(BETON SEMEN)
AIR SEMEN
AGREGAT AGREGAT
KASAR HALUS
BETON BETON
SEGAR KERAS
Disusun Oleh
Djedjen Achmad
Pratikto
i
PRAKATA
Buku ini merupakan salah satu buku yang disusun sebagai pedoman dalam mengikuti
praktek di laboratorium Pengujian Bahan. Walaupun dalam penyusunannya agak
terburu-buru, tapi alhamdulillah akhirnya selesai juga pembuatan buku pedoman
praktek ini. Buku disusun dengan mengutip dari berbagai sumber, terutama dari Badan
Standarisasi Nasional (BSN), yang merupakan acuan wajib bagi pengujian bahan, selain
itu juga mengutip dari ASTM dan British Standard, untuk pengujian yang tidak terdapat
dalam standar BSN. Untuk teori diambil dari diktat kuliah Teknologi Bahan dan sumber
lainnya.
Dalam mengikuti praktek dalam buku pedoman ini dianggap peralatan sudah
terkalibrasi, dan ada beberapa prosedur yang disesuaikan dengan peralatan yang
terdapat di laboratorium dan waktu yang tersedia, sehingga ada kemungkinan berbeda
dengan prosedur yang terdapat dalam standar acuan, tapi tidak menyimpang dari tujuan
pengujian. Untuk mempermudah mengikuti praktek. Dalam buku pedoman ini juga
dilengkapi dengan foto alat, sehingga mahasiswa dapat lebih mengenal peralatan
pengujian yang digunakan, yang mana gambar peralatan ini sangat minim dalam standar
yang diacu, untuk penerbitan selanjutnya foto akan diperbanyak.
Kapada mahasiswa pemakai buku pedoman ini, hendaknya sebelum praktek Anda
mempelajari teori tentang materi yang akan dipraktekan, sehingga tahu tujuan dari
praktek, karena materi praktek disesuikan dengan teori yang telah diberikan. Pada
waktu praktek semua panca indra bekerja, tangan dapat merasakan berat, panas atau
dingin suatu benda, telinga dapat mendengar bunyi dari bahan yang dipukul, mata
melihat warna dari suatu cairan, hidung dapat mencium dari benda yang mengeluarkan
bau, sehingga semuanya, seharusnya dapat lebih membantu dalam mempelajari materi
praktek ini.
Pada waktu praktek disarankan kepada Anda untuk selalu menggunakan alat pelindung
diri (APD) , untuk mencegah bahaya yang sewaktu-waktu dapat timbul di laboratorium,
jadikanlah pemakaian APD suatu kebiasaan untuk menjaga hal-hal yang tidak
diinginkan. Dengarkan arahan dari instruktur dan teknisi mengenai prosedur pengujian,
jaga peralatan laboratorium jangan sampai cacat atau rusak.
ii
DAFTAR ISI
Prakata i
Daftar isi ii
BAB 1 PENGUJIAN SEMEN PORTLAND 1
1.1 Pengujian berat jenis semen portland 5
1.2 Pengujian konsistensi semen portland 7
1.3 Pengujian waktu ikat semen portland 12
1.4 Pengujian kehalusan semen portland 16
1.5 Pengujian kekekalan semen portland 21
1.6 Pengujian kuat tekan semen portland 25
BAB 2 PENGUJIAN AGREGAT KASAR DAN AGREGAT HALUS 33
2,1 Pengujian berat jenis dan penyerapan air agregat kasar 37
2.2 Pengujian berat jenis dan penyerapan air agregat halus 41
2.3 Pengujian bobot isi dan rongga pada agregat 45
2,4 Pengujian Analisa ayak agregat 51
2.5 Pengujian keausan agregat dengan mesin abrasi los angelos 59
2.6 Pengujian keausan agregat kasar dengan bejana british 64
2.7 Pengujian kadar lumpur 66
2.8 Pengujian kotoran organic pada agregat halus 70
2.9 Pengujian kadar air agregat kasar dan agregat halus 72
2.10 Pengujian sand equivalent pada agregat halus 75
2.11 Pengujian pipih dan lonjong pada agregat kasar 79
BAB 3 RANCANG CAMPURAN BETON NORMAL 87
BAB 4 PENGUJIAN BETON SEGAR 101
4.1 Pengujian slump 103
4.2 Pengujian bobot isi 106
4.3 Pengujian waktu pengikatan 110
4.4 Pengujian kadar udara 116
BAB 5 PENGUJIAN BETON KERAS 121
5.1 Pengujian kuat tekan destruktif 122
5.2 Pengujian core drill 128
BAB 6 PENGUJIAN KUAT TEKAN NON DESTRUKTIF 137
iii
6.1 Pengujian dengan alat Hammer 138
6.2 Pengujian dengan alat pundit 140
BAB 7 PENGUJIAN KUAT TARIK BETON 145
7.1 Pengujian kuat tarik belah 145
7.2 Pengujian kuat tarik lentur 149
BAB 8 PENGUJIAN MODULUS ELASTISITAS 153
Daftar pustaka 161
iv
BAB 1
PENGUJIAN SEMEN PORTLAND
Menurut Standar Nasional Indonesia (SNI) dan America Society for Testing and
Materials (ASTM), semen portland dibagi menjadi 5 jenis. Dari kelima jenis semen
tersebut, tidak semuanya beredar di pasaran, hanya jenis I saja yang paling banyak
beredar dan dipakai untuk konstruksi beton, karena jenis I, merupakan semen dengan
pemakaian secara umum, tanpa persyaratan. Semen sebagai bahan perekat, memiliki
karakteristik yang khas dibandingkan dengan bahan perekat yang lain, sehingga dalam
pemakaiannya diperlukan pengetahuan tentang sifat fisik dan mekanis dari semen
tersebut, agar hasilnya sesuai dengan yang diharapkan. Semen jika dicampur dengan air,
akan menjadi plastis, dan jika dibiarkan dalam beberapa menit atau jam, mulai mengikat
dan lama kelamaan akan mengeras. Terbentuknya bahan yang keras dan tidak larut
dalam air, merupakan sifat yang penting dari semen, sehingga semen banyak dipakai
untuk bahan perekat pada beton, baik untuk beton terlindung maupun tidak terlindung.
Untuk mengeras, butiran semen membutuhkan persentase air tertentu. Banyaknya air
sangat dipengaruhi oleh susunan senyawa dalam semen serta kehalusan semennya. Jika
beton terlalu banyak air, maka dalam pasta akan terjadi bleeding, keluarnya air dari
campuran pasta semen, membentuk pori-pori kapiler yang menyebabkan kekuatan pada
pasta semen menjadi rendah. Sebaliknya jika air nya terlalu sedikit, maka tidak semua
senyawa dalam semen akan terhidrasi, sehingga kekuatan pada pasta semen juga akan
menjadi rendah, minimum banyaknya air untuk mencapai proses hidrasi sempurna
menurut teori adalah 30% dari berat semen.
Semen sebagai bahan perekat untuk beton, sangat menentukan terhadap kualitas
betonnya, karena beban yang bekerja pada beton juga diderita oleh pasta semennya.
Pengujian dilakukan pada semen apabila kualitas semennya mecurigakan, seperti
penyimpanan di gudang yang terlalu lama, penyimpanan di tempat lembab sehingga
sebagian semennya sudah mulai mengeras atau faktor lain yang menyebabkan
terjadinya penurunan mutu semennya.
Semen yang baru keluar dari pabrik atau kondisinya masih bagus tidak perlu dilakukan
uji, karena semen sebelum diedarkan sudah melalui kontrol kualitas di pabrik
pembuatnya, sehingga dijamin mutunya, tetapi apabila penanganan di lapangan kurang
sempurna, maka akan terjadi penurunan mutu. Untuk bahan bangunan yang berkualitas
1
seperti struktur beton, perlu di uji ulang, terutama kekuatannya. Apabila kekuatannya
tidak memenuhi syarat, semen tersebut masih bisa digunakan seperti untuk bahan
bangunan non structural, asal semen tersebut masih reaktif.
Setelah mahasiswa mengikuti praktek tentang pengujian semen, mereka diharapkan
dapat menjelaskan tujuan pengujian semen, prosedur pengujian, mengoperasikan
peralatan dan menganalisis hasil pengujian. Saran sebelum melakukan pengujian
hendaknya mahasiswa sudah mengikuti mata kuliah Teknologi Bahan 1 yang membahas
tentang semen portland.
Kuat tekan:
3 Umur 28 hari, kg/cm2, 280
Minimum
4 Pemuaian karena sulfat 14
0.04
hari, %, maksimum
5 Kandungan udara mortar,
12 12 12 12 12
% volume, maksimum
Sumber SNI SNI 15-2049-2004
PENGANTAR K3
Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3) di laboratorium tidak jauh berbeda dengan K3
dibidang konstruksi atau bidang lainnya. Di laboratorium kegiatan cenderung sebagian
besar dilakukan di dalam ruangan, sedangkan di bidang konstruksi umumnya di luar
ruangan. Walaupun di dalam ruangan tidak menutup kemungkinan terjadinya
kecelakaan, baik karena faktor mahasiswa maupun faktor dari luar, seperti peralatan,
bahan yang digunakan, serta prosedur yang salah dalam pengujian. K3 harus mendapat
perhatian agar peserta praktek, dosen, teknisi dan mahasiswa yang menjalani praktek
menjadi aman dan nyaman, sehingga tujuan pendidikan di laboratorium dapat tercapai.
a. Chemical agent, Bahan kimia yang yang potensial adalah dari bahan praktek itu
sendiri yaitu semen, jika semen bercampur dengan
air akan terjadi proses hidrasi.
Pada proses tersebut semen akan mengeras dan
mengeluarkan panas, untuk itu mahasiswa harus
menggunakan sarung tangan karet, yang berfungsi selain melindungi tangan dari
panas juga benda uji tidak terpengaruh oleh suhu tubuh (tangan) mahasiswa.
4
b. Physical agent, Debu merupakan salah satu sumber gangguan yang tidak dapat
diabaikan. Dalam kondisi tertentu debu
merupakan bahaya yang dapat menimbulkan
kerugian besar.
Tempat kerja yang prosesnya mengeluarkan debu,
dapat menyebabkan pengurangan kenyamanan kerja, gangguan penglihatan,
gangguan fungsi faal paru-paru, bahkan dapat menimbulkan keracunan umum.
Untuk menghindari dampak tersebut, mahasiswa harus menggunakan kaca mata
pengaman dan menggunakan pelindung pernapasan
Tujuan Pengujian :
a. Mendapatkan nilai berat jenis pada semen portland
b. Membandingkan nilai hasil pengujian dengan nilai teoritis
Kompetensi Khusus :
a. Mahasiswa dapat melakukan prosedur pengujian berat jenis
b. Mahasiswa dapat mengoperasikan peralatan pengujian
c. Mahasiswa dapat menganalisa hasil pengujian
d. Mahasiswa dapat menarik kesimpulan hasil pengujian
TEORI
Berat jenis pada semen secara teoritis berkisar antara 3.1 sampai dengan 3.3. Nilai
ini dapat berubah, tergantung dari komposisi bahan pembentuk semennya. Jika
semen tersebut pada waktu pembuatan dicampur dengan bahan lain, seperti abu
batu, batu kapur, fly ash atau bahan lainnya yang warnanya dan karakteristiknya
menyerupai semen, atau semen tersebut sudah ada yang mengeras, berat jenisnya
akan berbeda. Untuk menguji berat jenis semen digunakan tabung Le Chatelier
1. Tabung Le Chatelier
5
2. Corong terbuat dari kaca
3. Timbangan dengan ketelitian 0.01 gram
4. Gelas ukur
BAHAN
1. Semen portland dari hasil pengambilan sampel
2. Kerosine bebas air atau naptha sesuai dengan
specifikasi API
PROSEDUR :
1. Bersihkan tabung Le Chatelier sehingga kering, lalu isi dengan kerosine hingga
mencapai skala antara 0.0 ml sampai dengan 1.0 ml, pada leher tabung tersebut.
2. Letakkan tabung yang telah diisi dengan kerosine dalam tempat yang memiliki
suhu konstan (20º C). Diamkan selama 30 menit, lalu baca volume awal kerosene
pada tabung (V1 ml)
3. Timbang semen sebanyak ± 64 gram.
4. Masukkan seluruh semen ke dalam tabung le
chatelier, jaga jangan sampai ada yang tumpah keluar
dari tabung. Jika semen menempel pada dinding
tabung, dorong semen tersebut dengan kawat kecil
sehingga terendam
dalam kerosene.
5. Letakkan tabung
tersebut dalam
ruangan yang memiliki suhu konstan (20º C) selama
30 menit.
6. Baca volume kerosene dengan semen pada tabung le
chatelier (V2 ml)
PERHITUNGAN
BeratSemen
Berat Jenis semen =
(V 2 V 1) d
Dimana : V1 = Pembacaan awal volume kerosene (ml)
6
V2 = Pembacaan volume kerosene + semen (ml)
d = Berat isi air pada suhu 4º C = 1 gr/ml
Tujuan Pengujian :
a. Mencari persentase air untuk mencapai konsistensi normal dengan alat Vicat
atau dengan alat flow table
b. Membandingkan nilai hasil pengujian dengan nilai teoritis
Kompetensi Khusus :
a. Mahasiswa dapat melakukan prosedur pengujian konsistensi pada semen
portland.
b. Mahasiswa dapat mengoperasikan peralatan pengujian
c. Mahasiswa dapat menganalisa hasil pengujian
d. Mahasiswa dapat menarik kesimpulan hasil pengujian
7
TEORI
Untuk keperluan pengujian waktu pengikatan dan uji kekekalan, semen sebagai benda
uji harus dicampur dengan sejumlah air tertentu. Untuk menentukan banyaknya air
tersebut, menurut standar SNI atau ASTM dilakukan uji konsistensi dengan
menggunakan alat Vicat seperti pada Gambar 1.2. Pengujian ini juga digunakan untuk
mencari kebutuhan air untuk proses hidrasi semen. Dengan metoda ini kebutuhan air
untuk proses hidrasi dapat ditentukan dengan cepat, selain dengan alat Vicat pengujian
dapat dilakukan dengan alat flow table. Cara pengujian dengan alat Vicat yaitu
dengan cara mencoba-coba persentase air, sehingga tercapai konsistensi. Konsistensi
tercapai apabila jarum vicat dengan diameter 10 mm
masuk ke dalam pasta semen dalam waktu 30 detik
sedalam (10±1) mm.
8
BAHAN :
1. Semen Portland
2. Air suling
Suhu kamar pengujian ditetapkan (23 ±1,7) oC, sedangkan kelembaban ruang
laboratorium uji lengas nisbi tidak kurang dari 50%. Yang dimaksud dengan ruang
lembab, ialah ruang dengan lengas nisbi sekitar 95%.
PROSEDUR :
1. Masukkan air suling kurang lebih 25 % dari berat semen ke dalam mangkuk
pengaduk, lalu masukkan semennya sebanyak ± 500 gram.
Konsistensi tercapai apabila masuknya jarum vcat ke dalam sampel dalam waktu 30
detik sedalam (10 ± 1) mm
12. Jika masuknya jarum kurang atau melebihi dari batas tersebut ulangi pengujian
dengan menambah atau mengurangi airnya.
PERHITUNGAN:
Konsistensi =
10
DATA HASIL PENGUJIAN
No. Berat Persentase Berat air Masuknya
Semen air (Gram) jarum vicat Ket.
(gr)
1.
2.
