amnion atau selaput ketuban merupakan membran internal yang membungkus janin
dan cairan ketuban. Selaput ini licin, tipis, dan transparan. Selaput amnion melekat erat pada
korion. Selaput ini menutupi permukaan fetal pada plasenta sampai pada insertio tali pusat
dan kemudian berlanjut sebagai pembungkus tali pusat yang tegak lurus hingga umbilikus
janin. Sedangkan korion merupakan membran eksternal berwarna putih dan terbentuk dari
vili – vili sel telur yang berhubungan dengan desidua kapsularis. Selaput ini berlanjut dengan
tepi plasenta dan m elekat pada lapisan uterus.

KPD terjadi karena meningkatnya apoptosis dari komponen sel dari membran fetal
dan juga peningkatan dari enzim protease tertentu. Kekuatan membran fetal adalah dari
matriks ekstraselular amnion. Kolagen interstitial terutama tipe I dan tipe III yang dihasilan
dari sel mesenkim juga penting dalam mempertahankan kekuatan membran fetal.

Matriks metalloprotease (MMP) adalah kumpulan proteinase yang terlibat dalam


remodeling tissue dan degenerasi kolagen, ditemukan dengan konsentrasi tinggi pada
kehamilan dengan ketuban pecah dini. Aktivasi protease ini diregulasi oleh tissue inhibitor of
matrix metalloprotease (TIMPs). Tissue inhibitor of matrix metalloprotease ini pula rendah
dalam cairan amnion pada wanita dengan ketuban pecah dini. Peningkatan enzim protease
dan penurunan inhibitor mendukung bahwa enzim ini mempengaruhi kekuatan membran
fetal.

3.5 Klasifikasi4
Menurut POGI (2016), KPD diklasifikasikan menjadi 2 kelompok, yaitu, KPD preterm dan
KPD aterm:
1. KPD Preterm
Ketuban pecah dini preterm adalah pecahnya ketuban yang terbukti dengan vaginal
pooling, tes nitrazin dan tes fern atau IGFBP-1 (+) pada usia <37 minggu sebelum onset

15
persalinan. KPD sangat preterm adalah pecahnya ketuban saat umur kehamilan Ibu antara 24
sampai kurang dari 34 minggu, sedangkan KPD preterm saat umur kehamilan Ibu antara 34
sampai kurang dari 37 minggu.
2. KPD Aterm
Ketuban pecah dini aterm adalah pecahnya ketuban sebelum waktunya yang terbukti dengan
vaginal pooling, tes nitrazin dan tes fern (+), IGFBP-1 (+) pada usia kehamilan ≥ 37 minggu

3.6 Diagnosis4
1. Anamnesis dan Pemeriksaan Fisik
KPD aterm didiagnosis secara klinis pada anamnesis pasien dan visualisasi adanya
cairan amnion pada pemeriksaan fisik. Dari anamnesis perlu diketahui waktu dan
kuantitas dari cairan yang keluar, usia gestasi dan taksiran persalinan, riwayat KPD
aterm sebelumnya, dan faktor risikonya. Dilakukan pemeriksaan inspekulo, didapatkan
cairan amnion jelas terlihat mengalir dari serviks, serta kumpulan cairan pada forniks
posterior vagina. Pada pemeriksaan mikroskop didapatkan gambaran pakis pada cairan
yang mengering. Selain itu dilakukan juga tes pH dari forniks posterior vagina (pH
cairan amnion biasanya ~ 7.1-7.3 sedangkan sekret vagina ~ 4.5 - 6). Pemeriksaan USG
mengkonfirmasi tidak adanya atau sedikitnya jumlah cairan amnion.4,5
2. Pemeriksaan penunjang
Ultrasound (USG)
Pemeriksaan USG dapat berguna untuk melengkapi diagnosis untuk menilai indeks
cairan amnion. Jika didapatkan volume cairan amnion atau indeks cairan amnion yang
berkurang tanpa adanya abnormalitas ginjal janin dan tidak adanya pertumbuhan janin
terhambat (PJT) maka kecurigaan akan ketuban pecah sangatlah besar, walaupun
normalnya volume cairan ketuban tidak menyingkirkan diagnosis.4

