Bab I. Pendahuluan c
Ada beberapa macam ukuran dan harga produk Triacetin yang selama ini
beredar di pasar, yaitu sebagai berikut:
baunya yang menyengat. Dalam keadaan murni, asam asetat bebas air (asam
asetat glasial) merupakan cairan tidak berwarna yang menyerap air dari
lingkungan dan membeku dibawah 16,7⁰C (62⁰F) menjadi sebuah kristal padat
yang tidak berwarna. Asam asetat merupakan satu dari asam karbosilat yang
paling sederhana, merupakan regensia dan bahan kimia industri yang sangat
penting yang dipakai untuk memproduksi berbagai macam bahan (Suteja, 2009).
2.1.4 Asam Asetat Anhidrat
Asetat anhidrid merupakan salah satu produk dari industri penyedia bahan
baku pembantu. Akan tetapi, industri ini belum ada di Indonesia yang
mengakibatkan perlunya impor dari luar negeri untuk mencukupi kebutuhan
industri pengguna asetat anhidrid. Penghasil asetat anhidrid terbesar di dunia yaitu
Amerika dengan kapasitas produksi sebesar 900.000 ton per tahun (Bahtiar,
2017).
Asetat anhidrid merupakan anhidrat dari asam asetat yang memiliki
struktur molekul simetris. Kegunaan asam asetat anhidrid sebagai pelarut senyawa
organik, fungisida dan bakterisida, berperan dalam proses asetilasi, pembuatan
aspirin dan pembuatan acetylmorphine. Industri yang paling banyak menggunakan
asetat anhidrid yaitu industri selulosa asetat penghasil serat asetat, plastik serat
kain dan lapisan (Celanase, 2010).
2.1.5 Asam Sulfat
Asam sulfat merupakan asam mineral (anorganik) yang kuat. Zat ini larut
dalam air pada smeua perbandingan. Asam sulfat mempunyai banyak kegunaan
dan merupakan salah satu produk utama industri kimia. Produksi dunia asam
sulfat pada tahun 2001 adalah 165 juta ton dengan nilai perdagangan seharga US$
8 juta. Kegunaan utamanya termasuk pemrosesan bijih mineral, sintesis kimia,
pemrosesan, air limbah dan penggilingan minyak (Julika, 2010).
Asam sulfat 98% lebih stabil untuk disimpan dan merupakan bentuk asam
sulfat yang paling umum. Asam sulfat 98% umumnya disebut sebagai asam sulfat
pekat.terdapat berbagai jenis konsentrasi asam sulfat yang digunakan untuk
berbagai keperluan: 10% asam sulfat encer untuk keperluan laboratorium, 33,53%
asam baterai, 62,18% asam bilik atau asam pupuk, serta 73,61% asam menara
atau asam glover (Julika, 2010).
Pada dasarnya, asetilasi dapat disintesis oleh dua jenis reaksi yang
berbeda, yang merupakan reaksi reaktor batch dan reaksi kolom distilasi reaktif
kontinyu. Asetilasi dapat dilakukan dengan atau tanpa penggunaan katalis.
Namun, kehadiran katalis dapat sangat meningkatkan laju reaksi dan selektivitas
produk. Ada banyak penelitian dan percobaan yang telah dilakukan pada proses
asetilasi gliserol. Dari sebagian besar penelitian, terbukti bahwa asetilasi dapat
menggunakan katalis heterogen atau katalis homogen.
2.3.2 Esterifikasi
Esterifikasi adalah reaksi pembuatan senyawa ester dengan mereaksikan
antara asam karboksilat dan alkohol dimana terjadi reaksi adisi dan penataan
ulang estimasi yang menghasilkan ester. Ester berasal dari asam karboksilat
mengandung gugus –COOH.Sifat khas ester adalah baunya yang harum. Ester
dapat dilangsungkan dengan katalis asam dan bersifat reversible (Fessenden,
1982).
