Anda di halaman 1dari 36

BAHAN BACAAN

HIV dan AIDS

A. Situasi Epidemiologi HIV dan AIDS Terkini


Dalam epidemiologi, epidemi (dari bahasa Yunani epi- penyakit + demos
rakyat) adalah penyakit yang timbul sebagai kasus baru pada suatu populasi
tertentu manusia, dalam suatu periode waktu tertentu, dengan laju yang
melampaui laju "estimasi" (dugaan), yang didasarkan pada pengalaman
mutakhir. Dengan kata lain, epidemi adalah wabah yang terjadi secara lebih
cepat daripada yang diduga.
Epidemi AIDS adalah kejadian wabah AIDS yang terjadi secara cepat dari
yang diduga dalam suatu periode waktu tertentu pada suatu masyarakat.
Epidemi AIDS merupakan distribusi dan determinant (penentu) dari kejadian
AIDS yang terjadi di masyarakat.
Sehubungan hal tersebut, maka epidemi AIDS terkini pada suatu wilayah
menggambarkan jumlah kasus, pola penyebaran, faktor risiko, kelompok
risiko, pengendalian dan perkembangan AIDS tersebut. Oleh karena itu
situasi epidemi AIDS di setiap daerah akan berbeda.
Pada umumnya, penggambaran suatu epidemi AIDS tidak hanya terbatas
pengungkapan fakta kejadian wabah saja, akan tetapi fakta tersebut dianalisis
dan dikembangkan kebijakan dalam rangka penanggulangannya.
Seorang pelaksana program sangat penting memahami suatu epidemi AIDS
yang ada di daerahnya. Memahami epidemi akan mempermudah mereka

1
untuk menguasai situasi dan permasalahan serta rencana strategi yang akan
dikembangkan.

B. Pengertian HIV dan AIDS


1. Pengertian HIV
HIV adalah kependekan dari Human Immunodeficiency Virus, yaitu virus
yang menyerang sistem kekebalan tubuh manusia. Orang yang mengidap
HIV di dalam tubuhnya disebut HIV positif atau pengidap HIV. Orang
yang telah terinfeksi HIV dalam beberapa tahun pertama belum
menunjukkan gejala apapun, secara fisik kelihatan tidak berbeda dengan
orang lain, namun dia sudah bisa menularkan HIV pada orang lain.
2. Pengertian AIDS
AIDS adalah singkatan dari Acquired Immunedeficiency Syndrome.
Syndrome, yang bahasa Indonesianya adalah Sindroma, merupakan
kumpulan gejala penyakit. Deficiency dalam bahasa Indonesia berarti
kekurangan. Immune berarti kekebalan tubuh, sedangkan Acquired berarti
diperoleh atau didapat. Dalam hal ini, “diperoleh” mempunyai pengertian
bahwa AIDS bukan penyakit keturunan. Seseorang menderita AIDS bukan
karena ia keturunan dari penderita AIDS, tetapi karena ia terjangkit atau
terinfeksi virus penyebab AIDS. Dengan demikian AIDS dapat diartikan
sebagai sekumpulan gejala penyakit akibat hilangnya/menurunnya sistem
kekebalan tubuh. AIDS merupakan fase terminal (akhir) dari infeksi HIV.
3. Sejarah HIV dan AIDS
Beberapa penemuan virus HIV oleh beberapa ilmuwan di dunia dan
akhirnya nama HIV disepakati oleh dunia internasional, sebagai berikut:

2
a. HIV teridentifikasi pertama kali oleh Luc Montaigner dari Intitut
Pasteur di Perancis pada tahun 1983 dan pada penemuannya ilmuwan
dari perancis ini member nama LAV (Lymphadenopathy Associated
Virus) karena pada saat itu gejala yang paling banyak ditemui adalah
pembengkakan kelenjar getah bening.
b. Pada bulan Juli 1984 ditemukan virus serupa oleh Robbert Gallo di
Amerika, dia adalah seorang ilmuwan dari Lembaga Kanker Nasional di
Amerika (NIC), oleh ilmuwan ini kemudian dinamai Human
Tlymphocytic Tipe III (HTLV). Serupa dengan Luc Montaigner, alasan
Gallo menamai seperti itu adalah karena gejala yang paling banyak
ditemui adalah pembengkakan kelenjar getah bening bahkan sampai
pada tahap terjadinya kanker kelenjar getah bening.
c. Karena terdapat perbedaan nama yang membingungkan masyarakat
maka pada tahun 1986 oleh Komisi Taksonomi Internasional virus
tersebut disepakati diberi nama HIV dan resmi digunakan sampai
sekarang. Pemberian nama tersebut juga untuk menegaskan bahwa virus
ini hanya bisa menular dan berkembang pada tubunh manusia, tidak
pada binatang jenis apapun.

C. BAGAIMANA HIV BEKERJA DALAM TUBUH MANUSIA?


Untuk memahami cara kerja HIV dalam tubuh manusiam kita perlu
meahami sistem kekebalan tubuh manusia sebagai mana digambarkan dalam
komik berikut:

3
Penjelasan :
a. Komik kekebalan tubuh menggambarkan tentang fungsi sel darah putih
dalam tubuh seseorang sebagai sistem kekebalan tubuh dalam
menghadapi serangan kuman, virus, dan lainnya. Manusia dengan
imunitas atau sistem kekebalan tubuh yang sehat mampu memerangi
infeksi dan bakteri karena adanya sel darah putih dalam tubuh yang
mampu memerangi bibit penyakit yang masuk. Sel darah putih bekerja
memerangi berbagai jenis bibit penyakit yang ditemuinya dalam tubuh
agar seseorang tetap sehat. Cara kerja sel darah putih adalah dengan
memanggil bala bantuan sel lainnya guna memerangi infeksi secara
langsung, atau dengan memproduksi bahan kimia yang kita kenal
dengan nama antibodi guna menetralisir bibit penyakit itu. Bila virus
masuk ke dalam tubuh, maka sel darah putih akan berusaha
melumpuhkan bibit penyakit tersebut. Misalnya, virus influenza, diare
dan batuk akan dilumpuhkan oleh sel darah putih.
b. Berbeda dengan virus lainnya, HIV adalah virus yang tidak mudah
dilumpuhkan oleh sel darah putih. Apabila masuk ke dalam tubuh kita
justru HIV yang akan melumpuhkan sel darah putih, terutama

