Kegiatan Belajar
Kegiatan Belajar
PRODUKSI TANAMAN
PERKEBUNAN SEMUSIM
A. Pendahuluan
2. Relevansi
Materi yang dikembangkan pada modul ini merupakan bahan ajar untuk
menunjang penguatan kemampuan profesional guru di Sekolah Menengah Kejuruan
(SMK) bidang Agribisnis Tanaman. Untuk mempelajari materi ini tidak ada
persyaratan khusus yang harus dimiliki oleh mahasiswa. Mahasiswa akan belajar
menganalisis prinsip produksi dan pengelolaan perkebunan, khususnya dalam
mengaplikasikan produksi tanaman perkebunan semusim.
3. Petunjuk Belajar
a. Modul produksi dan pengelolaan perkebunan diperuntukan bagi mahasiswa pada
program PPG ini terdiri dari delapan sub materi belajar.
b. Modul produksi dan pengelolaan perkebunan terdiri dari tiga sub pokok materi
sifat khusus tanaman semusim, pembibitan tanaman tebu beserta tingkatan umur
tanaman tebu, dan cara menyeleksi bibit untuk penanaman di daerah rawan.
c. Mulailah peserta untuk belajar dengan kompetensi dasar yang pertama dan
seterusnya.
d. Apabila merasa belum berhasil dan atau hasil penilaian tes akhir masih kurang dari
70, pelajari kembali materi yang dirasa masih kurang.
B. Inti
1. Capaian Pembelajaran
Capaian pembelajaran pada kegiatan belajar Produksi Tanaman Perkebunan Semusim
adalah:
a. Mahasiswa mampu mendeskripsikan pengenalan dasar pemetaan lahan
perkebunan
b. Mahasiswa mampu membuat pola pemetaan lahan perkebunan
c. Mahasiswa mampu mendeskripsikan analisis faktor pendukung dan penghambat
dalam pemetaan lahan sawit
2. Pokok-Pokok Materi
Pokok-pokok materi Produksi Tanaman Perkebunan Semusim adalah:
a. Sifat khusus tanaman semusim.
b. Pembibitan tanaman tebu beserta tingkatan umur tanaman tebu.
c. Cara menyeleksi bibit untuk penanaman daerah rawan.
3. Uraian Materi
a. Sifat Khusus Tanaman Semusim
1) Kelompok Tanaman Perkebunan
Pengelompokan tanaman perkebunan berdasarkan lama tumbuhnya dapat
dibagi menjadi 2 yaitu, tanaman semusim dan tanaman tahunan. Tanaman semusim
merupakan tanaman yang hanya dipanen 1 kali dengan siklus hidup 1 tahun sekali.
Setiap tanaman yang menyelesaikan siklus hidupnya dalam satu musim tanam
tunggal. Benih dorman adalah satu-satunya bagian dari tumbuhan semusim yang
bertahan dari satu musim tanam ke yang berikutnya. Tanaman perkebunan semusim
merupakan tanaman yang bisa hidup selama semusim pada tahun tersebut, atau
tanaman tahunan yang dapat dipanen sebelum tahun berakhir, contohnya tanaman
tembakau, tebu dan kapas.
Tanaman semusim juga merupakan tanaman yang semasa hidupnya mencapai
fase reproduktif dan dipetik (dipetik sekali atau lebih) hasilnya lalu mati atau
dimatikan. Seluruh misi tanaman semusim adalah menghasilkan benih untuk
memastikan penyebaran generasi mendatang. Dengan demikian tumbuhan ini akan
menghasilkan bunga-bunga cantik untuk menarik perhatian serangga, bukan manusia
sehingga bisa diserbuki.
Tanaman perkebunan tahunan adalah tanaman yang mampu tumbuh lebih dari
dua tahun. Tanaman ini membutuhkan waktu yang lebih dari dua tahun untuk
berproduksi, bahkan baru dapat menghasilkan setelah puluhan tahun. Tanaman
perkebunan tahunan juga mampu berproduks ibeberapa kali sebelum mengalami
penurunan hasil dan tidak lagi produkstif secara ekonomi. Pengelompokkan
tumbuhan menurut umurnya, berkisar dari beberapa bulan sampai 2 tahun. Umur
tumbuhan yang mencapai 1 tahun disebut annual crops dan umur tumbuhan
mencapai 2 tahun, disebut biannual crop.
2) Tanaman C4
Fotosintesis merupakan suatu proses biokimia yang memanfaatkan bahan
anorganik untuk pembentukan karbohidrat yang dilakukan oleh tumbuhan, terutama
tumbuhan yang mengandung bahan hijau daun, atau klorofil. Melalui proses ini
tumbuhan akan menghasilkan energi yang kemudian digunakan untuk pertumbuhan
dan perkembangannya. Daur fotosintesis berbeda-beda pada setiap tumbuhan.
Tumbuhan digabungkan ke dalam 3 kelompok besar, yaitu tumbuhan C3, C4, dan
CAM (crassulacean acid metabolism), khususnya berdasarkan reaksi gelap dalam
proses pengikatan CO2 untuk membentuk Glukosa pada proses fotosintesis.
Tumbuhan seperti tebu, rumput-rumputan yang hidup di daerah panas seperti di
daerah tropis, tidak membuka stomatanya secara penuh pada saat siang hari, dengan
tujuan untuk mengurangi kehilangan air melalui evaporasi/transpirasi. Akibat dari
kondisi ini jumlah CO2 yang memasuki stomata berkurang. Tumbuhan C4 adalah
tumbuhan yang melakukan fotosintesis menggunakan jalur C4. Banyak tumbuhan
tropis merupakan tumbuhan C4 tropis yang pada proses fotosintesis melibatkan 2
enzim yang mengubah CO2 menjadi enzim fosfofenol piruvat karboksilase (PEPco)
yang merupakan enzim yang mengikat CO2 dari udara dan kemudian berubah
menjadi oksaloasetat selajutnya diubah menjadi malat.
Pada proses fiksasi CO2 selama proses fotosintesis tumbuhan C4, maka
pertama-tama CO2 diikat oleh senyawa dikenal sebagai PEP (phosphoenolphyruvate/
phosphoenolpyruvate) dengan bantuan enzim PEP karboksilase sehingga terbentuk
oksaloasetat, senyawa dengan 4 C. Hal ini menyebabkan kelompok tumbuhan ini
disebut tumbuahan C4 atau tumbuhan jalur C4.
Senyawa phosphoenolpyruvate (PEP) dibentuk dari piruvat dengan bantuan
enzim piruvat-fosfat dikinase. Berbeda dengan rubisco, PEP sangat lemah berikatan
dengan O2. Hal tersebut bisa menekan terjadinya fotorespirasi sekaligus mampu
menangkap lebih banyak CO2 sehingga mampu meningkatkan laju produksi glukosa.
