Anda di halaman 1dari 8

See discussions, stats, and author profiles for this publication at: https://www.researchgate.

net/publication/328926076

PERENCANAAN PAJAK Agus Iwan Kesuma

Article · January 2010

CITATIONS READS

0 2,703

1 author:

Agus Kesuma
Universitas Mulawarman
8 PUBLICATIONS   9 CITATIONS   

SEE PROFILE

All content following this page was uploaded by Agus Kesuma on 14 November 2018.

The user has requested enhancement of the downloaded file.


PERENCANAAN PAJAK
Agus Iwan Kesuma
( Dosen Akuntansi Fakultas Ekonomi Universitas Mulawarman )
Abstract
Most taxpayers tends to try to save or reduce their taxes as small as possible and pay their
taxes as late as possible but still in line with existing tax regulations. In other words,
taxpayers will attempt to save or to minimize tax payments by using the loophole or gaps in
the tax laws and regulations. This is where the taxpayer is required to make a tax planning. It
can be said that the purpose of this tax planning is ultimately to save or minimize the tax
burden. This goal can be achieved in three ways, which are: reduce income, increase costs
and utilize the tax credit.

Keywords: Taxpayer; Tax Planning; Tax Credit


I. PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Adanya kegiatan pembangunan yang dilakukan oleh pemerintah untuk meningkatkan
kesejahteraan warganya dipengaruhi oleh banyak faktor, salah satu faktor yang cukup
menentukan adalah tersedianya dana atau biaya melaksanakannya. Untuk memenuhi
kebutuhan dana pembangunan tersebut pajak merupakan alternatif yang dapat dipilih oleh
pemerintah.
Pajak adalah iuran rakyat kepada kas negara yang dapat dipaksakan berdasarkan
undang-undang tanpa adanya kontraprestasi yang langsung dapat ditunjukkan dan
dipergunakan untuk membiayai keperluan negara ( Mardiasmo, 2004 ). Dari pengertian
tersebut pajak memiliki unsur unsur yaitu :
a. Iuran rakyat kepada negara, yang memiliki arti bahwa pajak hanya dipungut oleh
negara dan iuran tersebut berupa uang.
b. Berdasarkan undang-undang, karena pajak bersifat beban terkadang warga memilih
untuk tidak mau membayar, oleh karena itu pajak bersifat memaksa bagi wajib pajak
yang memang berkewajiban membayar pajak dan memberikan sanksi bagi yang
melalaikan dan atau melanggar ketentuan sebagaimana yang diatur dalam undang
undang serta aturan pelaksanaannya.
c. Tanpa kontraprestasi yang langsung dapat ditunjukkan, karena pembayar pajak tidak
serta merta memperoleh imbal balik dari pajak yang dibayarnya.
d. Digunakan untuk membiayai keperluan negara yang bermanfaat bagi seluruh
masyarakat.
Dari pengertian tersebut dapat dikatakan bahwa pajak merupakan kewajiban yang harus
dibayar oleh wajib pajak tanpa mendapatkan kompensasi yang langsung dapat mereka
nikmati, sehingga karena disebabkan sifatnya yang merupakan kewajiban bahkan bisa
dikatakan beban membuat wajib pajak “secara naluri “ berusaha untuk mengurangi, menunda
bahkan berusaha untuk tidak membayar pajak. Adanya pola sikap seperti ini yang berpotensi
menghambat upaya pemungutan pajak.
Berkaitan dengan hal tersebut diatas, terdapat dua jenis perlawanan yang dilakukan oleh
wajib pajak atau masyarakat yang dapat menghambat dalam upaya pemungutan pajak (
Mardiasmo, 2004 ). Jenis perlawanan yang pertama adalah perlawanan pasif, yaitu
perlawanan yang disebabkan oleh beberapa hal, antara lain karena perkembangan intelektual
dan moral masyarakat, rumitnya sistem perpajakan untuk dipahami dan dijalankan, kurangnya
sistem kontrol dan pelaksanaan pemungutan pajak. Jenis perlawanan yang kedua adalah
perlawanan aktif yaitu semua usaha yang dilakukan oleh wajib pajak untuk menghindari
pajak, baik yang bersifat legal (tax avoidance) maupun yang bersifat ilegal/melanggar
undang-undang (tax evasion). Apapun bentuk perlawanan yang dilakukan oleh wajib pajak
tentu saja akan berimbas pada terhambatnya upaya pemungutan pajak yang akhirnya berujung
pada tidak maksimalnya jumlah pajak yang bisa dikumpulkan. Hal inilah yang sangat
dihindari oleh negara sebagai pemungut pajak.
Untuk mengurangi perlawanan perlawanan tersebut, negara selalu berupaya untuk
menyempurnakan sistem perpajakan nasional. Peningkatan dan pengembangan terus
dilakukan pemerintah dengan berbagai tindakan, seperti perbaikan dalam sistem administrasi
yang memudahkan, penyempurnaan dalam perundang undangan, peningkatan mutu sumber
daya manusia petugas pajak, intesifitas penyuluhan dan lain lain. Hal tersebut dilakukan agar
jangan sampai sistem perpajakan hanya berorientasi kepada potensi jumlah nominal pajak
yang akan dihimpun tapi juga perlu diperhatikan aspek menggugah kesadaran dan kemauan
masyarakat untuk membayar pajak, sehingga diharapkan bahwa peraturan perpajakan yang
baru lebih mudah dipahami dan dilaksanakan oleh masyarakat luas, yang pada akhirnya
menuju kepada peningkatan kesadaran membayar pajak sehingga pajak yang berhasil
dihimpun juga akan ikut meningkat.
Dari sisi wajib pajak, tentu saja mereka tidak ingin melanggar hukum. Wajib Pajak
lebih cendrung untuk berusaha menghemat atau menekan pajak sekecil mungkin dan
membayar pajak selambat mungkin sepanjang masih sesuai dengan ketentuan perpajakan
yang berlaku. Dengan kata lain, Wajib Pajak akan berupaya menghemat atau mengecilkan
pembayaran pajak dengan memanfaatkan loophole atau celah yang ada dalam undang-undang
perpajakan dan aturan aturannya. Disinilah diperlukan kejelian Wajib Pajak untuk
merencanakan pajaknya.

