Anda di halaman 1dari 12

BAB I

ASFIKSIA

1.1.Pendahuluan
Asfiksia adalah kumpulan dari berbagai keadaan dimana terjadi gangguan dalam
pertukaran udara pernafasan yang normal. Gangguan tersebut dapat disebabkan karena
adanya obstruksi pada saluran pernafasan dan gangguan yang diakibatkan karena
terhentinya sirkulasi. Gangguan ini akan menimbulkan suatu keadaan dimana oksigen
dalam darah berkurang yang disertai dengan peningkatan kadar karbondioksida. Keadaan
ini jika terus dibiarkan dapat menyebabkan terjadinya kematian. 1,2.

1.2.Latar Belakang
Asfiksia merupakan penyebab kematian terbanyak yang ditemukan dalam kasus
kedokteran forensik. Korban kematian disebabkan oleh asfiksia umumnya urutan ke 3
sesudah kecelakaan lalu lintas dan trauma mekanik.
Asfiksia yang diakibatkan oleh karena adanya gangguan yang terjadi di dalam
jaringan sendiri, sehingga membuat jaringan atau tubuh tidak dapat menggunakan
oksigen secara efektif.

1.3.Terminologi
Asfiksia berasal dari bahasa Yunani, yaitu terdiri dari “a” yang berarti “tidak”, dan
“sphinx” yang artinya “nadi”. Jadi secara harfiah, asfiksia diartikan sebagai “tidak ada
nadi” atau “tidak berdenyut”. Pengertian ini sering salah dalam penggunaannya.
Akibatnya sering menimbulkan kebingungan untuk membedakan dengan status anoksia
lainnya1.

1.4.Definisi
Asfiksia atau mati lemas adalah suatu keadaan berupa berkurangnya kadar oksigen
(O2) dan berlebihnya kadar karbon dioksida (CO2) secara bersamaan dalam darah dan
jaringan tubuh akibat gangguan pertukaran antara oksigen (udara) dalam alveoli paru-
paru dengan karbon dioksida dalam darah kapiler paru-paru. Kekurangan oksigen disebut
hipoksia dan kelebihan karbon dioksida disebut hiperkapnia1,2,3.

1
1.5.Pembagian Hipoksia
Hipoksia / kekurangan oksigen dapat diberi batasan sebagai suatu keadaan dimana sel
gagal untuk dapat melangsungkan metabolism secara efisien. Ada pun pembagian nya :
 Hipoksik - hipoksia ( anoxic anoxia )
Keadaan dimana oksigen tidak dapat masuk aliran darah atau tidak cukup dalam
mencapai aliran darah.
 Anemik - hipoksia ( anemic anoxia )
Dimana tidak cukup hemoglobin untuk membawa oksigen. Ini didapatkan pada
anemi berat dengan pendarahan yang tiba - tiba.
 Stagnan - hipoksia ( stagnant circulatory anoxia )
Tidak lancarnya sirkulasi darah yang membawa oksigen. Ini bisa karena gagal
jantung, syok, dan sebagainya.
 Histotoksik - hipoksia ( histotoxic tissue anoxia )
Gangguan terjadi di dalam jaringan sendiri, sehingga jaringan atau tubuh tidak dapat
menggunakan oksigen secara efektif.5

1.6.Etiologi
 Alamiah
Misalnya penyakit yang menyumbat saluran pernafasan seperti laringitis difteri,
atau menimbulkan gangguan pergerakan paru seperti fibrosis paru.2
 Mekanik
Kejadian ini sering dijumpai pada keadaan hanging, drowning, strangulation dan
suffocation. Dan obstruksi saluran pernafasan oleh :
- Tekanan dari luar tubuh : pencekikan / penjeratan
- Benda asing
- Edema pada glottis
- Tekanan dari bagian dalam tubuh : tumor paru yang menekan saluran bronkus
utama.
 Keracunan
Paralisis system respirasi karena adanya penekanan otak. misalnya barbiturat,
narkotika.2

