DISUSUN OLEH :
NPM : 12114201200110
KELAS : B
FAKULTAS KESEHATAN
AMBON
2021
PERSOALAN KITA
Keharusan yang hipotetis adalah keharusan yang bersifat kondisional. Artinya, ia hanya
berlaku untuk memenuhi kondisi-kondisi atau syarat-syarat tertentu. Atau, disebabkan oleh
karena kondisi-kondisi tertentu. Tidak berlaku setiap saat. Tidak berlaku untuk semua kondisi.
Keharusan etis adalah keharusan yang tidak kondisional. Bukan "harus, bila" tetapi
"harus, titik". Ia bersifat mutlak. Ia harus begitu dalam kondisi apapun juga. Keharusan seperti
ini disebut keharusan kategoris. Di dalam etika ada sesuatu yang lebih dalam dari pada sekedar
kondisi atau kenyataan. Yaitu makna kehidupan kita sebagai manusia. Yang seharusnya di
dalam etika ialah : yang benar, yang baik, dan yang tepat. Yang tidak boleh di dalam etika ialah :
Deontologis yaitu cara berfikir etis yang mendasarkan diri kepada prinsip, hukum, norma
obyektif yang dianggap harus berlaku mutlak dalam situasi dan kondisi apapun juga. Di dalam
etika kristen, cara berfikir deontologis adalah cara melakukan penilaian etis yang meletakkan
Hukum Allah sebagai satu-satunya norma yang tidak dapat ditawar-tawar. Suatu tindakan adalah
benar, apabila sesuai dengan Hukum Allah itu. Dan salah, apabila bertentangan dengannya. Cara
berfikir seperti ini tentu banyak keuntungannya. Ia memberi pegangan etis yang tegas dan jelas.
Orang tidak perlu bingung tentang apa yang benar dan apa yang salah.
Teleologis. Bagaimanapun juga kita harus mengakui, bahwa yang "benar" itu belum tentu
"baik". Tidak jarang justru berakibat tidak baik. Cara berfikir teleologis ini bukan tidak
mengacuhkan hukum. Ia tahu betul apa yang benar dan apa yang salah. Tapi itu bukan ukuran
bebas dari bahaya. Bahaya yang pertama adalah bahaya menghalalkan segala cara untuk
mencapai tujuan. Bagaimanapun secara etis kita toh harus mengatakan, bahwa bukan hanya
tujuan dan akibat yang penting. Kita harus mengatakan, bahwa tujuan dan hasil yang "baik", juga
harus diusahakan melalui cara-cara yang "benar". Bahaya yang kedua dari cara berfikir teleologis
dalam bentuknya yang ekstrim adalah: hedonisme. Yang "baik" selalu terancam bahaya untuk
konteks yang ada. Di dalam keadaan seperti itulah, keputusan etis yang kontekstual harus terjadi.
Etika yang kontekstual menuntut orang-orang yang bersangkutan harus mengambil keputusan
sendiri: apa yang paling bertanggung. jawab dalam keadaannya yang khusus itu. Cara berfikir
etis seperti ini, Tak dapat dihindarkan, etika yang baik adalah etika yang operasional. Etika yang
menolong orang mengambil keputusan dalam situasi dan konteks tertentu. Oleh sebab itu, etika
Tetapi bukan tanpa kelemahan. Kelemahan terbesar dari etika kontekstual adalah, bahwa
ia dengan mudah terjebak menjadi etika yang situasional. Etika yang tanpa prinsip, sebab situasi
menjadi pertimbangan pokok satu satunya. Sebab fungsi etika adalah untuk memberikan
pegangan kepada manusia mengenai apa yang seharusnya. Nah, ketika etika tidak lagi
mempunyai prinsip-prinsip yang jelas, ketika semuanya menjadi serba relatif, tergantung kepada
situasi dan kondisi. Etika bukan saja ilmu yang menarik. Etika adalah juga merupakan ilmu yang
sulit.
Kehidupan manusia ini sedemikian kompleksnya, sehingga sebenarnya tak ada satu
sistim etika pun yang dapat menangkap kehidupan ini seutuh-utuhnya dan selengkap-
lengkapnya. Dan ini yang terpenting: Anda harus mengambil keputusan sendiri pada akhirnya!
Dan keputusan yang harus Anda buat itu, tidak jarang adalah keputusan yang sulit. Setiap
tindakan etis yang dapat di pertanggung jawabkan sebenarnya adalah ketiga-tiganya. Tindakan
itu harus sekaligus "benar", "baik" dan "tepat". Jadi keputusan etis apapun yang kita lakukan
tidak pernah sempurna. Ia selalu harus kita lakukan dengan penuh kerendahan hati, bahkan
dengan pengakuan dosa. Pasti tak mungkin sempurna. Namun itu yang maksimal dapat kita