Pemeriksaan Lab

Jika terdapat pooling dan tes nitrazin masih samar dapat dilakukan pemeriksaan
mikroskopis dari cairan yang diambil dari forniks posterior. Cairan diswab dan
dikeringkan diatas gelas objek dan dilihat dengan mikroskop. Gambaran “ferning”

16
menandakan cairan amnion. Tiga tanda penting yang berkaitan dengan ketuban pecah
dini adalah :

1. Pooling : Kumpulan cairan amnion pada fornix posterior.

2. Nitrazine Test : Kertas nitrazin merah akan jadi biru.

3. Ferning : Cairan dari fornix posterior di tempatkan pada objek glass dan
didiamkan dan cairan amnion tersebut akan memberikan gambaran seperti daun pakis

Pemeriksaan Spekulum

Pemeriksaan spekulum pertama kali dilakukan untuk memeriksa adanya cairan amnion
dalam vagina. Perhatikan apakah memang air ketuban keluar dari ostium uteri eksternum
apakah ada bagian selaput ketuban yang sudah pecah. Gunakan kertas lakmus. Bila
menjadi biru (basa) adalah air ketuban, bila merah adalah urin. Karena cairan alkali
amnion mengubah pH asam normal vagina. Kertas nitrazine menjadi biru bila terdapat
cairan alkali amnion. Bila diagnosa tidak pasti, adanya lanugo atau bentuk kristal daun
pakis cairan amnion kering (ferning) dapat membantu. Bila kehamilan belum cukup
bulan penentuan rasio lesitin-sfingomielin dan fosfatidilgliserol membantu dalam
evaluasi kematangan paru janin. Bila kecurigaan infeksi, apusan diambil dari kanalis
servikalis untuk pemeriksaan kultur serviks terhadap Streptokokus beta group B,
Clamidia trachomatis dan Neisseria gonorea.6

Pemeriksaan dalam

Pemeriksaan dalam dilakukan untuk menentukan penipisan dan dilatasi serviks. Pemeriksaan
vagina juga mengindentifikasikan bagian presentasi janin dan menyingkirkan kemungkinan
prolaps tali pusat. Periksa dalam harus dihindari kecuali jika pasien jelas berada dalam masa
persalinan atau telah ada keputusan untuk melahirkan.

3.7 Tatalaksana

17
Prinsip utama penatalaksanaan KPD adalah untuk mencegah mortalitas dan
morbiditas perinatal pada ibu dan bayi yang dapat meningkat karena infeksi atau akibat
kelahiran preterm pada kehamilan dibawah 37 minggu. Terdapat dua manajemen dalam
penatalaksanaan KPD, yaitu manajemen aktif dan ekspektatif.7

a. Konservatif7
Pengelolaan konservatif dilakukan bila tidak ada penyulit (baik pada ibu maupun
janin), pada umur kehamilan 26-34 minggu, dirawat selama 2 hari. Selama
perawatan dilakukan:
1. Observasi kemungkinan adanya amnionitis atau tanda-tanda infeksi pada ibu
dan janin.
2. Pengawasan timbulnya tanda persalinan.
3. Pemberian antibiotika per oral.
4. Pemberian tokolitik dengan syarat tidak ada infeksi secara klinis dan
laboratoris.
5. USG untuk melihat kesejahteraan janin.
6. Bila ada indikasi untuk melahirkan janin, dilakukan pematangan paru, proteksi
otak janin.
b. Aktif7
Dilakukan apabila:
1. Usia kehamilan 20 sampai < 26 minggu dan ≥ 34 minggu,
2. Terdapat tanda-tanda infeksi.
3. Timbulnya tanda-tanda persalinan.
4. Gawat janin.

18
Gambar 1. Algoritma yang digunakan pada KPD 4

19
Gambar
2. Algoritma yang digunakan pada KPD4

20
3.8 Komplikasi8,9

1) Persalinan Prematur

Setelah ketuban pecah biasanya segera disusul oleh persalinan. Periode laten tergantung umur
kehamilan. Pada kehamilan aterm 90% terjadi di dalam 24 jam setelah ketuban pecah. Pada
kehamilan aterm 90% terjadi dalam 24 jam setelah ketuban pecah. Pada kehamilan antara 28-
34 minggu 50% persalinan dalam 24 jam. Pada kehamilan kurang dari 26 minggu persalinan
terjadi dalam 1 minggu.