4
menyerang CD4 dan menggunakannya untuk memperbanyak HIV
dalam tubuh pengidap sehingga tubuh tidak mampu melawan penyakit
lain yang masuk. CD4 adalah bagian dari sel darah putih manusia yang
menjadi sasaran penyerangan HIV apabila HIV masuk ke dalam darah
manusia, sel CD4 inilah yang digunakan oleh HIV untuk
memperbanyak dirinya. Jumlah CD4 pada seorang sehat adalah sekitar
500 – 1500 sel/mm3 darah.
c. Menurut teori yang telah diterima secara luas, HIV menyerang sel
darah putih (khususnya yang dinamakan CD4) yang berperan menjaga
kekebalan tubuh manusia. CD4 adalah pemimpin yang memgang
komando mengatur pertahanan sistem kekebalan tubuh manusia karena
kemampuannya yang baik untuk berkomunikasi dengan sel lain. Bila
ada bibit penyakit masuk maka CD4 sebagai komandan yang
memberikan tugas pada sel-sel lain untuk memerangi bibit penyakit
tersebut hingga tuntas. Kehadiran CD4 sangatlah dibutuhkan dalam
menjaga kesehatan tubuh manusia, karena itu tubuh secara terus-
menerus memproduksinya untuk membantu memerangi berbagai
infeksi. HIV masuk ke dalam tubuh secara diam-diam dan seolah-olah
dia adalah salah satu bala tentara CD4. Namun, kemudian HIV
menyusup molekul reseptor CD4 agar HIV bisa masuk ke dalam CD4.
Setelah masuk, HIV lalu membajak genetika sel CD4 tersebut dengan
diam-diam kemudian menggunakan CD4 sebagai tempat HIV
memperbanyak dirinya. Akibatnya yang terjadi adalah meningkatnya
produksi HIV secara massal. Keadaan ini menyebabkan banyak CD4
yang rusak dan mati. Semakin banyak CD4 yang rusak dan mati dan
semakin banyak HIV yang diproduksi, artinya semakin sedikit jumlah
5
CD4 dalam tubuh kita, yang mengakibatkan sistem kekebalan tubuh
manusia perlahan-lahan semakin lemah untuk dapat melawan bibit
penyakit yang masuk menyerang tubuh.
 HIV memakan waktu lama sebelum menampakkan diri. Ia bersembunyi
dalam CD4 dalam waktu yang cukup lama sebelum mulai dengan pesat
memperbanyak diri dalam jumlah sangat banyak serta merusak CD4.
Dengan bersembunyi dalam sel CD4 itu pulalah ia dapat menghindari
serangan antibodi yang sudah beredar dalam darah dan yang berusaha
membunuhnya karena CD4 tidak dapat membunuh dirinya sendiri. Cara
sembunyi HIV yang seperti ini berakhir ketika sudah cukup banyak sel
darah putih dalam tubuh manusia yang dirusaknya dan jumlah HIV dalam
darah sudah cukup banyak untuk melumpuhkan kemampuan manusia untuk
memerangi penyakit yang kemudian tubuh mulai memproduksi antibody
HIV untuk memberikan perlawanan pada HIV walaupun perlawanan ini
tidak efektif bagi HIV.

Fase perkembangan perjalanan HIV di dalam tubuh manusia secara umum


dibagi dalam empat (4) fase, yaitu:
1. Fase Window Period (Periode Jendela)
Pada fase ini seseorang yang telah terinfeksi HIV sama sekali tidak
menunjukkan gejala apapun. Beberapa kejadian yang bisa dialami seorang
pengidap HIV pada fase ini antara lain adalah beberapa gejala flu (pusing,
lemas, agak demam, lain lain). Hal ini biasanya terjadi antara 2-4 minggu
setelah seseorang terinfeksi HIV. Pada fase periode jendela ini di dalam
darah pengidap HIV belum terbentuk antibody HIV sehingga apabila
darahnya di tes dengan jenis tes yang cara kerjanya adalah mencari
6
antibody HIV maka hasil tes akan negative. Fase periode jendela ini bisa
berlangsung selama sekitar 3 bulan sampai 6 bulan dari saat terinfeksi HIV.
2. Fase Asimptomatik atau Tanpa Gejala
Pada fase ini seorang pengidap HIV tidak menunjukkan gejala sama sekali.
Perlahan-lahan jumlah CD4 dalam darah menurun karena diserang oleh
HIV. Kadang ada keluhan berkaitan dengan pembengkakan di kelenjar
getah bening, tempat dimana sel darah putih diproduksi.
3. Fase Simptomatik atau Bergejala
Pada fase ini seseorang yang mengidap HIV akan mengalami gejala-gejala
ringan, namun tidak mengancam nyawanya, seperti: demam yang bertahan
lebih dari sebulan, menurunnya berat badan lebih dari 10 %, diare selama
sebulan (konsisten atau terputus-putus), berkeringat di malam hari, batuk
lebih dari sebulan dan gejala kelelahan yang berkepanjangan (fatigue).
Sering kali gejala-gejala dermatitis mulai muncul pada kulit, infeksi pada
mulut dimana lidah sering terlihat dilapisi oleh lapisan putih, herpes, dan
lainnya. Kehadiran satu atau lebih tanda-tanda terakhir ini menunjukkan
seseorang sudah berpindah dari tahap infeksi HIV menuju AIDS. Bila
hitungan CD4 turun pesat di bawah 200 sel/mm3 maka pada umumnya
gejala menjadi kian parah sehingga membutuhkan perawatan yang lebih
intensif.
4. Fase AIDS
Pada fase ini seorang pengidap HIV telah menunjukkan gejala-gejala
AIDS. Ini menyangkut tanda-tanda yang khas AIDS, yaitu adanya infeksi
oportunistik (penyakit yang muncul karena kekebalan tubuh manusia sudah
sangat lemah) seperti: Pneumocytis Carinii (PCP) atau radang paru-paru,
Candidiasis atau jamur, Sarkoma Kaposis atau kanker kulit, Tuberkulosis
7
(TB), berat badan menurun drastis, diare tanpa henti, dan penyakit lainnya
yang berakibat fatal. Gangguan syaraf juga sering dilaporkan, diantaranya:
hilangnya ketajaman daya ingat, timbulnya gejala gangguan mental
(dementia), dan perubahan perilaku secara progresif. Disfungsi kognitif
sering terjadi, dengan tanda awal diantaranya adalah tremor (gemetar
tubuh) serta kelambanan bergerak. Hilangnya kemampuan melihat dan
paraplegia (kelumpuhan kaki) juga bisa timbul di fase ini.