II. PEMBAHASAN
A. Perencanaan Pajak

Beragam penelitian pernah dilakukan berkaitan dengan perencanaan pajak. Sebenarnya


apakah perencanaan pajak itu? Terdapat beberapa definisi dari para ahli berkaitan dengan
perencanaan pajak. Perencanaan pajak pada dasarnya usaha penghematan pajak berdasar the
least and latest rule yaitu wajib pajak selalu berusaha menekan pajak sekecil mungkin dan
menunda pembayaran pajak selambat mungkin sebatas masih diperkenankan peraturan
perpajakan ( Sydney Davidson, 1983 ). Pada umumnya, perencanaan pajak (tax planning)
merujuk kepada proses merekayasa usaha dan transaksi Wajib Pajak agar utang pajak berada
dalam jumlah yang minimal, tetapi masih dalam bingkai peraturan perpajakan. Namun
demikian, perencanaan pajak juga dapat diartikan sebagai perencanaan pemenuhan kewajiban
perpajakan secara lengkap, benar, dan tepat waktu sehingga dapat secara optimal menghindari
pemborosan sumber daya. ( Aris Aviantara, 2009 )
Dalam penyusunan perencanaan pajak harus sudah memahami secara mendalam tentang
peraturan – peraturan perpajakan dan selalu mengikuti perkembangan dan perubahan –
perubahannya agar perencanaan pajak dapat berfungsi dengan baik dan tidak terjadi kesalahan
yang dapat dituduh sebagai penggelapan pajak ( Mardiasmo, 1992 ).
The goal of tax planning is to arrange your financial affairs so as to minimize your
taxes. There are three basic ways to reduce your taxes, and each basic method might have
several variations. You can reduce your income, increase your deductions, and take
advantage of tax credits. ( William Perez, 2009 ).
Dapat dikatakan bahwa tujuan dari perencanaan pajak ini akhirnya adalah untuk
menghemat atau meminimalisasi beban pajak. Tujuan ini dapat dicapai melalui tiga cara,
yaitu : menekan penghasilan, menambah biaya yang diperkenankan untuk mengurangi
penghasilan dan memanfaatkan kredit pajak.
Terdapat berbagai jenis pajak, salah satunya adalah Pajak Penghasilan ( PPh ). Pajak
Penghasilan adalah pajak yang dikenakan kepada mereka ( wajib pajak ) yang menurut
undang-undang wajib membayar atas penghasilan yang mereka terima atau peroleh dalam
tahun pajak. Subyek Pajak dalam Pajak Penghsilan adalah mereka yang harus menanggung
kewajiban pajak atau biasanya di sebut Wajib Pajak. Wajib Pajak bisa terdiri dari Orang
Pribadi, Warisan Belum Terbagi, Badan dan Bentuk Usaha Tetap ( BUT ). Sedangkan yang
obyek pajak dalam Pajak Penghasilan adalah “Penghasilan”, yang dapat diartikan sebagai
tambahan kemampuan ekonomis yang diterima wajib pajak baik yang berasal dari Indonesia
maupun dari luar Indonesia yang bisa dikonsumsi atau menambah kekayaan wajib pajak
dengan nama dan dalam bentuk apapun.