2
1.7.Stadium Asfiksia
 Fase dispnoe
Penurunan kadar oksigen sel darah merah dan penimbunan CO2 dalam plasma akan
merangsang pusat pernafasan di medulla oblongata, sehingga amplitude dan
frekuensi pernafasan akan meningkat. Nadi cepat, tekanan darah meninggi dan
mulai tampak tanda - tanda sianosis terutama pada muka dan tangan.
 Fase konvulsi
Akibat kadar CO2 yang naik maka akan timbul rangsangan terhadap susunan saraf
pusat sehingga terjadi konvulsi ( kejang ), yang akhirnya timbul spasme opistotonik.
Pupil mengalami dilatasi, denyut jantung menurun, tekanan darah juga menurun.
 Fase apnoe
Depresi pusat pernafasan menjadi lebih hebat, pernafasan melemah dan dapat
berhenti. Kesadaran menurun dan akibat relaksasi sfingter dapat terjadi pengeluaran
cairan sperma, urin dan tinja.2
 Fase akhir
Terjadi paralisis pusat pernafasan yang lengkap. Pernafasan berhenti setelah
kontraksi otomatis otot pernafasan kecil pada leher. Jantung masih berdenyut
beberapa saat setelah pernafasan berhenti.2

1.8.Pembagian Asfiksia Berdasarkan Patologi


Kematian asfiksia dari segi patologi terbagi 2 golongan :
 Primer ( akibat langsung dari asfiksia )
Kekurangan oksigen ditemukan di seluruh tubuh, tidak tergantung dari type dari
asfiksia. Sel pada otak sangat sensitive terhadap kekurangan O2. Di sini sel – sel
otak yang mati akan digantikan oleh jaringan glial. Akson yang rusak akan
mengalami pertumbuhan, (sprouting) pada kedua ujung yang terputus oleh jaringan
parut tersebut.

3
Oksigenisasi darah di Paru paru berkurang → Asfiksa → Tekanan O2 Menurun
↑ ↓
Aliran darah arteri polimoler berkurang Dibatasi kapiler
↑ ↓
Aliran darah vena ke jantung berkurang Statis kapiler
↑ ↓
Statis darah pada organ tubuh ‹-----------------Pelebaran kapiler

Gambar 1 : Lingkaran setan pada asfiksia


Iwan Afnie, Ilmu Kedokteran Forensik Medikolegal, cetakan 1, hal 156

 Skunder ( berhubungan dengan penyebab dan usaha kompensasi dari tubuh )

Darah menjadi ← Fibrinolisis ← ASFIKSIA → Relaksasi sfingter → Urin,feses dan sperma


keluar │ keluar

↓ ↓ ↓ ↓

Tenaga otot Dibatasi kapiler Tekanan O2 dan Kerusakan pada dinding

Berkurang darah menurun kapiler dan lapisan

↓ ↓ di antara sel endotel

Status kapiler sianosis ↓

│ ↓ Peningkatan permeabilitas

↓ ↓ darah berwarna kapiler

Kongesti viseoral Tekanan Intra ungu ↓

Kapiler meningkat ↓ Bercak Tardien dan

↓ Lebam mayat warna ungu transudasi cairan

Ruptur pemb darah ◄ │

Gambar 2 : Lingkaran setan pada asfiksia


Iwan Afnie, Ilmu Kedokteran Forensik Medikolegal, cetakan 1, hal 157

4
Jantung berusaha mengkompensasi keadaan tekanan O2 yang rendah dengan
mempertinggi outputnya, akibat tekanan arteri dan vena meninggi. Karena O2 dalam darah
berkurang terus dan tidak cukup untuk kerja jantung maka terjadi gagal jantung dan kematian
berlangsung denga cepat.

Pada histotoksik hipoksia biasanya terjadi perubahan sekunder karena kematian terjadi
dengan cepat, misal : keracunan sianida.

I.9. Tanda Umum Pada Jenazah Asfiksia

 Sianosis
 Kongesti vena
 edema

5
BAB II

ASFIKSIA HISTOTOKSIK

Hipoksia histotoksik yaitu keadaan Oksigen yang terdapat dalam darah, oleh karena
sesuatu hal, Oksigen tersebut tidak dapat dipergunakan oleh jaringan / darah dimana kapiler
jaringan mencukupi, tetapi jaringan tidak dapat menggunakan oksigen karena pengaruh
sesuatu. Hal tersebut mengakibatkan oksigen kembali dalam darah vena dalam jumlah yang
lebih banyak daripada normal (oksigen darah vena meningkat ).

