Anda di halaman 1dari 4

DEDIKASI IDUL ADHA 1442 H DAN KEBANGKITAN EKONOMI

DI ERA PANDEMI

Pada kalender islam bertepatan 10 dzulhijjah 1442 H, umat yang


khususnya beragama islam di penjuru dunia akan melaksanakan atau
merayakan hari raya Idul Adha di suasana pandemi. Dengan keadaan
demikian, suasana pandemi ini masyarakat islam mungkin mayoritas
ataupun minoritas tidak patah semangat untuk melaksanakan syiar islam
yang pada umumnya yaitu dilaksanakannya haji ke baitullah dan
menyembelih hewan qurban bagi yang mampu.

Lalu, seperti apa sejarah dari munculnya merayakan hari raya Idul
Adha ?
Saat dilaksanakan hari raya Idul Adha, saat itu juga kita kembali
mengenang peristiwa mulia dan hari dimana salah satu ujian paling berat
yang dihadapi oleh Nabi Ibrahim as. Terlepas dari itu pengorbanan dan
keikhlasan dari Nabi Ibrahim as dalam menaati perintah Allah SWT
amatlah agung. Ia diperintah oleh Allah SWT untuk menyembelih putranya
yaitu Ismail as.
Suatu hari Nabi Ibrahim as mendatangi Ismail untuk menyampaikan
perintah dari Allah bahwa ia harus menyembelih putranya, tatkala Ismail
telah sampai ( pada umur tepat ), Ibrahim berkata “ Anakku, sesungguhnya
aku bermimpi diperintahkan untuk menyembelih kamu. Karena itu
pikirkanlah pendapatmu”. (Q.S. Ash-shaffat : 102).
Ismail as justru mengiyakan dan mengamini perintah dalam mimpi
ayahanya itu, dirinya sama sekali tidak merasa takut atau marah kepada
ayahnya, dikarenakan Ismail as yakin mimpi itu adalah salah satu wahyu
dari Allah SWT. Ismail berkata, “ ayah, lakukanlah apa yang diperintahkan
kepadamu, insya allah engkau akan mendapati aku termasuk orang-orang
yang sabar”. ( Q.S. Ash-shaffat : 102 ). Mendengar jawaban anaknya Nabi
Ibrahim pun kaget karena anak kesayangannya begitu ikhlas untuk
menerima dari Allah SWT.
Pasalnya, tidaklah mudah Nabi Ibrahim saat melaksanakan
penyembelihan anaknya tersebut. banyak syetan yang menggoda istrinya
bahkan anaknya (ismail as). Syetan-syetan itu menggoda Nabi Ibrahim
dikarenakan untuk menggoyahkan hatinya supaya membatalkan
penyembelihan anaknya. Namun, hasil dari menggodanya syetan kepada
Nabi Ibrahim as alhasil nihil dan sia-sia. Nabi Ibrahim as tetap berpegang
teguh terhadap niatnya untuk mentaati perintah Allah SWT. Pada hari H,
yakni tanggal 10 Dzulhijjah, Nabi Ibrahim dan puteranya pergi ke tanah
lapang untuk menjalankan perintah Allah tersebut. Agar Ismail tidak
merasakan sakit ketika disembelih, Ibrahim mempersiapkan pedang yang
diasah dengan sangat tajam. Namun, ketika nabi Ibrahim mulai
menggoreskan pedangnya, pedang tersebut selalu terpental. Ismail
kemudian berkata kepada ayahnya bahwa tali yang mengikat ditangan dan
dikakinya agar dilepas. Hal ini dilakukan supaya malaikat dapat
menyaksikan bahwa ia benar-benar taat kepada Allah SWT.
Ada satu riwayat yang menyebutkan bahwa Malaikat Jibril-lah yang
membawa dan menukar dombanya dengan Nabi Ismail. Pada saat itu,
disepanjang sejarah dituliskan bahwa semesta beserta isinya mengucapkan
takbir demi mengagungkan kebesaran Allah SWT atas kesabaran dan
ketaatan yang dimiliki oleh Nabi Ismail as dan Nabi Ibrahim as dalam
menjalankan perintah Allah SWT yang berat tersebut. Itulah kronologi awal
mula Hari Raya Qurban yang dirayakan pada setiap tanggal 10 dzulhijjah.