Metode yang paling umum untuk pembuatan ester adalah memanaskan
asam karboksilat dengan alkohol. Esterifikasi berkelanjutan memiliki keuntungan
bahwa jumlah produk yang lebih banyak dapat dipersiapkan dalam periode waktu
yang lebih singkat. Prosedur ini dapat dijalankan selama berhari-hari atau
berminggu-minggu tanpa gangguan, namun memerlukan peralatan khusus.
Mekanisme reaksi esterifikasi gliserol dan asam asetat menjadi triacetin sebagai
berikut :
Gambar 2.2. Mekanisme reaksi esterifikasi gliserol dan asam asetat menjadi
triacetin (Nuryoto dkk, 2010)
sejumlah kecil material dan menghasilkan produk bernilai tinggi (Mufrodi et al.,
2014).
2.4.2 Reaksi Asilasi Kontinyu
Reaksi asetilasi kontinyu adalah proses untuk produksi triacetin kontinu
yang pada dasarnya terdiri dari pengisian cairan gliserol secara kontinyu ke daerah
reaksi cair dimana uap asam asetat dan uap air mengalir.Ada beberapa parameter
yang akan mempengaruhi selektivitas produksi triasetin dalam reaksi asetilasi
kontinyu parameter meliputi pengaruh pengemasan tinggi dan rasio efek gliserol
terhadap asam asetat. Dalam asetilasi kontinyu, tinggi pengepakan dapat
mempengaruhi hasil triacetin karena waktu kontak antara asam asetat dan gliserol.
Misalnya, dengan meningkatkan tinggi pengepakan kolom distilasi, lebih banyak
waktu yang diberikan kepada reaktan untuk saling bersentuhan dan dengan
demikian selektivitas triacetin yang lebih tinggi dapat terbentuk.
atau dalam bentuk campurannya. Selain itu, katalis dapat bersifat asam dan basa.
Umumnya, asetilasi gliserol menggunakan katalis asam padat.
Untuk mengatasi masalah lingkungan dan ketidaknyamanan ekonomis,
sejumlah besar katalis asam padat heterogen telah dikembangkan dalam karya
terbaru. Studi telah dilakukan dengan menggunakan katalis asam padat seperti
Amberlyst-15, K-10 montmorillnite, HUSY, asam niob, dan HZSM-5 (Gonçalves
et al., 2008). Semua waktu reaksi dilakukan dalam 30 menit dan suhu yang
digunakan adalah 150oC untuk memantau produk awal. Hasil penelitian
menunjukkan selektivitas mono-, di- dan tri- acetin berbeda untuk setiap katalis
yang digunakan dan tingkat konversi yang berbeda.
Asetilasi dapat disintesis oleh dua jenis reaksi yang berbeda, yang
merupakan reaksi reaktor batch dan kolom distilasi reaktif kontinyu reaksi.
Asetilasi dapat dilakukan dengan atau tanpa penggunaan katalis. Namun,
Kehadiran katalis dapat sangat meningkatkan laju reaksi dan produk selektivitas.
2.6.2 Esterifikasi
Keuntungan dari proses esterifikasi ini adalah :
1. Reagen dan kondisi sederhana : Bahan kimia yang digunakan dan produk
sampingan yang dilepaskan bersifat tidak beracun terhadap lingkungan,
dibandingkan dengan sintesis ester melalui asil klorida.
2. Termodinamika dikontrol : Akibatnya, reaksi cenderung terhadap spesies
yang lebih stabil (ester), yang membantu bila reagen mengandung
beberapa situs reaktif.
Kelemahan dari proses esterifikasi adalah :
1. Waktu reaksi yang panjang
2. Penggunaan asam kuat
3. Produksi air, produksi air yang membuat campuran reaksi malah lebih
encer akan mengganggu kemajuan reaksi dan menurunkan hasil produk
Dari data diatas diketahui bahwa jumlah produksi triacetin masih sedikit
dan di Indonesia belum terdapat pabrik yang beroperasi menghasilkan produk
triacetin meski dasar bahan baku pembuatan triacetin ini cukup besar potensinya
diindonesia. Dengan perkiraan rata-rata konversi biodiesel 90%, maka gliserol
yang dihasilkan adalah 10% dari produksi. Sehingga akan dihasilkan gliserol yang
akan terus bertambah disetiap tahunnya.
