Anda di halaman 1dari 14

BAB 1

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Diabetes mellitus salah satu penyakit kronis yang terus mengalami
peningkatan setiap tahun dari prevalensinya semakin meningkat dari tahun ke
tahun. World Health Organization (WHO) memperkirakan jumlah penderita
diabetes mellitus mengalami kenaikan. Di Indonesia yang pada tahun 2000
berjumlah 8,4 juta meningkat menjadi kurang lebih 21,3 juta pada 2030.
Indonesia menduduki posisi keempat di dunia dengan jumlah penderita diabetes
mellitus terbanyak setelah India, China, dan Amerika. Sampai saat ini Indonesia
adalah merupakan Negara berkembang yang diikuti oleh gaya hidup masyarakat
yang tidak sehat. Tingginya pendapatan menyebabkan kecenderungan untuk
melakukan gaya hidup yang tidak baik bagi kesehatan. Hal ini tentunya juga
berdampak pada kesehatan dari keturunannya. Diabetes mellitus tipe 1 merupakan
penyakit yang disebabkan oleh factor genetic (Nusantara et al., 2019).
Menurut Internasional Diabetes Federation (IDF) untuk pertama kalinya
memperkirakan itu ada lebih dari setengah juta anak berusia 14 tahun tahun yang
menderita diabetes tipe 1. Itu estimasi tahun 2015 adalah ada 415 juta orang
berusia 20-79 tahun dengan diabetes, termasuk 193 juta tidak terdiagnosis, dan
pada akhir 2015, ada 5,00 juta kematian karena diabetes (IDF, 2015). WHO
memperkirakan bahwa pada 2014, adalah 422 juta orang dewasa berusia> 18
tahun tinggal bersama diabetes mellitus. Sekitar setengah dari kasus diabetes
mellitus di dunia diperkirakan berasal dari Asia Tenggara dan Pasifik Barat
(Kemenkes RI, 2014) (Info, 2020).
Ketoasidosis diabetikum (KAD) merupakan suatu komplikasi akut diabetes
melitus (DM) yang sering ditemukan dan mengancam jiwa. Biasanya KAD terjadi
pada individu yang sudah menyandang diabetes sebagai akibat dari infeksi, infark
miokard, stroke, pankreatitis, trauma, atau tidak patuh berobat (Suwita et al.,

1
2019). Ketoasidosis diabetik KAD merupakan salah satu komplikasi akut diabetes
melitus baik tipe 1 maupun tipe 2. Sekitar 80% KAD dicetuskan oleh kondisi
infeksi infak miokard akut pankreatitis akut penggunaan obat steroid
menghentikan atau mengurani dosis insulin sedangkan pada sekitar 20% KAD
tidak ditemukan faktor pencetus (Roostati & Rusli, 2016). Beberapa faktor yang
menjadi penyebabnya adalah kesalahan pengelolaan dosis insulin atau stress,
system regulasi pengiriman insulin, dan ketidakpatuhan akan terapi insulin
(Chafe dkk, 2015). Faktor yang mempengaruhi kepatuhan salah satunya
(Nusantara et al., 2019).

1.2 Rumusan Masalah


a. Apa pengertian dari Ketoasidosis?
b. Apa saja yang menjadi factor pencetus dari Ketoasidosis?
c. Bagaimana tanda dan gejala bila terjadi Ketoasidosis?
d. Bagaimana pemeriksaan fisik yang dilakukan?
e. Bagaimana pemeriksaan diagnostic yang dilakukan?
f. Bagaimana manajemen pasien akut saat Ketoasidosis terjadi?
g. Bagaimana manajemen kegawatdaruratan saat Ketoasidosis terjadi?

1.3 Tujuan
1.3.1 Tujuan umum
Mahasiswa mampu menguasai konsep kegawatdaruratan system
Endokrin dengan Diabetik Ketoasidosis.
1.3.2 Tujuan khusus
a. Mahasiswa mampu memahami pengertian dari ketoasidosis?
b. Mahasiswa mampu memahami yang menjadi factor pencetus dari
Ketoasidosis?
c. Mahasiswa mampu memahami tanda dan gejala bila terjadi Ketoasidosis?

2
d. Mahasiswa mampu memahami pemeriksaan fisik yang dilakukan?
e. Mahasiswa mampu memahami pemeriksaan diagnostic yang dilakukan?
f. Mahasiswa mampu memahami cara memanajemen pasien akut saat
ketoasidosis terjadi?
g. Mahasiswa mampu memahami cara memanajemen kegawatdaruratan saat
ketoasidosis terjadi?

