PENDAHULUAN
1
2019). Ketoasidosis diabetik KAD merupakan salah satu komplikasi akut diabetes
melitus baik tipe 1 maupun tipe 2. Sekitar 80% KAD dicetuskan oleh kondisi
infeksi infak miokard akut pankreatitis akut penggunaan obat steroid
menghentikan atau mengurani dosis insulin sedangkan pada sekitar 20% KAD
tidak ditemukan faktor pencetus (Roostati & Rusli, 2016). Beberapa faktor yang
menjadi penyebabnya adalah kesalahan pengelolaan dosis insulin atau stress,
system regulasi pengiriman insulin, dan ketidakpatuhan akan terapi insulin
(Chafe dkk, 2015). Faktor yang mempengaruhi kepatuhan salah satunya
(Nusantara et al., 2019).
1.3 Tujuan
1.3.1 Tujuan umum
Mahasiswa mampu menguasai konsep kegawatdaruratan system
Endokrin dengan Diabetik Ketoasidosis.
1.3.2 Tujuan khusus
a. Mahasiswa mampu memahami pengertian dari ketoasidosis?
b. Mahasiswa mampu memahami yang menjadi factor pencetus dari
Ketoasidosis?
c. Mahasiswa mampu memahami tanda dan gejala bila terjadi Ketoasidosis?
2
d. Mahasiswa mampu memahami pemeriksaan fisik yang dilakukan?
e. Mahasiswa mampu memahami pemeriksaan diagnostic yang dilakukan?
f. Mahasiswa mampu memahami cara memanajemen pasien akut saat
ketoasidosis terjadi?
g. Mahasiswa mampu memahami cara memanajemen kegawatdaruratan saat
ketoasidosis terjadi?
3
BAB 2
PEMBAHASAN
2.1 Pengertian
4
cairan isotonik (NaCL 0,9% atau larutan dengan garam seimbang seperti Ringer
laktat). Volume dan kecepatan pemberian awal tergantung pada status sirkulasi dan
jika diperlukan, dapat diberikan sebanyak 10-20 ml/kg selama 1-2 jam, dapat diulang
jika perlu. Gunakan cairan kristaloid dan bukan koloid. Tata laksana cairan
selanjutnya harus dengan cairan dengan tonisitas sama atau lebih besar dari salin
0,45%; dapat menggunakan salin 0,9% atau larutan garam seimbang (RL atau NaCl
0,45% ditambah kalium). Kecepatan cairan intravena harus dihitung untuk
merehidrasi dalam waktu sedikitnya 48 jam
2.4 Patofiologi/Pathway
KAD diawali oleh trauma atau kondisi-kondisi seperti diabetes onset baru,
gagal jantung, atau stress. Saat tubuh dalam keadaan stres terjadi penurunan jumlah
insulin sehingga mengakibatkan penurunan glukosa yang masuk kedalam sel dan
5
peningkatan produksi glukosa oleh hati yang mengakibatkan hiperglikemia sehingga
hati mencoba mengejar kelebihan glukosa dengan cara mensekresikan glukosa
bersama air, Na+ dan K, sehingga menyebabkan poliuria (sering berkemih), sehingga
mengakibatkan dehidrasi.
6
2.6 Pemeriksaan Diagnostik
Tujuan pengobatan :
7
2.8 Manajemen Kegawatdaruratan
Masalah Utama manajemen DKA adalah dehidrasi dan asidosis. Sekali jalan
naas dan oksigenasi adekuat telah di pertahankan,terapi cairan adalah prioritas
berikutnya, maka pertimbangan awal adalah membuat jalur intravena. Pemasangan
kateter folley terkadang diperlukan untuk memonitor ketat pengeluaran urine, tetapi
harus dilepas segera untuk mencegah infeksi iatrogenic
Dilatasi akut lambung adalah komplikasi yang umum pada DKA karena
atonia lambung yang mengikuti kondisi DKA. Predisposisi pasien ini untuk
mengaspirasi isi lambung aliran tube nasogatrik (NGT) dapat mengurangi komplikasi
dan membuat pasien lebih nyaman.
1. Resusitasi Cairan
Saline normal adalah pilihan cairan untuk resusitasi awal pasien DKA ; satu
liter akan di berikan dalam satu jam pertama , diikuti dengan satu liter berikutnya
sampai dua jam berikutnya. Penggantian cairan penting ini untuk mngurangi
hiperglikemia dan asidosis. Sejalan dengan peningkatan aliran sirkulasi, ginjal akan
dapat membersihkanlebih banyak glukosa dan ion hydrogen dari aliran darah,
melancarkan peruse ginjal. Terlebih lagi, peningkatan sirkulasi ini akan mengkoreksi
asidosis, karena bikabonat jarang diindikasikan untuk mengkoreksi asidosis , karena
bikarbonat mengganggu disosiasi oksigen; membuat barrier darah-otak lebih
permeable terhadap karbon dioksida, menyebabkan asidosis serebral; meningkatkan
kebutuhan pemberian potassium; dan mencetuskan disritmia, menyebabkan gangguan
elektrolit.
2. Insulin
Penggunaan dosis rendah regular insulin (RI) melalui intravena (5 sampai 10
unit/Jam Iv) telah diteliti dan keuntungannya telah di konfirmasikan. Karena
singkatnya waktu paruh insulin dalam plasma (contoh 3 sampai 10 menit), pemberian
harus melalui infus, tidak bolus. Insulin dimasukkan ke tube intravena dan akan
8
mempengaruhi pemberian dosis melalui aliran darah; karenanya, perawat gawat
darurat harus mengisi tube dengan sekita 50 mL caian insulin pada tahap awal,
sehingga dosis tetapi bejam-jam tidak akan teganggu kemudian.