Fiksasi karbon pada tumbuhan C4 membentuk produk dengan senyawa
berkarbon 4. Terdapat 2 jenis sel fotosintetik pada tumbuhan C4, yakni: sel mesofil
pembuluh dan sel seludang-berkas. Sel mesofil terdapat di antara sel seludang-berkas
dan epidermis daun. Sel seludang berkas pembuluh tersusun menjadi kemasan yang
padat di sekitar berkas pembuluh. Pengikatan CO 2 oleh PEP tersebut berlangsung di
sel-sel mesofil (daging daun). Oksaloasetat yang terbentuk kemudian akan direduksi
karena menerima H+ dari NADH dan berubah menjadi malat, kemudian ditransfer
menuju ke sel seludang pembuluh (bundle sheath cells) melalui plasmodesmata. Sel-
sel seludang pembuluh adalah kelompok sel yang mengelilingi jaringan pengangkut
xilem dan floem. Lihat gambar.
Sumber: https://en.wikipedia.org/wiki/C4_carbon_fixation
Gambar 3. 1. Fiksasi CO2 pada tanaman C4
Sumber: https://www.iribb.org/index.php/berita/202-tanaman-tebu-
menyimpan-manfaat-dari-berbagai-sisi
Gambar 3. 2. Tumbuhan tebu (Saccharum officinarum Linn).
Daun tebu berbentuk busur panah seperti pita, berseling kanan dan kiri. Daun
tebu merupakan daun tidak lengkap, yang terdiri dari helai daun dan pelepah
daun saja, berpelepah seperti daun jagung dan tangkai daunnya tidak ada. Diantara
pelepah daun dan helai daun bagian sisi luar terdapat sendi segitiga daun, sedang
pada bagian sisi dalamnya terdapat lidah daun. Daun berwarna kehijauan muda
hingga tua. Tulang daun sejajar, di tengah berlekuk. Tepi daun kadang-kadang
bergelombang serta berbulu keras. Akar tumbuhan tebu termasuk akar serabut tidak
panjang yang tumbuh dari cincin tunas anakan, berwarna keputihan kotor hingga
kecoklatan. Pada fase pertumbuhan batang, terbentuk pula akar di bagian yang lebih
atas akibat pemberian tanah sebagai tempat tumbuh.
Pertimbangan:
Penentuan Komoditas Tanaman Iklim
Perkebunan Semusim Tanah
Topografi
Infrastruktur
Penentuan lokasi perkebunan:
Survey
Pembelian/Sewa lahan
Analisis Usaha
Perkebunan Persiapan lahan perkebunan:
Semusim Land Clearing
Pengolahan Tanah
PenanamanTanaman
Lahan Pembibitan
Perkebunan Semusim
Pemeliharaan
Panen
Pemasaran
Pengolahan
Sumber: http://pgrajawali2.blogspot.com/2017/11/pedoman-penjejangan-
kebun-pembibitan.html
Gambar 3. 4. Pembibitan Tebu
Untuk memenuhi kebutuhan bibit untuk KTG, perlu diatur komposisi antara
KBD dengan KTG sebanyak 1:5, artinya dari setiap 1 ha KBD dapat dihasilkan bibit
tebu untuk 5 ha KTG. Setiap wilayah PG maksimum dikembangkan 9 varietas unggul
spesifik lokasi yang terdiri dari 3 varietas masak awal, 3 varietas masak tengah dan 3
varietas masak akhir.
Standar kebun bibit yang harus dipenuhi untuk Kebun Bibit Pokok (KBP),
Kebun Bibit Nenek (KBN), Kebun Bibit Induk (KBI) dan Kebun Bibit Datar (KBD)
adalah: Bebas dari luka api, penyakit blendok, pokkah bung, mosaik dan lain-lain.
Toleransi gejala serangan < 5%. Gejala serangan penggerek batang < 2% dan gejala
serangan hama lainnya < 5%.
Sedangkan standar kualitas bibit dari varietas unggul yang harus dipenuhi adalah:
Daya kecambah > 90%, segar, tidak berkerut dan tidak kering
Panjang ruas 15-20 cm dan tidak ada gejala hambatan pertumbuhan
Diameter batang ± 2 cm dan tidak mengkerut/mengering
Mata tunas masih dorman, segar dan tidak rusak
Primordia akar belum tumbuh
Bebas dari penyakit pembuluh.
Sumber: http://www.nasionalisme.co/perluasan-lahan-kunci-peningkatan-
produksi/
Gambar 3. 5. Perkebunan tanaman semusism tebu
Bibit merupakan salah satu faktor penting dalam penyelenggaraan tebu giling.
Produksi tebu yang menurun antara lain disebabkan pemakaian bibit yang kurang
baik. Jumlah tebu diperbanyak dan dibiakkan dari pemotongan batang-batangnya dan
bukan dari benih. Setiap satu pemotongan mengandung satu ruas bakal-tanaman
(bud) dan potongan-potongan tersebut biasanya ditanam secara manual dengan
tangan. Sekali tanam, satu batang tebu dapat dipanen hingga beberapa kali, setelah
setiap pemanenan, anakan tebu akan tumbuh menjadi batang-batang baru yang
dinamakan ratoons.
Bibit untuk tanaman Tebu bisa diperoleh dari:
a) Bibit pucuk
Bibit ini berasal dari pucuk batang tebu giling. Untuk keperluan ini, dipilih
tebu yang baik dan sehat serta yang tidak banyak bercampur dengan jenis-
jenis tebu lain. Daun kering yang membungkus bibit tidak diklentek/dilepas,
karena dapat melindungi mata dari kerusakan. Bibit pucuk dapat diambil
pada tanaman tebu yang biasanya telah memasuki umur 12 bulan. Kemudian
diambil tunas muda yang tumbuh pada bagian tanaman sebanyak 2 – 3 buah
tunas muda yang memiliki panjang sekitar 20 cm.
b) Bibit kebun
Bibit ini merupakan kebun pembibitan yang diselenggarakan sebagai
penyediaan bahan tanam bagi kebun tebu giling. Lokasi kebun pembibitan
diusahakan dekat dengan areal tebu giling.
c) Bibit mentah/bibit krecekan
Bibit ini berasal dari tanaman yang berumur 0-7 bulan. Bibit ini dipotong
tanpa melepas daun pembungkusnya agar mata-mata tunas tidak rusak.
d) Bibit seblangan
Bibit ini diambil dari tanaman yang telah tumbuh untuk mencukupi
penyulaman. Bibit akan diambil jika tanaman sudah berumur 16-18 hari atau
yang telah bermata tunas dua.
e) Bibit siwilan
Jika tanaman sudah tidak tumbuh atau pucuknya mati, maka keluarlah tunas-
tunas yang disebut siwilan. Siwilan ini bisanya digunakan untuk penyulaman.
