UNIVERSITAS JAYABAYA
OLEH:
AMELIA MARDHOTILLAH
2018710450051
VICKY ALKAHFI
2018710450071
JAKARTA
JUNI 2021
HALAMAN PERNYATAAN ORISINALITAS
Tugas Akhir I ini adalah hasil karya kami sendiri, dan semua
dengan benar.
Tanda Tangan :
Tanggal :
Tanda Tangan :
Tanggal :
ii
HALAMAN PENGESAHAN
Pembimbing
Tanda Tangan
(……………………………………..)
iii
HALAMAN PENGESAHAN
DEWAN PENGUJI
iv
HALAMAN PENGESAHAN
(…… .)
v
PRAKATA
Puji syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa, karena atas
berkat dan rahmat-Nya, kami dapat menyelesaikan tugas akhir ini. Penulisan tugas
akhir 1 ini dilakukan dalam rangka memenuhi salah satu syarat untuk mencapai
gelar Sarjana Teknik pada Fakultas Teknologi Industri Universitas Jayabaya. Kami
menyadari bahwa, tanpa bantuan dan bimbingan dari berbagai pihak, dari masa
perkuliahan sampai pada penyusunan tugas akhir ini, sangatlah sulit bagi saya untuk
menyelesaikan tugas akhir ini. Oleh karena itu, kami mengucapkan terima kasih
kepada:
(1) Dr. Yeti Widyawati, M.Si selaku dosen pembimbing dan KA Prodi yang telah
menyediakan waktu, tenaga, dan pikiran untuk mengarahkan saya dalam
penyusunan skripsi ini.
(2) Dr. Irawan Sugoro, M.Si selaku pembimbing dari Kepala Bidang Pertanian
BATAN yang telah menyediakan waktu, tenaga, dan pikiran untuk
mengarahkan saya dalam penyusunan skripsi ini.
(3) Dr. Nurul Fitriah, M.Si selaku Ka. Lab, serta Dra. Rita Tri Puspitasari, M.Si
selaku Ka. Profi Fakultas Pertanian Universitas Muhammadiyah, serta
Suriyanah, ST selaku Manager QC dari PT Ganesha Abaditama, atas dukungan
dan bantuannya dalam pelaksanaan penelitian ini.
(4) Orang tua dan keluarga saya yang telah memberikan doa, dukungan moral, dan
materinya
(5) Teman-teman Teknik Kimia Angkatan 18 yang telah memberikan semangat.
Akhir kata, penulis berharap kepada Tuhan Yang Maha Esa berkenan
membalas segala kebaikan semua pihak yang telah membantu. Semoga tugas akhir
1 ini membawa manfaat bagi pengembangan ilmu Teknik Kimia.
Penulis
vi
ABSTRAK
vii
DAFTAR ISI
viii
METODOLOGI PENELITIAN ...................................................................................26
3.1 Waktu dan Tempat Pelaksanaan ........................................................................27
3.2 Alat dan Bahan .....................................................................................................27
3.2.1 Bahan..............................................................................................................27
3.2.2 Alat .................................................................................................................27
3.3 Diagran Alur Penelitian .................................................................................27
3.4 Tahapan Penelitian ........................................................................................30
3.4.1 Preparasi Bahan Baku ..................................................................................30
3.4.2 Penetapan Kadar Air (SNI, 2005) .............................................................30
3.4.3 Penetapan Kadar Abu (SNI, 2006) ............................................................30
3.4.4 Kadar Selulosa (Modifikasi dari SNI 14-0444-1989) ...............................31
3.4.5 Kadar Lignin (Lignin Klasson) .................................................................31
3.4.6 Hidrolisis secara Enzimatis........................................................................32
3.4.7 Hidrolisis secara Asam dengan Asam Klorida .........................................34
3.5 Proses Fermentasi (Hidrolisis Kimiawi dan Enzimatis) ..............................34
3.6 Uji Hasil Fermentasi ............................................................................................34
3.6.1 Uji pH Media Hasil Fermentasi ....................................................................34
3.6.2 Pengukuran Kadar Gula Total menggunakan Brix-Refractometer. .......34
3.6.3 Uji Kadar Etanol dengan Spektrofotometer UV Gen pada λ560 nm .....35
BAB IV............................................................................................................................36
HASIL DAN PEMBAHASAN ..................................................................................36
4.1 Karakterisasi Proksimat Komposisi Bagas Sorgum Samurai 1 ..............36
4.2 Pretreatment pada Proses Sintesis Bioetanol ................................................39
4.1.2 Pengaruh Suhu Optimum terhadap Enzimatis dan Kimiawi .................41
4.2 Hasil Kadar Bioetanol Hidrolisis Kimiawi ........................................................44
ix
Kurva Standar Alkohol
1.5000
y = 0.1308x - 0.1052
R² = 0.9526
1.0000
Absorbansi
.....................................................................................................................................44
4.3 Kadar Etanol dari Bagas Sorgum Samurai 1 melalui Fermentasi oleh
Saccharomyces cerevisiae. ..........................................................................................45
BAB V .............................................................................................................................47
KESIMPULAN DAN SARAN ......................................................................................47
Kesimpulan .................................................................................................................47
Saran ...........................................................................................................................47
DAFTAR PUSTAKA .....................................................................................................48
LAMPIRAN ...................................................................................................................52
x
DAFTAR TABEL
xi
DAFTAR GAMBAR
xii
DAFTAR LAMPIRAN
xiii
xiv
BAB 1
PENDAHULUAN
Biomassa dari tanaman sorgum manis terbagi menjadi tiga kategori, yaitu
bagan baku gula yang berasal dari nira batang, bagas selulosa), dan biji (pati)
(Badget, 2002). Pada saat biji sorgum manis matang (fisiologis), maka total
biomassa terdiri atas sekitar 75% batang, 10% daun, 5% biji, dan 10% akar (Grassi
et al, 2002). Di Indonesia, bagas sorgum masih sangat jarang sekali digunakan
sebagai bahan baku pembuatan bioetanol yang ternyata memiliki 75% biomassa
tertinggi dari tanaman sorgum. Bagas sorgum diperoleh setelah batang sorgum
diekstraksi niranya, yang kemudian limbahnya berupa selulosa yang masih dapat
1
digunakan untuk menghasilkan bioetanol (Jacques et al, 1999, B, Marcia et al,
2012).
2
3. Bagaimana pengaruh waktu lama fermentasi dengan ragi tape dalam proses
sintesis bioetanol dari bagas sorgum Samurai 1.
3
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
Sorgum juga kaya serat dengan kadungan gluten rendah sehingga baik bagi
kesehatan. Penelitian di Amerika Serikat mengungkapkan bahwa sorgum
mengandung unsur fenol dan tanin yang mampu melawan radikal bebas yang dapat
4
menyebabkan kanker. Biji sorgum juga dapat diolah menjadi beras sorgum yang
dapat dimasak menjadi nasi atau bubur sorgum. Tepung sorgum dapat diolah
menjadi aneka macam menu masakan seperti mi atau kue sorgum. Sementara itu,
tepung dan pati sorgum juga dapat digunakan sebagai bahan baku industri makanan,
bioetanol, sirup, kertas, lem, cat, dan sebagainya. Sirappa melaporkan bahwa
tanaman sorgum potensial digunakan sebagai hijauan pakan namun memiliki serat,
lignin, dan silika yang tinggi. Selain itu, tanaman sorgum memiliki kadar nitrogen
yang rendah. Biomassa dari tanaman sorgum manis dapat dibagi ke dalam tiga
kategori, yaitu: bahan baku gula yang berasal dari nira batang, bagas (selulosa), dan
biji (pati) (Badger, 2002). Pada saat biji sorgum manis matang fisiologis, maka total
biomas terdiri atas sekitar 75% batang, 10% daun, 5% biji, dan 10% akar (Grassi et
al, 2002). Di Indonesia, bagas sorgum masih sangat jarang sekali digunakan sebagai
bahan baku pembuatan bioetanol yang ternyata memiliki 75% biomassa tertinggi
dari tanaman sorgum. Bagas sorgum diperoleh setelah batang sorgum diekstraksi
niranya, yang kemudian limbahnya berupa selulosa yang masih dapat digunakan
untuk menghasilkan bioetanol (Jacques et al, 1999).