Keuntungan dari metode baru pemberian insulin dosis rendah untuk
menangani DKA secara signifikan adalah menurunkan risiko hipoglikemia,
hipoklemia, dan kemungkinan edema serebral. Beberapa dokter memberikan insulin
melalui suntikan intramuscular (10-20 unit/jam) jika perfusi pasien baik, tetapi jika
terdapat perubahan sirkulasi atau dehidrasi berat, insulin akan terakumulasi dalam
jaringan , menyebabkan hipoglikemia pada pasien paska terapi. Ketika gula darah
mencapai 300mg/dl, dextrose harus ditambahkan pada cairan intravena untuk
mencegah hipoglikemia iatrogenic.
3. Penggantian Potasium
Kekurangan potassium berkisar antara 300-1000mEq/L, disebabkan
perpindahan cairan intaseluler-keekstraseluler dan ginjal kehilangan potassium
disebabkan karena dieresis osmotic. Penggantian potassium dimulai hanya setelah
perbaikan volume membaik dan setelah terapi insulin awal telah dilakukan . infus
insulin serial tanpa penggantian potassium, akan tetapi, lebih lanjut akan
memperberat hipokalemia. Meskipun jika nilai laboratorium awal menyatakan
keadaan kadar kalium darah adalah normal, keadaan ini secara dramatis akan
menurun dengan pemberian pengganti cairan dan koreksi asidosis. Potassium fosfat,
alternati dari potassium klorida, direkomendasikan oleh beberapa ahli. Selama terapi
pengganti potassium, perawat gawat darurat harus secara hati-hati memonitor EKG
terhadap munculnya tanda disritmia.
A. Pengkajian
Menanyakan kepada pasien riwayat penyakit DM yang
diderita, poliuria (keluhan sering kencing), polidipsi (keluhan sering
minum), berhenti menyuntik insulin, demam dan infeksi, nyeri perut,
mual, mutah, penglihatan kabur, lemah dan sakit kepala.
9
Pengkajian gawat darurat:
1. Airways
Kaji kepatenan jalan nafas pasien, ada tidaknya sputum
atau benda asing yang menghalangi jalan nafas.
2. Breathing
Frekuensi nafas cepat dan dalam (kussmaul), bunyi
nafas ronchi, ada tidaknya penggunaan otot bantu pernafasan.
3. Circulation
Pada sirkulasi Anda akan menemukan nadi teraba cepat
(takikardi) dan lemah, capillary refill time.
B. Diagnosa keperawatan
1. Gangguan keseimbangan cairan dan elektrolit kurang dari
kebutuhan tubuh berhubungan dengan pengeluaran yang
berlebihan (diuresis osmosis) akibat dari hiperglikemi.
2. Risiko tinggi terjadinya gangguan pertukaran gas berhubungan
dengan peningkatan keasaman (pH menurun) akibat
hiperglikemia, gluconeogenesis, liposis.
3. Risiko tinggi gangguan persepsi sensori berhubungan dengan
ketidakseimbangan gangguan kimia tubuh: ketidakseimbangan
elektrolit, glukosa atau insulin.
C. Intervensi keperawatan
1. Gangguan keseimbangan cairan dan elektrolit kurang dari
kebutuhan tubuh berhubungan dengan pengeluaran yang
berlebihan.
Kriteria hasil:
- TTV dalam batas normal;
- Pulse perifer teraba;
10
- Turgor kulit baik
- Capillary refill time normal < 2 detik;
- Urin output seimbang;
- Kadar elektrolit normal;
- Gula Darah Sewaktu normal (< 400 mg/dl).
Intervensi:
11
- Pernafasan kussmaul
- Analisa Gas Darah dalam batas normal
(pH: 7,35 – 7,45; pO2: 80 – 100 mmHg; pCO2: 30 – 40
mmHg; HCO3: 22 – 26; BE: -2 sampai +2).
Intervensi:
1. Berikan posisi fowler atau semi fowler
2. Observasi irama, frekuensi serta kedalamam
pernafasan;
3. Auskultasi bunyi paru setiap jam;
4. Monitor hasil pemeriksaan AGD;
5. Kolaborasi dengan tim kesehatan lain dalam:
- Pemeriksaan AGD
- Pemberian oksigen,
- Pemberian koreksi biknat (jika terjadi asidosis
metabolik)
BAB 3
PENUTUP
12
3.1 Kesimpulan
13
DAFTAR PUSTAKA
http://bppsdmk.kemkes.go.id/pusdiksdmk/wpcontent/uploads/2017/08/Keperawatan
GAdar-dan-MAnajemen-Bencana-Komprehensif.pdf
Nusantara, A. F., Sunanto, S., & Kusyairi, A. (2019). Support System Keluarga
dalam Pencegahan Ketoasidosis Diabetik pada Anak dengan DM Tipe 1. JI-KES
(Jurnal Ilmu Kesehatan), 3(1), 1–6. https://doi.org/10.33006/ji-kes.v3i1.122
Roostati, R. L., & Rusli, J. (2016). Asidosis Laktat pada Ketoasidosis Diabetik Berat
di Instalasi Perawatan Intensif. 43(7), 519–523.
Suwita, C. S., Johan, M., Tahapary, D. L., & Darmowidjojo, B. (2019). Herpes Zoster
Sebagai Pencetus Ketoasidosis Diabetikum (KAD). Jurnal Penyakit Dalam
Indonesia, 5(4), 195–199. https://doi.org/10.7454/jpdi.v5i4.206
14