Penghasilan tersebut dikelompokkan menjadi :


1. Penghasilan dari pekerjaan atau penghasilan yang diperoleh karena adanya
hubungan pekerjaan contohnya adalah penghasilan karyawan berupa gaji
2. Penghasilan dari pekerjaan bebas / tenaga ahli contohya penghasilan yang diperoleh
seorang pengacara, arsitek dan lain lain
3. Penghasilan dari usaha atau penghasilan yang diperoleh melalui sarana perusahaan
contohnya adalah laba perusahaan
4. Penghasilan dari modal contohnya seperti dividen, bunga, sewa
5. Penghasilan lain lain, contohnya keuntungan karena selisih kurs, hadiah dan lain
lain

Adapun tarif pajak yang berlaku sesuai dengan pasal 17 UU PPh. No. 36 / 2008 adalah
sebagai berikut :
a. Wajib Pajak orang pribadi dalam negeri adalah sebagai berikut:
Lapisan Penghasilan Kena Pajak Tarif Pajak
sampai dengan Rp50.000.000,00 (lima puluh juta 5%
rupiah) (lima persen)
di atas Rp50.000.000,00 (lima puluh juta rupiah)
sampai dengan Rp250.000.000,00 (dua ratus lima 15%
puluh juta rupiah) (lima belas persen)
di atas Rp250.000.000,00 (dua ratus lima puluh juta
rupiah) sampai dengan Rp500.000.000,00 (lima ratus 25%
juta rupiah) (dua puluh lima persen)
di atas Rp500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah) 30%
(tiga puluh persen)

b. Wajib Pajak badan dalam negeri dan bentuk usaha tetap adalah sebesar 28%
(dua puluh delapan persen), dan akan menjadi 25% ( dua puluh lima persen ) pada
tahun 2010.
Bagi Wajib Pajak Badan besarnya pajak penghasilan dihitung dari Penghasilan Kena
Pajak ( PKP ) dikalikan dengan tarif PPh badan yang berlaku. Semakin besar PKP maka
semakin besar pajak yg harus dibayar. Karena tarif yg sudah ditentukan oleh negara, maka
WP hanya bisa berupaya meminimalkan PKP. PKP itu sendiri dalam WP badan biasanya
identik dengan perolehan Laba perusahaan, yg mana untuk menghitung laba secara sederhana
adalah sebagai berikut :
Pendapatan - Biaya = Laba ( Rugi )

Pada saat pendapatan lebih tinggi dari pada biaya maka perusahaan mengalami laba,
sebaliknya pada saat biaya yang lebih tinggi dari pendapatan, maka perusahaan mengalami
rugi.
Dari ilustrasi sederhana tersebut bisa dikatakan upaya untuk mengecilkan laba bisa
dilakukan dengan cara menekan atau menunda penghasilan dan atau memperbesar biaya yang
diperkenankan untuk mengurangi penghasilan sehingga dengan Laba yang kecil maka pajak
yang dibayar juga akan ikut kecil.

