Anda di halaman 1dari 47

KEGIATAN BELAJAR - 3

PRODUKSI TANAMAN
PERKEBUNAN SEMUSIM
A. Pendahuluan

1. Rasionalisasi dan Deskripsi Singkat


Materi pada modul ini diharapkan mampu membekali mahasiswa dengan
pengetahuan tentang berbagai hal yang berkaitan dengan produksi dan pengelolaan
perkebunan. Perlu adanya pemahaman mengenai sifat khusus tanaman semusim,
pembibitan tanaman tebu beserta tingkatan umur tanaman tebu, dan cara menyeleksi
b untuk penanaman daerah rawan.
ibit

2. Relevansi
Materi yang dikembangkan pada modul ini merupakan bahan ajar untuk
menunjang penguatan kemampuan profesional guru di Sekolah Menengah Kejuruan
(SMK) bidang Agribisnis Tanaman. Untuk mempelajari materi ini tidak ada
persyaratan khusus yang harus dimiliki oleh mahasiswa. Mahasiswa akan belajar
menganalisis prinsip produksi dan pengelolaan perkebunan, khususnya dalam
mengaplikasikan produksi tanaman perkebunan semusim.

3. Petunjuk Belajar
a. Modul produksi dan pengelolaan perkebunan diperuntukan bagi mahasiswa pada
program PPG ini terdiri dari delapan sub materi belajar.
b. Modul produksi dan pengelolaan perkebunan terdiri dari tiga sub pokok materi
sifat khusus tanaman semusim, pembibitan tanaman tebu beserta tingkatan umur
tanaman tebu, dan cara menyeleksi bibit untuk penanaman di daerah rawan.
c. Mulailah peserta untuk belajar dengan kompetensi dasar yang pertama dan
seterusnya.
d. Apabila merasa belum berhasil dan atau hasil penilaian tes akhir masih kurang dari
70, pelajari kembali materi yang dirasa masih kurang.
B. Inti
1. Capaian Pembelajaran
Capaian pembelajaran pada kegiatan belajar Produksi Tanaman Perkebunan Semusim
adalah:
a. Mahasiswa mampu mendeskripsikan pengenalan dasar pemetaan lahan
perkebunan
b. Mahasiswa mampu membuat pola pemetaan lahan perkebunan
c. Mahasiswa mampu mendeskripsikan analisis faktor pendukung dan penghambat
dalam pemetaan lahan sawit
2. Pokok-Pokok Materi
Pokok-pokok materi Produksi Tanaman Perkebunan Semusim adalah:
a. Sifat khusus tanaman semusim.
b. Pembibitan tanaman tebu beserta tingkatan umur tanaman tebu.
c. Cara menyeleksi bibit untuk penanaman daerah rawan.

3. Uraian Materi
a. Sifat Khusus Tanaman Semusim
1) Kelompok Tanaman Perkebunan
Pengelompokan tanaman perkebunan berdasarkan lama tumbuhnya dapat
dibagi menjadi 2 yaitu, tanaman semusim dan tanaman tahunan. Tanaman semusim
merupakan tanaman yang hanya dipanen 1 kali dengan siklus hidup 1 tahun sekali.
Setiap tanaman yang menyelesaikan siklus hidupnya dalam satu musim tanam
tunggal. Benih dorman adalah satu-satunya bagian dari tumbuhan semusim yang
bertahan dari satu musim tanam ke yang berikutnya. Tanaman perkebunan semusim
merupakan tanaman yang bisa hidup selama semusim pada tahun tersebut, atau
tanaman tahunan yang dapat dipanen sebelum tahun berakhir, contohnya tanaman
tembakau, tebu dan kapas.
Tanaman semusim juga merupakan tanaman yang semasa hidupnya mencapai
fase reproduktif dan dipetik (dipetik sekali atau lebih) hasilnya lalu mati atau
dimatikan. Seluruh misi tanaman semusim adalah menghasilkan benih untuk
memastikan penyebaran generasi mendatang. Dengan demikian tumbuhan ini akan
menghasilkan bunga-bunga cantik untuk menarik perhatian serangga, bukan manusia
sehingga bisa diserbuki.
Tanaman perkebunan tahunan adalah tanaman yang mampu tumbuh lebih dari
dua tahun. Tanaman ini membutuhkan waktu yang lebih dari dua tahun untuk
berproduksi, bahkan baru dapat menghasilkan setelah puluhan tahun. Tanaman
perkebunan tahunan juga mampu berproduks ibeberapa kali sebelum mengalami
penurunan hasil dan tidak lagi produkstif secara ekonomi. Pengelompokkan
tumbuhan menurut umurnya, berkisar dari beberapa bulan sampai 2 tahun. Umur
tumbuhan yang mencapai 1 tahun disebut annual crops dan umur tumbuhan
mencapai 2 tahun, disebut biannual crop.
2) Tanaman C4
Fotosintesis merupakan suatu proses biokimia yang memanfaatkan bahan
anorganik untuk pembentukan karbohidrat yang dilakukan oleh tumbuhan, terutama
tumbuhan yang mengandung bahan hijau daun, atau klorofil. Melalui proses ini
tumbuhan akan menghasilkan energi yang kemudian digunakan untuk pertumbuhan
dan perkembangannya. Daur fotosintesis berbeda-beda pada setiap tumbuhan.
Tumbuhan digabungkan ke dalam 3 kelompok besar, yaitu tumbuhan C3, C4, dan
CAM (crassulacean acid metabolism), khususnya berdasarkan reaksi gelap dalam
proses pengikatan CO2 untuk membentuk Glukosa pada proses fotosintesis.
Tumbuhan seperti tebu, rumput-rumputan yang hidup di daerah panas seperti di
daerah tropis, tidak membuka stomatanya secara penuh pada saat siang hari, dengan
tujuan untuk mengurangi kehilangan air melalui evaporasi/transpirasi. Akibat dari
kondisi ini jumlah CO2 yang memasuki stomata berkurang. Tumbuhan C4 adalah
tumbuhan yang melakukan fotosintesis menggunakan jalur C4. Banyak tumbuhan
tropis merupakan tumbuhan C4 tropis yang pada proses fotosintesis melibatkan 2
enzim yang mengubah CO2 menjadi enzim fosfofenol piruvat karboksilase (PEPco)
yang merupakan enzim yang mengikat CO2 dari udara dan kemudian berubah
menjadi oksaloasetat selajutnya diubah menjadi malat.
Pada proses fiksasi CO2 selama proses fotosintesis tumbuhan C4, maka
pertama-tama CO2 diikat oleh senyawa dikenal sebagai PEP (phosphoenolphyruvate/
phosphoenolpyruvate) dengan bantuan enzim PEP karboksilase sehingga terbentuk
oksaloasetat, senyawa dengan 4 C. Hal ini menyebabkan kelompok tumbuhan ini
disebut tumbuahan C4 atau tumbuhan jalur C4.
Senyawa phosphoenolpyruvate (PEP) dibentuk dari piruvat dengan bantuan
enzim piruvat-fosfat dikinase. Berbeda dengan rubisco, PEP sangat lemah berikatan
dengan O2. Hal tersebut bisa menekan terjadinya fotorespirasi sekaligus mampu
menangkap lebih banyak CO2 sehingga mampu meningkatkan laju produksi glukosa.
Fiksasi karbon pada tumbuhan C4 membentuk produk dengan senyawa
berkarbon 4. Terdapat 2 jenis sel fotosintetik pada tumbuhan C4, yakni: sel mesofil
pembuluh dan sel seludang-berkas. Sel mesofil terdapat di antara sel seludang-berkas
dan epidermis daun. Sel seludang berkas pembuluh tersusun menjadi kemasan yang
padat di sekitar berkas pembuluh. Pengikatan CO 2 oleh PEP tersebut berlangsung di
sel-sel mesofil (daging daun). Oksaloasetat yang terbentuk kemudian akan direduksi
karena menerima H+ dari NADH dan berubah menjadi malat, kemudian ditransfer
menuju ke sel seludang pembuluh (bundle sheath cells) melalui plasmodesmata. Sel-
sel seludang pembuluh adalah kelompok sel yang mengelilingi jaringan pengangkut
xilem dan floem. Lihat gambar.
Sumber: https://en.wikipedia.org/wiki/C4_carbon_fixation
Gambar 3. 1. Fiksasi CO2 pada tanaman C4

Di dalam sel-sel seludang pembuluh malat akan dipecah kembali menjadi CO 2


yang langsung memasuki siklus Calvin-Benson, dan piruvat dikembalikan lagi ke sel-
sel mesofil. Molekul glukosa yang merupakan hasil dari siklus Calvin-Benson
kemudian ditranspor melalui pembuluh floem.
Fiksasi CO2 pada tumbuhan C-4 berlangsung dalam 2 langkah, sebagaimana
yang dijelaskan pada uraian di atas. Pertama CO2 diikat oleh PEP menjadi
oksaloasetat dan berlangsung di sel-sel mesofil. Kedua CO2 diikat oleh rubisco
menjadi APG di sel seludang pembuluh.
Proses tersebut menyebabkan energi yang digunakan untuk fiksasi CO 2 lebih
besar, memerlukan 30 molekul ATP untuk pembentukan satu molekul glukosa.
Sedangkan pada tumbuhan C-3 hanya memerlukan 18 molekul ATP. Namun
demikian besarnya kebutuhan ATP untuk fiksasi CO 2 pada tumbuhan C-4 sebanding
dengan besarnya hasil produksi glukosa, karena dengan cara tersebut mampu
menekan terjadinya fotorespirasi yang menyebabkan pengurangan pembentukan
glukosa. Sehingga kelompok tumbuhan C-4 dikenal efektif dalam fotosintesis.
b. Pembibitan Tanaman Tebu Beserta Tingkatan Umur Tanaman Tebu
1) Tanaman Tebu dan Klasifikasi Ilmiah
Tanaman tebu (Saccharum officinarum Linn) yang disebut sugar cane dalam
bahasa Inggris merupakan tanaman perkebunan semusim yang mengandung zat gula
di dalam batangnya. Tumbuhan ini merupakan bahan utama untuk pembuatan gula
dan vetsin. Gula adalah salah satu kebutuhan pokok manusia yang terus meningkat
permintaannya setiap tahunnya.
Tumbuhan tebu termasuk kedalam kelompok tumbuhan rumput-rumputan dari
famili Gramineae yang merupakan tumbuhan semusim yang mempunyai siklus 300
hari sampai 365 hari. Bila tumbuh dengan baik, tingginya dapat mencapai 3-5 meter.
Batang tumbuhan tebu berdiri lurus, beruas-ruas yang dibatasi dengan buku-buku,
dan tidak bercabang. Setiap buku terdapat mata tunas. Batang tumbuhan tebu berasal
dari mata tunas yang berada di bawah tanah yang tumbuh keluar dan berkembang
membentuk rumpun. Diameter batang antara berukuran 3-5 cm.

Sumber: https://www.iribb.org/index.php/berita/202-tanaman-tebu-
menyimpan-manfaat-dari-berbagai-sisi
Gambar 3. 2. Tumbuhan tebu (Saccharum officinarum Linn).
Daun tebu berbentuk busur panah seperti pita, berseling kanan dan kiri. Daun
tebu merupakan daun tidak lengkap, yang terdiri dari helai daun dan pelepah
daun saja, berpelepah seperti daun jagung dan tangkai daunnya tidak ada. Diantara
pelepah daun dan helai daun bagian sisi luar terdapat sendi segitiga daun, sedang
pada bagian sisi dalamnya terdapat lidah daun. Daun berwarna kehijauan muda
hingga tua. Tulang daun sejajar, di tengah berlekuk. Tepi daun kadang-kadang
bergelombang serta berbulu keras. Akar tumbuhan tebu termasuk akar serabut tidak
panjang yang tumbuh dari cincin tunas anakan, berwarna keputihan kotor hingga
kecoklatan. Pada fase pertumbuhan batang, terbentuk pula akar di bagian yang lebih
atas akibat pemberian tanah sebagai tempat tumbuh.

