Anda di halaman 1dari 77

BAB IV

PENDEKATAN KONSEP PERANCANGAN

Titik tolak acuan perancangan merupakan gagasan awal dari suatu konsep
perencanaan, dimana konsep-konsep tersebut merupakan alat untuk mengubah
pernyataan nonfisik menjadi produk bangunan fisik. Konsep-konsep tersebut
diarahkan pada pengembangan rancangan Pusat Perbelanjaan Berkonsep City
Walk Dengan Pendekatan Arsitektur Hijau Di Kabupaten Konawe Selatan.
Adapun kategori pendekatan acuan perancangan itu meliputi pendekatan secara
makro dan pendekatan secara mikro.
Pendekatan secara makro merupakan suatu langkah untuk menentukan
kesesuaian bangunan yang direncanakan dengan wilayah yang digunakan
sebagai tempat perencanaan bangunan tersebut. Pendekatan secara makro
mencakup tentang pendekatan penentuan lokasi, pendekatan penentuan tapak,
dan pendekatan pengolahan tapak. Ketiga hal tersebut harus senantiasa
memperhatikan kesesuaian antara fungsi bangunan dengan segala potensi yang
ada di sekitar wilayah yang dijadikan lokasi perencanaan.
Pendekatan secara mikro merupakan suatu langkah yang lebih diarahkan pada
fungsi bangunan itu sendiri. Artinya, pendekatan secara mikro ini lebih
membahas secara detail tentang aktivitas dan kegiatan yang terjadi di dalam
bangunan, pola gerak aktivitas serta pendekatan kebutuhan dan besaran ruang.
Selain kedua acuan perancangan yang telah dibahas diatas, terdapat pula
pendekatan fisik dan perlengkapan bangunan. Pendekatan ini mencakup
pendekatan bentuk dan penampilan bangunan, penentuan ruang luar, penataan
ruang luar, penataan ruang dalam, pendekatan sistem struktur, sistem utilitas dan
lain sebagainya.
Keseluruhan pendekatan acuan yang dilakukan akan menentukan karakter
dan bentuk bangunan yang direncanakan. Untuk itu, dalam pendekatan acuan
perancangan tersebut harus diiringi dengan dasar-dasar pertimbangan
didalamnya yang disesuaikan dengan fungsi bangunan itu sendiri, yaitu sebagai
bangunan yang difungsikan sebagai pusat perbelanjaan. Adapun deskripsi titik
tolak dasar perencanaan yakni sebagai berikut :

72
1. Pusat perbelanjaan merupakan sebuah fasilitas pelayanan bagi masyarakat
dalam memenuhi kebutuhan baik kebutuhan primer maupun sekunder, dan
sebagai sebuah wadah bagi kegiatan perekonomian masyarakat.
2. Pusat perbelanjaan yang terdiri dari ruang-ruang yang khusus seperti, ruang
retail, ruang pengelola, hall, dan sebagainya.
3. Konsep city walk diterjemahkan pada desain melalui penataan massa
bangunan serta sirkulasi pada pusat perbelanjaan. Prinsip rrsitektur hijau pada
pusat perbelanjaan yang akan diterapkan dalam desain diharapkan dapat
menerjemahkan pengolahan site, pengorganisasian ruang, penataan ruang
dalam (pencahayaan dan penghawaan), serta kebutuhan-kebutuhan lainnya.
Pada akhirnya konsep city walk dan pendekatan arsitektur hijau pada pusat
perbelanjaan akan menghasilkan lingkungan pusat perbelanjaan (luar dan
dalam) yang memiliki suasana yang berbeda dari pusat perbelanjaan pada
umumnya.

A. Pendekatan Konsep Perancangan Makro


1. Pendekatan Penentuan Lokasi
a. Peraturan Zonasi Daerah Setempat

Peraturan zonasi merupakan faktor yang paling penting dan


diprioritaskan dalam pemilihan lokasi pusat perbelanjaan, ketentuan
pemerintah harus dipatuhi agar tidak menyalahi arahan pemanfaatan ruang
yang telah diatur oleh pemerintah setempat. Peraturan zonasi menjadi faktor
yang absolut dalam pemilihan lokasi Pusat Perbelanjaan.

b. Konsumen

Konsumen merupakan hal yang terpenting bagi keberadaan sebuah


pusat perbelanjaan. Terdapat dua hal yang harus diperhatikan yaitu
segmentasi pasar dan jangkauan pelayanan. Keberhasilan dalam
menetapkan segmen pasar berarti akan berhasil menjadikan konsumen
potensial menjadi konsumen yang sesungguhnya.

c. Ketersediaan Moda Transportasi

73
Transportasi umum bisa menjadi hal yang penting dan faktor yang tidak
bisa diabaikan dalam pemilihan lokasi sebuah pusat perbelanjaan. Lokasi
yang dilalui oleh semakin banyak jalur transportasi umum akan membuat
lokasi tersebut semakin diminati oleh konsumen sebagai salah satu pilihan
lokasi yang strategis.

d. Tingkat Arus Lalu Lintas

Menurut Berman & Evan dalam Satria (2019), tingkat arus lalu lintas
merupakan salah satu faktor terpenting. Hal ini dikarenakan konsumen
cenderung enggan untuk mengunjungi pusat perbelanjaan tersebut jika
arusnya padat dan sulit untuk dijangkau. Dengan arus yang stabil konsumen
akan lebih tertarik untuk mengunjunginya.

e. Kemudahan Dicapai dari Fasilitas Umum

Fasilitas umum tersebut antara lain fasilitas kesehatan, fasilitas


pendidikan, fasilitas perkantoran dan fasilitas umum lainnya. Jarak yang
diperhitungkan adalah ±5-10 menit dalam jalan. Dalam hal ini Kemudahan
suatu tempat untuk dijangkau merupakan faktor dalam aksebilitas yang
terpenting (Ratcliff dalam Satria, 2019).

f. Ketersediaan Jaringan Listrik

Jaringan listrik merupakan hal yang sangat penting dalam


operasionalisasi sebuah pusat perbelanjaan. Hal ini didukung oleh teori dari
Marlina mengenai kawasan komersial bahwa pembangunan pusat
perbelanjaan akan memperhatikan aspek ketersediaan jaringan utilitas yang
memadai untuk menunjang fungsi dan kinerja dari pusat perbelanjaan
tersebut. Dalam teori tersebut prasarana utama yang perlukan adalah
jaringan listrik terlebih dahulu.

g. Biaya (Harga Lahan)

Hal yang sangat diwaspadai oleh investor adalah mengenai harga lahan
yang akan ditempati. Investor akan memperhitungkan agar harga lahan tidak
terlalu mahal dan investor tersebut lebih cepat untuk balik modal dan

74
mendapatkan keuntungannya. Tetapi jika faktor-faktor sebelumnya telah
terpenuhi dan lokasi tersebut adalah lokasi yang paling strategis, para
investor akan menanamkan modalnya pada lokasi tersebut.

h. Ketersediaan Jaringan Drainase

Seperti halnya jaringan listrik, sebuah Pusat Perbelanjaan tidak akan


mengabaikan jaringan drainase sebagai fungsi kinerja pusat perbelanjaan
tersebut. Pusat perbelanjaan perlu diperhatikan dari jaringan drainase adalah
mengenai ketersediaan, kondisi dan jenis dari drainase (Marlina, 2008).
Jaringan drainase diperlukan sebagai salah satu dari operasionalisasi pusat
perbelanjaan.

i. Kesesuaian Kondisi Geologi dan Hidrologi

Kegiatan pada pusat perbelanjaan harus melihat kemampuan lahan


lokasi tersebut agar tidak terjadi kerusakan lahan atau robohnya bangunan.
Geologi dan hidrologi dilihat dari tingkat kemampuan lahan pada lokasi
tersebut. Namun dengan kecanggihan teknologi dan berbagai rekayasa
lahan yang ada kondisi geologi dan hidrologi bukan merupakan sebuah
halangan. Untuk membangun pusat perbelanjaan tersebut dapat dilakukan
beberapa rekayasa lahan sehingga mampu menampung beban bangunan
pada pusat perbelanjaan. Berdasarkan kondisi tersebut dapat simpulkan
bahwa untuk pemilihan lokasi pusat perbelanjaan kondisi kemampuan lahan
tidak terlalu diperhatikan karena sudah terdapat beberapa rekayasa-rekayasa
lahan yang dapat diterapkan.

j. Suspicient

Suspicient merupakan keterkaitan lokasi dalam mengambil keuntungan


kegiatan disekitarnya. Setelah menentukan lokasi yang paling tepat untuk
pembangunannya, pusat perbelanjaan melihat kegiatan apa saja yang ada
disekitar lokasi tersebut. Dengan mengetahui kegiatannya yang ada
disekitarnya pusat perbelanjaan tersebut dapat menentukan strategi yang
tepat untuk menarik konsumen dari kegiatan-kegiatan tersebut.

75
k. Generative

Seperti halnya keterkaitan spasial suspicient, keterkaitan spasial


generative juga diperhitungan dalam pemilihan lokasi pusat perbelanjaan.
Keterkaitan lokasi dalam menarik konsumen disekitarnya. Berbeda dengan
suspicient, dalam generative menarik konsumen berdasarkan jumlah
penduduk yang dapat dilayani pada suatu lokasi.

l. Lokasi dan Jarak dengan Pesaing

Lokasi pesaing merupakan faktor yang terakhir dalam pertimbangan


untuk memilih lokasi. Hal ini berbeda dengan yang dikatakan oleh Gilber
dan Fandi Tjiptono. Mereka mengatakan bahwa lokasi dan jarak dengan
pesaing adalah faktor yang akan paling diutamakan dalam pemilihan lokasi
pusat perbelanjaan (Gilbert, dalam Satria, 2019).

2. Pendekatan Penentuan Site/Tapak


Tujuan penentuan site/tapak adalah untuk mendapatkan tapak pada lokasi
terpilih yang sesuai dengan kebutuhan dengan fungsi bangunan dengan
memperhatikan potensi yang ada. Adapun yang menjadi dasar pertimbangan
penentuan tapak adalah :

a. Luasan tapak yang mencukupi

b. Memiliki path (jalur yang digunakan oleh pengguna untuk bergerak atau
berpindah tempat).

c. Edges (batas, dapat berupa suatu desain, jalan, sungai, gunung yang
memiliki identitas yang kuat karena tampak visual yang jelas).

d. District (Merupakan karakter atau aktivitas khusus yang dapat dikenali


yang berbentuk pola seperti kawasan pemukiman atau kawasan
pendidikan).

e. Posisi site/tapak pada lokasi memiliki aksesbilitas yang mudah dicapai dari
berbagai arah.

76
f. Kemiringan lahan rendah-sedang, diharapkan bebas dari daerah potensi
genangan dan banjir

g. Aksesibilitas menuju fasilitas umum.

3. Pendekatan Pengolahan Site/Tapak

Pendekatan pengolahan site/tapak bertujuan untuk menciptakan sinergis


antara bangunan dan tapak dengan mempertimbangkan data kondisi eksisting
yang akan ditanggapi pada konsep perancangan tapak yang terdiri dari
aksesbilitas, sirkulasi sekitar tapak, keistimewaan alami tapak, keistimewaan
buatan tapak, prasarana dan sarana. Terdapat beberapa konteks yang ada pada
analisa tapak, yaitu

a. Eksisting

Data eksisting merupakan data keadaan site/tapak yang ada di


lapangan. Data yang ada berupa informasi kondisi sekitar tapak, kelebihan
dan kekurangan tapak, unsur pendukung bangunan serta hal-hal yang perlu
dibenahi atau diadakan untuk mendukung fungsi bangunan.

b. Orientsi Matahari dan arah Angin

Dalam perencanaan Pusat Perbelanjaan Berkonsep City Walk Dengan


Pendekatan Arsitektur Hijau Di Kabupaten Konawe Selatan, lintasan
matahari perlu di analisis untuk memaksimalkan cahaya alami pada ruang
juga dapat menjadi pertimbangan dalam penempatan bentuk dan massa
bangunan.

Arah angin dapat menjadi Analisa dalam menentukan bukaan pada


bangunan untuk menciptakan pengkondisian udara dalam bangunan.
Lintasan arah angin biasanya berhembus kencang dari arah timur ke barat.

c. Kebisingan

Kebisingan di sekitar tapak disebabkan oleh beberapa faktor, seperti


kebisingan akibat kendaraan bermotor dan kebisingan akibat aktivitas di
sekitar tapak. Kebisingan diatasi dengan mempertimbangkan :

77
1) Arah datangnya kebisingan.

2) Tinggi rendahnya tingkat kebisingan.

3) Jenis kegiatan yang membutuhkan tingkat kebisingan tertentu


dipisahkan menurut tingkat kebisingan polusi dan kegiatan.

4) Menggunakan bahan dan material yang dapat menyerap bunyi pada


ruang-ruang yang membutuhkan ketenangan.

5) Menempatkan ruang-ruang yang membutuhkan suasana tenang jauh


dari sumber kebisingan.

d. Pencapaian Menuju Tapak

Analisis ini dilakukan untuk mengetahui arah pergerakan kendaraan


dan pejalan kaki yang berada di sekitar tapak yang nantinya digunakan
sebagai bahan pertimbangan dalam penentuan jalur masuk (main
entrance) maupun jalur keluar (site entrance) dari pusat perbelanjaan.
Pertimbangan pencapaian menuju tapak :

1) Pencapaian tiga arah lalu lintas kendaraan.

2) Pencapaian dapat menggunakan kendaraan pribadi dan kendaraan


umum.

3) Akses yang mudah baik oleh kendaraan maupun pejalan kaki.

4) Perletakan main entrance dan side entrance tidak pada area yang dapat
menyebabkan kemacetan. Adapun Penempatan entrance pada tapak
terbagi atas dua, yaitu:

a) Main Entrace

Main entrace merupakan jalan masuk utama bagi pengguna


bangunan dan pengunjung ke dalam tapak yang di pusatkan pada jalur
yang mudah di jangkau, sedangkan untuk jalan keluar di tempatkan
pada jalan yang pemakainnya rendah. Penggunaan main entrace untuk
memudahkan pengaturan sirkulasi kendaraan.

78
Perletakan main entrace dipertimbangkan agar entrance utama
mudah dilihat, dengan cara membuat ruang penerima/pos jaga pada
entrance, entrace utama dekat dengan arah datangnya pengguna
bangunan, entrace utama tidak mengganggu kelancaran lalu lintas.

b) Side Entrance

Side entrace merupakan jalan alternatif untuk masuk bagi


pengguna bangunan dan pengunjung yang berjalan kaki. Side entrace
di tempatkan pada jalan yang aksesnya sedang. Side entrace atau
service entrace adalah jalan alternatif untuk kegiatan service pelayanan
bangunan, pengangkutan fasilitas kantor, sirkulasi pemadam
kebakaran, jalan alternatif bagi pengguna bangunan dan lain
sebagainya.

