Anda di halaman 1dari 30

ASUHAN KEPERAWATAN

KETOASIDOSIS

DISUSUN OLEH
1. Nanda Sholikha Pratiwi (201501139)
2. Ririn Putri Nova (201501141)
3. Agung Tri Anugrah (201501146)
4. Yuni Fatmala (201501147)
5. Yunita Tri Anggorosari (201501150)
6. Nuris Widya Fitri F. (201501152)
7. Achmad Rifqi Masyihuri (201501173)
8. Dwi Putra Perwira Dani (201501175)

PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN
BINA SEHAT PPNI
MOJOKERTO
2019
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Ketoasidosis diabetikum adalah kasus kedaruratan endokrinologi yang disebabkan
oleh defisiensi insulin relatif atau absolut. Ketoasidosis diabetik juga merupakan
komplikasi akut diabetes mellitus yang ditandai dengan dehidrasi, kehilangan elektrolit,
dan asidosis. Ketoasidosis diabetik ini diakibatkan oleh defisiensi berat insulin dan
disertai gangguan metabolisme protein, karbohidrat dan lemak. Keadaan ini merupakan
gangguan metabolisme yang paling serius pada diabetes ketergantungan insulin.
Ketoasidosis diabetukum lebih sering terjadi pada usia <65 tahun. Ketoasidosis
diabetikum lebih sering terjadi pada perempuan dibanding laki-laki.. Kematian di KAD
terutama disebabkan oleh penyakit pengendapan yang mendasari dan hanya jarang
komplikasi metabolik hiperglikemia atau ketoasidosis.
Adanya gangguan dalam regulasi insulin dapat cepat menjadi ketoasidosis
diabetik manakala terjadi diabetik tipe I yang tidak terdiagnosa, ketidakseimbangan
jumlah intake makanan dengan insulin, adolescen dan pubertas, aktivitas yang tidak
terkontrol pada diabetes, dan stress yang berhubungan dengan penyakit, trauma, atau
tekanan emosional.
Perawatan pada pasien yang mengalami KAD antara lain meliputi rehidrasi,
pemberian kalium lewat infus, dan pemberian insulin. Beberapa komplikasi yang
mungkin terjadi selama pengobatan KAD adalah edema paru, hipertrigliseridemia,
infark miokard akut, dan komplikasi iatrogenik. Komplikasi iatrogenik tersebut ialah
hipoglikemia, hipokalemia, edema otak, dan hipokalsemia.

1.2 Rumusan Masalah


a. Apa definisi ketoasidosis diabetikum (KAD)?
b. Apa etiologi ketoasidosis diabetikum (KAD)?
c. Faktor pencetus ketoasidosis diabetikum (KAD)?
d. Apa saja manifestasi klinis ketoasidosis diabetikum (KAD)?
e. Bagaimana patofisiologi dari ketoasidosis diabetikum (KAD)?
f. Apa saja pemeriksaan penunjang klien dengan ketoasidosis diabetikum (KAD)?
g. Bagaimana penatalaksanaan klien dengan ketoasidosis diabetikum (KAD)?
h. Apa komplikasi dari ketoasidosis diabetikum (KAD)?
i. Bagaimana asuhan keperawatan pasien dengan ketoasidosis diabetikum (KAD)?

1.3 Tujuan
a. Mengetahui definisi ketoasidosis diabetikum (KAD).
b. Mengetahui etiologi ketoasidosis diabetikum (KAD)
c. Faktor pencetus ketoasidosis diabetikum (KAD).
d. Mengetahui patofisiologi dari ketoasidosis diabetikum (KAD).
e. Menyebutkan manifestasi klinis ketoasidosis diabetikum (KAD).
f. Mengetahui pemeriksaan penunjang pada ketoasidosis diabetikum (KAD).
g. Mengetahui penatalaksanaan klien dengan ketoasidosis diabetikum (KAD).
h. Mengetahui komplikasi dari ketoasidosis diabetikum (KAD).
i. Menjelaskan asuhan keperawatan pasien dengan ketoasidosis diabetikum (KAD).
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi
Ketoasidosis diabetic merupakan komplikasi akutyang di tandaidengan
perburukan semua gejala diabetes, ketoasidosis diabetikes merupakan keadaanyang
mengancam jiwa dan memerlukan perawatan di rumah sakit agar dapat dilakukan
koreksi terhadap keseimbangan cairan dan elektrolitnya. (Corwin, 2012)
Diabetik ketoasidosis adalah keadaan yang mengancam hidup komplikasi dari
diabetes mellitus tipe 1 tergantung insulin dengan criteria diagnostic yaitu glukosa >
250 mg/dl, pH = < 7.3, serum bikarbonat <18 mEq/L, ketoanemia atau ketourinia.
(Urden Linda, 2008).
KAD adalah keadaan yang ditandai dengan asidosis metabolik akibat
pembentukan keton yang berlebihan, sedangkan SHH ditandai dengan
hiperosmolalitas berat dengan kadar glukosa serum yang biasanya lebih tinggi dari
KAD murni (American Diabetes Association, 2004). Ketoasidosis diabetikum adalah
merupakan trias dari hiperglikemia, asidosis, dan ketosis yang terlihat terutama pada
pasien dengan diabetes tipe-1. (Samijean Nordmark, 2008).
2.2 Etiologi

Ada sekitar 20% pasien KAD yang baru diketahui menderita DM untuk
pertama kali. Pada pasien yang sudah diketahui DM sebelumnya, 80% dapat dikenali
adanya faktor pencetus. Mengatasi faktor pencetus ini penting dalam pengobatan dan
pencegahan ketoasidosis berulang. Tidak adanya insulin atau tidak cukupnya jumlah
insulin yang nyata, yang dapat disebabkan oleh :