Perjalanan cepat atau lamanya perkembangan HIV pada seorang pengidap


HIV sangatlah bersifat individual. Setiap orang sangat mungkin mengalami
kejadian atau gejala yang berlainan. Secara umum, pesatnya perkembangan
dari HIV positif ke arah AIDS tergantung pada berbagai faktor: riwayat medis,
status kekebalan tubuh atau immunitas, adanya infeksi lain, perawatan yang
diperoleh dan lain-lain. Di samping itu, gizi dan kebersihan lingkungan
hidupnya juga berpengaruh pada taraf kesehatannya secara umum. Polusi
udara dan udara yang lembab tanpa ventilasi yang memadai, dapat dengan
cepat menurunkan kesehatan paru-paru pengidap HIV. Pola makan yang
kurang sehat dan gizi yang buruk juga dapat memperburuk kesehatan dari
orang yang HIV positif.
Menurut WHO, awalnya diperkirakan hanya sebagian kecil dari mereka
yang terinfeksi HIV akan menunjukkan gejala AIDS. Namun kini ditemukan
bahwa sekitar 20% dari mereka yang HIV positif akan berkembang menjadi
AIDS dalam waktu 10 tahun setelah terinfeksi. Sedangkan 50% lainnya, dalam
waktu 15 tahun.
Berdasarkan keterangan di atas, seseorang bisa saja terkena HIV dan tidak
menunjukkan gejala apapun (Asymptomatic) dalam waktu yang cukup lama
8
(3-10 tahun). Karenanya, kita tidak bisa mendeteksi apakah seseorang adalah
pengidap HIV aau tidak berdasarkan penampilan fisiknya saja. Meskipun
seseorang tidak menunjukkan gejala apapun, ia sudah dapat menularkan HIV
pada orang lain. Seringkali orang tersebut tidak menyadari dirinya sudah
terkena HIV. Lebih jauh lagi, meskipun ia sudah tahu dirinya mengidap HIV,
mungkin ia tidak bisa membuka statusnya dengan mudah karena tidak yakin
terhadap reaksi orang lain.

D. Cara Penularan HIV


Penularan HIV dapat terjadi bila ada kontak atau masuknya cairan tubuh
yang mengandung HIV, yaitu :
1. Melalui hubungan seksual yang berisiko tanpa menggunakan pelindung
dengan seseorang yang mengidap HIV.
2. Melalui tranfusi darah dan transpalantasi organ yang tercemar HIV.
Transfusi darah yang tercemar HIV dan transpalantasi organ yang tercemar
HIV akan secara langsung membuat orang yang menerima darah atau organ
tubuh tersebut tertular HIV karena virus langsung masuk ke dalam sistem
peredaran darah penerima.
3. Melalui alat suntik atau alat tusuk lainnya yang dapat menembus kulit
(akupuntur, tindik, tatto) yang tercemar oleh HIV. Oleh sebab itu
pemakaian alat suntik secara bersama-sama oleh para pecandu narkotika
akan mempermudah penularan HIV di antara mereka bila salah satu di
antara mereka merupakan pengidap HIV.
4. Penularan HIV dari perempuan pengidap HIV bisa terjadi melalui beberapa
proses yaitu: saat menjalani kehamilan, saat proses melahirkan, melalui
pemberian ASI.
9
5. Mengingat pola penularan HIV seperti disebutkan di atas, maka terdapat
orang-orang yang memiliki perilaku risiko tinggi untuk terinfeksi HIV,
yaitu :
a. Perempuan dan laki-laki yang berganti-ganti pasangan, beserta
pasangan mereka.
b. Penjaja seks, serta pelanggannya.
c. Pasangan dari laki – laki pelanggan pekerja seks, misalnya ibu rumah
tangga.
d. Pengguna narkotika suntik yang menggunakan jarum suntik secara
bersama.

Beberapa perilaku atau tindakan atau perbuatan yang tidak


menularkan HIV. HIV mudah mati di luar tubuh manusia, oleh sebab itu HIV
tidak dapat ditularkan melalui kontak sosial sehari-hari seperti:
a. Bersentuhan dengan pengidap HIV.
b. Berjabat tangan.
c. Bersentuhan dengan pakaian dan barang-barang bekas pakai ODHA.
d. Bersin atau batuk-batuk.
e. Berciuman.
f. Melalui makanan dan minuman.
g. Berenang bersama di kolam renang.
h. Menggunakan WC atau jamban yang sama dengan pengidap HIV.
i. Melalui gigitan nyamuk atau serangga lain.

D. Pencegahan dan Pengobatan HIV dan AIDS

10
Penting untuk mengetahui cara melindungi diri dari HIV dan AIDS karena
pandemi AIDS merupakan suatu kedaan darurat. Yang dimaksud keadaan
darurat adalah suatu keadaan gawat yang memerlukan tindakan segera untuk
mencegah perkembangannya ke arah kondisi yang lebih fatal. Kedaruratan
pandemi AIDS terletak pada kemungkinan penularannya karena sekali tertular
HIV belum ada obat yang dapat menyembuhkannya. Obat yang ada sekarang
adalah untuk menekan laju pertumbuhan/perkembangan HIV dalam tubuh
pengidapnya. Berdasarkan hal itulah, salah satu cara penanggulangan HIV dan
AIDS terbaik adalah dengan melakukan pencegahan. Pencegahan tentu harus
dikaitkan dengan cara-cara penularan HIV.

Ada beberapa upaya yang dapat dilakukan seseorang dalam mencegah


tertularnya HIV dan AIDS, seperti berikut:
1. Pencegahan penularan melalui kontak seksual
Sebagian besar penularan HIV di Indonesia dan di dunia adalah terjadi
melalui penularan seksual, sehingga pencegahan HIV dan AIDS perlu
difokuskan pada hubungan seksual yang berisiko. Untuk itu kepada setiap
orang perlu memperoleh informasi yang akurat agar memiliki perilaku
seksual yang aman dan bertanggung jawab. Konsep pencegahan dikenal
dengan istilah A B C (Abstinence, Be Faithfull, Condom), yaitu :
a. A = Abstinence atau absen, tidak melakukan hubungan seksual sama
sekali.
b. B = Be Faithfull atau saling setia, hanya melakukan hubungan seksual
dengan satu orang dan saling setia.