Pencapaian pada bangunan akan mempengaruhi penampilan serta


kesan yang ditimbulkan bangunan tersebut. Ada tiga teknik pencapaian
yang bisa diterapkan dalam perancangan, yaitu pencapaian langsung,
tersamar, dan berputar.
1) Pencapaian Langsung
Secara visual pencapaian ke bangunan jelas. Yaitu, pendekatan yang
mengarah langsung ke suatu gateway, melalui sebuah jalan lurus yang
segaris dengan alur sumbu bangunan. Tujuan visual yang mengakhiri
pencapaian ini jelas, dapat merupakan fasad muka seluruhnya dari
sebuah bangunan atau suatu perluasan tempat masuk dalam bidang.

Gambar IV. 1 Pencapaian Langsung


Sumber Ching, 2000

79
2) Tersamar
Pendekatan tersamar meningkatkan efek perspektif pada fasad
depan dan bentuk suatu bangunan. Jalur dapat diubah arahnya satu atau
beberapa kali untuk menghambat dan memperpanjang urutan
pencapaian. Jika suatu bangunan dekat pada sudut yang ekstrim, jalan
masuknya dapat memproyeksikan apa yang ada di luar fasad sehingga
dapat terlihat jelas.

Gambar IV. 2 Pencapaian Tersamar


Sumber : Ching, 2000
3) Berputar
Pencapaian berputar memperpanjang urutan pencapaian dan
mempertegas bentuk tiga dimensi suatu bangunan sewaktu bergerak
mengelilingi tepi bangunan. Jalan masuk bangunan mungkin dapat
dilihat terputus-putus selama waktu pendekatan untuk memperjelas
posisinya atau dapat tersembunyi sampai di tempat kedatangan.

Gambar IV. 3 Pencapaian Berputar


Sumber : Ching, 2000
e. Penzoningan Tapak

Zonasi atau pendaerahan diartikan sebagai penetapan suatu daerah


berdasarkan kelompok utama yaitu public area, privat area, service area,
dan sirculation area (Suptandar, 1999:99).

80
Dua hal utama dalam penataan dan pendaerahan suatu ruang yaitu
penataan dari tiap unit dengan menyatukan tugas sejenis dan berurutan
sesuai dengan alur kerja, guna pencapaian efisiensi kerja dan pemanfaatan
ruang (Suptandar, 1982:28).

Zoning dianalisa untuk mendapatkan kemungkinan terbaik bagi


pengelompokkan aktivitas agar masing-masing mempunyai tingkat privasi
yang sesuai dengan hirarki ruang yang jelas. Penentuan pengelompokkan
kegiatan pendaerahan pada tapak ini atas dasar beberapa pertimbangan
yaitu:

1) Fungsi-fungsi yang direncanakan keberadaannya dalam tapak.

2) Kebutuhan ruang yang diperlukan berdasarkan fungsi dan sifat


kegiatan.

3) Sistem pencapaian dan jalur sirkulasi yang langsung, mudah dan aman.

f. Sirkulasi Pada Tapak


1) Sirkulasi Pada Tapak
a) Sirkulasi pejalan kaki dengan mempertimbangkan:
(1) Menuntut kejelasan dan kemudahan (pemisahan yang jelas
antara jalur pejalan kaki dan kendaraan).
(2) Berfungsi sebagai pengarah.
(3) Cross sirkulasi antara pejalan kaki dengan kendaraan dibuat
seminimal mungkin.
(4)Memberikan keamanan, kemudahan, kejelasan, kecepatan dan
perlindungan terhadap pejalan kaki, misalnya dengan menanam
tanaman pelindung, disekitar jalur sirkulasi sebagai pelindung
dari sengatan panas matahari, dan memberikan kenyamanan
dengan menghadirkan suasana yang tidak membosankan. Dengan
faktor batas kelelahan maksimum 30 m.
b) Aksesibitas penyandang cacat dengan mempertimbangkan :
(1) Tingkat kemudahan untuk dapat menuju, mencapai, memasuki
dan penggunaan bangunan secara mandiri

81
(2) Bagi penyandang cacat, untuk mengatasi perbedaan jalan
digunakan ramp dan jalur pemandu.
(3) Simbol dan arah dalam bentuk implementasi standar-standar
aksisbilitas dan ukuran dasar ruang bagi penyandang cacat.
(4) Dimensi jalur Permukaan tidak halus atau licin dan tanpa
hambatan atau lubang.
c) Sirkulasi Kendaraan
Dasar pertimbangan utama pada pendekatan arus sirkulasi
kendaraan adalah.
(1) Adanya kejelasan arah dalam pola jalan agar tidak
membingungkan.
(2) Kemudahan dalam pencapaian dari fasilitas-fasilitas yang ada.
(3) Kelancaran sirkulasi dengan memisahkan jalan masuk dan
keluar kendaraan.
(4) Dapat dengan mudah meninggalkan kendaraan maupun kembali
ke kendaraan setelah parkir.
(5) Tidak mengganggu sirkulasi pejalan kaki.
d) Sirkulasi Servis
Hal-hal yang perlu diperhatikan pada pendekatan sirkulasi
kendaraan servis adalah :
(1) Kelancaran arus keluar masuk barang.
(2) Posisi area bongkar muat yang strategis.
(3) Bila memungkinkan dibuat terpisah dari jalur pengunjung.

Tabel IV. 1 Jenis-jenis Pola Sirkulasi


No Pola sirkulasi Kelebihan Kekurangan
01 02 03 04
Linier
Pola ini sangat
1 sesuai dengan Monoton
ruang-ruang formal
Pemborosan
Pencapaian penggunaan ruang
Radial
sirkulasi bebas ke (membutuhkan ruang
2 sehala arah dan yang sangat luas).
mempersingkat
pencapaian.

82
01 02 03 04
Spiral
Pencapaian Jarak tempuh lama
3 sirkulasi dinamis (memakan waktu
dan mengarahkan. yang banyak)

Grid Sesuai dengan


pencapaian sirkulasi Monoton dan
4 pada ruang-ruang cenderung
formal karena membingungkan
keteraturannya
Jaringan Pencapaian
5 sirkulasi bebas dan Membingungkan
tidak monoton

Komposit Fleksibel, dan


menjadikan alur
6 pencapaian Membingungkan
sirkulasi menjadi
dinamis

Sumber : D.K.Ching, 2000


2) Pola-pola Jalan
Selain pola sirkulasi terdapat pula pola-pola jalan suatu kawasan
dapat dibagi menjadi:
a) Gridion
Pola gridion adalah jalan yang terdiri dari dua pasang jalan yang
saling berpotongan pada jarak sama dan menciptakan bujur sangkar
atau kawasan-kawasan ruang segi empat. Pola ini menciptakan
keteraturan pada suatu kawasan.

Gambar IV. 4 Pola Jalan Gridion


Sumber : Chiara, 1978

83
b) Lengkung
Pola jalan lengkung adalah jalan yang terdiri dari beberapa pasang
jalan yang saling berpotongan dengan jarak yang berbeda dalam bentuk
yang melengkung.

Gambar IV. 5 Pola Jalan Lengkung


Sumber : Chiara, 1978

c) Taman
Pola jalan taman adalah pola jalan yang membentuk sebuah
taman pada bagian tengah kawasan yang dikelilingi oleh hunian
bangunan.

Gambar IV. 6 Pola Jalan Taman


Sumber : Chiara, 1978
d) Cul De Sac
Jalan cul de sac adalah jalan yang hanya terbuka satu sisinya
yang dilengkapi dengan sebuah lingkaran putar pada sisi lainnya.
Lebar badan jalan culdesac adalah 50 kaki dan diameter 90 kaki
untuk lingkaran putar.

84
Gambar IV. 7 Pola Jalan Cul De Sac
Sumber : Chiara, 1978
e) Simpangan
Pola jalan simpangan yaitu pola jalan menerus yang dipisahklan
oleh dua atau lebih jalan yang saling berlawanan arah dan dengan
atau tidak sejajar.

Gambar IV. 8 Pola Jalan Simpangan


Sumber : Chiara, 1978
f) Loop
Pola loop adalah jalan terbuka pada dua sisinya dengan dua
lengkungan/belokan pada dua sisinya.

Gambar IV. 9 Pola Jalan Loop


Sumber : Chiara, 1978

85
g. View dari dalam dan Keluar tapak

View merupakan arah pandang yang baik dari dalam dan ke luar tapak.
Untuk mendapatkan view yang baik perlu memperhatikan hal-hal sebagai
berikut:

1) Pemandangan (view) dari tapak ke luar meliputi :

a) Posisi pada tapak dimana pemandangan tidak terhalangi

b) Bentuk pemandangan positif ataukah negatif

c) Sudut dalam tapak yang paling baik dan dimana pemandangan


tersebut dapat terhalang

d) Kemungkinan kesinambungan pemandangan untuk jangka panjang

2) Pemandangan (view) dari luar ke arah tapak meliputi:

a) Sudut di bagian mana pada tapak yang akan terlihat untuk pertama
kali.

b) Pemandangan pada tapak yang paling dramatik dari lahan.

c) Pemandangan terbaik dari tapak dan daerah-daerah yang dapat


dilihat.

h. Kontur
Data kontur menunjukan ketinggian topografi yang ada, dan
dinyatakan dalam peta yang akan memperlihatkan karakteristik tapak.
Kontur akan membantu perencana dalam memvisualisasikan bentuk lahan
secara tiga dimensi. Tujuan utama mengubah kontur dari keadaan asalnya
adalah untuk mengarahkan aliran air hujan menjauhi menyesuaikan
struktur buatan manusia pada keadaan topografi yang ada. Proses
pembentukan lahan ini disebut grading. Beberapa istilah dalam grading
yaitu:
1) Kemiringan (grade)
Merupakan presentase kenaikan atau penurunan ketinggian setiap
jarak 100 meter.

86
Gambar IV. 10 Kemiringan (grade)
Sumber : Setiawan, 2012
2) Mahkota Jalan (crown)
Ketinggian punggung jalan, yaitu perbedaan tinggi antara punggung
jalan dan tepi jalan pada potongan melintang. Dimaksudkan untuk
menghindarkan genangan air di jalan atau jalan setapak.

Gambar IV. 11 Mahkota Jalan (crown)


Sumber : Setiawan, 2012
3) Slope lintang (cross slope)
Kemiringan jalan setapak dalam persen, misalnya 2% atau 1:50,
atau beda tinggi total dalam cm. Slope lintang juga dimaksud untuk
membersihkan air dari permukaan perkerasan jalan setapak.
4) Kemiringan injakan (wash)
Kemiringan injakan pada anak tangga dimaksudkan untuk
mengalirkan air agar anak tangga segera kering dihitung dalam cm
permeter atau persen.

Gambar IV. 12 Kemiringan Injakan (wash)


Sumber : Setiawan, 2012

87
5) Kecondongan (batter)
Besarnya penyimpangan dari arah vertikal seperti pada dinding
dengan kecondongan 2:1.

Gambar IV. 13 Kecondongan (batter)


Sumber : Setiawan, 2012

6) Slope
Slope merupakan jarak/panjang horizontal dan vertical pada
sebuah tapak yang memiliki kontur.
7) Galian dan Urugan (cut and fill)
Galian merupakan kontur baru yang ditarik kebelakang masuk ke
dalam slope asalnya. Urugan merupakan kontur baru yang dipindah
keluar dari slope asalnya. Cut and fill dilakukan untuk mencari
keseimbangan antara banyaknya galian dan urugan, atau apakah
diperlukan tambahan tanah urug, ataukah harus membuang kelebihan
tanah ke luar tapak.
Pada penerapannya, untuk memberikan hasil yang maksimal maka
dalam proses grading memiliki beberapa prinsip yaitu:
1) Terciptanya tapak yang menarik, sesuai dan ekonomis.
2) Pencapaian yang aman, nyaman dan fungsional untuk penggunaan dan
pemeliharaan.
3) Membagi aliran air menjauhi bangunan dan perkerasan agar tidak
merusak struktur.
4) Gangguan minimal terhadap lahan dan vegetasi alami.
5) Galian dan urugan optimum.
6) Menghindari timbulnya penampang perkerasan yang bergelombang.
7) Hemat biaya pengendalian erosi, galian utilitas dan struktur.

88
8) Menghindari limpasan air ke jalan.

i. Jaringan Utilitas

Utilitas Kategori ini berhubungan dengan jenis, kapasitas dan lokasi


semua utilitas pada peta lokasi. Jenis utilitas meliputi listrik, gas, selokan,
air bersih dan telepon dimana utilitasnya seberapa jaraknya dari lokasi.

j. Garis Sempadan Bangunan (GSB) dan Koefisien Dasar Bangunan (KDB)


1) Garis Sempadan Bangunan
Garis sempadan bangunan adalah garis pembatas yang menandai
jarak minimum sisi bangunan terluar yang di izinkan, yang diukur dari
daerah milik jalan sampai sisi bangunan terluar. Tujuan GSB adalah
untuk menjamin kualitas lingkungan mikro yang lebih baik, selain itu
beberapa keuntungan bila memiliki GSB yang cukup pada sebuah
bangunan antara lain terdapatnya pekarangan hijau dengan tanaman
sebagai buffer terhadap udara kotor/pencemaran udara dari jalan raya
sehingga udara yang masuk kedalam bangunan merupakan udara yang
bersih. Dari sisi arsitektur, GSB dapat di manfaatkan sebagai ruang
semi publik untuk menjaga privasi bangunan dengan kualitas yang baik.
GSB dapat pula dijadikan daerah servis seperti untuk area parkir,
penempatan tangki septik, bak sampah, sumur serapan dan sebagainya.
2) Koefisien Dasar Bangunan
Koefisien dasar bangunan adalah koefisien dalam persentase luas
tanah yang dapat di bangun atau persentase antara luas lantai dasar
bangunan yang dapat di bangun terhadap luas lantai keseluruhan . Luas
yang diperhitungkan adalah luas lantai dasar, yaitu lantai yang meiliki
hubungan ruang dengan permukaan site (tanah). Pada lahan yang
berkontur perhitungan KDB didasarkan pada luas-luas lantai yang
berada di permukaan tanah di setiap konturnya.
Untuk mendapat informasi tentang KDB yang ditepkan di atas
lahan yang akan di tempati, dapat menghubungi dinas tata bangunan
kota setempat. Bila data KDB belum tersedia maka sebelum melakukan