1. Insulin tidak diberikan atau diberikan dengan dosis yang dikurangi


2. Keadaan sakit atau infeksi
3. Manifestasi pertama pada penyakit diabetes yang tidak terdiagnosis dan tidak
diobati
Beberapa penyebab terjadinya KAD adalah:
1. Infeksi : pneumonia, infeksi traktus urinarius, dan sepsis. diketahui bahwa jumlah
sel darah putih mungkin meningkat tanpa indikasi yang mendasari infeksi.
2. Ketidakpatuhan: karena ketidakpatuhan dalam dosis
3. Pengobatan: onset baru diabetes atau dosis insulin tidak adekuat
4. Kardiovaskuler : infark miokardium
5. Penyebab lain : hipertiroidisme, pankreatitis, kehamilan, pengobatan
kortikosteroid and adrenergik.

(Samijean Nordmark,2008)

2.3 Faktor pencetus


Krisis hiperglikemia pada diabetes tipe 2 biasanya terjadi karena ada keadaan
yang mencetuskannya. Faktor pencetus krisis hiperglikemia ini antara lain :
1. Infeksi : meliputi 20 –55% dari kasus krisis hiperglikemia dicetuskan oleh
Infeksi. Infeksinya dapat berupa : Pneumonia, Infeksi traktus urinarius, Abses,
Sepsis, Lain-lain.
2. Penyakit vaskular akut: Penyakit serebrovaskuler, Infark miokard akut, Emboli
paru, Thrombosis V.Mesenterika
3. Trauma, luka bakar, hematom subdural.
4. Heat stroke
5. Kelainan gastrointestinal: Pankreatitis akut, Kholesistitis akut, Obstruksi
intestinal
6. Obat-obatan : Diuretika, Steroid, Lain-lain
Pada diabetes tipe 1, krisis hiperglikemia sering terjadi karena yang
bersangkutan menghentikan suntikan insulin ataupun pengobatannya tidak adekuat.
Keadaan ini terjadi pada 20-40% kasus KAD. Pada pasien muda dengan DM tipe 1,
permasalahan psikologi yang diperumit dengan gangguan makan berperan sebesar
20% dari seluruh faktor yang mencetuskan ketoasidosis. Faktor yang bisa mendorong
penghentian suntikan insulin pada pasien muda meliputi ketakutan akan naiknya berat
badan pada keadaan kontrol metabolisme yang baik, ketakutan akan jatuh dalam
hypoglikemia, pemberontakan terhadap otoritas, dan stres akibat penyakit kronis
(Gaglia dkk, 2004)

2.4 Manifestasi klinis

Gejala klinis biasanya berlangsung cepat dalam waktu kurang dari 24 jam.
Poliuri, polidipsi dan penurunan berat badan yang nyata biasanya terjadi beberapa hari
menjelang KAD, dan sering disertai mual-muntah dan nyeri perut. Nyeri perut sering
disalah-artikan sebagai 'akut abdomen'. Asidosis metabolik diduga menjadi penyebab
utama gejala nyeri abdomen, gejala ini akan menghilang dengan sendirinya setelah
asidosisnya teratasi. Sering dijumpai penurunan kesadaran, bahkan koma (10%
kasus), dehidrasi dan syok hipovolemia (kulit/mukosa kering dan penurunan turgor,
hipotensi dan takikardi). Tanda lain adalah napas cepat dan dalam (Kussmaul) yang
merupakan kompensasi hiperventilasi akibat asidosis metabolik, disertai bau aseton
pada napasnya (Mansjoer, 2000).

a. Pernafasan cepat dan dalam ( Kussmaul )


b. Dehidrasi ( tekanan turgor kulit menurun, lidah dan bibir kering )
c. Kadang-kadang hipovolemi dan syok
d. Bau aseton dan hawa napas tidak terlalu tercium
e. Didahului oleh poliuria, polidipsi.
f. Riwayat berhenti menyuntik insulin
g. Demam, infeksi, muntah, dan nyeri perut
2.5 Patofisiologi
2.6 Pemeriksaan Penunjang
1. Kadar glukosa darah: > 300 mg /dl tetapi tidak > 800 mg/dl
2. Elektrolit darah (tentukan corrected Na) dan osmolalitas serum.
3. Analisis gas darah, BUN dan kreatinin.
4. Darah lengkap (pada KAD sering dijumpai gambaran lekositosis), HbA1c,
urinalisis (dan kultur urine bila ada indikasi).
5. Foto polos dada.
6. Ketosis (Ketonemia dan Ketonuria)
7. Aseton plasma (keton) : positif secara mencolok
8. Osmolalitas serum : meningkat tetapi biasanya kurang dari 330 mOsm/l
9. Pemeriksaan Osmolalitas = 2[Na+K] + [GDR/18] + [UREUM/6]
10. Hemoglobin glikosilat : kadarnya meningkat 2-4 kali lipat dari normal yang
mencerminkan kontrol DM yang kurang selama 4 bulan terakhir
11. Gas darah arteri : biasanya menunjukkan pH < 7,3 dan penurunan pada HCO3
250 mg/dl (Sudoyo, 2006).