Pertimbangan:
Penentuan Komoditas Tanaman  Iklim
Perkebunan Semusim  Tanah
 Topografi
 Infrastruktur
Penentuan lokasi perkebunan:
 Survey
 Pembelian/Sewa lahan

Analisis Usaha
Perkebunan Persiapan lahan perkebunan:
Semusim  Land Clearing
 Pengolahan Tanah

PenanamanTanaman
Lahan Pembibitan
Perkebunan Semusim

Pemeliharaan
Panen

Pemasaran

Pengolahan

Gambar 3. 3. Diagram alir tahapan perencanaan perkebunan tanaman semusim


Bunga tebu berupa malai dengan panjang antara 50-80 cm. Cabang bunga pada
tahap pertama berupa karangan bunga dan pada tahap selanjutnya berupa tandan
dengan dua bulir panjang 3-4 mm. Terdapat pula benangsari, putik dengan dua kepala
putik dan bakal biji. Buah tebu seperti padi, memiliki satu biji dengan besar lembaga
1/3 panjang biji. Biji tebu dapat ditanam di kebun percobaan untuk mendapatkan
jenis baru hasil persilangan yang lebih unggul.
Klasifikasi tanaman tebu secara ilmiah adalah sebagai berikut:
Klasifikasi Tanaman Tebu
Kingdom : Plantae (tumbuhan)
Sub Kingdom : Tracheobionta (tumbuhan
berpembuluh) Super Divisi : Spermatophyta
(menghasilkan biji) Divisi : Magnoliophyta
(tumbuhan berbunga) Kelas : Liliopsida (berkeping
satu /monokotil) Sub Kelas : Commelinidae
Ordo : Poales
Famili : Graminae atau Poaceae (suku rumput-rumputan)
Genus : Saccharum
Spesies : Saccharum officinarum Linn
Saccharum terbagi dalam 5 spesies yaitu Saccharum spontanaeum, Saccharum
sinense, Saccharum barberi, Saccharum robustum, dan Saccharum officinarum (tebu).
2) Pemilihan Bibit Tanaman Tebu
Perbanyakan bibit tebu secara konvensional memerlukan waktu yang cukup
lama dengan melalui 5 jenjang. Jenjang pembibitan adalah tahapan penangkaran
bibit yang berfungsi untuk pengendalian mutu kelas bibit pada proses
perbanyakannya, hingga bibit tebu siap untuk dijadikan sebagai bahan tanam Tebu
Giling.
Lima jenjang pembibitan tebu adalah Kebun Bibit Pokok Utama (KBPU),
Kebun Bibit Pokok (KBP), Kebun Bibit Nenek (KBN), Kebun Bibit Induk (KBI),
dan Kebun Bibit Datar (KBD). Penjenjangan pembibitan tebu tersebut dilakukan
mengingat masalah-masalah yang berkaitan dengan aspek teknis dan ekonomis.
Persyaratan Lahan Untuk Kebun Bibit
(1) Lahan berpengairan dan bebas genangan agar diperoleh jumlah batang
yang maksimal
(2) Lahan bebas dari tunas tebu lama
(3) Lokasi diupayakan dekat dengan lahan tebu giling
(4) Solum tanah dalam
(5) Tidak dibawah naungan
Berikut ini dijelaskan mengenai kebun bibit untuk tebu:
 Kebun Bibit Pokok Utama (KBPU): merupakan kebun bibit tingkat 1, biasa
disebut bibit penjenis. Bahan tanam untuk KBP merupakan varietas introduksi
yang sudah lolos seleksi, misalnya varietas unggul yang dilepas oleh Pusat
Penelitian Perkebunan Gula Indonesia (P3GI), atau bibit yang diproduksi dari
hasil kultur jaringan. Penangkaran bibit penjenis oleh pemilik varietas atau
pemulia (P3GI) dengan tingkat kemurnian 100 %. Kebun Bibit Pokok
merupakan penyedia bibit bagi kebun bibit nenek. Penanaman KBP disentralisir
disuatu tempat agar dapat dijaga kemurniannya. Dilaksanakan oleh P3GI/PG
(Pabrik Gula).
 Kebun bibit nenek (KBN) merupakan kebun bibit tingkat II, disebut juga bibit
dasar. Melalui kebun inilah disediakan bahan tanam bagi KBI. Kebun bibit ini
diusahakan oleh institusi penelitian secara tersentralisir untuk menjaga
kemurnian dan kesehatannya. Bahanan tanaman dari KBP berasal dari KBP juga
dapat berasal dari kultur jaringan. Tingkat kemurnian 100 %, serangan penyakit 0
%, toleransi serangan penggerek pucuk < 5 % dan penggerek batang < 2 %.
dilaksanakan oleh PG.
 Kebun bibit induk (KBI) merupakan kebun bibit tingkat III yang menyediakan
bahan tanam bagi KBD. Luasan KBI yang lebih besar daripada KBP dan KBN
mengharuskan KBI diselenggarakan dilokasi yang tersebar. Varietas yang
ditanam pada KBI harus sudah mencerminkan komposisi jenis pada tanaman
tebu giling yang akan datang. Tingkat kemurnian 98 %, dilaksanakan oleh PG
 Kebun bibit datar (KBD) merupakan kebun bibit tingkat IV yang menyediakan
bahan tanaman bagi kebun tebu giling (KTG). Lokasi pembibitan seharusnya
lebih baik dekat areal pengembangan atau sedekat mungkin dengan lokasi yang
akan dijadikan KTG. Varietas yang ditanam di KBD sebaiknya berkisar 1-3 jenis
saja untuk mempermudah menjaga kemurnian jenis. Tingkat kemurnian pada
KBD adalah 95%, pembibitan dilaksanakan oleh penangkar bibit/Koperasi.
Bulan tanam di KBP, KBN, KBI, KBD dan KTG haruslah disesuaikan dengan
sifat kemasakan varietas tebu yang ditanam di masing-masing kebun. Melalui proses
seleksi bertingkat yang dilakukan dari satu tingkat kebun bibit ke tingkat berikutnya,
diharapkan bibit yang akan ditanam di kebun tebu giling (KTG) memiliki kualitas
yang baik. Bibit tebu yang baik adalah:
 bibit berumur 6-7 bulan,
 tidak tercampur dengan varietas lain,
 bebas dari hama penyakit
 tidak mengalami kerusakan fisik.

Sumber: http://pgrajawali2.blogspot.com/2017/11/pedoman-penjejangan-
kebun-pembibitan.html
Gambar 3. 4. Pembibitan Tebu
Untuk memenuhi kebutuhan bibit untuk KTG, perlu diatur komposisi antara
KBD dengan KTG sebanyak 1:5, artinya dari setiap 1 ha KBD dapat dihasilkan bibit
tebu untuk 5 ha KTG. Setiap wilayah PG maksimum dikembangkan 9 varietas unggul
spesifik lokasi yang terdiri dari 3 varietas masak awal, 3 varietas masak tengah dan 3
varietas masak akhir.
Standar kebun bibit yang harus dipenuhi untuk Kebun Bibit Pokok (KBP),
Kebun Bibit Nenek (KBN), Kebun Bibit Induk (KBI) dan Kebun Bibit Datar (KBD)
adalah: Bebas dari luka api, penyakit blendok, pokkah bung, mosaik dan lain-lain.
Toleransi gejala serangan < 5%. Gejala serangan penggerek batang < 2% dan gejala
serangan hama lainnya < 5%.
Sedangkan standar kualitas bibit dari varietas unggul yang harus dipenuhi adalah:
 Daya kecambah > 90%, segar, tidak berkerut dan tidak kering
 Panjang ruas 15-20 cm dan tidak ada gejala hambatan pertumbuhan
 Diameter batang ± 2 cm dan tidak mengkerut/mengering
 Mata tunas masih dorman, segar dan tidak rusak
 Primordia akar belum tumbuh
 Bebas dari penyakit pembuluh.