3
4
40
35
masuknya jarum vicat (mm)
30
25
20
15
10
0 25 26 27 28 29 30
persentase air (%)
11
1.3 PENGUJIAN WAKTU IKAT SEMEN PORTLAND
Kompetensi Khusus :
a. Mahasiswa dapat melakukan prosedur pengujian waktu pengikatan pada semen
portland
b. Mahasiswa dapat mengoperasikan peralatan pengujian
c. Mahasiswa dapat menganalisa hasil pengujian
d. Mahasiswa dapat menarik kesimpulan hasil pengujian
TEORI
Semen setelah bercampur dengan air akan membentuk pasta, mengikat dan mengeras.
Waktu ikat pada pasta semen ada dua macam, yaitu waktu ikat awal (innitial setting)
dan waktu ikat akhir (final setting).
Waktu ikat awal adalah waktu yang dibutuhkan sejak semen bercampur dengan air dari
kondisi plastis menjadi tidak plastis, sedangkan waktu ikat akhir, adalah waktu yang
dibutuhkan sejak semen bercampur dengan air dari kondisi plastis menjadi “keras”.
Yang dimaksud dengan keras pada waktu ikat akhir adalah hanya bentuknya saja yang
sudah kaku, tetapi pasta semen tersebut belum boleh dibebani, baik oleh berat sendiri
maupun beban dari luar. Waktu ikat awal menurut standar SNI minimum 45 menit,
sedangkan waktu ikat akhir maksimm 360 menit. Untuk pengujian waktu ikat,
digunakan alat vicat seperti pada uji konsistensi.
Caranya campurkan semen dengan air sebanyak persentase hasil pengujian konsistensi,
misalkan pada uji konsistensi didapat persentase airnya 28 % dari berat semen, maka
untuk campuran semen tersebut banyaknya air adalah 28% dari berat semen. Setelah
diaduk dalam mixer dengan prosedur pengadukan sesuai dengan SNI, lalu dicetak
dalam cincin konik dan diamkan selama 30 menit sejak semen bercampur dengan air.
Lakukan pengujian dengan alat vicat, gunakan jarum yang berdiameter 1 mm.
Letakkan jarum tersebut diatas pasta semen, lalu jatuhkan jarum dengan memutar baut
pengunci, sehingga jarum meluncur ke bawah. Ukur masuknya jarum ke dalam pasta
semen. Waktu ikat awal tercapai apabila masuknya jarum vicat ke dalam sampel dalam
12
waktu 30 detik sedalam 25 mm. Apabila belum tercapai angka tersebut diamkan lagi
selama 30 menit, ulangi pengujian setiap 30 menit, dan apabila masuknya jarum sudah
mendekati nilai 25 mm, waktu pengujian dipercepat setiap 15 menit. Gunakan grafik
untuk menentukan waktu ikat awal apabila nilai 25 mm terlampaui. Catat waktu mulai
dari saat pengadukan sampai tercapai waktu ikat awal. Setelah tercapai waktu ikat
awal, ganti jarum vicat dengan jarum yang ber“sepatu”, lanjutkan pengujian. Waktu
ikat akhir tercapai apabila pada saat jarum vicat diletakkan diatas sampel selama 30
detik, pada saat ditarik dari permukaan sampel tidak berbekas atau tidak tercetak
Dalam pengujian waktu ikat pada semen kadang-kadang dalam waktu kurang dari 10
menit, semen sudah mengikat, yang ditandai dengan masuknya jarum vicat kurang dari
25 mm. Waktu ikat awal tersebut bukanlah waktu ikat awal sebenarnya, tetapi waktu
ikat awal palsu (false setting). Ini terjadi karena gips (CaSO4 2H2O) yang terdapat
dalam semen berubah menjadi gips hemihidrat (CaSO4 ½H2O), disebabkan karena
panas, baik panas pada waktu dicampur dengan klinker maupun panas pada saat
penyimpanan. Akibatnya gips alam yang asalnya stabil menjadi tidak stabil, sehingga
cepat bereaksi dengan air.
BAHAN :
1. Semen Portland
2. Air suling
Suhu kamar pengujian (23 ±1,7) oC, kelembaban ruang laboratorium uji lengas nisbi
lebih dari 50%.
13
PROSEDUR :
1. Masukkan air suling sebanyak persentase yang digunakan untuk mencapai
konsistensi normal, lalu masukkan semen sebanyak 500 gram.
Harap dicatat waktu mulai pencampuran antara semen dengan air !!!!
2. Diamkan selama 30 detik.
3. Jalankan mesin pengaduk dengan kecepatan 140 ± 5 rpm (kecepatan 1) selama
30 detik.
4. Hentikan mesin pengaduk selama 15 detik. Sementara itu bersihkan dan
turunkan pasta semen yang menempel pada dinding pengaduk ke bagian tengah
mangkuk.
5. Jalankan kembali mesin pengaduk dengan kecepatan 285 ± 10 rpm (kecepatan
2) selama 60 detik.
6. Bentuklah pasta semen seperti bola dengan tangan, kemudian lemparkan enam
kali dari satu tangan ke tangan lain dengan jarak kira-kira 15 cm.
7. Pegang bola pasta semen dengan satu tangan (tangan kanan) kemudian tekankan
ke dalam cincin konik yang dipegang tangan lain (tangan kiri) melalui lubang
konik, sehingga cincin konik penuh dengan pasta. Lalu tutup dengan kaca.
8. Balikkan cincin konik beserta kaca ke tangan kanan, kelebihan pasta pada cincin
konik diratakan dengan pisau perata sehinga permukaannya rata setinggi cincin
konik.
9. Biarkan benda uji dalam ruang lembab selama 30 menit setelah pencetakan,
kemudian lakukan uji penetrasi dengan jarum diameter 1 mm dan setiap 15
menit berikutnya sampai mencapai penetrasi (25 mm ± 1) mm
10. Untuk pengujian penetrasi, letakkan cincin konik dibawah alat vicat dengan
jarum kecil (diameter 1 mm) Dengan melonggarkan baut pemegang jarum,
letakkan jarum vicat diatas sampel. Kencangkan kembali baut pemegang jarum.
11. Atur skala jarum pada angka 0 mm. Siapkan stopwatch.
12. Jatuhkan jarum dengan membuka baut pemegang jarum selama 30 detik. Catat
masuknya jarum vicat ke dalam sampel.
Selama melakukan pengujian waktu ikat, alat-alat harus bebas dari getaran
13. Jarak antara satu titik pengujian dengan titik pengujian selanjutnya tidak boleh
14
kurang dari 6.4 mm dan jarak titik terdekat dengan tepi bagian dalam cincin
konik adalah 9.5 mm
14. Setelah tercapai waktu ikat awal, gantilah jarum untuk waktu ikat akhir.
Waktu ikat akhir tercapai apabila jarum vicat setelah dilepas ke dalam sampel
selama 30 detik, tidak membekas diatas permukaan sampel
15. Catat waktu tercapainya waktu ikat akhir.
15
Gambar grafik waktu ikat semen portland
Kompetensi Khusus :
a. Mahasiswa dapat melakukan prosedur pengujian kehalusan pada semen dengan
mengunakan alat blaine
b. Mahasiswa dapat mengoperasikan peralatan pengujian
c. Mahasiswa dapat menganalisa hasil pengujian
d. Mahasiswa dapat menarik kesimpulan hasil pengujian
TEORI
Kecepatan reaksi antara semen dengan air sangat dipengaruhi oleh kehalusan butiran
semen. Makin halus butiran semen, maka makin cepat semen tersebut bereaksi. Untuk
menguji kehalusan pada semen menurut SNI 15-2049-2004 menggunakan alat Blaine.
Dengan alat Bline yang didapat adalah luas permukaan butiran.
Makin halus butiran semen, maka luas permukaan butirannya lebih besar, sehingga
butiran tersebut makin cepat bereaksi dengan air, dan mengikat agregat lebih luas
Semen dinyatakan halus apabila dari hasil uji dengan alat Bline memberikan nilai luas
permukaan specifiknya lebih dari 280 m2/kg
16
ALAT DAN BAHAN :
1. Satu set alat blaine yang terdiri dari :
a. Sel permeabilitas
b. Piringan
c. Torak
d. Kertas saring
e. Manometer
f. Cairan manometer
g. Alat pencatat waktu
Peralatan lain : corong kecil, kuas kecil berbulu halus (No 7), timbangan analitik,
dan cawan.
BENDA UJI
Volume semen standar
a. Letakkan dua helai kertas saring yang berbentuk lingkaran didalam sel diameter
sedikit lebih kecil dari sel, sampai semua kertas saring rata pada piringan logam,
kemudian isi sel dengan air raksa,.
b. Isi sel dengan air raksa. Ratakan permukaan dengan tepi atas sel memakai sebuah
pelat kaca yang ditekankan perlahan-lahan pada permukaan air raksa,
c. Keluarkan air raksa dari dalam sel, timbang dan catat beratnya.
d. Keluarkan salah satu kertas saring dari sel, lalu isi dengan semen dengan berat
kurang lebih 2,80 gram (tidak usah semen standar) lalu letakkan kertas saring yang
dikeluarkan tadi di atas semen tersebut. Kemudian tekan lapisan semen ini dengan
torak hingga leher torak kontak dengan permukaan sel
Hitung volume semen portland sampai ketelitian 0,005 cm3 dengan rumus:
V=
dengan:
V adalah volume semen portland, cm3;
Wa adalah berat air raksa yang diperlukan untuk mengisi sel tanpa lapisan
semen portland, gram;
17
Wb adalah berat air raksa yang diperlukan untuk mengisi bagian kosong dari sel
yang ditempati lapisan semen portland, gram.
D adalah density air raksa pada temperatur pengujian, gram/cm3.
Penentuan volume lapisan semen portland ini harus dilakukan paling sedikit dua kali,
dan untuk masing-masing penentuan lapisan semen dipadatkan tersendiri. Harga volume
lapisan semen yang digunakan untuk perhitungan rata-rata harus berasal dari dua harga
penentuan dengan perbedaan maksimum ± 0,005 cm3.
Suhu ruang di sekitar sel harus dicatat pada awal dan akhir percobaan.
Penyiapan contoh
Masukkan contoh semen standar dari ampul ke dalam botol yang volumenya kira-kira
120 cm3 kocok kuat-kuat selama dua menit untuk memecahkan gumpalan-gumpalan.
Biarkan botol dalam keadaan berdiri dan tertutup selama dua menit, kemudian buka
tutupnya dan aduk pelan-pelan, untuk meratakan partikel yang halus supaya homogen.
Perhitungan
√
(3)
dengan:
S adalah luas permukaan spesifik contoh semen yang diuji, cm2/gram;
19
Ss adalah luas permukaan spesifik contoh semen standar yang dipakai dalam
kalibrasi, cm2/gram;
T adalah rentang waktu dari penurunan tekanan dalam manometer untuk contoh
semen portland yang diuji, detik;
T2 adalah rentang waktu dari penurunan tekanan dalam manometer untuk
contoh semen standar yang dipakai dalam kalibrasi, detik;
η adalah viskositas udara pada suhu pengujian contoh semen yang diuji, poise;
η s adalah viskositas udara pada suhu pengujian contoh semen standar yang
dipakai untuk kalibrasi, poise;
e adalah porositas lapisan contoh semen yang diuji;
es adalah porositas lapisan contoh semen standar yang dipakai dalam kalibrasi;
ρ adalah density contoh semen standar yang diuji ( nilainya ditetapkan 3,15);
ρs adalah density contoh semen standar yang dipakai dalam kalibrasi (dianggap
3,15 mg/m3 atau 3,15 gram/cm3);
b adalah konstanta (untuk semen portland 0,9).
……………………………………………………………………………………………………………………………………………………
……………………………………………………………………………………………………………………………………………………
……………………………………………………………………………………………………………………………………………………
……………………………………………………………………………………………………………………………………………………
Kompetensi Khusus :
a. Mahasiswa dapat melakukan prosedur pengujian kekekalan pada semen portland
dengan alat auto clave
b. Mahasiswa dapat mengoperasikan peralatan pengujian
c. Mahasiswa dapat menganalisa hasil pengujian
d. Mahasiswa dapat menarik kesimpulan hasil pengujian
21
TEORI
Telah dikemukakan dimuka bahwa semen dapat berubah bentuk terutama mengembang.
Sifat mengembang dari semen terutama disebabkan oleh bahan yang dikandung oleh
semen itu sendiri, dan faktor dari luar.
Dari bahan semen, seperti diketahui apabila semen terlalu banyak mengandung MgO
dan CaO semen akan mengembang.
Yang paling berbahaya dari kedua senyawa tersebut adalah MgO (periclase) , karena
Mg(OH)2 yang terbentuk mengembangnya dalam jangka waktu yang lama. Sehingga
struktur beton yang sudah jadi dan kokoh berdiri akan hancur karena mengembangnya
Mg(OH)2 .
Reaksi tersebut dapat dijelaskan sebagai berikut :
Perubahan volume pada kedua senyawa tersebut kejadiannya tidak bersamaan, pada
CaO lebih cepat. Pada MgO memerlukan waktu yang lama. Inilah yang membahayakan,
karena jika semen tersebut sudah menjadi struktur beton, maka struktur beton tersebut
akan mengembang, sehingga dalam struktur tersebut timbul tegangan tarik, yang
mengakibatkan retak atau pecah. Mengembangnya
semen akibat CaO dan MgO dapat diuji dengan alat
autoclave. Semen dinyatakan kekal jika diuji dengan
autoclave perubahan bentuknya tidak melebihi 0.8 %.
Sifat mengembang pada semen juga bisa diakibatkan
dari luar, seperti suhu yang tinggi, reaksi antara C3A
dalam semen dengan sulfat.
Pengaruh dari luar, seperti air yang mengandung sulfat akan bereaksi dengan C3A dan
Ca(OH)2 dalam semen, sehingga membentuk etringit dan kalsium sulfat hidrat, dimana
kedua senyawa tersebut membesar lebih dari 200 %
22
c. Sarung tangan kulit
d. Timbangan dengan ketelitian 0.01 gram
e. Stop watch
f. Gelas ukur kapasitas 200 ml
g. Spatula
h. Cetakan ukuran 25 x 25 x 285 mm
i. Curing Tank
j. Autoclave
k. Length Comparator (pembanding panjang)
BAHAN :
a. Semen Portland
b. Air suling
PROSEDUR :
Siapkan pasta yang terdiri dari 650 gram semen dan air yang cukup untuk mendapatkan
pasta dengan konsistensi normal. Campurkan adonan pasta sesuai dengan prosedur
sebagai berikut
a. Pasang pengaduk dan mangkuk yang kering
b. Masukkan semua air pencampur, dengan persentase sesuai hasil uji konsistensi
kedalam mangkuk;
c. Tambahkan semen kedalam air dan diamkan 30 detik, untuk penyerapan air;
d. Jalankan mesin pengaduk pada kecepatan rendah 140 rpm ± 5 rpm selama 30 detik.
e. Hentikan mesin pengaduk 15 detik dan selama waktu itu bersihkan dinding bagian
dalam mangkuk dari pasta yang menempel.
f. Jalankan mesin pengaduk pada kecepatan
sedang dengan putaran (285 ± 10) rpm dan
aduk selama 1 menit
Benda uji untuk kekekalan dapat dibuat dari adonan
hasil uji konsistensi atau waktu pengikatan, cetak
benda uji dalam dua tahap. Setiap tahap dipadatkan
dengan ibu jari atau telunjuk dengan menekan pasta ke arah sudut-sudut cetakan dan
sepanjang permukaan cetakan, sampai menghasilkan benda uji yang tercampur rata.
Ratakan permukaan benda uji
23
Pada 24 jam ± 30 menit setelah pencetakan, benda uji dikeluarkan
dari ruang lembab, lalu ukur bacaan awal pada dial alat pembanding
panjang (L0) dan masukkan ke dalam autoclave harus berisi air
secukupnya pada suhu (20 – 28)ºC, untuk menjaga agar uap tetap
jenuh selama pengujian dilakukan.