11
Pada kelompok remaja terutama di lingkungan sekolah, informasi ini
bisa ditekankan pada ”hanya melakukan hubungan seksual dengan satu
orang dan saling setia dan resmi sebagai pasangan suami isteri”
c. C = Condom atau kondom, apabila salah satu pasangan sudah terinfeksi
HIV atau tidak dapat saling setia, maka gunakan pengaman atau
pelindung untuk mencegah penularan HIV.
Pada kelompok remaja terutama di lingkungan sekolah, informasi ini
bisa disesuaikan dengan norma yang berlaku atau diajarkan di
lingkungan sekolah yang bersangkutan.
2. Pencegahan penularan melalui darah
Penularan HIV melalui darah menuntut kita untuk berhati-hati dalam
berbagai tindakan yang berhubungan dengan darah, produk darah dan
plasma:
a. Transfusi darah atau cangkok organ tubuh
Harus dipastikan bahwa darah yang digunakan untuk transfusi atau
organ tubuh yang dicangkokakn tidak tercemar HIV. Perlu dianjurkan
pada seseorang yang HIV positif agar tidak menjadi donor darah atau
organ tubuh. Begitu pula mereka yang berperilaku risiko tinggi,
misalnya sering melakukan hubungan seks dengan ganti-ganti pasangan.
b. Penggunaan produk darah dan plasma
Sama halnya dengan darah yang digunakan untuk transfusi, maka
produk darah dan plasma harus dipastikan tidak tercemar HIV.
c. Penggunaan alat suntik dan alat-alat lain yang dapat menembus/melukai
kulit.
Penggunaan alat-alat seperti alat suntik, alat cukur dan alat tusuk untuk
tindik perlu diperhatikan sterilisasinya. Tindakan mensterilkan dengan
12
pemanasan atau larutan desinfektan merupakan tindakan yang sangat
penting. Walaupun sampai saat ini belum ada terbukti kejadian
penularan melalui penggunaan pisau cukur atau sejenisnya kita perlu
tetap melakukan tindakana kewaspadaan umum untuk menghindari Hiv
atau penyakit lain yang mungkin menular melalui alat tersebut.
3. Pencegahan penularan dari ibu kepada anak
Pada kondisi biasa tanpa tepai, janin dari perempuan pengidap HIV
berisiko tertular HIV sekitar 25-30 %. Risiko akan semakin besar bila sang
perempuan atau ibu telah berada dalam tahap AIDS, oleh karena itu
perempuan pengidap HIV sangat dianjurkan untuk mempertimbangkan
kembali tentang rencana kehamilan. Risiko bayi terinfeksi HIV melalui
ASI adalah sangat kecil, sehingga tetap dianjurkan bagi si ibu untuk
memberikan ASI pada bayinya.
Program pencegahan penularan dari perempuan atau ibu pengidap HIV
kepada bayinya dikenal dengan PMTCT (Prevention of Mother to Child
Transmission) atau PPTCT (Prevention of Parent to Child Transmission).
Program ini meliputi 3 tindakan utama yaitu:
a. Pemberian ARV saat kehamilan
b. Terapi kelahiran, misalnya kelahiran saesar
c. Pemberian ASI eksklusif selama 3 atau 6 bulan pertama tanpa
pemberian makanan tambahan atau tidak melakukan pemberian ASI
eksklusif selama 3 atau 6 bulan pertama tetapi diganti dengan
pemberian susu formula dari awal maka bisa dilakukan juga pemberian
makanan tambahan lainnya.

F. Jenis Pelayanan Yang terkait dengan HIV dan AIDS


13
Salah satu dari penanggulangan HIV dan AIDS adalah penyediaan layanan-
layanan masyarakat selain Komunikasi Informasi dan Edukasi. Pelayanan HIV
dan AIDS, diantaranya kita mengenal Voluntary Counseling and Testing
(VCT), HIV dan AIDS, diantaranya kita mengenal Voluntary Counseling and
Testing (VCT), Prevention of Mother To Child Transmission (PMTCT) atau
Prevention of Parent To Child Transmission (PPTCT), Provider Initiated Test
and Counseling (PITC) and Care Support and Treatment (CST).
VCT adalah konseling dan tes HIV yang dilakukan secara sukarela untuk
mengetahui status HIV seseorang, dikenal juga sebagai Konseling Testing
secara Sukarela (KTS). Tes ini merupakan pengambilan darah dan pemeriksaan
laboratorium yang harus disertai konseling. KTS merupakan salah satu strategi
kesehatan masyarakat dan sebagai pintu masuk ke seluruh layanan kesehatan
HIV dan AIDS.
Pada KTS dikenal dua model layanan, diantaranya :
1. KTS yang statis/tetap
KTS terintegrasi dalam sarana kesehatan HIV dan AIDS, serta sarana
kesehatan lainnya, artinya bertempat dan menjadi bagian dari layanan
kesehatan yang ada.
2. KTS bergerak
KTS dapat dilaksanakan oleh LSM atau layanan kesehatan yang langsung
mengunjungi kelompok dampingan dengan risiko tinggi di wilayah tertentu.
KTS jenis ini dilakukan dalam rangka menjemput bola terutama di
komunitas yang terindikasi melakukan perilaku berisiko tinggi.

PPTCT atau Pencegahan penularan dari orangtua ke anak merupakan


pelayanan yang dikhususkan terhadap para ibu yang terinfeksi HIV. Setiap ibu
14
berstatus HIV yang hamil menjadi perhatian dari pelayanan ini. Seorang ibu
hamil dengan HIV positif rentan menularkan terhadap janinnya. Penularan ini
mungkin terjadi saat kehamilan, proses kelahiran dan proses pemberian ASI
yang tidak tepatg sehingga sangat perlu pendampingan dan penanganan khusus
melalui pelayanan PPTCT. Diantara pelayanan yang didapat adalah konseling,
pemeriksaan rutin kehamilan, terapi ARV, proses kelahiran dan penanganan Ibu
dan anak dari pasca kelahiran termasuk gizi dan nutrisi bayi dan pemeriksaan
untuk kepentingan status HIV bayi.

PITC merupakan layanan pemeriksaan darah untuk mengetahui status HIV


seseorang pasien yang datang dengan simptom atau penyakit terkait HIV,
diagnosis dan tatalaksana klinik berdasarkan diagnosis HIV. Tes HIV
ditawarkan sebagai bagian dari evaluasi klinis di tempat dimana prevalensi HIV
menonjol.
Layanan PITC adalah :
1. Konseling HIV diberikan dan tes ditawarkan oleh petugas kesehatan.
2. Hasil tes digunakan petugas kesehatan untuk melakukan diagnosis dan
memberikan terapi yang tepat.
3. Layanan yang diberikan bersifat kerahasiaan dan status didokumentasikan
di status catatan medik agar dapat dilakukan tindak lanjut.
4. Prinsip dari PITC adalah sama dengan VCT, seperti : kerahasiaan,
konseling dan informed-consent.