f) Bibit Bagal
Bibit ini berasal dari kebun bibit yang terdiri atas bagal mata dua dan bagal
mata tiga. Yang dimaksud dengan bagal adalah bibit dipotong dengan panjang
per bibit antara 2 sampai 3 mata (atau bahasa Jawa-nya sering disebut juga
dengan istilah ros). Bibit ini sangat cocok dan khusus untuk lahan kurang air.
g) Bibit deder atau dederan
Bibit yang berasal dari hasil persemaian (Jawa = deder) setek-setek batang
yang dibuat dengan maksud antara lain memperbesar penangkar. Juga sebagai
tempat pertumbuhan peralihan bahan bibit yang telah cukup umur sambil
menunggu penyiapan lahan untuk ditanami. Selain itu, untuk memperkecil
risiko penyulaman karena pada umumnya bibit yang berasal dari bibit dederan
langsung bisa tumbuh, serta sebagai bahan tanam sulam tanaman yang mati.
h) Bibit rayungan
Bibit yang berasal dari kebun bibit terbagi atas rayungan bermata satu dan
rayungan bermata dua, digunakan untuk tanaman di lahan basah dengan
pengairan cukup. Namun, keberadaannya sekarang sudah jarang digunakan
karena jarak antara kebun bibit dan kebun tebu giling yang jauh menyebabkan
tingkat kerusakan yang sangat tinggi, serta menyebabkan ketersediaan air
menjadi berkurang drastis.
i) Bibit ceblokan
Sepintas bibit ini sama dengan dengan bibit rayungan. Perbedaan bibit
ceblokan berasal dari setek batang dengan beberapa mata yang ditanam tegak
lurus pada papan tanam. Cara penyiapannya sama dengan bibit dederan, tetapi
dibuat lebih tebal.
Dengan demikian, akar setek batang yang ditanam cepat tumbuh dan
berkembang sehingga mempercepat bertunasnya mata di buku-buku ruas
batang tersebut. Kondisi kebun bibit harus dijaga agar tetap lembap. Untuk
memacu pertumbuhan, dapat dipupuk secukupnya. Selanjutnya, perawatan
seperti bibit rayungan.
j) Bibit pucukan
Kebun yang diambil pucuknya harus murni dan sehat. Bibit jenis ini
digunakan jika kekurangan bibit dari KBD. Bibit yang diambil dari pucuk
tebu giling pada saat tebang. Bibit dipotong dari pucuk sepanjang 30-40 cm
(3-4 mata).
Selain bibit di atas, sering perkembangan teknologi pertanian dan banyaknya
sistem silang, semakin banyak jenis dan bibit-bibit yang bisa ditemukan di
antaranya single bud, bud chip, bud shed, dan kultur jaringan.
Penggunaan bibit unggul bermutu merupakan faktor produksi yang mutlak
harus dipenuhi. Sehingga Pemerintah merasa perlu mengatur pengawasan peredaran
bibit melalui sertifikasi yang merupakan satu proses pemberian sertifikat bibit setelah
melalui pemeriksaan, pengujian dan pengawasan untuk persyaratan dapat disalurkan
dan diedarkan. Sampai saat ini pusat Penelitian telah menghasilkan berbagai macam
varietas unggul seperti PS851, PS862, PS863, PS864, PSBM901, PS921,
Bululawang, PSCO902, PSJT941, Kidang Kencana, PS865, PS881, PS882 dan
varietas Kentung yang merupakan varietas-varietas unggulan dengan kategori
pengelompokan masak awal, masak tengah dan masak akhir sebagai salah satu
penerapan manajemen pembibitan untuk menyelaraskan pelaksanaan tertib tanam dan
panen.
3) Lahan Pembibitan Tanaman Tebu
a) Pemilihan Lahan Pembibitan
Pertumbuhan Tebu sangat dipengaruhi dengan kondisi iklim dan cuaca.
Tanaman ini akan tumbuh optimum apabila berada di daerah yang memiliki suhu
udara yang terbilang panas yaitu sekitar 25 – 28 derajat celcius. Selain itu
pertumbuhn tanaman tebu juga dipengaruhi oleh curah hujan. Curah hujan yang
diperlukan adalah sekitar 100 mm/tahun adalah salah satu tambahan untuk membuat
tanaman tebu berada pertumbuhan terbaiknya. Tanaman Tebu hanya dapat tumbuh di
daerah beriklim tropis seperti di Indonesia yang bermakna tebu hanya dapat
tumbuhan baik di daerah beriklim sedang sampai panas. Kondisi ini menjadi salah
satu alasan yang menyebabkan Indonesia sangat potensial untuk di jadikan lahan
tebu. Ketinggian tempat yang baik untuk pertumbuhan tebu adalah 5-500 mdpl.
Jenis dan kondisi tanah untuk penanaman tebu sangat penting karena
mempengaruhi pertumbuhan tanaman tebu. Lahan untuk kebun bibit tebu sebaiknya
lahan subur, berpengairan cukup, bebas banjir dan pada waktu hujan permukaan air
tanah tetap dalam, dan lokasi hamparan sedapat mungkin dekat dengan hamparan
tanaman, mudah didatangi untuk penyelenggaraan pengangkutan sarana produksi,
tenaga kerja, pengawasan, supervisi serta pengangkutan hasil bibit. Jika ditanam di
tanah sawah dengan irigasi pengairan mudah di atur tetapi jika ditanam di
ladang/tanah kering yang tadah hujan penanaman harus dilakukan di musim hujan.
b) Pembukaan Lahan Pembibitan Tanaman Tebu
Perkebunan tanaman semusim dapat dibangun di daerah hutan (murni atau
bekas), alang-alang dan perkebunan. Daerah-daerah tersebut memiliki topografi
berbeda-beda. Namun, yang perlu diperhatikan dalam pembukaan areal perkebunan
adalah tetap terjaganya lapisan olah tanah (top soil). Pembukaan areal hutan dapat
dilakukan dengan cara mekanis atau kimia. Tahap awal pengerjaan pembukaan areal
khususnya hutan primer dan sekunder dapat dimulai dengan melakukan penghimasan.
Penghimasaan merupakan pekerjaan pemotongan dan penebasan semua jenis
kayu maupun semak belukar yang ukuran diameternya kurang dari 10 cm.
Pemotongan kayu harus dilakukan serapat mungkin dengan permukaan tanah.
Manfaat dari penghimasan untuk memudahkan tenaga kerja penumbangan berikutnya
dalam melaksanakan pekerjaannya sehingga pada saat penumbangan, tenaga kerja
tidak akan terhalangi kayu-kayu kecil tersebut dan perkerjaan dapat dilakukan lebih
cepat.