89
perencanaan bangunan dapat melakukan planning permit terlebih
dahulu terhadap dinas tata bangunan setempat dengan melampirkan
konsep perencanaan bangunan yang akan di bangun.
Untuk mendapatkan luas lantai dasar bangunan (LDB) dari
keseluruhan luas tanah (Lt) sesuai dengan persyaratan KDB, dapat
digunakan rumus : LDB = LT x KDB. Pada kawasan yang berada di
kawasan pegunungan dengan karakteristik kemiringan kontur diatas
15% menurut nilai KDB lebih kecil dibanding dengan kawasan yang
kemiringan konturnya dibawah 15%.
k. Pendekatan Fasilitas Parkir
1) Perancangan Tempat Parkir
Secara garis besar, dalam perancangan (desain) tempat parkir harus
memperhatikan faktor-faktor sebagai berikut:
a) Waktu penggunaan dan pemanfaatan tempat parkir.
b) Banyaknya kebutuhan jumlah kendaraan untuk menentukan luas
tempat parkir.
c) Ukuran dari jenis kendaraan yang akan ditampung.
d) Mempunyai keamanan yang baik dan terlindungi dari panas
pancaran sinar matahari.
e) Cukup penerangan cahaya pada malam hari.
f) Tersedianya sarana penunjang parkir, misal tempat tunggu sopir,
tempat sampah dan lain-lain
g) Keleluasan dalam memarkir kendaraan serta keleluasan pada saat
masuk dan keluar area parkir.
h) Kemudahan dalam pencapaian.
2) Bentuk Tempat Parkir
a) Parkir Tegak Lurus (Perpendicular)

90
Gambar IV. 14 Parkir Tegak Lurus
Sumber : Hakim, dkk (2003)
b) Parkir Pararel (Pararell)

Gambar IV. 15 Parkir Pararel


Sumber : Hakim, dkk (2003)

c) Parkir Sudut (Angle)

Gambar IV. 16 Parkir Sudut 45


Sumber : Hakim, dkk (2003)

91
Gambar IV. 17 Parkir Sudut 60
Sumber : Hakim, dkk (2003)
d) Parkir Khusus Penderita Cacat

Gambar IV. 18 Parkir Khusus Penderita Cacat


Sumber : Hakim, dkk (2003)
Perletakan area parkir harus diperhatikan agar tidak mengganggu dan
pencapaian ke setiap area kegiatan tidak terlalu jauh. Berdasarkan sifat
pelayanannya, tempat parkir juga dibedakan atas dua, yaitu parkir umum
(parkir untuk pengunjung) dan parkir khusus (tempat parkir
pengelola/servis).
B. Pendekatan Konsep Perancangan Mikro
1. Tinjauan Kebutuhan Ruang
Untuk dapat mengetahui kebutuhan akan ruang pada sebuah
bangunan hal yang harus dilakukan yaitu menganalisa kegiatan dari
pengguna bangunan agar dapat mengetahui kebutuhan ruang. Untuk
bangunan pusat perbelanjaan berberapa kelompok kegiatan yang terjadi
yaitu,
a. Pengunjung
Kegiatan utama pengunjung pada pusat perbelanjaan antara lain
yaitu mengkonsumsi kebutuhan berbelanja yang rutin/berulang misal
kebutuhan berbelanja makanan, membandingkan barang berdasarkan

92
kualitas, variasi, desain, harga, layanan dan lain sebagainya sebelum
membuat keputusan barang yang akan dibeli.
b. Penyewa
Penyewa adalah orang atau sekelompok orang yang menyewa
dan mengunakan ruang serta fasilitas yang disediakan dalam
melakukan kegiatan jual beli.
c. Pengelola
Pengelola adalah individu yang tergabung dalam suatu badan yang
bertanggung jawab penuh terhadap segala kegiatan pengelolaan yang
terdapat dalam pusat perbelanjaan. Pengelola pusat perbelanjaan
hanya meliputi dan berhubungan dengan bangunan yang dikelola
tidak termasuk pengelola yang ada pada outlet, masing-masing terdiri
dari :
1) Manager (Manager/Pimpinan)
Pengaturan dibatasi pada pengambilan keputusan (decision
making) tingkat atas.
2) Administration (Administrasi)
Adalah sebuah tim yang mengelola segala hal yang
berhubungan dengan administrasi kantor.
3) Marketing Team (Tim Marketing)
Adalah suatu tim yang mengurusi masalah pemasaran. Berhasil
tidaknya sebuah pusat perbelanjaan tergantung pada marketingnya.
Marketing sering dikatakan sebagai ujung tombaknya produksi.
4) Cleaning Service
Adalah yang mengurusi segala hal yang berhubungan dengan
kebersihan gedung.
5) Maintenance Building Service (Perawatan Gedung)
Adalah suatu tim yang bertanggung jawab terhadap perawatan
gedung yang meliputi utilitas dan struktur gedung.
6) Security (Keamanan)

93
Adalah suatu tim yang bertanggung jawab terhadap keamanan
lingkungan bangunan dari pencurian, perampokan, pengerusakan
dan lain-lain.
d. Pemilik
Yakni pihak yang paling berkepentingan terhadap nilai komersial
dari pusat perbelanjaan. Sasaran utama investor adalah para
pedagang/penyewa toko dan sasaran tidak langsungnya adalah para
pengunjung.
2. Tinjaun Pola Hubungan Ruang
Untuk menentukan pola hubungan ruang, maka dapat didasarkan atas
pertimbangan alur aktivitas/kegiatan. Penentuan pola hubungan ruang
berdasarkan pertimbangan sebagai berikut :
a. Pola sirkulasi dari masing-masing kegiatan pada bangunan.
b. Pengelompokan dan keterkaitan masing-masing kegiatan pada
bangunan.
c. Pertimbangan dari segi fleksibilitas peruangan.
Dengan pertimbangan hal-hal tersebut diatas, maka hubungan ruang
disini dibedakan menjadi 2 hubungan secara garis besar yaitu :
a. Hubungan langsung
Hubungan langsung yang relatif tidak melalui media/fasilitas
penghubung.

b. Hubungan tidak langsung


Hubungan ruang yang melalui media/fasilitas penghubung
(selasar, atrium dan sebagainya).
3. Tinjauan Organisasi Ruang
a. Organisasi Ruang Linear

Gambar IV. 19 Organisasi Ruang Linear


Sumber : Ching, , 2000

94
Sebuah organisasi ruang linear pada hakikatnya terdiri dari
serangkaian ruang. Ruang-ruang ini dapat secara langsung terkait
secara satu sama lain atau dihubungkan melalui sebuah ruang linear
yang terpisah dan jauh.
Sebuah organisasi linear biasanya terdiri dari ruang-ruang
berulang yang ukuran, bentuk dan fungsinya serupa. Ia juga dapat
terdiri dari sebuah ruang linear yang tunggal yang mengorganisir
serangkaian ruang yang berbeda ukuran,bentuk atau fungsi sepanjang
sisinya.
b. Organisasi Ruang Grid

Gambar IV. 20 Organisasi Ruang Grid


Sumber : Ching, 2000
Terdiri dari ruang-ruang yang diorganisir dalam kawasan grid
struktural atau dengan pola grid tiga dimensi. Karena sebuah grid tiga
dimensional terdiri dari unit-unit ruang yang moduler dan berulang,
maka ia dapat dikurangi, ditambah, atau dilapisi, dan tetap mampu
mempertahankan identitasnya sebagai grid.
c. Organisasi Ruang Radial

Gambar IV. 21 organisai Ruang Radial


Sumber : Ching, 2000
1) Merupakan kombinasi dari organisasi terpusat dan linear.
2) Organisasi terpusat mengarah kedalam, sedangkan radial
mengarah keluar.

95
3) Lengan radial dapat berbeda satu sama lain, tergantung dari
kebutuhan dan fungsi.
d. Organisasi Ruang Terpusat

Gambar IV. 22 organisasi Ruang Terpusat


Sumber : Ching, 2000
1) Sebuah ruang yang besar dan dominan sebagai pusat dari ruang-
ruang lainnya.
2) Ruang disekelilingnya memiliki bentuk, ukuran & fungsi yang
sama dengan ruang lainnya.
e. Organisasi Ruang Mengelompok

Gambar IV. 23 Organisasi Ruang Mengelompok


Sumber : Ching, 2000
1) Ruang-ruang dikelompokkan berdasarkan adanya hubungan atau
bersama-sama memanfaatkan ciri atau hubungan visual.
2) Sumbu dapat membantu organisasi ini.
4. Tinjauan Zonasi Ruang
Hal-hal yang perlu dipertimbangkan dalam pengelompokkan ruang
adalah sebagai berikut:
a. Jenis kegiatan yang terjadi dikelompokkan berdasarkan tingkat
kebutuhan yang saling berkaitan.
b. Sifat ruang didasarkan pada jenis aktivitas yang dilakukan, yaitu :

96
1) Ruang publik adalah ruang yang hampir tidak mempunyai
kebutuhan privasi sehingga pengunjung ataupun pengelola dapat
dengan bebas memasukinya.
2) Ruang semi publik adalah ruang yang mempunyai privasi setingkat
di atas ruang publik sehingga hanya pelaku aktivias tertentu yang
bisa masuk di ruang tersebut dan dibatasi oleh sesuatu.
3) Ruang privat adalah ruang yang mempunyai tingkat privasi tinggi
sehingga yang masuk di ruang tersebut hanya pelaku aktivitas yang
memiliki kepentingan di dalamnya.
4) Ruang service adalah ruang yang juga memiliki tingkat privasi
tinggi tetapi ada yang untuk pelaku aktivitas tertentu saja dan ada
yang untuk semua pelaku aktivitas seperti ruang tenang, ruang agak
bising, dan ruang bising.
c. Karakteristik ruang didasarkan pada kenyamanan dan kriteria-kriteria
tertentu untuk suatu ruang.
5. Tinjauan Sirkulasi Ruang
a. Sirkulasi Pengunjung
1) Sistem Sirkulasi Linear
Seluruh jalur adalah linear. Namun, jalur yang lurus, dapat
menjadi elemen pengatur yang utama bagi serangkaian ruang.
Sebagai tambahan, jalur ini dapat berbentuk kurvalinear atau
terpotong-potong, bersimpangan dengan jalur lain, bercabang, atau
membentuk sebuah putaran balik.

Gambar IV. 24 Sistem Sirkulasi Linear


Sumber : Pynkyawati 2014

97
2) Sistem Sirkulasi Radial.
Bentuk radial terdiri atas bentuk-bentuk linear yang
berkembang dari suatu unsur inti terpusat ke arah luar menurut jari-
jarinya. Bentuk radial dapat tumbuh menjadi sebuah jaringan dari
pusat-pusat, yang dihubungkan oleh lengan-lengan linear. Pola
yang sering diterapkan pada bangunan atau monument yang
menjadi tengaran atau pusat kota.

Gambar IV. 25 Sistem Struktur Radial


Sumber : Pynkyawati 2014

3) Sistem Sirkulasi Spiral.

Gambar IV. 26 Sistem Sirkulasi Spiral


Sumber : Pynkyawati 2014

Pola sirkulasi spiral adalah suatu jalan tunggal menerus, yang


berasal dari titik pusat, mengelilingi pusat dengan jarak yang
berubah. Diterapkan pada daerah perbukitan atau daerah berkontur
dan daerah luas.
4) Sistem Sirkulasi Jaringan
Dalam sistem sirkulasi jaringan terdapat jalan yang
menghubungkan titik-titik tertentu dalam ruang.

98
Gambar IV. 27 Sistem Sirkulasi Jaringan
Sumber : Pynkyawati 2014

Maithland dalam Utama (2016) menyebutkan bahwa pada


dasarnya pola mal berpola linier. Tatanan mal yang sering dijumpai
adalah mal berkoridor tunggal dengan lebar koridor standar antara 8-
16 m. Untuk memudahkan akses pengunjung, pintu masuk sebaiknya
dapat dicapai dari segala arah.
Berikut merupakan sistem atau pola sirkulasi pada sebuah mal.
Sistem mal menggunakan pedestrian yang disisinya berderet retail
tempat berjualan barang.

Gambar IV. 28 Sirkulasi Mal


Sumber : Utama, 2016
Sehingga dengan demikian, pola mal memiliki visual ruang
yang lebih baik dan menghindari kesan padat barang yang sering
membosankan konsumen.

b. Sirkulasi Servis

99
Beddington (1982:32) dalam Utama 2016 menjelaskan
beberapa pola sirkulasi untuk loading dan unloading dock sebagai
berikut.
1) Sistem Sirkulasi Servis Satu Lajur
Sistem servis satu lajur memanfaatkan satu lajur (kiri/kanan)
untuk digunakan sebagai loading dan unloading barang.

Gambar IV. 29 Sistem Sirkulasi Servis Satu Lajur

Sumber : Utama, 2016


2) Sistem Servis Dua Lajur
Sistem servis dua lajur memanfaatkan 2 sisi lajur untuk loading
dan unloading.

Gambar IV. 30 Sistem Servis Dua Lajur


Sumber : Utama, 2016
3) Sistem T
Sistem T merupakan alternatif di tempat sempit dan untuk
kelancaran sirkulasi sehingga truk barang tidak memerlukan ruang
untuk putar balik lagi.

100
Gambar IV. 31 Sistem T
Sumber : Utama, 2016
4) Pola Loading Dock
Dalam loading dan unloading barang seringkali truk harus
parkir dan menunggu giliran, berikut pola yang dijelaskan
Beddington (1982:32) dalam Utama 2015.

Gambar IV. 32 Pola Loading Dock


Sumber : Utama, 2016
6. Tinjauan Besaran Ruang
Untuk mendapatkan besaran ruang diperoleh dari pola aktivitas dan
peralatan yang digunakan oleh pelaku dalam ruangan tersebut, selain itu
berdasarkan pula pada pertimbangan :
a. Jumlah pemakai ruang.
b. Jumlah pelaku kegiatan.
c. Standar-standar luasan yang dapat dilihat dalam standar ruang.
d. Macam dan fungsi ruang.
e. Studi perabot dan fasilitas peralatan yang dibutuhkan.
f. Pola gerak statis dan dinamis dari pelaku pengunjung dan pengelola.
g. Modul dasar.