5
dihasilkan, proses seleksi bisa dilakukan untuk mendapatkan varietas dengan
genetik unggul sesuai dengan sifat-sifat yang dikendaku. Misalnya, unggul dalam
hasil, ketahanan terhadap hama dan penyakit, kualitas nutrisi dan kemampuan
adaptasi yang baik (pada lahan kering, lahan masam, atau lahan salin). Selanjutnya
galur-galur tanaman terseleksi diuji performa daya hasilnya pada lahan dengan
kondisi kekeringan, misalnya di Gunung Kidul, Yogyakarta.
Badan Tenaga Nuklir Nasional (BATAN) sebagai lembaga riset nasional telah
melakukan pemuliaan tanaman sorgum mutan radiasi untuk meningkatkan
60
performa tanaman sorgum dengan sinar gamma bersumber Co untuk
menghasilkan varietas mutan sorgum. Tiga varietas tanaman sorgum yang
dihasilkan BATAN adalah varietas Pahat, Samurai 1, dan Samurai 2.
6
Tiongkok yang bernama Zhang Zu dengan dosis 300 Gy. Pada tahun 2014, BATAN
kembali merilis 2 (dua) varietas sorgum lainnya, yang diberi nama Samurai 1 dan
Samurai 2. Keduanya merupakan hasil seleksi pedigree galur Zh-30 dengan sinar
gamma dosis 300 Gy.
Varietas Samurai 1 memiliki keunggulan antara lain: tahan terhadap penyakit
busuk pelepah dan agak tahan terhadap penyakit karat daun, serta dapat ditanam di
lahan sawah dan tegalan. Varietas ini juga cocok untuk dimanfaatkan sebagai bahan
industri pangan maupun bioetanol. Varietas Samurai 1 pengembangannya dapat
difokuskan untuk produksi bioenergi, karena memiliki kadar nira hingga 12% dan
memiliki potensi bioetanol hingga 1.148 L/hektar. Sementara itu, varietas Samurai
2 memiliki keunggulan antara lain: potensi hasil yang mencapai 8,5 ton per hektar,
dengan rerata produksi 6,4 ton per hektar.
7
Tabel 1 Spesifikasi Sorgum Samurai 1
Kerebahan Besar
8
Rata-rata bobot biomassa 42,0 ton/ha
batang
Kadar protein ±11,8 % b.k
2.2 Bioetanol
Bioetanol merupakan salah satu biofuel (bahan bakar cair) dari pengolahan
tumbuhan di samping biodiesel. Bioetanol adalah senyawa organik etanol
(C2H5OH) yang dihasilkan dari fermentasi glukosa (gula) yang dilanjutkan dengan
proses destilasi agar dapat menghasilkan etanol dengan kadar 95%. Saat ini,
pemanfaatan etanol yang digunakan sebagai bahan bakar perlu lebih ditingkatkan
lagi hingga mencapai kadar 99% yang disebut fuel grade ethanol (FGE).
Tabel 2 Sifat Fisik Etanol
9
ramah lingkungan karena CO2 yang dihasilkan oleh hasil buangan mesin akan
diserap oleh tanaman dan selanjutnya tanaman tersebut digunakan sebagai bahan
baku pembuatan bioetanol sehingga tidak terjadi akumulasi karbon di atmosfer.
Keunggulan lainnya adalah bioetanol mempunyai angka oktan tinggi 135. Angka
oktan premium yang dijual sebagai bahan bakar hanya 98. Makin tinggi bilangan
oktan, bahan bakar makin tahan untuk tidak terbakar sendiri sehingga
menghasilkan kestabilan proses pembakaran untuk memperoleh daya yang lebih
stabil.
Proses pembakaran dengan daya yang lebih sempurna akan mengurangi
emisi gas karbon monoksida. Disamping itu, bioetanol juga dapat mengurangi
pencemaran lingkungan akibat limbah agroindustri karena limbah tersebut
digunakan sebagai bahan baku pembuatannya. Bioetanol merupakan cairan hasil
fermentasi gula dari tanaman yang mengandung pati atau karbohidrat
menggunakan bantuan mikroorganisme (Malle, et al, 2014). Tanaman yang
berpotensi untuk digunakan sebagai bahan baku pembuatan bioetanol adalah
tanaman yang memiliki kadar gula dan karbohidrat yang tinggi, seperti: tebu,
sorgum, ubi kayu, garut, ubi jalar, sagu, jagung, dan pisang (Trisakti, et al, 2015).
Bioetanol yang dihasilkan dari bahan-bahan berpati tersebut biasa dikenal
dengan sebutan bioetanol generasi pertama. Namun, karena bahan baku yang
digunakan juga merupakan sumber bahan pangan, maka bioetanol generasi
pertama ini mulai ditinggalkan karena berpotensi dapat mengganggu kestabilan
pasokan pangan. Untuk menghindari hal tersebut, saat ini mulai dikembangkan
bioetanol generasi kedua yang yang memanfaatkan limbahlimbah padat
agroindustri yang mengandung lignoselulosa sebagai bahan bakunya seperti bagas
tebu, jerami padi, tandan kosong kelapa sawit, (Komarayati dan Gusmailina, 2010)
Berdasarkan bahan bakunya, ada tiga generasi biomassa bioetanol yaitu
bioetanol generasi pertama (G1), kedua (G2), ketiga (G3).
10
keterbatasan geografi daerah penghasil sehingga dikembangkan bahan berbasis non
pangan (generasi kedua) untuk produksi bioetanol.
b. Bioetanol Generasi Kedua (G2)
Bioetanol diproduksi dari limbah biomassa yang yang mengandung
lignoselulosa. Bahan berlignoselulosa adalah bahan yang mengandung selulosa dan
hemiselulosa tinggi yang terdapat dalam limbah padat agroindustri seperti: bagas
sorgum, tebu, jerami padi, batang sawit, tongkol dan batang jagung kulit coklat, dan
tandang kosong kelapa sawit. Produksi dari generasi kedua juga memiliki kendala
yaitu tingginya kandungan lignin memerlukan teknologi mahal dan tidak ekonomis
dalam produksi skala besar.
c. Bioetanol Generasi Ketiga (G3)
Bioetanol generasi ketiga merupakan bioetanol yang menggunakan bahan
baku dari kelompok alga yaitu mikroalga (rumput laut). Kelompok alga dipilih
karena terbukti dapat tumbuh dan tahan pada berbagai lingkungan, memiliki
persediaan yang cukup dan aman, sedikit mengandung lignin atau tidak ada lignin
sama sekali, pertumbuhannya cepat, dan berperan dalam pengurangan efek rumah
kaca. Alga mampu tumbuh pada air limbah dan mengkonversi CO 2 menjadi
biomassa yang berguna serta mampu menghasilkan biofuel tanpa mengganggu
persediaan pangan dan tanaman pertanian. Bioetanol generasi ketiga membutuhkan
metode khusus agar biomassa dapat digunakan dalam kondisi kering (Chandhary et
al, 2014).
11
Berdasarkan kadar alkoholnya, alkohol terbagi menjadi tiga kelas yaitu
kelas industri dengan kadar alkohol 90-94%, kelas netral dengan kadar alkohol 96-
99.5% (umumnya digunakan untuk minuman keras atau bahan baku farmasi), kelas
bahan bakar dengan kadar alkohol di atas 99.5% (Hambali et al. 2007). Bioetanol
sangat berpotensi sebagai bahan bakar nabati untuk menggantikan bahan bakar
fosil. Pemanfaatan bioetanol ini telah terbukti lebih ramah lingkungan. Hasil
pembakaran bioetanol ini menghasilkan limbah yang bersih, bilangan oktan yang
lebih tinggi, mengurangi emisi gas karbon monoksida dan penggunaan bioetanol
sebagai bahan bakar diharapkan dapat mengurangi emisi karbon dioksida yang
berpotensi menyebabkan pemanasan global (Smith et al, 2003; Samejima, 2008).