Kemudian katup ditutup dan naikkan suhu autoclave secara
bertahap sampai mendapat tekanan uap 2 MPa selama waktu (45 –
75) menit sejak pemanasan dimulai.
Tekanan dijaga (2 ± 0,07) MPa selama 3
jam.
Pada akhir periode 3 jam, pemanasan dihentikan dan autoclave
didinginkan secara bertahap sampai mencapai tekanan kurang
dari 0,07 MPa dalam waktu kira-kira 1,5 jam. Pada akhir
periode 1,5 jam, secara perlahan-lahan sisa tekanan sedikit
demi sedikit dilepaskan dengan membuka katup pelepasan
sampai tekanan atmosfir tercapai.
Kemudian autoclave dibuka, benda uji dikeluarkan dan kemudian direndam dalam air
panas pada suhu diatas 90ºC.
Dalam waktu 15 menit, dinginkan air disekeliling benda uji secara bertahap dengan
penambahan air dingin hingga suhu air turun sampai 23ºC.
Jaga air disekeliling benda uji pada suhu 23ºC selama 15 menit, kemudian permukaan
benda uji dikeringkan dan diukur kembali panjangnya dengan bacaan akhir pada alat
pembanding panjang (Lh). Hitung perubahan panjang benda uji sebelum dan sesudah
pengujian autoclave dalam % (persen) dengan ketelitian 0,01.
( )
Perubahan Panjang =
Dimana :
Lo adalah bacaan pada dial length comparator umur 24 jam, (sebeleum masuk
autoclave)
Lh adalah bacaan pada dial length comparator setelah diuji dalam autoclave
24
DATA PENGUJIAN
Perubahan
No Pengujian Lo Lh
panjang (%)
……………………………………………………………………………………………
……………………………………………………………………………………………
……………………………………………………………………………………………
……………………………………………………………………………………………
Kompetensi Khusus :
a. Mahasiswa dapat melakukan prosedur pengujian Kuat Tekan semen portland
b. Mahasiswa dapat mengoperasikan peralatan pengujian
c. Mahasiswa dapat menganalisa hasil pengujian
d. Mahasiswa dapat menarik kesimpulan hasil pengujian
TEORI
Pasta semen sebagai bahan perekat pada beton harus memiliki kekuatan yang memenuhi
syarat, karena untuk beton struktural, apabila kuat tekan semennya tidak memenuhi
standard, maka mutu betonnya juga tidak akan memenuhi syarat. Kekuatan pada semen
timbul karena reaksi antara C3S dan C2S dengan air membentuk Calsium Silikat Hidrat
(C3S2H3) atau dalam semen disebut Tobermorin, seperti terlihat pada reaksi dibawah ini
25
Sifat dari Tobermorin adalah keras dan
tidak mudah larut dalam air, sifat
inilah yang diharapkan dalam bahan
perekat untuk beton.
BAHAN
1. Semen portland,
2. Air suling
3. Pasir standard, yaitu pasir ottawa, atau pasir sejenis dengan gradasi sebagai berikut
26
Saringan Pasir Pasir yang
20 - 30 dinilai
1,18 mμm ( No 16) 100 100
850 μm ( No 20 ) 85 – 100
600 μm ( No 30 ) 0-5 96 – 100
425 μm (No 40) 65 – 75
300 μm (No 50 ) 20 – 30
150 μm (No 100) 0-4
Sumber pasi Ottawa
Temperatur dari udara, bahan kering, cetakan, pelat datar dan mangkuk pencampur
harus antara 20ºC dan 27,5ºC. Temperatur dari air pencampur, kelembaban ruang dan
air didalam tangki harus antara (23 ± 2)ºC. Kelembaban nisbi dari laboratorium tidak
boleh kurang dari 50%
Komposisi adukan :
Perbandingan bahan adalah 1 bagian semen : 2.75 bagian pasir standard : 0.485 air
untuk semua jenis semen portland.
PROSEDUR :
Pasang pengaduk dan mangkuk pengaduk yang kering pada alat pengaduk dengan
posisi mengaduk. Kemudian masukkan bahan-bahan satu kali pengadukan kedalam
mangkuk seperti berikut:
a. masukkan air pencampur dalam mangkuk;
b. tambahkan semen kedalam air, kemudian jalankan mesin pengaduk sambil diaduk
pada kecepatan rendah 140 rpm ± 5 rpm selama 30 detik; semua pasir dimasukkan
27
secara pelan-pelan dalam selang waktu 30 detik, sambil diaduk pada kecepatan
rendah 140 rpm ± 5 rpm.
c. Hentikan mesin pengaduk, ganti dengan kecepatan sedang (285 ± 10) rpm, dan
aduk selama 30 detik.
d. Hentikan mesin pengaduk dan biarkan mortar selama 1,5 menit. Selama 15 detik
pertama pada selang waktu ini, segera bersihkan mortar yang menempel pada
dinding bagian dalam mangkuk, selanjutnya tutup mangkuk.
e. Lanjutkan pengadukkan akhir selama 1 menit pada kecepatan sedang (285 ± 10)
rpm.
f. Penentuan nilai flow
Siapkan alat flow table dengan kerucut terpancung yang
diletakkan ditengah-tengah meja alir. Segera setelah
pengadukan, masukkan benda uji ke dalam kerucut
terpancung dalam dua lapisan (setinggi setengah cetakan).
Setiap lapis dipadatkan sebanyak 20 kali tumbukan,
ratakan bagian permukaan, lalu bersihkan sekeliling meja
alir dari mortar yang tercecer.
Satu menit setelah pencetakan, angkat cetakan kerucut
terpancung, lalu jalankan alat meja alir, dengan cara memutarnya, sehingga benda uji
akan naik turun, selama 25 kali dalam waktu 15 detik.
Ukur diameter mortar yang melebar dalam empat posisi, lalu hitung nilai flow nya.
Jika diukur dengan caliper khusus nilai flow adalah penjumlahan diameter pada empat
posisi
Flow = Da + Db + Dc + Dd
28
Lakukan penambahan dan pengurangan air sampai tercapai nilai flow
Pencetakan
Setelah pengujian flow, biarkan mortar dalam mangkuk pengaduk, aduk selama 90
detik tanpa penutup Selama selang waktu 15 detik pertama, segera bersihkan mortar
yang menempel pada dinding mangkuk. Kemudian aduk kembali selama 15 detik pada
kecepatan sedang.
Segera setelah pengadukan selesai, pengaduk digoyangkan untuk melepas mortar yang
menempel dan masukkan kedalam mangkuk
Tiga puluh detik setelah pengadukan masukkan benda uji ke dalam cetakan. Cetakan
diisi dalam 2 lapisan (setengah tinggi cetakan) yang setiap lapisnya dipadatkan dengan
menumbuk sebanyak 4 x 8 kali dalam waktu 10 detik
8 7 6 5
2 7
3 6
4 5
a. Ratakan permukaan benda uji, kemudian simpan ditempat yang lembab selama 24
jam
b. Bukalah cetakan dan rendam benda uji dalam air bersih atau air kapur jenuh,
kemudian uji kuat tekan pada umur yang sesuai dengan jenis semen portland.yang
diuji
Prosedur Pengujian Kuat Tekan
1. Sampel berbentuk kubus, yang telah di rawat sampai hari pengujian, diambil dari
29
tempat perawatan.
2. Lap permukaannya sehingga kering, beri nomor masing-masing sampel agar tidak
tertukar.
3. Lakukan pengukuran panjang, lebar dan tinggi. Catat luas benda uji yang akan
ditekan (A cm2)
Untuk benda uji kubus pilih permukaannya yang rata,
Timbang benda uji
4. Bawa benda uji ke mesin tekan.
5. Siapkan mesin tekan dengan cara
menyambungkan kabel antara bagian penekan
dengan bagian kontrol. Hubungkan pula kabel
listrik antara mesin tekan dengan sumber arus.
PERHITUNGAN
P
Kuat Tekan = Kg/cm2
A
Dimana : P = Beban maksimum ( Kg atau N )
A = Luas Penampang benda uji ( cm2)
30
DATA HASIL PENGUJIAN
No Umur Luas . Berat Berat Isi P Max Kuat Tekan
Hari Cm2 Gram Gr/cm3 Kgf Kg/cm2
31
32
BAB 2
PENGUJIAN
AGREGAT KASAR dan AGREGAT HALUS
Dalam bab ini akan dibahas tentang agregat, yaitu bahan yang menempati lebih kurang
75 % pada beton. Adanya agregat dalam beton sangat menguntungkan karena beton
menjadi lebih murah (ekonomis), lebih awet, dan lebih kuat. Karena menempati lebih
dari 75 % volume beton, maka karakteristik pada agregat sangat mempengaruhi
terhadap beton semen, baik pada saat beton tersebut masih segar (fresh concrete)
maupun beton yang sudah keras. Agregat untuk beton semen jenisnya tidak terbatas
dapat berupa agregat organik maupun anorganik, pemakaiannya tergantung dari jenis
beton yang akan dibuat. Untuk beton non struktural, yaitu beton yang tidak menahan
beban (relatif kecil menahan beban) seperti contohnya dinding partisi (dinding penyekat
ruangan). Pada struktur tersebut tidak perlu menggunakan agregat dengan kualitas yang
tinggi, tapi dapat menggunakan agregat yang lebih rendah mutunya, seperti agregat dari
limbah pertanian (agregat organik) misalnya jerami, sekam padi, ijuk, serat ampas tebu,
dan banyak lagi. Tetapi jika beton tersebut struktural atau beton bermutu tinggi, wajib
menggunakan agregat anorganik yang bermutu tinggi. Agregat sebelum digunakan
untuk beton struktural atau beton bermutu tinggi wajib diuji sifat fisik dan mekanisnya
karena akan menentukan terhadap kualitas betonnya.
Saran untuk mahasiswa pembaca buku ajar ini, untuk lebih memahami lebih dalam
tentang agregat, anda dapat mengadakan kunjungan ke pabrik beton siap pakai ( ready
mix) yang terdapat di kota anda. Coba anda perhatikan bagaimana mereka menguji dan
memperlakukan agregat sebelum dibuat menjadi beton. Cari keterangan dari kepala
laboratorium ready mix tersebut mengenai persyaratan agregat yang baik untuk beton,
serta amati jenis agregat yang mereka gunakan. Cari informasi di internet tentang
penelitian agregat untuk beton semen.
Setelah anda mengikuti pelajaran ini diharapkan anda mampu menyebutkan jenis
agregat untuk beton, memlih agregat yang memenuhi syarat, dan cara menguji
karakteristiknya.
33
PENGANTAR K3
K3 atau Keselamatan dan Kesehatan Kerja pada pengujian agregat tidak jauh berbeda
dengan K3 pada pengujian lainnya. Di laboratorium Uji Bahan kegiatan cenderung
sebagian besar dilakukan di dalam ruangan. Walaupun di dalam ruangan tidak menutup
kemungkinan terjadinya kecelakaan, baik karena faktor mahasiswa maupun faktor dari
luar, seperti peralatan, bahan yang digunakan, serta prosedur yang salah dalam
pengujian. Selain keselamatan, kesehatan kerja juga harus mendapat perhatian agar
mahasiswa yang menjalani praktek menjadi nyaman, sehingga tujuan pendidikan di
laboratorium dapat tercapai. Bahaya potensial pada waktu praktek agregat diantaranya
adalah :
a. Bahan kimia, dapat menimbulkan ketidaknyamanan pada saat praktek adalah
Natrium Hidroksida (NaOH) yang digunakan pada waktu menguji bahan organic
pada agregat halus. Bahan ini pada waktu bereaksi dengan air akan menimbulkan
panas dan bau yang menyengat, serta gatal pada kulit, bahkan dapat menyebabkan
iritasi, untuk itu mahasiswa harus menggunakan sarung tangan karet, untuk
melindungi tangan dari panas dan juga kacamata pelindung, untuk mengatasi
dampak yang tidak diinginkan. juga menggunakan masker untuk penutup hidung.
b. Bahan fisik,
1) Debu, Debu merupakan salah satu sumber gangguan yang tidak dapat diabaikan.
Dalam kondisi tertentu debu merupakan bahaya yang dapat menimbulkan kerugian
besar. Tempat kerja yang prosesnya mengeluarkan debu, dapat menyebabkan
pengurangan kenyamanan kerja, gangguan penglihatan, gangguan fungsi faal paru-
paru, bahkan dapat menimbulkan keracunan umum. Untuk menghindari dampak
tersebut, mahasiswa harus menggunakan kaca mata pengaman dan menggunakan
pelindung pernapasan. Sumber debu pada pengujian agregat dapat berasal dari
agregat halus, ataupun lumpur pada agregat.
2) Bising dapat diartikan sebagai suara yang timbul dari getaran-getaran yang tidak
teratur dan periodik, kebisingan merupakan suara yang tidak dikehandaki. Manusia
masih mampu mendengar bunyi dengan frekwensi antara 16-20.000 Hz, dan
intensitas dengan nilai ambang batas (NAB) 85 dB (A) secara terus menerus.
Intensitas lebih dari 85 dB dapat menimbulkan gangguan dan batas ini disebut
34
critical level of intensity. Kebisingan merupakan masalah kesehatan kerja yang
timbul di Laboratorium Uji . Sumber kebisingan berasal dari suara mesin saringan
(sieve shaker) dan suara kompresor pada proses analisa ayak agregat, uji kekerasan
agregat dengan alat los angeles, dan lain-lain.
Pengambilan sampel untuk pengujian agregat sangat penting karena dapat menentukan
validitas hasil pengujian.
35
Prosedur/Pelaksanaan Pengambilan Contoh Bentuk Kerucut
a. Bahan pengambilan contoh agregat berupa plat baja yang sangat kokoh, tidak
berubah bentuk.
b. Sisipkan plat baja pada tempat penimbunan, lalu ambil contoh agregat seuai dengan
jumlah berat minimum yang disyaratkan
c. Simpan contoh kedalam wadah (karung atau kantong plastik)
a. Peralatan sama dengan pengambilan contoh bentuk kerucut, Sisipkan plat baja
penahan atau plat baja pemisah hingga cukup kokoh/tidak berubah bila diambil
contoh agregat bagian luarnya;
b. Untuk timbunan trapesium, keluarkan agregat yang berada diatas posisi titik
pengambilan dan pada kedalaman yang ditentukan, ambil contoh agregat sesuai
dengan jumlah berat minimum yang disyaratkan;
c. Simpan hasil pengambilan contoh kedalam wadah (karung atau kantong plastic
Setelah sampel dikumpulkan, kemudian dilakukan reduksi dari sampel besar menjadi
sampel kecil. Cara mereduksi sampel dapat dilakukan dengan dua cara, yaitu :
36
a. Quartering
Caranya yaitu dengan menghamparkan agregat di atas lantai membentuk suatu
lingkaran. Kemudian lingkaran tersebut di bagi menjadi empat bagian yang sama.
Gabungkan dua bagian yang saling bersilangan menjadi satu bagian, dua bagian lainnya
disisihkan. Hamparkan kembali bagian yang telah digabungkan tadi menjadi bentuk
lingkaran baru, kemudian bagi menjadi empat bagian lagi.
Ulangi pekerjaan tersebut di atas sampai jumlah sample sesuai dengan keperluan
pengujian.
