Disusun oleh. :
2. Teologis : Cara berfikir teleologis ini bukan tidak mengacuhkan hukum tetapi
ia tahu betul apa yang benar dan apa yang salah, tetapi itu bukanlah ukuran
yang terakhir atau final sebab yang terpenting adalah tujuan dan akibatnya.
Menurut salah seorang filsuf Inggris, Jhon Stuard Mill,m engusulkan sebuah
dahlil: “ The Greatest Good for the Greatest number” Menurut Mill sebuah
tindakan dapat dikatakan “baik” apabila tujuannya baik dan membawa
“kebaikan yang paling besar bagi banyak orang”. Namun cara berfikir ini juga
memiliki kelemahan sebab dengan cara berpikir seperti akan membuat orang
menghalalkan segala cara untuk mencapai tujuan. Bagaimanapun secara etis
kita harus mengatakan bahwa bukan hanya tujuan dan akibat yang penting,
tetapi yang harus dilihat adalah jika tujuannya dicapai dengan baik maka
tentu harus dengan cara yang benar. Bahaya yang kedua atau bisa dikatakan
kelemahan yang kedua dari cara berpikir seeperti ialah cara hidup yang
hedonisme artinya lebih mengutamakan kenikmatan sebagai tujuan utama di
dalam hidup. Sebab jika yang “baik” untuk saya akan berakibat atau berujung
pada yang paling “nikmat”, yang paling “gampang”, yang paling
“menguntungkan” bagi “saya”. Persoalan Etis disini ialah apa yang paling
nikmat, gampang dan menguntungkan bagi saya tidak selalu berarti demikian
untuk yang lain. Untuk yang lain barangkali merupakan tindakan yang sama
itu justru merugikan san mencelakakan, dari hal inilah yang menimbulkan
kekacauan etis.
3. Kontekstual : Dalam cara berpikir ini konteks situasi dan kondisi tertentu
haruslah diperhitungkan secara seksama untuk mengambil keputusan.
Dalam cara berpikir ini menuntut agar orang-orang yang bersangkutan harus
mengambil keputusan sendiri: apa yang paling bertanggung jawab dalam
situasi dan kondisi khusus itu. Namun kelemahan terbesar dari etika
kontekstual adalah mudahnya terjebak menjadi etika yang situasional. Etika
yang tanpa prinsip, sebab situasi menjadi pertimbangan pokok. Adapun jugaa
bahaya Relativisme atau menganggap semuanya bersifat relatif dan tidak
ada lagi norma-norma yang berlaku mutlak namun tergantung pada situasi
dan kondisi. Bahaya yang kedua adalah subjektivisme artinya semua menjadi
tergantung dari pertimbangan dan keputusan sih pelaku.