Tabel 3.2 Perkiraan Produksi Gliserol dari By-produk Biodiesel (Satuan ribu
kiloLiter)
3.2.1 Gliserol
Sifat fisik dan kimia gliserol yang akan digunakan untuk memproduksi
triacetin seperti pada Tabel 3.3.
Tabel 3.3 Sifat Fisik dan Kimia Gliserol
Parameter Nilai
3
Densitas (lb/ft ) 78.7
Rumus Molekul C3H8O3
Berat molekul (g/mol) 92.1
Struktur kimia CH2 O H
CH O H
CH2 O H
Titik leleh (°F) 19.94
Titik didih (°F) 554
Standard entalphy of formation (Btu/lbmol) -287069
Viskositas 934
2
Thermal conductivity (Btu.ft/hr.ft .R) 0.169
Heat capacity (Btu/lbmol.R) 46.327
(Sumber : Material Safety Data Sheet Glycerol Reagent ACS, 2009)
Struktur kimia H O
CH C
H OH
Titik leleh (°C) 17
Titik didih (°C) 116-118
Tekanan uap pada 20°C (hPa) 15.4
Viskositas (mPa.s) 1.22
Kelarutan dalam air (g/l) 1.000
(Sumber : Lembar Data Keselamatan Bahan menurut peraturan (UE), 2011)
CH3 O CH3
Titik leleh (°F) -73.1
Titik didih (°F) 139.9
Tekanan uap pada 20°C (KPa) 0.5
Viskositas (mPa.s) 1.22
Densitas 1.08
(Sumber : Lembar Data Keselamatan Bahan menurut peraturan (UE), 2011)
CH2 O C CH3
CH O C CH3
CH2 O C CH3
Titik leleh (°C) -78
Titik didih (°C) 258
Viskositas (cP) 23
Densitas 9 (g/cm3) 1.16
Specific heat capacity (J/Mol.K) 389
3.4 Lokasi Pabrik
Pemilihan lokasi pabrik akan sangat menentukan kelangsungan dan
perkembangan suatu industri. Berdasarkan pengamatan, Rokan Hilir, Riau, dirasa
cocok sebagai tempat untuk mendirikan Pabrik Triacetin. Secara teoritis,
pemilihan lokasi pabrik didasarkan pada 2 faktor, yaitu faktor utama dan faktor
pendukung.
3.4.1 Faktor Utama dalam Pemilihan Lokasi Pabrik
1. Sumber Bahan Baku
Berdasarkan data statistik (Ditjen IA-Kemenperin, 2013), Kota Dumai,
Riau merupakan daerah terbesar penghasil biodiesel dan gliserol. Bahan baku
diperoleh dari beberapa pabrik yang berlokasi di Kota Dumai, Riau. Pabrik-
pabrik tersebut antara lain, PT. Wilmar Bioenergy, PT. Cemerlang Energi
Perkasa, PT Ciliandra Perkasa
2. Letak Pasar
Triacetin merupakan bahan baku yang secara luas digunakan dalam
industri, antara lain :
a. Industri farmasi,
b. Industri bahan makanan,
c. Industri kosmetik
d. Industri bahan bakar
e. Industri kimia lainnya
Secara astronomis, Propinsi Riau terletak di 1°31’-2°25’ LS dan 100°-105°
BT serta 6°45’-1°45’ BB. Pada Atlas Indonesia, dapat dilihat letak propinsi Riau
yang sangat strategis, yaitu dekat dengan Selat Malaka, yang merupakan pintu
gerbang perdagangan Asia Tenggara khususnya, dekat dengan Pulau Batam yang
terkenal dengan pusat industri, dekat dengan negara Malaysia dan Singapura yang
merupakan negara tetangga terdekat yang mempunyai banyak industri.
mempunyai industri.
Dilihat dari letaknya yang banyak berdekatan dengan lokasi industri yang
lain, sangat menguntungkan bila didirikan pabrik di daerah Riau, akan lebih
memudahkan untuk pemasaran produk, baik ekspor maupun impor.
memperoleh fasilitas servis. Selain itu, letaknya yang strategis untuk industri
akan semakin mempermudah dalam hal fasilitas servis.