TEORI
Berat jenis adalah perbandingan antara berat benda dengan berat air yang memiliki
volume yang sama dengan benda tersebut, sedangkan penyerapan air adalah
kemampuan suatu benda untuk menyerap air dari kondisi kering mutlak menjadi jenuh
permukaan kering atau saturated surface dry (SSD). Berat jenis tidak ada satuannya,
tujuan menguji berat jenis pada agregat adalah untuk mengklasifikasikan agregat
tersebut, termasuk agregat ringan, agregat normal atau agregat berat. Dinamakan
agregat ringan jika berat jenis nya lebih kecil dari 1.8, agregat normal dengan berat jenis
nya antara 2.2 – 2.9, dan agregat berat dengan berat jenisnya lebih dari 2.9. Jadi
sebelum membuat beton semen, agregat yang akan digunakan harus diuji terlebih
dahulu berat jenisnya, karena berat jenis ini dapat mempengaruhi bobot isi betonnya.
Beton menjadi berat jika menggunakan agregat berat, dan menjadi ringan jika
menggunakan agregat ringan. Yang paling banyak dibuat untuk beton semen adalah
agregat normal. Dinamakan agregat normal karena berat jenis agregat tersebut, tidak
terlalu besar selisihnya dengan pasta semen. Ketiga berat jenis agregat tersebut dapat
dijelaskan sebagai berikut :
a. Berat jenis bulk (bulk specific gravity), adalah berat jenis dengan
memperhitungkan berat agregat dalam keadaan kering dan seluruh volume
agregat.
b. Berat jenis kering permukaan (saturated surface dry), adalah berat jenis dengan
memperhitungkan berat agregat dalam keadaan kering permukaan, jadi
merupakan berat agregat kering + berat air yang dapat meresap ke dalam pori
agregat, dan seluruh volume agregat.
c. Berat jenis semu (apparent specific gravity), adalah berat jenis dengan
memperhitungkan berat agregat dalam keadaan kering, dan volume agregat yang
tak dapat diresapi oleh air
38
d. Penyerapan air adalah persentase berat air yang dapat diserap pori terhadap
berat agregat kering.
Berat jenis ada hubungannya dengan kekuatan agregat, makin tinggi berat jenisnya
maka makin padat agregatnya, sehingga makin besar pula kekuatannya.
Penyerapan air pada agregat, mempengaruhi terhadap daya rekat antara pasta semen
dengan agregat, serta keawetan dari agregat itu sendiri. Pada umumnya agregat yang
memiliki penyerapan air yang tinggi, daya rekatnya dengan semennya juga baik. Tetapi
dengan penyerapan air yang tinggi, dapat menyebabkan mineral yang terdapat dalam
agregat mudah larut oleh air, akan terbawa oleh air tersebut, sehingga keawetan dari
agregat menjadi berkurang.
PERALATAN
1. Keranjang kawat ukuran 3,35 mm atau 2,36 mm (No. 6 atau No. 8) dengan kapasitas
kira-kira 5 kg.
2. Tempat air dengan kapasitas dan bentuk sesuai untuk pemeriksaan. Tempat ini harus
dilengkapi dengan pipa sehingga permukaan air selalu tetap.
3. Timbangan dengan kapasitas 10 Kg dengan ketelitian 0,1 % dari berat contoh yang
ditimbang dan dilengkapi dengan alat penggantung keranjang..
4. Oven yang dilengkapi pengatur suhu untuk memanasi sampai (110 ± 5)ºC
5. Alat pemisah contoh
6. Saringan No. 4
39
PROSEDUR:
a. Benda uji dicuci untuk menghilangkan debu atau bahan-bahan lain yang merekat
pada permukaan.
c. Benda uji didinginkan pada suhu kamar selama 1-3 jam, kemudian ditimbang
dengan ketelitian 0,5 gr (A)
d. Benda uji direndam dalam air pada suhu kamar selama 24 ± 4 jam.
e. Keluarkan benda uji dari air, lap dengan kain penyerap sampai selaput air pada
permukaan hilang (jenuh permukaan kering/SSD). Untuk butir yang besar
pengeringan harus satu persatu.
f. Benda uji ditimbang dalam keadaan SSD (B)
g. Benda uji diletakkan di dalam keranjang, guncangkan batunya untuk mengeluarkan
udara yang tersekap dan tentukan beratnya didalam air (C). Suhu air diukur untuk
penyesuaian perhitungan kepada suhu standar 23 º C
PERHITUNGAN :
Di mana :
40
DATA HASIL PENGUJIAN
.............................................................................................................................................
.………………………………………………....................................................................
.............................................................................................................................................
.............................................................................................................................................
.………………………………………………....................................................................
.............................................................................................................................................
Kompetensi Khusus :
a. Mahasiswa dapat melakukan prosedur pengujian berat jenis dan penyerapan air
pada agregat halus
b. Mahasiswa dapat mengoperasikan peralatan pengujian
c. Mahasiswa dapat menganalisa hasil pengujian
d. Mahasiswa dapat menarik kesimpulan hasil pengujian
41
PERALATAN
3. Kerucut terpancung.
4. Batang penumbuk.
5. Saringan 4 mm.
6. Oven.
7. Pengukur suhu dengan ketelitian 1°C.
8. Talam.
9. Bejana tempat air.
10. Pompa hampa udara (vacuum pump)
11. Air suling.
12. Desikator.
BAHAN
Benda uji adalah agregat yang lewat ayakan no.4 (4,75 mm) diperoleh dari alat
pemisah contoh atau cara perempat sebanyak kurang lebih 2000 gram.
42
PROSEDUR:
1. Keringkan benda uji di dalam oven pada suhu (110 ± 5)°C sampai berat tetap.
Kemudian dinginkan pada suhu ruang
2. Rendam dalam air selama 24 jam, sampai jenuh
3. Buang air perendam hati-hati, jangan ada butiran yang hilang, tebarkan agregat
diatas talam, lalu keringkan dengan udara panas, dari alat heat gun, atau udara panas
lainnya sampai tercapai jenuh permukaan kering (JPK).
4. Periksa keadaan JPK dengan mengisi benda uji ke dalam kerucut terpancung,
padatkan sebanyak 25 kali, angkat kerucut. Keadaan JPK tercapai bila benda uji
pada saat kerucut tadi diangkat, lerengnya runtuh akan tetapi tingginya masih tetap.
Jika bentuknya masih tetap, agregat masih basah, masukkan lagi dalam talam, dan
panaskan kembali. Tetapi jika pada saat kerucut diangkat bentuknya runtuh, agregat
dalam kondisi kering.
43
5. Setelah tercapai keadaan JPK, ambil benda uji
sebanyak (500±10) gram (A gram) masukkan
kedalam picnometer. Masukan air suling sebanyak 90
% dari isi picnometer, putar sambil digucang-
guncangkan sampai tidak terlihat gelembung udara di
dalamnya. Untuk mempercepat dapat digunakan
pompa hampa udara atau dengan cara merebus
picnometer.
6. Rendam picnometer dalam air dan ukur suhu air
untuk penyesuaian perhitungan kepada suhu standar
25°C.
7. Tambahkan air sampai pada batas tertentu.
8. Timbang picnometer berisi air dan benda uji sampai ketelitian 0,1 gram (B gram).
9. Keluarkan benda uji, keringkan dalam oven pada suhu
(110 ± 5)°C sampai berat tetap, kemudian dinginkan
benda uji dalam desikator.
10. Setelah benda uji dingin lalu timbang (C gram).
11. Tentukan berat picnometer berisi air sampai batas yang
sama, dan ukur suhu air guna penyesuaian dengan suhu
standar 25°C.(D gram)
PERHITUNGAN :
d. Penyerapan Air =
Dimana :
A = Berat benda uji dalam keadaan kering permukaan jenuh (JPK/SSD) (gram)
44
B = Berat Piknometer + benda uji + air ( gram )
Berat Jenis
BJ ssd
BJ Semu
.............................................................................................................................................
.............................................................................................................................................
.............................................................................................................................................
Kompetensi Khusus :
45
a. Mahasiswa dapat melakukan prosedur pengujian Bobot Isi
b. Mahasiswa dapat mengoperasikan peralatan pengujian
c. Mahasiswa dapat menganalisa hasil pengujian
d. Mahasiswa dapat menarik kesimpulan hasil pengujian
TEORI
Perbedaan bobot isi dan berat jenis adalah dari volumenya. Berat jenis adalah
perbandingan antara berat benda dengan dengan volume mutlak dari benda itu sendiri,
sedangkan bobot isi adalah perbandingan antara berat benda (agregat) berbanding
dengan volume alat.
Pengujian bobot isi pada agregat berguna untuk konversi dari satuan berat ke satuan
volume, atau sebaliknya. Dalam merancang campuran beton komposisi bahan
ditentukan dalam satuan berat. Pada waktu membuat beton di lapangan dalam volume
yang kecil, dengan komposisi berat kurang praktis, biasanya di lapangan menggunakan
komposisi perbandingan yaitu dengan takaran (volume). Untuk mengkonversi dari
komposisi satuan berat ke komposisi satuan volume digunakan angka bobot isi.
Bobot isi pada agregat sangat dipengaruhi oleh beberapa faktor seperti berat jenis,
gradasi agregat, bentuk agregat, diameter maksimum agregat. Dalam SII No. 52 – 1980,
bobot isi untuk aggregat beton disyaratkan harus lebih dari 1.2 Kg/liter.
Yang dimaksud dengan voids, adalah banyaknya rongga udara diantara agregat, rongga
udara dipengaruhi oleh gradasi agregat, bentuk agregat, dan diameter maksimum
agregat.
PERALATAN
46
Tabel Macam-macam wadah baja silinder.
Kapasitas Diameter Tinggi Tebal Tempat Ukuran Butir
Minimum max
(liter) (mm) (mm) Dasar Sisi (mm)
2.651 150.4 150.9 5.08 2.54 12.7
7.069 203.2 252.1 5.08 2.54 25.4
14.158 254.0 279.4 5.08 3.00 38.1
28.316 355.6 284.4 5.08 3.00 101.6
Sumber ASTM C 29 - 78
BAHAN :
Benda uji adalah agregat yang telah di oven dengan suhu (110 ± 5)°C sampai berat
tetap.
PROSEDUR PENGUJIAN
Mengukur volume tabung (V) :
Timbang tabung silinder dalam keadaan kosong (A gram), kemudian isi tabung
tersebut dengan air pada suhu kamar dan tutup dengan sepotong piringan kaca.
Timbang berat air dan tabung yang digunakan (B gram)
Berat air dapat dihitung, yaitu (B - A) gram.
Hitung volume tabung (V) dengan membagi berat air yang dibutuhkan untuk mengisi
tabung silinder dengan densitasnya = (998 kg/m3)
A. Berat Isi Lepas :
1. Timbang tabung silinder dan catat beratnya (A gram), serta ukur volumenya (V)
2. Masukan benda uji dengan hati – hati supaya tidak terjadi pemisahan butiran, dari
ketinggian maksimum 5 cm diatas tabung dengan menggunakan sendok atau sekop
sampai penuh.
3. Ratakan permukaan benda uji dengan menggunakan mistar perata.
4. Timbang dan catat berat tabung silinder serta isinya (C gram).
5. Hitung berat benda uji (D = C – A).
B. Berat Isi Padat :
a. Agregat dengan ukuran butiran maksimum 38,1 mm dengan cara penusukan.
1. Timbang tabung silinder dan catatlah beratnya (A gram).
2. Isilah tabung silinder dengan benda uji dalam tiga lapis yang sama tebal. Setiap
47
lapis dipadatkan dengan tongkat pemadat sebanyak 25 kali tusukan secara merata.
Pada pemadatan tongkat masuk sampai lapisan bagian bawah tiap lapisan.
3. Ratakan permukaan benda uji dengan mistar perata.
4. Timbang dan catat berat wadah serta benda uji (E gram).
5. Hitung berat benda uji (F = E - A)gram
b. Agregat dengan diameter butiran antara 38,1 mm sampai 101.6 mm dengan
penggoyangan.
1. Timbang silinder dan catatlah beratnya (A gram).
2. Isilah wadah dengan benda uji dalam lapisan yang sama tebal.
3. Padatkan setiap lapisan dengan cara menggoyang-goyangkan wadah seperti
berikut:
Letakkan wadah diatas tempat yang kokoh dan datar, angkatlah salah satu sisinya
kira-kira 5 cm, kemudian lepaskan.
Ulangi hal ini pada sisi yang berlawanan. Lakukan setiap lapisan sebanyak 25 kali
untuk setiap sisinya.
4. Ratakan permukaan benda uji dengan menggunakan mistar perata.
5. Timbang dan catat berat wadah beserta benda uji (G gram).
6. Hitung berat benda uji (H = G – A)gram
PERHITUNGAN :
Berat Isi Agregat Lepas =
[( SxW ) M ] x100
Voids =
( SxW )
Dimana :
D = Berat Benda Uji dalam kondisi Lepas ( Kg )
F = Berat Benda Uji dalam kondisi dipadatkan ( Kg )
V = Volume Tabung Silinder (m3)
S = Bulk Specific Gravity (Berat Jenis) Agregat
M = Berat Isi Agregat ( kg/m3)
48
W = Density (kerapatan) air = 998 kg/m3
A. AGREGAT KASAR :
Pengukuran. I II III
Berat Tabung Silinder ( Kg )
Volume Tabung
(m3)
Berat Tabung + Agregat
( Kg )
Berat Agregat (Kg)
Pengukuran. I II III
Berat Tabung Silinder ( Kg )
Volume Tabung
(m3)
Berat Tabung + Agregat
( Kg )
Berat Agregat (Kg)
...........................................................................................................................................
49
...........................................................................................................................................
B. AGREGAT HALUS :
Pengukuran. I II III
Berat Tabung Silinder ( Kg )
Volume Tabung
(m3)
Berat Tabung + Agregat (
Kg )
Berat Agregat (Kg)
Pengukuran. I II III
Berat Tabung Silinder ( Kg )
Volume Tabung
(m3)
Berat Tabung + Agregat (
Kg )
Berat Agregat (Kg)
50
……………………………………………………………………………………………
…………………………………………………………………………………………….
2.4 PENGUJIAN ANALISA AYAK AGREGAT
Kompetensi Khusus :
a. Mahasiswa dapat melakukan prosedur pengujian analisa ayak pada agregat kasar
dan agregat halus
b. Mahasiswa dapat mengoperasikan peralatan pengujian
c. Mahasiswa dapat menganalisa hasil pengujian
d. Mahasiswa dapat menggambar grafik gradasi agregat
e. Mahasiswa dapat menarik kesimpulan hasil pengujian
TEORI
51
Syarat susunan butiran agregat untuk beton semen, dapat dilihat pada Peraturan Beton
Bertulang Indonesia tahun 1971, SK SNI, atau dalam standard asing seperti ASTM dan
British Standard.
Catatan
Saringan untuk analisa ayak ada yang berdasarkan besar lubang saringan dengan satuan
mm atau inchi, dan ada yang berdasarkan banyaknya lubang dalam 1 inchi persegi,
biasanya dinyatakan dengan nomor atau mesh.
Saringan yang bersatuan inchi, hanya saringan yang besar saja diatas 4.0 mm,
sedangkan saringan yang lebih kecil dan sama dengan 4.0 mm, biasanya dinyatakan
dengan nomor. Jadi jika saringan dinyatakan dengan No 4, artinya saringan tersebut
memiliki 4 x 4 lubang setiap 1 inchi perseginya, sedangkan jika dinyatakan dengan 4 0
mm, artinya lubang saringan tersebut memiliki bukaan lubang sebesar 4 mm
Saringan untuk analisa ayak ada tiga standard, yaitu standard ISO, ASTM, dan British
Standard:
Tabel Persyaratan gradasi untuk agregat kasar menurut standard BSS 882 : 1992 dan
ASTM C – 33
52
Sumber : Aggregates in concrete, Mark Alexander
53
Sumber : Aggregates in concrete, Mark Alexander
54
Tabel Persyaratan Gradasi Agregat Gabungan ( Ag. Kasar dan Halus) menurut BS 882 :
1973
Dalam menentukan baik buruknya suatu gradasi agregat, selain membandingkan persen
lolos komulatif dengan spesifikasi, juga dapat berdasarkan angka kehalusan (finenes
modulus).