101
Standar ruang yang digunakan adalah :
a. Neufert Architect Data.
b. Building Planing dan Design Standards.
c. Utilitas Bangunan
d. Studi peralatan dan ruang gerak.
e. Pengamatan dan Asumsi
7. Tinjauan Modul Ruang
a. Jenis Permodulan
Pemilihan modul ruang harus memenuhi syarat perancangan
struktur, efisiensi, efektifitas fungsi dan sifat bangunan, fleksibe serta
tetap mempertahankan estetika. Penentuan modul didasarkan pada :
1) Modul dasar
Modul yang digunakan didasarkan pada ukuruan tubuh
manusia dari area gerak tubuh. Untuk mendapatkan besarnya
terlebih dahulu diketahui dasar (unit terkecil), kemuian ditetapkan
dimensinya yang dapat diwakili.
2) Modul fungsi
Modul ruang yang didasarkan pada fungsi ruang yang
direncanakan. Terlebih dahulu diketahui unit fungsi lalu ditetapkan
dimensi yang diwakili. Dari unit terkecil angka 30 cm merupakan
kelipatan terkecil yang dapat menjadi interval dari besaran 60 cm,
90 cm, dan 120 cm.
3) Modul perancangan
Merupakan kelipatan modul fungsi dimana harga dasarnya
ditetapkan dengan sistem satuan (meter), bentuk kelipatannya
biasanya mencapai 0.9 m, 1.8 m, 2.7 m, 3.6 m dan seterusnya.
a) Modul Horizontal
Merupakan kelipatan dari modul fungsi 30 cm. jika suatu
pekerjaan membutuhakan area 1.0 m x 1.80 m, maka kelipatan
selanjutnya yang dapat digunakan adalah 3.60, 7.20 dan 9.00.
Faktor-faktor yang mempengaruhi modul horizontal adalah:

102
(1) Modul dasar, sebagai unit terkecil untuk memenuhi
penataan dalam dimensi dari komponen bangunan. Modul
ini ditentukan dimens dasar bahan bagnuan untuk lantai
dinding dan plafond.
(2) Modul struktur, yang menyatakan kelipatan modul dasar.
Bidang efektif beton berkisar 3-8m.
(3) Modul gerak, maka ditentukan modul strukturnya dengan
mempertimbangkan efisiensi pembagian luar kamar, modul
perabot, serta modul dasar berbahan 30cm dan modul
gerak.
Pengolahan modul secara horizonal biasanya dengan
sruktur grid, radial, atau kombinasinya secara tegak lurus dan
dengan susdut tertentu. Panjang bervariasi yaitu 360 atau
kelipatannya.
b) Modul Vertikal
Penentuan modul vertikal yang ideal didasarkan pada :
(1) Ketinggian maksimum dari perabot ruang yang terjangkau
gerak pekerjaan adalah 2 meter. Dengan demikian ketinggian
langit-langit tidak boleh kurang dari 2 meter
(2) Sistem ventilasi yang digunakan untuk ventilasi alam, tinggi
ideal ruang sekitar 3-4,5 meter. Untuk ventilasi buatan tinggi
ideal ruangan adalah 2,7 meter
(3) Penerapan penerangan alami dengan pertimbangan bahwa
semakin tinggi jarak modul maka semakain banyak sinar
matahari masuk. Untuk penerangan buatan tinggi lantai ideal
adalah 2,4 – 2,7 meter.
(4) Modul vertikal untuk basement adalah 2,8 meter (menurut
ADN)
8. Pendekatan Bentuk dan Tampilan Bangunan
a. Bentuk Dasar Bangunan
Menurut Vitruvius, tidak ada istilah bentuk. Bentuk bagi
Vitruvius, bila mau dikaitkan dengan fungsi/utilitas tentunya

103
merupakan gabungan antara firmistas (technic) dengan venustas
(beauty/delight). Obyek-obyek dalam persepsi kita memiliki
wujud/ujud (shape). Wujud/ujud merupakan hasil konfigurasi tertentu
dari permukaan permukaan dan sisi-sisi bentuk (Ching, 1979;50)
Menurut Ching pada bukunya form space an the order, dari unsur
geometri dapat diketahui bahwa bentuk-bentuk umum adalah berupa
lingkaran dan berbagai variasi tak terbatas dari bentuk poligonal yang
dapat dimasukkan kedalam lingkaran tersebut. Dari sekian banyak
bentuk tersebut, dapat dikenali sebagai bentuk dasar adalah lingkaran,
segitiga, dan bujur sangkar Berikut adalah karakter yang dimiliki
masing-masing bentuk dasar tersebut.

Tabel IV. 2 Bentuk Dasar Bangunan


K RI T E R IA S EG I S EG IT IG A L ING K A RA N
E MP A T

Sifat formil Formil, tegas Stabil Dinamis


dan sederhana
Efisiensi ruang Tinggi Kurang Sedang
Visual bangunan Empat arah Tiga arah Dari segala arah
Pengembangan Mudah Sukar Agak sukar
Pelaksanaan Lebih mudah Agak sukar Cukup
Fleksibilitas ruang Tinggi Kurang Cukup
Sumber: Firdauzah, 2013
b. Penampilan bangunan
Penampilan bangunan merupakan faktor yang sangat menentukan
keberhasilan suatu perencanaan, terutama bagi suatu bangunan yang
bersifat komersil. Dalam hal ini, penampilan bangunan dari luar
maupun tata ruang dalam bangunan harus menunjukan ciri dan
karakter serta aktivitas dalam bangunan. Untuk pendekatan
penampilan bangunan, faktor-faktor yang mempengaruhi antara lain :
1) Tuntutan fungsi dari unit-unit kegiatan dalam bangunan.
2) Karakter filosofi bangunan yang menuntut penampilan bangunan
dan kenyamanan, di mana penataan bentuk bangunan sangat
berpengaruh.

104
3) Keserasian serta proporsi bangunan terhadap lingkungan di
sekitarnya.
4) Efektifitas dan efisiensi dalam penggunaan ruang.
Dalam penampilan bangunan terdapat unsur unsur yang dapat
menpengaruhi penampilan bangunan seperti halnya garis. Menurut
Sadjiman Ebdi (2005 : 80 ) Karakter garis merupakan bahasa rupa dari
unsur garis. Adapun karakter tersebut adalah :
1) Garis horisontal, yaitu garis mendatar yang mengasosiasikan
cakrawala, mengesankan istirahat, memberikan karakter/ lambang
pasif, kaku, ketenangan, kedamaian dan kemantapan.
2) Garis vertikal, yaitu garis tegak ke atas mengasosiasikan benda-
benda yang berdiri tegak lurus, mengesankan keadaan tak
bergerak, sesuatu yang melesat menusuk langit mengesankan
agung, jujur, tegas, cerah, cita-cita, pengharapan. Memberikan
karakter/ lambang statis, kestabilan, kemegahan, kekuatan,
kekokohan, kejujuran dan kemasyuran.
3) Garis diagonal, yaitu garis miring ke kanan atau ke kiri
mengasosiasikan orang lari, pohon doyong dan obyek yang
mengesankan keadaan tidak seimbang. Melambangkan
kedinamisan, kegesitan dan kelincahan.
4) Garis zigzag merupakan garis patah-patah bersudut runcing, dibuat
dari gabungan vertikal dan diagonal sebagai asosiasi petir, retak,
letusan. Menggambarkan karakter gairah, semangat, bahaya,
mengerikan, nervous sebagai lambang gerak semangat, kegairahan
dan bahaya.
5) Garis lengkung, meliputi lengkung mengapung, lengkung kubah
dan lengkung busur. Mengasosiasikan gumpalan asap, buih sabun,
balon. Memberikan karakter ringan, fleksibel, dan dinamis, kuat
yang melambangkan kemegahan dan kekuatan dan kedinamisan.
6) Garis S merupakan garis lengkung ganda yang merupakan garis
terindah diantara semua garis atau garis lemah gemulai (grace),
mengasosiasikan ombak, pohon tertiup angin, gerakan lincah

105
anak/binatang. Memberikan karakter indah, dinamis, luwes yang
melambangkan keindahan, kedinamisan dan keluwesan.
9. Tata Ruang Luar
a. Pengertian Ruang Luar
Ruang luar dapat diartikan sebagai berikut:
1) Ruang yang terjadi dengan membatasi alam hanya pada bidang alas
dan dindingnya sedangkan atapnya dapat dikatakan tidak terbatas.
2) Sebagai lingkungan luar buatan manusia,yang mempunyai arti dan
maksud tertentu dan sebagian dari alam.
3) Arsitektur tanpa atap, tetapi dibatasi oleh dua bidang yaitu lantai dan
dinding atau ruang yang terjadi dengan menggunakan dua elemen
pembatas. Hal ini menyebabkan bahwa lantai dan dinding menjadi
elemen penting dalam merencanakan ruang luar.

Ruang luar berdasarkan fungsi terbagi menjadi dua yaitu, ruang


positif dan ruang negatif. Ruang positif adalah ruang yang didalamnya
terdapat fungsi,maksud dan kehendak manusia.. Ruang negatif adalah
alam luar bingkai yang meluas tak terhingga.

b. Bentuk-bentuk Ruang Luar


1) Bentuk Space

Gambar IV. 33 Bentuk Space


Sumber : Hakim, dkk, 1987

106
2) Bentuk Grid

Gambar IV. 34 Bentuk Grid


Sumber : Hakim, dkk, 1987
3) Bentuk Linear

Gambar IV. 35 Bentuk Linear


Sumber : Hakim, dkk, 1987

4) Bentuk Geometris

Gambar IV. 36 Bentuk Geometris


Sumber : Hakim, dkk, 1987
5) Bentuk Mekanis

Gambar IV. 37 Bentuk Mekanis


Sumber : Hakim, dkk, 1987
c. Jenis Ruang Luar
Ruang luar dapat dibagi menjadi dua jenis ruang pokok, yaitu untuk
keperluan manusia berjalan kaki dan untuk keperluan kendaraan.

107
Ruang luar untuk berjalan kaki digunakan untuk bermacam-macam
aktivitas, jenis ruang ini dibagi dua.
1) Ruang gerak, diusahakan datar, luas dan tanpa halangan dan dapat
dipergunakan untuk :
a) Menuju tempat penting.
b) Berjalan-jalan dengan bebas.
c) Olahraga dan pertandingan.
d) Aktivitas-aktivitas sosial seperti parade dan sebagainya.
2) Ruang tinggal, harus dilengkapi dengan semak-semak, pohon-pohon
peneduh, lampu-lampu penerangan, landscape dan hal lain yang
menyenangkan untuk aktivitas seperti diskusi dan menyanyi
bersama, sebaiknya dilengkapi dinding-dinding samping, dinding
belakang atau perlu perbedaan ketinggian lantai. Ruang tinggal
tersebut dapat digunakan untuk :
a) Duduk-duduk istirahat, menikmati pemandangan, bercakap-
cakap. Fungsi ini dapat diakomodasi dengan fasilitas seperti
tempat duduk terbuka di taman hijau dan gazebo.
b) Kolam renang, kolam air mancur, fasilitas umum misalnya
lavatory.
c) Dan aktivitas-aktivitas sejenisnya.
d. Elemen Ruang Luar
1) Elemen Lunak (Soft Material)

Elemen Ruang Luar yang bersifat lunak, misalnya pohon atau


tanaman yang dipergunakan untuk penataan lansekap. Elemen lunak
ini berfungsi yaitu sebagai pengarah, pembatas, peneduh, penerima
dan mengurangi kebisingan.

Klasifikasi tanaman berdasrakan aspek arsitektural, artistik dan


horticultural menurut Tata Cara Perencanaan Teknik Lansekap Jalan
No.033/TBM/1996 adalah sebagai berikut :

108
Tabel IV. 3 Klasifikasi Tanaman
CONTOH
NO FUNGSI PERSYARATAN JENIS
BENTUK
01 02 03 04 05
• Ditempatkan pada jalur • Kiara Payung
tanaman (Filicium
( minimal 1,5 m) decipiens)
• Percabangan 2 m di atas • Tanjung
1. Peneduh tanah. (Mimusops elengi)
• Bentuk percabangan • Angsana
batangtidak merunduk (Ptherocarphus
• Bermassa daun padat. indicus)
• Ditanam secara berbaris.
• Angsana
(Ptherocarphus
indicus)
• Terdiri dari pohon,
• Akasia daun besar
perdu/ semak.
(Accasia
Penyerap • Memiliki ketahanan
mangium)
2. Polusi tinggi ter hadap
• Oleander (Nerium
Udara pengaruh udara.
oleander)
• Jarak tanam rapat.
• Bogenvil
• Bermassa daun padat.
(Bougenvillea Sp)
• Teh-tehan pangkas
(Acalypha sp)
• Tanjung
(Mimusops elengi)
• Kiara payung
(Filicium
• Terdiri dari pohon, decipiens)
perdu /semak. • Teh-tehan pangkas
Penyerap • Membentuk massa. - (Acalypha sp)
3.
kebisingan Bermassa daun rapat. • Kembang Sepatu
• Berbagai bentuk tajuk. (Hibiscus rosa
sinensis)
• Bogenvil
(Bogenvillea sp)
• Oleander (Nerium
oleander)
• Cemara
(Cassuarina-
equisetifolia).
• Angsana
• Tanaman tinggi, Perdu / (Ptherocarphus
semak. indicus)
• Bermassa daun padat • Tanjung
Pemecah • Ditanam berbaris atau (Mimusops elengi)
4.
Angin membentuk massa. • Kiara Payung
• Jarak tanam rapat (Filicium
<3m. decipiens)
• Kembang sepatu

109
01 02 03 04 05
• Bambu(bambusa
• Tanaman tinggi, sp)
perdu/semak
Pembatas • Bermassa daun padat
5.
Pandang • Ditanam berbaris atau
membentuk massa.
• Jarak tanam rapat.

• bogenvil
• kembang sepatu
• Tanaman perdu/semak • oleander
Penahan
• Ditanam rapat.
6. silau lampu
• ketinggian 1,5 m
kendaraan
• Bermassa daun padat

• Tanaman dengan • marana batik,


ketinggian mulai dari • maranta antik,
Tanaman nol sampai setinggi • rumput manila
semak mata kaki
7.
pendek • Terutama dipergunakan
untuk menutupi
permukaan tanah atau
ground covers
Sumber :Tata Cara Perencanaan Teknik Lansekap Jalan
No.033/TBM/1996"

2) Elemen Keras (Hard Material)


Elemen ruang luar yang bersifat keras dapat digunakan untuk
sirkulasi manusia dan kendaraan, juga berfungsi sebagai elemen
dekoratif, terdiri dari lampu untuk taman, parkir, pedestrian dan
pagar. Paving block, batu alam, dan aspal digunakan pada pedestrian
sebagai jalan sirkulasi pejalan kaki dan area parkir. Karena sifat
material tersebut dapat mengabsorsi panas matahari, maka perlu
dipadukan dengan soft material agar tercipta suasana yang sejuk.

