Ida Ayu Makalah Diversyty Dalam Keperawatan
Ida Ayu Makalah Diversyty Dalam Keperawatan
GLOBALISASI PERSPEKTIF
TRANSKULTURAL DALAM
KEPERAWATAN (DIVERSITY DALAM
KEPERAWATAN)
DISUSUN OLEH :
1.2 Tujuan
Adapun tujuan dari penulisan makalah ini adalah :
.
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Perspektif Transkultural dalam Keperawatan
2.1.1 Keperawatan Transkultural dan Globalisasi dalam
Pelayanan Kesehatan
Dunia saat ini sedang mengalami era globalisasi. Globalisasi memungkinkan adanya
perpindahan penduduk (imigrasi) antar negara atau daerah yang menyebabkan peningkatan
jumlah penduduk dalam negara, baik populasi maupun variasinya. Menurut United Nations
Population Fund (2011), pada akhir bulan oktober tahun 2011 jumlah penduduk dunia akan
mencapai tujuh miliar penduduk. Ini memungkinkan adanya multikultural atau variasi kultur
pada suatu wilayah. Berdasar pada hal tersebut, penting bagi setiap tenaga kesehatan
profesional termasuk perawat untuk mengetahui dan bertindak dengan perspektif global
bagaimana merawat pasien dengan berbagai macam latar belakang kultur atau budaya yang
berbeda dari berbagai tempat di dunia saat ini. Penanganan pasien dengan perbedaan latar
belakang budaya disebut dengan transkultural nursing.
Bila seorang perawat mengabaikan landasan teori dan praktik keperawatan yang
berdasarkan budaya atau keperawatan transkultural, perawat akan mengalami cultural shock.
Cultural shock akan dialami oleh klien pada suatu kondisi dimana perawat tidak mampu
beradaptasi dengan perbedaan nilai budaya dan kepercayaan. hal ini dapat menyebabkan
munculnya rasa ketidaknyamanan, ketidakberdayaan, dan beberapa akan mengalami
disorientasi. salah satu contoh yang sering ditemukan adalah ketika klien sedang mengalami
nyeri. pada beberapa daerah atau negara diperbolehkan seseorang untuk mengungkapkan rasa
nyeri dengan berteriak atau menangis. tetapi bila seandainya perawat terbiasa dengan hanya
meringis jika merasa nyeri, ia akan menganggap sikap pasien mengganggu dan tidak sopan.
maka perawat pun akan meminta pasien bersuara pelan, bahkan tak jarang akan memarahinya
karena dianggap mengganggu pasien lainnya. kebutaan budaya yang dialami oleh perawat ini
akan berakibat pada perununan kualitas keperawatan yang diberikan. Penting bagi perawat
untuk memahami cultural sendiri sebelum memahami keperawatan transkultural. Konsep
tentang budaya dan gambaran perilaku dan sikap yang mencerminkan budaya tertuang dalam
ilmu antropologi kesehatan.
1. Budaya
Norma atau aturan tindakan dari anggota kelompok yang dipelajari, dan
dibagi serta memberi petunjuk dalam berfikir, bertindak dan mengambil keputusan.
2. Cultural
Seseorang yang memiliki pertentanan antara dua individu dari budaya, gaya
hidup, dan hukum hidup. Contohnya, Didin adalah anak yang dilahirkan dari
pasangan suku sunda dan batak.
3. Diversity
Diversity atau keragaman budaya adalah suatu bentuk yang ideal dari asuhan
keperawatan yang dibutuhkan untuk memberikan asuhan budaya individu,
kepercayaan, dan tindakan.
4. Etnosentris
Prsepsi yang dimiliki oleh individu yang menganggap bahwa budayanya
adalah yang terbaik diantara budaya-budaya yang dimiliki oleh orang lain.
5. Ras
Perbedaan manusia didasarkan pada asal muasal manusia.