2.7 Penatalaksanaan
Prinsip terapi KAD adalah dengan mengatasi dehidrasi, hiperglikemia, dan
ketidakseimbangan elektrolit, serta mengatasi penyakit penyerta yang ada.
Pengawasan ketat, KU jelek masuk HCU/ICU
Fase I/Gawat :
A. Rehidrasi
1. Berikan cairan isotonik NaCl 0,9% atau RL 2L loading dalam 2 jam pertama,
lalu 80 tpm selama 4 jam, lalu 30-50 tpm selama 18 jam (4-6L/24jam)
2. Atasi syok (cairan 20 ml/kg BB/jam)
3. Bila syok teratasi berikan cairan sesuai tingkat dehidrasi
4. Rehidrasi dilakukan bertahap untuk menghindari herniasi batang otak (24 –
48jam).
5. Bila Gula darah < 200 mg/dl, ganti infus dengan D5%
6. Koreksi hipokalemia (kecepatan max 0,5mEq/kgBB/jam)
7. Monitor keseimbangan cairan
B. Insulin
1. Bolus insulin kerja cepat (RI) 0,1 iu/kgBB (iv/im/sc)
2. Berikan insulin kerja cepat (RI) 0,1/kgBB dalam cairan isotonic
3. Monitor Gula darah tiap jam pada 4 jam pertama, selanjutnya tiap 4 jam sekali
4. Pemberian insulin parenteral diubah ke SC bila : AGD < 15 mEq/L ³250mg%,
5. Perbaikan hidrasi, Kadar HCO3
6. Infus K (tidak boleh bolus)
a. Bila K+ < 3mEq/L, beri 75mEq/L
b. Bila K+ 3-3.5mEq/L, beri 50 mEq/L
c. Bila K+ 3.5 -4mEq/L, beri 25mEq/L
d. Masukkan dalam NaCl 500cc/24 jam
C. Infus Bicarbonat
Bila pH 7,1, tidak diberikan antibiotik dosis tinggi
Batas fase I dan fase II sekitar GDR 250 mg/dl atau reduksi
Fase II/Maintenance:
a. Cairan maintenance
a) Nacl 0.9% atau D5 atau maltose 10% bergantian
b) Sebelum maltose, berikan insulin reguler 4IU
b. Kalium
Perenteral bila K+ 240 mg/dL atau badan terasa tidak enak.
c. Saat sakit, makanlah sesuai pengaturan makan sebelumnya. Bila tidak nafsu
makan,boleh makan bubur atau minuman berkalori lain.
d. Minumlah yang cukup untuk mencegah dehidrasi.

2.8 Komplikasi

Faktor-faktor yang mempengaruhi angka kematian akibat KAD adalah:


1. Terlambat didiagnosis karena biasanya penyandang DM dibawa setelah koma.
2. Pasien belum tahu bahwa ia menyandang DM.
3. Sering ditemukan bersama-sama dengan komplikasi lain yang berat, seperti:
renjatan
4. (syok), stroke, dll.
5. Kurangnya fasilitas laboratorium yang menunjang suksesnya penatalaksanaan
KAD
Komplikasi yang dapat terjadi akibat KAD yaitu:
1. Edema paru
2. Hipertrigliserida
3. Infark miokard akut
4. Hipoglikemia
5. Hipokalsemia
6. Hiperkloremia
7. Edema otak
8. Hipokalemia
KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN KETOASIDOSIS DIABETIK

1. Pengkajian

1.1 Identitas (Data Biografi)

Nama :

Umur :

Jenis kelamin :

Agama :

1.2 Riwayat Kesehatan

1. Keluhan utama

Polidipsia (rasa haus meningkat).

2. Riwayat kesehatan sekarang

Datang dengan keluhan mual muntah, pernafasan kusmaul, hiperglikemia, poliuria, nadi
cepat/lemah, gejala-gejala gastrointestinal.

3. Riwayat penyakit dahulu

Mungkin klien pernah mempunyai riwayat DM

4. Riwayat penyakit keluarga.

Penyakit diabetik dikenal sebagai penyakit yang diturunkan (herediter) walaupun gejala tidak
selalu muncul pada setiap keturunan atau timbul sejak kecil (kongenital). Genogram mungkin
diperlukan untuk menguatkan diagnosis.

1.3 Pengkajian Berdasarkan pola Gordon

1. Pola persepsi dan manajemen kesehatan.

Biasanya klien mengetahui tentang faktor resiko keluarga DM, jantung, stroke, hipertensi.
Penyembuhan yang lambat, penggunaan obat seperti steroid, diuretik (thiazid), dilantin dan
fenobarbital (dapat meningkatkan kadar glukosa darah). Mungkin atau tidak memerlukan
obat diabetik sesuai pesanan. Rencana pemulangan : Mungkin memerlukan bantuan dalam
pengaturan diet, pengobatan, perawatan diri, pemantauan terhadap glukosa darah.

2. Pola nutrisi dan metabolic.

Biasanya hilang nafsu makan, mual / muntah, tidak mematuhi diet, peningkattan masukan
glukosa / karbohidrat, Penurunan berat badan lebih dari beberapa hari / minggu, haus,
penggunaan diuretik (Thiazid). Yang ditandai kulit kering / bersisik, turgor jelek, kekakuan /
distensi abdomen, muntah, Pembesaran tiroid (peningkatan kebutuhan metabolik dengan
peningkatan gula darah), bau halisitosis / manis, bau buah (napas aseton).

3. Pola eliminasi.

Biasanya sebelum sakit pola eleminasi teratur setiap pagi hari namun setelah sakit terjadi
perubahan pola berkemih (poliuria), nokturia, Rasa nyeri/terbakar, kesulitan berkemih
(infeksi), ISSK baru/berulang, Nyeri tekan abdomen, Diare. Yang ditandai urine encer, pucat,
kuning, poliuri (dapat berkembang menjadi oliguria / anuria, jika terjadi hipovolemia berat),
urin berkabut, bau busuk (infeksi), Abdomen keras, adanya asites, Bising usus lemah dan
menurun, hiperaktif (diare).