Sumber: http://www.nasionalisme.co/perluasan-lahan-kunci-peningkatan-
produksi/
Gambar 3. 5. Perkebunan tanaman semusism tebu
Bibit merupakan salah satu faktor penting dalam penyelenggaraan tebu giling.
Produksi tebu yang menurun antara lain disebabkan pemakaian bibit yang kurang
baik. Jumlah tebu diperbanyak dan dibiakkan dari pemotongan batang-batangnya dan
bukan dari benih. Setiap satu pemotongan mengandung satu ruas bakal-tanaman
(bud) dan potongan-potongan tersebut biasanya ditanam secara manual dengan
tangan. Sekali tanam, satu batang tebu dapat dipanen hingga beberapa kali, setelah
setiap pemanenan, anakan tebu akan tumbuh menjadi batang-batang baru yang
dinamakan ratoons.
Bibit untuk tanaman Tebu bisa diperoleh dari:
a) Bibit pucuk
Bibit ini berasal dari pucuk batang tebu giling. Untuk keperluan ini, dipilih
tebu yang baik dan sehat serta yang tidak banyak bercampur dengan jenis-
jenis tebu lain. Daun kering yang membungkus bibit tidak diklentek/dilepas,
karena dapat melindungi mata dari kerusakan. Bibit pucuk dapat diambil
pada tanaman tebu yang biasanya telah memasuki umur 12 bulan. Kemudian
diambil tunas muda yang tumbuh pada bagian tanaman sebanyak 2 – 3 buah
tunas muda yang memiliki panjang sekitar 20 cm.
b) Bibit kebun
Bibit ini merupakan kebun pembibitan yang diselenggarakan sebagai
penyediaan bahan tanam bagi kebun tebu giling. Lokasi kebun pembibitan
diusahakan dekat dengan areal tebu giling.
c) Bibit mentah/bibit krecekan
Bibit ini berasal dari tanaman yang berumur 0-7 bulan. Bibit ini dipotong
tanpa melepas daun pembungkusnya agar mata-mata tunas tidak rusak.
d) Bibit seblangan
Bibit ini diambil dari tanaman yang telah tumbuh untuk mencukupi
penyulaman. Bibit akan diambil jika tanaman sudah berumur 16-18 hari atau
yang telah bermata tunas dua.
e) Bibit siwilan
Jika tanaman sudah tidak tumbuh atau pucuknya mati, maka keluarlah tunas-
tunas yang disebut siwilan. Siwilan ini bisanya digunakan untuk penyulaman.
f) Bibit Bagal
Bibit ini berasal dari kebun bibit yang terdiri atas bagal mata dua dan bagal
mata tiga. Yang dimaksud dengan bagal adalah bibit dipotong dengan panjang
per bibit antara 2 sampai 3 mata (atau bahasa Jawa-nya sering disebut juga
dengan istilah ros). Bibit ini sangat cocok dan khusus untuk lahan kurang air.
g) Bibit deder atau dederan
Bibit yang berasal dari hasil persemaian (Jawa = deder) setek-setek batang
yang dibuat dengan maksud antara lain memperbesar penangkar. Juga sebagai
tempat pertumbuhan peralihan bahan bibit yang telah cukup umur sambil
menunggu penyiapan lahan untuk ditanami. Selain itu, untuk memperkecil
risiko penyulaman karena pada umumnya bibit yang berasal dari bibit dederan
langsung bisa tumbuh, serta sebagai bahan tanam sulam tanaman yang mati.
h) Bibit rayungan
Bibit yang berasal dari kebun bibit terbagi atas rayungan bermata satu dan
rayungan bermata dua, digunakan untuk tanaman di lahan basah dengan
pengairan cukup. Namun, keberadaannya sekarang sudah jarang digunakan
karena jarak antara kebun bibit dan kebun tebu giling yang jauh menyebabkan
tingkat kerusakan yang sangat tinggi, serta menyebabkan ketersediaan air
menjadi berkurang drastis.
i) Bibit ceblokan
Sepintas bibit ini sama dengan dengan bibit rayungan. Perbedaan bibit
ceblokan berasal dari setek batang dengan beberapa mata yang ditanam tegak
lurus pada papan tanam. Cara penyiapannya sama dengan bibit dederan, tetapi
dibuat lebih tebal.
Dengan demikian, akar setek batang yang ditanam cepat tumbuh dan
berkembang sehingga mempercepat bertunasnya mata di buku-buku ruas
batang tersebut. Kondisi kebun bibit harus dijaga agar tetap lembap. Untuk
memacu pertumbuhan, dapat dipupuk secukupnya. Selanjutnya, perawatan
seperti bibit rayungan.
j) Bibit pucukan
Kebun yang diambil pucuknya harus murni dan sehat. Bibit jenis ini
digunakan jika kekurangan bibit dari KBD. Bibit yang diambil dari pucuk
tebu giling pada saat tebang. Bibit dipotong dari pucuk sepanjang 30-40 cm
(3-4 mata).
Selain bibit di atas, sering perkembangan teknologi pertanian dan banyaknya
sistem silang, semakin banyak jenis dan bibit-bibit yang bisa ditemukan di
antaranya single bud, bud chip, bud shed, dan kultur jaringan.
Penggunaan bibit unggul bermutu merupakan faktor produksi yang mutlak
harus dipenuhi. Sehingga Pemerintah merasa perlu mengatur pengawasan peredaran
bibit melalui sertifikasi yang merupakan satu proses pemberian sertifikat bibit setelah
melalui pemeriksaan, pengujian dan pengawasan untuk persyaratan dapat disalurkan
dan diedarkan. Sampai saat ini pusat Penelitian telah menghasilkan berbagai macam
varietas unggul seperti PS851, PS862, PS863, PS864, PSBM901, PS921,
Bululawang, PSCO902, PSJT941, Kidang Kencana, PS865, PS881, PS882 dan
varietas Kentung yang merupakan varietas-varietas unggulan dengan kategori
pengelompokan masak awal, masak tengah dan masak akhir sebagai salah satu
penerapan manajemen pembibitan untuk menyelaraskan pelaksanaan tertib tanam dan
panen.
3) Lahan Pembibitan Tanaman Tebu
a) Pemilihan Lahan Pembibitan
Pertumbuhan Tebu sangat dipengaruhi dengan kondisi iklim dan cuaca.
Tanaman ini akan tumbuh optimum apabila berada di daerah yang memiliki suhu
udara yang terbilang panas yaitu sekitar 25 – 28 derajat celcius. Selain itu
pertumbuhn tanaman tebu juga dipengaruhi oleh curah hujan. Curah hujan yang
diperlukan adalah sekitar 100 mm/tahun adalah salah satu tambahan untuk membuat
tanaman tebu berada pertumbuhan terbaiknya. Tanaman Tebu hanya dapat tumbuh di
daerah beriklim tropis seperti di Indonesia yang bermakna tebu hanya dapat
tumbuhan baik di daerah beriklim sedang sampai panas. Kondisi ini menjadi salah
satu alasan yang menyebabkan Indonesia sangat potensial untuk di jadikan lahan
tebu. Ketinggian tempat yang baik untuk pertumbuhan tebu adalah 5-500 mdpl.
Jenis dan kondisi tanah untuk penanaman tebu sangat penting karena
mempengaruhi pertumbuhan tanaman tebu. Lahan untuk kebun bibit tebu sebaiknya
lahan subur, berpengairan cukup, bebas banjir dan pada waktu hujan permukaan air
tanah tetap dalam, dan lokasi hamparan sedapat mungkin dekat dengan hamparan
tanaman, mudah didatangi untuk penyelenggaraan pengangkutan sarana produksi,
tenaga kerja, pengawasan, supervisi serta pengangkutan hasil bibit. Jika ditanam di
tanah sawah dengan irigasi pengairan mudah di atur tetapi jika ditanam di
ladang/tanah kering yang tadah hujan penanaman harus dilakukan di musim hujan.
b) Pembukaan Lahan Pembibitan Tanaman Tebu
Perkebunan tanaman semusim dapat dibangun di daerah hutan (murni atau
bekas), alang-alang dan perkebunan. Daerah-daerah tersebut memiliki topografi
berbeda-beda. Namun, yang perlu diperhatikan dalam pembukaan areal perkebunan
adalah tetap terjaganya lapisan olah tanah (top soil). Pembukaan areal hutan dapat
dilakukan dengan cara mekanis atau kimia. Tahap awal pengerjaan pembukaan areal
khususnya hutan primer dan sekunder dapat dimulai dengan melakukan penghimasan.
Penghimasaan merupakan pekerjaan pemotongan dan penebasan semua jenis
kayu maupun semak belukar yang ukuran diameternya kurang dari 10 cm.
Pemotongan kayu harus dilakukan serapat mungkin dengan permukaan tanah.
Manfaat dari penghimasan untuk memudahkan tenaga kerja penumbangan berikutnya
dalam melaksanakan pekerjaannya sehingga pada saat penumbangan, tenaga kerja
tidak akan terhalangi kayu-kayu kecil tersebut dan perkerjaan dapat dilakukan lebih
cepat.
Setelah selesai dihimas, maka pekerjaan dilanjutkan dengan penumbangan
batang-batang kayu yang berdiameter lebih dari 10 cm, khususnya untuk jenis hutan
primer dan sekunder. Penumbangan dilakukan dengan menggunakan gergaji mesin
(chain saw) dengan arah yang sejajar. Artinya jika arah penumbangan yang pertama
dilakukan dari utara ke selatan maka penumbangan yang berikutnya juga harus
dilakukan dengan arah yang sama sehingga susunan kayu hasil tumbangan tidak akan
tumpang tindih.
Untuk memudahkan pekerjaan perumpukan (penumpukan) kayu oleh alat berat,
sebaiknya batang-batang kayu yang terlalu panjang dan besar dipotong-potong
sehingga panjang rata-ratanya menjadi sekitar 6 - 8 m. Batang-batang kayu yang
relatif sedang, baik panjang maupun diameter batangnya mata pemotongan hanya
dilakukan pada bagian ujung batang yang berbatasan dengan pangkal cabang,
sehingga cabang dan tajuk tanaman dapat terpisah dari batangnya. Namun, untuk
batang-batang kayu yang berukuran kecil dan pendek tidak perlu dilakukan
pemotongan lagi.
Areal bergelombang sampai dengan berbukit, penumbangan harus dari bagian
kaki bukit menuju ke atas bukit dengan metode yang sama seperti pada daerah datar.
Ketinggian batang kayu tumbangan dari atas permukaan tanah juga sangat bervariasi,
artinya semakin besar diameter batang kayu yang akan ditumbang maka semakin
tinggi pula tunggul kayu yang ditinggalkan (tidak dipotong).
Pembukaan lahan perkebunan untuk pembibitan pada areal alang-alang dapat
dilakukan dengan dua cara, yaitu secara mekanis (manual) dan kimia. Secara mekanis
dengan cara membajak dan menggaru. Pembajakan dilakukan 2 kali sedangkan
penggaruan dilakukan 3 kali, dilakukan berselang-seling dengan waktu antara 2 - 3
minggu. Bila alang-alang masih tumbuh, perlu diberantas secara kimia dengan
herbisisda.
Secara kimia dilakukan penyemprotan alang-alang dengan racun antara lain
herbisida berbahan aktif Dalapon atau Glyphosate. Penyemprotaan dengan Dalapon
dilakukan tiga tahap dengan interval waktu 3 minggu. Dosis penyemprotan Dalapon
per 1000 liter air per ha 7,5 kg untuk sekali semprot. Penggunaan Glyphosate pada
proses penyemprotan hanya dilakukan sekali dengan dosis semprot 600 - 700 liter air
yang dicampur 6 - 7 liter Glyposhate untuk tiap hektar.
c) Pengolahan Tanah
Mengolah tanah bermakna mengelola tanah agar struktur berubah menjadi
gembur. Pengolahan tanah berarti membalik lapisan tanah bawah ke permukaan agar
ada pertukaran aliran udara, peresapan air dan memudahkan masuknya sinar
matahari. Dari proses ini tanah akan berubah menjadi gembur. Tanah yang gembur
memudahkan akar tanaman masuk ke dalam tanah dan menyerap unsur hara. Pada
prinsipnya lapisan tanah bagian atas yang merupakan bagian tersubur harus dijaga
agar jangan hilang tergusur atau terkikis oleh air hujan.
Pengolahan tanah sendiri memiliki 3 (tiga) bentuk :
 Tanpa Olah Tanah (TOT). Bentuk ini adalah yang paling sederhana karena tanah
tidak perlu diolah. Bentuk ini diterapkan pada tanah yang sudah gembur dengan
menerapkan Herbisida Polaris dengan dosis 3-4 ton/ha. Setelah itu tanah dibiarkan
selama satu minggu dan dapat ditanami.