Keadaan hipoksia yang disebabkan karena jaringan yang tidak mampu menyerap oksigen,
salah satu contohnya pada keracunan sianida. Sianida dalam tubuh akan menginaktifkan
beberapa enzim oksidatif seluruh jaringan secara radikal, terutama sitokrom oksidase dengan
mengikat bagian ferric heme group dari oksigen yang dibawa darah. Dengan demikian,
proses oksidasi - reduksi dalam sel tidak dapat berlangsung dan oksihemoglobin tidak dapat
berdisosiasi melepaskan oksigen ke sel jaringan sehingga timbul hipoksia jaringan. Hal ini
merupakan keadaaan paradoksal, karena korban meninggal keracunan sianida mengalami
hipoksia meskipun dalam darahnya kaya akan oksigen

2.1 Beberapa keterkaitan dengan kebutuhan oksigen


a. Tidak efektifnya jalan napas
Kondisi jalan napas yang tidak bersih, misalnya karena adanya sumbatan, penumpukan
sekret, penyempitan jalan napas oleh karena spasme bronkhus dan lain-lain.
b. Tidak efektifnya pola napas
Tidak efektifnya pola napas ini merupakan suatu kondisi dimana pola napas, yaitu
respirasi dan ekspirasi menunjukan tidak normal. Penyebabnya bisa karena kelemahan
neoromuskular, adanya sumbatan di trakheo-bronkhial, kecemasan dan lain-lain.
c. Gangguan pertukaran gas
Gangguan pertukaran gas merupakan suatu keadaan dimana terjadi ketidakseimbangan
antara oksigen yang dihirup dengan karbondioksida yang dikeluarkan pada pertukaran gas
antara alveoli dan kapiler. Penyebabnya bisa karena perubahan membran alveoli, kondisi
anemia, proses penyakit dan lain-lain.

6
d. Penurunan perfusi jaringan
Suatu keadaan dimana sel kekurangan suplai nutrisi dan oksigen. Penyebabnya dapat
terjadi karena kondisi hipocolemia, hipervolemia, retensi karbondioksida, penurunan
cardiac output dan lain-lain
e. Intoleransi aktivitas
Suatu keadaan dimana seseorang mengalami penurunan kemampuan untuk melakukan
aktivitasnya. Penyebabnya antara lain karena ketidakseimbangan antara suolai dan
kebututhan oksigen, produksi energi yang dihasilkan menurun dan lain-lain.
f. Perubahan pola tidur
Gangguan kebutuhan oksigen dapat mengakibatkan pola tidur terganggu. Kesulitan
bernapas (sesak napas) menyebakan seseorang tidak bisa tidur pada jam biasa tidur.
Perubahan pola tidur juga dapat terjadi karena kecemasan dengan penyakit yang
dideritanya.
g. Risiko terjadinya iskemik otak
Gangguan oksigenasi mengakibatkan suplai darah ke otak berkurang. Hal tersebut
disebabkan oleh cardiac output yang menurun, aliran darah ke otak berkurang, gangguan
perfusi otak, dan lain-lain. Akibatnya, otak kekurangan oksigen sehingga berisiko terjadi
kerusakan jaringan otak.

2.2 Tipe Histotoksik Anoksia ( Histotoksis Hipoksia )


Merupakan keadaan dimana oksigen yang terdapat dalam darah mengandung satu hal,
oksigen tersebut tidak dapat dipergunakan oleh jaringan. Dibagi dalam empat kelompok,
yaitu :

a. Hipoksia Ekstra Seluler


Pada tipe ini gangguan atau kerusakan pda enzim pernafasan (enzim sitokrom) yang
menyebabkan jaringan menderita keracunan dan dapat menyebabkan kematian segera.
Misalnya : pada keracunan HCN, sedangkan pada keracunan Benzitrat dengan hipnotik
lainnya, sitokrom oksidase dihambat partial Histotoksik sehinga kematian berlangsung
secara perlahan.
b. Histotoksik Hipoksia Perseluler
Oksigen tidak dapat masuk kedalam sel oleh karena terjadi penurunan permeabilitas
membran sel, misalnya : pada keracunan zat anastetik seperti keracunan eter arau
keracunan khloroform.