6. Cultural shock
Suatu keadaan yang dialami klien pada suatu kondisi dimana perawat tidak
mampu beradaptasi dengan perbedaan nilai budaya dan kepercayaan. Hal ini dapat
menyebabkan munculnya rasa ketidaknyamanan, ketidakberdayaan dan beberapa
mengalami disorientasi.
7. Diskriminasi
Perbedaan perlakuan individu atau kelompok berdasarkan ras, etnik, jenis
kelamin, sosial, dan lain sebagainya.
8. Sterotyping
Anggapan suatu individu atau kelompok bahwa semua anggota dari kelompok
budaya adalah sama. Seperti, perawat beranggapan bahwa semua orang Indonesia
menyukai nasi.
9. Assimilation
Suatu proses individu untuk membangun identitas kebudayaannya, sehingga
akan menghilangkan budaya kelompoknya dan memperoleh budaya baru.
10. Perjudice
Adalah prasangka buruk atau beranggapan bahwa para pemimpin lebih suka
untuk menghukum terlebih dahulu suatu anggota.
Perawat harus sensitif dan waspada terhadap keunikan warisan budaya dan tradisi
kesehatan klien dalam memberikan asuhan keperawatan kepada klien dari latar belakang
kebudayaan yang berbeda. Perawat harus mengkaji dan mendengarkan dengan cermat
tentang konsistensi warisan budaya klien. Pengakajian tentang budaya klien merupakan
pengkajian yang sisrematik dan komprehensif dari nilai-nilai pelayanan budaya, kepercayaan,
dan praktik individual, keluarga, komunitas. Tujuan engkajian budaya adalah untuk
mendapatkan informasi yang signifikan dari klien sehingga perawat dapat menerapkan
kesamaan budaya ( Leininger dan MC Farland, 2002).
Warisan budaya dan sejarah etnik sering membawa pada nilai-nilai dan norma yang
berlaku pada suatu adat istiadat, ras klien, atau dalam hal ini dapat dikaji tentang persepsin
sehat dan sakit menurut budaya klien, keikutsertaan cara-cara budaya dalam proses
perawatan. Relijius dan kepercayaan ini dalah faktor yang sangat mempengaruhi karena
membawa motivasi tersendiri untuk menempatkan kebenaran di atas segalanya. Kajian
religious dapat meliputi agama yang dianut, sudut pandang pasien terhadap penyeban
penyakit, proses penyembuhannya serta sisi positif agama pasien yang dapat membantu
proses kesembuhanya. Variasi biologis, perbedaan biologis antara anggota kelompok kultur,
seperti struktur dan bentuk tubuh, warna kulit, variasi enzimatik dan genetik, kerentanan
terhadap penyakit, variasi nutrisi. Pengkajian organisasi sosial mengacu pada unit keluarga
dan kelompok sosial, dimana di lihat tentang keadaan soal keluarga seperti ekonomi,
pergaulan sosial. Sedangkan pada kelompok sosila klien dapat dilihat sejarah lingkungan dan
kondisi lingkungan.
Dalam kebudayaan Batak, wanita hamil yang menginjak usia kehamilan tujuh bulan
diberikan kepada ibunya ulos tondi agar wanita hamil tersebut selamat dalam proses
melahirkan. Ketika sang bayi lahir pun nenek dari pihak ibu memberikan lagi ulos tondi
kepada cucunya sebagai simbol perlindungan. Sang ibu akan menggendong anaknya dengan
ulos tersebut agar anaknya selalu sehat dan cepat besar. Ulos tersebut dinamakan ulos
parompa.
Pantangan dan simbol yang terbentuk dari kebudayaan hingga kini masih
dipertahankan dalam komunitas dan masyarakat. Dalam menghadapi situasi ini, pelayanan
kompeten secara budaya diperlukan bagi seorang perawat untuk menghilangkan perbedaan
dalam pelayanan, bekerja sama dengan budaya berbeda, serta berupaya mencapai pelayanan
yang optimal bagi klien dan keluarga
Menurut Meutia Farida Swasono salah satu contoh dari masyarakat yang sering
menitikberatkan perhatian pada aspek krisis kehidupan dari peristiwa kehamilan dan
kelahiran 8 adalah orang jawa yang di dalam adat adat istiadat mereka terdapat berbagai
upacara adat yang rinci untuk menyambut kelahiran bayi seperti pada upacara mitoni,
procotan, dan brokohan.