CST merupakan pelayanan terkait dengan pemberian dukungan kepada


orang yang berstatus HIV positif. Pelayanan ini akan diberikan setelah orang
melalui proses tes darah atau ketika seseorang tersebut HIV positif. Pasca tes,
15
seseorang yang HIV positif akan dirujuk ke CST dan manajer kasus di CST
akan menawarkan beberapa dukungan dan layanan, misalnya: pemeriksaan
laboratorium terkait dengan tingkat CD4 (jumlah CD4 dalam darah), viral load
(Jumlah HIV dalam mm3 darah dan lain-lain. Dukungan terapi ARV
(antiretroviral) akan diberikan dalam pelayanan CST. Selain dukungan medis,
bila yang bersangkutan membutuhkan, dapat memperoleh dukungan sosial,
ekonomi, atau spiritual beserta layanan-layanan lain yang ada di masyarakat.

G. Tes HIV
Tes HIV dilakukan untuk mendeteksi keberadaan antibodi HIV atau
antigen (virus) dalam darah seseorang.
Tes antibodi HIV adalah tes darah yang dipakai untuk memastikan apakah
seseorang telah terinfeksi HIV atau tidak. Apabila dalam darah seseorang
ditemukan antibody HIV maka orang tersebut sudah terinfeksi HIV dalam
darahnya.

Antibodi adalah reaksi tubuh terhadap kehadiran virus tertentu di dalam


tubuh. Perlu diketahui bila tubuh kemasukan suatu bibit penyakit, baik bakteri,
virus, atau lainnya (ini semua disebut antigen) maka tubuh kita akan membuat
antibodi sebagai reaksi terhadap antigen tersebut. Zat ini disebut antibodi,
yang keberadaannya di dalam darah dapat dideteksi dengan pemeriksaan yang
menggunakan zat-zat tertentu (yang disebut reagens). Tubuh membutuhkan
waktu tertentu untuk membentuk antibodi agar dapat terdeteksi dengan
pemeriksaan laboratorium.

16
Tes semacam ini secara lengkap disebut tes antibodi HIV, walaupun
kadang-kadang orang sering menyebut tes HIV saja. Tes jenis inilah yang
sering dipakai untuk penapisan atau skrining darah donor sebelum digunakan.
Selain itu ada pula tes untuk mengetahui keberadaan HIV itu sendiri, atau
disebut antigen. Tes ini dilakukan untuk mencari temu keberadaan viris HIV
dalam darah manusia. Tes ini amsih jarang dilakukan. Tes ini biasa dilakukan
pada kondsisi khusus saja karena biayanya jauh lebih mahal daripada tes
antibody HIV.

Manfaat tes HIV adalah :


1. Membantu melindungi persediaan darah di bank darah. Adanya skrining
darah donor untuk antibodi HIV terbukti telah menurunkan secara drastis
risiko penularan HIV melalui tranfusi darah.
2. Menggambarkan besarnya masalah epidemi HIV dan AIDS di masyarakat.
3. Mengetahui status HIV secara dini, sehingga memberikan kesempatan pada
orang tersebut segera memulai pengobatan dan konseling.

Saat ini tersedia beberapa jenis tes darah yang dapat membantu memastikan
apakah seseorang terinfeksi HIV atau tidak. Beberapa tes darah yang tersedia
saat ini diantaranya:
1. ELISA (Enzyme Linked Immuno Sorbent Assay).
Tes yang dilakukan untuk mencari antibodi yang ada dalam darah. Tes ini
bersifat sensitif membaca kelainan darah.
2. Western Blot.

17
Tes ini juga untuk mendeteksi adanya antibodi terhadap HIV. Tes ini lebih
akurat dan lebih mahal dibandingkan dengan ELISA dan lebih spesifik
dalam mendiagnosis kelainan dalam darah.
3. DIPSTICK HIV (En Te Be).
Tes ini adalah tes cepat yang murah dan pelaksanaannya cepat. Tes yang
dikembangkan oleh PATH ini sudah diproduksi di NTB, Indonesia.
Sifatnya cukup sensitif dan spesifik dalam melihat kelainan dalam darah.

H. Stigma dan Diskriminasi ODHA


Stigma cenderung akan menyebabkan tindakan diskriminasi dan dapat
mendorong munculnya pelanggaran HAM bagi ODHA dan keluarganya.
Stigma dan diskriminasi dapat memperparah epidemi HIV dan AIDS karena
dapat menghambat usaha pencegahan dan perawatan dengan memelihara
kebisuan dan penyangkalan tentang HIV dan AIDS seperti juga mendorong
keterpinggiran ODHA dan mereka yang rentan terhadap infeksi HIV.
Mengingat HIV dan AIDS sering dikaitkan dengan perilaku seksual,
penggunaan narkoba dan kematian sehingga banyak orang yang tidak peduli,
tidak menerima dan takut terhadap penyakit ini.
Stigma berhubungan dengan kekuasaan dan dominasi di masyarakat. Pada
puncaknya, stigma akan menciptakan ketidaksetaraan sosial. Stigma berurat
akar di dalam struktur masyarakat, norma dan nilai-nilai yang mengatur
kehidupan sehari-hari. Ini menyebabkan beberapa kelompok merasa kurang
dihargai dan menjadi malu, sedangkan kelompok lainnya merasa superior.
Diskriminasi terjadi ketika pandangan-pandangan negatif mendorong orang
atau lembaga untuk memperlakukan seseorang secara tidak adil berdasarkan
atas prasangka mereka terhadap status HIV seseorang. Contoh diskriminasi
18
yang terjadi dalam situasi HIV dan AIDS antara lain: sikap staf rumah sakit
atau penjara yang menolak memberikan pelayanan kesehatan kepada ODHA,
atasan yang memberhentikan pegawainya berdasarkan status atau prasangka
atas status HIV mereka, keluarga/masyarakat yang menolak mereka yang
hidup dengan HIV atau dipercaya terinfeksi dengan HIV. Tindakan
diskriminasi semacam itu adalah sebuah bentuk pelanggaran hak azasi
manusia.
Stigma dan diskriminasi dapat terjadi dimana saja dan kapan saja baik di
keluarga, masyarakat, sekolah, tempat peribadatan, tempat kerja, juga tempat
layanan hukum dan kesehatan. Orang dapat melakukan diskriminasi, baik
dalam kapasitas pribadi maupun profesional, sementara lembaga bisa
melakukan diskriminasi melalui kebijakan dan kegiatan yang dilakukan.
Bentuk lain dari stigma berkembang melalui internalisasi oleh ODHA
dengan persepsi negatif tentang diri mereka sendiri. Stigma dan diskriminasi
yang dihubungkan dengan penyakit menimbulkan efek psikologi yang berat
tentang bagaimana ODHA melihat diri mereka sendiri. Hal ini dapat
mendorong terjadinya depresi, harga diri rendah dan putus asa. Stigma dan
diskriminasi dapat menghambat upaya pencegahan karena membuat orang
tidak berani untuk mencari tahu status mereka, atau bisa pula menyebabkan
mereka yang telah terinfeksi HIV tetap melakukan perilaku seksual dan non
seksual yang tidak aman karena takut orang-orang akan curiga terhadap status
HIV mereka. Akhirnya, ODHA dilihat sebagai "masalah" bukan sebagai
bagian dari solusi untuk mengatasi epidemi ini.
Di banyak negara, hukum, kebijakan, dan peraturan memberikan kontribusi
terhadap lingkungan yang mendukung pencegahan, dukungan dan perawatan
HIV dan AIDS. Meskipun kebijakan dan hukum yang mendukung telah ada,
19
upaya penegakan hukum yang lemah menyebabkan stigma dan diskriminasi
terus berlangsung. Hal ini mungkin disebabkan oleh hanya sedikit
pertanggungjawaban terhadap tindakan-tindakan diskriminasi atau ganti rugi
bagi mereka yang telah mengalami stigma dan diskriminasi. Berbagai negara
dan lembaga menciptakan dan mempersubur stigma dan diskriminasi melalui
hukum, peraturan, dan kebijakan yang mendiskriminasi ODHA atau orang-
orang di sekitarnya.