Setelah selesai dihimas, maka pekerjaan dilanjutkan dengan penumbangan
batang-batang kayu yang berdiameter lebih dari 10 cm, khususnya untuk jenis hutan
primer dan sekunder. Penumbangan dilakukan dengan menggunakan gergaji mesin
(chain saw) dengan arah yang sejajar. Artinya jika arah penumbangan yang pertama
dilakukan dari utara ke selatan maka penumbangan yang berikutnya juga harus
dilakukan dengan arah yang sama sehingga susunan kayu hasil tumbangan tidak akan
tumpang tindih.
Untuk memudahkan pekerjaan perumpukan (penumpukan) kayu oleh alat berat,
sebaiknya batang-batang kayu yang terlalu panjang dan besar dipotong-potong
sehingga panjang rata-ratanya menjadi sekitar 6 - 8 m. Batang-batang kayu yang
relatif sedang, baik panjang maupun diameter batangnya mata pemotongan hanya
dilakukan pada bagian ujung batang yang berbatasan dengan pangkal cabang,
sehingga cabang dan tajuk tanaman dapat terpisah dari batangnya. Namun, untuk
batang-batang kayu yang berukuran kecil dan pendek tidak perlu dilakukan
pemotongan lagi.
Areal bergelombang sampai dengan berbukit, penumbangan harus dari bagian
kaki bukit menuju ke atas bukit dengan metode yang sama seperti pada daerah datar.
Ketinggian batang kayu tumbangan dari atas permukaan tanah juga sangat bervariasi,
artinya semakin besar diameter batang kayu yang akan ditumbang maka semakin
tinggi pula tunggul kayu yang ditinggalkan (tidak dipotong).
Pembukaan lahan perkebunan untuk pembibitan pada areal alang-alang dapat
dilakukan dengan dua cara, yaitu secara mekanis (manual) dan kimia. Secara mekanis
dengan cara membajak dan menggaru. Pembajakan dilakukan 2 kali sedangkan
penggaruan dilakukan 3 kali, dilakukan berselang-seling dengan waktu antara 2 - 3
minggu. Bila alang-alang masih tumbuh, perlu diberantas secara kimia dengan
herbisisda.
Secara kimia dilakukan penyemprotan alang-alang dengan racun antara lain
herbisida berbahan aktif Dalapon atau Glyphosate. Penyemprotaan dengan Dalapon
dilakukan tiga tahap dengan interval waktu 3 minggu. Dosis penyemprotan Dalapon
per 1000 liter air per ha 7,5 kg untuk sekali semprot. Penggunaan Glyphosate pada
proses penyemprotan hanya dilakukan sekali dengan dosis semprot 600 - 700 liter air
yang dicampur 6 - 7 liter Glyposhate untuk tiap hektar.
c) Pengolahan Tanah
Mengolah tanah bermakna mengelola tanah agar struktur berubah menjadi
gembur. Pengolahan tanah berarti membalik lapisan tanah bawah ke permukaan agar
ada pertukaran aliran udara, peresapan air dan memudahkan masuknya sinar
matahari. Dari proses ini tanah akan berubah menjadi gembur. Tanah yang gembur
memudahkan akar tanaman masuk ke dalam tanah dan menyerap unsur hara. Pada
prinsipnya lapisan tanah bagian atas yang merupakan bagian tersubur harus dijaga
agar jangan hilang tergusur atau terkikis oleh air hujan.
Pengolahan tanah sendiri memiliki 3 (tiga) bentuk :
Tanpa Olah Tanah (TOT). Bentuk ini adalah yang paling sederhana karena tanah
tidak perlu diolah. Bentuk ini diterapkan pada tanah yang sudah gembur dengan
menerapkan Herbisida Polaris dengan dosis 3-4 ton/ha. Setelah itu tanah dibiarkan
selama satu minggu dan dapat ditanami.
Olah Tanah Minimum (OTM). Pengolahan tanah minimum adalah teknik
konservasi tanah dimana gangguan mekanis terhadap tanah diupayakan sesedikit
mungkin. Dengan cara ini kerusakan struktur tanah dapat dihindari sehingga aliran
permukaan dan erosi berkurang. Teknik ini juga mengurangi biaya dan tenaga
kerja untuk pengolahan tanah dan mengurangi biaya/ tenaga kerja untuk
penyiangan secara mekanik. Pengolahan tanah minimum cukup efektif dalam
mengendalikan erosi, dan biasa dilakukan pada tanah-tanah yang berpasir dan
rentan terhadap erosi.
Pengolahan tanah minimum hanya dapat dilakukan pada tanah yang gembur
bertekstur ringan yang tidak memberikan perbedaan hasil dibanding pengolahan
tanah secara sempurna. Tanah gembur dapat terbentuk sebagai hasil dari
penggunaan mulsa secara terus menerus dan / atau pemberian pupuk hijau/ pupuk
kandang / kompos dari bahan organik yang lain secara terus menerus. Penerapan
teknik pengolahan tanah minimum selalu perlu disertai pemberian mulsa. Bentuk
ini dilakukan dengan mencangkul tanah pada barisan yang akan ditanami dengan
lebar 40 cm. Tanah dicangkul sedalam 15-20 cm agar dapat menghancurkan
bongkahan tanah yang besar.
Olah tanah sempurna (OTS). umumnya dilakukan dengan menggunakan alat-alat
sederhana hingga alat-alat berat dengan tujuan mengendalikan gulma dan
menggemburkan tanah sehingga aerasi dan kapasitas infiltrasi tanah meningkat.
Pada OTS tanaman Tebu dilakukan sebanyak 3 (tiga) kali dengan menggunakan
traktor sampai kedalaman mata bajak30 cm. Tujuannya untuk membalik tanah
agar terjadi sirkulasi udara untuk pertumbuhan akar tanaman. Setelah itu 3 (tiga)
hari kemudian dilakukkan pencangkulan dan penggaruan agar tanah menjadi rata.
Pembuatan alur tanam merupakan kegiatan untuk mempersiapkan tempat bibit
tanaman tebu. Alur tanam dibuat menggunakan Wing Ridger dengan kedalaman lebih
dari 30 cm dan jarak dari pusat ke pusat adalah 1,30 meter. Pembuatan alur tanam
dilaksanakan setelah pemancangan ajir. Traktor berjalan mengikuti arah ajir sehingga
alur tanam dapat lurus atau melengkung mengikuti arah kontur. Arah kairan harus
sedikit menyilang dengan kemiringan tanah, memudahkan drainase petak dan
memudahkan pada pelaksanaan transportasi tebu. Pada daerah miring, arah kairan
ditentukan sesuai dengan arah kemiringan petak (kemiringan 2%), sedangkan pada
lahan dengan kemiringan lebih dari 5% dibuat teras bangku (Contour Bank).
Kapasitas kerja adalah sekitar 1 ha/jam.
4) Penanaman Bibit Tanaman Tebu
Waktu terbaik untuk melakukan pada tebu yang akan ditanam adalah ketika
cuaca dari langit cerah. Biasanya, penanaman tanaman tebu pada daerah kering
dilakukan ketika memasuki bulan oktober hingga bulan desember. Jika dilakukan
pada daerah lembab akan dilakukan pada awal dari musim kemarau.