B. Manfaat Perencanaan Pajak

Adapun manfaat yang dapat diperoleh dari adanya perencanaan pajak ( Mardiasmo,
1992 ) antara lain adalah :

1. Penghematan kas keluar, perencanaan pajak dapat menghemat pajak yang merupakan
biaya bagi perusahaan
2. Mengatur aliran kas ( cash flow ), perencanaan pajak dapat mengestimasi kebutuhan
kas untuk pajak dan menentukan saat pembayaran sehingga perusahaan dapat
menyusun anggaran kas secara lebih akurat.

C. Alternatif Perencanaan Pajak

Berikut ini adalah upaya-upaya yang dapat dipertimbangkan untuk menghemat pajak
dalam rangka perencanaan pajak :

1. Pelaksanaan program tertentu, apakah program pemasaran, peningkatan kualitas SDM


dengan pelatihan pelatihan, kenaikan gaji dan lain lain. Pada prinsipnya berupaya
menambah biaya yang diperkenankan untuk mengurangi penghasilan. Misalkan
perusahaan pada tahun 2009 memiliki PKP sebesar Rp. 600.000.000,- , dengan
demikian PPh yang seharusnya dibayar adalah Rp. 600.000.000,- x 28% = Rp.
168.000.000,-. Pada waktu itu perusahaan mempunyai program untuk meningkatkan
kualitas SDM nya melalui sebuah pelatihan dengan biaya sebesar Rp. 100.000.000,-
. Apabila perusahaan mengambil keputusan untuk melaksanakan pelatihan tersebut di
akhir tahun 2009, maka PKP perusahaan menjadi Rp. 500.000.000,- (
yaitu Rp. 600.000.000,- – Rp. 100.000.000,- ) sehingga PPh perusahaan pada tahun
2009 menjadi Rp. 500.000.000,- x 28% = Rp. 140.000.000,- , yang secara sederhana
dapat dikatakan terjadi penghematan pajak sebesar Rp. 28.000.000,- ( yaitu
Rp. 168.000.000 – Rp. 140.000.000 ), yang dapat di asumsikan penghematan pajak
tersebut digunakan untuk membiayai pelatihan yang dilakukan perusahaan, sehingga
pelatihan tersebut sebenarnya hanya membutuhkan dana sebesar Rp. 72.000.000,- (
yaitu Rp. 100.000.000 – Rp. 28.000.000 ). Contoh yang lain misalnya pernah
dilakukan perusahaan otomotif amerika yaitu Ford yg membayar karywanx $5 sejam
sedangkan tarif upah yg berlaku hanya $ 2-3 sejam dengan tujuan agar karyawan lebih
loyal yang nantinya akan lebih membuat mereka rajin bekerja sehingga mendorong
penghasilan perusahaan, walaupun biaya yang dikeluarkan cukup besar tetapi
sebenarnya program ini sebagian besar juga dibiayai dari skema penghematan pajak,
karena pada prinsipnya biaya perusahaan yang dikeluarkan lebih besar akan
mengakibatkan laba lebih kecil sehingga pajak yang dibayar juga lebih kecil, yang
pada akhirnya dapat diasumsikan terjadi penghematan pajak.

2. Menekan penghasilan. Strategi ini secara sederhana dapat dikatakan upaya untuk
mengecilkan penghasilan secara legal. Meskipun ada konsekuensi berkaitan dengan
cashflow perusahaan tapi strategi ini bisa dilakukan dengan cara melakukan transaksi
secara kredit atau penjualan cicilan. Diasumsikan dengan cara mengalokasikan
penghasilan yang lebih kecil, maka laba yang dihasilkan juga akan bisa ditekan
sehingga pajak yang dibayar juga akan lebih rendah.