7
c. Histotoksik Hipoksia Substrat
Dalam keadaan ini bahan makanan untuk metabolisme yang efisien tidak cukup tersedia,
misalnya pada keadaan hipoglikemia.
d. Histoksik Hipoksia Metabolik
Dalam keadaan ini, hasil akhir (end produck) dari pernafasan seluler tidak dapat
dieliminer, sehingga metabolisme berikutnya tidak dapat berlangsung, misalnya pada
keracunan uremia dan kekurangan gas CO2.

2.3 Keracunan
Racun adalah unsur dalam bentuk apapun yang dimasukkan ke dalam tubuh dengan cara
apapun yang dapat mengganggu kesehatan bahkan kematian. Racun bisa merupakan racun
sintetis yang berasal dari mineral, hewan atau tumbuhan. Cara memasukinya bisa melalui
mulut, suntikan, inhalasi atau penyerapan melalui kulit dan membrane mukosa.
a. Klarisfikasi racun
a.1 Korosif
 Asam kuat
 Asam mineral :
- Asam hidroklorida
- Asam sulfat
 Asam organic
- Asam asetat
- Asam karbolat
 Basa kuat
- Natrium hidroksida
- Kalium hidroksida
- Natrium bikarbonat

a.2 Iritan
 Anorganik
- Logam : Arsen, Antimoni, Air raksa, Tembaga, Timah dll
- Non Logam : Fosfat, Klorida, Bromida, Yodida dll
 Organik
- Tumbuhan : Biji minyak croton, lidah buaya dll

8
- Hewan : ular, gigitan serangga dll.
 Mekanik
- Debu, pecahan gelas dll

a.3 Neurotika
 Serebral ( yang mempengaruhi otak )
- Opium, eter, kloroform dhatura dll
 Spinal
- Strikin
 Kardiak
- Digitalis, tembakau
 Pernafasan
- Gas beracun : CO2, CO dll
 Pada saraf perifer
- Kurare .

Keracunan Arsen
Arsen tidak berwarna, tidak berbau dan tidak berasa. Cara kerja zat tersebut adalah :
gangguan metabolism seluler dengan menghambat system enzim sulfhidril, selain itu juga
menyebabkan dilatasi kapiler. Pada kasus ini korban akan batuk darah dengan dahak yang
berbusa dan mengganggu pernafasan, dan mengalami odem paru akut. Pada kasus kematian
ini pemeriksaan luar dijumpai tanda dehidrasi ( mata cekung ), pada pemeriksaan dalam
dijumpai mukosa mulut tanda inflamasi, dan isi lambung berwarna gelap

Karbondi Oksida ( CO2 )


Dalam konsentrasi rendah menstimulasi pusat pernafasan dan merupakan vasodilator
poten dari pembuluh darah

Asam Hidrsianida ( HCN )


Racun ini bekerja pada protoplasma dengan menghambat enzim sitokrom oksidase yang
terdiri dari cytochrome a-a3 komplek dan system transport electron. Apabila zat ini mengikat
enzim tersebut maka molekul O2 akan diblok untuk memasuki jaringan, sehingga jaringan

9
tidak mendapati O2 walaupun O2 di dalam vaskuler mencukupi. Sianida merupakan racun
sangat toksik, cara masuk ke dalam tubuh : Inhalasi dan Oral

Karbonmono Oksida ( CO )
Gas ini mempunyai kemampuan mengikat hemoglobin menjadi suatu senyawa yang
stabil atau disebut karboksihemoglobin dimana dapat menyebabkan penurunan kapasitas
pengikatan oksigen dalam darah. Gas ini tidak berwarna, tidak berbau dan tidak merangsang
selaput lender. Sumber CO berasal dari hasil pembakaran tidak sempurna motor yang
menggunakan bahan bakar bensin. Gejala keracunan CO berkaitan dengan kadar COHB
darah.
Gejala akibat keracunan CO
Saturasi COHb Gejala
10% Tidak ada
10% - 20% Rasa berat pada kening, mungkin sakit kepala ringan
20% - 30% Sakit kepala, berdenyut pada pelipis
30% - 40% Sakit kepala keras, lemas, pusing, penglihatan buram, mual dan muntah
40% - 50% Sda tetapi kemungkinan kolaps, pernafasan dan nadi cepat, ataksia
50% - 60% Sinkop, nadi semakin cepat, koma dengan kejang intermitten
60% - 70% Koma dengan kejang, depresi jantung dan mungkin meninggal
70% - 80% Nadi lemah, pernafasan lambat, gagal nafas, meninggal
Sumber, Iwan Afnie , Ilmu Kedokteran Forensik dan Medikolegal Hal 193