Tabel IV. 4 Elemen Taman

NO E L E M EN T A MA N PO L A
01 02 03
• Jalur masuk, gerbang dan pagar,
dinding taman (sealami mungkin
Gerbang, pagar dan menggunakan tanaman dan bahan
1
dinding alam)

110
01 02 03
• Ruang luar positif (secara
fungsional menghubungkan ke
rumah atau bangunan)
• Hirarki ruang terbukaTingkat
intimasi (hirarki ruang, alur cerita,
2 Ruang
ruang pengenalan)
• Titik persinggahan (menyediakan
titik yang menarik di tengah
ruang)
• Koneksi dengan alam
• Archway (menyediakan jalan kecil
yang menarik)
• Tujuan (letak jalan
menghubungkan antar ruang),
3 Jalan kecil
bentuk jalan, jalur jalan yang
kurang rata di tengah (tengah jalan
harus kurang rata untuk
persinggahan/ ruang atau titik)
• Sequence area duduk, koneksi
dengan matahari, kursi taman,
alcove, tempat duduk melingkar,
4 Area duduk
penempatan kursi, bangku pada
pintu depan

• Letak pohon (membuat sealami


mungkin), sayur dan taman buah,
5 Alam dan satwa liar memperbanyak bunga, pendukung
satwa liar, daerah peneduh

• penggunaan air (kolam dan kolam


renang), air mancur dan tetesan
air, air terjun, sebuah jembatan di
atas elemen air. Dalam konsep
Healing Environment, suara yang
ditimbulkan oleh air yang dinamis
(bergerak) berupa air mengalir,
6 Elemen air gemericik air, dan sebagainya
dapat berguna untuk menenangkan
pikiran, sehingga elemen air yang
dinamis dihadirkan melalui
keberadaan kolam. elemen air
yang dinamis juga dapat berfungsi
sebagai barrier terhadap
kebisingan atau polusi suara.
• Tempat aktivitas (bekerja, belajar,
Pendukung aktifitas dan
7 acara social), duduk dan bekerja di
kerja
taman
Sumber: Barmelgy, 2013
10. Ruang Dalam

Pengertian desain interior menurut Francis D. K. Ching (2002: 46),


Interior design in the planning, layout, and design of the interior space

111
within buildings. These physical settings satisfy our basic need for shelter
and protection, they set the stage for and influence the shape of our
activities, they nurture our aspirations and express the ideas which
accompany our action, they affect our outlook, mood, and personaliy.
The purpose of interior design, therfore, is the functional improvement,
aesthetic enrichment, and psychological enhancement of interior space.
Dari pendapat D.K. Ching diatas, diperoleh pengertian bahwa ruang
lingkup untuk desain interior hanya terbatas pada pengaturan tata letak
dan desain ruang. Elemen yang dilingkupi pada ruang dalam ini meliputi
elemen dinding, elemen alas, dan elemen atap atau plafon. Pengaturan-
pengaturan pada ruang dalam bertujuan untuk memperbaiki fungsi,
memperkaya estetika yang akan berkaitan dengan psikologi
penggunanya atau penghuninya.

a. Ketentuan Dalam Design Ruang Dalam


Dalam mendesain sebuah ruang dalam atau sering disebut interior,
terdapat delapan prinsip perancangan, yaitu sebagai berikut :
1) Unity dan Harmoni
Keseimbangan antara ruang yang telah ditata dengan elemen-
elemen pelengkap harus terjaga dengan baik, selain untuk
memunculkan adanya kesatuan desain hal ini untuk memunculkan
komposisi yang seimbang dan indah.
2) Keseimbangan (Balance)
Keseimbangan disini adalah adanya penyetaraan antara bagian
satu dan bagian lain supaya pandangan pengamat tidak condong ke
salah satu bagian. Keseimbangan disini terpecah menjadi 3, yaitu :
a) Simetris
Simetris adalah ketika elemen-elemen desain dibagi secara
merata baik secara vertikal maupun horizontal. Sering disebut juga
keseimbangan formal.
b) Asimetris

112
Asimetris adalah ketika pembagian elemennya tidak berporos
di tengah, namun tetap nampak seimbang. Asimetris biasanya
bermain pada bagian kontras, skala, maupun warna.
c) Radial
Radial adalah ketika elemen desain berpusat di bagian tengah,
seperti contohnya tangga radial.
3) Focal Point
Focal point disini ialah aksen yang menjadi daya tarik sebuah
ruangan. Focal point dalam satu ruang dapat lebih dari satu. Dan
berupa lukisan, patung, atau benda-benda yang mempunyai makna
bagi pemiliknya.
4) Ritme
Sebuah pola pengulangan yang memiliki sifat kontinu atau
repetisi yang digunakan dalam sebuah desain. Tujuan pemberian
ritme pada ruangan ialah untuk memberikan suatu garis merah pada
desain dan menghindarkan dari kesan norak
5) Detail
Detail pada ruang dalam ini berkaitan dengan elemen-elemen
yang ada seperti detail kursi, detail meja, dan detail lainnya yang
berkaitan dengan ruang dalam.
6) Skala dan Proporsi
Skala dan proporsi lebih menekankan pada ukuran dari ruangan
itu sendiri, seperti ukuran pola lantai, ukuran plafon. Dan
dipadukan denga elemen yang terdapat didalamnya.
7) Warna
Pemilihan warna yang tepat, akan mempengaruhi karakter
dari penghuninya. Ini dikarenakan setiap warna memiliki karakter
dan efek yang berbeda-beda.
8) Fungsional dan Ergonomis
Sebuah elemen pengisi ruang yaitu furniture harus dapat
difungsikan dan bukan hanya sebagai pajangan, tidak hanya itu

113
furniture pengisi ruang harus ergonomis dengan tubuh pengguna
ruang tersebut.
b. Sistem Akustik
Akustik adalah sistem dalam mengatur dan mengendalikan bunyi,
baik bunyi yang dinikmati maupun bunyi yang mengacaukan (bising).
Sistem tata suara atau akustik merupakan sistem yang perlu
diperhatikan pada pada beberapa fasilitas, untuk mendapatkan sistem
akustik yang baik dan tidak saling mengganggu antar aktifitas.
Penggunaan sistem akustik tersebut dipertimbangkan terhadap :
1) Karakteristik ruang.
2) Sifat kegiatan yang diwadahi.
3) Standar dan syarat-syarat khusus akustik ruang.
Yang perlu diketahui dalam penggunaan sistem akustik yaitu :
1) Tekanan suara (intensitas) yang diinginkan dalam ruangan
2) Aktivitas yang terjadi dalam ruangan yang tidak terlepas dari
peristiwa akustik, antara lain :
a) Refleksi, terjadinya pemantulan suara dalam ruangan.
b) Absorbsi,penyerapan suara.
c) Difusi bunyi, pembauran bunyi atau suara akibat terjadinya
pemantulan beberapa kali.
d) Difiaksi, penyimpangan suara oleh benda atau perabot dalam
ruangan.
e) Sumber-sumber suara berupa:
(1) Suara yang diinginkan atau direncanakan
(2) Suara yang tidak diiginkan atau sehingga perlu dihindari atau
dikontrol frekuensi dan intensitasnya.
Pada bangunan dengan beragam fungsi atau kegiatan yang dapat
menimbulkan konflik antara ruang-ruang yang menimbulkan bunyi
dengan ruang yang membutuhkan ketenangan. Untuk itu
pengendaliannya memerlukan pertimbangan :
1) Pengelompokan ruang berdasarkan sifat masing-masing kegiatan

114
2) Pada ruang tertentu yang dapat menimbulkan suara gaduh dan
berpengaruh pada ruang yang lain, maka digunakan material
absorpsi (bersifat menyerap suara).
3) Pada ruang yang membutuhkan tingkat kebisingan relatif rendah
dilakukan pengaturan jarak dari sumber gaduh dan menggunakan
material absorpsi.
Penerapan sistem akustik pada bangunan dapat dilakukan dengan
beberapa cara baik melalui material maupun bentuk dari sebuah
ruang.
1) Material Akustik sebagai Diffuser
Pemantulan bunyi menggunakan hukum sudut dating =
sudut pantul. Permukaan material yang datar, keras, dan licin akan
menciptakan pemantulan bunyi yang sempurna. Terkadang,
pemantulan yang seperti ini merusak akustik ruang. Untuk itu,
perlu diberikan perlakuan khusus terhadap material akustik,
sehingga material tersebut bisa menjadi diffuser yang mendukung
akustik ruang, bukan malah merusak. Permukaan material yang
datar, keras, dan licin dapat diganti material yang memiliki
permukaan datar, keras, dan kasar. Atau diganti material dengan
permukaan heterogen (pantul-serap). Permukaan yang kasar,
menyebabkan difusi tidak lagi mengikuti hukum sudut dating =
sudut pantul. Dengan adanya material diffuser ini, gelombang
bunyi akan dipantulkan menjadi beberapa gelomang bunyi dengan
kekuatan pantul yang lebih kecil secara merata.
2) Material Akustik sebagai Absorber
Selain digunakan sebagai pemantul bunyi, material akustik
juga dapat digunakan sebagai penyerap bunyi. Kemampuan serap
bunyi suatu material dipengaruhi oleh ketebalan, rongga udara dan
kerapatan. Frekuensi bunyi juga menentukan material jenis apa
yang harus digunakan. Ada beberapa jenis material penyerap yang
sering digunakan, antara lain:
a) Material Bersifat Porus

115
Material bersifat porus/ lunak dengan pori-pori yang sangat
kecil tidak selalu menjadi material yang baik sebagai penyerap
segala bunyi. Penyerapan yang terjadi, bergantung pada
frekuensi bunyi yang mengenainya. Penyerapan bunyi terjadi
dengan baik untuk bunyi-bunyi dengan frekuensi tinggi. Contoh
material ini adalah spons. Korden atau tirai juga juga dapat
dimasukkan kedalam jenis ini.
b) Material Berpori (Perforasi)
Material jenis ini memiliki lubang yang cukup besar dan asat
mata, berbeda dengan material bersifat porus yang cenderung
tidak kasat mata pori-porinya. Material ini menyerap dengan
baik bunyi pada frekuensi 200 Hz s/d 2.000 Hz.
c) Material Berserat
Material ini sering dijumpai, contohnya adalah rockwool
atau glasswool. Material penyerap ini mampu menyerap bunyi
dengan jangkauan frekuensi yang lebar dan sifatnya juga tidak
mudah terbakar. Kelemahan material jenis ini adalah
permukaannya yang berserat halus digunakan dengan hati-hati,
sehingga serat-serat yang halus tidak terlepas. Karpet juga
termasuk dalam kelompok material berserat dengan
kemampuan serap yang cukup baik.
d) Material Berserat Yang Dilapisi
Karena serat dari material berserat yang mudah lepas, maka
kadang penggunaannya dilapisi dengan material lain. Selain itu,
dengan adanya penggunaan material pelapis, tingkat
penyerapan juga akan berubah. Biasanya, material pelapis yang
digunakan adalah membran tidak tembus dan panel berpori.
Biasanya, material pelapis yang digunakan adalah membrane
tidak tembus dan panel berpori. Bila dilapisi membran tidak
tembus, penyerapan bunyi dengan frekuensi rendah akan
meningkat, namun menjadi kurang baik dalam menyerap bunyi
berfrekuensi tinggi. Sedangkan bila dilapisi dengan panel

116
berpori, besaran dan jumlah pori pada panel harus
diperhitungkan agar tidak mengubah kemampuan serap bahan
berserat didalamnya. Untuk panel pelapis yang lebih tipis,
lubang pori-pori sejumlah 15-20% dianggap cukup. Untuk panel
pelapis yang lebih tebal (kayu), presentase lubangnya harus
lebih besar. Pada semua jenis dan ketebalan panel, bila
presentase lubang pori-pori kurang dari 15%, maka material
akustik ini hanya akan mampu menyerap dengan baik bunyi
dengan frekuensi rendah, tidak baik untuk bunyi frekuensi
tinggi.
e) Panel Penyerap
Penyerap model panel terdiri dari papan rigid seperti
lembaran kayu, lembaran kayu lapis atau material lain dalam
bentuk lembaran yang dipasang dalam jarak tertentu (berongga)
dari bidang batas permanen (misalnya dinding). Rongga yang
terbentuk dapat hanya berisi udara atau diisi dengan material
berserat. Panel ini cocok digunakan untuk menyerap bunyi
berfrekuensi rendah, biasanya memiliki modul-modul tertentu.
f) Bass Traps
Material penyerap ini digunakan untuk mengendalikan
bunyi-bunyi dengan frekuensi sangat rendah. Terkadang, bass
traps dijumpai sebagai bagian dari konstruksi ruangan karena
dimensinya yang sangat amat besar, hampir dapat menutupi
seluruh bagian dinding.

11. Pendekatan Struktur dan Material


Struktur merupakan sarana untuk menyalurkan beban yang
diakibatkan penggunaan atau kehadiran bangunan di atas tanah.
Pendekatan struktur dilakukan pada tiga bagian utama pada bangunan
yaitu struktur bawah, struktur tengah, dan struktur atas. Perencanaan
sistem struktur yang akan digunakan adalah sebagai berikut:
a. Modul Dasar

117
Standar yang dapat diterapkan disesuaikan dengan kegiatan
manusia sehari-hari. Struktur dari segi arsitektur adalah penjelmaan
ekspresi (external expression) yang memenuhi suatu fungsi dalam
(internal function) dengan tepat sehingga akan memancarkan
keindahan yang logis.
1) Pertimbangan
a) Sistem struktur disesuaikan dengan karakteristik bangunan.
b) Bersifat fleksibel
c) Kemungkinan penggunaan teknologi dalam sistem bahan dan
lain-lain.
2) Persyaratan-persyaratan pokok dalam struktur adalah:
a) Keseimbangan antar bangunan atau bagian lainnya tidak
bergerak.
b) Kestabilan agar komponen-komponen bangunan tidak goyah
oleh gaya luar.
c) Kekuatan hubungan antar satu dengan yang lain dari struktur
merupakan satu kesatuan dalam menerima pengaruh dari
segala macam pembebanan.
d) Ekonomis merupakan batasan utama dalam pemilihan
struktur.
e) Estetika, yang mana struktur merupakan bagian dari integral
dengan ekspresi arsitektur yang hendak dicapai.
b. Modul Struktur
Pemilihan modul struktur didasarkan atas pertimbangan :
1) Dimensi dasar gerak manusia
2) Standar efisiensi gerak
3) Dimensi bahan bangunan dan perlengkapan lainnya
4) Efektifitas bentangan struktur.
5) Bentuk bangunan

118
Gambar IV. 38 Bentuk Modul Struktur Horizontal
Sumber : Ching, 2000
c. Jenis-jenis sistem struktur
1) Struktur Bawah
Struktur bawah (sub structure) merupakan bagian struktur yang
mempunyai fungsi meneruskan beban kedalam tanah pendukung,
Adapun pondasi yang di gunakan pada perencanaan yaitu :
a) Pondasi tiang pancang
Kriteria spesifik :
(1) Pelaksanaannya mudah tetapi bising dan getarannya tinggi.
(2) Kualitasnya lebih terjaga karena sudah standar pabrik.
(3) Ekonomis dalam penggunaan lahan.
(4) Mudah diperoleh dan juga terjangkau oleh teknologi
setempat.

Gambar IV. 39 Pondasi Tiang Pancang


Sumber : Firdauzah, 2013
b) Pondasi menerus
Kriteria spesifik:
(1) Dipakai tanah yang lapisan tanah kerasnya tidak jauh dari
permukaan tanah
(2) Penggunaan bahan yang cukup ekonomis dan cara
pelaksanaannya lebih mudah.

119
Gambar IV. 40 Pondasi Menerus
Sumber : Firdauzah, 2013
c) Pondasi Foot Plat
Kriteria spesifik:
(1) Cukup aman untuk menahan gaya vertikal dan lateral.
(2) Dipakai pada tanah yang lapisan tanah kerasnya tidak
jauh dari permukaan tanah.
(3) Penggunaan bahan yang cukup ekonomis dan cara
pelaksanaannya lebih mudah.

Gambar IV. 41 Pondasi Poer Plat


Sumber : Firdauzah, 2013

d) Pondasi Sumuran
Pada umumnya pondasi sumuran ini terbuat dari beton
bertulang atau beton pracetak, yang umum digunakan pada
pekerjaan di Indonesia adalah dari silinder beton bertulang
dengan diameter 250 cm, 300 cm, 350 cm, dan 400 cm.
Kriteria Spesifik
(1)Bila tanah keras terletak lebih dari 3 m, pondasi plat kaki atau
jenis pondasi langsung lainnya akan menjadi tidak hemat
(galian tanahnya terlalu dalam dan lebar).
(2) Untuk konstruksi yang tanah kerasnya terletak 3-5 m.