4. Pola aktivitas dan latihan.

Biasanya sebelum sakit klien dapat melakukan aktivitas seperti biasa (bekerja, berolahraga,
melakukan hal mandiri) namun setelah sakit klien mengalami penurunan aktivitas, lemah,
letih, sulit bergerak/berjalan, Kram otot, tonus otot menurun, letargi / disorientasi, koma,
penurunan kekuatan otot

5. Pola istirahat dan tidur.

Klien mengalami gangguan istirahat / tidur, takikardia dan takipnea pada keadaan istirahat
atau aktifitas.

6. Pola kognitif dan persepsi.

Adanya kekhawatiran karena adanya nyeri pada daerah abdomen (mungkin parah).

7. Pola persepsi dan konsep diri.

Gangguan citra diri akibat dari perubahan fungsional KDM.

8. Pola peran dan hubungan.

Biasanya Klien gelisah, cemas, mudah tersinggung. Bila bisa menyesuaikan tidak akan
menjadi masalah dalam hubungannya dengan anggota keluarganya.

9. Pola seksualitas dan produksi.

Biasanya rabas vagina (cenderung infeksi), masalah impoten pada pria, kesulitan orgasme
pada wanita.

10. Pola koping dan toleransi stress.

Biasanya timbul stress, tergantung pada orang lain, masalah finansial yang berhubungan
dengan kondisi. Yang ditandai ansietas, peka rangsang.

11. Pola nilai dan keyakinan.


Biasanya tergantung pada kebiasaan, ajaran dan aturan dari agama yang dianut oleh individu
tersebut.

1.4 Pemeriksaan fisik

1. TTV (tekanan darah, nadi, pernafasan, suhu )

a. Suhu biasanya meningkat (infeksi) atau menurun : normal : 36-37 0C

Oral : dikatakan normal apabila suhu tubuh 37,0°C

Rectal : dikatakan normal apabila suhu 37,5°C

Aksila : dikatakan normal apabila suhu 36,7°C

Esophagus : dikatakan normal apabila suhu 37,3°C

b. Nadi biasanya takikardi/bradikardi (normal 60-100x/menit)

c. RR biasanya takipnea (normal 16-24 x/menit)

Keadaan umum : Composmentis atau apatis

Kesadaran : Biasanya mungkin sadar, sementara lainnya letargik, atau normal

d. Tekanan darah biasanya hipotensi (sistole turun 20 mmHg atau lebih saat berdiri) =
(normal : sistolik = 90-120 dan diastolic =60-79 mmHg).

2. Head To Toe

1. Pemeriksaan kepala dan leher:

a) Kepala dan rambut

a. Tulang tengkorak

 Inspeksi : ukuran cranium, deformitas, benjolan. Pembesaran kepala pada


hidrosefalus.

 Palpasi : keseluruhan kepala, adakah nyeri tekan.

b. Wajah

 Perhatikan ekspresi wajah dan konturnya.

 Perhatikan keadaan asimetris, edema, dan massa

c. Rambut

 Inspeksi: kuantitas, distribusi, tekstur, ketombe atau kutu.

 Rambut yg halus èhipertiroidisme


 Rambut kasarèhipotiroidisme

d. Kulit kepala

 Apakah ada skuama, benjolan, nevus, atau lesi

 Kemerahan & skuama ditemukan pd dermatitis seboroika

e. Mata (penglihatan):

a) Inspeksi

 Penglihatan kabur

 Amati letak kesimetrisan mata, gerakan mata, lapang pandang, & visus

 Amati kelopak mata (palpebra)èLebar fisura palpebra, edema, warna, lesi, keadaan &
arah bulu mata, kemampuan mengatup.

 Amati konjungtivaèwarna (anemis, ikterik,merah), infeksi, atau pus

 Amati skeleraèwarna (ikterik, merah)

 Amati warna iris, ukuran & bentuk pupil.

 Amati reaksi pupil thdp cahaya. N= isokor. Bila mengecil disebut miosis, melebar
disebut midriasis, sangat kecil disebut pin point.

 Amati kornea dan lensa. Perhatikan kekeruhan.

 Inspeksi gerakan mata : amati adakah nistagmus, strabismus : cek fungsi 6 otot mata.

b) Palpasi

 Tekanan bola mata : (intraokuler)èTonometer.

 Pemeriksaan dengan oftalmoskop.

f. Hidung (penciuman)

a) Inspeksi :

 Pernafasan cepat

 Tidak terdapat kelainan congenital pada hidung.

 Tidak terdapat jaringan parut dalam hidung.

 Tidak terdapat deviasi septum.

 Tampak pembengkakan dan hiperemis pada konka hidung.


 Tidak tampak udem mukosa.

 Mukosa hidung hiperemis.

 Terdapat secret.

b) Palpasi :

 Tidak terdapat nyeri tekan.

 Tidak ada krepitasi.

g. Telinga (pendengaran)

a) Inspeksi

 Pinna : ukuran, bentuk, warna, lesi, ada massa.

 Canalis : bersih, serumen ,nanah.

 Reflek cahaya politzer : tarik daun telinga ke atas & belakang (dewasa); ke bawah
(anak-anak)èmembran timpani utuh atau tidak.

b) Palpasi

 Jaringan lunak, jaringan keras, tulang mastoid. Bila ada peradangan akan terasa nyeri.

 Tes pendengaran Garpu Tala: Rinne, Webber.

h. Mulut dan gigi

a) Inspeksi

 Mukosa bibir kering

 Gigi : sisa makanan, karang, caries, gigi palsu/tdk

 Lidah : lurus, warna, ulkus, kebersihan

 Selaput Lendir : warna, bengkak, tumor, sekresi, ulkus, berdarah

 Faring : radang

 Tonsil : ukuran

 Uvula: simetris

i. Tenggorokan :

a) Inspeksi :

 Mukosa lidah dalam batas normal, tidak terdapat gambaran peta.