Angka kehalusan adalah jumlah tertahan komulatif dari suatu seri saringan yang
disusun kelipatan dua mulai dari saringan 150 μm( 0.15 mm) dibagi dengan 100.
PERALATAN
55
BAHAN :
Benda uji diperoleh dari alat pemisah contoh atau cara perempat sebanyak :
A. Agregat halus :
Jumlah contoh uji agregat halus setelah kering oven
harus minimum 300 g
B. Agregat kasar :
1. Benda uji dikeringkan di dalam oven dengan suhu (110 ± 5)°C, sampai berat
tetap.
2. Timbang benda uji sesuai dengan berat yang disyaratkan
3. Susun saringan, dengan menempatkan saringan paling besar dibagian atas.
Letakan pan pada bagian bawah.
4. Masukkan agregat dari bagian atas, lalu tutup bagian atas saringan dengan
penutup saringan
5. Letakkan susunan saringan dalam mesin penggetar saringan (sieve shaker). Lalu
jalankan mesin penggetar saringan selama ± 10 menit.
6. Timbang berat agregat yang terdapat pada masing-masing saringan dengan
menggunakan timbangan dengan ketelitian 0.1% dari jumlah total contoh uji
kering. Berat total contoh uji setelah penyaringan harus mendekati berat awal dari
contoh uji yang ditempatkan pada saringan, Jika perbedaan lebih dari 0,3% berat
awal contoh uji kering, hasilnya tidak boleh digunakan untuk syarat
penerima
56
PERHITUNGAN :
a. Hitung persentase berat benda uji yang tertahan di atas masing-masing saringan
terhadap berat total benda uji.
b. Hitung persentase tertahan komulatif
c. Hitung Angka Kehalusan ( Fineness Modulus) sampai dengan 0.01
d. Hitung persentase Lolos Komulatif
e. Gambarkan Grafik Gradasi Agregat
Angka Kehalusan =
..........................................................................................................................................
..........................................................................................................................................
..........................................................................................................................................
....................................................................................................................................
57
Gambar Grafik Gradasi Agregat Kasar
.
Agregat Halus
Lubang Berat % Berat %berat % Lolos Spec
saringan Tertahan Tertahan Tertahan Komulatif
mm (gram) Komulatif
9.5
4.75
2.38
1.18
600 µm
300 µm
150 µm
75 µm
pan
Jumlah
Angka Kehalusan =
ANALISA
..........................................................................................................................................
..........................................................................................................................................
..........................................................................................................................................
58
Gambar Grafik Gradasi Agregat Halus
Kompetensi Khusus :
a. Peserta praktek dapat melakukan prosedur pengujian Keausan pada agregat
kasar dengan alat los angelos
b. Peserta praktek dapat mengoperasikan peralatan pengujian
c. Peserta praktek dapat menganalisa hasil pengujian
d. Peserta praktek dapat menarik kesimpulan hasil pengujian
TEORI
Kekuatan agregat sangat menentukan terhadap kuat tekan beton yang akan dibuat.
Untuk beton struktural dengan kekuatan yang tinggi memerlukan agregat yang keras
atau kuat. Kekuatan agregat dapat diuji dengan kuat tekan langsung atau kuat tekan
tidak langsung.
59
Pengujian kuat tekan langsung umumnya dilaksanakan pada batuan induk dengan
dimensi yang besar. Batuan tersebut dapat diambil dengan cara pengeboran atau hasil
dari pemecahan batuan. Bentuk benda uji dapat dibuat kubus ukuran 50 x 50 x 50 mm
atau silinder dengan diameter 50mm dan tinggi 100mm. benda uji kemudian di tekan
dengan mesin tekan, sampai mencapai beban maksimum. Kuat tekannya dinyatakan
dengan beban maksimum dibagi dengan luas penampang.
Pengujian kuat tekan tidak langsung, yaitu dengan diuji kekerasannya. Cara ini yang
paling banyak dilakukan untuk mengetahui kekuatan agregat, karena bentuk agregat di
lapangan jarang yang berdimensi besar, paling besar berdiameter 40 mm, sehingga
sangat mustahil membuat benda uji kubus ukuran sisi 50 mm, apalagi bentuk slinder.
Untuk mengetahui kekerasan agregat, menurut standard pengujian yang berlaku di
Indonesia dapat dilakukan dengan uji abrasi Los Angeles, atau diuji kuat hancur nya
dengan bejana tekanan Rudeloff. Dengan mesin aus Los Angeles, agregat dengan
gradasi dan berat tertentu setelah dibersihkan dan di oven kemudian ditimbang berat
asalnya. Setelah itu agregat tersebut dimasukkan ke dalam silinder baja berdiameter
711±5 mm dan panjang 508±5 yang dapat berputar dengan kecepatan 30 – 33 rpm,
kemudian dimasukkan pula bola-bola baja berdiameter 46.5 mm, dengan berat 390-
445 gram, bejana kemudian diputar sebanyak 500 – 1000 putaran. Banyaknya bola
serta jumlah putaran tergantung dari gradasi agregatnya. Akibat diputar agregat akan
saling berbenturan dengan bola-bola baja, sehingga agregat yang lemah atau kurang
keras akan banyak mengalami aus, sehingga keausannya dapat dihitung
60
Dengan methode British Standard BS 812-110,111, menggunakan silinder besi dengan
ukuran diameter 150 mm. Sebagai benda ujinya, agregat yang lolos saringan 14 mm dan
tertahan di atas saringan 10 mm. benda uji dimasukkan ke dalam silinder dipadatkan
sampai penuh, lalu ditekan dengan beban 400 kN atau 40 ton. Agregat yang lemah atau
kurang keras banyak yang hancur.
Banyaknya agregat yang aus ( crushing value) dilakukan penyaringan dengan saringan
2.36 mm. Nilai crushing value dapat dihitung dengan mengurangi berat asal dengan
berat yang tertahan di atas saringan 2.36 mm, dibagi dengan berat asal dikalikan 100 %.
Nilai crushing value ini dapat pula dikonversikan dengan kuat tekan batuan induknya,
seperti yang tertera dalam grafik di bawah ini.
(a) (b)
Gambar (a) alat pengujian dengan metode BS 812. (b) Hubungan antara kuat tekan
batuan induk dengan crushing value agregat pada batuan yang sama. (Properties of
concrete, AM Neville)
PERALATAN
Peralatan untuk pelaksanaan pengujian adalah sebagai berikut :
a. Mesin Abrasi Los Angeles,
b. saringan No. 12 (1,7 mm)
dan saringan-saringan
lainnya);
c. timbangan, dengan ketelitian
5 gram);
61
d. Bola-bola baja dengan diameter rata-rata 4,68 cm ( I 7/8") dan berat masingmasing
antara 400 gram sampai 440 gram;
e. Oven yang dilengkapi dengan pengatur suhu untuk memanasi sampai (110±S)°C.
BENDA UJI
PROSEDUR PENGUJIAN :
Pengujian dilaksanakan dengan cara sebagai berikut :
a. Pengujian ketahanan agregat kasar terhadap keausan dapat dilakukan dengan salah
satu dari 7 (tujuh) cara berikut:
1) Cara A : Gradasi A, bahara lolos 37,5 mm ,ampai tertahan ),5 mm. Jumlah bola
12 buah dengan 500 putaran;
2) Cara B : Gradasi B, bahan lolos 19 mm sampai tertahan 9,5 mm. Jumlah bola 11
buah dengan 500 putaran;
3) Cara C : Gradasi C, bahan lolos 9,5 mm sampai tertahan 4,75 mm (no.4),
Jumlah bola 8 buah dengan 500 putaran;
4) Cara D : Gradasi D, bahan lolos 4,75 mm (no.4) sampai tertahan 2,36 mm
(no.8). Jumlah bola 6 buah dengan 500 putaran;
5) Cara E : Gradasi E, bahan lolos 75 mm sampai tertahan 37,5 mm. Jumlah bola
12 buah dengan 1000 putaran;
6) Cara F : Gradasi F, bahan lolos 50 mm sampai tertahan 25 mm. Jumlah bola 12
dengan 1000 putaran;
7) Cara G : Gradasi G, bahan lolos 37,5 mm sampai tertahan 19 mm. Jumlah bola
12 buah dengan 1000 putaran; bila tidak ditentukan cara yang harus dilakukan,
maka pemilihan gradasi disesuaikan dengan contoh material yang merupakan
wakil dari material yang akan digunakan:
62
Sumber SNI 2417:2008
b. Benda uji dan bola baja dimasukkan ke dalam mesin abrasi los angeles;
c. Putar mesin dengan kecepatan 30 sampai dengan 33 rpm. Jumlah putaran gradasi A,
B, C, dan D 500 putaran dan untuk gradasi E, F, dan G 1000 putaran;
d. Setelah selesai pemutaran, keluarkan benda uji dari mesin kemudian saring dengan
saringan no. 12 (1,7 mm); butiran yang tertahan di atasnya dicuci bersih. selanjutnya
dikeringkan dalam oven pada suhu (110 ± 5)°C sampai berat tetap
PERHITUNGAN :
A B
Keausan = X 100%
A
Keterangan
63
DATA HASIL PENGUJIAN
GRADASI AGREGAT
SARINGAN Berat (gram )
Lolos Tertahan I II
76.2 mm (3”) 63.5 mm (2½”)
63.5 mm (2½”) 50.8 mm (2”)
50.8 mm (2”) 37.5 mm(3½”)
37.5 mm(3½”) 25.4 mm (1”)
25.4 mm (1”) 19.0 mm (¾ “)
19.0 mm (¾ “) 12.5 mm(½”)
12.5 mm(½”) 9.5 mm(3/8”)
9.5 mm(3/8”) 6.3 mm (¼ “)
6.3 mm (¼ “) 4.75 mm (No 4)
4.75 mm (No 4) 2.36 mm (No 8)
Kompetensi Khusus :
64
a. Mahasiswa dapat melakukan prosedur pengujian Keausan pada agregat kasar
dengan bejana British
b. Mahasiswa dapat mengoperasikan peralatan pengujian
c. Mahasiswa dapat menganalisa hasil pengujian
d. Mahasiswa dapat menarik kesimpulan hasil pengujian
PERALATAN
1. Timbangan dengan ketelitian 0.1 gram
2. Oven pengering
3. Saringan satnadard 14 mm, 10 mm dan 2.38 mm
4. Bejana tekan lengkap
5. Mesin Tekan
BAHAN :
Benda Uji yang akan diuji dalam keadaan kering mutlak, yaitu dengan mengeringkan
terlebih dahulu dalam oven pada suhu (110 ± 5) ºC sampai
beratnya tetap
PROSEDUR PENGUJIAN :
1. Saring agregat kasar dengan saringan 14 dan 10 mm.
Sebagai benda uji ambil agregat yang tertahan pada
saringan 10 mm dan lolos 14 mm.
2. Timbang bejana beserta alasnya ( W1 gram )
3. Masukkan benda uji kedalam bejana dalam tiga lapisan
yang masing-masing lapis dipadatkan dengan batang
baja sebanyak 25 kali
Tinggi jatuh batang baja tersebut adalah 50 mm di atas
permukaan agregat
4. Ratakan permukaan agregat dengan mistar perata
5. Timbang berat bejana dengan agregat nya ( W2 gram )
6. Hitung berat benda uji A = W2 – W1 (gram)
7. Letakkan stempel penekan di atas benda uji
8. Tekan stempel dengan mesin tekan sampai mencapai
400 kN, yang dicapai dalam waktu 10 menit.
9. Hentikan penekanan dan segera keluarkan benda uji
dari dalam bejana
10. Saring benda uji dengan saringan 2.36 mm
65
11. Timbang benda uji yang tertahan di atas saringan 2.36 mm
12. Hitung presentase benda uji yang tertahan di atas saringan 2.36 mm sampai satu
decimal
PERHITUNGAN :
Pengukuran. I II III
Berat bejana + alas
( W1 gram )
Berat Bejana + alas + benda uji
(W2 gram )
Berat Aggregat tertahan di atas
saringan 2.36 mm ( gram )
Crushing Value /
Keausan (%)
Keausan Rata – rata
(%)
Kompetensi Khusus :
e. Mahasiswa dapat melakukan prosedur pengujian Kadar lumpur pada agregat
dengan penyaringan basah
f. Mahasiswa dapat mengoperasikan peralatan pengujian
g. Mahasiswa dapat menganalisa hasil pengujian
h. Mahasiswa dapat menarik kesimpulan hasil pengujian
TEORI
Lumpur adalah bagian–bagian yang berasal dari agregat alam (split dan pasir) yang
dapat melalui saringan 0,075 mm, Pengetahuan tentang dampak kadar lumpur pada
agregat masih rendah, hal ini dapat dilihat dari penanganan agregat di lapangan, mereka
para tukang menempatkan agregat dengan cara yang tidak layak, meletakkan langsung
diatas tanah, atau ditempat kotor dan berdebu, sehingga pada waktu digunakan, kadar
lumpur pada agregat tersebut tinggi. Dampaknya adalah mutu beton yang terbuat dari
agregat tersebut lebih rendah dari yang ditargetkan. Untuk meningkatkan mutu beton
tersebut, maka kadar semen pada beton perlu ditambah. Dengan menaikkan kadar
semen maka harga beton menjadi lebih mahal. Dalam membuat beton semen ada
perbedaan kuat tekan pada beton yang menggunakan agregat dengan kadar lumpur
tinggi dengan agregat yang bersih, beberapa standar membatasi kadar lumpur pada
agregatnya, seperti Standar Nasional Indonesia No 52 tahun 1980, yang menyaratkan
kadar lumpur pada agregat halus maximum 5 %, pada agregat kasar maximum 1 %,
demikian pula British Standard BS 882 : 1973, mensyaratkan maksimum 15 % dalam
abu batu (crushed stone sand), 3 % dalam pasir alam atau pasir dari pemecah batu, dan
1 % dalam agregat kasar. ASTM C 33 mensyaratkan pada agregat halus untuk beton
terabrasi maksimum 3 %, untuk semua beton 5 %, dan pada agregat kasar maksimum
1%. Untuk itulah sebelum agregat tersebut digunakan, akan lebih baik diuji terlebih
dahulu kadar lumpurnya
PERALATAN
BAHAN :
PROSEDUR PENGUJIAN
1. Masukan benda uji dengan berat seperti tertera dalam tabel di atas, lalu keringkan
dalam oven dengan suhu (110 ± 5)°C, sampai berat tetap. Kemudian timbang ( W1)
2. Masukan benda uji ke dalam wadah, dan beri air pencuci secukupnya sehingga
benda uji terendam.
3. Aduk air cucian dalam wadah sehingga lumpur yang menempel pada agregat lepas,
kemudian tuangkan air cucian ke dalam susunan saringan no.16 dan no.200. Pada
waktu menuangkan air cucian usahakan agar bahan kasar tidak ikut tertuang.
4. Masukkan air pencuci baru, dan ulangi pekerjaan di atas sampai air cucian menjadi
bersih.
5. Semua bahan yang tertahan diatas saringan no.16 dan no.200 kembalikan kedalam
wadah, kemudian masukan seluruh bahan tersebut kedalam talam yang telah
diketahui beratnya (W2) dan keringkan dalam oven sampai berat tetap.