120
Gambar IV. 42 Pondasi Sumuran
Sumber : Firdauzah, 2013

2) Struktur Tengah (Super Struktur)


Sistem super struktur yang perlu diperhatikan dalam pemilihan
super struktur adalah beberapa unit bangunan membutuhkan ruang
yang cukup besar, sehingga memerlukan sistem struktur yang
mampu mengatasi bentangan yang lebar. Super struktur terdiri
dari:
a) Sistem dinding pendukung sejajar (parallel bearing walls).
Sistem ini terdiri dari unsur-unsur bidang vertikal yang
dipraktekkan oleh berat sendiri, sehingga menyerap gaya aksi
lateral secara efesien dan memerlukan ruang yang luas.
b) Sistem inti dan dinding pendukung (core and fasade bearing
walls).
Unsur bidang vertikal membentuk dinding luar yang
mengelilingi sebuah struktur inti. Ini memungkinkan ruang
interior terbuka, yang tergantung pada kemampuan bentangan
dari struktur inti. Inti yang memuat sistem struktur transportasi
vertikal mekanis serta menambah kekuatan struktur.
c) Sistem struktur rangka kaku
Sistem rangka kaku merupakan penggabungan unsur linear
pembentuk bidang vertikal dan horisontal. Bidang vertikal
terdiri dari kolom dan balok, biasanya pada grid persegi.

121
Tabel IV. 5 Jenis Super Struktur

NO NAMA GAMBAR KETERANGAN


01 02 03 04
Pelat Lantai Pelat satu arah
ditumpu oleh balok
anak yang
ditempatkan sejajar
satu dengan yang
lainnya

Pelat rusuk satu arah


ditumpu oleh rusuk,
anak balok yang jarak
satu dengan lainnya
sangat berdekatan,
sehingga secara
visual hampir sama
dengan pelat satu
arah

Rangka • Penyaluran beban


pengkaku terpusat pada
bangunan kolom, sedang
untuk penyelesaian
konstruksi
diperlukan
terutama pada joint
kolom, balok.
• Digunakan pada
struktur berlantai
banyak.
• Material yang
digunakan berupa:
Baja, beton,
kayu,komposit
beton dan
alumunium.

Sumber : Juwana, 2009

3) Struktur Atas (Upper Struktur)


Sistem struktur atas merupakan struktur penutup atas bangunan
dengan fungsi utama melindungi gedung dan penghuninya secara
fisik dan meta fisik. Dasar pertimbanga struktur atas, yakni:
a) Faktor iklim dan cuaca.
b) Beban vertikal termasuk beban angin dan gempa.

122
c) Beban horizontal termasuk beban angin dan gempa.
d) Pertimbangan ekonomis, mudah dalam pelaksanaan dan
perawatan.
e) Bentuk bangunan.
Terdapat beberapa jenis struktur atas yang dapat digunakan
dalam menentukan konstruksi struktur atas yang sesuai dengan
bentuk, bahan, dan konsep perancangan.
a) Struktur rangka ruang
Struktur rangka ruang adalah struktur rangka dari hasil
pengembangan bentuk struktur rangka batang. Prinsip utama
yang mendasari penggunaan batang pemikul beban ialah
penyusunan elemen menjadi himpunan segitiga-segitiga
membentuk sebuah komposisi lengkap yang stabil. Dengan
demikian efisiensi dan efektifitas struktur rangka batang
tersebut dapat diperbesar dengan jalan membuat struktur
rangka tersebut bekerja secara tiga dimensi atau bekerja
secara meruang.
Rangka batang dan ruang adalah rakitan batang-batang
lurus yang disusun dalam loop-loop struktural segitiga
(triangulasi). Batang struktur didesain untuk menahan gaya-
gaya tarik dan tekan dengan tanpa melentur, dimana batang-
batang tarik adalah lebih efisien daripada tekan karena bahaya
tegangan tekuk (buckling). Struktur rangka ruang, dengan
kriteria spesifik :
(1) Efektif untuk bentangan lebar.
(2) Penyaluran beban terpusat pada kolom melalui ringbalk.
(3) Mudah memuai dan terjadi pengkaratan.

123
Gambar IV. 43 Struktur Rangka Ruang
Sumber : Firdauzah, 2013

Pada konstruksi rangka ruang terdapat beberapa


sistem sambungan yang biasa diaplikasikan dengan
pertimbangan bentuk yang diinginkan serta material bahan
yang digunakan. Berikut beberapa sistem sambungan pada
struktur rangka ruang (space frame), yaitu:

(1) Sistem Mannesman


Menggunakan pipa-pipa bulat yang sama besar dan
panjangnya. Sistem hubungan menggunakan plat
pembalut pipa yang diperkuat dengan baut jepit untuk
memungkinkan penyetelan arah batang yang diinginkan.
Kekurangan sistem ini antara lain terbatasnya daya
dukung dari sambungan pipa-pipa, selain itu terjadi
momen tambahan pada sambungan, karena titik
hubungannya tidak sentris (eksentris). Karena itu untuk
waktu lama, sistem ini kurang tepat digunakan, maka
lebih cocok untuk bangunan sementara atau scaffolding.
(2) Sistem Mero
Panjang batangnya dapat bervariasi dan mempunyai
ulir diujungnya, dihubungkan pada konektor berbentuk
bola yang berlubang sebagai simpul sambungan. Sistem
konektor bola ini menjamin kemudahan dalam
pelaksanaan-pelaksanaan dilapangan. Pada setiap simpul
memungkinkan untuk 18 buah batang yang saling
menumpu tegak lurus, sedang struktur yang terjadi
berbentuk geometris yang teratur.

124
(3) Sistem Unistrup
Sistem ini dipakai untuk bangunan tetap, terdiri dari
batang berbentuk profil U sebagai gelagar yang batang-
batangnya mengarah kebanyak jurusan dan tinggi
konstruksi satu meter. Simpul dibuat dari komponen plat
yang dibentuk menurut arah batang yang diskrupkan
padanya dan batang yang dibaut padanya.
(4) Sistem Takenaka
Panjang sistem ini dengan baja plat berpenampang
bujur sangkar dan persegi panjang dihubungkan dengan
baut-baut bermutu tinggi. Batang-batang pada bidang
datar menerima gaya tekan, diagonal-diagonal memikul
tekan dan batang-batang pada bidang bawah menerima
gaya tarik.

Gambar IV. 44 Sistem Sambungan Rangka Ruang


Sumber : Firdauzah, 2013

b) Struktur Shell Tipis


Struktur shell tipis merupakan suatu pengembangan idea
yang diilhami oleh prinsip-prinsip bentuk dan kekuatan
organisme (sifat-sifat alam). Bentuk ruang shell kaku (rigid
shell) yang analogi dengan bentuk organisme adalah shell
dari telur, kura-kura, keong, kulit labu, tempurung kelapa dan
sebagainya. Struktur ini bisa berupa permukaan yang
melengkung, berbidang banyak, atau berlipat-lipat
sedemikian rupa hingga geometri menjadikan gaya aksial

125
sebagai system pemikul utama. Terdapat berbag ai macam
bentuk shell misalnya dome, lengkung silinder, kubah pelana,
hyperboloid-parabolik, konoid dan sebagainya.

Gambar IV. 45 Shell Dengan Analogi Bentuk Alam


Sumber : Firdauzah, 2013

c) Struktur plat datar, dengan kriteria spesifik :


(1) Efektif untuk bentangan kecil dan dapat dikombinasikan
dengan konstruksi atap lainnya.
(2) Penyaluran beban terpusat pada kolom melalui ringbalk.
(3) Sulit dalam pemeliharaan.

Gambar IV. 46 Struktur Plat


Sumber : Firdauzah, 2013

d. Bahan material bangunan pada struktur dan konstruksi bangunan


Bahan material bangunan yang dipergunakan adalah :

1) Beton
a) Tahan terhadap udara yang lembab yang mengandung kadar
garam tinggi.
b) Titik lebur pada suhu yang tinggi.

126
c) Tidak memerlukan perlakuan khusus dalam perawatan dan
pemakaian.
d) Cukup fleksibel.
e) Waktu pekerjaan cukup lama.
f) Kualitas bahan tidak selalu homogen.
g) Memerlukan perhitungan yang cukup cermat dalam
menetukan besar kolom dan balok.
2) Baja
a) Struktur menjadi ringan.
b) Mudah dan cepat dalam pemasangan.
c) Fleksibel (dapat ditambah atau dipotong untuk memenuhi
tuntutan yang diperlukan).
d) Titik leleh yang rendah untuk menahan suhu yang tinggi
sehingga harus di treatment khusus yang dilapisi bahan
asbes atau beton.
3) Kayu
a) Struktur menjadi ringan.
b) Pengerjaannya mudah.
c) Fleksibel.
d) Mudah dimakan api dan tidak memiliki umur konstruksi
yang panjang .
4) Kaca
a) Mempunyai beban yang relatif berat.
b) Mempunyai daya tahan yang cukup lama dan
membutuhkan perawatan yang cukup.
c) Mempunyai sifat akuistik yang memantulkan suara.
d) Mempunyai daya tahan terhadap api dan menyerap panas
serta tahan terhadap air.
5) Logam (termasuk aluminium)
a) Mempunyai beban yang relatif ringan.
b) Mempunyai daya tahan yang cukup lama.
c) Mempunyai daya tahan yang kurang baik terhadap api.

127
e. Pemisah Bangunan (Dilatasi)
Dilatasi baik digunakan pada pertemuan antara bangunan yang
rendah dengan yang tinggi, antara bangunan induk dengan bangunan
sayap, dan bagian bangunan lain yang mempunyai kelemahan
geometris.

Gambar IV. 47 Perletakan Dilatasi


Sumber : Juwana, 2009
f. Inti Banguan (Core)
Inti bangunan digunakan sebagai bagian struktur yang
memperkaku bangunan, terutama untuk menahan gaya lateral.
Ruangan-ruangan yang dibutuhkan untuk transportasi vertical dan
distribusi arah vertical bagi jaringan mekanika dan elektrikal perlu
dirancang sejalan dengan rancangan struktural dan optimasi ruangan
yang dapat dimanfaatkan untuk fungsi bangunan
Perbedaan fungsi bangunan akan berpengaruh pada pola tata letak
inti bangunan. Pada bangunan tinggi, luas lantai bersih, sirkulasi, dan
jaringan utilitas, serta pemanfaatan pencahayaan alamiah menjadi
pertimbangan bagi letak inti bangunan.

128
Tabel IV. 6 Karakteristik Tata Letak Inti Bangunan
LETA K I NTI / DI DI L UA R DI INTI DI AC AK
PEN GA R UH UJ UN G TEN GA H GA ND A SU DUT
PA DA

Fleksibilitas ruang Baik Sangat Baik Cukup Kurang Baik Kurang


Sekali

Ruang di sisi Kurang Baik


Kurang Cukup Sangat Baik Sangat Baik
keliling bangunan Sekali
Pemanfaatan Lantai Cukup Sangat Baik Cukup Kurang Baik Kurang
Dasar Sekali

Jarak dari inti Kurang Kurang Kurang Sangat Baik Cukup Cukup
Sekali Sekali
Kejelasan pola Cukup Kurang Kurang Sangat Baik Cukup Cukup
sirkulasi Sekali
Pencahayaan alami Baik Sangat Baik Kurang Kurang Sangat Baik Kurang
Sekali Sekali
Hubungan dengan Cukup Kurang Sekali Sangat Baik Baik Kurang Cukup
utilitas di atap
Hubungan dengan Cukup Kurang Baik Sangat Baik Kurang Cukup
utilitas di lt dasar Sekali
Kekakuan struktur Kurang Kurang Sangat Baik Sangat Baik Baik Cukup
(gaya lateral) Sekali
Sumber : Juwana, 2009

12. Pendekatan Pengkondisian Ruang


a. Sistem Pencahayaan
1) Daylight Factor (DF)
Adalah perbandingan intensitas di dalam ruangan dengan di
luar ruangan. Faktor yang mempengaruhi DF antara lain, ukuran
lubang pemasuk cahaya (seperti jendela, skylight dan lain-lain),
lokasi lubang pemasuk cahaya (seperti sidelighting, toplighting dan
lain-lain), akses untuk cahaya matahari (seperti pertimbangan site,
bangunan, furniture dan lain-lain), geometri ruang ( seperti tinggi,
lebar dan kedalaman), lokasi daerah yang menarik dari lubang
pemasuk cahaya, pantulan permukaan ruang dan isinya, pantulan
benda-benda diluar ruang yang mempengaruhi pada cahaya
matahari yang masuk melalui lubang pemasuk cahaya dan lain-
lain.