 Mukosa faring : hiperemis (+), granuler (+), oedem (+).

 Ovula : tidak ada kelainan.

 Tonsil : tidak membesar, tidak hiperemis.

 Detritus (-)

b) Palpasi :

 Pembesaran submandibula (-), nyeri tekan (-)

j. Leher

a) Inspeksi

 Bentuk, warna, bengkak, massa, jaringan parut

b) Palpasi

 Nodul kelenjar limfe, vena jugularis, kelenjar tiroid.

 Pemeriksaan kaku kuduk/ tengkuk ciri adanya rangsang /iritasi meningeal akibat
perdarahan/ peradangan sub arachnoid.

2. Pemeriksaan Thoraks/ dada :

a. Pemeriksaan paru:

 Inspeksi : Bentuk dinding dada simetris, adanya nafas kusmaul

 Palpasi : Bentuk normalnya tidak ada kreptasi, tidak ada nyeri tekan, vocal
fremitus kanan dan kiri sama.

 Perkusi : Tidak ada pembesaran dinding dada sonor pada kedua lapang paru

 Auskultasi : Suara nafas vesikuler atau tidak, suara nafas tambahan tidak ada, ronci
(-), wheezing (-)

b. Pemeriksaan jantung

 Inspeksi : Ictus cordis tidak terlihat

 Palpasi : Ictus cordis tidak teraba

 Perkusi :

a. Batas jantung kanan atas: SIC II LPS dextra

b. Batas jantung kanan bawah : SIC V LPS dextra

c. Batas jantung kiri atas: SIC II LMC sinistra


d. Batas jantung kiri bawah: SIC VI LAA sinistra

 Auskultasi : BJ 1 dan BJ 2 tunggal, tidak ada bunyi jantung tambahan, dan tidak ada
murmur.

3. Pemeriksaan abdomen

 Inspeksi : Bentuk flat dan simetris, adanya distensi abdominal

 Auskultasi : Peningkatan bising usus (>20x/mnt)

 Palpasi : Terkadang dapat nyeri abdomen

 Perkusi : Terdapat bunyi pekak.

2 Diagnosa

1) Kekurangan volume cairan berhubungan dengan diuresis osmotik (dan hiperglikemia)

2) Nutrisi, perubahan: Kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan


ketidakcukupan insulin

3) Ketidakefektifan pola nafas berhubungan dengan hiperventilasi

4) Keletihan berhubungan dengan perubahan kimia darah

5) Kurang pengetahuan berhubungan dengan keterbatasan kognitif

3 Intervensi

1. Volume cairan berhubungan dengan diuresis osmotik (dan hiperglikemia)

Tujuan dan Kriteria Hasil

Intervensi

NOC

 Fluid balance

 Hydration

 Nutrition status : food and fluid

 Intake

Kriteria Hasil :
1) Mempertahankan urine output sesuai dengan usia dan BB, BJ urine normal, HT normal

2) Tekanan darah, nadi, suhu tubuh dalam batas normal

3) Tidak ada tanda dehidrasi,

4) Elastisitas turgor kulit baik, membran mukosa lembab, tidak ada rasa haus yang
berlebihan

NIC

Fluid management

1) Pertahankan catatan intake dan output yang akurat

2) Monitor status hidrasi ( kelembaban membran mukosa, nadi adekuat, tekanan darah
ortostatik ) jika diperlukan

3) Monitor vital sign

4) Monitor masukan makanan / cairan IV

5) Berikan cairan IV pada suhu ruangan

6) Kolaborasi dengan dokter

Hypovelemia Management

1) Monitor tingkat Hb dan hematokrit

2) Monitor tanda vital

3) Monitor respon pasien terhadap penambahan cairan

4) Pemberian cairan IV monitor adanya tanda dan gejala kekurangan volume cairan

2. Nutrisi, perubahan: Kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan ketidakcukupan


insulin.

Tujuan dan Kriteria Hasil

Intervensi

NOC

 Nutritional status :

 Nutritional status : food and fluid

 Intake
 Nutritional status : nutrient intake

 Weigh control

Kriteria Hasil :

1) Adanya peningkatan BB sesuai dengan tujuan

2) BB ideal sesuai dengan tinggi badan

3) Mampu mengidentifikasi kebutuhan nutrisi

4) Tidak ada tanda-tanda malnutrisi

5) Menunjukkan peningkatan fungsi pengecapan dari menelan

6) Tidak terjadi penurunan BB yang berarti

NIC

Nutrition Management

1) Kaji adanya alergi makanan

2) Kolaborasi dengan ahli gizi untuk menentukan jumlah kalori dan nutrisi yang dibutuhkan
pasien

3) Anjurkan pasien untuk meningkatkan intake Fe

4) Yakinkan diet yang dimakan mengandung tinggi serat untuk mencegah konstipasi

5) Berikan makanan yang terpilih (sudah dikonsultasikan dengan ahli gizi )