 Olah Tanah Minimum (OTM). Pengolahan tanah minimum adalah teknik
konservasi tanah dimana gangguan mekanis terhadap tanah diupayakan sesedikit
mungkin. Dengan cara ini kerusakan struktur tanah dapat dihindari sehingga aliran
permukaan dan erosi berkurang. Teknik ini juga mengurangi biaya dan tenaga
kerja untuk pengolahan tanah dan mengurangi biaya/ tenaga kerja untuk
penyiangan secara mekanik. Pengolahan tanah minimum cukup efektif dalam
mengendalikan erosi, dan biasa dilakukan pada tanah-tanah yang berpasir dan
rentan terhadap erosi.
 Pengolahan tanah minimum hanya dapat dilakukan pada tanah yang gembur
bertekstur ringan yang tidak memberikan perbedaan hasil dibanding pengolahan
tanah secara sempurna. Tanah gembur dapat terbentuk sebagai hasil dari
penggunaan mulsa secara terus menerus dan / atau pemberian pupuk hijau/ pupuk
kandang / kompos dari bahan organik yang lain secara terus menerus. Penerapan
teknik pengolahan tanah minimum selalu perlu disertai pemberian mulsa. Bentuk
ini dilakukan dengan mencangkul tanah pada barisan yang akan ditanami dengan
lebar 40 cm. Tanah dicangkul sedalam 15-20 cm agar dapat menghancurkan
bongkahan tanah yang besar.
 Olah tanah sempurna (OTS). umumnya dilakukan dengan menggunakan alat-alat
sederhana hingga alat-alat berat dengan tujuan mengendalikan gulma dan
menggemburkan tanah sehingga aerasi dan kapasitas infiltrasi tanah meningkat.
Pada OTS tanaman Tebu dilakukan sebanyak 3 (tiga) kali dengan menggunakan
traktor sampai kedalaman mata bajak30 cm. Tujuannya untuk membalik tanah
agar terjadi sirkulasi udara untuk pertumbuhan akar tanaman. Setelah itu 3 (tiga)
hari kemudian dilakukkan pencangkulan dan penggaruan agar tanah menjadi rata.
Pembuatan alur tanam merupakan kegiatan untuk mempersiapkan tempat bibit
tanaman tebu. Alur tanam dibuat menggunakan Wing Ridger dengan kedalaman lebih
dari 30 cm dan jarak dari pusat ke pusat adalah 1,30 meter. Pembuatan alur tanam
dilaksanakan setelah pemancangan ajir. Traktor berjalan mengikuti arah ajir sehingga
alur tanam dapat lurus atau melengkung mengikuti arah kontur. Arah kairan harus
sedikit menyilang dengan kemiringan tanah, memudahkan drainase petak dan
memudahkan pada pelaksanaan transportasi tebu. Pada daerah miring, arah kairan
ditentukan sesuai dengan arah kemiringan petak (kemiringan 2%), sedangkan pada
lahan dengan kemiringan lebih dari 5% dibuat teras bangku (Contour Bank).
Kapasitas kerja adalah sekitar 1 ha/jam.
4) Penanaman Bibit Tanaman Tebu
Waktu terbaik untuk melakukan pada tebu yang akan ditanam adalah ketika
cuaca dari langit cerah. Biasanya, penanaman tanaman tebu pada daerah kering
dilakukan ketika memasuki bulan oktober hingga bulan desember. Jika dilakukan
pada daerah lembab akan dilakukan pada awal dari musim kemarau.
Daerah yang tergolong daerah kering, biasanya teknik yang dilakukan untuk
menanam tebu yang masuk dalam rekomendasi adalah dengan cara menggunakan
bibit yang berasal dari stek yang telah mempunya 8 – 9 dari mata tunas. Jarak yang
diperlukan untuk melakukan penanaman adalah sekitar 1 meter setiap stek yang akan
ditanamkan, kemudian penanaman akan dilakukan sedalam 1,25 hingga 1,35 per
batang stek yang ada.
Apabila daerah yang ditanami berada di iklim yang basah, penanaman stek
yang akan dilakukan adalah dengan menggunakan stek dengan 3 mata tunas yang
biasanya digunakan dalam teknik yang disebut dengan teknik tumpang tindih, atau
bersentuh ujung. Tips menanam tebu yang dapat digunakan apabila kita memiliki
tenaga yang kurang dalam menanam tebu pada daerah yang basah adalah dengan cara
menggabungkan tebu sebanyak 5 – 6 mata tunas yang telah dipotong menjadi dua
bagian.
5) Pemeliharaan Tanaman Tebu
a) Pemupukan.
Pemupukan merupakan tindakan yang harus dilakukan secara akurat dan efisien
sesuai dengan kebutuhan tanaman tebu. Salah satu unsur hara yang banyak
diaplikasikan pada tanaman tebu adalah unsur Nitrogen (N). Unsur N sangat penting
bagi pertumbuhan dan hasil rendemen tebu. Peran utama N bagi tanaman tebu adalah
untuk memacu pertumbuhan secara keseluruhan, khususnya batang, anakan, dan daun
tebu.
Pemberian pupuk, khususnya nitrogen dan fosfor yang terus menerus dalam
takaran melebihi kebutuhan optimal dalam tanah, dapat menyebabkan keracunan
pada tanaman tebu,sehingga akibat akhir dapat menurunkan hablur per kesatuan luas.
Lebih-lebih pada lahan kering yang agroekosistemnya sangat ditentukan oleh hujan,
maka pemberian pupuk yang berlebih sangat mempengaruhi sifat kimiawi, fisik,
biologi dan produksi gula per kesatuan luas.
Salah satu faktor yang mempengaruhi produktivitas tanaman tebu adalah
efektivitas metabolisme enzim. Ironisnya sampai saat ini belum diketahui efektivitas
senyawa yang berperanan sebagai sinyal positif dalam regulasi enzim nitrogenasi,
fosfatase, acetilkoenzim A khususnya IAA dan Ca terhadap ketersediaan N dan
energi. Budidaya tebu dilahan kering sangat ditentukan keberadaan dan aktivitas
enzim tersebut. Tanah yang banyak mengandung NaCl dan tanah asam kurang baik
untuk tanaman tebu. Tanaman tebu yang banyak mengandung NaCl sulit dimasak
jadi gula. pH tanah yang sesuai untuk tanaman tebu 5,5 sampai 8.
Nitrogen sangat mempengaruhi pertumbuhan daun tebu. Semakin tinggi
pemberian nitrogen, maka semakin cepat sintesis karbohidrat yang diubah menjadi
protein dan protoplasma. Kondisi demikian mengakibatkan daun lebih banyak
mengandung air dan kurang keras. Sebaliknya kandungan nitrogen rendah,
mengakibatkan tebalnya dinding sel dengan ukuran sel kecil serta warna daun
menjadi hijau gelap. Nitrogen diserap akar tanaman dalam bentuk NH dan NO. Nitrat
ini segera tereduksi menjadi amonium melalui enzim yang mengandung molibdinum.
Kadar nitrogen dari protoplasma sekitar 2 sampai 2,5 persen. Bentuk NO didapat
dalam jumlah sedikit dan mudah dioksidasikan menjadi NO. Hal ini sangat
menguntungkan karena NO merupakan racun bagi tanaman.
Dampak dari kekurangan unsur N bagi tumbuhan tebu adalah:
(1) Pertumbuhan kerdil
(2) Warna daun menguning,
(3) Produksi menurun,
(4) Fase pertumbuhan terhenti,
(5) Kematian.
Akibat dari kelebihan unsur N bagi tumbuhan tebu adalah:.
(1) Kualitas buah menurun.
(2) Menyebabkan rasa pahit.
(3) Produksi menurun,
(4) Daun lebat dan pertumbuhan vegetative yang cepat,
(5) Menyebabkan keracunan pada tanaman,
Bahan organik yang diberikan dalam tanah dengan jumlah yang cukup dalam
kurun waktu tertentu dapat memperbaiki sifat fisik, kimia dan biologi tanah. Banyak
nya bahan organik yang diberikan sangat tergantung berapa target kandungan bahan
organik yang dikehendaki. Secara ideal kandungan bahan organik tanah minimal 5
persen. Apabila kandungan bahan organik tanah diatas 5 persen, maka kesuburan
tanah semakin meningkat, sehingga penambahan pupuk kimia semakin sedikit.
Peranan bahan organik yang sangat menonjol adalah dalam kurun waktu tertentu
kesuburan tanah semakin meningkat. Dampak yang sangat jelas adalah ion dan kation
yang tersedia di dalam daerah perakaran tanaman tebu semakin banyak,sehingga
adsorbsi dan translokasi nutrisi dalam proses metabolisme tanaman menjadi optimal.
Secara agronomis pertumbuhan dan produktivitas tanaman tebu semakin meningkat.
b) Pengairan
Tanaman tebu sangat dipengaruhi oleh ketersediaan air, udara dan tekstur tanah
yang tidak seimbang. Air yang tersedia bagi tanaman tebu berada diantara kapasitas
lapang dengan tekanan sepertiga atmosfer dan air tanah pada titik layu mempunyai
tekanan 15 atmosfer. Titik layu permanen tanah liat masih mengandung 20 persen air
dan tanah pasir halus tinggal 5 persen.
6) Seleksi Bibit Makanan Tebu
Kebun bibit harus diusahakan semurni mungkin dari sejak penanaman hingga
pemungutan bibit. Untuk memurnikan kebun bibit dari campuran varietas yang tidak
dikehendaki, maka harus dilakukan seleksi. Seleksi dilakukan tiga kali dengan
membongkar rumpun-rumpun yang berlainan jenis dan mengeluarkannya dari kebun.
Seleksi pertama dilakukan pada waktu tanaman berumur 2 bulan, kedua pada waktu
tanaman berumur 4 bulan, dan seleksi ketiga dilakukan menjelang pemangkasan
pucuk untuk bibit rayungan atau penebangan bibit untuk bibit bagal pada umur
tanaman sekitar 5 ½ bulan.
Seleksi bibit untuk memisahkan bibit dari jenis-jenis yang tidak dikehendaki.
Sortasi bibit untuk memilih bibit yang sehat dan benar-benar akan tumbuh serta
memisahkan bibit bagal yang berasal dari bagian atas, tengah, dan bawah.
Pemotongan bibit harus menggunakan pisau yang tajam dan setiap 3-4 kali
pemotongan pisau dicelupkan ke dalam lisol dengan kepekatan 20%. Memberi
perlakuan air panas (hot water treatment) pada bibit dengan merendam bibit dalam air
panas (500C) selama 7 jam kemudian merendam dalam air dingin selama 15 menit.
Hal ini dimaksudkan untuk menjaga bibit bebas dari hama dan penyakit.
Standar kualitas bibit dari varietas unggul yang harus dipenuhi adalah:
(1) Daya kecambah > 90%, segar, tidak berkerut dan tidak kering
(2) Panjang ruas 15-20 cm dan tidak ada gejala hambatan pertumbuhan
(3) Diameter batang ± 2 cm dan tidak mengkerut/mengering
(4) Mata tunas masih dorman, segar, dan tidak rusak Primordia akar belum tumbuh
Bebas dari penyakit pembuluh.
7) Tingkatan Umur Tanaman Tebu
Daur kehidupan tanaman tebu melalui 5 fase, yaitu :
(a) Perkecambahan, yang dimulai dengan pembentukan taji pendek dan akar stek
pada umur 1 minggu dan diakhiri pada fase kecambah pada umur 5 minggu.
(b) Pertunasan, yang dimulai dari umur 5 minggu sampai 3,5 bulan.
(c) Pemanjangan Batang dimulai dari umur 3,5 bulan sampai 9 bulan.
(d) Kemasakan merupakan fase yang terjadi setelah pertumbuhan vegetatif menurun
dan sebelum batang tebu mati. Pada fase ini gula di dalam batang tebu mulai
terbentuk hingga titik optimal hingga berangsur-angsur menurun. Fase ini disebut
juga fase penimbunan rendemen gula.
(e) Kematian.
Varitas tebu antara lain ada 3, yaitu:
(a) varitas genjah/masak awal, yang mana varitas ini mencapai masak optimal pada
umur kurang dari 12 bulan.
(b) varitas sedang/masak tengahan, yang mana varitas ini mencapai masak optimal
pada umur 12 - 14 bulan.
(c) varitas dalam/ masak akhir dimana varitas ini mencapai umur optimal pada umur
kurang dari 14 bulan.
Terdapat tiga tahapan dalam budidaya tebu, yakni masa awal (Mei-Juli), masa
tengah (Juli-September), dan masa akhir biasanya lebih dari 4 bulan. Dengan tiga
tahapan tersebut, petani harus menggunakan varietas yang berbeda. Varietas yang
digunakan pada masa awal adalah tebu varietas PS881. Ciri-ciri varietas ini adalah
daun lebar dan pendek (karena membutuhkan sinar matahari), daun telinga pendek,