3
BAB 2

PEMBAHASAN

2.1 Pengertian

Ketoasidosis Diabetik adalah keadaan kegawatan akut dari DM Tipe 1,


disebabkan oleh meningkatnya Keasaman tubuh benda-benda keton akibat
kekurangan atau defisiensi insulin,. Keadaan ini dinamakan dengan hiperglikemia,
asidosis, dan keton akibat kurangnya insulin. Ketoasidosis bisa merupakan
manifestasi diabetes yang dini atau lanjut. Ia bisa dicetuskan oleh infeksi akut,
kelalaian menyuntik insulin atau minum obat Hipoglikemik oral, gangguan emosional
akut atau diabetes tak terkontrol untuk waktu yang lama.

Diabetik Ketoasidosis (DKA) adalah keadaan kegawatan atau akut dari


diabetes tipe 1, disebabkan oleh meningkatnya keasamaan tubuh benda benda keton
akibat kekurangan atau defisiensi insulin. DKA dikaratekteristikkan dengan
hiperglikemia, asidosis, dan keton sebagai akibat kurangnya insulin. Gejala dan tanda
yang timbul pada DKA disebabkan terjadinya hiperglikemia dan ketogenesis.
Defisiensi insulin merupakan penyebab utama terjadinya hiperglikemia atau
peningkatan kadar glukosa dari pemecahan protein dan glikogen atau lipolisis atau
pemecahan lemak. Hiperglikemik menimbulkan diuresis osmotic dengan hipoolemia
kemudian akan berlanjut terjadinya dehidrasi dan renjatan atau syok .
glukoneogenesis menambah terjadinya hiperglikemik. Lipolisis yang terjadi akan
meningkatkan pengangkutan kadar asam lemak bebas ke hati sehingga terjadinya
ketoasisdosis, yang kemudian berakibat timbulnya asidosis metabolic, sebagai
kompensasi tubuh terhadap asidosis metabolic terjadinya pernafasan kussmaul.
Terapi KAD yang terpenting adalah pemberian cairan intravena yang
bertujuan mengembalikan sirkulasi darah. Defisit air dan garam harus diganti. Cairan
intravena atau oral yang mungkin diberikan sebelum pasien datang harus dimasukkan
dalam penghitungan defisit. Pemberian cairan intravena harus dimulai segera dengan

4
cairan isotonik (NaCL 0,9% atau larutan dengan garam seimbang seperti Ringer
laktat). Volume dan kecepatan pemberian awal tergantung pada status sirkulasi dan
jika diperlukan, dapat diberikan sebanyak 10-20 ml/kg selama 1-2 jam, dapat diulang
jika perlu. Gunakan cairan kristaloid dan bukan koloid. Tata laksana cairan
selanjutnya harus dengan cairan dengan tonisitas sama atau lebih besar dari salin
0,45%; dapat menggunakan salin 0,9% atau larutan garam seimbang (RL atau NaCl
0,45% ditambah kalium). Kecepatan cairan intravena harus dihitung untuk
merehidrasi dalam waktu sedikitnya 48 jam

2.2 Faktor Pencetus

Dalam 50% episode DKA, kekurangan insulin, peningkatan konsumsi, atau


produksi glukosa, atau infeksi adalah faktor pencetus. Factor risiko lain temasuk
armakoterapi dengan beberapa obat (misalnya steroid , phenytoin sodium (dilatin),
thiazide diuretics) dan peristiwa yang membawa stress berat (misalnya pembedahan,
infark miokard.)

2.3 Tanda Dan Gejala

Respon neurologis mungkin dalam rentang sadar sampai dengan koma.


Pernafasan dalam dan cepat(kussmaul) dengan nafas aseton berbau buah. Pasien
mungkin dehidrasi dan mengeluh kehausan yang ekstrim, Poliuria, dan kelemahan.
Nausea, muntah, nyeri abdomen berat, dan rasa penuh diperut sering muncul dan
dapat keliru dengan manifestasi kondisi akut abdomen. Sakit kepala ,otot terkilir, atau
tremor mungkin juga muncul.

2.4 Patofiologi/Pathway

KAD diawali oleh trauma atau kondisi-kondisi seperti diabetes onset baru,
gagal jantung, atau stress. Saat tubuh dalam keadaan stres terjadi penurunan jumlah
insulin sehingga mengakibatkan penurunan glukosa yang masuk kedalam sel dan

5
peningkatan produksi glukosa oleh hati yang mengakibatkan hiperglikemia sehingga
hati mencoba mengejar kelebihan glukosa dengan cara mensekresikan glukosa
bersama air, Na+ dan K, sehingga menyebabkan poliuria (sering berkemih), sehingga
mengakibatkan dehidrasi.