Daerah yang tergolong daerah kering, biasanya teknik yang dilakukan untuk
menanam tebu yang masuk dalam rekomendasi adalah dengan cara menggunakan
bibit yang berasal dari stek yang telah mempunya 8 – 9 dari mata tunas. Jarak yang
diperlukan untuk melakukan penanaman adalah sekitar 1 meter setiap stek yang akan
ditanamkan, kemudian penanaman akan dilakukan sedalam 1,25 hingga 1,35 per
batang stek yang ada.
Apabila daerah yang ditanami berada di iklim yang basah, penanaman stek
yang akan dilakukan adalah dengan menggunakan stek dengan 3 mata tunas yang
biasanya digunakan dalam teknik yang disebut dengan teknik tumpang tindih, atau
bersentuh ujung. Tips menanam tebu yang dapat digunakan apabila kita memiliki
tenaga yang kurang dalam menanam tebu pada daerah yang basah adalah dengan cara
menggabungkan tebu sebanyak 5 – 6 mata tunas yang telah dipotong menjadi dua
bagian.
5) Pemeliharaan Tanaman Tebu
a) Pemupukan.
Pemupukan merupakan tindakan yang harus dilakukan secara akurat dan efisien
sesuai dengan kebutuhan tanaman tebu. Salah satu unsur hara yang banyak
diaplikasikan pada tanaman tebu adalah unsur Nitrogen (N). Unsur N sangat penting
bagi pertumbuhan dan hasil rendemen tebu. Peran utama N bagi tanaman tebu adalah
untuk memacu pertumbuhan secara keseluruhan, khususnya batang, anakan, dan daun
tebu.
Pemberian pupuk, khususnya nitrogen dan fosfor yang terus menerus dalam
takaran melebihi kebutuhan optimal dalam tanah, dapat menyebabkan keracunan
pada tanaman tebu,sehingga akibat akhir dapat menurunkan hablur per kesatuan luas.
Lebih-lebih pada lahan kering yang agroekosistemnya sangat ditentukan oleh hujan,
maka pemberian pupuk yang berlebih sangat mempengaruhi sifat kimiawi, fisik,
biologi dan produksi gula per kesatuan luas.
Salah satu faktor yang mempengaruhi produktivitas tanaman tebu adalah
efektivitas metabolisme enzim. Ironisnya sampai saat ini belum diketahui efektivitas
senyawa yang berperanan sebagai sinyal positif dalam regulasi enzim nitrogenasi,
fosfatase, acetilkoenzim A khususnya IAA dan Ca terhadap ketersediaan N dan
energi. Budidaya tebu dilahan kering sangat ditentukan keberadaan dan aktivitas
enzim tersebut. Tanah yang banyak mengandung NaCl dan tanah asam kurang baik
untuk tanaman tebu. Tanaman tebu yang banyak mengandung NaCl sulit dimasak
jadi gula. pH tanah yang sesuai untuk tanaman tebu 5,5 sampai 8.
Nitrogen sangat mempengaruhi pertumbuhan daun tebu. Semakin tinggi
pemberian nitrogen, maka semakin cepat sintesis karbohidrat yang diubah menjadi
protein dan protoplasma. Kondisi demikian mengakibatkan daun lebih banyak
mengandung air dan kurang keras. Sebaliknya kandungan nitrogen rendah,
mengakibatkan tebalnya dinding sel dengan ukuran sel kecil serta warna daun
menjadi hijau gelap. Nitrogen diserap akar tanaman dalam bentuk NH dan NO. Nitrat
ini segera tereduksi menjadi amonium melalui enzim yang mengandung molibdinum.
Kadar nitrogen dari protoplasma sekitar 2 sampai 2,5 persen. Bentuk NO didapat
dalam jumlah sedikit dan mudah dioksidasikan menjadi NO. Hal ini sangat
menguntungkan karena NO merupakan racun bagi tanaman.
Dampak dari kekurangan unsur N bagi tumbuhan tebu adalah:
(1) Pertumbuhan kerdil
(2) Warna daun menguning,
(3) Produksi menurun,
(4) Fase pertumbuhan terhenti,
(5) Kematian.
Akibat dari kelebihan unsur N bagi tumbuhan tebu adalah:.
(1) Kualitas buah menurun.
(2) Menyebabkan rasa pahit.
(3) Produksi menurun,
(4) Daun lebat dan pertumbuhan vegetative yang cepat,
(5) Menyebabkan keracunan pada tanaman,
Bahan organik yang diberikan dalam tanah dengan jumlah yang cukup dalam
kurun waktu tertentu dapat memperbaiki sifat fisik, kimia dan biologi tanah. Banyak
nya bahan organik yang diberikan sangat tergantung berapa target kandungan bahan
organik yang dikehendaki. Secara ideal kandungan bahan organik tanah minimal 5
persen. Apabila kandungan bahan organik tanah diatas 5 persen, maka kesuburan
tanah semakin meningkat, sehingga penambahan pupuk kimia semakin sedikit.
Peranan bahan organik yang sangat menonjol adalah dalam kurun waktu tertentu
kesuburan tanah semakin meningkat. Dampak yang sangat jelas adalah ion dan kation
yang tersedia di dalam daerah perakaran tanaman tebu semakin banyak,sehingga
adsorbsi dan translokasi nutrisi dalam proses metabolisme tanaman menjadi optimal.
Secara agronomis pertumbuhan dan produktivitas tanaman tebu semakin meningkat.
b) Pengairan
Tanaman tebu sangat dipengaruhi oleh ketersediaan air, udara dan tekstur tanah
yang tidak seimbang. Air yang tersedia bagi tanaman tebu berada diantara kapasitas
lapang dengan tekanan sepertiga atmosfer dan air tanah pada titik layu mempunyai
tekanan 15 atmosfer. Titik layu permanen tanah liat masih mengandung 20 persen air
dan tanah pasir halus tinggal 5 persen.
6) Seleksi Bibit Makanan Tebu
Kebun bibit harus diusahakan semurni mungkin dari sejak penanaman hingga
pemungutan bibit. Untuk memurnikan kebun bibit dari campuran varietas yang tidak
dikehendaki, maka harus dilakukan seleksi. Seleksi dilakukan tiga kali dengan
membongkar rumpun-rumpun yang berlainan jenis dan mengeluarkannya dari kebun.
Seleksi pertama dilakukan pada waktu tanaman berumur 2 bulan, kedua pada waktu
tanaman berumur 4 bulan, dan seleksi ketiga dilakukan menjelang pemangkasan
pucuk untuk bibit rayungan atau penebangan bibit untuk bibit bagal pada umur
tanaman sekitar 5 ½ bulan.
Seleksi bibit untuk memisahkan bibit dari jenis-jenis yang tidak dikehendaki.