6) Ajarkan pasien bagaimana membuat catatan makanan harian

7) Monitor jumlah nutrisi dan kandungan kalori

8) Berikan informasi tentang kebutuhan nutrisi

9) Kaji kemampuan pasien untuk mendapatkan nutrisi yang dibutuhkan

Nutrition Monitoring

1) BB pasien dalam batas normal

2) Monitor adanya penurunan BB

3) Monitor tipe dan jumlah aktivitas yang bisa dilakukan

4) Monitor intraksi klien selama makan


5) Monitor lingkungan selama makan

6) Jadwalkan pengobatan dan tindakan tidak selama jam makan

7) Monitor kulit kering dan perubahan pigmentasi

8) Monitor turgor kulit

9) Monitor kekeringan, rambut kusam, dan mudah patah

10) Monitor mual dan muntah

11) Monitor kadar Hb, dan kadar Ht

12) Monitor kalori dan intake nutrisi

3. Ketidakefektifan pola nafas berhubungan dengan hiperventilasi

Tujuan dan Kriteria Hasil

Intervensi

NOC

 Respiratory Status : Ventilation

 Respiratory Status : Airway Patency

 Vital and Signs

Kriteria Hasil :

1) Mendemonstrasikan batuk efektif dan suara nafas yang bersih, tidak ada sianosis dan
dispneu (mampu mengeluarkan sputum, mampu bernafas dengan mudah, tidak ada
pursed lips).

2) Menunjukkan jalan nafas yang paten (klien tidak merasa tercekik, irama nafas, frekuensi
pernafasan dalam rentang normal, tidak ada suara nafas abnormal).

NIC

Airway management

1) Buka jalan nafas, gunakan teknik chin lift atau jaw thrust bila perlu

2) Posisikan pasien untuk memaksimalkan ventilasi

3) Identifikasi pasien perlunya pemasangan alat jalan nafas buatan

4) Pasang mayo bila perlu


5) Lakukan fisioterapi dada jika perlu

6) Auskultasi suara nafas, catat adanya suara nafas tambahan

7) Berikan bronkodilator bila perlu

8) Berikan pelembab udara kassa basah NaCl lembab

9) Atur intake untuk cairan

10) Monitor respirasi dan status O2

Oxygen Therapy:

1) Pertahankan jalan nafas yang paten

2) Atur peralatan oksigenasi

3) Monitor aliran oksigen

4) Pertahankan posisi pasien

5) Observasi adanya tanda – tanda hiperventilasi

6) Monitor adanya kecemasan pasien terhadap oksigenasi

Vital Sign Monitoring

1) Monitor TD. Nadi, suhu dan RR

2) Catat adanya fluktuasi TD

3) Monitor VS saat pasien berbasis duduk atau berdiri

4) Auskukltasi TD pada kedua lengan dan bandingkan

5) Monitor TD, nadi, RR sebelum, selama dan sesudah aktivitas

6) Monitor kualitas dari nadi

7) Monitor frekuensi dan irama pernafasan

8) Monitor pola pernafasan abnormal

9) Identifikasi penyebab dan perubahan vital sign

4. Keletihan berhubungan dengan perubahan kimia darah


Tujuan dan Kriteria Hasil

Intervensi

NOC

 Endurance

 Consentrasion

 Energy conservation

 Nutrisional status : energy

Kriteria Hasil :

1) Memverbalisasikan peningkatan energy dan merasa lebih baik

2) Menjelaskan penggunaan energy untuk mengatasi kelelahan

3) Kecemasan menurun

4) Glukosa darah adekuat

5) Kwalitas hihup meningkat

6) Istirahat cukup

7) Mempertahankan kemampuan untuk berkonsentrasi

NIC

Energy Management

1) Observasi adanya pembatasan klien dalam melakukan aktifitas

2) Kaji adanya factor yang menyebabkan kelelahan

3) Monitor klien akan adanya fisik dan emosi secara berlebihan

4) Monitor respon kardiovaskuler terhadap ativitas

5) Monitor pola tidur dan lamanya tidur istirahat klien

6) Dukung klien dan keluarga untuk mengungakpkan perasaan, berhubungan dengan


perubahan hidup yang disebabkan oleh keletihan

7) Bantu aktivitas seharihari sesuai dengan kebutuhan

8) Tingkatkan tirah baring dan pembatasan aktivitas


5. Kurang pengetahuan berhubungan dengan keterbatasan kognitif

Tujuan dan Kriteria Hasil

Intervensi

NOC

 Knowledge : disease process

 Knowledge : health behaviuour

Kriteria Hasil :

1) Pasien dan keluarga menyatakan pemahaman tentang penyakit, kondisi, prognosis dan
program pengobatan

2) Pasien dan keluarga mampu melaksanakan prosedur yang dijelaskan secara benar

3) Pasien dan keluarga mampu mejelaskan kembali apa yang dijelaskan perawat/tim
kesehatan lainnya

NIC

Teaching : Disease Process

1) Berikan penilaian tentang tingkat pengetahuan klien penyakit yang spesifik

2) Jelaskan patofisiologi dari penyakit dan bagaimana hal ini berhubungan dengan anatomi
dan fisiologi dengan cara yang tepat

3) Gambarkan tanda dan gejala yang biasa muncul pada penyakit dengan cara yang tepat

4) Gambarkan proses penyakit dengan cara yang tepat

5) Identifikasi kemungkinan penyebab

6) Sediakan informasi pada pasien tentang kondisi

7) Beritahu keluarga informasi tentang kemajuan klien

8) Diskusikan perubahan gaya hidup yang mungkin diperlukan untuk mencegah


komplikasi dimasa yang akan datang atau proses pengontrolan penyakit

9) Diskusikan pilihan terapi atau penanganan

10) Dukung pasien untuk mengeksplorasi atau mendapatkan second opinion dengan cara
yang tepat atau di indikasikan
ASUHAN KEPERAWATAN