KAD juga dapat disebabkan karena kekurangan insulin sehingga


meningkatkan pemecahan asam lemak, dan asam lemak serta gliserol mengalami
peningkatan dan asam lemak dikonversikan menjadi keton sehingga mengakibatkan
asidosis metabolik yang berakibat pada peningkatan laju pernafasan, nyeri abdomen,
dan nafas berbau aseton.

2.5 Pemeriksaan Fisik

a. Tekanan Darah : Hipotensi Ortostatik (systole turun 20 mmHg


atau lebih saat berdiri), syok,
b. RR : Tachypnea sampai pernafasan kussmaul (
cepat dan dalam), hiperventilasi
c. EKG : T mungkin elevasi
d. Kulit : Kering, kemerahan, penurunan turgor ,
membrane buccal kering
e. Paru (pernafasan) : paru paru bersih, nyeri peluritik, riction rubs
(dehidrasi), nafas bau aseton (bau manis
seperti buah)
f. Abdomen : tender , penurunan bising usus, kaku, tidak
adanya bising usus, tenderness rebound (DKA
berat)
g. Muskuloskeletal : Kelemahan , penurunan refleks tendon dalam

6
2.6 Pemeriksaan Diagnostik

a) Glukosa serum >300 mg/dl tetapi tidak >800mg/d


b) Keton urine positif kuat
c) Keton serum >3mOsm/L
d) pH darah <7.30
e) Serum bicarbonate <15 mEq/L
f) Osmolalitas serum meningkat tetapi biasanya < 330 mOsm/L

2.7 Manajemen Pasien Akut

Tujuan pengobatan :

1. Pemberian nutrisi seluler dengan terapi insulin.


2. Perbaikan keseimbangan cairan dan elektolit dengan terapi kristaloid, koloid,
dan elektrolit
3. Kaji dan atasi penyebab dengan penatalaksanaan yang tepat.
4. Deteksi atau cegah manifestasi klinis sekuel.

Manifestasi Klinis Sekuel berhubungan dengan DKA


Komplikasi Tanda dan Gejala
Kolaps Sirkulasi Tekanan darah sistolik <90 mmHg,
nadi >120x/I, perubahan status
mental, kulit lembab dingin,
penurunan nadi
Gagal Ginjal Oliguria, peningkatan BUN dan
kreatinin
Ketidakseimbangan Elektrolit Disritmia yang mengancam jiwa
Edema Selebral Letargi, rasa mengantuk, sakit
kepala

7
2.8 Manajemen Kegawatdaruratan

Masalah Utama manajemen DKA adalah dehidrasi dan asidosis. Sekali jalan
naas dan oksigenasi adekuat telah di pertahankan,terapi cairan adalah prioritas
berikutnya, maka pertimbangan awal adalah membuat jalur intravena. Pemasangan
kateter folley terkadang diperlukan untuk memonitor ketat pengeluaran urine, tetapi
harus dilepas segera untuk mencegah infeksi iatrogenic
Dilatasi akut lambung adalah komplikasi yang umum pada DKA karena
atonia lambung yang mengikuti kondisi DKA. Predisposisi pasien ini untuk
mengaspirasi isi lambung aliran tube nasogatrik (NGT) dapat mengurangi komplikasi
dan membuat pasien lebih nyaman.

1. Resusitasi Cairan
Saline normal adalah pilihan cairan untuk resusitasi awal pasien DKA ; satu
liter akan di berikan dalam satu jam pertama , diikuti dengan satu liter berikutnya
sampai dua jam berikutnya. Penggantian cairan penting ini untuk mngurangi
hiperglikemia dan asidosis. Sejalan dengan peningkatan aliran sirkulasi, ginjal akan
dapat membersihkanlebih banyak glukosa dan ion hydrogen dari aliran darah,
melancarkan peruse ginjal. Terlebih lagi, peningkatan sirkulasi ini akan mengkoreksi
asidosis, karena bikabonat jarang diindikasikan untuk mengkoreksi asidosis , karena
bikarbonat mengganggu disosiasi oksigen; membuat barrier darah-otak lebih
permeable terhadap karbon dioksida, menyebabkan asidosis serebral; meningkatkan
kebutuhan pemberian potassium; dan mencetuskan disritmia, menyebabkan gangguan
elektrolit.
2. Insulin
Penggunaan dosis rendah regular insulin (RI) melalui intravena (5 sampai 10
unit/Jam Iv) telah diteliti dan keuntungannya telah di konfirmasikan. Karena
singkatnya waktu paruh insulin dalam plasma (contoh 3 sampai 10 menit), pemberian
harus melalui infus, tidak bolus. Insulin dimasukkan ke tube intravena dan akan