I. Peran ODHA dalam upaya penganggulangan HIV dan AIDS secara umum
adalah:
1. Memberikan motivasi pada lingkungan teman-teman sesamanya dan
pasangannya yang non reaktif untuk melakukan tes darah.
2. Saling memberikan dukungan antara sesama ODHA dalam melakukan
hidup yang sehat.
3. Melakukan penyebaran informasi dan advokasi terkait untuk menghapus
diskriminasi dan stigmatisasi terhadap ODHA.
4. Memperluas jaringan pelayanan dalam untuk memudahkan dukungan dan
pemberian layanan terkait dengan kebutuhan ODHA.
5. Pemutusan mata rantai penularan terhadap pasangan melalui pencegahan
dan perilaku aman dengan pasangannya sehingga diperlukan keterbukaan
seorang ODHA tentang status HIVnya kepada pasangannya.

J. Mitos dan fakta Tentang HIV dan AIDS


Beberapa pendapat yang tidak benar tentang HIV dan AIDS yang harus
diluruskan
untuk mendukung upaya penanggulangan HIV dan AIDS antara lain:
20
 HIV menular melalui nyamuk yang menggigit ODHA.
 HIV menular melalui penggunaan toilet yang pernah digunakan oleh
ODHA.
 HIV hanya bisa menular pada pekerja seks.
 ODHA adalah orang yang tidak berdaya dan tidak bisa melakukan apa-apa.
 Bayi yang dilahirkan oleh seorang perempuan yang HIV positif, pasti akan
tertular HIV dari ibunya.
 HIV dan AIDS adalah penyakit karena penyimpangan seksual.
 HIV dan AIDS adalah kutukan Tuhan.
 HIV dan AIDS sudah bisa disembuhkan.
 Mengalami nafsu makan menurun disertai berat badan turun drastis sudah
pasti tanda-tanda terinfeksi HIV.
 Mengkarantina ODHA cara efektif pencegahan HIV.
 Berenang bersama ODHA menularkan HIV.
 Berhubungan seks sekali saja tanpa kondom tidak ada risiko tertular HIV.
 HIV hanya bisa menular pada kelompok homoseks saja.
 Kelompok homoseksual memiliki risiko paling tinggi untuk tertular HIV
bila dibandingkan dengan orientasi seks lainnya seperti heteroseksual dan
biseksual.
 Dan lain-lain.

Faktanya adalah:
 HIV tidak bisa menular melalui nyamuk yang menggigit ODHA. HIV tidak
hisa ditularkan melalui binatang apapun juga termasuk nyamuk.

21
 HIV tidak bisa menular melalui penggunaan toilet yang pernah digunakan
oleh ODHA. HIV tidak bisa hidup diluar tubuh manusia dan tidak akan
menular melalui kegiatan sosial manusia sehari – hari.
 HIV tidak hanya bisa menular pada pekerja seks. HIV bisa menular pada
siapapun yang dikarenakan perilakunya. HIV menular bukan karena
pekerjaan atau status seseorang tetapi karena perilakunya.
 ODHA adalah orang yang berdaya dan tidak bisa melakukan banyak hal
sama seperti orang lain yang tidak terinfeksi HIV.
 Bayi yang dilahirkan oleh seorang perempuan yang HIV positif, tidak pasti
akan tertular HIV dari ibunya. Pada saat ini sudah ada program
pencegahan HIV dari ibu ke bayi sehingga kemungkinan penularan dari
ibu kepada bayi yang dikandung atau dilahirkan adalah sangat kecil.
 HIV dan AIDS adalah karena perilaku manusia bukan karena
penyimpangan seksual.
 Tidak ada kaitan antara HIV dan AIDS dengan kutukan Tuhan. HIV dan
AIDS ada dikarenakan perilaku manusia yang tidak aman.
 HIV dan AIDS belum bisa disembuhkan. Obat yang ada bukan untuk
menyembuhkan tetapi untuk menghambat perkembangan HIV dalam
tubuh orang yang sudah terinfeksi HIV.
 Mengalami nafsu makan menurun disertai berat badan turun drastis belum
pasti tanda-tanda terinfeksi HIV. Seseorang mengalaim hal ini bisa
dikarenakan banyak hal dalam hidupnya, mungkin saja karena sedang
stress karena pekerjaan, tertekan oleh keadaan psikologinya, miskin
sehingga tidak bisa membeli makanan, dll.
 Mengkarantina ODHA bukanlah cara efektif pencegahan HIV. Cara efektif
mencegah penularan HIV adalah melakukan pendidikan kepada semua
22
lapisan masyarakat secara benar dan terbuka sehingga masyarakat tahu
bagaimana cara mencegah dirinya supaya tidaj tertular HIV.
 Berenang bersama ODHA tidak akan tertular HIV. HIV tidak bisa hidup
diluar tubuh manusia dan tidak akan menular melalui kegiatan sosial
manusia sehari – hari.
 Berhubungan seks sekali saja tanpa kondom ada risiko tertular HIV. Setiap
perilaku seks tanpa kondom selalu ada risikonya walaupun dilakukan
hanya sekali saja.
 HIV tidak hanya menular pada kelompok homoseks saja. HiV tidak
memandang orientasi yang dimiliki seseorang. Terbukti kasus
menunjukkan penularan terjadi pada semua kelompok orientasi seks yaitu
homoseksual, heteroseksual dan biseksual.
 Kelompok homoseksual tidak selalu dan tidak pasti memiliki risiko paling
tinggi untuk tertular HIV bila dibandingkan dengan orientasi seks lainnya
seperti heteroseksual dan biseksual. Tingginya risiko yang dimiliki oleh
seseorang tidak ditentukan oleh orientasi seksnya, tetapi ditentukan oleh
perilaku yang dilakukannya baik perilaku seksual maupun perilaku non
seksualnya.
 Dan lain-lain.