Trigger Case
Seorang wanita 69 tahun datang ke RS dengan keluhan rasa haus yang meningkat,
demam menggigil sejak 1 hari sebelum masuk rumah sakit, sesak, mual, muntah, nafsu
makan menurun, lemas, tidak dapat beraktivitas, dan BB pasien menurun drastis dari 60
kg menjadi 48 kg. Sekitar 3 minggu yang lalu pasien tertusuk kawat pada telapak kaki
kiri, luka pasien tidak kunjung sembuh, menjadi bengkak dan bernanah. Pasien
mempunyai riwayat penyakit DM tipe II, pasien berobat tidak terkontrol, saat dilakukan
pemeriksaan fisik kesadaran composmentis, TD:130/90 mmHg, N: 90x/menit, S: 37°C,
RR: 22x/menit, hasil labolatorium di dapatkan SGOT, SPGT dan GDA meningkat,
Dokter mendiagnosa Ketoasidosis Deabetikum

1. Pengkajian
a. Keluhan Utama
Rasa haus yang berlebihan
b. Riwayat Penyakit Sekarang
Demam menggigil sejak 1 hari sebelum masuk rumah sakit, sesak, mual, muntah,
nafsu makan menurun, lemas, tidak dapat beraktivitas, dan BB pasien menurun
drastis.
c. Riwayat Penyakit Dahulu
Pasien menderita DM tipe II tidak terkontrol
d. Riwayat Penyakit Keluarga
e. Tidak ada anggota keluarga dengan keluhan serupa dan tidak ada riwayat DM tipe II
f. Pemetiksaan Fisik
1) B1 (Breathing)
Inspeksi : Perkembangan simetris, adanya nafas kusmaul, dada simetris,
retraksi dada (-)
Palpasi : Tidak ada krepitasi, tidak ada nyeri tekan, vocal fremitus kanan dan
kiri sama
Perkusi : Tidak ada pembesaran dinding dada sonor pada kedua lapang paru
Auskultasi : Nafas vasikuler, Ronchi (-), Wheezing (-)
2) B2 (Blood)
Inspeksi : mukosa bibir kering, ictus cordis tidak terlihat S: 37°C
Palpasi : ictus cordis teraba di SI 5, N : 90x/menit, CRT < 2 detik
Perkusi : batas jantung tidak melebar
Auskultasi: BJ I-II tunggal, TD : 130/90 mmHg
3) B3 (Brain)
Keadaan umum : lemah
Kesadaran : composmentis
GCS : 4,5,6
4) B4 (Bladder)
Polidipsi, poliuria, terpasang kateter, bewarna kuning pucat
5) B5 (Bowel)
Inspeksi : polifagia, bentuk flat dan simetris, adanya distensi abdominal, BB
menurun dari 60 kg menjadi 48 kg
Auskultasi : peningkatan bising usus (> 20x/menit)
Palpasi : terdapat nyeri tekan
Perkusi : terdapat bunyi pekak
6) B6 (Bone)
Akrar hangat, edema (+), terdapat pus, eritema.
g. Pemeriksaan Labolatorium
Leukosit : 27,2 x10³/µL
Trombosit : 581 x10³/µL
SGOT : 134 U/L
SGPT : 83 U/L
pH : 7.339
pCO2 : 24,6 mmHg
Natrium : 131mmol/L
Kalium : 4,38 mmol/L
Klorida : 91 mmol/L
GDA : 453 mg/dl
2. Analisa Data

DATA ETIOLOGI PROBLEM


DS : Polidipsi Kekurangan volume
Pasien mengatakan haus cairan
berlebihan Penurunan insulin
DO :
 Mukosa bibir kering Glukagon meningkat
 Akrar hangat
 Polidipsi Hiperglikemi
 Poliuri
 GDA = 453 mg/dL Glukosuria

Poliuri

Dehidrasi
DS : Peningkatan glukagon Ketidakseimbangan
Pasien mengatakan nafsu nutrisi kurang dari
makan berkurang. Hiperglikemi kebutuhan tubuh
DO :
 BB sebelum sakit 60 Hiperosmolaritas
kg
 BB setelah sakit 48 Rasa lapar
kg
Polifagi

2. Terapi Medis
Inf. RL 30 tpm
Inf. NaCl dengan Novorapid 3 IU/jam 30 tpm
Inj. Novorapid
Inj. Lantus
Inj. Omeprazole
Inj. Ondansentron
Metronidazole 500 mg
Inj. Ceftriaxone

3. Diagnosa Keperawatan
1) Kekurangan volume cairan dan elektrolit berhubungan dengan kehilangan cairan
aktif ditandai dengan haus, mukosa bibir kering
2) Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan kurang
asupan makanan

4. Intervensi
Diagnosa 1 : Kekurangan volume cairan dan elektrolit berhubungan dengan kehilangan
cairan aktif

Fluid management

7) Pertahankan catatan intake dan output yang akurat

8) Monitor status hidrasi ( kelembaban membran mukosa, nadi adekuat, tekanan darah
ortostatik ) jika diperlukan

9) Monitor vital sign

10) Monitor masukan makanan / cairan IV

11) Berikan cairan IV pada suhu ruangan

12) Kolaborasi dengan dokter

Hypovelemia Management

5) Monitor tingkat Hb dan hematokrit

6) Monitor tanda vital

7) Monitor respon pasien terhadap penambahan cairan

8) Pemberian cairan IV monitor adanya tanda dan gejala kekurangan volume cairan

Diagnosa 2 : Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan


kurang asupan makanan

Nutrition Management

10) Kaji adanya alergi makanan


11) Kolaborasi dengan ahli gizi untuk menentukan jumlah kalori dan nutrisi yang dibutuhkan
pasien

12) Anjurkan pasien untuk meningkatkan intake Fe

13) Yakinkan diet yang dimakan mengandung tinggi serat untuk mencegah konstipasi

14) Berikan makanan yang terpilih (sudah dikonsultasikan dengan ahli gizi )