Perbedaan yang paling mencolok antara penanganan kehamilan dan kelahiran oleh
dunia medis dengan adat adalah orang yang menanganinya, kesehatan modern penanganan
oleh dokter dibantu oleh perawat, bidan, dan lain sebagainya tapi penangana dengan adat
dibantu oleh dukun bayi. Menurut Meutia Farida Swasono dukun bayi umumnya adalah
perempuan, walaupun dari berbagai kebudayaan tertentu, dukun bayi adalah laki laki seperti
pada masyarakat Bali Hindu yang disebut balian manak dengan usia di atas 50tahun dan
profesi ini tidak dapat digantikan oleh perempuan karena dalam proses menolong persalinan,
sang dukun harus membacakan mantra mantra yang hanya boleh diucapkan oleh laki laki
karena sifat sakralnya.
Proses pendidikan atau rekrutmen untuk menjadi dukun bayi bermacam macam. Ada
dukun bayi yang memperoleh keahliannya melalui proses belajar yang diwariskan dari nenek
atau ibunya, namun ada pula yang mempelajari dari seorang guru karena merasa terpanggil.
Dari segi budaya, melahirkan tidak hanya merupakan suatu proses semata mata berkenaan
dengan lahirnya sang bayi saja, namun tempat melahirkan pun harus terhindar dari berbagai
kotoran tapi “kotor” dalam arti keduniawian, sehingga kebudayaan menetapkan bahwa proses
mengeluarkan unsur unsur yang kotor atau keduniawian harus dilangsungkan di tempat yang
sesuai keperluan itu. Jika dokter memiliki obat obat medis maka dukun bayi punya banyak
ramuan untuk dapat menangani ibu dan janin, umumnya ramuan itu diracik dari berbagai
jenis tumbuhan, atau bahan bahan lainnya yang diyakini berkhasiat sebagai penguat tubuh
atau pelancar proses persalinan.
Berdasarkan uraian diatas, perawat harus mampu memahami kondisi kliennya yang
memiliki budaya berbeda. Perawat juga dituntut untuk memiliki keterampilan dalam
pengkajian 9 budaya yang akurat dan komprehensif sepanjang waktu berdasarkan warisan
etnik dan riwayat etnik, riwayat biokultural, organisasi sosial, agama dan kepercayaan serta
pola komunikasi. Semua budaya mempunyai dimensi lampau, sekarang dan mendatang.
Untuk itu penting bagi perawat memahami orientasi waktu wanita yang mengalami transisi
kehidupan dan sensitif terhadap warisan budaya keluarganya.
Setiap anak diharapkan dapat berkembang secara sempurna dan simultan, baik
perkembangan fisik, kejiwaan dan juga sosialnya sesuai dengan standar kesehatan, yaitu
sehat jasmani, rohani dan sosial. Untuk itu perlu dipetakan berbagai unsur yang terlibat dalam
proses perkembangan anak sehingga dapat dioptimalkan secara sinergis.Menurut Urie
Bronfenbrenner (1990) setidaknya ada 5 (lima) sistem yang berpengaruh terhadap tumbuh
kembang anak,yaitu:Pertama,sistem mikro yang terkait dengan setting individual di mana
anak tumbuh dan berkembang yang meliputi:keluarga,teman sebaya,sekolah dan lingkungan
sekitar tetangga. Kedua,sistem meso yang merupakan hubungan di antara mikro
sistem,misalnya hubungan pengalaman-pengalam an yang didapatkan di dalam keluarga
dengan pengalaman di sekolah atau pengalaman dengan teman sebaya. Ketiga,sistem exo
yang menggambarkan pengalaman dan pengaruh dalam setting sosial yang berada di luar
kontrol aktif tetapi memiliki pengaruh langsung terhadap perkembangan
anak,seperti,pekerjaan orang tua dan media massa. Keempat,sistem makro yang merupakan
budaya di mana individu hidup seperti:ideologi,budaya,sub-budaya atau strata sosial
masyarakat. Kelima,sistem chrono yang merupakan gambaran kondisi kritis transisional
(kondisi sosio-historik).