Bahan bakar yang dicampur dengan etanol disebut dengan gasohol. Gasohol
singkatan dari gasoline (bensin) dan alcohol (bioetanol). Gasohol merupakan
campuran bioetanol kering/absolut terdenaturasi dan bensin pada kadar alcohol
sampai dengan sekitar 22% volume. Istilah bioetanol identik dengan bahan bakar
murni (BEX: gasohol berkadar bioetanol X%-volume). Sebagai bahan bakar
substitusi BBM pada motor bensin, digunakan dalam bentuk nett 100% (B100) atau
di-blending dengan premium (EXX). Etanol absolut memiliki angka oktan (ON)
117, sedangkan premium hanya 87 sampai 88. Gasohol E-10 secara proporsional
memiliki ON 92 atau setara Pertamax (Susmiati, 2010).
12
Bioetanol generasi kedua diproduksi melalui empat tahap yang meliputi: tahap
perlakuan awal, tahap sakarifikasi, tahap fermentasi, dan tahap destilasi. Tahap
perlakuan awal dilakukan untuk memecah dan menghilangkan kandungan lignin
dan hemiselulosa, merusak struktur kristal, dari selulosa, serta meningkatkan
porositas bahan. Dalam penelitian ini, tahap perlakuan awal dilakukan dengan
hidrolisis secara enzimatis dan hidrolisis asam pada bagas sorgum varietas
BATAN.
13
A. Hidrolisis Enzimatis
Enzim adalah suatu protein yang bertindak katalisator reaksi biologis atau
disebut biokatalisator. Enzim dapat mempercepat reaksi (sebagai katalis), enzim
tidak diubah oleh reaksi yang dikatalisnya, dan enzim tidak mengubah kedudukan
dan keseimbangan kimia. Dengan kata lain, enzim dapat membantu mempercepat
pembentukan produk, tetapi akhirnya jumlah produk tetap sama dengan produk
yang diperoleh tanpa enzim. Kondisi yang mempengaruhi aktifitas enzim
diantaranya: konsentrasi substrat, pH, dan suhu. Hidrolisis enzimatis memiliki
beberapa keuntungan dibandingkan dengan hidrolisis asam, antara lain: tidak
terjadi degradasi gula hasil hirolisis, kondisi proses yang lebih lunak (suhu rendah,
pH netral), memberikan hasil yang tinggi, dan biaya pemeliharaan peralatan yang
relatif lebih rendah karena tidak ada bahan yang korosif (Taherzadeh dan Karimi,
2007). Selain itu, substrat yang digunakan juga berpengaruh terhadap aktivitas
enzim. Adanya substrat tertentu di dalam medium produksi dapat mensekresi
metabolit selnya.
Proses hidrolisis meliputi proses pemecahan polisakarida di dalam biomassa
lignoselulosa, yakni: selulosa dan hemiselulosa monomer gula penyusunnya.
Reaksi yang terjadi pada proses produksi etanol/bioetanol secara sederhana
ditunjukkan pada reaksi 1 dan 2.
H2O (C6H10O5)n nC6H12O6
(pati) Enzim Glukosa
(C6H12O6)n 2C2H5OH + 2CO2
Glukosa RT Etanol
14
Selulosa dibentuk dari hasil fotosintesis. Pada proses fotosintesis, air (H 2O) yang
diperoleh dari dalam tanah diangkut oleh xylem bagian luar (kayu gubal) dan
karbondioksida (CO2) yang diperoleh dari udara dipadukan menjadi glukosa
(C6H12O6) dan oksigen (O2) dengan bantuan sinar matahari. Selanjutnya glukosa
tersebut diangkut ke pusat-pusat pengolahan yang terletak pada pucuk cabang dan
akar (meristem ujung) dan ke lapisan kambium yang menyelubungi batang utama,
cabang dan akar. Kemudian dalam suatu proses kompleks, glukosa mengalami
modifikasi kimia dengan dilepaskannya satu molekul air (H 2O), dan terbentuklah
andhidrit glukosa (C6H10O5). Dua unit anhidrid glukosa kemudian saling
bersambungan ujung-ujungnya membentuk selobiosa, selanjutnya selobiosa
membentuk polimer berantai panjang yang disebut selulosa yang merupakan
polimer tersusun dari unit pengulangan dari selobiosa (Haygreen dan Bowyer,
1993).
15
yang disebut selobiosa. Selulosa dapat dikonversi menjadi produk-produk bernilai
ekonomi yang lebih tinggi seperti glukosa, etanol dan pakan ternak dengan jalan
menghidrolisis selulosa dengan bantuan selulase sebagai biokatalisator atau dengan
hidrolisis secara asam/basa (Saddler, 1993). Selulosa dapat dikonversi menjadi
produk-produk bernilai ekonomi yang lebih tinggi seperti etanol, glukosa dan pakan
ternak dengan jalan menghidrolisis selulosa dengan bantuan selulase sebagai
biokatalisator atau dengan hidrolisis asam atau basa.
Mikroorganisme (Trichoderma harzianum) dapat mendegradasi selulosa
karena menghasilkan enzim dengan spesifikasi berbeda yang saling bekerjasama,
tetapi tidak dengan lignin. Enzim tersebut akan menghidrolisis ikatan (1,4)-β-
Dglukosa pada selulosa (Saratale, 2012). Enzim selulase adalah suatu sistem enzim
yang terdiri atas tiga tipe enzim utama yaitu: β -1,4-glukanase (CMCase, Cx
selulase, endoselulase, atau carboxymethyl cellulase), kompleks ekso- β-1,4-
glukanase (aviselase, selobiohidrolase, C1 selulase), dan β-1,4-glukosidase atau
selobiase. Enzim selulase adalah enzim yang dapat menghidrolisis selulosa dengan
memutus ikatan glikosidik β-1,4 dalam selulosa, selodektrin, selobiosa, dan turunan
selulosa lainnya menjadi gula sederhana atau glukosa (Crueger, 1984; Munifah,
2011). Keuntungan hidrolisisis enzim dibandingkan dengan hidrolisis asam adalah
kondisi reaksi ringan dan tidak terjadi reaksi samping yang berarti. Enzim selulase
dapat diproduksi oleh mikroorganisme, seperti T. viride atau T. reesei.
Mikroorganisme selulolitik mampu menghasilkan selulase kompleks, yaitu suatu
campuran beberapa jenis selulase yang berbeda. Selulase kompleks mampu
menghidrolisis kristal selulosa menjadi gula-gula terlarut secara efisien. Beberapa
spesies bakteri yang dapat memproduksi enzim selulase dan hemiselulase adalah
Clostridium, Cellumonas, Thermomonospora, Bacillus, Bacteriodes,
Ruminococcus, Erwinia, Acetovibrio, Microbispora dan Streptomyces, dan jamur
seperti Trichoderma, Penicillium, Fusarium, Phanerochaete, Humicola dan
Schizophillum spp. Walaupun enzim selulase dapat diproduksi oleh berbagai
macam mikroorganisme, enzim selulase dari T. reesei atau T viride telah banyak
dipelajari dan mempunyai karakteristik yang paling baik.
16
Aktivitas Enzim atau Mikroorganisme
Aktivitas enzim ternyata dipengaruhi oleh banyak faktor. Faktor-faktor tersebut
dapat menentukan efektivitas kerja suatu enzim. Apabila faktor pendukung tersebut
berada pada kondisi yang optimum, maka kerja enzim juga akan optimum.
Beberapa faktor yang mempengaruhi kerja enzim diantaranya:
a) Substrat
Enzim mempunyai spesifitas yang tinggi. Apabila substrat cocok dengan
enzim, maka kinerja enzim juga akan optimal.
b) Derajat keasaman (pH)
Aktivitas enzim dipengaruhi oleh pH, karena sifat ionik gugus karboksil dan
gugus amino mudah dipengaruhi oleh pH. Perubahan pH yang tidak sesuai akan
menyebabkan daerah katalitik dan konformasi enzim berubah (Sumardi, 2010).