mata bulat tetapi tidak menonjol dan terdapat bulu-bulu halus di daunnya.
Masa tengah biasanya menggunakan PSJK922. Ciri-cirinya daun agak lebar,
lengkung daunnya kurang atau masih lengkung separuh, tahan kering, dan daun
telinga pendek. Selain PSJK922, varietas lainnya untuk masa tengah adalah PS864.
Ciri-cirinya, daun lengkung separuh, telinga daun pendek, mata bulat menonjol dan
dapat merespon pupuk yang berlebihan.
Varietas untuk masa akhir menggunakan BL. Varietas ini paling populer di
seluruh perkebunan tebu di Indonesia. Ciri-cirinya adalah warna merah (batangnya),
telinga daun pendek, matanya agak menonjol, daun berdiri, rendemen tinggi dan bisa
digunakan (dikepras) lebih dari tiga kali, namun sebaiknya hanya 2 kali keprasan.
Karena terkait rendemen. Jadi harus bongkar ratoon apabila sudah dua kali kepras.
Untuk mendapatkan bibit-bibit tebu ini dapat berbagai cara. Ada yang berasal
dari lonjoran batang tebu bibit yang matanya belum berkecambah. Bibit ini sering
disebut bibit bagal. Sesuai dengan pemotongannya dapat terdiri dalam bentuk bagal
satu, dua dan tiga mata. Ada juga yang lonjoran. Bibit lonjoran merupakan bibit
bagal bentuk lonjoran batang tebu yang panjangnya kurang lebih 1,25 cm terdiri atas
6 hingga 8 mata.
Bisa juga bibit dederan, berasal dari batang tebu yang telah tumbuh tunas.
Tanaman dederan dibuat dengan media tanam dalam bentuk persemaian berukuran
panjang 8 m, lebar 1,20 cm, serta media tanah ditinggikan kurang lebih 25 cm. Di
antara persemaian dibuat selokan dengan lebar kurang lebih 30 cm. Persemaian
digemburkan dan diratakan. Bibit ditanam mendatar dalam bentuk stek bagal satu
mata. Umur 1 hingga 1,5 bulan, dederan siap digunakan sebagai bahan tanam dengan
mencabut tunas beserta akarnya.
Bibit rayungan merupakan bibit berasal dari pangkasan batang tebu yang
matanya telah tumbuh tunas. Bentuk bibit dari satu tunas dan dua tunas rayungan
yang dapat digunakan sebagai bahan tanam apabila tunas telah tumbuh antara 5
hingga 7 daun. Umur bibit kurang lebih 45 hari.
Ada juga bentuk tebu polibag yang diperoleh dari tanaman tebu stek, budchip
bibit tebu dalam bentuk mata tebu yang diambil dari batang tebu, dan budsett bibit
tebu yang diperoleh dari batang tebu dalam bentuk stek satu mata. Bibit budchip
adalah bibit tebu dalam bentuk mata tebu yang diambil dari batang tebu dengan
mengikut sertakan sebagian dari primordia akar. Sedangkan bibit budsett adalah bibit
tebu yang diperoleh dari batang tebu dalam bentuk stek satu mata dengan panjang
stek 5 cm. Posisi mata terletak di tengah-tengah dari panjang stek.
c. Cara Menyeleksi Bibit untuk Penanaman Daerah Rawan
1) Seleksi Bibit Tanaman Perkebunan Semusim pada Pegunungan
Lahan pegunungan memiliki potensi yang besar sebagai kawasan pertanian
produktif. Sejak berabad yang silam, jutaan petani bermukim dan memanfaatkan
kawasan ini. Untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari dan menopang ekonomi
keluarga, mereka mengusahakan berbagaimacam tanaman, terutama hortikultura,
perkebunan, dan tanaman pangan. Akhir-akhir ini longsor sering menimpa kawasan
pegunungan dantidak jarang merenggut korban jiwa dan harta benda. Erosi sering
pula melanda kawasan pegunungan, yang menyebabkan degradasi lahan,
pendangkalan sungai, dan terganggunya sistem hidrologi daerah aliran sungai (DAS)
yang mendorong terjadinya banjir dan kekeringan di bagian hilir. Hal ini disebabkan
oleh pemanfaatan kawasan yang melebihi ambang batas daya dukung lahan dan tanpa
memperhatikan aspek kelestariannya.
Lahan pegunungan yang dimaksud adalah lahan pertanian dan kehutanan pada
ketinggian >350 m dpl, Zona sistem usaha tani (SUT) konservasi atau wanatani
beriklim basah (curah hujan >1500mm/tahun) dan beriklim kering (curah hujan
<1500 mm/tahun,tetapi hujan terdistribusi pada periode pendek, sehungga volume
dan intensitas hujan cukup tinggi pada bulan-bulan tertentu).
Kawasan pegunungan yang merupakan hulu DAS berfungsi sebagai penyangga
tata air daerah hilir. Oleh karena itu, pengelolaan yang tepat di daerah hulu
berdampak positif terhadap kelestarian sumber daya lahan dan lingkungan di
kawasan hilir. Implementasi konsep pertanian yang baik (good agricultural practices)
di kawasan pegunungan memegang peranan penting dalam pemberdayaan ekonomi
masyarakat setempat, keasrian pedesaan, perluasan lapangan kerja, pelestarian
lingkungan melalui fungsi menahan air hujan, pengendali erosi, pendaurulang sampah
organik, dan penghasil oksigen yang menjadi bagian penting dalam kehidupan.
Sejauh ini, pertanian di lahan pegunungan seringkali dituding sebagai penyebab
terjadinya erosi dan longsor, karenapengelolaan yang tidak mengikuti kaidah
pertanian yang baik.Untuk dapat memberikan manfaat ekonomi dan lingkungan yang
sebesar-besarnya bagi masyarakat luas, lahan pegunungan perlu dikelola secara
optimal dengan sentuhan teknologi.
Aliran permukaan dan erosi tanah adalah penyumbang terbesar terjadinya
degradasi lahan.Walaupun degradasi lahan bukan merupakan peristiwa ekonomi akan
tetapi proses ini erat kaitanya dengan penurunan mutu lahan, sehingga menyebabkan
menurunnya produksi pertanian dan meningkatkan biaya pencegahan degradasi lahan.
Upaya untuk mengantisipasiadanya kerusakan lahan budidaya yang lebih parah
akibat aliran permukaan dan erosi, dapat dilakukan penanganan secara preventif.
Salah satu tindakan pengendalian erosi yang dapat dilakukan adalah secara vegetatif
dengan menggunakan tanaman budidaya itu sendiri.
Pengendalian erosi secara vegetatif dengan memanfaatkan tanaman pada
dasarnya adalah melindungi tanah terhadap energi kinetik air hujan,sehingga
pemecahan agregat tanah oleh butiran air hujan dapat terhindar. Tanaman penutup
tanah (cover crop) berperan penting dalam mengurangi jumlah aliran permukaan dan
erosi bila dikelola dengan baik.
Kegiatan budidaya tanaman di lahan berlereng harus dikelola dengan baik serta
menggunakan prinsip konservasi tanah dan air yang tepat. Salah satu tindakan dapat
dilakukan dengan pemilihan jenis tanaman yang dibudidayakan dan penyesuaian
jadwal tanam agar pada saat musim hujan permukaan tanah sudah ternaungi oleh
tanaman. Kemampuan tanaman untuk melindungi tanah terhadap aliran permukaan
dan erosi bergantung pada tingkat pertumbuhan, ketinggian tanaman, kepadatan
tanaman, jumlah daun, bentuk daun dan sistem perakarannya.
Tanaman dengan sistem perakaran yang menyebar sangat baik untuk ditanam di
lahan berlereng, akar tanaman akan memperbesar pori tanah sehingga porositas tanah
akan tinggi dan air yang masuk ke dalam permukaan tanah lebih banyak sebagai
infiltrasi, perkolasi dan permeabilitas. Bila infiltrasi tinggi maka limpasan hujan akan
rendah dan erosi akan dapat diperkecil, serta pengawetan tanah dan air di dalam tanah
akan besar. Selain tanaman yang mempunyai perakaran menyebar, maka tanaman
yang mudah menutupi tanah juga sangat dianjurkan untuk pengendalian erosi
terutama jika tanaman tersebut dapat berproduksi dan bernilai ekonomis.
Berikut ini diuraikan beberapa sistem budidaya dapat dilaksanakan dan
tanaman semusim yang dapat ditanam di daerah pegunungan.
a) Sistem Agroforestry
Budidaya tanaman semusim di daerah dataran tinggi dapat dikembangkan
dengan sistem agroforestri. Agroforestri mempunyai keunggulan yaitu:
(1) mampu menutup permukaan tanah dengan sempurna sebagai bagian konservasi
tanah dan air,
(2) variasi tanaman membentuk jaringan perakaran yang kuat baik pada lapisan
tanah atas maupun bawah, sehingga mengurangi kerentanan terhadap longsor,
(3) meningkatkan kesuburan fisika dan biologi tanah
(4) secara ekonomi meningkatkan pendapatan petani dan menekan resiko kegagalan
panen, dan
(5) mempunyai peran penting dalam upaya rehabilitasi lahan kritis.
Petani di dataran tinggi umumnya mempunyai lahan yang terbatas,
sehingga peluang untuk menerapkan sistem agroforestri akan semakin besar. Selain
itu, penerapan agroforestri pada dataran tinggi ditujukan agar manfaat ekologi,
ekonomi dan sosial dari pemanfaatan lahan tetap terjaga. Tanaman semusim dapat
dikelola oleh masyarakat pada sistem agroforestry, karena hasilnya dapat
memberikan keuntungan bagi masyarakat petani.
b) Sistem Tumpang Gilir
Tumpang gilir (relay cropping) adalah sistem bercocok tanam dengan menanam
dua atau lebih jenis tanaman pada sebidang tanah selama satu tahun. Tanaman musim
kedua ditanam sebelum panen tanaman musim pertama. Contohnya adalah tumpang
gilir antara tanaman jagung yang ditanam pada awal musim hujan dan kacang tanah
yang ditanam beberapa minggu sebelum panen jagung. Sistem ini bertujuan untuk
meningkatkan intensitas penggunaan lahan dan menjaga agar permukaan tanah selalu
tertutup tanaman. Sistem ini dimaksudkan untuk mempercepat penanaman tanaman
pada musim kedua, sehingga masih mendapatkan air hujan dengan jumlah yang
cukup untuk pertumbuhan dan produksinya. Tumpang sari (tanam bersisipan), adalah
sistem penanaman lebih dari satu macam tanaman pada lahan yang sama secara
simultan, dengan umur tanaman yang relatif sama dan diatur dalam barisan atau
kumpulan barisan secara berselang-seling. Pada musim pertama di awal musim hujan,
padi gogo ditanam secara tumpang sari dengan jagung. Pada musim tanam kedua
(musim kemarau) jagung ditumpangsarikan dengan kacang tanah.
c) Tanaman Semusim Tembakau pada Dataran Tinggi.
Tembakau adalah produk pertanian semusim yang bukan termasuk komoditas
pangan, melainkan komoditas perkebunan. Tanaman tembakau merupakan tanaman
perkebunan sebagai bahan baku industri untuk produk Rokok yang memiliki nilai
ekonomis sangat menjanjikan. Sistem budidaya tanaman tembakau sama dengan
sistem budidaya untuk tanaman perkebunan lainnya yaitu terdiri dari pembibitan,
penyiapan lahan, penanaman, pemeliharaan, panen dan pasca panen. Tumbuhan
tembakau merupakan salah satu tumbuhan perkebunan semusim yang sesuai untuk
ditanam pada dataran tinggi, karena tumbuhan tembakau dapat tumbuh pada dataran
rendah ataupun di dataran tinggi bergantung pada varietasnya. Ketinggian tempat
yang paling cocok untuk pertumbuhan tanaman tembakau adalah 0 - 900 m dpl.
Menurut musimnya, tanaman tembakau di Indonesia dapat dispisahkan menjadi
2 jenis yaitu:
(1) Tembakau VO (Voor-Oogst) Tembakau semacam ini biasanya dinamakan
tembakau musim kemarau atau onberegend. Artinya, jenis tembakau yang
ditanam pada waktu musim penghujan dan dipanen pada waktu musim
kemarau.
(2) Tembakau NO (Na – Oogst) Tembakau Na-Oogst adalah jenis tembakau yang
ditanam pada musim kemarau, kemudian dipanen atau dipetik pada musim
penghujan.