3. Pembagian perusahaan ke skala yang lebih kecil atau berdasarkan divisi/jenis


pekerjaan agar memperoleh peredaran bruto yang lebih kecil. Hal ini bisa dilakukan
untuk memperoleh penghematan pajak sampai dengan 50% dari pajak terutang yang
seharusnya. Hal ini dimungkinkan dalam UU PPh sepanjang perusahaan memenuhi
ketentuan. Contohnya adalah sebagai berikut :

Wajib Pajak badan dalam negeri dengan peredaran bruto sampai dengan
Rp 50.000.000.000,- (lima puluh miliar rupiah) mendapat fasilitas berupa
pengurangan tarif sebesar 50% (lima puluh persen) dari tarif seharusnya yang
dikenakan atas Penghasilan Kena Pajak dari bagian peredaran bruto sampai dengan
Rp 4.800.000.000,- (empat miliar delapan ratus juta rupiah). Penghitungan PPh
terutang atas penghasilan ini dapat dibedakan menjadi dua yaitu:

Contoh 1):
Peredaran bruto PT ABCD dalam tahun pajak 2009 sebesar Rp 4.500.000.000,-
dengan Penghasilan Kena Pajak sebesar Rp 500.000.000,-.
Penghitungan pajak yang terutang yaitu seluruh Penghasilan Kena Pajak yang
diperoleh dari peredaran bruto tersebut dikenakan tarif sebesar 50% dari tarif Pajak
Penghasilan badan yang berlaku karena jumlah peredaran bruto PT ABCD
tidak melebihi Rp4.800.000.000,-.
Pajak Penghasilan yang terutang = 50% x 28% x 500.000.000,- =
Rp 70.000.000,-

Contoh 2):
Peredaran bruto PT XYZ dalam tahun pajak 2009 sebesar Rp 30.000.000.000,-
dengan Penghasilan Kena Pajak sebesar Rp 3.000.000.000,-. Penghitungan Pajak
Penghasilan yang terutang:
Jumlah Penghasilan Kena Pajak dari bagian peredaran bruto yang
memperoleh fasilitas
= (Rp 4.800.000.000,- : Rp 30.000.000.000,-) x Rp 3.000.000.000,-
= Rp 480.000.000,-
Jumlah Penghasilan Kena Pajak dari bagian peredaran bruto yang tidak
memperoleh fasilitas
= Rp 3.000.000.000,- – Rp 480.000.000,- = Rp 2.520.000.000,-
Pajak Penghasilan yang terutang
= (50% x 28% x Rp 480.000.000,-) + (28% x Rp2.520.000.000,-)
= Rp 67.200.000,- + Rp 705.600.000,-
= Rp772.800.000,-
Jadi dengan melakukan pembagian usaha ke skala yang lebih kecil berdasarkan
divisi/jenis pekerjaan diharapkan mampu memberikan penghematan pajak yang
diinginkan

4. Pemilihan bentuk badan usaha yang sesuai untuk memperoleh penghematan pajak.
Contohnya adalah memilih bentuk usaha perseroan terbuka dan modalnya terdiri atas
saham yang diperdagangkan di Bursa Effek minimal 40% sehingga memperoleh
fasilitas pengurangan pajak sebanyak 5%. Hal ini juga diatur dalam UU PPh terutama
pasal 17 yang mengatur tentang tarif PPh yaitu Bagi Wajib Pajak badan dalam
negeri yang berbentuk perseroan terbuka yang paling sedikit 40% (empat puluh
persen) dari jumlah keseluruhan saham yang disetor diperdagangkan di bursa efek
di Indonesia dan memenuhi persyaratan tertentu lainnya. Wajib Pajak tersebut
dapat memperoleh tarif sebesar 5% (lima persen) lebih rendah daripada tarif ya n g
s e h a r u s n ya . Contoh: Jumlah Penghasilan Kena Pajak dalam tahun pajak 2009
Rp 1.000.000.000,-, maka Pajak Penghasilan yang terutang = 28% x Rp
1.000.000.000,- = Rp. 280.000.000,- akan tetapi apabila WP berbentuk perseroan
terbuka sebagaimana dikehendaki dalam UU PPh, maka besarnya PPh yang terutang =
(28% - 5%) x Rp1.000.000.000,- = Rp 230.000.000,- sehingga dengan pemilihan
bentuk usaha yang sesuai dapat menghemat pajak hingga 5%, yang mana dalam kasus
ini bisa menghemat hingga Rp 50.000.000,-

5. Menunda pembayaran kewajiban pajak, Menunda pembayaran kewajiban pajak tanpa


melanggar peraturan yang berlaku dapat dilakukan melalui penundaan pembayaran
PPN. Penundaan ini dilakukan dengan menunda penerbitan faktur pajak
keluaran hingga batas waktu yang diperkenankan, khususnya untuk
penjualan kredit. Dalam hal ini, penjual dapat menerbitkan faktur pajak pada
akhir bulan berikutnya setelah bulan penyerahan barang. Hal ini dilakukan untuk
memperoleh aliran kas yang cukup untuk menjalankan aktivitas perusahaan, dengan
kata lain kas yang dipergunakan untuk membayar pajak bisa digunakan terlebih
dahulu untuk kepentingan perusahaan.

