Anda di halaman 1dari 4

ETIKA KRISTEN

“ RINGKASAN TERHADAP TULISAN ETIKA SEDERHANA UNTUK SEMUA”

DISUSUN OLEH :

JULITA OLIVIA WAELAURUW

NPM : 12114201200110

KELAS : B

PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN

FAKULTAS KESEHATAN

UNIVERSITAS KRISTEN INDONESIA MALUKU

AMBON

2021
PERSOALAN KITA

Keharusan yang hipotetis adalah keharusan yang bersifat kondisional. Artinya, ia hanya

berlaku untuk memenuhi kondisi-kondisi atau syarat-syarat tertentu. Atau, disebabkan oleh

karena kondisi-kondisi tertentu. Tidak berlaku setiap saat. Tidak berlaku untuk semua kondisi.

Oleh karena itu, ia tidak merupakan persoalan etis.

Keharusan etis adalah keharusan yang tidak kondisional. Bukan "harus, bila" tetapi

"harus, titik". Ia bersifat mutlak. Ia harus begitu dalam kondisi apapun juga. Keharusan seperti

ini disebut keharusan kategoris. Di dalam etika ada sesuatu yang lebih dalam dari pada sekedar

kondisi atau kenyataan. Yaitu makna kehidupan kita sebagai manusia. Yang seharusnya di

dalam etika ialah : yang benar, yang baik, dan yang tepat. Yang tidak boleh di dalam etika ialah :

yang salah, yang jahat, dan yang tidak tepat.

Deontologis yaitu cara berfikir etis yang mendasarkan diri kepada prinsip, hukum, norma

obyektif yang dianggap harus berlaku mutlak dalam situasi dan kondisi apapun juga. Di dalam

etika kristen, cara berfikir deontologis adalah cara melakukan penilaian etis yang meletakkan

Hukum Allah sebagai satu-satunya norma yang tidak dapat ditawar-tawar. Suatu tindakan adalah

benar, apabila sesuai dengan Hukum Allah itu. Dan salah, apabila bertentangan dengannya. Cara

berfikir seperti ini tentu banyak keuntungannya. Ia memberi pegangan etis yang tegas dan jelas.

Orang tidak perlu bingung tentang apa yang benar dan apa yang salah.

Teleologis. Bagaimanapun juga kita harus mengakui, bahwa yang "benar" itu belum tentu

"baik". Tidak jarang justru berakibat tidak baik. Cara berfikir teleologis ini bukan tidak

mengacuhkan hukum. Ia tahu betul apa yang benar dan apa yang salah. Tapi itu bukan ukuran

terakhir. Yang lebih penting adalah: tujuan dan akibat.


Tetapi baiklah kita tidak menyangka bahwa cara berfikir teleologis dengan demikian

bebas dari bahaya. Bahaya yang pertama adalah bahaya menghalalkan segala cara untuk

mencapai tujuan. Bagaimanapun secara etis kita toh harus mengatakan, bahwa bukan hanya

tujuan dan akibat yang penting. Kita harus mengatakan, bahwa tujuan dan hasil yang "baik", juga

harus diusahakan melalui cara-cara yang "benar". Bahaya yang kedua dari cara berfikir teleologis

dalam bentuknya yang ekstrim adalah: hedonisme. Yang "baik" selalu terancam bahaya untuk

ditafsirkan secara sempit.

Kontekstual. Keadaan di mana keputusan harus diambil dengan amat memperhitungkan

konteks yang ada. Di dalam keadaan seperti itulah, keputusan etis yang kontekstual harus terjadi.

Etika yang kontekstual menuntut orang-orang yang bersangkutan harus mengambil keputusan

sendiri: apa yang paling bertanggung. jawab dalam keadaannya yang khusus itu. Cara berfikir

etis seperti ini, Tak dapat dihindarkan, etika yang baik adalah etika yang operasional. Etika yang

menolong orang mengambil keputusan dalam situasi dan konteks tertentu. Oleh sebab itu, etika

yang kontekstual memang dapat dipertanggungjawabkan.

Tetapi bukan tanpa kelemahan. Kelemahan terbesar dari etika kontekstual adalah, bahwa

ia dengan mudah terjebak menjadi etika yang situasional. Etika yang tanpa prinsip, sebab situasi

menjadi pertimbangan pokok satu satunya. Sebab fungsi etika adalah untuk memberikan

pegangan kepada manusia mengenai apa yang seharusnya. Nah, ketika etika tidak lagi

mempunyai prinsip-prinsip yang jelas, ketika semuanya menjadi serba relatif, tergantung kepada

situasi dan kondisi. Etika bukan saja ilmu yang menarik. Etika adalah juga merupakan ilmu yang

sulit.

Kehidupan manusia ini sedemikian kompleksnya, sehingga sebenarnya tak ada satu

sistim etika pun yang dapat menangkap kehidupan ini seutuh-utuhnya dan selengkap-
lengkapnya. Dan ini yang terpenting: Anda harus mengambil keputusan sendiri pada akhirnya!

Dan keputusan yang harus Anda buat itu, tidak jarang adalah keputusan yang sulit. Setiap

tindakan etis yang dapat di pertanggung jawabkan sebenarnya adalah ketiga-tiganya. Tindakan

itu harus sekaligus "benar", "baik" dan "tepat". Jadi keputusan etis apapun yang kita lakukan

tidak pernah sempurna. Ia selalu harus kita lakukan dengan penuh kerendahan hati, bahkan

dengan pengakuan dosa. Pasti tak mungkin sempurna. Namun itu yang maksimal dapat kita

lakukan. Bahkan, itu pula yang minimal harus kita lakukan.

Anda mungkin juga menyukai