Dari peristiwa yang dialami oleh Nabi Ibrahim dan Nabi Ismail, yang
harus kita garis bawahi sebagai pesan simbolik agama yang bisa dijadikan
pembelajaran. Yaitu, pada tiga hal ;

 Pertama, ketakwaan. ketaatan seorang hamba pada Sang pencipta


(Allah SWT) dalam menjalankan perintah dan menjauhi larangan
Nya. 
 Kedua, hubungan antar manusia. Ibadah yang diperintahkan Tuhan
yang mengandung dua aspek tak terpisahkan yakni kaitannya
hablumminnalah dan hablumminannas
 Ketiga, peningkatan kualitas diri. Tujuannya untuk memperkukuh
empati, kesadaran diri, dan pengelolaan diri yang merupakan cikal
bakal akhlak terpujinya seorang Muslim.

Idul adha adalah sebuah ibadah, yang mana hal tersebut termasuk
kategori amalan praktis dari para penganutnya. Termasuk kita, yang
merayakan idul adha di tahun ini. 

Perayaan idul adha di era pandemi, rasanya menjadi tepat dan sangat
memiliki nilai yang besar. Karena, sejatinya, idul adha adalah hari
berkorban. Simbol dari perayaan idul adha sendiri, yakni menyembelih
hewan qurban, sebagai pengorbanan umat kepada masyarakat luas, tanpa
batas dan latar belakang agama. Siapapun, berhak memiliki dan
menikmati pembagian dari hasil penyembelihan hewan qurban.
Dari sinilah, kita melihat bahwa idul adha itu adalah hari raya
berkorban, dan berkorban mungkin bisa diartikan berbagi. Dalam contoh
kecilnya, yaitu berkorban daging qurban kepada masyarakat umum.

Bila hal dasar ini, digali terus-menerus, kita dapat menemukan nilai hakiki
dari idul adha, Dengan kata lainnya, berkurban itu adalah berbagi, dan
kesediaan  berbagi merupakan bentuk pengorbanan.

Dalam suasana pandemi seperti yang kita rasakan saat ini, maka spirit
pengorbanan, dan berbagi, rasanya menjadi penting. Bukan sekedar
berbagi pangan, tetapi juga berbagi perhatian, berbagi kasih, dan berbagi
simpati. Kesediaan untuk berbagi inilah, sebuah nilai pengorbanan,
menjaga dan membangun serta membentuk rasa sosial kemanusiaannya.

Sehubungan hal itu, rasanya menjadi sangat penting, mengobarkan ap


semangat idul adha kembali, sebagai semangat berbagi untuk
sesama. Mengingat kita masih dihadapkan pandemi Covid-19 yang
meragukan sendi-sendi kehidupan masyarakat terutama aspek ekonomi.
Banyak aktivitas perekonomian yang berhenti sementara. Bahkan, tidak
sedikit yang berhenti total. Banyaknya pengurangan karyawan atau
pemutusan kontrak kerja.

Tentu hal ini menjadi tantangan negara untuk dapat merestrukturisasi


ekonomi di tengah keberlangsungan hajat orang banyak. Menata ulang
kebijakan-kebijakan pemerintah terhadap roda perekonomian untuk bisa
menstabilisasi kembali. Agar roda perekonomian lembaga swasta dan
individu-individu masyarakat dapat kembali normal.

Pemerintah harus fokus menangani stabilasi perekonomian


masyarakat khususnya UMKM atau usaha menengah kebawah yang
terdampak Covid-19. Peran dan fungsi pemerintah sangat amat dibutuhkan
bagi mereka untuk menormalkan kembali pendapatan dan aktivitas
perekonomiannya. Dengan berbagai program restukturalisasi ekonomi
melalui kebijakan pemerintah. Keberlangsungan solidaritas untuk
kemanusiaan dan bergerak bersama menjalankan trias pemerintah
(pemerintah, swasta dan masyarakat) demi pemulihan perekonomian umat
menjadi suatu keniscayaan.

Dengan pola seperti ini, ibadah kurban selain memiliki dimensi


peningkatan ketakwaan secara individual bagi seorang muslim,
menunjukkan kepedulian sosial terhadap sesama manusia dan juga
tentunya akan memiliki dampak positif terhadap peningkatan
kesejahteraan umat.

Sumber ; http://shofighter.blogshpot.com/sejarahdanmaknaiduladha.html
Kompasiana.com
Radarbekasi.id

Anda mungkin juga menyukai