6. Mengoptimalkan kredit pajak atau penghindaran pajak yang diperkenankan. Contoh


dari strategi ini bisa dilakukan dengan cara melakukan pekerjaan yang pajak
penghasilannya di tanggung oleh pemerintah. Misalnya bertindak sebagai kontraktor,
konsultan dan pemasok (supplier) utama dari pekerjaan yang dilakukan dalam rangka
pelaksanaan proyek-proyek Pemerintah yang dibiayai dengan dana hibah dan/atau
dana pinjaman luar negeri. Jenis pekerjaan seperti ini adalah jenis pekerjaan yang
pajak penghasilannya di tanggung oleh pemerintah.
III. KESIMPULAN
Wajib Pajak lebih cendrung untuk berusaha menghemat atau menekan pajak sekecil
mungkin dan membayar pajak selambat mungkin sepanjang masih sesuai dengan ketentuan
perpajakan yang berlaku. Dengan kata lain, Wajib Pajak akan berupaya menghemat atau
mengecilkan pembayaran pajak dengan memanfaatkan loophole atau celah yang ada dalam
undang-undang perpajakan dan aturan aturannya, akan tetapi yang perlu diperhatikan didalam
melakukan perencanaan pajak adalah bahwa wajib pajak harus benar benar menguasai
karakter bidang usaha mereka dan memahami undang undang dan peraturan perpajakan yang
berlaku berkaitan dengan bidang usahanya tersebut serta selalu “update” atas perubahan dan
perkembangannya. Hal lain yang tidak kalah pentingnya adalah perlunya mempertimbangkan
secara cost and benefit dari pemilihan alternatif perencanaan pajak yang akan dilakukan.

DAFTAR PUSTAKA

Agus Sambodo, 1999. Kewajiban Perpajakan Bagi Badan Usaha dan Orang Pribadi. Tinjauan
Dari Sisi Wajib Pajak. Edisi Pertama. BPFE. Yogyakarta

Aris Aviantara, 2009. Manajemen Perpajakan yang Ekonomis, Efisien, dan Efektif

Departemen Keuangan Republik Indonesia. Direktorat Jenderal Pajak, 2009. Petunjuk


Pengisian SPT Tahunan Pajak Penghasilan Wajib Pajak Badan.

Djoko Mulyono, 2006. Akuntansi Pajak. Penerbit Andi. Yogyakarta

Karang Jaka Pratama, 2009. Praktik Perencanaan Pajak ( Tax Planning ) Sebagai Upaya
Penghematan Pajak Pada Wajib Pajak Badan / Studi Empiris Wajib Pajak Badan
Perusahaan Manufaktur Yang Terdapat di Bursa Efek Indonesia

Mardiasmo, 1992. Perpajakan. Edisi Tiga. Andi Offset. Yogyakarta

_________, 2004. Perpajakan. Edisi Revisi. Penerbit Andi. Yogyakarta

Sydney Davidson, 1983. Depreciation. Handbook of Modern Accounting. 3rd Edition.


McGraw-Hill

Undang Undang Republik Indonesia Nomor 28 Tahun 2007 Tentang Perubahan Ketiga Atas
Undang Undang Nomor 6 Tahun 1983 Tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara
Perpajakan

Undang Undang Republik Indonesia Nomor 36 Tahun 2008 Tentang Perubahan Keempat
Atas Undang Undang Nomor 7 Tahun 1983 Tentang Pajak Penghasilan

William Perez, 2009. Tax Planning Basics 3 Ways to Reduce Your Taxes.

Yusdianto Prabowo, 2004. Akuntansi Perpajakan Terapan. Edisi Revisi. Grasindo. Jakarta

View publication stats

Anda mungkin juga menyukai