Sumber:http://distanpangan.magelangkab.go.id/home/detail/tembakau-
komoditas-andalan-musim-kemarau/245

Gambar 3. 6. Tanaman Tembakau.


Tanaman tembakau merupakan jenis tanaman spesifik lokasi. Keadaan
temperatur dan kelembaban udara berbeda-beda sesuai dengan jenis tanaman
tembakau. Tembakau dataran tinggi memerlukan temperatur udara yang rendah.
Tembakau gunung umumnya lebih dulu ditanam karena terletak pada daerah yang
sejuk dan dingin sehingga memerlukan umur yang lebih panjang. Tembakau gunung
umumnya ditanam pada bulan bulan Pebruari dan Maret.
Klasifikasi ilmiah tanaman tembakau sebagai berikut.
Klass: Dicotyledonaea
Ordo: Personatae
Famili: Solanaceae
Sub Famili : Nicotianae
Genus: Nicotianae
Spesies: Nicotiana tabacum L.
Tembakau (Nicotiana tabacum L) merupakan tanaman yang berasal dari
Amerika Tengah dan tersebar keseluruh dunia dan beradaptasi dengan baik di
beberapa tempat di Indonesia. Tanaman ini mampu tumbuh pada lahan sawah,
tegalan maupun di gunung, sehingga juga sering disebut dengan tembakau sawah,
tembakau tegalan dan tembakau gunung.
Sumber: https://www.cnnindonesia.com/ekonomi/20150823095305-92-
73863/tembakau-bisa-jadi-tanaman-penyelamat-petani-di-musim-kering

Gambar 3. 7. Lahan perkebunan tembakau


Tembakau gunung umumnya lebih dulu ditanam karena terletak pada daerah
yang sejuk dan dingin sehingga memerlukan umur yang lebih panjang. Penanaman
disusul oleh tembakau tegalan baru persawahan. Tembakau tegalan ditanam pada
bulan bulan April dan Mei sedang tembakau sawah umumnya sehabis padi dipanen
yaitu bulan Mei. Walaupun bulan sama, tanamnya beda akan tetapi karakter
tembakaunya sama yaitu panen pada musim kemarau atau disebut tembakau Voor
Oogst/ VO.
Di Kabupaten Magelang, dibudidayakan tembakau rajangan sebagai bahan
baku rokok kretek maupun filter. Sebagian kecil untuk bahan baku rokok cerutu yang
sebelumnya diolah dalam bentuk helaian daun tembakau kering (Krosok). Tanaman
genus nicotiana ini memerlukan cuaca yang panas untuk pertumbuhan, panen dan
saat penjemurannya untuk menjadi tembakau rajangan kering. Pengeringan yang
mengandalkan sinar matahari ini maka disebut juga tembakau Sun Curing. Pada saat
musim kemarau, ketika sayuran dan tanaman semusim lainnya tidak tahan terhadap
kondisi kekurangan air, tumbuhan tembakau masih mampu menghasilkan produksi
lebih baik. Hal ini menyebabkan, pekebun di dataran tinggi dan di sekitarnya
membudidayakan tumbuhan tembakau yang memungkinkan mereka memperoleh
keuntungan di musim kemarau.
Benih tembakau berukuran sangat kecil sehingga bedangan harus dibuat
secermat mungkin. Lahan dicangkul 2-3 kali agar tanah cukup gembur dan cukup
terkena sinar matahari dan angin. Kemudian dibuat bedengan setinggi 20-30 cm dan
membujur ke utara-selatan. Panjang bedengan 5 m dan lebar 1 m. Bedengan diberi
atap yang terbuat dari jerami, alang-alang, daun kelapa atau plastik yang dapat dibuka
dan ditutup. Benih ditabur sekitar 2g/10m2 bedengan. Penaburan benih dapat secara
kering dicampur dengan pasir atau abu dapur. Kemudian bedengan ditutup dengan
pasir tidak lebih dari 2 mm. Penyiraman merupakan satu hal penting untuk perawatan
pesemaian. Penyiraman dapat dilakukan secara teratur pagi dan sore sejak benih
ditabur. Setelah bibit berumur 2-3 minggu, atap perlu dibuka pada pagi hari dan
ditutup pada siang hari. Dan pada saat lebar daun sudah 5 cm maka atap dibuka
sepanjang hari.
Tembakau ditanam setelah melalui persemaian dengan waktu 30 – 40 hari.
Dalam pembuatan persemaian ada beberapa cara diantaranya sistem panggung dan
dilahan. Ada juga system tray, pot atau model cabutan. Untuk mendapatkan mutu
bibit yang sehat dan kekar disarankan menggunakan media semai dari tanah bawah
bambu. Tanah bawah rumpun bambu selain sedikit mengandung patogen penyakit,
juga banyak mengandung agensia hayati plant grow promoting rizobacter ( PGPR ).
Media tanah diayak dicampur dengan pupuk kandang yang telah diayak juga dengan
perbandingan 2 : 1. Setelah media semai siap benih tembakau terpilih disemai dengan
cara ditabur. Penaburan yang baik dicampur pasir agar merata dan tidak terlalu rapat
pertumbuhan dipesemaiannya. umur 15- 20 hari bibit tembakau dapat disapih
kedalam pot bibit atau tray. Umur 30 – 40 hari setelah sebar benih, bibit tembakau
dapat ditanam dilahan pertanaman.
Penanaman pada lahan yang telah diolah sempurna agar gulma tertunda
tumbuhnya. Untuk mendapatkan daun tembakau yang lebar dan tebal diperlukan
pengaturan jarak tanam yakni 80 x 80 cm 90 x 90 cm atau 80 x 90 cm. Media tanam
diberi pupuk kandang dengan dosis 15-20 trek setara 15- 20 ton pupuk kandang. Za
200 – 300 kg, SP 36 100 kg dan Zk 100 kg. Atau dapat juga menggunakan pupuk
lengkap fertilla 100- 200 kg/ ha. Pemeliharaan meliputi pendangiran, pembumbunan
dan pemupukan susulan. Untuk menekan gangguan hama penyakit dilakukan
pengendalian. Hama utama tanaman tembakau adalah hama kutu aphis, ulat dan
belalang daun. Sedang patogen penyakit biasanya adalah cendawan phythopthra,
fusarium dan layu bakteri.
Untuk mendapatkan daun yang lebar dan tebal selain pengaturan jarak tanam,
tanaman tembakau jenis rajangan juga dilakukan pangkas pucuk atau disebut Topping
dan pembuangan wiiwilan. Topping dilakukan menjelang primordia bunga terbentuk
sementara pembungan wiwilan dilakukan seminggu sekali. Pembuangan wiwilan
dilakukan agar pertumbuhan terkonsentarsi pada daun sehingga selain lebh lebar dan
tebal daun tembakau juga cepat tua. Dalam perkembangannya untuk menghemat
tenaga kerja ada inovasi baru dalam pembuangan wiwilan yaitu dengan mengolesi
zat pengatur tumbuh pada masing masing ketiak daun tembakau. Dengan cara ini
wiwilan tidak tumbuh lagi.
Beberapa varietas anjuran tembakau adalah:
1. Tembakau cerutu:
Tembakau Deli adalah D4, KF-7 dan F1-5. Tembakau Vorstenlanden (untuk
cerutu) adalah Timor vorstenlanden (TV) dan Gayamprit (G).Tembakau Besuki
(tembakau pembalut dan pengisi cerutu) adalah varietas H 328, H 392,H 77, H
362.
2. Tembakau Pipa:
Tembakau Lumajang varietas K dan SAX
3. Tembakau sigaret:
Tembakau virginia adalah Dixie bright (DB) 101, Coker 319, Coker 86, Coker
176, NortCaroline 95, Nort Carolina 2514.
Tembakau oriental (turki) adalah sumsum, smyrna, macedonia orientale dan
xanthi.Tembakau Barlay adalah varietas KY17, Barlay 21 dan Tn 87.
4. Tembakau asli/ rajangan:
Varietas yang dianjurkan terdiri dari banyak varietas yang sesuai dengan
pengembangannya.
2). Seleksi Bibit Tanaman Perkebunan Semusim pada Daerah Lahan Kering
Lahan kering pada umumnya mempunyai kondisi yang marginal dengan
kondisi iklim, biofisik (kesuburan tanah yang rendah) serta topografi yang berlereng
sehingga rentan. Kondisi tersebut menyebabkan lahan marginal memiliki
produktivitas serta keuntungan yang rendah sehingga masyarakat memiliki minat
yang rendah untuk mengelolanya.
Salah satu lahan kering marginal yang dapat dikembangkan sebagai lahan
pertanian adalah lahan kering di daerah dataran tinggi yang tidak produktif. Lahan
kering di dataran tinggi mempunyai potensi sebagai bagian upaya pemenuhan
kebutuhan pangan dengan pengelolaan kesuburan tanah yang tepat, pengendalian
erosi (konservasi tanah), rehabilitasi lahan dan pengelolaan sumberdaya air yang
efisien.
Perkebunan Lahan Kering merupakan budidaya tanaman perkebunan di lahan
yang kurang air dan tanah yang kurang subur. Lahan kering ini terjadi sebagai akibat
dari curah hujan yang sangat rendah, sehingga keberadaan air sangat terbatas, suhu
udara tinggi dan kelembabannya rendah.
Lahan kering ditandai dengan:
 rendahnya curah hujan (< 250 - 300 mm/tahun)
 indek kekeringan (rasio)/perbandingan antara curah hujan dan evapotranspirasi
kurang dari 0.2)
 variasi tanaman sangat terbatas (hanya semak belukar, rerumputan dan
pepohonan kecil di daerah tertentu)
 suhu yang sangat tinggi (49oC pada musim panas)
 tekstur tanah adalah pasir dan memiliki salinasi yang tinggi pada tanah dan air
tanahnya yang diakibatkan oleh tingginya evaporasi dan infiltrasi.
Lahan kering sering dijumpai pada daerah dengan kondisi antisiklon yang
permanen, seperti daerah yang terdapat pada antisiklon tropisme. Daerah tersebut
umumnya ditandai dengan kejadian perputaran angin yang berlawanan arah jarum
jam di utara garis khatulistiwa dan perputaran angin yang searah jarum jam di daerah
selatan garis khatulistiwa.
Terdapat tiga jenis iklim di daerah lahan kering, yakni:
(1) Iklim Mediterania: hujan terjadi di musim gugur dan dingin.
(2) Iklim Tropisme: hujan terjadi di musim panas.
(3) Iklim Kontinental: hujan tersebar merata sepanjang tahun.
Kondisi ekstrim dan tidak bersahabat yang terjadi di daerah lahan kering
tersebut menyebabkan beberapa kendala untuk membudidayakan tanaman pertanian,
beberapa kendala tersebuat adalah sebagai berikut:
(1) Air sebagai faktor pembatas dalam memproduksi tanaman pertanian.
(2) Musim tanam yang sangat pendek dan hanya beberapa tanaman yang dapat
dibudidayakan.
(3) Sodium Klorida (NaCl) sebagai penyebab utama terjadinya tanah mengandung
kadar garam tinggi.
(4) Daya kapilaritas tanaman yang sangat tinggi akibat tingginya evaporasi
menyebabkan tanah mengandung kadar garam yang tinggi.
Adapun beberapa solusi yang dapat diaplikasikan untuk mengatasi kendala-
kendala yang ada tersebut, yakni :
(1) Mencari sumber mata air alternatif,
(2) Menginformasikan kondisi lahan kering dan cara penanggulangannya kepada
pihak pemerintah, swasta dan masyarakat,
(3) Menggunakan tanaman yang resisten dan sistem irigasi yang efektif dan efisien,
(4) Manajemen sumberdaya air secara terpadu,
(5) Meningkatkan sistem pemanenan air hujan
Tumbuhan kapas (Gossypium hirsutum L.) merupakan salah satu tumbuhan
famili Malvaceae. Kapas adalah serat halus yang menyelubungi biji beberapa jenis
Gossypium. Tanaman kapas di Indonesia sebagian besar diusahakan di daerah kering
yang mempunyai bulan basah kurang dari 4 bulan. Pada daerah demikian bila tidak
ada irigasi dalam musim kemarau lahan tidak dapat ditanami. Tanaman kapas tidak
tahan genangan, sehing-ga tanah untuk budi daya kapas harus memiliki po-rositas,
struktur, dan drainase yang baik.
Akar berfungsi tidak hanya untuk menopang tanaman tetapi juga untuk
penyerapan air serta unsur hara yang dibutuhkan oleh tanaman. Perkembangan sistem
perakaran sangat penting pada masa awal pertumbuhan tanaman kapas. Radikula atau
calon akar merupakan organ yang pertama kali muncul pada saat perkecambahan dan
kemudian berkembang menjadi akar tunggang. Akar tunggang ini tumbuh sangat
cepat dan bahkan dapat mencapai 20 – 25 cm sebelum kecambah muncul dari
permukaan tanah.
Perkembangan akar diawal pertumbuhan vegetatif tanaman kapas dapat
mencapai 5 cm per hari tergantung kondisi lingkungan. Panjang akar tunggang pada
tanaman kapas dewasa antara 180 – 200 cm yang sangat dipengaruhi oleh faktor
kelembaban tanah, aerasi, suhu dan varietas. Pada tanah dengan kondisi kering atau
kelembaban rendah, panjang akar tunggang bahkan dapat mencapai 3 – 4 m.
Selanjutnya, akar-akar lateral akan muncul dari akar tunggang. Pertumbuhan
akar lateral ini pada tanah dengan kelembaban cukup akan terkonsentrasi pada
kedalaman 30 – 50 cm atau 1 m dari permukaan tanah. Sedangkan pada tanah kering
atau kelembabannya kurang, akar lateral akan tumbuh lebih dalam. Sistem perakaran
yang dalam sangat dipengaruhi oleh kedalaman air tanah, kepadatan tanah serta suhu
rendah.
Kapas merupakan tanaman berkayu yang memiliki batang cukup keras dan
beruas-ruas. Percabangan vegetatif dan cabang buah tumbuh pada buku-buku batang.
Panjang dan jumlah ruas batang ini menentukan tinggi akhir suatu tanaman kapas.
Batang tanaman yang beruas pendek menyebabkan tanaman tersebut cenderung cepat
tua. Panjang ruas batang biasanya dipengaruhi oleh kelembaban yang tersedia. Ruas
batang ini berperan dalam pengangkutan unsur hara terutama unsur nitrogen ke
tanaman.
Daun tanaman kapas terdiri dari beberapa bentuk tergantung jenisnya.
Umumnya setiap daun mempunyai 5 sudut lekukan dengan kedalaman berbeda-beda.
Setiap daun mempunyai ukuran, tekstur, dan bentuk yang bervariasi. Sebagian besar
daun kapas memiliki bulu/rambut halus, namun beberapa varietas ada yang berbulu
sedikit dan bahkan ada yang tidak berbulu sama sekali.
Bunga kapas berukuran besar yang berada pada ketiak dan pada sambungan,
tersendiri (tidak berkelompok) dan berbentuk spiral. Bunga biasanya muncul pada
cabang generatif di atas cabang vegetatif dengan warna berbeda berdasarkan jenis.
Umumnya setiap cabang dapat tumbuh dari 6 – 7 bunga. Kuncup bunga berbentuk
seperti piramid dan berwarna hijau.
Buah kapas umumnya terbentuk segera setelah terjadinya penyerbukan. Apabila
penyerbukan berhasil maka buah akan masak setelah 40 – 70 hari. Buah yang masak
akan retak dan terbuka sehingga serat kapas muncul keluar. Umumya buah kapas
terdiri dari 3, 4 sampai 5 ruang. Buah kapas memiliki bentuk dan ukuran berbeda-
beda berdasarkan jenis dan letaknya, mulai dari bulat, bulat ujungnya meruncing serta
segitiga.
Berikut ini adalah klasifikasi dan morfologi tanaman kapas
: KLASIFIKASI TANAMAN KAPAS
Kingdom : Plantae
Sub Kingdom : Viridiplantae
Infra Kingdom : Streptophyta
Super Divisi : Embryophyta
Divisi : Traceophyta
Sub Divisi : Spermatophytina
Kelas : Magnoliopsida
Super Ordo : Rosanae
Ordo : Malvales
Famili : Malvaceae
Genus : Gossypium L.
Spesies : Gossypium sp.
Bibit kapas dapat diperoleh dari
 biji atau dari plantlet,
 tanaman yang sehat atau varietas unggul
 buah kapas yang sudah tua, sehat, dan tidak cacat, warna kulit buah
kecoklatan dan kering.
Areal pengembangan kapas di Indonesia seperti JawaTimur, Jawa Tengah,
NTB, NTT, SulawesiSelatan dan Sulawesi Tenggara sering mengalami hambatan
karena produktivitas yang rendah. Pengembangan kapas di Indonesia diarahkan pada
lahan kering, yaitu pertanian dengan penggunaan air secara terbatas atau dari air
hujan. Lahan tadahhujan tersebut umumnya musim hujannya sangatpendek, yaitu
hanya sekitar 3 bulan.
Tanaman kapas sangat membutuhkan air dari awal pertumbuhan hingga
pengisian buah.Sehingga diperlukan ketersediaan varietas kapas yang berumur
pendek (genjah) yang dapat dikembangkan di daerah kering, meskipun tidakt ahan
terhadap kekeringan varietas genjah ini dapat lolos dari kekeringan karena pada saat
musim kering tiba sudah siap dipanen.
Salah satu usaha untuk meningkatkan produktivitas kapas adalah merakit
varietas-varietas baru berdaya hasil tinggi dan efisien dalam penggunaan air. Varitas
kapas unggul Kanesia 14 dan Kanesia 15 memiliki daya adaptasi yang lebih besar
terhadap keterbatasan air dibandingkan varietas-varietas lainnya, sehingga kedua
varietas tersebut lebih sesuai untuk dikembangkan pada daerah-daerah tadah hujan.
Kanesia merupakan singkatan dari Pengembangan Varietas Kapas Nasional
Indonesia.
Sumber: https://indonesian.alibaba.com/product-detail/special-fertilizer-for-
cotton-plant-cotton-fertilizer-60460517168.html
Gambar 3. 8. Tanaman Kapas
Kedua varitas unggulan ini cocok untuk dikembangkan di daerah beriklim
kering seperti di Jawa timur, Jawa tengah, Nusa Tenggara Barat, Sulawesi Selatan,
Daerah Istimewa Yogyakarta, Bali, dan Nusa Tenggara Timur. varietas-varietas
unggul tersebut di atas tersedia di Balai Penelitian Tanaman Tembakau dan Serat
(Balittas). Dengan mempertimbangkan adanya korelasi antara kekeringan dan tingkat
serangan hama A. biguttula pada daerah-daerah pengembangan kapas yang masih
didominasi oleh lahan kering, maka disarankan untuk melakukan perlakuan benih
menggunakan imidachloprit dengan dosis 10 mg/kg benih sebelum tanam.
Kanesia 14 berasal dari hasil persilangan antara (Reba B-50 X Reba BTK 12-
Thailand) dan (MCU9 X Auburn 200). Kanesia 14 yang dilepas pada tahun 2007.
Kapas Kanesia-14 menghasilkan serat yang bermutu prima, diantaranya adalah
kandungan seratnya mencapai 38,9%, panjang + 28,5 mm, kekuatan 31,16 g/tex,
elastisitas serat 6,13%, kehalusan 4,7 mic, dan tingkat keseragaman serat 84,66%.
Kapas Kanesia 14 mampu berproduksi 995 kg – 2 ton kapas berbiji/ha pada kondisi
ketersediaan air terbatas, dan 1,4 – 3,9 ton pada kondisi ketersediaan air optimal.
Keunggulan kapas varietas Kanesia-14 tingkat produksi tinggi dan beradaptasi baik
pada lahan dengan ketersediaan air terbatas. Tahan terhadap hama Amrasca biguttula.
Sumber:https://www.potensilokal.com/kesuksesan-perkebunan-kapas-di-australia-dapat-
dijadikan-contoh.html
Gambar 3. 9. Perkebunan Kapas
Kanesia 15 berasal dari hasil persilangan antara ISA 205 A dengan ALA 73-
2M. Kanesia 15 yang dilepas pada tahun 2007 . Kapas Kanesia-15 menghasilkan
serat dengan mutu prima, antara lain kandungan serat sekitar 44%, panjang 30 mm,
kekuatan 32,16 g/tex, elastisitas serat 5,63; kehalusan serat 4,9 mic, serta
keseragamannya mencapai 86,46%. Varietas kapas ini menghasilkan 962 kg – 2,2 ton
kapas berbiji/ha pada kondisi ketersediaan air terbatas, dan 1,6 – 3,6 ton pada kondisi
suplai air optimal. Keunggulan kapas varietas Kanesia-15 memiliki produksi tinggi
dan beradaptasi baik pada lahan dengan ketersediaan air terbatas. Tahan terhadap
hama Amrasca biguttula.