pada fase ini proses sosialisasi belum terlihat jelas. Anak belum merupakan kesatuan
individu yang berdiri sendiri dan dapat melakukan kontak dengan lingkungannya. Pada fase
ini anak masih dianggap sebagai bagian dari ibu,dan anak pada fase ini masih merupakan satu
kesatuan yang disebut “two persons system”.
pada fase ini anak mulai mengenal lingkungan dan memberikan reaksi atas
rangsangan-rangsang an dari lingkungannya. Orangtua berperan besar pada fase
adaptasi,karena anak hanya dapat belajar dengan baik atas bantuan dan bimbingan
orangtuanya.
pada fase ini dalam sosialisasinya anak tidak hanya sekadar memberikan umpan balik
atas rangsangan yang diberikan oleh lingkungannya,tapi sudah memiliki maksud dan tujuan.
Anak cenderung mengulangi tingkah laku tertentu untuk mendapatkan pujian dan
penghargaan dari lingkungannya.
pada fase ini tingkah laku anak tidak lagi hanya sekadar penyesuaian (adaptasi)
ataupun untuk mendapatkan penghargaan,tapi sudah menjadi bagian dari karakter yang
menyatu dengan dirinya sendiri.
Dalam lingkungannya, anak diharuskan bekerja dan bermain secara kooperatif dalam
kelompok besar anak-anak dalam berbagai latar belakang budaya. Dalam proses ini, anak 11
mungkin menghadapi masalah kesehatan psikososial dan fisik (misalnya meningkatnya
kerentanan terhadap infeksi pernapasan, penyesuaian yang salah di sekolah, hubungan
dengan kawan sebaya tidak adekuat, atau gangguan belajar). Perawat harus merancang
intervensi peningkatan kesehatan anak dengan turut mengkaji kultur yang berkembang pada
anak. Agar tidak terjadi konflik budaya terhadap anak yang akan mengakibatkan tidak
optimalnya pegasuhan dan perawatan anak.
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Berdasarkan uraian diatas dapat disimpulkan :
1. Proses keperawatan transkultural merupakan salah satu dasar teori untuk memenuhi
asuhan keperawatan yang sesuai dengan latar belakang budaya pasien.
3. Perilaku budaya terkait sehat sakit masyarakat secara umum masih banyak dilakukan pada
keluarga secara turun temurun.
4. Sehat dan sakit atau kesehatan dalam perspektif transkultural nursing diartikan pandangan
masyarakat tentang kesehatan spesifik bergantung pada kelompok kebudayaannya teknologi
dan non-teknologi pelayanan kesehatan yang diterima bergantung pada budaya nilai dan
kepercayaan yang dianutnya.
7. Rencana tindakan transkultural didasari pada prinsip rencana tindakan dari teori Sunrise
Model yang terdiri dari 3 strategi tindakan, yaitu perlindungan perawatan budaya atau
pemeliharaannya, akomodasi perawatan budaya atau negosiasi budaya, perumusan kembali
dan restrukturasi.
DAFTAR PUSTAKA
Andrew, M.M. and Boyle, J.S. (1995). Transcultural Concepts in Nursing Care. 2 nd
Ed. Philadelphia: J.B. Lippincot Company, hal 1-131.
Kozier, B., Erb, G., Berman A.J., & Snyder. (2004). Fundamentals of Nursing:
Concepts, Process, and Practice . 7th Ed. New Jersey: Pearson Education, Inc. Hal. 205-221.