4. Tersedianya Air yang Cukup
Air untuk proses dalam pabrik, dapat menggunakan air sungai. Di Propinsi
Riau banyak terdapat sungai, seperti Sungai Rokan (400 km), Sungai Tapung,
Sungai Mandau, Sungai Batang Inderagiri (500 km), Sungai Siak (300 km),
Sungai Kampar (400 km) dan masih banyak lagi. Sungai yang dipilih untuk
penyediaan air di Pabrik Triacetin adalah yang paling dekat dengan lokasi
pabrik, yaitu Sungai Rokan (baik Sungai Rokan Kanan maupun Sungai Rokan
Kiri). (Kantor Statistik Propinsi Riau, 1993).
5. Peraturan Pemerintah Daerah Setempat
Peraturan Pemerintah Daerah Riau untuk pendirian industri, tidak
merugikan bagi berdirinya industri di Riau. Hal ini dibuktikan dengan
banyaknya industri yang telah berdiri di Propinsi Riau.
6. Iklim Daerah
Riau beriklim tropis basah dengan rata-rata curah hujan berkisar antara
2000-3000 mm per tahun yang dipengaruhi oleh musim kemarau dan musim
hujan. (Kantor Statistik Propinsi Riau, 1993).
7. Keadaan Tanah
Jenis tanah di daerah Riau adalah beragam, dari luas 9.456 juta Ha
sebagian besar jenis tanahnya adalah Organosol, yaitu 4.827 juta Ha lebih
(51,06%), kemudian jenis tanah Pedsolik merah kuning 3.163 juta Ha lebih
(33,45%) dan sisanya 0,569 juta Ha adalah jenis tanah lainnya. Keadaan tanah
di Riau relatif stabil dan berupa dataran rendah, sehingga tidak ada kendala
untuk didirikan pabrik di Riau. (Kantor Statistik Propinsi Riau, 1993).
a. Bahaya mekanik, disebabkan oleh mesin atau alat kerja mekanik seperti
tersayat, terjatuh, tertindih dan terpeleset.
b. Bahaya elektrik, disebabkan peralatan yang mengandung arus listrik.
c. Bahaya kebakaran, disebabkan oleh substansi kimia yang bersifat
flammable (mudah terbakar).
d. Bahaya peledak, disebabkan oleh substansi kimia yang sifatnya explosive.
2. Bahaya kesehatan kerja (health hazard)
Merupakan jenis bahaya yang berdampak pada kesehatan, menyebabkan
gangguan kesehatan dan penyakit akibat kerja. Dampaknya bersifat kronis.
Jenis bahaya kesehatan antara lain:
a. Bahaya fisik, antara lain kebisingan, getaran, radiasi ion dan non-pengion,
suhu ekstrim dan pencahayaan.
b. Bahaya kimia, antara lain yang berkaitan dengan material atau bahan
seperti antiseptik, aerosol, insektisida, dust, mist, fumes, gas, vapor.
c. Bahaya ergonomi, antara lain repetitive movement, static posture, manual
handling dan postur janggal.
d. Bahaya biologi, anatara lain yang berkaitan dengan makhluk hidup yang
berada dilingkungan kerja yaitu bakteri, virus, protozoa dan fungi (jamur)
yang bersifat patogen.
e. Bahaya psikologi, antara lain beban kerja yang terlalu berat, hubungan dan
kondisi kerja yang tidak nyaman.
Gambar diatas dapat dilihat bahwa sikap dan tingkah laku pekerja
merupakan faktor terbesar terjadinya bahaya akibat kecelakaan kerja. Ini
disebabkan beberapa faktor diantaranya:
a. Keterbatasan pengetahuan/keterampilan pekerja.
b. Kelalaian dan kecerobohan dalam bekerja.
c. Tidak melaksanakan prosedur kerja sesuai dengan petunjuk yang
diberikan.
d. Tidak disiplin dalam menaati peraturan kerja termasuk pemakaian alat
pelindung diri.