Perubahan pH juga menyebabkan perubahan tingkat ionisasi pada enzim. Protein
enzim tidak berbeda dengan protein lain yang berarti mekanisme kerjanya sangat
dipengaruhi oleh pH. Jika pH terlalu rendah, maka enzim menjadi tidak aktif,
demikian juga jika pH terlalu tinggi, kemungkinan akan menyebabkan denaturasi
pada enzim. Rentang pH pada pertumbuhan bakteri antara 4-9 dengan pH khamir
adalah 3-6.
c) Waktu
Waktu kontak atau reaksi antara enzim dan substrat akan menentukan
efektivitas kerja enzim. Semakin lama waktu reaksi, maka kerja enzim juga akan
semakin optimum.
d) Konsentrasi atau Jumlah enzim
Konsentrasi enzim berbanding lurus dengan efektivitas kerja enzim. Semakin
tinggi konsentrasi, maka kerja enzim akan semakin baik dan cepat.
e) Suhu
Semua enzim mempunyai kisaran suhu optimum untuk efektivitas kerjanya
(Siska, 2012). Kisaran suhu untuk aktivitas enzim menentukan sifat pertumbuhan
mikroorganisme. Suhu tertinggi dimana mikroorganisme masih dapat tumbuh
disebut suhu maksimum, sedangkan suhu minimum adalah suhu terendah dimana
mikroorganisme masih dapat tumbuh. Suhu tidak hanya mempengaruhi aktivitas
enzim, namun mempengaruhi sifat fisik membran sel. Peningkatan suhu 5-10°C di
17
atas suhu optimum dapat menyebabkan proses lisis dan kematian sel mikro.
Kenaikan suhu optimum akan mempercepat reaksi enzim karena energi kinetik
bertambah, bertambahnua energi kinetik akan mempercepat gerak vibrasi, translasi,
dan rotasi baik enzim maupun substrat (Baharuddin, Maswati et all, 2014)
18
sensitif terhadap keadaan lingkungan. Kecepatan pertumbuhan populasi
menurun pada akhir fase log dapat dikarenakan:
a. Nutrisi dalam medium sudah berkurang
b. Adanya hasil metabolisme yang mungkin beracun atau dapat menghambat
pertumbuhan mikroba.
3. Fase Stasioner
Jumlah populasi sel tetap terjadi pada fase stasioner, karena jumlah sel yang
tumbuh sama dengan jumlah sel yang mati. Ukuran sel pada fase ini menjadi
lebih kecil karena sel tetap membelah meskipun zat-zat nutrisi sudah habis.
Kekurangan zat nutrisi menyebabkan sel kemungkinan mempunyai komposisi
yang berbeda dengan sel yang tumbuh pada fase logaritmik. Sel-sel lebih tahan
terhadap keadaan ekstrim seperti panas, dingin, dan bahan-bahan kimia pada
fase stasioner ini.
4. Fase Kematian
Populasi mikroba mulai mengalami kematian karena beberapa sebab pada fase
kematian ini yang dikarenakan beberapa sebab, yaitu:
a. Nutrisi dalam media sudah habis.
b. Energi cadangan di dalam sel habis.
Kecepatan kematian bergantung pada kondisi nutrisi, lingkungan, dan jenis
mikroba (Hamdiyati, Yanti, 2011)
19
Trichoderma
Trichoderma merupakan jamur imperfekti (tak sempurna) dari subdivisi
Deuteromycotina, Kelas Hyphomycetes, Ordo Moniliaceae. Konidiofor tegak,
bercabang banyak, agak berbentuk kerucut, dapat membentuk klamidospora, pada
umumnya koloni dalam biakan tumbuh dengan cepat, berwarna putih sampai hijau
(Cook and Baker,1989). Konidium jamur Trichoderma, sp berbentuk bulat, agak
bulat, sampai bulat telur pendek, berukuran (2,8-3,2) * (2,5-2,8) µm, dan berdinding
halus. Konidiofor bercabang mendukung fialid, yang berjumlah 3 atau lebih secara
bergerombol, dan agak ramping. Memiliki hifa berserikat berukuran (1,5-12) µm,
dan percabangan hifa membentuk sudut siku pada cabang utama. Jamur dapat hidup
baik secara saprofit maupun parasit pada jamur lain, dan perkembangan secara
aseksual dengan menghasilkan konidium yang berkecambah membentuk individu
baru (Sudantha, 1997).
Bentuk sempurna dari jamur ini secara umum dikenal sebagai Hipocreales
atau Eurotiales, Clacipitales, dan Spheriales. Spesies dalam satu kelompok yang
sama dari Trichoderma, dapat menunjukkan spesies yang berbeda pada Hypocrea
sebagai anamorph. Hal ini dimungkinkan karena terdapat banyak perbedaan bentuk
seksual dari Trichoderma, sebagai contoh misalnya T. harzianum dapat
menunjukkan enam perbedaan bentuk seksual yang masing-masing bentuk ini
menunjukkan anamorf yang berbeda (Chef, 1987).
Trichoderma, sp akan tumbuh baik jika lingkungan menguntungkan.
Namun jamur ini mempunyai kemampuan bertahan pada kondisi lingkungan yang
kurang menguntungkan dengan membentuk struktur tahan seperti klamidosporan
(Sudhantha, 1997). Suhu optimum untuk pertumbuhan jamur ini adalah 15-35°C,
dengan suhu maksiumnya 30-36 °C (Domsh et al, 1993). Trichoderma sp termasuk
jenis jamur tanah sehingga sangat mudah didapatkan di berbagai macam tanah, di
permukaan akar berbagai macam tumbuhan, juga dapat diisolasi dari kayu busuk
atau seresah (Suwahyono dan Wahyudi, 2000). \
20
T. harzianum
T. harzianum merupakan salah satu jenis jamur yang memiliki aktivitas
antifungal yang tinggi. T. harzianum dapat memproduksi enzim litik dan antibiotik
antifungal. Selain itu, T. harzianum dapat memproduksi beberapa pigmen dan dapat
membantu pertumbuhan tanaman. T. harzianum memiliki kisaran penghambatan
yang luas karena dapat menghambat berbagai jenis fungi.
21
Gambar 5 Hifa Trichoderma harzianum
B. Hidrolisis Asam
Hidrolisis adalah reaksi kimia yang memecah molekul menjadi dua bagian
dengan penambahan molekul air (H2O) dengan tujuan mengkonversi
polisakarida menjadi monomer sederhana. Satu bagian dari molekul memiliki
ion hidrogen (H2) dan satu lagi ion H+ dan bagian lain ion hidroksil (OH-).
Hidrolisis meningkatkan jumlah lignin yang terambil dalam proses
delignifikasi karena serat selulosa lebih terbuka. Larutan yang dipakai untuk
hidrolisis adalah larutan HCl atau H2SO4.
Di dalam metode hidrolisis asam, biomassa lignoselulosa dipaparkan
dengan asam pada suhu dan tekanan tertentu, dan menghasilkan monomer gula
dari polimer selulosa dan hemiselulosa. Beberapa asam yang umum digunakan
untuk hidrolisis asam antara lain adalah asam sulfat (H2SO4), asam perklorat,
dan HCl. Hidrolisis asam dapat dikategorikan menjadi dua yaitu: hidrolisis
asam konsentrasi tinggi pada suhu rendah dan hidrolisis asam konsentrasi
rendah pada suhu tinggi. Pemilihan antara dua cara tersebut biasanya
didasarkan pada beberapa pertimbangan seperti: laju hidrolisis, tingkat
degradasi, produk dan biaya total proses produksi (Kosaric et al, 1983).
Pada penelitian ini, hidrolisis secara kimiawi dilakukan dengan menggunakan
larutan HCl 1% atau asam encer. Asam pekat mempunyai keuntungan yaitu:
hidrolisis dilakukan pada suhu rendah dan hasil rendemen gula tinggi, dan mampu
mengkonversi gula hingga 90%, namun kelemahannya adalah memakan biaya
operasi yang cukup mahal karena memakai asam dengan konsentrasi tinggi dan
peralatan yang digunakan harus tahan asam karena dapat mengkorosi peralatan,
22
serta membutuhkan energi yang tinggi untuk pengambilan asam (Taherzadeh et al,
2007). Penggunaan asam encer, gula yang dikonversi tidak sebanyak pada saat
menggunakan asam pekat, dan biaya operasi lebih murah karena menggunakan
asam dengan konsentrasi rendah, serta waktu tinggal yang singkat. Katalis HCl
menghasilkan glukosa lebih tinggi dibandingkan dengan H 2SO4 (Siswati et al.
2009; Rahmawati et al. 2020). Hal ini terjadi karena H2SO4 bersifat membakar
selulosa sedangkan HCl tidak, sehingga glukosa yang dihasilkan lebih sedikit.
Setelah proses hidrolisis, dilanjutkan dengan proses fermentasi.