BAHAN BACAAN
23
Infeksi Menular Seksual (IMS)

I. Pengertian IMS
IMS adalah infeksi yang sebagian besar menular lewat hubungan seksual
dengan pasangan yang sudah tertular. Hubungan seks ini termasuk hubungan
seks lewat liang vagina, lewat mulut, atau lewat dubur. IMS juga biasa
disebut sebagai penyakit kelamin. Namun itu hanya menunjuk pada penyakit
yang ada di kelamin saja. Istilah Infeksi Menular Seksual lebih luas
maknanya, karena menunjuk pada cara penularannya. Tanda-tandanya tidak
selalu ada di alat kelamin. Tanda-tanda orang yang sudah terkena IMS juga
ada di alat penglihatan, mulut, saluran pencernaan, hati, otak, dan bagian
tubuh lainnya.
Dahulu kelompok penyakit ini dikenal sebagai penyakit kelamin yang
hanya terdiri dari 5 jenis penyakit yaitu gonore (kencing nanah), sifilis (raja
singa), ulkus mole, limfogranuloma inguinale (bungkul) dan granuloma
inguinale. Pada akhir abad ke-20 dapat dibuktikan bahwa pada waktu
mengadakan hubungan seksual dapat terjadi infeksi oleh lebih dari 20 jenis
kuman, sehingga muncullah istilah Penyakit Menular Seksual (PMS). Pada
tahun 1997 pada Kongres IUVDT (International Union of Venereal Diseases
and Treponematosis) di Australia, istilah tersebut diubah menjadi IMS, oleh
karena semua penyakit yang termasuk dalam kelompok tersebut merupakan
penyakit infeksi.

II. Jenis – jenis IMS dan gejalanya


IMS sering tidak menunjukkan gejala, terutama pada perempuan. Namun
demikian, ada pula IMS yang menunjukkan gejala-gejala sebagai berikut:
24
 Keluarnya cairan dari vagina, penis atau dubur yang berbeda dari
biasanya.
 Perih, nyeri atau panas saat kencing atau setelah kencing, atau menjadi
sering kencing.
 Luka terbuka, luka basah di sekitar kemaluan atau sekitar mulut. Sifat
lukanya bisa nyeri, bisa juga tidak.
 Tumbuh seperti jengger ayam atau kutil di sekitar kemaluan.
 Gatal-gatal di daerah alat kelamin.
 Bengkak di lipatan paha.
 Pada pria, kantung pelir menjadi bengkak dan nyeri.
 Sakit perut bagian bawah yang kumat-kumatan dan tidak ada
hubungannya dengan haid.
 Keluar darah sehabis berhubungan seks.
 Secara umum merasa tidak enak badan atau demam.

a. Jenis IMS disebabkan Bakteri


• Gonore
• Klamidia
• Sifilis
• Chancroid

b. Jenis IMS disebabkan oleh virus


• Herpes
• Hepatitis B
• Hepatitis C
• Human papillomavirus (Kutil kelamin)
25
• HIV

c. Jenis IMS lainnya


• Protozoa: Trikomoniasis
• Jamur: Candidiasis
• Hama: Kutu kelamin, Scabies

Klamidia
Gejalanya:
 Keputihan, dapat disertai nyeri saat kencing, dan pendarahan setelah
hubungan seksual. Gejalanya mirip GO tapi lebih ringan.
 Pada infeksi kronik dapat terjadi penyebaran ke saluran telur yang
menimbulkan nyeri perut bagian bawah.

Sipilis atau raja singa


Gejalanya:
26
 Luka yang bersih dan tidak nyeri di sekitar alat kelamin, anus, dan mulut
yang muncul kira-kira 2-3 minggu setelah terinfeksi.
 6-8 minggu kemudian timbul pembesaran kelenjar getah bening disusul
dengan tidak enak badan dan bercak kemerahan pada kulit.

Gonore atau kencing nanah


Gejalanya:
 Rasa sakit saat buang air kecil dan saat ereksi.
 Keluar nanah dan dari saluran kencing terutama pada pagi hari.
 Pada perempuan: nyeri di daerah perut bagian bawah, kadang-kadang
disertai keputihan dan bau yang tidak sedap.

27
Herpes genital atau herpes simplex
Gejalanya:
 Bintil-bintil berisi cairan yang menjadi luka kecil di sekitar alat kelamin
dan mulut. Luka-luka kecil ini bisa sakit sekali pada saat infeksi pertama
kali dan dapat kambuh secara berulang-ulang bila ada gangguan
emosi/psikis atau haid.
 Sebelum munculnya bintil-bintil ini, biasanya ada gejala awal yang
mendahului antara lain: rasanya seperti sakit flu, rasa tidak enak di
pinggang, kelenjar getah bening membengkak.

28
Kutil Kelamin, sering disebut jengger ayam atau kembang kol
Gejalanya:
 Benjolan-benjolan kecil di sekitar alat kelamin yang dapat bersatu seperti
jengger ayam dan menular.
 Pada perempuan dapat mengenai kulit daerah kelamin sampai dubur,
selaput lendir bagian dalam, liang kemaluan sampai leher rahim.

29
 Pada pria terdapat pada penis dan saluran kencing bagian dalam. Pada
wanita hamil kutil ini bisa tumbuh sampai besar.

Hepatitis B dan C
Gejalanya:
 Badan lemas, kurang gairah dan kadang demam.
 Pada kasus parah, tampak kulit dan selaput mata berwarna kuning.