4. Forum Diskusi

Coba diskusikan dan amati perkebunan yang ada disekitar anda:


Apakah termasuk jenis tanaman perkebunan semusim atau bukan, apa karakteristik tumbuhan semusim pada tanaman te
Apakah tumbuhan tersebut termasuk dalam tumbuhan tipe C4
C. Penutup
1. Rangkuman

Tanaman perkebunan dikelompokkan menjadi dua yaitu tanaman semusim dan


tanaman tahunan. Tanaman semusim yaitu merupakan tanaman yang hanya dipanen
satu kali dengan siklus hidup satu tahun sekali, contohnya tanaman tebu, kapas dan
tembakau. Tanaman semusim juga merupakan tanaman yang setelah dalam hidupnya
mencapai fase reproduktif dan dipetik (dipetik sekali atau lebih) hasilnya lalu mati
atau dimatikan. Dari segi umur, berkisar dari beberapa bulan sampai 2 tahun. Jika
umurnya sampai 1 tahun (annual crops) , kalau umurnya sampai 2 tahun, biannual
crop. Fotosintesis merupakan cara atau proses tumbuhan dalam menghasilkan energi
yang digunakan untuk pertumbuhan dan perkembangannya. Setiap tumbuhan
memiliki daur fotosintesi yang berbeda-beda. Berdasarkan tipe fotosintesis,
khususnya Reaksi Gelap dalam proses pengikatan CO2 untuk membentuk Glukosa,
tumbuhan dibagi ke dalam tiga kelompok besar, yaitu C3, C4, dan CAM
(crassulacean acid metabolism). Standar kualitas bibit dari varietas unggul tanaman
tebu yang harus dipenuhi adalah: Daya kecambah > 90%, segar, tidak berkerut dan
tidak kering, Panjang ruas 15-20 cm dan tidak ada gejala hambatan pertumbuhan,
Diameter batang + 2 cm dan tidak mengkerut/mengering, Mata tunas masih dorman,
segar dan tidak rusak, Primordia akar belum tumbuh, Bebas dari penyakit pembuluh.
Daur kehidupan tanaman tebu melalui 5 fase, yaitu : (1) Perkecambahan, yang
dimulai dengan pembentukan taji pendek dan akar stek pada umur 1 minggu dan
diakhiri pada fase kecambah pada umur 5 minggu. (2) Pertunasan, yang dimulai dari
umur 5 minggu sampai 3,5 bulan. (3) Pemanjangan Batang dimulai dari umur 3,5
bulan sampai 9 bulan. (4) Kemasakan merupakan fase yang terjadi setelah
pertumbuhan vegetatif menurun dan sebelum batang tebu mati. Pada fase ini gula di
dalam batang tebu mulai terbentuk hingga titik optimal hingga berangsur-angsur
menurun. Fase ini disebut juga fase penimbunan rendemen gula. (5) Kematian.
Daftar Pustaka

Abdurachman A, Dariah A, Mulyani A. 2008. Strategi dan teknologi pengelolaan


lahan kering mendukung pengadaan pangan nasional. Jurnal Litbang
Pertanian 27(2):43-49.