2) Infeksi Risiko infeksi ibu dan anak meningkat pada ketuban pecah dini. Pada ibu terjadi
korioamnionitis. Pada bayi dapat terjadi septikemia, pneumonia, omfalitis. Umumnya terjadi
korioamnionitis sebelum janin terinfeksi. Pada ketuban pecah dini prematur, infeksi lebih
sering daripada aterm. Secara umum, insiden infeksi sekunder pada ketuban pecah dini
meningkat sebanding dengan lamanya periode laten.

3) Hipoksia dan Asfiksia

Dengan pecahnya ketuban terjadi oligohidramnion yang menekan tali pusat hingga terjadi
asfiksia atau hipoksia. Terdapat hubungan antara terjadinya gawat janin dan derajat
oligohidramnion, semakin sedikit air ketuban, janin semakin gawat.

4) Sindroma deformitas janin Ketuban pecah dini yang terjadi terlalu dini menyebabkan
pertumbuhan janin terhambat, kelainan disebabkan kompresi muka dan anggota badan janin,
serta hipoplasia pulmonal.

3.9 Prognosis

Prognosis pada ketuban pecah dini sangat bervariatif tergantung pada :

- Usia kehamilan
- Adanya infeksi / sepsis
- Factor resiko / penyebab
- Ketepatan Diagnosis awal dan penatalaksanaan

21
Prognosis dari KPD tergantung pada waktu terjadinya, lebih cepat kehamilan, lebih sedikit
bayi yang dapat bertahan. Bagaimanapun, umumnya bayi yang lahir antara 34 dan 37 minggu
mempunyai komplikasi yang tidak serius dari kelahiran premature

3.10 Pencegahan

Pada pasien perokok, diskusikan tentang pengaruh merokok selama kehamilan usaha
untuk menghentikan, motivasi untuk menambah berat badan yang cukup selama hamil,
anjurkan pasangan agar menghentikan koitus pada trimester akhir.

22
DAFTAR PUSTAKA

1. Gde Manuaba, I.B. Ketuban Pecah Dini (KPD). Ilmu Kebidanan, Penyakit
Kandungan & Keluarga Berencana. Jakarta: EGC; 2001. Hal: 229-232
2. Hofmeyr GJ, Eke AC, Lawrie TA. Amnioinfusion for third trimester preterm
premature rupture of membranes. Cochrane Database of Systematic Reviews 2014,
Issue 3. Art. No.: CD000942. DOI: 10.1002/14651858.CD000942.pub3.
3. Soewarto S. Ketuban Pecah Dini. Dalam Prawirohardjo S. Ilmu Kebidanan. Bagian
Ketiga: Patologi Kehamilan, Persalinan, Nifas dan Bayi Baru Lahir. Edisi Keempat.
Cetakan Kedua. Jakarta. PT Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo. 2009. hal 677-82.
4. Perkumpulan Obstetri dan Ginekologi Indonesia,Himpunan Kedokteran Feto
Maternal. Pedoman Nasional Pelayanan Kedokteran KETUBAN PECAH DINI.
Jakarta: Perkumpulan Obstetri dan Ginekologi Indonesia; 2016.
5. Jazayeri, A., 2018. Premature Rupture Of Membranes: Overview, Premature Rupture
Of Membranes (At Term), Premature Preterm Rupture Of Membranes. [online]
Emedicine.medscape.com. Available at:
<https://emedicine.medscape.com/article/261137-overview> [Accessed 10 January
2021].
6. Cunningham FG, Leveno KJ, Bloom SL, Hauth JC, Rouse DJ, Spong CY. Premature
Birth. In: Williams Obstetric. 23rd Ed. McGrawHill Medical, New York, 2010
7. Susilo, A., et al. 2018. Panduan Praktik Klinik Obstetri Dan Ginekologi. 2nd ed.
Bandung: RSUP dr. Hasan Sadikin, pp.56-57.
8. Endale, T., Fentahun, N., Gemada, D. and Hussen, M., 2016. Maternal and fetal
outcomes in term premature rupture of membrane. World Journal of Emergency
Medicine, 7(2), p.147.
9. Gupta, S., Malik, S. and Gupta, S., 2019. Neonatal complications in women with
premature rupture of membranes (PROM) at term and near term and its correlation
with time lapsed since PROM to delivery. Tropical Doctor, 50(1), pp.8-11.

23

Anda mungkin juga menyukai