8
mempengaruhi pemberian dosis melalui aliran darah; karenanya, perawat gawat
darurat harus mengisi tube dengan sekita 50 mL caian insulin pada tahap awal,
sehingga dosis tetapi bejam-jam tidak akan teganggu kemudian.
Keuntungan dari metode baru pemberian insulin dosis rendah untuk
menangani DKA secara signifikan adalah menurunkan risiko hipoglikemia,
hipoklemia, dan kemungkinan edema serebral. Beberapa dokter memberikan insulin
melalui suntikan intramuscular (10-20 unit/jam) jika perfusi pasien baik, tetapi jika
terdapat perubahan sirkulasi atau dehidrasi berat, insulin akan terakumulasi dalam
jaringan , menyebabkan hipoglikemia pada pasien paska terapi. Ketika gula darah
mencapai 300mg/dl, dextrose harus ditambahkan pada cairan intravena untuk
mencegah hipoglikemia iatrogenic.

3. Penggantian Potasium
Kekurangan potassium berkisar antara 300-1000mEq/L, disebabkan
perpindahan cairan intaseluler-keekstraseluler dan ginjal kehilangan potassium
disebabkan karena dieresis osmotic. Penggantian potassium dimulai hanya setelah
perbaikan volume membaik dan setelah terapi insulin awal telah dilakukan . infus
insulin serial tanpa penggantian potassium, akan tetapi, lebih lanjut akan
memperberat hipokalemia. Meskipun jika nilai laboratorium awal menyatakan
keadaan kadar kalium darah adalah normal, keadaan ini secara dramatis akan
menurun dengan pemberian pengganti cairan dan koreksi asidosis. Potassium fosfat,
alternati dari potassium klorida, direkomendasikan oleh beberapa ahli. Selama terapi
pengganti potassium, perawat gawat darurat harus secara hati-hati memonitor EKG
terhadap munculnya tanda disritmia.
A. Pengkajian
Menanyakan kepada pasien riwayat penyakit DM yang
diderita, poliuria (keluhan sering kencing), polidipsi (keluhan sering
minum), berhenti menyuntik insulin, demam dan infeksi, nyeri perut,
mual, mutah, penglihatan kabur, lemah dan sakit kepala.

9
Pengkajian gawat darurat:
1. Airways
Kaji kepatenan jalan nafas pasien, ada tidaknya sputum
atau benda asing yang menghalangi jalan nafas.
2. Breathing
Frekuensi nafas cepat dan dalam (kussmaul), bunyi
nafas ronchi, ada tidaknya penggunaan otot bantu pernafasan.
3. Circulation
Pada sirkulasi Anda akan menemukan nadi teraba cepat
(takikardi) dan lemah, capillary refill time.

B. Diagnosa keperawatan
1. Gangguan keseimbangan cairan dan elektrolit kurang dari
kebutuhan tubuh berhubungan dengan pengeluaran yang
berlebihan (diuresis osmosis) akibat dari hiperglikemi.
2. Risiko tinggi terjadinya gangguan pertukaran gas berhubungan
dengan peningkatan keasaman (pH menurun) akibat
hiperglikemia, gluconeogenesis, liposis.
3. Risiko tinggi gangguan persepsi sensori berhubungan dengan
ketidakseimbangan gangguan kimia tubuh: ketidakseimbangan
elektrolit, glukosa atau insulin.
C. Intervensi keperawatan
1. Gangguan keseimbangan cairan dan elektrolit kurang dari
kebutuhan tubuh berhubungan dengan pengeluaran yang
berlebihan.
Kriteria hasil:
- TTV dalam batas normal;
- Pulse perifer teraba;

10
- Turgor kulit baik
- Capillary refill time normal < 2 detik;
- Urin output seimbang;
- Kadar elektrolit normal;
- Gula Darah Sewaktu normal (< 400 mg/dl).