2.4. Gambaran Post Mortem


2.4.1. Pemeriksaan Luar
 Muka dan ujung jari tangan / kaki berwarna biru ( sianotik )
 Tardeut’s sport pada konjunctiva bulbi dan palpebra
 Lebam mayat cepat timbul dan kehitaman atau cheery red ( tergantung penyebab
kematian )
 Busa halus di hidung dan mulut
 Pada kasus tertentu mengeluarkan bau aroma yang khas ( kloroform, asam karbonat
dll ), makanya untuk menjaga keutuhan jenazah, tidak boleh menggunakan
disenfektan
 Permukaan tubuh jenzah kadang ditemukan bekas muntahan, feses dan bekas racun

10
 Perubahan warna kulit
 Keadaan pupil mata dan jari tangan yang lemas dan mengepal
2.4.2. Pemeriksaan Dalam
 Organ lebih berat dan lebih kehitaman
 Darah cair dan kehitaman
 Busa halus di saluran pernafasan
 Oedem paru
 Tardeuts spotpada pleura, perikard, laring.
 Perhatikan pada saluran makanan ( apabila keracunan yang dimakan ), pada kardiak
lambung dan membrane mukosa nya berwarna kemerahan. Dan bedakan penyebab
kemerahan tersebut, kalau dia karena penyakit hyperemia nya merata dan terdapat
pada seluruh permukaan serta tidak berupa bercak
 Perforasi kadang dijumpai
2.4.3. Pemeriksaan
Toksikologi
 Urin, feses dan darah
 Lambung dan isinya
 Hati
 Duodenum dan jejunum
 Setengah bagian dari ginjal
 Tulang, rambut, gigi dan kuku
 Paru – paru
 Otak dan korda spinalis
 Organ lain nya yang dicurigai

2.5. Medikolegal
 Pembunuhan
 Bunuh diri
 Kecelakaan

11
DAFTAR PUSTAKA

1. Idries AM, Pedoman Ilmu Kedokteran Forensik, Binarupa Aksara, Jakarta, Hal:170,
189 – 196, 355 - 360
2. Amri A, Ilmu Kedokteran Forensik, Edisi Kedua, Ramadhan, Medan, 2006, hal 120 -
124
3. Knight B, Forensic Pathology, Second Edition, Oxford University Press, Inc, New
York 1996, Hal 345 - 350.
4. Aflanie I, dkk, Ilmu Kedokteran Forensik, Edisi Satu, PT RajaGrafindo Persada,
Jakarta, 2017, hal 183 – n195
5. Budianto A, dkk, Ilmu Kedokteran Forensik, Edisi Pertama , Cetakan Kedua, FK UI,
1997, hal 61 – 63
6. Franklin C.A, Modi’s Text Book of Medical Jurisprudence and Toksikology, 21th,
N.M.Tripathi private Limited, Bombay, 1988, 190 – 195
7. Dimaio J.V. Dimaio D, Forensic POathology Second Edition, CRC Press, New york,
Washington DC, 2001, 255 – 258
8. Chada VP, Ilmu Forensik dan Toksikology, Edisi Kelima, Widya Medika, Jakarta,
1995, hal 105 – 123.
9. Nandy AP, Principles of Forensic Medicine, edition2nd, New Central Book Agency
(P),Ltd, India, 2001, 315 – 343
10. Sharom Abd Wahid, Patologi Forensik, Dewan Bahasa dan Pustaka Kementerian
Pendidikan Malaysia, Kuala Lumpur,1993, 230 - 267

12

Anda mungkin juga menyukai