Sortasi bibit untuk memilih bibit yang sehat dan benar-benar akan tumbuh serta
memisahkan bibit bagal yang berasal dari bagian atas, tengah, dan bawah.
Pemotongan bibit harus menggunakan pisau yang tajam dan setiap 3-4 kali
pemotongan pisau dicelupkan ke dalam lisol dengan kepekatan 20%. Memberi
perlakuan air panas (hot water treatment) pada bibit dengan merendam bibit dalam air
panas (500C) selama 7 jam kemudian merendam dalam air dingin selama 15 menit.
Hal ini dimaksudkan untuk menjaga bibit bebas dari hama dan penyakit.
Standar kualitas bibit dari varietas unggul yang harus dipenuhi adalah:
(1) Daya kecambah > 90%, segar, tidak berkerut dan tidak kering
(2) Panjang ruas 15-20 cm dan tidak ada gejala hambatan pertumbuhan
(3) Diameter batang ± 2 cm dan tidak mengkerut/mengering
(4) Mata tunas masih dorman, segar, dan tidak rusak Primordia akar belum tumbuh
Bebas dari penyakit pembuluh.
7) Tingkatan Umur Tanaman Tebu
Daur kehidupan tanaman tebu melalui 5 fase, yaitu :
(a) Perkecambahan, yang dimulai dengan pembentukan taji pendek dan akar stek
pada umur 1 minggu dan diakhiri pada fase kecambah pada umur 5 minggu.
(b) Pertunasan, yang dimulai dari umur 5 minggu sampai 3,5 bulan.
(c) Pemanjangan Batang dimulai dari umur 3,5 bulan sampai 9 bulan.
(d) Kemasakan merupakan fase yang terjadi setelah pertumbuhan vegetatif menurun
dan sebelum batang tebu mati. Pada fase ini gula di dalam batang tebu mulai
terbentuk hingga titik optimal hingga berangsur-angsur menurun. Fase ini disebut
juga fase penimbunan rendemen gula.
(e) Kematian.
Varitas tebu antara lain ada 3, yaitu:
(a) varitas genjah/masak awal, yang mana varitas ini mencapai masak optimal pada
umur kurang dari 12 bulan.
(b) varitas sedang/masak tengahan, yang mana varitas ini mencapai masak optimal
pada umur 12 - 14 bulan.
(c) varitas dalam/ masak akhir dimana varitas ini mencapai umur optimal pada umur
kurang dari 14 bulan.
Terdapat tiga tahapan dalam budidaya tebu, yakni masa awal (Mei-Juli), masa
tengah (Juli-September), dan masa akhir biasanya lebih dari 4 bulan. Dengan tiga
tahapan tersebut, petani harus menggunakan varietas yang berbeda. Varietas yang
digunakan pada masa awal adalah tebu varietas PS881. Ciri-ciri varietas ini adalah
daun lebar dan pendek (karena membutuhkan sinar matahari), daun telinga pendek,
mata bulat tetapi tidak menonjol dan terdapat bulu-bulu halus di daunnya.
Masa tengah biasanya menggunakan PSJK922. Ciri-cirinya daun agak lebar,
lengkung daunnya kurang atau masih lengkung separuh, tahan kering, dan daun
telinga pendek. Selain PSJK922, varietas lainnya untuk masa tengah adalah PS864.
Ciri-cirinya, daun lengkung separuh, telinga daun pendek, mata bulat menonjol dan
dapat merespon pupuk yang berlebihan.
Varietas untuk masa akhir menggunakan BL. Varietas ini paling populer di
seluruh perkebunan tebu di Indonesia. Ciri-cirinya adalah warna merah (batangnya),
telinga daun pendek, matanya agak menonjol, daun berdiri, rendemen tinggi dan bisa
digunakan (dikepras) lebih dari tiga kali, namun sebaiknya hanya 2 kali keprasan.
Karena terkait rendemen. Jadi harus bongkar ratoon apabila sudah dua kali kepras.
Untuk mendapatkan bibit-bibit tebu ini dapat berbagai cara. Ada yang berasal
dari lonjoran batang tebu bibit yang matanya belum berkecambah. Bibit ini sering
disebut bibit bagal. Sesuai dengan pemotongannya dapat terdiri dalam bentuk bagal
satu, dua dan tiga mata. Ada juga yang lonjoran. Bibit lonjoran merupakan bibit
bagal bentuk lonjoran batang tebu yang panjangnya kurang lebih 1,25 cm terdiri atas
6 hingga 8 mata.
Bisa juga bibit dederan, berasal dari batang tebu yang telah tumbuh tunas.
Tanaman dederan dibuat dengan media tanam dalam bentuk persemaian berukuran
panjang 8 m, lebar 1,20 cm, serta media tanah ditinggikan kurang lebih 25 cm. Di
antara persemaian dibuat selokan dengan lebar kurang lebih 30 cm. Persemaian
digemburkan dan diratakan. Bibit ditanam mendatar dalam bentuk stek bagal satu
mata. Umur 1 hingga 1,5 bulan, dederan siap digunakan sebagai bahan tanam dengan
mencabut tunas beserta akarnya.
Bibit rayungan merupakan bibit berasal dari pangkasan batang tebu yang
matanya telah tumbuh tunas. Bentuk bibit dari satu tunas dan dua tunas rayungan
yang dapat digunakan sebagai bahan tanam apabila tunas telah tumbuh antara 5
hingga 7 daun. Umur bibit kurang lebih 45 hari.
Ada juga bentuk tebu polibag yang diperoleh dari tanaman tebu stek, budchip
bibit tebu dalam bentuk mata tebu yang diambil dari batang tebu, dan budsett bibit
tebu yang diperoleh dari batang tebu dalam bentuk stek satu mata. Bibit budchip
adalah bibit tebu dalam bentuk mata tebu yang diambil dari batang tebu dengan
mengikut sertakan sebagian dari primordia akar. Sedangkan bibit budsett adalah bibit
tebu yang diperoleh dari batang tebu dalam bentuk stek satu mata dengan panjang
stek 5 cm. Posisi mata terletak di tengah-tengah dari panjang stek.
c. Cara Menyeleksi Bibit untuk Penanaman Daerah Rawan
1) Seleksi Bibit Tanaman Perkebunan Semusim pada Pegunungan
Lahan pegunungan memiliki potensi yang besar sebagai kawasan pertanian
produktif. Sejak berabad yang silam, jutaan petani bermukim dan memanfaatkan
kawasan ini. Untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari dan menopang ekonomi
keluarga, mereka mengusahakan berbagaimacam tanaman, terutama hortikultura,
perkebunan, dan tanaman pangan. Akhir-akhir ini longsor sering menimpa kawasan
pegunungan dantidak jarang merenggut korban jiwa dan harta benda. Erosi sering
pula melanda kawasan pegunungan, yang menyebabkan degradasi lahan,
pendangkalan sungai, dan terganggunya sistem hidrologi daerah aliran sungai (DAS)
yang mendorong terjadinya banjir dan kekeringan di bagian hilir. Hal ini disebabkan
oleh pemanfaatan kawasan yang melebihi ambang batas daya dukung lahan dan tanpa
memperhatikan aspek kelestariannya.