6. Setelah kering timbang dan catat beratnya (W3).
7. Hitung berat bahan kering tersebut ( W4 = W3 – W2)
68
PERHITUNGAN :
W1 W 4
Kadar Lumpur = = X 100%
W1
Agregat Kasar
Pengukuran. I II III
W1 gram
W2 gram
W3 gram
W4 gram
Kadar Lumpur
.............................................................................................................................................
.............................................................................................................................................
.............................................................................................................................................
Agregat Halus
Pengukuran. I II III
W1 gram
W2 gram
W3 gram
W4 gram
Kadar Lumpur
69
ANALISA DAN KESIMPULAN
.............................................................................................................................................
.............................................................................................................................................
.............................................................................................................................................
Referensi: ASTM C 40 – 99
Tujuan Pengujian :
a. Mendapatkan nilai kadar organic pada agregat halus
b. Membandingkan nilai kadar organic hasil pengujian dengan spesifikasi
Kompetensi Khusus :
a. Mahasiswa dapat melakukan prosedur pengujian kadar organik pada agregat
halus
b. Mahasiswa dapat mengoperasikan peralatan pengujian
c. Mahasiswa dapat menganalisa hasil pengujian
d. Mahasiswa dapat menarik kesimpulan hasil pengujian
TEORI
Pembatasan kotoran organik hanya disyaratkan pada agregat halus saja, tidak pada
agregat kasar. Kotoran organik ada dua macam, yaitu ada yang merugikan dan ada yang
tidak merugikan. Untuk mengantisipasi adanya kotoran organik, pertama agregat halus
perlu dideteksi terlebih dahulu kandungan organiknya. Jika ternyata agregat tersebut
mengandung bahan organik, maka perlu dilakukan pengujian selanjutnya, yaitu
membuktikan apakah bahan organik tersebut merugkan atau tidak.
Untuk menditeksi kadar organik dalam pasir, dapat dilakukan dengan mencampurkan
NaOH dengan kepekatan 3 % ke dalam pasir yang akan diuji. Setelah dikocok,
didiamkan selama 24 jam, lalu bandingkan warna cairan NaOH yang asalnya bening
dengan warna standard. Jika warna cairan NaOH sama atau lebih tua dari warna
satndard, berarti pasir tersebut mengandung bahan organik.
Untuk membuktikan bahwa bahan organik tersebut merugikan atau tidak, perlu diuji
lebih lanjut, dengan membuat sampel mortar atau beton, yang dibuat dari komposisi
70
campuran yang sama, tetapi pasir yang beda. Pasir sampel pertama menggunakan pasir
yang mengandung bahan organik, sedangkan sampel lain menggunakan pasir standard.
PERALATAN
1 Botol gelas tidak berwarna dengan isi kurang lebih 350 ml.
2. Standar warna.
3. Larutan NaOH 3% ( dibuat dengan cara melarutkan NaOH sebanyak 3 gram dengan
air suling 97 gram)
BAHAN :
Pasir dalam keadaan asli sebanyak ± 450 gram
PROSEDUR PENGUJIAN :
PERHITUNGAN :
Benda uji dinyatakan mengandung zat organik jika setelah 24 jam warnanya lebih tua
dari warna standar.(sama dengan warna teh botol yang belum dibuka)
Pengamatan. I II
Warna larutan NaOH
setelah 24 jam
71
.
2.9 PENGUJIAN KADAR AIR AGREGAT KASAR DAN
AGREGAT HALUS
Kompetensi Khusus :
a. Mahasiswa dapat melakukan prosedur pengujian kadar air pada agregat kasar
dan agregat halus
b. Mahasiswa dapat mengoperasikan peralatan pengujian
c. Mahasiswa dapat menganalisa hasil pengujian
d. Mahasiswa dapat menarik kesimpulan hasil pengujian
TEORI
Sifat lain pada agregat yang perlu diketahui adalah kadar air. Kadar air pada agregat
dapat berubah-ubah tergantung kondisi agregatnya. Dalam merancang campuran beton,
agregat dianggap dalam kondisi SSD (saturated surface dried), yaitu kondisi dimana
dalam agregat jenuh dengan air tetapi permukaannya kering.
Pada waktu membuat beton dalam volume yang besar sangat sulit dan tidak praktis
menggunakan agregat dalam kondisi SSD, maka dari itu biasanya kondisi agregat
seadanya, tidak dibuat dalam keadaan SSD, dengan demikian maka rancangan
campuran harus dikoreksi kembali, karena jika menggunakan agregat yang basah, air
dalam beton akan bertambah sehingga faktor air semen naik, yang menyebabkan
kekuatan turun. Demikian pula jika menggunakan agregat yang kering udara, maka air
dalam campuran beton akan banyak diserap oleh agregat, sehingga beton menjadi kaku,
sulit dikerjakan.
Kondisi agregat dapat digambarkan sebagai berikut :
Kondisi basah
Agregat pada kondisi basah kadar airnya tinggi. Dinyatakan basah apabila
agregatnya jenuh dengan air dan air yang ada sampai menyelimuti permukaan
72
agregatnya. Kondisi ini pada umumnya didapati pada agregat yang telah direndam
atau basah kerena musim hujan.
Kondisi SSD ( saturate surface drying )
Kondisi ini adalah kondisi dimana agregat didalamnya jenuh dengan air, tetapi
bagian permukaannya kering, kondisi ini tercapai apabila agregat yang telah basah
dan jenuh dengan air di lap permukaannya.
Kondisi kering udara
Apabila agregat ditempatkan dalam ruangan terbuka, maka sebagian air yang
terdapat dalam agregat akan mengalami penguapan. penguapan tersebut tidak akan
menghabiskan air yang dikandungnya. Biasanya pada musim kemarau agregat
dalam kondisi ini.
Kondisi kering oven ( kering mutlak )
Kondisi seperti ini hanya di dapat apabila agregat dimasukkan ke dalam oven
pengering atau dipanaskan dengan suhu (110 ± %)C, sehingga seluruh air yang
dikandung oleh agregat tersebut menguap, kadar airnya = 0 %
PERALATAN
Benda uji banyaknya tergantung pada ukuran butir maksimum sesuai dengan daftar
dibawah ini:
73
Banyaknya benda uji berdasarkan ukuran butir maksimum.
Ukuran Butir Berat Ukuran Butir Berat
Maksimum Contoh Maksimum Contoh
mm Inci kg mm inci kg
6.3 ¼ 0.5 50.8 2 8
9.5 3/8 1.5 63.5 2.5 10
12.7 ½ 2.0 76.2 3 13
19.1 3/8 3.0 88.9 3.5 16
25.4 1.0 4.0 101.6 4 25
38.1 1.5 6.0 152.4 6 50
Sumber SK-SNI M 11 – 1989 - F
PROSEDUR :
PERHITUNGAN :
Agregat Kasar
Pengukuran. I II III
Berat Talam W1 (gram)
Berat Talam + Agr W2 (gram)
Berat Agregat Asli (A gram)
Brt Agr Krng Oven + Talam = W4 (gr)
Berat Agr. kering oven ( B gram)
Kadar air (%)
Kadar air rata – rata (%)
74
ANALISA DAN KESIMPULAN
.............................................................................................................................................
.............................................................................................................................................
..........................................................................................................................................
..........................................................................................................................................
Agregat halus
Pengukuran. I II III
Berat Talam W1 (gram)
Berat Talam + Agr W2 (gram)
Berat Agregat Asli (A gram)
Brt Agr Krng Oven + Talam = W4 (gr)
Berat Agr. kering oven (B gram)
Kadar air (%)
Kadar air rata – rata (%)
Kompetensi Khusus :
a. Mahasiswa dapat melakukan prosedur pengujian sand equivalent pada agregat
halus
b. Mahasiswa dapat mengoperasikan peralatan pengujian
c. Mahasiswa dapat menganalisa hasil pengujian
d. Mahasiswa dapat menarik kesimpulan hasil pengujian
75
TEORI
Sand equivalent adalah perbandingan pembacaan skala pasir terhadap skala lumpur
pada alat uji sand equivalent yang dinyatakan dalam persen. Pengujian sand equivalent
sendiri merupakan suatu metode pengujian agregat halus atau pasir yang lolos saringan
No.4 (4,75 mm), menggunakan suatu alat uji cara setara pasir dan larutan kerja.
Persyaratan menurut Spesifikasi umum Bina Marga Revisi 3 (2010), menyatakan bahwa
nilai setara pasir (sand equivalent) untuk agregat halus pada campuran agregat - aspal
panas minimal sebesar 60%.
Pasir yang digunakan untuk campuran beton aspal harus bersih, karena akan
mempengaruhi daya rekat antara aspal dengan pasir. Pasir yang terlalu banyak
mengandung lumpur atau sand equivalent nya rendah maka daya rekatnya dengan aspal
juga menjadi kecil, sehingga stabilitas beton aspal nya juga akan rendah, sedangkan
agregat halus dengan nilai sand equivalent besar akan memberikan stabilitas yang tinggi
pada lapis perkerasan, hal ini disebabkan kadar lumpur pada agregat halus menjadi
kecil, sehingga luas permukaan agregat yang harus diselimuti aspal juga kecil,
sedangkan jika nilai sand equivalent pada agregat halus kecil, artinya kadar lumpur pada
agregat halus besar, sehingga luas permukaan agregat yang harus diselimuti aspal juga
semakin besar. Jika hal tersebut terjadi, maka resiko terjadi bleeding semakin besar atau
dengan kadar aspal yang sama tebal lapisan akan menjadi tipis yang berakibat terjadinya
stripping.
PERALATAN
a. Tabung plastik atau gelas, diameter bagian dalam 31,8 mm, diameter bagian luar
38,1 mm, tinggi 432 mm, tutup silinder dari karet
b. Pipa pengalir dari logam anti karat diameter bagian dalam 6,35 mm, panjang 508
mm; pipa siphon diameter bagian dalam 6,35 mm, panjang 406 mm; pipa karet
siphon diameter bagian dalam 6,35 mm, panjang 1220 mm;
c. Beban pemberat dari tembaga seberat (1000 ± 5) gram,diameter 6,35 mm, panjang
444,5 mm; indikator pembacaan skala pasir berbentuk keping pelat bundar dari
nilon dengan diameter 12,7 mm, tebal 15,00 mm teletak sejauh 254 mm atau pada
skala pembacaan 10; telapak pembeban terbuat dari kuningan berbentuk segi
delapan dengan diameter 30,00 mm
76
d. Dua buah botol kapasitas 3,79 liter atau 1 galon masing-masing untuk menyimpan
larutan baku dan larutan kerja yang dapat ditempatkan di atas rak dengan tinggi (915
± 25) mm dari permukaan kerja;
e. Saringan nomor 4 (4,76 mm);
f. Tabung penakar
g. Corong
h. Arloji pengukur waktu dengan satuan menit dan detik;
i. Alat pengaduk dan oven dengan pengatur suhu (110 ± 5)°C;
j. Alat pengocok dapat digunakan salah satu dari alai berikut ini :
1) alat pengocok mekanis setara pasir yang dapat bergerak sejauh (203,2 ± 1,02)
mm, dan dapat beroperasi sebanyak (175 + 2) gerakan permenit;
2) alat pengocok manual yang mampu bergerak sebanyak 100 gerakan selama (45
± 5) detik dengan jarak gerakan sejauh (l27 ± 5,08) mm;
3) dengan menggunakan tangan yang mampu menggerakkan tabung secara
mendatar sebanyak 90 gerakan selama 30 detik sejauh 200 sampai dengan 250
mm.
BENDA UJI
a. Agregat halus lolos saringan No. 4 (4.76 mm) sebanyak ± 1500 gram;
b. Bahan disiapkan dengan cara perempat untuk memperoleh benda uji sebanyak 4 x
85 ml:
Persiapan Peralatan
a. Isi sebuah botol dengan larutan kerja sebanyak 3,8 liter; tempatkan botol lebih tinggi
(914±25) mm dari dasar tabung plastik penguji;
b. Pasang pipa-pipa karet yang diperlukan, satu pipa karet ujungnya dihubungkan
dengan pipa siphon yang menyentuh dasar botol larutan kerja, dan ujung lainnya
dihubungkan dengan pipa pengalir; hubungkan pipa karet yang lain dengan pipa tiup
yang terpasang pada tutup botol larutan kerja.
Persiapan Benda Uji.
Masukkan agregat halus ke dalam tabung penakar sampai berlebih, kemudian padatkan
dengan cara mengetuk-ngetuk bagian bawah tabung penakar pada meja atau permukaan
yang keras sampai padat; ratakan dengan menggunakan mistar pendatar.
77
Pelaksanaan Pengujian
Dengan menggunakan salah satu alternatif metode pada butir di atas, maka lakukan hal-
hal sebagai berikut :
a. Siapkan benda uji, keringkan dalam oven pada suhu (110 ± 5)°C sampai berat tetap
kemudian dinginkan pada suhu ruang;
b. Isi tabung plastik dengan larutan kerja sampai skala 5;
c. Masukkan benda uji ke dalam tabung plastic;
d. Tutup tabung dengan penutup karet atau kayu gabus, kemudian miringkan sampai
hampir mendatar dan kocok dengan salah satu alat pengocok.
e. Tambahkan larutan kerja dengan cara mengalirkan larutan melalui pipa pengalir,
mulai dari bagian bawah pasir bergerak ke atas, sehingga lumpur yang terdapat di
bawah permukaan pasir naik ke atas lapisan pasir; tambahkan larutan kerja sampai
skala 15, kemudian biarkan selama (20 menit ± 15 detik);
f. Baca dan catat skala pembacaan permukaan koloid (A) sampai satu angka di
belakang koma;
g. Masukkan beban perlahan-lahan sampai permukaan lapisan pasir; baca skala
pembacaan pasir (C) yang ditunjukkan oleh keping skala pembacaan pasir dikurangi
dengan tinggi tangkai penunjuk (h, pada umumnya 10 skala),
PERHITUNGAN :
B
Nilai Sand Equivalent = X 100 %
A
A = Skala pembacaan permukaan lumpur
B = Skala pembacaan pasir.
Tujuan Pengujian :
a. Mendapatkan banyaknya agregat yang pipih dan lonjong pada agregat kasar
b. Membandingkan dengan spesifikasi
Kompetensi Khusus :
a. Mahasiswa dapat melakukan prosedur pengujian Pipih dan lonjong pada agregat
kasar
b. Mahasiswa dapat mengoperasikan peralatan pengujian
c. Mahasiswa dapat menganalisa hasil pengujian
d. Mahasiswa dapat menarik kesimpulan hasil pengujian
TEORI
Yang dimaksud dengan pipih adalah jika lebar dari agregat tersebut lebih dari tiga kali
tebalnya, sedangkan yang dinamakan lonjong adalah apabila panjang agregat terbut
lebih dari tiga kali lebarnya.
Agregat yang pipih harus dihindarkan dalam pembuatan beton, karena akan
menyulitkan dalam pengadukan, maupun dalam pengecoran. Pada beton keras akan
banyak terdapat sarang-sarang kerikil atau kurang padat, sehingga mengurangi kualitas
dan penampilan pada beton tersebut, maka dari itu agregat yang pipih sangat dibatasi
jumlahnya. Untuk menguji banyak agregat yang pipih dapat menggunakan saringan atau
alat khusus seperti yang ada pada metode ASTM dan British Standard
PERALATAN
79
Jangka ukur rasio, . Alat ini terdiri dari plat dasar dengan dua tonggak tetap dan sebuah
lengan yang dapat diatur bukaannya dengan perbandingan yang konstan. Posisi sumbu
dapat disesuaikan dengan perbandingan ukuran bukaannya yang dapat diatur dengan
perbandingan 1:2, 1:3, dan 1:5.
b. Timbangan.