Intervensi:

1. Observasi intake dan output cairan setiap jam


2. Observasi kepatenan atau kelancaran cairan infus;
3. Monitor tanda- tanda vital dan tingkat kesadaran setiap
15 menit, bila stabil lanjutkan untuk setiap jam
4. Observasi turgor kulit, selaput mukosa, akral, pengisian
kapiler
5. Monitor hasil pemeriksaan laboratorium (hematorkit,
BUN/Kreatinin, Osmolaritas darah, Natrium, Kalium);
6. Monitor pemeriksaan EKG
7. Monitor CVP (bila digunakan)
8. Kolaborasi dalam pemberian terapi
- Pemberian cairan parenteral
- Pemberian terapi insulin
- Pemasangan kateter urin
- Pemasangan CVP (bila digunakan).
2. Risiko tinggi terjadinya gangguan pertukaran gas
berhubungan dengan peningkatan keasaman (pH menurun)
akibat hiperglikemia, gluconeogenesis, liposis.
Kriteria hasil:
- Respirasi rate normal: 20-24 x/menit

11
- Pernafasan kussmaul
- Analisa Gas Darah dalam batas normal
(pH: 7,35 – 7,45; pO2: 80 – 100 mmHg; pCO2: 30 – 40
mmHg; HCO3: 22 – 26; BE: -2 sampai +2).
Intervensi:
1. Berikan posisi fowler atau semi fowler
2. Observasi irama, frekuensi serta kedalamam
pernafasan;
3. Auskultasi bunyi paru setiap jam;
4. Monitor hasil pemeriksaan AGD;
5. Kolaborasi dengan tim kesehatan lain dalam:
- Pemeriksaan AGD
- Pemberian oksigen,
- Pemberian koreksi biknat (jika terjadi asidosis
metabolik)

3. Risiko tinggi gangguan persepsi sensori berhubungan dengan


ketidakseimbangan gangguan kimia tubuh:
ketidakseimbangan elektrolit, glukosa atau insulin.
Kriteria hasil :
- TTV dalam batas normal
- Kadar Glukosa dalam darah dalam batas normal
- Kadar elektrolit dalam batas normal
- Analisa Gas darah dalam batas normal
- Penglihatan dalam batas normal

BAB 3

PENUTUP

12
3.1 Kesimpulan

Ketoasidosis Diabetik adalah keadaan kegawatan akut dari DM Tipe 1,


disebabkan oleh meningkatnya Keasaman tubuh benda-benda keton akibat
kekurangan atau defisiensi insulin, Keadaan ini dinamakan dengan hiperglikemia,
asidosis, dan keton akibat kurangnya insulin. KAD dikaratekteristikkan dengan
hiperglikemia, asidosis, dan keton sebagai akibat kurangnya insulin. Gejala dan tanda
yang timbul pada KAD disebabkan terjadinya hiperglikemia dan ketogenesis. Terapi
KAD yang terpenting adalah pemberian cairan intravena yang bertujuan
mengembalikan sirkulasi darah. Defisit air dan garam harus diganti. Cairan intravena
atau oral yang mungkin diberikan sebelum pasien datang harus dimasukkan dalam
penghitungan deficit.

13
DAFTAR PUSTAKA

Boswick, John A. 1988. Perawatan gawat darurat. Jakarta: EGC

http://bppsdmk.kemkes.go.id/pusdiksdmk/wpcontent/uploads/2017/08/Keperawatan
GAdar-dan-MAnajemen-Bencana-Komprehensif.pdf

Info, A. (2020). VIABILITY STATUS OF DIABETES MELITUS PATIENTS WITH


COMPLICATIONS OF HYPERGLYCEMIA , CETOASIDOSIS , AND. 8, 72–80.
https://doi.org/10.20473/jbe.v8i12020.

Kristiany, P, dkk. 2009. Asuhan Keperawatan Gawat Darurat. Jakarta: TIM

Nusantara, A. F., Sunanto, S., & Kusyairi, A. (2019). Support System Keluarga
dalam Pencegahan Ketoasidosis Diabetik pada Anak dengan DM Tipe 1. JI-KES
(Jurnal Ilmu Kesehatan), 3(1), 1–6. https://doi.org/10.33006/ji-kes.v3i1.122

Roostati, R. L., & Rusli, J. (2016). Asidosis Laktat pada Ketoasidosis Diabetik Berat
di Instalasi Perawatan Intensif. 43(7), 519–523.

Suwita, C. S., Johan, M., Tahapary, D. L., & Darmowidjojo, B. (2019). Herpes Zoster
Sebagai Pencetus Ketoasidosis Diabetikum (KAD). Jurnal Penyakit Dalam
Indonesia, 5(4), 195–199. https://doi.org/10.7454/jpdi.v5i4.206

14

Anda mungkin juga menyukai