2.3.2 Fermentasi
Fermentasi adalah proses produksi energi dalam sel pada keadaan anaerobik
(tanpa oksigen) atau aerob dengan batuan mikroorganisme pengurai. Fermentasi
merupakan proses terjadinya pemecahan zat-zat organik dari kompleks menjadi
sederhana atau sebaliknya dengan bantuan mikroorganisme sehingga menghasilkan
energi. Dalam proses fermentasi, mikroorganisme pertama kali menyerang
karbohidrat dan selanjutnya lemak. Menurut Desroister dalam Hakim (2007), ada
beberapa faktor yang mempengaruhi proses fermentasi, diantarnya:
1. pH
Pengukuran pH merupakan parameter yang mempengaruhi pertumbuhan dan
pembentukan produk. Mikroba tertentu dapat tumbuh pada kisaran pH yang sesuai
untuk pertumbuhannya. Bakteri dapat tumbuh pada pH 4-8, dan khamir pada pH
3-6.
2. Suhu
Suhu yang digunakan selama fermentasi akan mempengaruhi mikroba yang
berperan dalam proses fermentasi. Jika temperatur dinaikkan, maka hasil sel akan
menurun karena media sebagian akan digunakan untuk mempertahankan hidup
atau kebutuhan untuk mempertahankan diri meningkat.
3. Oksigen
Pengaturan udara akan mempengaruhi populasi mikroba. Tersedianya oksigen
dapat mempengaruhi pertumbuhan mikroba.
4. Substrat
23
Mikroba memerlukan substrat yang mengandung nutrisi sesuai dengan
kebutuhan untuk pertumbuhannya.
Jamur Saccharomyces merupakan jenis khamir atau ragi atau yeast yang
memiliki kemampuan mengubah glukosa menjadi etanol dan CO 2. Saccharomyces
merupakan mikroorganisme bersel satu, tidak berklorofil, dan termasuk golongan
eumycetes, tumbuh baik pada suhu pH optimum Saccharomyces cerevisiae adalah
5,5. Pertumbuhan Saccharomyces dipengaruhi oleh adanya penambahan nutrisi
yaitu unsur C sebagai sumber karbon, unsur N, unsur ammonium dan pepton, unsur
mineral dan vitamin (Ahmad, 2005).
24
2.4.1 Morfologi Saccharomyces cerevisiae
Saccharomyces berasal dari bahasa Latin Yunani yang berarti “gula jamur” sedangkan
cerevisiae berasal dari bahasa Latin yang berarti bir (Sukoco, 2010.). Saccharomyces
cerevisiae merupakan jenis khamir yang mempunyai sel tunggal. Sel khamir terdiri dari
kapsul, dinding sel, membran sitoplasma, nucleus, vakuola, globula lipid dan mitokondria.
Khamir ini berbentuk oval (bulat telur) dengan ukuran sekitar 1-5μm atau 20-25μm dengan
lebar sekitar 1-10μm. Koloninya berbentuk rata, lembab, mengkilap dan halus (Agustining,
2012). Saccharomyces cerevisiae termasuk dalam golongan Ascomycomycetes karena
dapat membentuk askospora dalam askus. Spesies ini dapat bereproduksi secara seksual
dengan membentuk spora seksual berupa konidium atau juga bereproduksi secara aseksual
dengan membentuk spora aseksual berupa askospora sebanyak 4-8 buah dalam askus serta
melakukan pertunasan. Pertunasan pada spesies ini dapat berupa pertunasan multilateral,
yaitu tunas dapat tumbuh disekitar ujung sel (Agustining, 2012). Sel S. cerevisiae dapat
tumbuh pada medium yang mengandung air gula dengan konsentrasi tinggi. S. cerevisiae
merupakan golongan khamir yang mampu memanfaatkan senyawa gula yang dihasilakan
oleh mikroorganisme selulotik untuk pertumbuhannya. Spesies ini dapat
memfermentasikan berbagai karbohidrat dan menghasilkan enzim invertase yang bisa
memecah sukrosa menjadi glukosa dan frukosa serta dapat mengubah glukosa menjadi
alcohol dan karbondioksida sehingga banyak digunakan dalam industri pembuatan bir, roti
ataupun anggur (Agustining, 2012).
Tabel 3 Klasifikasi Saccharomyces cerevisiae
Filum : Ascomycota
Subfilum : Saccharomycotina
Class : Saccharomycetes
Ordo : Saccharomycetales
Family : Saccharomycetaceae
Genus : Saccharomyces
Species : Saccharomyces cerevisiae
(Sumber : Agustining, 2012).
25
Faktor-faktor yang berpengaruh terhadap pertumbuhan S. cerevisiae adalah :
1. Suhu
S. cerevisiae mempunyai suhu optimal untuk pertumbuhan mikroba. Suhu
dibawah normal dan diatas maksimal dapat menyebabkan terjadinya denaturasi
enzim sehingga tidak dapat tumbuh. Sebagian besar Saccharomyces cerevisiae
umumnya tumbuh baik pada kisaran suhu 25-46°C (Afriani, 2012).
2. Nutrisi (Zat Gizi)
Dalam kegiatannya khamir memerlukan penambahan nutrisi untuk
pertumbuhan dan perkembangbiakan, yaitu : Unsur C, ada faktor karbohidrat Unsur
N, dengan penambahan pupuk yang mengandung nitrogen,misal ZA, urea, amonia,
mineral dan vitamin-vitamin.
3. pH
Sebagian besar enzim bekerja secara efektif dalam kisaran kecil nilai pH.
Diantara nilai pH tersebut terdapat nilai pH optimum dimana aktivitas enzim paling
tinggi. pH optimum Saccharomyces cerevisiae adalah 5,5 (UKEssays, 2018)Asam
dan basa menyebabkan denaturasi struktur enzim dengan memutus ikatan hidrogen
dan ionik sehingga substrat tidak dapat masuk ke situs aktif. Selanjutnya muatan
asam amino di dalam tapak aktif dipengaruhi oleh perubahan pH, sehingga enzim
tidak mampu membentuk kompleks enzim-substrat. Di atas dan di bawah pH
optimum aktivitas enzimatis sehingga kecepatannya sangat berkurang.
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
26
3.1 Waktu dan Tempat Pelaksanaan
3.2.2 Alat
27
28
29
Gambar 8 Bagan Alir Penelitian
3.4 Tahapan Penelitian
3.4.1 Preparasi Bahan Baku
Bagas sorgum Samurai 1 dianginkan di bawah sinar matahari hingga kering,
lalu digiling dengan mesin penggiling padi. Setelah itu, bagas sorgum dihaluskan
dan dikeringkan kembali dalam oven bersuhu 105°C selama 24 jam.
30
suhu 200°C selama 15 menit. Setelah itu, cawan porselen dimasukkan ke dalam
tanur dan dipanaskan pada suhu 600°C selama 2 jam dan didinginkan ke dalam
desikator selama 10-30 menit lalu ditimbang hingga bobot konstan. Sampel
dimasukkan ke dalam cawan porselen sebanyak 2 gram lalu dibakar di dalam
furnace controller pada suhu 200°C sampai tidak berasap lagi (menjadi arang).
Setelah itu, suhu dalam furnace controller dinaikkan menjadi 600°C untuk
pembakaran selama 2 jam (hingga diperoleh abu putih) dan didinginkan ke dalam
desikator selama 10-30 menit lalu ditimbang hingga bobot konstan. Percobaan
dilakukan sebanyak 3 kali pengulangan.
31
selanjutnya disimpan ke dalam Labu Erlenmeyer 500 mL dan diencerkan hingga
konsentrasi asam sulfat menjadi 3% yaitu dengan penambahan aquades hingga
total volume 191 mL (total volume 381 mL untuk penggunaan asam sulfat 72%
sebanyak 10 mL) sampel uji kemudian dipanaskan dalam autoklaf pada suhu
121°C selama 30 menit. Selanjutnya dilakukan penyaringan dengan glass filter,
lalu dioven dan ditimbang sampai diperoleh berat konstan.
Kadar Lignin (%) = (A/B) * 100%
A = bobot lignin (g)
B = bobot kering serbuk (g)
32
1. Persiapan 1000 mL media cair sudah disterilisasi
Media cair ini terdiri dari: kentang 200 gram dalam 1 L aquadest dan 20 gram
gula lalu. atur pH media cair hingga pH 6. Biakan T. harzianum dari media padat
diambil menggunakan kawat ose steril lalu dicelupkan ke dalam media cair
beberapa kali hingga media cair tampak keruh. Pekerjaan dilakukan secara
aseptik. Media ditutup dengan kapas dan wrap, lalu diinkubasi pada suhu ruang
selama 72 jam.