129
2) Daylight Zoning
Adalah pengelompokan ruangan dengan kebutuhan
penerangan yang sama. Efeknya adalah pada penempatan posisi
ruang terhadap sumber cahaya.
3) Toplighting
Adalah strategi pencahayaan alami dengan lubang masuk
cahaya berada di atas atau atap.
4) Side Lighting
Adalah strategi pencahayaan alami dengan lubang masuk
cahaya berada di samping. Efek dalam desain adalah penentuan
ukuran jendela.
5) Light Shelves
Adalah permukaan yang digunakan untuk mendistribusikan
dan mengurangi penerangan berlebih cahaya matahari yang masuk
dari sidelighting.
6) Internal Reflectances
Adalah permukaan yang digunakan untuk memantulkan
cahaya yang ada / masuk dalam ruang.permukaan ini akan
mempengaruhi kualitas pencahayaan dalam ruang.
7) Shading Devices
Adalah permukaan yang digunakan untuk menghalangi
cahaya matahari. Ada dua macam yaitu shading devices tetap dan
shading devices bergerak. Efek penggunaannya yaitu mengurangi
beban pendinginan, solar access when desired, dan mengurangi
silau.
8) Electric Lighting
Adalah pencahayaan tambahan menggunakan energi listrik.
b. Sistem Penghawaan
1) Cross ventilation
Adalah airan udara dingin dari luar ruangan ke dalam ruang
dan membawa udara panas keluar ruangan.
2) Stack ventilation

130
Adalah sistem ventilasi yang bekerja berdasarkan sifat udara
terhadap temperature. Prinsip dasarnya yaitu udara panas punya
kerapatan rendah, bersifat ringan dan bergerak ke atas, udara lain
yang lebih dingin akan mengisi ruang kosong yang ditinggalkan
udara panas yang bergerak ke atas.
3) Earth cooling tubes
Adalah pendinginan ruangan menggunakan udara yang
dilewatkan dibawah tanah. Selama perjalanan dibawah tanah udara
didinginkan sesuai suhu tanah.
4) Earth sheltering
Adalah pendinginan ruangan menggunakan suhu tanah
karena sebagian pelingkup ruang langsung berbatasan dengan
tanah.
5) Air Handing Unit (AHU)
Digunakan untuk mendinginkan tiap ruangan dan memiliki
pusat control. Dilengkapi pula dengan sensor temperatur yang akan
mengukur dan menyesuaikan temperatur ruang. AHU digunakan
untuk ruang dengan kebutuhan penghawaan yang tidak dapat
terakomodasi penghawaan alami.
6) Sistem Chiller dan Cooling Tower
Digunakan untuk mendinginkan udara dalam gedung, namun
chiller tidak langsung mendinginkan udara melainkan
mendinginkan fluida lain (biasanya air) terlebih dahulu. Setelah air
tersebut dingin kemudian air dialirkan melaui AHU (Air Handling
Unit). Di sinilah terjadi pendinginan udara di dalam ruangan.
Sistem ini digunakan untuk ruang dengan kebutuhan penghawaan
yang tidak dapat terakomodasi penghawaan alami.
13. Tata Massa
Tatanan massa adalah perletakan massa bangunan majemuk pada
suatu tapak, yang ditata berdasarkan zona dan tuntutan lain yang
menunjang. Tata letak massa bangunan juga harus dibuat berdasarkan
alur sirkulasi yang saling terkait. Massa sebagai elemen tapak dapat

131
tersusun dari massa berbentuk bangunan dan vegetasi kedua-duanya baik
secara individual maupun kelompok menjadi unsur pembentuk ruang out
door. Berikut ini mengkategorikan bentuk-bentuk dengan penambahan
menurut sifat hubungan yang muncul diantara bentuk-bentuk
komponennya sebaik konfigurasi keseluruhannya.
a. Bentuk Terpusat
Terdiri dari sejumlah bentuk sekunder yang mengelilingi satu
bentuk dominan yang berada tepat di pusatnya. Bentuk-bentuk
terpusat menuntut adanaya dominasi secara visual dalam keteraturan
geometris, bentuk yang harus ditempatkan terpusat, misalnya seperti
bola, kerucut, ataupun silinder. Oleh karena sifatnya yang terpusat,
bentuk-bentuk tersebut sangat ideal sebagai struktur yang berdiri
sendiri, dikelilingi oleh lingkunganya, mendominasi sebuah titik
didalam ruang, atau menempati pusat suatu bidang tertentu. Bentuk
ini dapat menjadi symbol tempat-tempat yang suci atau penuh
penghormatan, atau untuk mengenang kebesaran seseorang atau suatu
peristiwa.

Gambar IV. 48 Konfigurasi Massa Terpusat


Sumber : Kustianingrum dkk, 2012
b. Bentuk Linear
Terdiri atas bentuk-bentuk yang diatur berangkaian pada sebuah
baris. Bentuk garis lurus atau linear dapat diperoleh dari perubahan
secara proposional dalam dimensi suatu bentuk atau melalui
pengaturan sederet bentuk-bentuk sepanjang garis. Dalam kasus
tersebut deretan bentuk dapat berupa pengulangan atau memiliki sifat
serupa dan diorganisir oleh unsur lain yang terpisah.
1) Bentuk garis lurus dapat dipotong-potong atau dibelokkan sebagai
penyesuaian terhadap kondisi setempat seperti topografi,

132
pemandangan tumbuh-tumbuhan, maupun keadaan lain yang ada
dalam tapak.
2) Bentuk garis lurus dapat diletakkan dimuka atau menunjukkan sisi
suatu ruang luar atau membentuk bidang masuk ke suatu ruang di
belakangnya.
3) Bentuk linear dapat dimanipulasi untuk membatasi sebagian.
4) Bentuk linear dapat diarahkan secara vertikal sebagai suatu unsur
menara untuk menciptakan sebuah titik dalam ruang.
5) Bentuk linear dapat berfungsi sebagai unsure pengatur sehingga
bermacam-macam unsure lain dapat ditempatkan disitu.

Gambar IV. 49 Konfigurasi Massa Linear


Sumber : Kustianingrum dkk, 2012
c. Bentuk Radial
Merupakan suatu komposisi dari bentuk-bentuk linear yang
berkembang kearah luar dari bentuk terpusat dalam arah radial. Suatu
bentuk radial terdiri dari atas bentuk-bentuk linier yang berkembang
dari suatu unsur inti terpusat kearah luar menurut jari-jarinya. Bentuk
ini menggabungkan aspek-aspek pusat dan linear menjadi satu
komposisi. Inti tersebut dapat dipergunakan baik sebagai simbol
ataupun sebagai pusat fungsional seluruh organisasi. Posisinya yang
terpusat dapat dipertegas dengan suatu bentuk visual dominant, atau
dapat digabungkan dan menjadi bagian dari lengan-lengan radialnya.
Lengan-lengan radial memiliki sifat-sifat dasar yang serupa
dengan bentuk linear, yaitu sifat ekstrovertnya. Lengan-lengan radial
dapat menjangkau ke luar dan berhubungan atau meningkatkan diri
dengan sesuatu yang khusus di suatu tapak. Lengan-lengan radial
dapat membuka permukaanya yang diperpanjang untuk mencapai

133
kondisi sinar matahari, angin, pemandangan atau ruang yang
diinginkan.
Organisasi bentuk radial dapat dilihat dan dipahami dengan
sempurna dari suatu titik pandang di udara. Bila dilihat dari muka
tanah, kemungkinan besar unsur pusatnya tidak akan dengan jelas, dan
pola penyeberan lengan-lengan linear menjadi kabur atau
menyimpang akibat pandangan perspektif.

Gambar IV. 50 Konfigurasi Massa Radial


Sumber : Kustianingrum dkk, 2012
d. Bentuk Cluster
Sekumpulan bentuk-bentuk yang tergabung bersama-sama karena
saling berdekatan atau saling memberikan kesamaan sifat visual. Jika
organisasi terpusat memiliki dasar geometri yang kuat dalam penataan
bentuk-bentunya, maka organisasi kelompok dibentuk berdasarkan
persyaratan fungsional seperti ukuran, wujud ataupun jarak letak.
Walaupun tidak memiliki aturan deometrik dan sifat introvert bentuk
perpusat organisasi kelompok cukup fleksibel dalam memadukan
bermacam-macam wujud, ukuran, dan orientasi ke dalam strukturnya.
Berdasarkan fleksibilitasnya, organisasi kelompok bentuk-bentuk
dapat diorganisir dengan berbagai cara sebagai berikut:
a) Dapat dikaitkan sebagai anggota tambahan terhadap suatu bentuk
atau ruang induk yang lebih besar
b) Dapat dihubungkan dengan mendekatkan diri untuk menegaskan
dan mengekspresikan volumenya sebagai suatu kesatuan individu.

134
c) Dapat menghubungkan volume-volumenya dan bergabung
menjadi suatu bentuk tunggal yang memiliki suatu variasi tampak.
Suatu organisasi kelompok dapat juga terdiri dari bentuk-bentuk
yang umumnya setara dalam ukuran, wujud dan fungsi. Bentuk-
bentuk ini secara visual disusun menjadi sesuatu yang koheren,
organisasi nonhirarki, tidak hanya melalui jarak yang saling
berdekatan namun juga melalui kesamaan sifat visual yang
dimilikinya.
Sejumlah bentuk perumahan kelompok dapat dijumpai dalam
berbagai bentuk arsitektur tradisional dari berbagai kebudayaan.
Meskipun tiap kebudayaan melahirkan suatu jenis yang unik sebagai
tanggapan terhadap faktor kemampuan teknis, iklim dan sosial
budaya, pengorganisasian perumahan kelompok ini pada umumnya
mempertahankan individualitasnya masing-masing unitnya serta
suatu tingkat keragaman moderat dalam konteks keseluruhan
penataan.

Gambar IV. 51 Konfigurasi Massa Cluster


Sumber : Kustianingrum dkk, 2012

e. Bentuk Grid
Merupakan bentuk-bentuk modular yang dihubungkan dan diatur
oleh grid-grid tiga dimensi. Grid adalah suatu sistem perpotongan dua
garis-garis sejajar atau lebih yang berjarak teratur. Grid membentuk
suatu pola geometri dari titik-titik yang berjarak teratur pada
perpotongan garis-garis grid dan bidang-bidang beraturan yang
dibentuk oleh garisgaris grid itu sendiri.

135
Grid yang paling umum adalah yang berdasarkan bentuk geometri
bujur sangkar. Karena kesamaan dimensi dan sifat semetris dua arah,
grid bujur sangkar pada prinsipnya, tak berjenjang dan tak berarah.
Grid bujur sangkar dapat digunakan sebagai skala yang membagi
suatu permukaan menjadi unit-unit yang dapat dihitung dan
memberikannya suatu tekstur tertentu. Grid bujur sangkar juga dapat
digunakan untuk menutup beberapa permukaan suatu bentuk dan
menyatukannya dengan bentuk geometri yang berulang dan
mendalam.
Bujur sangkar, bila diproyeksikan kepada dimensi ketiga, akan
menimbulkan suatu jaringan ruang dari titik-titik dan garis-garis
referensi. Di dalam kerangka kerja modular ini, beberapa bentuk dan
ruang dapat diorganisir secara visual.

Gambar IV. 52 Konfigurasi Massa Grid


Sumber : Kustianingrum dkk, 2012

14. Utilitas Dan Kelengkapan Bangunan


a. Instalansi listrik
Kebutuhan listrik dibutuhkan sebagai sumber tenaga untuk
pencahayaan buatan dan peralatan elektronik lainnya. Untuk itu ada
beberapa dasar pertimbangan yang harus diperhatikan yaitu,
keteraturan jaringan listrik yang masuk ke dalam tapak, daya listrik
yang dibutuhkan sesuai dengan peralatan yang digunakan dan
sumber-sumber yang akan digunakan, baik sumber listrik dari PLN
ataupun generator (genset).

136
b. Sistem distribusi air
1) Sistem distribusi air bersih
Berdasarkan kebutuhan penggunaannya dengan dasar
pertimbangan dalam perencanaan sistem penyediaan air bersih,
yaitu : (Juwana, 2005 : 181)
a) Kontinuitas setiap hari untuk setiap unit bangunan/fasilitas lain.
b) Tingkat kebutuhan konsumen yang dilayani dengan proyeksi
pengembangannya.
c) Pendistribusian yang merata kepada seluruh unit bangunan
berdasarkan pada tingkat kebutuhan.
d) Pemanfaatan air bersih untuk penanggulangan bahaya
kebakaran.
Berdasarkan dasar pertimbangan pendekatan pengadaan air
bersih adalah: (Juwana, 2005 : 181).
a) Penggunaan jaringan air bersih perkotaan yang bersumber dari
PDAM.
b) Penggunaan sumur artesis berupa pencairan air tanah dalam
tapak.
c) Untuk mendistribusikan air bersih diperlukan tower air untuk
mengalirkan air secara gravitasi.

2) Sistem pengolahan air kotor


Didasari atas pertimbangan : (Juwana, 2005 : 185) air kotor
dari hasil pemakaian pada kamar mandi, air kotor dari hasil
pemakaian pada dapur, air hujan, dan air kotor berupa disposal
padat.
Pendekatan terhadap pembuangan air kotor : (Juwana, 2005 : 185)
a) Pembuangan air kotor pada kamar mandi dan dapur ditampung
dalam suatu wadah lalu dialirkan ke roil kota.
b) Pembuangan air hujan langsung ke riol kota.
c) Air kotor berupa disposal padat dibuang melalui septictank dan
peresapannya.
c. Sistem Persampahan

137
Sistem pembuangan sampah dimana maksud dan tujuannya
yaitu dari pembuangan sampah adalah untuk menjaga kebersihan dari
ruangan. Disamping menjaga dan memperbaiki lingkungan sekitar,
juga dari segi kesehatan serta kenikmatan dari penghuni dan pemakai
suatu bangunan. Adapun dasar pertimbangan sistem pembuangan
sampah yaitu, kemudahan pengontrolan, tidak mengganggu
pemandangan, kemudahan pengangkutan, dan tidak menyebabkan
polusi udara.
Menurut Utilitas Bangunan, 2000 : 117 Sistem pembuangan
sampah ini terdiri dari tiga cara, yaitu :
1) Dikumpulkan secara horisontal, kemudian secara vertikal
dikumpulkan melalui lift barang untuk kemudian dibuang ke luar
bangunan.
2) Disposal langsung dihancurkan kemudian diangkut dengan aliran
tertentu. Dari beberapa saluran yang akan terkumpul dan dibuang
keluar bangunan. Sistem ini disebut pulping system.
3) Disposal dikumpulkan kemudian dihancurkan dengan proses
kimia (chemical proces).

d. Sistem Pemadam Kebakaran


Ada beberapa cara yang dapat dilakukan dalam menangani
kebakaran pada bangunan antara lain, penguraian yaitu memisahkan
atau menjauhkan benda-benda yang dapat terbakar, pendinginan yaitu
penyemprotan air pada benda-benda yang terbakar, isolasi atau sistem
lokalisasi,yaitu dengan cara menyemprotkan bahan kimia CO2,
blasting effect system yaitu dengan cara memberukan tekanan yang
tinggi misalnya dengan meledakkan bahan peledak.
Tabel IV. 7 Kelas, Sistem dan Bahan Pemadam Kebakaran
Bahan Pemadam
No Kelas Sistem Air Foam CO2 CTF- Power
Kebakaran Pemadaman (Busa) BCF Dry
Chemical
1 Kelas A Pendinginan, Baik Boleh Boleh Boleh Boleh
Kayu, Penguraian,
karet, isolasi
tekstil dll.

138
2 Kelas C Isolasi Bahaya Baik Baik Boleh Boleh
Listrik &
atau mesin
3 Kelas C Isolasi Bahaya Bahaya Baik Boleh Baik
Listrik &
atau mesin
4 Kelas D Isolasi, Bahaya Bahaya Boleh Bahaya Baik
Logam Pendinginan
BFC = Bromide, Clorine, Florine adalah jenis gas Halon
Bahan pemadaman api CO2 = Carbon Dioxida
Sumber : Ma’ruf, 2018
1) Instalasi Pemadam Api Tetap CO2
Bahan pemadam CO2 adalah bahan yang efektif digunakan
untuk pemadam kebakaran kelas C, misalnya diruang-ruang
mesin/listrik gudang-gudang peralatan mesin dan sebagainya.
2) Instalasi Pemadam Api Tetap Heat Detector
Cara ini dapat membedakan kenaikan temperatur (panas) yang
terjadi di ruangan. Prinsip kerja deteksi awal adalah akibat dari
bekerjanya alat-alat deteksi asap, deteksi nyala api maupun deteksi
panas tersebut diatas, suatu sinyal listrik dikirimkan ke panel kotrol
alarm bahaya, sebagai input data yang akan diolah lebih lanjut.
Output dari pengolahan data secara otomatis mengaktifkan
peralatan di pusat alarm yang mengimforamasikan adanya bahaya
kebakaran dan jika lokasi sumber bahaya telah diketahui maka
petugas segera dapat bertindak.
3) Instalasi Pemadam Api Tetap Gas Halon
Pemadam halon, adalah bahan yang terdiri dari beberapa unsur
kimia. Prinsip kerja pemadamannya sama dengan pemadam CO2
dan dikendalikan dari panel kontrol. Cara pengoperasiannya sama
dengan pemadam CO2.
Gas halon terdiri dari Carbon (C), Fluoriene (C1), Bromide
(Br) dan Iodine. Gas halon dibuat dari 2 atau lebih unsur-unsur
diatas dan ada bermacam-macam tipe tergantung bahan kimia yang
digunakan dan masing-masing tipe dibedakan sesuai dengan kode
angkanya, misalnya Halon 1301. Ini berarti empat angka di

139
belakang menunjukkan unsur-unsur kimia yang digunakan. Angka
pertama (1) = unsur Carbon (C), angka kedua (2) = unsur Fluorine
dan angka tiga menunjukkan jumlah atomnya (F13), angka ketiga
(0) = unsur Chlorine (1), pada contoh diatas angka 0 berarti tidak
mengandung Chlorine, angka empat (1) = unsur Bromide (Br).
4) Instalasi Sprinkler Otomatis
Sprinkler otomatis adalah suatu alat semacam nozzle
(penyemprot) yang dapat memancarkan air secara pengabutan
(fog) dan bekerja secara otomatis. Bahan pemadamnya adalah air,
maka instalasi spinkler khusus digunakan untuk kebakaran kelas A
(kayu, kertas, plastik).