Dari nilai gross profit yang diperoleh diatas, nilai gross profit esterifikasi
lebih menguntungkan dari pada asetilasi. Dengan kapasitas pabrik 5,000 ton/yr
dengan pabrik beroperasi 345 hari dalam 1 tahun, maka didapat keuntungan
sementara untuk setiap tahunnya :
= 2.56 $/lb x 2204 ton/lb x 5,000 ton/yr
= 28,211,200 $/yr dengan laju produksi 604 kg/jam
4.2 Ketersediaan Raw
4.2.1 Ketersediaan Gliserol
Gliserol juga dikenal sebagai gliserin, propana-1, 2, 3-triol. Giserol
diproduksi selama proses transesterifikasi biodiesel, saponifikasi dan reaksi
hidrolisis. Gliserol adalah produk sampingan yang berharga dari biodiesel yang
dihasilkan dari lemak hewani, nabati dan minyak sebagai persediaan pakan.
Gliserol kasar yang dihasilkan selama transesterifikasi dalam produksi biodiesel
terdiri dari kotoran seperti sabun, abu, air, metanol dan bahan organik lainnya
(Tan HW et al., 2013).
Perkembangan industri biodiesel di Indonesia semakin meningkat. Jika
produksi biodiesel meningkat maka produk samping biodiesel yaitu gliserol juga
meningkat. Gliserol biasanya terbentuk dengan massa 10wt% dari reaksi.
Sehingga akan dihasilkan gliserol yang akan terus bertambah disetiap tahunnya
(CH Zhou, 2008).
Tabel 4.5 Perkiraan Produksi Gliserol dari By-produk Biodiesel (Satuan ribu
kiloLiter)
dioksidasi dengan udara dalam reaktor bubble menjadi Acetic Acid. Acetic Acid
berkualitas Food Grade dengan kemurnian 99,8 % bw yang dapat digunakan
untuk :
a. Solvent Katalisator dalam pembuatan Pure Terephthalic Acid (PTA)
b. Bahan Baku Cellulosa Acetate, Ethyl Acetate, Vinyl Acetate & Acetic
Anhydride
c. Food Additive & Vinegar
d. Industri Tekstil, Farmasi dan Karet
PT. Indo Acidatama Tbk merupakan penghasil Acetic Acid pertama dan
satu-satunya produsen di Indonesia dan Asia Tenggara yang terpadu dengan
Ethanol dengan kapasitas 16500 ton/tahun. Maka dari itu, asam asetat yang
digunakan pada pabrik pembuaan triacetin yang akan dibuat akan menggunakan
asam asetat yang diproduksi oleh PT. Indo Acidatama yang berlokasi di Karang
Anyar, Solo, Jawa Tengah.
4.2.3 Ketersediaan Asam Asetat Anhidrat
Asetat anhidrat memiliki berbagai macam kegunaan antara lain sebagai
fungisida dan bakterisida, pelarut senyawa organik, berperan dalam proses
asetilasi, pembuatan aspirin, dan dapat digunakan untuk membuat acetylmorphine.
Asam asetat anhidrat paling banyak digunakan dalam industri selulosa asetat
untuk menghasilkan serat asetat, plastik serat kain dan lapisan (Celanase, 2010).
Asetat anhidrat ((CH3CO)2O) merupakan larutan aktif, tidak berwarna, serta
memiliki bau yang tajam. Kapasitas produksi Amerika untuk produk asetat
anhidrat ini cukup besar, yaitu lebih dari 900.000 ton per tahun (Kirk othmer,
1991).
PT. Indo Acidatama Tbk merupakan penghasil Acetic Acid pertama dan
satu-satunya produsen di Indonesia dan Asia Tenggara yang terpadu dengan
Ethanol dengan kapasitas 16500 ton/tahun. Maka dari itu, asam asetat anhidrat
yang digunakan pada pabrik pembuaan triacetin yang akan dibuat akan
menggunakan asam asetat anhidrat yang diproduksi oleh PT. Indo Acidatama
yang berlokasi di Karang Anyar, Solo, Jawa Tengah.