15) Ajarkan pasien bagaimana membuat catatan makanan harian

16) Monitor jumlah nutrisi dan kandungan kalori

17) Berikan informasi tentang kebutuhan nutrisi

18) Kaji kemampuan pasien untuk mendapatkan nutrisi yang dibutuhkan

Nutrition Monitoring

13) BB pasien dalam batas normal

14) Monitor adanya penurunan BB

15) Monitor tipe dan jumlah aktivitas yang bisa dilakukan

16) Monitor intraksi klien selama makan

17) Monitor lingkungan selama makan

18) Jadwalkan pengobatan dan tindakan tidak selama jam makan

19) Monitor kulit kering dan perubahan pigmentasi

20) Monitor turgor kulit

21) Monitor kekeringan, rambut kusam, dan mudah patah

22) Monitor mual dan muntah

23) Monitor kadar Hb, dan kadar Ht

24) Monitor kalori dan intake nutrisi

5. Implementasi
Diagnosa 1 : Kekurangan volume cairan dan elektrolit berhubungan dengan

Fluid management

1) Mencatat intake dan output yang akurat

2) Melakukan observasi status hidrasi ( kelembaban membran mukosa, nadi adekuat,


tekanan darah ortostatik ) jika diperlukan
3) Mengobservasi vital sign

4) Mengobservasi masukan makanan / cairan IV

5) Memberikan cairan IV pada suhu ruangan

6) Melakukan kolaborasi dengan dokter

Hypovelemia Management

1) Mengobservasi tingkat Hb dan hematokrit

2) Mengobservasi tanda vital

3) Mengobservasi respon pasien terhadap penambahan cairan

4) Memberikan cairan IV monitor adanya tanda dan gejala kekurangan volume cairan

Diagnosa 2 : Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan

Nutrition Management

1) Mengobservasi adanya alergi makanan

2) Melakukan kolaborasi dengan ahli gizi untuk menentukan jumlah kalori dan nutrisi
yang dibutuhkan pasien

3) Menganjurkan pasien untuk meningkatkan intake Fe

4) Meyakinkan diet yang dimakan mengandung tinggi serat untuk mencegah konstipasi

5) Memberikan makanan yang terpilih (sudah dikonsultasikan dengan ahli gizi )

6) Mengajarkan pasien bagaimana membuat catatan makanan harian

7) Mengobservasi jumlah nutrisi dan kandungan kalori

8) Memberikan informasi tentang kebutuhan nutrisi

9) Mengobservasi kemampuan pasien untuk mendapatkan nutrisi yang dibutuhkan

Nutrition Monitoring

1) Mengobservasi BB pasien dalam batas normal

2) Mengobservasi adanya penurunan BB

3) Mengobservasi tipe dan jumlah aktivitas yang bisa dilakukan

4) Mengobservasi intraksi klien selama makan


5) Mengobservasi lingkungan selama makan

6) Menjadwalkan pengobatan dan tindakan tidak selama jam makan

7) Mengobservasi kulit kering dan perubahan pigmentasi

8) Mengobservasi turgor kulit

9) Mengobservasi kekeringan, rambut kusam, dan mudah patah

10) Mengobservasi mual dan muntah

11) Mengobservasi kadar Hb, dan kadar Ht

12) Mengobservasi kalori dan intake nutrisi

6. Evaluasi

S (Subjektif) : Data subjektif berisi data dari pasien melalui anamnesis (wawancara)

yang merupakan ungkapan langsung.

O (Objektif) : Data objektif yang berasal dari hasil observasi melalui pemeriksaan

fisik.

A (Assesment): Analisis dan interpretasi berdasarkan data yang terkumpul dibuat

kesimpulan yang meliputi diagnosis, antisipasi diagnosis atau masalah potensial, serta

perlu tidaknya dilakukan tindakan segera.

P (Plan) : Rencana tindakan yang diberikan termasuk asuhan mandiri,

kolaborasi, diagnosis atau laboratorium, serta konseling atau tindakan.

DAFTAR PUSTAKA

Elizabeth, Corwin. 2012. Buku Saku Patofisiologi Corwin. Jakarta: Aditya Medika

Gaglia JL, Wyckoff J, Abrahamson MJ. 2004. Acute Hyperglycemic In Earderly

Mansjoer, A. 2000. Kapita Sleketa Kedokteran Jilid 1. Jakarta: Media Aesculapius

Samjien, Nordmark. 2008. Critical Care Nursing Handbook. Jakarta: EGC


Sudoyo, Aru, dkk. 2006. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Edisi 4, Jilid 1. Jakarta:
Departemen Ilmu Penyakit Dalam FKUI

Urden, Linda., Stacy, Kathleen. 2008. Priorities In Critical Care Nursing. Canada: Mosby
Elsevier
Doengoes, Marilynn G. (1999). Rencana asuhan keperawatan: pedoman untuk perencanaaan
dan pendokumentasian perawatan pasien. Ed 3. Jakarta: EGC

Greenberg. (2012). Teks-Atlas Kedokteran Kedaruratan Jilid 3. Jakarta: Penerbit Erlangga

Hackley, D. C. (2000). Keperawatan Medikal Bedah : Buku Saku untuk Brunner dan
Suddarth. Jakarta: EGC\

Smeltzer, Suzanne C. (2001). Buku ajar keperawatan medikal-bedah Brunner & Suddarth.
Jakarta: EGC
Stillwell, Susan B. (2011). Pedoman keperawatan kritis. Jakarta: EGC

Sudoyono, Aru W. (2006). Buku Ajar Penyakit Dalam jilid III. Jakarta: FKUI

Anda mungkin juga menyukai