Gambar IV. 53 Detail Sprinkler


Sumber : Ma’ruf 2018

5) Pemadam Powder (Dry Chemical) Otomastis.


Powder Dry Chemical atau serbuk kering adalah bahan
pemadam yang serbaguna. Dapat dipakai untuk memedamkan
kebakaran Kelas A, B, dan C. Alat deteksinya adalah cara
pendeteksian panas yang merupakan gabungan dari sistem deteksi
panas dengan sistem mekanis alat pemadam portable. Sistem
pemasangan adalah di langit-langit ruangan pada ketinggian 2.00 -
2,25 m diatas peralatan yang kemungkinan besar dapat menjadi api.
Jangkauan pemadaman kl. 9 m2.

140
Dalam sistem keamanan bangunan ada beberapa jenis
pengamanan bangunan baik secara otomatis maupun manual.
1) APAR (Fire Extinguisher/racun api) peralatan ini merupakan
peralatan reaksi cepat multi guna. Peralatan ini mempunyai ukuran
beratnya yang sesuai dengan besar kecilnya resiko kebakaran yang
mungkin timbul di daerah tersebut. Bahan yang ada dalam tabung
pemadam api tersebut ada yang dari bahan kimia kering, fram busa
dan CO2 untuk bahan Halon tidak mendapat ijin digunakan di
Indonesia
2) Hydran terdiri dari hydran gedung, hydran halaman, hydran kota
yang bisanya mempunyai lokasi sangat dekat dengan titik api.
3) Fire alarm (alarm kebakaran) yang akan berbunyi ketika terjadi
kebakaran.
Beberapa jenis alarm kebakaran yang sering digunakan
adalah :
1) Rotary Hand Bell, Jenis alarm ini ideal digunakan di lokasi untuk
kemah, taman kota, dan kawasan penumpukan barang di luar
ruangan. Jika terjadi kebakaran maka kaca penutup tombol alarm
harus dipecah dan sirine tanda kebakaran akan berbunyi.
2) Smoke detectors, Jenis alarm ini lebih tahan lama dibanding alat
lain. Kekuatan suara hingga 85db, mampu bertahan hingga 2 tahun,
dengan supply baterei sekitar 9 volt. Detektor asap memiliki dua
sensor yang berbeda. Pertama yang berhubungan dengan mata
detektor, dan yang kedua melalui ionisasi. Adanya asap akan
dideteksi melalui mata detektor menggunakan inframerah untuk
mendeteksi partikel unsur/butir di dalam atmospir, sedangkan
ionisasi detektor menggunakan komponen elektrik untuk
menentukan kehadiran asap.
3) Stand Alone Alarm, Kekuatan suara hingga 105 db dan dilengkapi
strobe biru ekstra terang (cahaya/ ringan). Biaya lebih rendah.
Stand Alone Alarm ini ideal digunakan untuk tempat kerja dan
gudang terisolasi. Penggunaan alarm kebakaran biasanya

141
disesuaikan dengan jenis ruangan dan fungsi ruangan yang akan
diamankan dari bahaya kebakaran. Pada tabel 5 ditentukan jenis
detektor yang sesuaikan dengan fungsi ruangan.

e. Sistem penangkal petir


Faktor-faktor yang perlu dipertimbangkan dalam merencanakan
dan memasang sistem penangkal petir adalah : (Utilitas Bangunan,
2000)
1) Keamanan secara teknis, tanpa mengabaikan faktor keserasian
arsitektur.
2) Penampang hantaran-hantaran pentanahan yang digunakan.
3) Ketahanan mekanis.
4) Ketahanan terhadap korosi.
5) Bentuk dan ukuran bangunan yang dilindungi.
6) Tinggi bangunan
7) Faktor ekonomis.
Pendekatan terhadap penangkal petir dengan pengajuan sistem :
1) Sistem Tongkat Franklin, yakni tongkat yang diletakkan di atas
bangunan dengan penghantar listrik yang baik dan dihubungkan
dengan kabel penghantar dalam suatu plat atau pipa logam yang
ditanam dalam tanah. (M. Said, 2002 : 103). Syarat-syarat
penggunaannya adalah, tinggi antene diatas puncak 25-90 cm,
sudut perlindungan bangunan 45°.
2) Sistem Sangkar Faraday, yaitu sistem bangunan dikurung dalam
suatu kurungan logam yang kemudian akhir dari ujung logam ini
ditanam dalam tanah sehingga bangunan tidak lagi peka atau
dapat dipengaruhi oleh pengaruh-pengaruh listrik dari luar.
Syarat-syarat penggunaannya adalah: Jarak maksimal dari tepi
bangunan 9 cm, Jarak maksimal antara kedua konduktor parallel
adalah 18 cm.
3) Sistem Preventor, yaitu penggunaan radioaktif pada terminal
udara preventor yang terpasang pada antena yang mengandung

142
zat radiokatif yang berfungsi mengisolasi udara dalam medan
yang berbentuk setengah bola.
f. Sistem Pengaman Terhadap Pencurian
Perencanaan pengamanan terhadap pencurian antara lain:
1) Meletakkan lubang ventilasi yang sukar dijangkau.
2) Penempatan kamera CCTV (Closed Circuit Television) di sudut-
sudut ruangan.
Peralatan yang diperlukan adalah:
a) Kamera
b) Monitor tetevisi
c) Kabel koaksial
d) Timelaps video recordes Ruangan security
g. Sistem Transportasi Pada Bangunan
Alat transportasi dalam bangunan merupakan alat yang
menunjang atau memberi fasilitas sirkulasi dalam bangunan gedung
bertingkat, serta merupakan sarana prasarana yang memperlancar
pergerakan manusia di dalamnya.
1) Sistem Transportasi Manual
a) Tangga
Tangga merupakan jalur yang mempunyai undak - undak
(trap) yang menghubungakan satu lantai dengan lantai
diatasnya dan mempunyai fungsi sebagai jalan untuk naik dan
turun antara lantai tingkat. Penempatan atau letak ruang tangga
tersendiri mudah dilihat dan dicari orang, tidak berdekatan
dengan ruang lain agar tidak menggangu aktifitas penghuni
lain. Tangga juga mempunyai fungsi sebagai jalan darurat,
direncanakan dekat dengan pintu keluar, sebagai antisipasi
terhadap bencana kebakaran, gempa keruntuhan
dan lain - lain.
Tangga dibedakan menjadi 2 jenis yaitu tangga umum dan
tangga darurat. Tangga umum berfungsi untuk sirkulasi orang
berjalan kaki serta ke lintasan utama pada bangunan gedung

143
antar lantai tingkat dalam kondisi keseharian karena menjadi
sirkulasi utama maka pada tangga umum harus memenuhi
persyaratan kenyamanan pemakaian untuk naik maupun turun
yang tidak melelahkan dan membahayakan pemakainya.
Syarat tangga utama yaitu letak tangga berada pada sirkulasi
utama bangunan, mudah dilihat dan dijangkau dari pintu
masuk bangunan dan mempunyai penerangan yang cukup baik
dari alam maupun buatan, mempunyai penerangan yang cukup
khususnya buatan. Tangga darurat adalah tangga yang
digunakan untuk mengevakuasi atau menyelamatkan
penghuni gedung dari pengaruh bahaya. Seperti kebakaran dan
gempa bumi. Syarat tangga darurat yaitu letaknya
berhubungan dengan dinding luar bangunan dan mempunyai
pintu akses keluar gedung, dilengkapi dengan pintu dari bahan
tahan api sekurang-kurangnya selama 3 jam, pada bagian
bordes dilengkapi jendela kaca yang bisa dibuka dari luar
untuk penyelamatan penghuni, dilengkapi cerobong pengisap
asap di samping pintu masuk, pada tangga darurat harus
dilengkapi dengan lampu peneragnan dengan supply baterai
darurat.
b) Ramps
Menurut kemiringannya, ramps dibagi menjadi:
• Ramps rendah sampai dengan 5% kemiringan (00-50).
Ramps jenis low atau landai ini tidak perlu menggunakan anti
selip untuk lapisan permukaan lantainya.
• Ramps sedang atau medium dengan kemiringan sampai
dengan 7% (50-100) dianjurkan menggunakan bahan
penutup lantai anti selip.
• Ramps curam atau steep dengan kemiringan antara sampai
dengan 90% (100-200) yang dipersyaratkan harus
menggunakan bahan anti selip pada permukaan lantai dengan
dibuat kasar. Untuk manusia, dilengkapi dengan railing

144
terutama untuk handicapped / disabled person (penderita
cacat tubuh, yang sekarang lebih dikenal sebagai para
Difable atau Different ability people).
2) Sistem Transportasi yang Bersifat Mekanis
a) Elevator ( Lift )
Lift adalah angkutan transportasi vertikal yang digunakan
untuk mengangkut orang atau barang. Lift umumnya
digunakan di gedung-gedung bertingkat tinggi biasanya lebih
dari tiga atau empat lantai. Lift-lift pada zaman modern
mempunyai tombol-tombol yang dapat dipilih penumpangnya
sesuai lantai tujuan mereka, Terdapat tiga jenis mesin, yaitu
Hidraulik, Traxon atau katrol tetap, dan Hoist atau katrol
ganda, Jenis hoist dapat dibagi lagi menjadi dua bagian, yaitu
hoist dorong dan hoist tarik.

Gambar IV. 54 Gambar Denah, Potongan Lift


Sumber : Iqbal, 2015

Lift ini, sering disebut elevator, yang merupakan alat


angkut untuk mengangkut orang atau barang dalam suatu
bangunan yang tinggi. Lift dapat dipasang untuk bangunan
yang tingginya lebih dari 4 lantai, karena kemampuan orang
untuk naik turun dalam menjalankan tuganya hanya mampu
dilakukan sampai 4 lantai.

145
• Lift Penumpang, passenger elevator atau lift penumpang
biasanya dipasang pada rumah tinggal, ruko, gedung
rendah, medium, bahkan high rise.
• Lift Barang, setiap gedung bertingkat banyak baik
dalam bentuk perkantoran, flat, atau penggunaan
campuran dengan gedung komersiil pasti
memerlukan sarana sirkulasi vertical untuk barang di
samping untuk orang. Kriteria untuk lift barang yang
penting ialah ukuran dan berat barang yang harus
diangkut. Dalam gedung- gedung dengan
penggunaan campuran (mixed use) seringkali lift
barang juga harus dapat melayani angkutan orang
terutama pada jam-jam sibuk. Perkiraan yang dapat
digunakan dalam perencanca ialah untuk setiap 5 lift
diperlukan 1 lift barang. Kapasitas lift barang
berkisar antara 1-5 ton dengan ukuran dalam antara
1.60 x 2.10 m sampai 3.10 x 4.20m dan kecepatan
bergerak 1.5 – 2 m/detik maximum atau rata-rata 0.25
–1 m/detik.
• Lift service, lift ini juga merupakan lift penumpang,
namun fungsinya dikhususkan bagi karyawan gedung
tersebut atau untuk membawa barang barang yang
kecil. Lift ini banyak kita temui di gedung
perkantoran.
• Observation Elevator, lift jenis ini fungsinya sama
seperti lift penumpang, hanya saja bedanya sebagian
besar dinding atau pintu lift ini terbuat dari kaca.
Sehingga memungkinkan penumpangnya dapat
melihat ke arah luar. Lift jenis ini banyak kita jumpai
di mall, hotel, atau gedung-gedung yang tidak terlalu
tinggi yang memiliki pemandangan indah.

146
b) Eskalator

Gambar IV. 55 Eskalator


Sumber : Iqbal, 2015
Eskalator adalah tangga berjalan yang terdiri dari pijakan-
pijakanyang pasang pada sabuk yang beputar secara terus
menerus. Eskalator atau tangga jalan adalah salah satu
transportasi vertikal berupa konveyor untuk mengangkut
orang, yang terdiri dari tangga terpisah yang dapat bergerak ke
atas dan ke bawah mengikuti jalur yang berupa rail atau rantai
yang digerakkan oleh motor. Karena digerakkan oleh motor
listrik , tangga berjalan ini dirancang untuk mengangkut orang
dari bawah ke atas atau sebaliknya. Untuk jarak yang pendek
eskalator digunakan di seluruh dunia untuk mengangkut
pejalan kaki yang mana menggunakan elevator tidak praktis.
Pemakaiannya terutama di daerah pusat perbelanjaan, bandara,
sistem transit, pusat konvensi, hotel dan fasilitas umum
lainnya. Keuntungan dari eskalator cukup banyak seperti
mempunyai kapasitas memindahkan sejumlah orang dalam
jumlah besar dan tidak ada interval waktu tunggu terutama
dijam-jam sibuk dan mengarahkan orang ke tempat tertentu
seperti ke pintu keluar, pertemuan khusus, dan lain-lain.
c) Travelator
Travelator adalah sistem transportasi vertikal didalam
bangunan gedung untuk memindahkan orang / barang dari satu

147
lantai ke satu lantai yang berikutnya. Escalator diprioritaskan
untuk transportasi orang dengan barang bawaan yang dijinjing
sedangkan Travelator untuk transportasi orang dengan barang
yang didalam trolley.

Gambar IV. 56 Travelator


Sumber : Iqbal, 2015
Pemilihan Travelator ditentukan oleh besarnya kapasitas
yang diinginkan karena kecepatannya sudah tertentu,
sedangkan faktor lainnya yang juga harus dipertimbangkan
adalah sudut kemiringan lebih didasarkan pada keterbatasan
perencanaan dan kenyamanan, tinggi antar lantai lebih
didasarkan pada keputusan perencanaan, sistem operasi
memungkinkan elevator bisa digerakan dengan arah keatas
atau kebawah.

148

Anda mungkin juga menyukai