4.2.4 Ketersediaan Asam Sulfat
Asam Sulfat merupakan senyawa yang digunakan sebagai katalis dalam
proses produksi dalam pabrik triacetin yang akan dibuat ini. Maka dari itu,
pasokan asam sulfat pada pabrik ini diambil dari PT Indonesian Acid Industry
yang berlokasi di Bekasi, Jawa Barat.
PT Indonesian Acid Industry merupakan produsen Asam Sulfat pertama di
Indonesia dengan kapasitas produksi 82.500 ton /th, dan telah menghasilkan
Asam Sulfat dengan kemurnian yang tinggi dan kejernihan yang dipercaya.
Pabrik yang akan didirikan ini, direncanakan menggunakan proses fix bed.
Proses fix bed, dipilih karena memiliki beberapa kelebihan dibandingkan proses
lainnya, yaitu: memiliki konversi yang tinggi, penggunaan katalis hanya
setengahnya, alkohol lemak yang dihasilkan berkualitas tinggi. Selain itu, bahan
baku yang diperlukan tersedia di Indonesia.
4.5 Produk Samping dan Limbah yang Dihasilkan
Pada pabrik ini akan menghasilkan produk samping dan limbah cair
industri yang bersumber dari berbagai unit tahapan proses dan umumnya
merupakan fraksi-fraksi ringan. Untuk meminimalisir paparan limbah, pekerja
4.6 Utilitas
Utilitas merupakan sistem penunjang yang juga merupakan faktor penting
yang perlu dipertimbangkan dalam pendirian suatu pabrik. Unit pendukung proses
atau sering disebut unit utilitas merupakan bagian penting yang menunjang
berlangsungnya suatu proses dalam suatu pabrik. Unit utilitas proses terdiri atas
unit penyediaan air (air proses, air pendingin, air sanitasi, air umpan boiler dan air
untuk perkantoran dan perumahan), steam, listrik dan pengadaan bahan bakar
maupun unit pengolahan limbah yang dihasilkan di suatu pabrik.
Kebutuhan listrik dapat dipenuhi dengan listrik dari PLN (Perusahaan
Listrik Negara) dan Generator Set sebagai cadangan apabila PLN mengalami
gangguan. Untuk sarana penyediaan air dapat diperoleh dari air sungai. Di
Propinsi Riau banyak terdapat sungai, seperti Sungai Rokan, Sungai Tapung,
Sungai Mandau, Sungai Batang Inderagiri, Sungai Siak, Sungai Kampar dan
masih banyak lagi.
Untuk penyediaan air di Pabrik triacetin ini, dipilih dari sungai Rokan (baik
Sungai Rokan Kanan maupun Sungai Rokan Kiri), karena lokasi pendirian Pabrik
triacetin berada di daerah Rokan Hilir yang dekat dengan lokasi pemasok gliserol
dari Kota Dumai yang terdapat tambang minyak bumi dan lebih dekat dengan
palabuhan. Maka dari itu, untuk fasilitas utilitas yang dibutuhkan dalam pabrik ini
mudah didapat karna posisi pemilihan lokasi yang mendukung.
4.6.1 Unit Penyediaan Air ( Water Supply Section )
Unit penyediaan air merupakan salah satu unit utilitas yang bertugas
menyediakan air untuk kebutuhan industri maupun rumah tangga. Unit ini sangat
berpengaruh dalam kelancaran produksi dari awal hingga akhir proses. Dalam
memenuhi kebutuhan air didalam pabrik, dapat diambil dari air permukaan. Pada
umumnya air permukaan dapat diambil dari air sumur, air sungai, dan air laut
sebagai sumber untuk mendapatkan air.
Dalam perancangan pabrik ini, sumber air baku yang digunakan berasal dari
sungai. Pertimbangan menggunakan air sungai sebagai sumber untuk
mendapatkan air adalah :
1. Pengolahan air sungai relatif lebih mudah, sederhana, dan biaya
pengolahan relatif murah dibandingkan dengan proses pengolahan air laut
yang lebih rumit dan biaya pengolahannya yang lebih besar.