Ali, M., dan Hariadi, B.W.tanpa tahun. Teknik Budidaya Tembakau. Ringkasan.
Fakutas Pertanian Agroteknologi Universitas Merdeka Surabaya.

Achmad B, Purwanto RH. 2014. Peluang adopsi sistem agroforestry dan kontribusi
ekonomi pada berbagai pola tanam hutan rakyat di Kabupaten Ciamis.
Bumi Lestari 14(1):15-26.

Agribisnis Tanaman Perkebuan. tanpa tahun. Agribisnis Tanaman Perkebunan


Semusim. Buku Teks Ajar Siswa. Paket Keahlian: Agribisnis Tanaman
Perkebuan. Direktorat Pembinaan Sekolah Menengah Kejuruan, Kementrian
Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia.

Anggoro, N.P., Dalmasi, Subaidi, A. 2012. Teknologi Pembibitan Tanaman Tebu.


Balai Besar Pengkajian dan Pengembangan Teknologi Pertanian, Badan
Penelitian dan Pengembangan Pertanian, Kementerian Pertanian.

Atmojo SW. 2 0 08. Peran agroforestri dalam menanggulangi banjir dan


longsor DAS. Seminar Nasional Pendidikan Agroforestry Sebagai Strategi
Menghadapi Pemanasan Global. Fakultas Pertanian, UNS, Solo.

Balittas. Balai Penelitian Tanaman Pemanis dan Serat. 2015. Kapas.


http://balittas.litbang.pertanian.go.id/index.php/id/produk/varietas-
unggul/rami/126-pui/serat/varietas-unggul/kapas?start=5 [diakses tanggal 8
Oktober 2019]

BebasBanjir2015. tanpa tahun. Pengolahan Tanah Minimum.


https://bebasbanjir2025.wordpress.com/teknologi-pengendalian-
banjir/pengolahan-tanah-minimum/ [diakses tanggal 8 Oktober 2019]

Biologi Media Centre. 2019. Fotosintesis Jenis Lain : Tumbuhan C4 dan CAM.
BIOLOGI 3 SMA. https://biologimediacentre.com/fotosintesis-jenis-lain-
tumbuhan-c4-dan-cam/ [diakses tanggal 8 Oktober 2019]

Budi, Setyo & Sasmita, S. 2015. Ilmu dan Implementasi Kesuburan Tanah. UMM
Press. Universitas Muhammadiyah Malang. Februari 2015. 285 hal.

Budi, Setyo. 1995. Rekayasa Bioteknologi Bakteri Azospirillum dan Pseudomonas


Terhadap Ketersediaan Nitrogen dan Fosfor Bagi Pertumbuhan dan Hablur

129
Tebu di Lahan Kering. Disertasi. Program Pasca Sarjana. Universitas Airlangga
Surabaya. 28 Agustus 1995. 395 hal.

Budi, Setyo. Laily.N. Anwar.K. Prihatiningrum,A.E.Sutaryianto,T. Widyaningsih,K.


2015. Peningkatan Produktivitas Tanaman Tebu Melalui Model Integrasi
Kultur Teknik Optimal Berbasis Bibit Single Bud (Bud Chips) di Provonsi
Jawa Timur.Laporan Penelitian. Penelitian Unggulan Strategi Nasional.
Fakultas Pertanian Universitas Muhammadiyah Gresik.Desember 2015. 75 hal.

Bursatriannyo. 2016. Tanaman Tebu. Pusat Penelitian dan Pengembangan


Perkebunan. https://perkebunan.litbang.pertanian.go.id/tanaman-tebu/ [diakses
tanggal 30 September 2019]

Bursatriannyo. 2013 . Kapas Varietas Kanesia-15. Pusat Penelitian dan


Pengembangan Perkebunan.
https://perkebunan.litbang.pertanian.go.id/tanaman-tebu/ [diakses tanggal 30
September 2019]

Bursatriannyo. 2013. Kapas Varietas Kanesia-14. Penelitian dan Pengembangan


Perkebunan. https://perkebunan.litbang.pertanian.go.id/tanaman-tebu/ [diakses
tanggal 30 September 2019]

Dewi, E.S. 2014. Aspek Agronomi Tanaman Kapas. Penerbit: Dapur Buku, Kel.
Makasar, Kec. Makasar , Jakarta

Emy Sulistyowati, Siwi Sumartini,Abdurrakhman dan Sri Rustini. 2009.Perbaikan


Varietas untuk Peningkatan Produktivitas dan Mutu serat. J. Littri,vol. 15. no.
2, pp. 66–76.

Febriyandra, E., dan Amri, A.I. 2017. Pengaruh Beberapa Jenis Tanaman Semusim
Terhadap aliran Permukaan Tanah Di Desa Batu Gajah Kecamatanpasir Penyu
Kabupaten Indragiri Hulu. JOM Faperta Vol. 4 No. 1 Februari 2017. p.1:10.

Forum Komunikasi PBT. 2008. Penyediaan Bibit Tebu Berkualitas Melalui Kebun
Berjenjang. http://pengawasbenihtanaman.blogspot.com/2008/05/penyediaan-
bibit-tebu-berkualitas.html [diakses tanggal 10 Oktober 2019]

Gardner, F., Pearce, R.B. dan Mitchellm R.L.1991. Diterjemahkan oleh Susilo dan
Subiyanto. Fisiologi Tanaman Budidaya. Penerbit Universitas Indonesia (U
Press). Jakarta.

GDM Info. Tanpa tahun. Cara Menanam Tomat Agar Berbuah Lebat dan Cepat
Panen. https://gdmorganic.com/cara-menanam-
tomat/#1_Pilih_Benih_Tomat_Yang_Berkualitas [diakses tanggal 10 Oktober
2019]

GOI-TN (Goverment of Indonesia - The Netherland). 2008. Master Plan for the
Rehabilitation and Revitalisation ofthe Ex Mega Rice Project in Central
Kalimantan.Report First Draft for Counsultation July. 2008. 189 hlm.

Hani, Adan Geraldine, L.P. 2018. Pertumbuhan Tanaman Semusim dan Manglid
(Magnolia champaca) pada Pola Agroforestry. Jurnal Ilmu Kehutanan 12, 172-
183

IlmuBudiaya.com. 2017. 11 Cara Menanam Tebu yang Baik dan Benar.


https://ilmubudidaya.com/cara-menanam-tebu. [diakses tanggal 10 Oktober
2019]

Indrawanto, C., Purwono, Siswanto, Syakir, M, Rumini, P. 2010. Budidaya dan Pasca
Panen TEBU. Pusat Penelitian dan Pengembangan Perkebunan. ESKA Media,
Jakarta.

Jitunews.com. 2016. Budidaya Tebu : Kunci Suksesnya, Mengetahui Masa Tanam


dan Tepat Memilih Varietas. Karyani, Sinder Pabrik Gula (PG) Kebon Agung.
https://www.jitunews.com/read/28528/budidaya-tebu-kunci-suksesnya-
mengetahui-masa-tanam-dan-tepat-memilih-varietas[diakses tanggal 10
Oktober 2019]

Kogoya, Y., H. D. Walangitan, R. P. Kainde. 2018. Agroforestri Pola Kebun


Campuran Di Desa Warembungan Kecamatan Pineleng Provinsi Sulawesi
Utara. Cocos, Vol. 1 (2).p. 1-7.

Kurnia, IGA, M. 2013. Pertanian Lahan Kering.


https://distan.bulelengkab.go.id/artikel/pertanian-lahan-kering-62[diakses
tanggal 30 September 2019]

Mehmood MA, Ibrahim M, Rashid U, Nawaz M, Ali S, Hussain A, Gull M. 2016.


Biomass production for bioenergy using marginal lands. Sustainable
Production and Consumption 9:3-21.

Pardjo, SP. Tanpa Tahun. Tembakau Komoditas Andalan Musim Kemarau. Penyuluh
Pertanian Madya Bpp Kec Pakis.
http://distanpangan.magelangkab.go.id/home/detail/tembakau-komoditas-
andalan-musim-kemarau/245 [diakses tanggal 10 Oktober 2019].
Permentan (Peraturan Menteri Pertanian). 2006. Peraturan Menteri Pertanian nomor :
47/Permentan/OT.140/10/2006 tentang Pedoman Umum Budidaya Pertanian
pada Lahan Pegunungan

pertanianferry. 2012. Teknik Budidaya Tebu.


https://pertanianfery.wordpress.com/2012/04/06/teknik-budidaya-tebu/ [diakses
tanggal 30 September 2019]

Pertanianku. 2018. Mengenal Jenis Bibit Tebu yang Sering Ditanam.


https://www.pertanianku.com/mengenal-jenis-bibit-tebu-yang-sering-ditanam/
[diakses tanggal 30 September 2019]

Raja Gula. 2017. Pedoman Penjejangan Kebun Pembibitan. PN Rajawali II.


http://pgrajawali2.blogspot.com/2017/11/pedoman-penjejangan-kebun-
pembibitan.html [diakses tanggal 30 September 2019]

Rahardi. 1991. Kamus Pertanian Umum. Penebar Swadaya.

Rahayu, S.P. 2019. Budi daya pertanian pada lahan pegunungan.


http://blog.umy.ac.id/andrihs/2014/10/21/durian/ [diakses tanggal 10 Oktober
2019]

Salisburry, Frank B. 1998. Photosynthesis 6th Edition. Cambridge University Press.


London.

Siwi Sumartini, Emy Sulistyowati, SriMulyani, dan Abdurrakhman. 2013. Skrining


Galur Kapas (Gossypium hirsutum L.)Toleran Terhadap Kekeringan PEG-6000
Pada Fase Kecambah. J. Littri, vol.19, no. 3, pp. 139–146.

Sunarjono, H. 2015. Berkebun 26 Jenis Tanaman Buah. Penerbit Penebar Swadaya.


Jakarta

Tok, P. 2019. Info Pendidikan Biologi. Fotosintesis Tumbuhan C3, C4, dan CAM.
https://www.edubio.info/2016/12/fotosintesis-tumbuhan-c3-c4-dan-cam.html
[diakses tanggal 10 Oktober 2019].

Umami, R. 2019. Budidaya tanaman tebu sistem juring ganda. Dinas pertanian
kabupaten mojokerto.
http://disperta.mojokertokab.go.id/?vi=news_detail&id=19&token=3f205e2541
9501eefe95cbaac6fa3605 [diakses tanggal 10 Oktober 2019].

Zulfahmi, M.G.A. 2012. Mikroba Google “Pupuk Hayati Bio P 2000 Z” Sebagai
Solusi Permasalahan Budidaya Tebu Di Lahan Kering. Budidaya Tebu Di
Lahan Kering. http://kickfahmi.blogspot.com/2012/05/budidaya-tebu-di-lahan-
kering.html [diakses tanggal 10 Oktober 2019].

Anda mungkin juga menyukai