• Pemanenan Enzim
Hasil fermentasi diekstrak dengan aquadest steril sebanyak 100 mL lalu
dilakukan pemisahan dengan sentrifugasi. Sentrifugasi dilakukan selama 10
menit dengan kecepatan 3500 rpm. Cairan enzim yang dihasilkan kemudian
disaring dengan kertas saring agar terpisah dengan residu padatan. Enzim yang
diperoleh siap untuk digunakan untuk hidrolisis serbuk bagas sorgum. Enzim
disimpan dalam lemari es pada suhu 5-10°C (NCBE, 2018).
33
6. Media hasil hidrolisis lalu diperiksa pH dan kadar gulanya dengan
refraktometer.
34
3.6.3 Uji Kadar Etanol dengan Spektrofotometer UV Gen pada λ560 nm
1. Siapkan larutan K2Cr2O7 0,25 M, larutan H2SO4 6 M, dan larutan AgNO3 0,1
M.
2. Masukkan ke dalam tabung reaksi masing-masing; 5 mL K2Cr2O77 0,25 M, 5
mL larutan H2SO4 6 M, dan 1 tetes larutan AgNO33 0,1 M.
3. Kocok larutan dengan fortex, lalu masukkan larutan standar alkohol 10%
masing-masing sebanyak: 0;5;10;20 tetes dan tambahkan akuades masing-
masing sebanyak: 20;15;10;0 tetes, serta untuk pengukuran sampel, teteskan
sebanyak 20 tetes sampel bioetanol ke dalam tabung reaksi tersebut.
4. Diamkan larutan selama 5 menit, lalu kocok dengan fortex hingga larutan
homogen.
5. Ukur absorbansi larutan standar, blanko, dan sampel dengan
spektrofotometer UV Gen pada panjang gelombang 560 nm.
6. Buat kurva kalibrasi, tentukan regresi linier yang dihasilkan, dan hitung
kadar etanol pada sampel.
35
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
Bahan
Air Abu Selulosa Lignin
Organik
Kadar (%)
75.01 6 94 23.67 69.94
36
4.1.2 Kadar Abu
Kadar abu dalam bahan ditentukan karena berkaitan dengan kandungan
mineral-mineral anorganik sisa pembakaran bahan organik pada suhu
sekitar 600°C (AOAC, 2005) dan merupakan faktor penting yang dapat
berpengaruh terhadap rendemen alkohol yang dihasilkan (Arif, et al, 2017).
Syarat kadar abu suatu bahan baku untuk produksi bioetanol yaitu jika bahan
baku tersebut tidak mengandung kadar abu lebih dari 10%. Mineral-mineral
yang penting dalam formulasi media diantaranya: magnesium (Mg), kalium
(K), sulfur (S), kalsium (Ca), dan klor (Cl). Pada kadar yang cukup, mineral-
mineral yang terkandung dalam bahan juga dibutuhkan oleh
mikroorganisme sebagai sumber nutrisi untuk pertumbuhannya, dalam
memperoleh energi, pembentukan sel, dan biosintesis produk-produk
metabolisme pada proses fermentasi. Kadar abu yang tinggi, dapat
menyebabkan terhambatnya proses fermentasi dan menyebabkan kerak
pada saat proses destilasi (Arif, et al, 2017) karena kadar abu yang tinggi,
menandakan bahwa bahan tersebut mengandung kadar mineral yang tinggi
pula. Berdasarkan hasil analisis, kadar abu pada serbuk bagas sorgum
Samurai 1 sebesar 6,0%) (Tabel 4). Kadar abu serbuk sorgum Samurai 1
tersebut masih sangat layak untuk dijadikan bahan baku bioetanol.
37
fisika menggunakan autoklaf pada suhu 121°C selama 10 menit agar lignin
dapat terurai sempurna. Setelah degradasi, sampel disaring untuk diambil
semua lignin yang telahdidegradasi, dan dikeringkan dalam oven bersuhu
100-110°C lalu ditimbang hingga bobot konstan. Pada penelitian ini,
didapatkan kadar lignin pada bagas sorgum Samurai 1 sebesar 69,94%
(Tabel 4). Degradasi selulosa dilakukan dengan bantuan basa kuat natrium
hidroksida. Selama proses degradasi ini, larutan harus sering diaduk agar
selulosa dapat terlarut sempurna dalam larutan basa dan terpisah dari lignin
dan hemiselulosa. Setelah itu, dilakukan penetralan dengan larutan asam
asetat dan dipisahkan dari pengotornya dengan dicuci menggunakan
akuades sampai pH netral dan bersih dari NaOH. lalu disaring selulosanya
dan dikeringkan dalam oven pada suhu 100-110°C. Pada penelitian ini,
didapatkan kadar selulosa sebesar 23,67% (Tabel 4). Pada penetapan ini,
dapat disimpulkan bahwa kadar lignin yang terkandung dalam bagas
sorgum Samurai 1 lebih besar dibandingkan dengan kadar selulosanya.
Perbandingan kadar ini dapat dilihat pada Gambar yang dimana
menunjukkan bahwa lignin yang dihasilkan setelah pemerasan bagas lebih
banyak dibandingkan dengan selulosanya.
38
4.2 Pretreatment pada Proses Sintesis Bioetanol
Proses pretreatment pada penelitian ini bertujuan untuk
mempermudah
Hidrolisis bagas merupakan salah satu tahapan dalam pembuatan etanol
berbahan baku lignoselulosa. Hidrolisis bertujuan untuk memecah selulosa
dan hemiselulosa menjadi monosakarida (glukosa dan xilosa) yang
kemudian akan difermentasi menjadi etanol. Pada penelitian ini, digunakan
2 macam hidrolisis yaitu hidrolisis enzimatis dan hidrolisis kimiawi.
Hidrolisis enzimatis dilakukan menggunakan bantuan produksi enzim
selulase dari kapang Trichoderma harzianum. Beberapa hal yang harus
diperhatikan ketika memSintesis bioetanol yaitu: pH, suhu lingkungan, dan
substrat.
4.1.1 pH Hidrolisis dan Fermentasi secara Enzimatis dan Kimiawi
Aktivitas enzim sangat dipengaruhi oleh suhu dan pH lingkungannya,
umumnya setiap enzim mempunyai kisaran suhu dan pH optimum yang
berbeda-beda. Peningkatan suhu eksternal secara umum akan
meningkatkan kecepatan reaksi kimia enzim, sedangkan konsentrasi
enzim yang rendah ataupun kenaikan suhu yang terlalu tinggi akan
menyebabkan laju hidrolisis selulosa menjadi glukosa berlangsung lambat
(denaturazi enzim). pH optimum enzim berkisar pada 5,2-5,6 (Arif et al,
2017). Kondisi pH dan suhu yang optimum akan mendukung aktivitas
enzim dalam melakukan katalisa suatu rekasi dengan baik. Namun, pH dan
suhu yang kurang sesuai akan mengakibatkan kerusakan atau tidak
aktifnya protein dalam suatu enzim sehingga menyebabkan fungsi dan
aktivitas dari enzim tersebut berkurang. Pada penelitian ini pH yang
diperoleh pada larutan serbuk sorgum berkisar antara 5-6, yang
dikategorikan masih dalam kategori pH optimum sehingga enzim dapat
beraktivitas dengan sempurna.
39
Tabel 5 pH Hasil Hidrolisis dan Fermentasi
40
4.1.2 Pengaruh Suhu Optimum terhadap Enzimatis dan Kimiawi
ENZIMATIS KIMIAWI
Rata-rata Rata-rata Rata-rata Rata-rata
pH pH pH pH
Hari Hari
Sebelum Sesudah Sebelum Sesudah
Fermentasi Fermentasi Fermentasi Fermentasi
0 5,5 5,5 0 5,6 5,6
3 5,63 4,8 3 5,6 4,86
5 5,6 4,6 5 5,8 4,93
6 5,56 4,6 6 5,56 4,9
7 5,5 4,3 7 5,73 4,96
8 5,5 4,2 8 5,5 4,8
9 5,53 4 9 5,46 4,5
Suhu juga memiliki peranan penting dalam reaksi enzimatis selain
pH. Kisaran suhu untuk aktivitas enzim menentukan sifat pertumbuhan
miktoorganisme. Suhu maksimum merupakan suhu tertinggi dimana
mikroorganisme masih dapat tumbuh, sedangkan suhu minimum
merupakan suhu terendah dimana mikroorganisme masih dapat tumbuh.