Trikomoniasis
Gejalanya:

30
 Gejala spesifik berupa keputihan yang banyak, kadang-kadang berbusa,
kehijauan, berbau busuk, nyeri saat berhubungan seksual atau saat buang
air kecil.

Chancroid
Gejalanya:
 Luka yang kotor dan nyeri disekitar alat kelamin yang muncul kira-kira 1
minggu setelah infeksi.

HIV dan AIDS


Gejalanya:
 Walaupun virus sudah ada di dalam darah, tidak menunjukkan gejala
sama sekali.
 Pada orang yang sudah menunjukkan gejala AIDS, nampak gejala sangat
kompleks yang sulit untuk dibedakan dengan penderita kanker stadium
lanjut.

31
III. Cara penularan IMS
Bibit IMS terutama ada di dalam cairan kelamin dan darah. IMS menular
terutama bila cairan kelamin atau darah seseorang yang sudah terkena IMS
masuk ke dalam tubuh orang lain.

Cara penularan IMS melalui hubungan seks yang tidak aman:


 Hubungan seks melalui liang senggama tanpa menggunakan kondom.
 Hubungan seks melalui dubur tanpa menggunakan kondom.
 Melakukan seks oral tanpa menggunakan kondom.

Cara penularan yang lain adalah:


 Melalui darah. Misalnya tranfusi darah, saling bertukar jarum suntik, atau
benda tajam lainnya, pada pemakai obat bius, menindik telinga atau tatto.
 Penularan kepada janin. Janin bisa tertular saat masih dalam kandungan,
saat dilahirkan atau sesudah dilahirkan, melalui ASI.

Tidak benar kalau IMS ditularkan melalui cara-cara berikut ini:


 Duduk di samping orang yang terkena IMS.
 Menggunakan WC umum.
 Bekerja terlalu keras.
 Menggunakan kolam renang umum.
 Memegang berbagai benda yang bekas dipegang pengidap IMS.
 Bersalaman.
 Melalui peralatan makan.
 Melalui bersin.
32
 Melalui keringat.

IV. Cara pencegahan IMS


Ada banyak cara untuk mengurangi risiko terhadap penularan IMS.
Bagi yang belum aktif secara seksual, jangan sekali-sekali melakukan
hubungan seksual sebelum menikah. Orang yang belum melakukan
hubungan seksual memiliki risiko kecil untuk terjangkit IMS. Berikut ini
adalah pencegahan penularan IMS melalui hubungan seksual :
a. Absen dari seks, alias tidak berhubungan seksual sama sekali sehingga
tidak ada cairan kelamin yang masuk ke dalam tubuh. Ini dapat juga
berlaku bagi mereka yang sudah menikah dengan cara puasa seks saat
jauh dari pasangan.
b. Berlaku saling setia, atau berhubungan dengan seseorang yang dapat
dipastikan hanya berhubungan seksual dengan kita saja, kalau kita
sudah menikah atau tidak dapat melakukan pantang seks.
c. Cegah infeksi dengan menggunakan kondom sewaktu berhubungan
seksual. Apabila kita tidak dapat memastikan kesetiaan pasangan kita,
atau tidak tahu apakah ia pernah menerima tranfusi darah, tatto,
suntikan dengan jarum yang tidak steril, gunakanlah kondom. Juga bila
kita tidak dapat setia dengan pasangan kita.

Pencegahan IMS yang dapat menular melalui cara lain di luar hubungan
seksual:
a. Mencegah masuknya transfusi darah yang belum diperiksa bebas dari
IMS.

33
b. Berhati-hati sewaktu menangani segala hal yang tercemar oleh darah
segar.
c. Mencegah pemakaian alat-alat tembus kulit yang tidak suci hama atau
tidak steril, misalnya: jarum suntik, alat tatto, alat tindik dan sejenisnya
yang bekas dipakai oleh orang lain.

V. Penanganan IMS yang benar


Apabila seseorang terkena atau terinfeksi atau tertular IMS maka dia
harus segera memeriksakan diri ke layanan yang menyediakan layanan IMS.
Carilah pengobatan pada tenaga medis yang sudah terbukti kredibel
melakukan pengobatan pada pasien IMS, jangan pergi ke dukun atau
mengobati sendiri dengan membeli obat – obat di toko obat atau apotik.

VI. Mitos Seputar IMS


Beberapa pendapat yang salah yang masih sering kita jumpai dan
beredar di kalangan masyarakat luas, antara lain:
a. Dioral waria bisa menyembuhkan GO pada penis.
b. Kencing nanah tidak berbahaya.
c. Bawang putih bisa mengobati IMS dengan cara dioleskan pada luka
IMS.
d. IMS dicegah dengan minum sembarang antibiotik.
e. IMS dicegah dengan mencuci alat kelamin dengan bir atau minuman
beralkohol lainnya segera setelah hubungan seksual.
f. IMS tidak bisa menyerang pada bayi.
g. Cuci vagina sesaat setelah berhubungan seks dengan odol, cairan daun
sirih akan mencegah tertular IMS.
34
h. Keputihan pada perempuan sudah pasti adalah IMS.
i. Adanya benjolan di sekitar alat kelamin sudah pasti adalah gejala
IMS.
j. IMS bisa diobati dengan berendam di air laut.
k. Mengobati IMS dengan cara merendam atau mencuci alat kelamin
dengan air rebusan daun sirih.
l. Mengobati IMS dengan cara berhubungan seks dengan perempuan
yang sedang menstruasi.
m. Menghindari IMS dengan cara pilih-pilih pasangan yang terlihat segar
dan cerah.
n. Perempuan akan mengeluarkan/membuang semua penyakit pada saat
menstruasi, termasuk IMS.
o. Minum alkohol sebelum berhubungan seks akan membuat tubuh kebal
dari IMS.
p. Kutu kelamin bisa dibasmi dengan mengoleskan autan atau sejenisnya
pada rambut kelamin.
q. Dan lain-lain.

VII. Keterkaitan IMS dengan HIV dan AIDS


IMS merupakan pintu masuk bagi HIV dan AIDS. HIV merupakan
jenis IMS yang paling popular saat ini. Ketakutan orang tentang AIDS sangat
besar, karena sampai saat ini belum dapat disembuhkan. Obat-obatan yang
ada hanya membantu perawatan mereka yang sudah terkena HIV (bukan
menyembuhkan), juga sangat mahal. Penularan HIV sama dengan penularan
IMS yang lain. Semua orang bisa saja terkena HIV dan kemudian AIDS.
Ingat HIV dan AIDS tidak pandang bulu.
35
36

Anda mungkin juga menyukai