Timbangan yang digunakan harus mempunyai ketelitian sampai dengan 0,5% dari berat
BAHAN :
Agregat yang sudah kering dengan berat sesuai dengan diameter nominal, seperti pada
table berikut
PROSEDUR PENGUJIAN :
Pengujian ini dapat dilakukan dengan 2 cara, yaitu berdasarkan berat dan jumlah
butiran. Jika dinyatakan dalam berat, contoh uji dioven pada temperatur (110 ± 5)º C
80
sampai beratnya tetap. Jika dinyatakan dalam jumlah butiran, pengeringan agregat tidak
diperlukan;
Contoh agregat kasar di saring dengan 50 mm, 37.5mm, 25 mm, 19 mm, 12.5 mm, 9,5
mm, pan
Kurangi dari masing-masing ukuran agregat yang lebih besar dari saringan 9,5 mm (3/8
inci) sebanyak 10% atau lebih dari berat contoh uji semula. Jumlah contoh yang didapat
setelah pengurangan sampai kira-kira diperoleh 100 butir;
PELAKSANAAN
Gunakan jangka ukur rasio (proportional calliper device) pada posisinya dengan
perbandingan yang sesuai,
a. Uji kepipihan
Atur bukaan yang besar sesuai dengan lebarnya butiran. Butiran adalah pipih, jika
ketebalannya dapat ditempatkan dalam bukaan yang lebih kecil.
b. Uji kelonjongan
Atur bukaan yang besar sesuai dengan panjangnya butiran. Butiran adalah lonjong, jika
lebarnya dapat ditempatkan dalam bukaan yang lebih kecil.
81
PERHITUNGAN
82
83
84
85
86
BAB 3
RANCANG CAMPURAN BETON NORMAL
Dalam bab ini akan dijelaskan tentang rancang campuran (mix design) beton normal.
Ada beberapa metoda untuk merancang campuran, tapi dari beberapa metoda, yang
akan dibahas dalam bab ini adalah metoda dari Building Research Establishment,
Department of the Environment, London, atau yang dikenal metode (DOE). Metode ini
juga sudah diadopsi oleh Standar Nasional Indonesia, sehingga tidak asing lagi bagi
mahasiswa teknik sipil.
Rancang campuran sangat diperlukan terutama apabila pengerjaan beton jauh dari
ketersediaan perusahaan ready mix atau volume beton yang akan dibuat relatif kecil,
sehingga tidak memungkinkan pesan beton dari ready mix. Untuk itu mahasiswa akan
dibekali dengan merancang campuran dengan metode DOE. Dalam membuat beton,
tidak lagi menggunakan perbandingan volume seperti 1 : 2 : 3 dan sebagainya, karena
mutu beton sangat dipengaruhi oleh komposisi bahannya, yaitu semen, agregat halus
(pasir), agregat kasar (kerikil) dan air, serta kualitas bahan pembentuknya, sehingga
perbandingan tersebut belum tentu memenuhi kekuatan yang ditargetkan, dalam
perbandingan yang sama, tetapi menggunakan agregatnya berbeda akan menghasilkan
mutu beton yang berbeda pula. Demikian dalam membuat rancangan campuran, dengan
metode apapun, selalu ada perbedaan kuat tekan beton yang dirancang dengan kuat
tekan beton sebenarnya, untuk itu setelah menghitung rancang campuran, jangan dibuat
dalam volume yang besar, harus di coba terlebih dahulu dalam sampel yang kecil. Jika
dari hasil uji sampel yang kecil memenuhi kekuatannya, baru dibuat dalam jumlah yang
besar, tetapi sebaliknya, jika kuat tekannya tidak memnuhi syarat, maka rancang
campuran tersebut harus dikoreksi lagi.
Metode ini sesuai dengan standar British, menggunakan benda uji kubus, jika
menggunakan benda uji silinder, maka mutu beton yang akan dirancang harus
dikonversi ke kubus. Setelah mengikuti materi praktek ini, diharapkan mahasiswa lebih
mengetahui lagi prosedur merancang campuran di laboratorium, walaupun Anda sudah
mempelajarinya pada mata kuliah Teknologi Bahan 2. Saran untuk mahasiswa, untuk
mempelajari rancang campuran dengan metode lain, lalu membandingkan dengan
metode DOE, sehingga didapat kekurangan dan kelebihan metode tersebut.
87
Tabel rancang campuran beton
Semen =.................Kg
Air =..................Kg
Agregat Halus =..................Kg
Agregat Kasar =..................Kg
88
Cara pengisian :
1. Kuat Tekan karakteristik, sama dengan mutu beton yang akan dibuat. Untuk beton
dengan benda uji silinder, harus dikonversi ke bentuk kubus. Umur beton biasa
ditentukan umur 28 hari
2. Standar deviasi (SD) , dapat ditentukan berdasarkan pengalaman atau pengamatan.
Orang yang biasa membuat beton dengan material, alat dan tenaga kerja yang sama,
nilai nya dapat ditentukan dari pengalaman hasil uji SD sebelumnya. Tapi bagi yang
membuat beton dengan kondisi yang baru SD dapat ditentukan dari pengamatan.
Pengamatan meliputi, bahan yang digunakan, perlatan yang dipakai, serta tenaga
kerja. Nilai SD bervariasi antara 2.5 Mpa sampai dengan 8.5 Mpa. Semakin bagus
nilai pengamatan maka SD makin rendah, tetapi jika dari nilai pengamatan
semuanya buruk, beri nilai SD yang tinggi
3. Margin, dengan adanya mutu beton yang menyimpang 5 %, maka nilai k nya = 1.64,
sehingga nilai marginnya = 1.64 x SD. Tapi jika bukan 5 %, maka nilai k nya
berbeda
4. Kuat tekan yang ditargetkan, sama dengan kuat tekan rata-rata yang ingin tercapai,
yaitu mutu beton + nilai margin
5. Jenis semen, tergantung dari jenis semen yang dipakai, jenis I, II, III, IV atau V
6. Jenis agregat kasar dan jenis agregat halus. Jenis agregat dilihat dari bentuknya, jika
agregat tersebut bentuknya bulat, atau sudut-sudutnya tidak tajam, maka jenis
agregat tersebut adalah alami (uncrushed), tapi kalau bentuknya tidak beraturan
dengan sudut yang tajam, maka agregat tersebut adalah batu pecah (crushed)
Berat jenis SSD dari hasil pengujian berat jenis agregat atau dapat juga diperkirakan
Agregat alami = 2.6 agregat batu pecah = 2.7
89
7. Faktor air semen (fas) atau water cement ratio (w/c), dihitung berdasarkan :
a. Jenis semen
b. Jenis agregat kasar
c. Kuat tekan yang ditargetkan pada umur yang dirancang (biasanya umur 28
hari), tapi tidak menutup kemungkinan umur betonnya 3, 7 atau 90 hari
Contoh :
Jenis semen tipe I, jenis agregat kasar batu pecah (crushed) umur kuat tekan
beton 28 hari, maka kuat tekan, dengan perkiraan fas 0.5 adalah adalah 47 Mpa
(6800 Psi) padahal kuat tekan yang ditargetkan adalah 38 Mpa. Maka fas nya
dapat dicari dati grafik, dengan urutan sebagai berikut :
Perkiraan kuat tekan beton, dengan faktor air semen 0.5, menggunakan jenis
semen dan agregat kasar tertentu
90
47
38
Grafik hubungan antara faktor air semen atau water/cement ratio dengan kuat tekan
8. Faktor air semen maksimum, ada persyaratannya, bisa lihat spesifikasi pekerjaan
atau tabel PBI’71, tergantung dari letak pekerjaan beton tersebut, jika tidak
disyaratkan boleh dikosongkan.
91
Beton Yang Masuk ke dalam Tanah 325 0.55
a. Mengalami keadaan basah dan kering 375 0.52
berganti-ganti
b. Mendapat pengaruh sulfat, alkali dari tanah
atau air tanah
Beton yang terus menerus berhubungan dengan air 275 0.57
a. Air tawar 375 0.52
b. Air laut, air bergaram
Sumber PBI’71
Dari hasil perhitungan fas dengan persyaratan dibandingkan, pilih yang paling kecil
9. Diameter maksimum didapat dari hasil uji gradasi agregat kasar, atau dari jarak
antara tulangan pada gambar kerja, dengan ketentuan sebagi berikut, Ukuran
maksimum nominal agregat tidak boleh melebihi :
a. 1/5 jarak terkecil antara sisi-sisi cetakan
b. 1/3 ketebalan pelat lantai
c. 3/4 jarak bersih minimum antara tulangan, kawat, bundel, tendon dan
selongsong prategang
10. Nilai slump rencana, tergantung dari konstruksi yang akan dibuat, bisa lihat
spesifikasi pekerjaan atau tabel PBI’71 sebagai berikut
Tabel Nilai slump untuk berbagai pekerjaan
11. Kadar air (water content), dengan menganggap agregat dalam keadaan SSD,
banyaknya air untuk campuran beton dapat dihitung berdasarkan diameter
maksimum agregat, jenis agregat dan nilai slump. Tabel berikut adalah untuk
menghitung kadar air pada beton segar.
92
12. Tabel Perkiraan kadar air (water content) pada berbagai diameter agregat kasar,
jenis agregat dan workability (nilai slump)
Jika agregat kasar dan agregat halus jenisnya berbeda, misalkan agregat halus alami,
agregat kasar batu pecah, maka kadar air nya dapat dihitung dengan rumus sebagai
berikut :
W = 2/3 Wf + 1/3 Wc
13. Kadar semen dapat dihitung dengan membagi kadar air dengan fas
14. Kadar semen minimum dapat dilihat pada spesifikasi atau Tabel...... Jika tidak
disyaratkan boleh dikosongkan
15. Bandingkan antara kadar semen hasil hitungan dengan kadar semen minimum, pilih
yang paling besar
16. Jika kadar semennya berubah, berarti fas nya juga berubah. Jika tidak berubah, isi
dengan fas sebelumnya
17. Gradasi agregat halus. Untuk rancang campuran yang lama berdasarkan zone
agregat halus, tetapi untuk yang baru berdasarkan lolos saringan 600µm.
18. Persentase agregat halus dapat dicari, berdasarkan diameter maksimum agregat,
nilai slump, faktor air semen, dan persen agregat halus lolos saringan 600µm
93
Jika agregat kasar gradasinya sangat buruk, artinya tidak memenuhi salah satu
spesifikasi, baik menurut ASTM, BS atau SK-SNI, maka untuk mencari
persentase agregat halus dan agregat halus, tidak dapat menggunakan cara ini,
tetapi harus dihitung dengan cara menggabungkan gradasi agregat halus dan
agregat kasar, atau dapat pula menggabungkan lebih dari dua agregat sehingga
gradasinya memenuhi spesifikasi. (lihat bab menggabungkan agregat pada
Teknologi Bahan 1)
19. Persentase agregat kasar = 100 % - persentase agregat halus
94
Sumber Building Research Establishment, Department of the Environment
95
Misalkan BJ agregat gabungan 2.67, kadar air = 185 kg/m3, maka didapat berat isi
beton basahnya. Caranya, buat titik potong antara BJ 2.67 dengan 185 kg/m3. Dari
titik potong tersebut, tarik garis horizontal kekiri didapat bobot isi beton (±2410
kg/m3)
22. Kadar agregat gabungan = Bobot isi beton – kadar semen – kadar air
23. Kadar agregat halus = persentase agregat halus x kadar agregat gabungan
24. Kadar agregat kasar = berat agregat total – kadar agregat halus
Komposisi bahan tersebut dengan menganggap agregat dalam kondisi SSD, jika dalam
pengadukan tidak kondisi SSD, maka perlu dilakukan koreksi. Caranya sebagai berikut
Berarti agregat tersebut dalam kondisi basah, untuk mencapai SSD maka air untuk
campuran beton harus dikurangi sebesar selisih antara penyerapan air dan kadar air =
(2.8% – 1,7%) = 1.1 % dikalikan dengan berat agregat halus
Berarti agregat tersebut dalam kondisi kering udara, untuk mencapai SSD maka air
untuk campuran beton harus ditambah sebesar selisih antara penyerapan air dan kadar
air = (2.5% – 1,2%) = 1.3 % dikalikan dengan berat agregat halus. Karena berat airnya
berubah, maka berat agregat kasar dan agregat halus juga berubah.
Jika dari hasil uji kuat tekan beton ternyata tidak memenuhi dengan yang ditargetkan,
maka rancang campuran beton tersebut harus dikoreksi lagi. Koreksi yang dilakukan
adalah terhadap faktor air semen. Caranya sebagai berikut :
96
Misalkan kuat tekan yang ditargetkan adalah = 38 Mpa dengan fas 0,58, tetapi kuat
tekan yang tercapai adalah 25 Mpa.
Dari grafik fas, potongkan garis kuat tekan 25 Mpa dengan fas 0.58. dari titik potong
tersebut, buat grafik bantuan (putus-putus), lalu tarik garis dari 38 Mpa sampai
memotong grafik bantuan tadi, dari titik potong buat garis vertikal ke bawah, memotong
garis fas. Itulah fas yang baru (misalkan 0.48) Dengan berubah fas, maka kadar semen
berubah, karena kadar air nya tetap.
Demikian pula jika hasil uji kuat tekan lebih besar dari kuat tekan yang ditargetkan,
caranya sama, tetapi akan menghasilkan fas lebih besar, sehingga bisa menghemat kadar
semen
97
TRIAL MIX
Setelah dihitung komposisi bahan untu pembuatan beton dengan mutu beton tertentu,
lalu buat campuran coba-coba dengan volume ± 50 liter (0.050 m3). Dari hasil
perhitungan semua bahan dikalikan dengan 0.05 m3
Banyaknya bahan untuk pengadukan tergantung dari volume sampel yang akan dibuat,
serta banyaknya pengujian yang akan dilakukan.
PERALATAN :
a. Alat atau mesin pengaduk beton
b. Timbangan kapasitas 100 Kg dengan ketelitian 100 gram
c. Ember besar atau tempat bahan lainnya
d. Alat penakar bahan
e. Satu set alat pengujian Slump
f. Satu set alat pengujian Bobot Isi
g. Satu set alat pengujian Waktu Pengikatan
h. Satu set alat pengujian Kadar Udara
i. Cetakan Kubus atau Silinder
j. Cetakan Balok
Drum mixer
98
PROSEDUR :
1. Timbang atau takar semua bahan yang akan di aduk
2. Siapkan mesin pengaduk beton dan peralatan yang akan digunakan.
3. Sambil mesin pengaduk berjalan, masukkan agregat kasar dan agregat halus, lalu air
untuk bahan campuran sebanyak setengahnya dari keperluan pengadukan.
4. Kemudian masukkan semen seluruhnya, setelah itu masukkan sisa air untuk
campuran. Pengadukan dilakukan tidak lebih dari 10 menit.
6. Segera setelah selesai pengujian slump, serentak beton segar diuji Berat Isi, Kadar
Udara dan Waktu Pengikatan, dan dicetak untuk pengujian beton keras, dengan
bentuk benda uji kubus sisi 150 mm, silinder diameter 150 mm, tinggi 300mm, dan
balok 100 mm x 100 mm x 500 mm.
7. Untuk pembuatan sampel beton keras, masukkan beton segar ke dalam cetakan yang
terlebih dahulu dilumasi bagian dalamnya dengan bahan pelumas.
8. Masukkan sampel kedalam cetakan dalam tiga lapis, setiap lapis dipadatkan 25 kali
99
9. Untuk beton yang sangat kaku dianjurkan menggunakan vibrator.
10. Ratakan permukaannya dengan mistar perata.
11. Beri tanda pada permukaannya, supaya sampel tidak tertukar dengan sampel lain.
12. Simpan di tempat perawatan atau curing tank atau di tempat teduh dan lembab. Jika
udara panas tutup sampel dengan karung lembab.