Selain dapat mempengaruhi aktivitas enzim, suhu juga dapat
mempengaruhi sifat fisik membrane sel. Suhu yang meningkat 5-10 °C di
atas suhu optimum, dapat menyebabkan proses lisis dan kematian sel
mikro, sehingga akan terjadi proses inaktivasi enzim. Proses inaktivasi
enzim pada suhu tinggi dapat menyebabkan terbukanya parsial struktur
sekunder, tersier, dan atau kuartener molekul enzim akibat putusnya
ikatan-ikatan kovalen maupun hidrofobik dan selanjutnya terjadi
perubahan struktur primer enzim akibat adanya kerusakan asam-asam
amino tertentu oleh pemanasan. Kenaikan suhu sampai suhu optimum,
maka akan meningkatkan reaksi enzim karena energi kinetik bertambah.
Bertambahnya energi kinetik akan mempercepat gerak vibrasi, translasi,
dan rotasi baik enzim maupun substratnya (Baharudin et al, 2014). Suhu
optimum untuk pertumbuhan jamur ini sebagai agen hidrolisis enzimatis
adalah 15-35°C, dengan suhu maksiumnya 30-36 °C (Domsh et al, 1993),
maka media dihidrolisis pada suhu ruang berkisar antara 25-30°C. Suhu
optimum akan memberikan nilai aktivitas enzim maksimum karena
menyebabkan reaksi enzimatis berlangsung paling cepat.
41
Pada tahapan hidrolisis enzimatis, untuk meningkatkan aktivitas
enzimatis yang dibutuhkan dalam mendegradasi selulosa menjadi glukosa
ditambahkan mineral-mineral anorganik seperti MgSO4.7H2O dan
KH2PO4 Kalium dan magnesium merupakan dua ion anorganik utama
yang berpengaruh terhadap produktivitas selulase. Magnesium (Mg2+)
diperlukan untuk produksi enzim selulase, tetapi ketika konsentrasinya
ditingkatkan, maka akan menunjukkan aktivitas inhibisi. Pada tahapan
hidrolisis kimiawi, untuk memperbanyak khamir Saccharomyces
cereviciae ditambahkan pupuk NPK.
Hasil hidrolisis enzimatis dan kimiawi pada larutan bagas sorgum
dapat menghasilkan kadar gula berkisar antara 2-6% Brix. Nilai gula total
yang dihasilkan proses hidrolisis enzimatis tersebut masih tergolong
sangat rendah diduga karena tidak semua bahan dapat dihidrolisis melalui
proses enzimatis terutama lignin. Sedangkan nilai gula total yang
dihasilkan proses hidrolisis kimiawi mencapai 6% yang artinya lebih
tinggi dibandingkan hidrolisis enzimatis. Hal ini dikarenakan asam klorida
dapat memecah selulosa menjadi gula gula sederhana. Mikroorganisme
(Trichoderma harzianum) dapat mendegradasi selulosa karena
menghasilkan enzim dengan spesifikasi berbeda yang saling bekerjasama,
tetapi tidak dengan lignin. Enzim tersebut akan menghidrolisis ikatan
(1,4)-β-D glukosa pada selulosa (Saratale, 2012). Enzim selulase adalah
suatu system enzim yang terdiri atas tiga tipe enzim utama yaitu: β -1,4-
glukanase (CMCase, Cx selulase, endoselulase, atau carboxymethyl
cellulase), kompleks ekso- β-1,4-glukanase (aviselase, selobiohidrolase,
C1 selulase), dan β-1,4-glukosidase atau selobiase. Enzim selulase adalah
enzim yang dapat menghidrolisis selulosa dengan memutus ikatan
glikosidik β-1,4 dalam selulosa, selodektrin, selobiosa, dan turunan
selulosa lainnya menjadi gula sederhana atau glukosa (Crueger, 1984;
Munifah, 2011). Meskipun dengan kandungan gula total tersebut, hasil
hidrolisis bagas sorgum tetap dapat dilanjutkan untuk proses produksi
bioetanol.
42
4.1 Pengaruh HCL 1% dalam Hidrolisis Kimiawi
Hidrolisis adalah reaksi kimia yang memecah molekul menjadi dua
bagian dengan penambahan molekul air (H2O) dengan tujuan
mengkonversi polisakarida menjadi monomer sederhana. Hidrolisis
meningkatkan jumlah lignin yang terambil dalam proses delignifikasi
karena serat selulosa lebih terbuka. Larutan yang dipakai untuk hidrolisis
adalah larutan HCl atau H2SO4. Di dalam metode hidrolisis asam,
biomassa lignoselulosa dipaparkan dengan asam pada suhu dan tekanan
tertentu, dan menghasilkan monomer gula dari polimer selulosa dan
hemiselulosa. Beberapa asam yang umum digunakan untuk hidrolisis asam
antara lain adalah asam sulfat (H2SO4), asam perklorat, dan HCl. Hidrolisis
asam dapat dikategorikan menjadi dua yaitu: hidrolisis asam konsentrasi
tinggi pada suhu rendah dan hidrolisis asam konsentrasi rendah pada suhu
tinggi. Pemilihan antara dua cara tersebut biasanya didasarkan pada
beberapa pertimbangan seperti: laju hidrolisis, tingkat degradasi, produk
dan biaya total proses produksi (Kosaric et al, 1983).
Pada penelitian ini, hidrolisis secara kimiawi dilakukan dengan
menggunakan larutan HCl 1% atau asam encer. Asam pekat mempunyai
keuntungan yaitu: hidrolisis dilakukan pada suhu rendah dan hasil
rendemen gula tinggi, dan mampu mengkonversi gula hingga 90%, namun
kelemahannya adalah memakan biaya operasi yang cukup mahal karena
memakai asam dengan konsentrasi tinggi dan peralatan yang digunakan
harus tahan asam karena dapat mengkorosi peralatan, serta membutuhkan
energi yang tinggi untuk pengambilan asam (Taherzadeh et al, 2007).
Penggunaan asam encer, gula yang dikonversi tidak sebanyak pada saat
menggunakan asam pekat, dan biaya operasi lebih murah karena
menggunakan asam dengan konsentrasi rendah, serta waktu tinggal yang
singkat. Katalis HCl menghasilkan glukosa lebih tinggi dibandingkan
dengan H2SO4 (Siswati et al. 2009; Rahmawati et al. 2020). Hal ini terjadi
karena H2SO4 bersifat membakar selulosa sedangkan HCl tidak, sehingga
glukosa yang dihasilkan lebih sedikit.
43
4.2 Hasil Kadar Bioetanol Hidrolisis Kimiawi
Absorbansi
NO Konsentrasi
(560 nm)
1
- -
2
2,5000 0,1900
3
5,0000 0,3860
4
10,0000 1,2920
y = 0.1509x -
0.1276 y = ax+b
R² = 0.9655 x=(y-b)/a
Diketahui .x 0,1308
b -0,1052
44
4.3 Kadar Etanol dari Bagas Sorgum Samurai 1 melalui Fermentasi oleh
Saccharomyces cerevisiae.
45
3.5
2.5
2
Nilai
0.5
0
0 2 4 6 8 10
Hari
5
Nilai
0
0 2 4 6 8 10
Hari
46
BAB V
Kesimpulan
Hasil penelitian menunjukkan bahwa metode hidrolisis kimia, menghasilkan
kadar bioetanol yang lebih tinggi dibandingkan dengan hidrolisis enzimatis. Kadar
gula hasil hidrolisis enzimatis bagas sorgum selama 24 jam sebesar 2,4% brix, dan
menghasilkan kadar bioetanol selama fermentasi 0-9 hari sebesar 2,52-2,99%
sedangkan hasil hidrolisis kimiawi sebesar 6% brix, dengan kadar bioetanol yang
dihasilkan selama fermentasi sebesar 4,16-7,95%. Waktu terbaik untuk Sintesis
bioetanol dengan metode hidrolisis kimiawi dan enzimatis adalah hari ke-8 dan ke-
9.