Lahan pegunungan yang dimaksud adalah lahan pertanian dan kehutanan pada
ketinggian >350 m dpl, Zona sistem usaha tani (SUT) konservasi atau wanatani
beriklim basah (curah hujan >1500mm/tahun) dan beriklim kering (curah hujan
<1500 mm/tahun,tetapi hujan terdistribusi pada periode pendek, sehungga volume
dan intensitas hujan cukup tinggi pada bulan-bulan tertentu).
Kawasan pegunungan yang merupakan hulu DAS berfungsi sebagai penyangga
tata air daerah hilir. Oleh karena itu, pengelolaan yang tepat di daerah hulu
berdampak positif terhadap kelestarian sumber daya lahan dan lingkungan di
kawasan hilir. Implementasi konsep pertanian yang baik (good agricultural practices)
di kawasan pegunungan memegang peranan penting dalam pemberdayaan ekonomi
masyarakat setempat, keasrian pedesaan, perluasan lapangan kerja, pelestarian
lingkungan melalui fungsi menahan air hujan, pengendali erosi, pendaurulang sampah
organik, dan penghasil oksigen yang menjadi bagian penting dalam kehidupan.
Sejauh ini, pertanian di lahan pegunungan seringkali dituding sebagai penyebab
terjadinya erosi dan longsor, karenapengelolaan yang tidak mengikuti kaidah
pertanian yang baik.Untuk dapat memberikan manfaat ekonomi dan lingkungan yang
sebesar-besarnya bagi masyarakat luas, lahan pegunungan perlu dikelola secara
optimal dengan sentuhan teknologi.
Aliran permukaan dan erosi tanah adalah penyumbang terbesar terjadinya
degradasi lahan.Walaupun degradasi lahan bukan merupakan peristiwa ekonomi akan
tetapi proses ini erat kaitanya dengan penurunan mutu lahan, sehingga menyebabkan
menurunnya produksi pertanian dan meningkatkan biaya pencegahan degradasi lahan.
Upaya untuk mengantisipasiadanya kerusakan lahan budidaya yang lebih parah
akibat aliran permukaan dan erosi, dapat dilakukan penanganan secara preventif.
Salah satu tindakan pengendalian erosi yang dapat dilakukan adalah secara vegetatif
dengan menggunakan tanaman budidaya itu sendiri.
Pengendalian erosi secara vegetatif dengan memanfaatkan tanaman pada
dasarnya adalah melindungi tanah terhadap energi kinetik air hujan,sehingga
pemecahan agregat tanah oleh butiran air hujan dapat terhindar. Tanaman penutup
tanah (cover crop) berperan penting dalam mengurangi jumlah aliran permukaan dan
erosi bila dikelola dengan baik.
Kegiatan budidaya tanaman di lahan berlereng harus dikelola dengan baik serta
menggunakan prinsip konservasi tanah dan air yang tepat. Salah satu tindakan dapat
dilakukan dengan pemilihan jenis tanaman yang dibudidayakan dan penyesuaian
jadwal tanam agar pada saat musim hujan permukaan tanah sudah ternaungi oleh
tanaman. Kemampuan tanaman untuk melindungi tanah terhadap aliran permukaan
dan erosi bergantung pada tingkat pertumbuhan, ketinggian tanaman, kepadatan
tanaman, jumlah daun, bentuk daun dan sistem perakarannya.
Tanaman dengan sistem perakaran yang menyebar sangat baik untuk ditanam di
lahan berlereng, akar tanaman akan memperbesar pori tanah sehingga porositas tanah
akan tinggi dan air yang masuk ke dalam permukaan tanah lebih banyak sebagai
infiltrasi, perkolasi dan permeabilitas. Bila infiltrasi tinggi maka limpasan hujan akan
rendah dan erosi akan dapat diperkecil, serta pengawetan tanah dan air di dalam tanah
akan besar. Selain tanaman yang mempunyai perakaran menyebar, maka tanaman
yang mudah menutupi tanah juga sangat dianjurkan untuk pengendalian erosi
terutama jika tanaman tersebut dapat berproduksi dan bernilai ekonomis.
Berikut ini diuraikan beberapa sistem budidaya dapat dilaksanakan dan
tanaman semusim yang dapat ditanam di daerah pegunungan.
a) Sistem Agroforestry
Budidaya tanaman semusim di daerah dataran tinggi dapat dikembangkan
dengan sistem agroforestri. Agroforestri mempunyai keunggulan yaitu:
(1) mampu menutup permukaan tanah dengan sempurna sebagai bagian konservasi
tanah dan air,
(2) variasi tanaman membentuk jaringan perakaran yang kuat baik pada lapisan
tanah atas maupun bawah, sehingga mengurangi kerentanan terhadap longsor,
(3) meningkatkan kesuburan fisika dan biologi tanah
(4) secara ekonomi meningkatkan pendapatan petani dan menekan resiko kegagalan
panen, dan
(5) mempunyai peran penting dalam upaya rehabilitasi lahan kritis.
Petani di dataran tinggi umumnya mempunyai lahan yang terbatas,
sehingga peluang untuk menerapkan sistem agroforestri akan semakin besar. Selain
itu, penerapan agroforestri pada dataran tinggi ditujukan agar manfaat ekologi,
ekonomi dan sosial dari pemanfaatan lahan tetap terjaga. Tanaman semusim dapat
dikelola oleh masyarakat pada sistem agroforestry, karena hasilnya dapat
memberikan keuntungan bagi masyarakat petani.
b) Sistem Tumpang Gilir
Tumpang gilir (relay cropping) adalah sistem bercocok tanam dengan menanam
dua atau lebih jenis tanaman pada sebidang tanah selama satu tahun. Tanaman musim
kedua ditanam sebelum panen tanaman musim pertama. Contohnya adalah tumpang
gilir antara tanaman jagung yang ditanam pada awal musim hujan dan kacang tanah
yang ditanam beberapa minggu sebelum panen jagung. Sistem ini bertujuan untuk
meningkatkan intensitas penggunaan lahan dan menjaga agar permukaan tanah selalu
tertutup tanaman. Sistem ini dimaksudkan untuk mempercepat penanaman tanaman
pada musim kedua, sehingga masih mendapatkan air hujan dengan jumlah yang
cukup untuk pertumbuhan dan produksinya. Tumpang sari (tanam bersisipan), adalah
sistem penanaman lebih dari satu macam tanaman pada lahan yang sama secara
simultan, dengan umur tanaman yang relatif sama dan diatur dalam barisan atau
kumpulan barisan secara berselang-seling. Pada musim pertama di awal musim hujan,
padi gogo ditanam secara tumpang sari dengan jagung. Pada musim tanam kedua
(musim kemarau) jagung ditumpangsarikan dengan kacang tanah.
c) Tanaman Semusim Tembakau pada Dataran Tinggi.