2. Air sungai merupakan sumber air yang kontinuitasnya relatif tinggi jika
dibandingkan dengan air sumur, sehingga kendala kekurangan air dapat
dihindari.
3. Letak sungai berada tidak terlalu jauh dengan pabrik
DAFTAR PUSTAKA
Bahtiar, A.Y., dan Mila, K. 2017. Perancangan Pabrik Anhidrid Asam Asetat dan
Asam Asetat dengan Kapasitas 30.000 Ton/Tahun.
C.H. Zhou, J.N. Beltramini, Y.X. Fan, G.Q. Lu, Chem. Soc.(2008),
Chemoselective catalytic conversion of glycerol as a biorenewable
source to valuable commodity chemicals. Chem. Soc. Rev., 527–549.
Gonçalves, V., Pinto, B., Silva, J. and Mota, C. (2008). Acetylation of glycerol
catalyzed by different solid acids. Catalysis Today, 133-135, pp.673-677.
Kale, S., Umbarkar, S., Dongare, M., Eckelt, R., Armbruster, U. and Martin, A.
(2015). Selective formation of triacetin by glycerol acetylation using
acidic ion-exchange resins as catalyst and toluene as an entrainer.
Applied Catalysis A: General, 490, pp.10-16.
Khairiati, N., Zuchra, H., dan Khairat. 2016. Pemanfaatan Gliserol Produk
Samping Biodiesel Menjadi Triacetin Melalui Proses Esterifikasi
Menggunakan Katalis Fly Ash. Universitas Riau.
Liao, X., Zhu, Y., Wang, S., Chen, H. and Li, Y. (2010). Theoretical elucidation
of acetylating glycerol with acetic acid and acetic anhydride. Applied
Catalysis Environmental, 94(1-2), pp.64-70.
Liao, X., Zhu, Y., Wang, S. and Li, Y. (2009). Producing triacetylglycerol with
glycerol by two steps: Esterification and acetylation. Fuel Processing
Technology, 90(7-8), pp.988-993.
Liu, X., Ma, H., Wu, Y., Wang, C., Yang, M., Yan, P. and Welz-Biermann, U.
(2011). Esterification of glycerol with acetic acid using double SO3H-
functionalized ionic liquids as recoverable catalysts. Green Chemistry,
13(3), p.697.
Nuryoto, Sulistyo, H., Sri Rahayu, S., dan Sutijan, 2010, “ Esterifikasi Gliserol
dan Asam Asetat Dengan Katalisator Indion 225 Na”, Seminar Nasional
Perkembangan Riset dan Teknologi di Bidang Industri ke-16. PSIT
UGM Yogyakarta.
Prahastuti, A. 2010. Prarancnagan Pabrik Selulosa Asetat dari Selulosa dan Asetat
Anhidrid dengan Proses Asetilasi Kapasitas 25.500 To Per Tahun.
Universitas Muhammadiyah Surakarta.
Salam, Z dan Anggi, C.M. 2012. Pabrik Asam Asetat dari Metanol dan Karbon
Monoksida dengan Proses Karbonilasi Monsanto. Institut Teknologi
Sepuluh Nopember: Surabaya.
Suteja, A. 2009. Pembuatan Vinil Asetat dari Etilena, Asam Asetat dan Oksigen
dengan Kapasitas 35.000 Ton/Tahun. Universitas Sumatera Utara:
Medan.
Widayat., Hantoro, S., Abdullah., dan Ika W.K.H. 2013. Proses Produksi Triasetin
dari Gliserol dengan Katalis Asam Sulfat. Universitas Diponegoro.
Zhu, S., Gao, X., Dong, F., Zhu, Y., Zheng, H. and Li, Y. (2013). Design of a
highly active silver-exchanged phosphotungstic acid catalyst for glycerol
esterification with acetic acid. Journal of Catalysis, 306, pp.155-163.
Zhu, S., Zhu, Y., Gao, X., Mo, T., Zhu, Y. and Li, Y. (2013). Production of
bioadditives from glycerol esterification over zirconia supported
heteropolyacids. Bioresource Technology, 130, pp.45-51.
Back to TK101
Feed H2SO4