Saran
Perlu dilakukan tambahan perlakuan delignifikasi pada hidrolisis enzimatis,
sehingga dapat diperoleh kadar lignin yang semakin rendah, kadar selulosa yang
semakin tinggi, sehingga kadar etanol yang didapatkan menjadi lebih tinggi.
47
DAFTAR PUSTAKA
48
Badger, F.C. 2002. Ethanol from Cellulose: A General Review. Trends in
New Crops and Uses. Reprinted from: Trends in new crops and new uses. 2002. J.
Janick and A. Whipkey (eds). Alexandria, VA: ASHS Press.
Dence, C.W. 1992. Determination of Lignin In: Lin SY, Dence CW (Eds).
Method in Lignun Chemistry, Berlin: Springer-Verlag pp. 31-36
Jaques, K.A., T.P. Lyons, and D.R. Kelsall. 1999. The alcohol
Textbook. Nottingham University Press, 388p.
49
Kodri., Argo, D., & Yulianingsih, Rini. (2013). Pemanfaatan Enzim
Selulase dari Trichoderma Reseei dan Aspergillus Niger sebagai Katalisator
Hidrolisis Enzimatis Jerami Padi dengan Pretreatment Microwave. Jurnal
Bioproses Komoditas Tropis, Vol. 1 No 1, April 2013.
Kosaric, H., A. Wieczorec., G.P. Cosentino., R.J. Magee, dan J.E. Presonil.
1983. Ethanol Fermentation Di dalam H. Dellweg (ed). Biotechnology. Volume III
Verleg Cheme, Weinheim.
Mandari, Sally., Elvi, Yenie., & Sri, Rezeki. (2009). Pembuatan Bioetanol
dari Kulit Nanas (ananas comosus l.) Menggunakan Enzim Selulase dan Yeast
Saccharomyces cerevisiae dengan Proses Simultaneous Sacharificatian and
Fermentation (SSF). Skripsi. Riau : Universitas Riau
Reddy, PS., Patil, JV., Gadakh, SR. 2012. Improving post-rainy season
sorghum productivity in medium soils. Current Science.102 (6).
50
Shiringani, A. and W. Friedt. 2009. Genotype-environmental analysis of RIL
population segregating for sugar-related traits in Sorghum bicolor L. Moench.
Dissertation Submitted for the degree of Doctor of Agricultural Science Faculty of
Agricultural Sciences, Nutritional Sciences and Environmental Management.
Justus-Liebig-University Giessen, Limpopo, Republic of South Africa, 103p
Siswati, N., M. Yatim, dan R. Hidayanto. 2009. Bioetanol from Cofee Peel Waste
with Fermentation Process, Surabaya: FTI UPN Veteran.
Susmiati, Yuana. (2018). Prospek Produksi Bioetanaol dari Limbah
Pertanian dan Sampah Organik. Jurnal Teknologi dan Manajemen Agroindustri, 2,
67-68.
http://repository.unimus.ac.id/3057/5/BAB%20II.pdf
51
LAMPIRAN
Bagas Rata-
Bagas Bagas
Nira Sorgum Penyusutan Rata
Panen Sorgum Sorgum
(L) Kering (%) Kadar
(kg) (kg)
(kg) Air (%)
Panen I 34.80 8,20 23.50 6,4 72,77
Panen
24,22 3,75 18,60 4,9 73,66
II 75,01
Panen
13,10 3,3 7,76 1,66 78,61
III
3 33.2263 2,0000
33.3420 0.1157 5.78
52
Lampiran 3 Kadar Selulosa Bagas Sorgum Samurai 1
Berat Berat
Berat Rata-
Kertas Endapan + Berat %
Ulangan Bagas Rata
Saring Kertas Endapan Selulosa
Kering (%)
Kosong Saring
3.2288
1 0.3812 3.0000 3.2224 0.7121 23.74
3.2174
3.2056
2 0.3876 3.0000 3.2034 0.7124 23.75
23.67
3.2016
3.3584
3 0.3912 3.0000 3.3558 0.7055 23.52
3.3528
Berat Berat
Berat Rata-
Kertas Endapan + Berat %
Ulangan Bagas Rata
Saring Kertas Endapan Selulosa
Kering (%)
Kosong Saring
0.7266 0.3337 66.7267
1 0.3929 0.5001
0.7252 0.3323 66.4467
69.9383
0.7488 0.3675 73.5
2 0.3813 0.5
0.7467 0.3654 73.08
1 0 0.003
2 0.2 0.16
3 0.4 0.188
4 0.6 0.275
5 0.8 0.325
6 1 0.469
53
Kurva Kalibrasi Glukosa 10 mg/L
0.5
y = 0.416x + 0.0287
0.4 R² = 0.9607
Absorbansi
0.3
0.2
0.1
0
0 0.2 0.4 0.6 0.8 1 1.2
Konsentrasi
Konsentrasi
Waktu Shaker
Glukosa
(Menit)
(mg/ml)
0 0.45
5 1.43
10 1.08
15 2.75
20 0.62
25 2.86
30 1.33
Lampiran 7 Uji Kualitatif Enzim Selulosa pada Trichoderma harzianum dengan
congo red
54
Lampiran 8 Kapang Trichoderma harrzianum
55
Lampiran 10 Kebun Percobaan Citayam
56
Lampiran 11 Pemanenan dan Penentuan Kadar Air Bagas Sorgum Samurai 1
57
Lampiran 12 Persiapan Sampel Serbuk Bagas Sorgum
58
Lampiran 13 Metode Analisa Kuantitatif Glukosa
➢ Pembuatan Reagen
1. Larutan Glukosa 10 mg/100 mL
10 mg glukosa anhidrat dilarutkan dengan akuades dalam labu takar 100
mL sampai tanda batas lalu dikocok sampai homogen.
b. Nelson B
Sebanyak 7,5002 gram CuSO4.5H2O dilarutkan ke dalam 50 mL aquades dan
ditambahkan 1 tetes asam sulfat pekat. Pereaksi Nelson dibuat dengan cara
mencampur 25 bagian A dan 1 bagian Nelson B. Pencampuran dilakukan setiap
kali digunakan.
3. Larutan Arsenomolybdat
a. Larutkan 25 gram ammonium molybdat dalam 450 mL akuades dan
tambahkan 25 mL asam sulfat pekat.
b. Larutkan 3 gram Na2HAsO4.7H2 O dalam 25 mL akuades.
c. Campurkan kedua larutan tersebut, dan simpanlah ke dalam botol coklat dan
diinkubasi pada suhu 37°C selama 24 jam.
Larutan reagen baru siap digunakan setelah masa inkubasi, dan berwarna
kuning.
59
20 ml
2 mg/100 ml = 20ppm ⟶ x 100 ppm
100 ml
20 ml
4 mg/100 ml = 40ppm ⟶ x 100 ppm
50 ml
6 ml
6 mg/100 ml = 60ppm ⟶ x 100 ppm
10 ml
20 ml
8 mg/100 ml = 80ppm ⟶ x 100 ppm
25 ml
60
Lampiran 14 pH Sebelum dan Sesudah Hidrolisis Kimiawi
pH Sebelum Fermentasi/Setelah
pH Fermentasi
Hidrolisis
Hari
1 2 3 1 2 3
0 5,5 5,6 5,7 5,5 5,6 5,7
3 5,5 5,5 5,8 4,9 4,9 4,8
5 5,7 6 5,7 4,9 5 4,9
6 5,5 5,6 5,6 4,9 4,9 4,9
7 5,6 5,8 5,8 4,9 5 5
8 5,5 5,5 5,5 4,8 4,8 4,8
9 5,4 5,5 5,5 4,5 4,6 4,5
Hari
Sebelum
Fermentasi/Setelah 0 3 5 6 7 8 9
Hidrolisis
2 2 1.9 1.9 1.9 1.7 1.6 1.85
3 3 1.5 1.9 1.5 1.9 1.9 1.9
2.2 2.2 1.9 1.8 1.8 1.7 1.8 1.95
2.4 2.4 1.766667 1.866667 1.733333 1.766667 1.766667 1.9
61