Tembakau adalah produk pertanian semusim yang bukan termasuk komoditas
pangan, melainkan komoditas perkebunan. Tanaman tembakau merupakan tanaman
perkebunan sebagai bahan baku industri untuk produk Rokok yang memiliki nilai
ekonomis sangat menjanjikan. Sistem budidaya tanaman tembakau sama dengan
sistem budidaya untuk tanaman perkebunan lainnya yaitu terdiri dari pembibitan,
penyiapan lahan, penanaman, pemeliharaan, panen dan pasca panen. Tumbuhan
tembakau merupakan salah satu tumbuhan perkebunan semusim yang sesuai untuk
ditanam pada dataran tinggi, karena tumbuhan tembakau dapat tumbuh pada dataran
rendah ataupun di dataran tinggi bergantung pada varietasnya. Ketinggian tempat
yang paling cocok untuk pertumbuhan tanaman tembakau adalah 0 - 900 m dpl.
Menurut musimnya, tanaman tembakau di Indonesia dapat dispisahkan menjadi
2 jenis yaitu:
(1) Tembakau VO (Voor-Oogst) Tembakau semacam ini biasanya dinamakan
tembakau musim kemarau atau onberegend. Artinya, jenis tembakau yang
ditanam pada waktu musim penghujan dan dipanen pada waktu musim
kemarau.
(2) Tembakau NO (Na – Oogst) Tembakau Na-Oogst adalah jenis tembakau yang
ditanam pada musim kemarau, kemudian dipanen atau dipetik pada musim
penghujan.
Sumber:http://distanpangan.magelangkab.go.id/home/detail/tembakau-
komoditas-andalan-musim-kemarau/245
4. Forum Diskusi
Ali, M., dan Hariadi, B.W.tanpa tahun. Teknik Budidaya Tembakau. Ringkasan.
Fakutas Pertanian Agroteknologi Universitas Merdeka Surabaya.
Achmad B, Purwanto RH. 2014. Peluang adopsi sistem agroforestry dan kontribusi
ekonomi pada berbagai pola tanam hutan rakyat di Kabupaten Ciamis.
Bumi Lestari 14(1):15-26.
Biologi Media Centre. 2019. Fotosintesis Jenis Lain : Tumbuhan C4 dan CAM.
BIOLOGI 3 SMA. https://biologimediacentre.com/fotosintesis-jenis-lain-
tumbuhan-c4-dan-cam/ [diakses tanggal 8 Oktober 2019]
Budi, Setyo & Sasmita, S. 2015. Ilmu dan Implementasi Kesuburan Tanah. UMM
Press. Universitas Muhammadiyah Malang. Februari 2015. 285 hal.
129
Tebu di Lahan Kering. Disertasi. Program Pasca Sarjana. Universitas Airlangga
Surabaya. 28 Agustus 1995. 395 hal.
Dewi, E.S. 2014. Aspek Agronomi Tanaman Kapas. Penerbit: Dapur Buku, Kel.
Makasar, Kec. Makasar , Jakarta
Febriyandra, E., dan Amri, A.I. 2017. Pengaruh Beberapa Jenis Tanaman Semusim
Terhadap aliran Permukaan Tanah Di Desa Batu Gajah Kecamatanpasir Penyu
Kabupaten Indragiri Hulu. JOM Faperta Vol. 4 No. 1 Februari 2017. p.1:10.
Forum Komunikasi PBT. 2008. Penyediaan Bibit Tebu Berkualitas Melalui Kebun
Berjenjang. http://pengawasbenihtanaman.blogspot.com/2008/05/penyediaan-
bibit-tebu-berkualitas.html [diakses tanggal 10 Oktober 2019]
Gardner, F., Pearce, R.B. dan Mitchellm R.L.1991. Diterjemahkan oleh Susilo dan
Subiyanto. Fisiologi Tanaman Budidaya. Penerbit Universitas Indonesia (U
Press). Jakarta.
GDM Info. Tanpa tahun. Cara Menanam Tomat Agar Berbuah Lebat dan Cepat
Panen. https://gdmorganic.com/cara-menanam-
tomat/#1_Pilih_Benih_Tomat_Yang_Berkualitas [diakses tanggal 10 Oktober
2019]
GOI-TN (Goverment of Indonesia - The Netherland). 2008. Master Plan for the
Rehabilitation and Revitalisation ofthe Ex Mega Rice Project in Central
Kalimantan.Report First Draft for Counsultation July. 2008. 189 hlm.
Hani, Adan Geraldine, L.P. 2018. Pertumbuhan Tanaman Semusim dan Manglid
(Magnolia champaca) pada Pola Agroforestry. Jurnal Ilmu Kehutanan 12, 172-
183
Indrawanto, C., Purwono, Siswanto, Syakir, M, Rumini, P. 2010. Budidaya dan Pasca
Panen TEBU. Pusat Penelitian dan Pengembangan Perkebunan. ESKA Media,
Jakarta.
Pardjo, SP. Tanpa Tahun. Tembakau Komoditas Andalan Musim Kemarau. Penyuluh
Pertanian Madya Bpp Kec Pakis.
http://distanpangan.magelangkab.go.id/home/detail/tembakau-komoditas-
andalan-musim-kemarau/245 [diakses tanggal 10 Oktober 2019].
Permentan (Peraturan Menteri Pertanian). 2006. Peraturan Menteri Pertanian nomor :
47/Permentan/OT.140/10/2006 tentang Pedoman Umum Budidaya Pertanian
pada Lahan Pegunungan
Tok, P. 2019. Info Pendidikan Biologi. Fotosintesis Tumbuhan C3, C4, dan CAM.
https://www.edubio.info/2016/12/fotosintesis-tumbuhan-c3-c4-dan-cam.html
[diakses tanggal 10 Oktober 2019].
Umami, R. 2019. Budidaya tanaman tebu sistem juring ganda. Dinas pertanian
kabupaten mojokerto.
http://disperta.mojokertokab.go.id/?vi=news_detail&id=19&token=3f205e2541
9501eefe95cbaac6fa3605 [diakses tanggal 10 Oktober 2019].
Zulfahmi, M.G.A. 2012. Mikroba Google “Pupuk Hayati Bio P 2000 Z” Sebagai
Solusi Permasalahan Budidaya Tebu Di Lahan Kering. Budidaya Tebu Di
Lahan Kering. http://kickfahmi.blogspot.com/2012/05/budidaya-tebu-di-lahan-
kering.html [diakses tanggal 10 Oktober 2019].