100
BAB 4
PENGUJIAN BETON SEGAR
Penanganan pada waktu beton masih segar sangat diperlukan karena sifat pada beton
segar sangat mempengaruhi ada beton kerasnya, dan apabila beton sudah mengeras
tidak dapat dikoreksi kembali. Misalnya beton nya sangat kaku susah dikerjakan,
workability nya rendah, dampak pada beton keras adalah akan timbul cacat, seperti
adanya sarang kerikil, beton menjadi keropos, kuat tekan dan keawetannya rendah.
Kalau sudah seperti itu, untuk memulihkannya sangat mustahil, dapat saja beton
tersebut ditambal, atau ditutupi dengan plesteran, tetapi adanya tambalan tampilan beton
tersebut menjadi buruk, kualitas tambalan belum tentu sama dengan kualitas betonnya.
Sedapat mungkin apabila beton setelah di cor, dan dibuka cetakannya, tidak ada lagi
pekerjaan tambal sulam. Apalagi untuk pembuatan beton precast, tampilan beton
tersebut harus sempurna, tidak ada celah atau pori pada permukaan betonnya, pekerjaan
tersebut hanya dapat dihasilkan jika pemilihan bahan, terutama agregat dan penanganan
pada beton segarnya juga sempurna.
Pada pekerjaan beton semen di Indonesia, hanya ada dua persyaratan, yaitu workability
dan kuat tekan. Jika kedua syarat tersebut tidak terpenuhi maka kualitas beton keras nya
diragukan. Pada beton segar selain workability, juga waktu pengikatan pada beton,
waktu pengikatan awal sangat mempengaruhi terhadap waktu pengerjaan beton, kapan
beton tersebut masih dalam kondisi plastis, sehingga masih dapat di cor. Waktu ikat
pada beton selain dipengaruhi oleh bahannya, terutama jenis semen, juga dipengaruhi
oleh faktor dari luar, seperti suhu dan kelembaban udara.
Dalam bab ini, mahasiswa akan mempelajari karakteristik beton segar dan cara
pengujiannya sesuai dengan standar yang berlaku. Setelah Anda mengikuti praktek ini
diharapkan Anda mampu mengetahui hal – hal terperinci tentang karakteristik beton
segar, seperti yang telah dipelajari pada mata kuliah Teknologi Bahan 2, sehingga dapat
menangani beton segar, sebelum beton tersebut mengeras.
101
PENGANTAR K3
Pada praktek beton segar, banyak potensi kecelakaan yang dapat terjadi, mulai dari
penimbangan bahan, pengadukan dan pencetakan. Pada waktu penimbangan bahan
terutama agregat, diperlukan jumlah yang besar, sehingga jika mahasiswa kurang
konsentrasi dapat menyebabkan terkilirnya pergelangan tangan, atau terpapar debu dari
agregat halus, dan semen, pada waktu memasukkan agregat kedalam mixer atau alat
pencampur beton, usahakan tangan tidak terkilir, demikian pula pada waktu
memasukkan semen, perlu diperhatikan adanya debu dari semen tersebut yang dapat
masuk ke dalam pernapasan dan penglihatan. Pada waktu pengadukan cipratan beton
segar yang encer dapat mengenai mata, sehingga mengganggu kelancaran praktek,
demikian pula pada waktu pengujian beton segar mahasiswa akan selalu bersentuhan
dengan beton yang terbuat dari semen, selain mengotori pakaian kerja, beton juga akan
mengeluarkan panas yang relative rendah. Setelah praktek beton yang terdapat dalam
alat mixer harus segera dibersihkan, karena beton tersebut dapat mengeras dan akan
susah dibersihkan
Usaha pencegahan timbulnya bahaya potensial tersebut, maka setiap mahasiswa yang
melakukan praktek beton segar harus tanggap terhadap bahaya potensil dengan selalu
menggunakan alat sebagai berikut :
a. Sarung tangan kain, sarung tangan ini berguna pada waktu pengangkutan bahan
beton, supaya tidak mudah tergelincir, demikian pula pada waktu mempersiapkan
cetakan yang harus diolesi dengan minyak oli.
b. Sarung tangan karet, berguna pada waktu pengujian slump dan persiapan benda uji
waktu pengikatan, dimana mahasiswa banyak bersentuhan dengan beton segar
c. Sepatu pelindung (safety shoes), digunakan pada waktu pengadukan dan pengujian
slump, supaya beton yang tercecer tidak mengenai kaki mahasiswa
d. Masker kain dan kacamata pelindung untuk menghindarkan dari debu semen yang
dapat terhirup oleh pernapasan dan penglihatan. Kaca mata pelindung juga, berguna
untuk melindungi mata dari cipratan beton encer’
102
4.1 PENGUJIAN SLUMP
Kompetensi Khusus :
a. Mahasiswa dapat melakukan prosedur pengujian berat jenis
b. Mahasiswa dapat mengoperasikan peralatan pengujian
c. Mahasiswa dapat menganalisa hasil pengujian
d. Mahasiswa dapat menarik kesimpulan hasil pengujian
TEORI
Sifat fisik yang wajib diketahui pada beton segar adalah workability, yaitu kemampuan
dikerjakan. Beton segar dinyatakan memiliki workability yang tinggi apabila beton
tersebut mudah di aduk mudah di cor dan mudah dipadatkan. Sifat workability pada
beton segar sangat dipengaruhi oleh
Bahan utama beton seperti :
a. Banyaknya air dalam campuran beton.
b. Adanya admixture, terutama jenis plasticizer
c. Bentuk butiran agregat, bulat, tidak beraturan, pipih, pipih dan memanjang
d. Kadar semen dalam beton.
e. Banyaknya butiran halus dalam beton.
Bentuk cetakan :
a. Bahan cetakan
b. Kekasaran cetakan
c. Dimensi cetakan
d. Kerapatan tulangan
Alat untuk mengukur workablity pada beton segar ada beberapa macam, diantaranya :
alat slump, VB consistometer, Kelly ball, flow table, compacting factor dan sebagainya.
Dari beberapa alat tersebut yang paling banyak digunakan di lapangan adalah alat
slump, karena alatnya sederhana, dan mudah dioperasikan, sehingga operator yang tidak
terdidik pun dapat mengoperasikan alat tersebut. Bentuk dari alat slump adalah kerucut
103
terpancung terbuat dari baja tahan karat, dengan diameter atas 100 mm, diameter bawah
200 mm dan tinggi 300 mm, dilengkapi dengan alas berbentuk persegi dan tongkat
pemadat.
Beton yang encer akan menghasilkan nilai slump yang tinggi, sebaliknya beton yang
kaku akan menghasilkan nilai slump yang rendah, besar kecilnya nilai slump tidak
menunjukkan kemudahan dikerjakan, nilai slump yang tinggi belum tentu mudah
dikerjakan demikian pula nilai slump yang rerndah, belum tentu sukar dikerjakan. Jadi
nilai slump yang ideal adalah nilai slump yang sesuai dengan pesifikasi. Besaran nilai
slump berdasarkan jenis pekerjaan dapat dilihat pada Tabel di bawah ini.
Tabel Besaran nilai slump untuk berbagai pekerjaan beton menurut PBI’71.
URAIAN SLUMP MAX SLUMP MIN
(Cm) (Cm)
Dinding pelat pondasi telapak bertulang 12.5 5.0
Pondasi telapak tidak bertulang, caison dan 9.0 2.5
konstruksi bawah tanah
Pelat, Balok, kolom, dinding 15.0 7.5
Perkerasan Jalan 7.5 5.0
Pembetonan masal 7.5 2.5
Sumber PBI’71
Alat slump kurang akurat jika digunakan pada beton yang sangat encer, atau beton yang
sangat kaku. Untuk beton yang sangat kaku, workability nya dapat diuji dengan alat VB
Consistometer, sedangkan beton yang sangat encer dapat diuji dengan uji slump flow,
atau L Box, atau alat uji lainnya untuk beton Self Compacted Concrete (SCC)
104
PROSEDUR :
1. Lumasi bagian dalam alat slump dengan kain basah, supaya tidak menyerap air dari
sample.
2. Letakkan alat slump di tempat datar, lalu tahan kerucut terpancung tersebut dengan
cara menginjak bagian bawah agar tidak terangkat pada saat beton dimasukkan.
3. Masukkan beton dalam tiga lapisan. Lapis pertama setinggi 70 mm, dan lapisan
kedua 160 mm, Setiap lapis dipadatkan dengan batang pemadat sebanyak 25 kali.
4. Ratakan permukaan atas, dengan menggeserkan batang pemadat secara mendatar.
5. Bersihkan kelebihan beton yang menempel pada alat slump.
6. Lepaskan injakan kaki, lalu segera angkat vertikal ke atas kerucut abram.
7. Letakkan kerucut abram dengan cara terbalik di samping benda uji, letakkan batang
pemadat secara mendatar pada bagian atas kerucut abram, lalu ukur dengan mistar
pengukur seperti pada gambar di dibawah dalam tiga tempat
105
ANALISA DAN KESIMPULAN
..........................................................................................................................................
..........................................................................................................................................
..........................................................................................................................................
..........................................................................................................................................
..........................................................................................................................................
Kompetensi Khusus :
a. Mahasiswa dapat melakukan prosedur pengujian Bobot Isi Beton Segar
b. Mahasiswa dapat mengoperasikan peralatan pengujian
c. Mahasiswa dapat menganalisa hasil pengujian
d. Mahasiswa dapat menarik kesimpulan hasil pengujian
TEORI
Yaitu berat beton dibagi dengan isi (volume ) alat, kegunaan berat isi adalah untuk
konversi dari satuan berat ke satuan volume atau sebaliknya. Berat isi ini juga
digunakan untuk mengkoreksi rancangan campuran dan kadar udara dalam beton. Cara
pengujiannya, segera setelah pengadukan benda uji beton segar dimasukkan ke dalam
tabung seperti pada gambar, dalam tiga lapisan, setiap lapis dipadatkan 25 kali.
Kemudian ratakan permukaannya dengan mistar perata, lalu timbang beratnya. Untuk
menentukan berat isi beton segar, barat beton dibagi dengan volume alat. Dari pengujian
ini juga didapat nilai yield
106
PERALATAN :
PROSEDUR :
1. Padatkan beton dengan tongkat pemadat, jika tabung pengukur lebih kecil dari 11
liter, untuk yang lebih dari 11 liter, terlebih dahulu diuji dengan alat slump. Jika
nilai slumpnya lebih dari 75 mm padatkan dengan tongkat pemadat, nilai slump
antara 25 – 75 mm dengan tongkat pemadat atau vibrator, nilai slump kurang dari 25
mm harus dengan vibrator.
2. Siapkan peralatan seperti yang tercantum di atas.
3. Timbang tabung silinder dalam keadaan kosong (A gram)
4. Ukur volumenya (V). Pengukuran volume, dapat dengan cara diukur atau diisi
dengan air (lihat bab pengujian bobot isi agregat).
107
5. Untuk pemadatan dengan tongkat pemadat lakukan sebagai berikut :
1) Masukkan beton segar kedalam tabung dalam tiga lapisan yang sama
volumenya. Setiap lapis dipadatkan dengan tongkat pemadat sebanyak 25 kali,
untuk tabung berukuran kurang dari 14 liter. Sedangkan yang berukuran lebih
dari 28 liter banyaknya pemadatan 50 kali perlapis.
2) Padatkan dengan tongkat pemadat secara saling silang.
3) Pada lapis pertama pemadatan sampai lapis bawah, tapi jangan sampai dasar
tabung, pada lapis ke dua dan ke tiga, tongkat pemadat harus masuk sedalam 25
mm pada lapis dibawahnya.
6. Untuk pemadatan dengan virator :
1) Isi tabung dengan beton dalam dua lapisan yang sama. Isikan beton lapis
pertama, kemudian nyalakan vibrator, dan tusukan di tiga tempat yang berbeda.
Masukkan vibrator ke dalam lapis pertama, tapi janngan sampai mengenai dasar
tabung.
2) Dalam keadaan virator nyala, masukkan lapis kedua, lakukan penusukan dalam
tiga tempat yang berbeda. Masuknya jarum vibrator diusahakan kurang lebih 1
in ( 25 mm) pada lapis dibawahnya.
3) Jika beton sudah terlihat padat, hentikan dan angkat jarum vibrator.
4) Lamanya pemadatan tergantung dari workability dan efektivitas dari alat
vibrator.
5) Ratakkan permukaan tabung dengan mistar perata, lalu timbang ( B gram)
PERHITUNGAN
Di mana :
109
4.3 PENGUJIAN WAKTU PENGIKATAN
Kompetensi Khusus :
a. Mahasiswa dapat melakukan prosedur pengujian Waktu Ikat awal pada Beton
Segar
b. Mahasiswa dapat mengoperasikan peralatan pengujian
c. Mahasiswa dapat menganalisa hasil pengujian
d. Mahasiswa dapat menarik kesimpulan hasil pengujian
TEORI
Beton dengan bahan perekat semen, memiliki waktu pengikatan yang variabel,
tergantung dari : Jenis semen, jenis admixture dan suhu lingkungan. Semen seperti
diketahui merupakan bahan perekat thermo setting, jadi akan mengeras akibat suhu.
Pengikatan pada beton ada dua macam, yaitu pengikatan awal (initial setting) dan
pengikatan akhir (final setting). Pengikatan awal adalah waktu yang dibutuhkan oleh
beton mulai dari plastis menjadi tidak plastis. Waktu ini sangat perlu diketahui karena
jika beton sudah tidak plastis, artinya bahwa beton tersebut sudah tidak boleh dikerjakan
lagi, baik itu dicor, dipadatkan, dirubah, atau di aduk kembali. Sedangkan waktu
pengikatan akhir adalah waktu mulai dari bahan beton di aduk dalam keadaan plastis
menjadi keras. Arti keras disini relatif, artinya hanya bentuknya saja yang keras, tetapi
beton belum boleh dibebani, baik berat sendiri, apalagi sampai diberi beban tambahan.
Pengukuran waktu ikat menurut ASTM di ukur dengan alat Penetrometer. Waktu
pengikatan awal tercapai apabila jarum penetrometer, masuk ke dalam sampel sedalam
1 inchi dalam waktu 10 detik memeberikan tahanan 500 psi, dan waktu ikat akhir
apabila memberikan tahanan 4000 psi.
a. Penetrometer
b. Stop watch
110
c. Cetakan kubus atau silinder
d. Saringan 4.75 mm
e. Skop baja
f. Alat pemadat
g. Mistar Perata
PROSEDUR :
Untuk pengujian di lapangan, simpan benda uji pada kondisi lingkungan atau ditetapkan
oleh pengguna dan hindarkan dari cahaya matahari langsung.
1. Sebelum melakukan pengujian penetrasi, air yang keluar dari permukaan benda uji
mortar dibuang dengan menggunakan pipet atau alat lain yang sesuai.
2. Pasang jarum yang ukurannya sesuai, tergantung dari tingkat pengikatan mortar,
pada peralatan ketahanan penetrasi sehingga permukaan tekan jarum menyentuh
permukaan mortar. Secara bertahap dan seragam beri gaya vertikal ke bawah pada
alat tersebut sampai jarum menembus mortar dengan kedalaman 25 mm ± 2 mm.
Waktu yang dibutuhkan untuk menembus kedalaman penetrasi 25 mm harus sekitar
10 detik ± 2 detik. Catat gaya yang dibutuhkan untuk menghasilkan penetrasi
sebesar 25 mm dan catat waktu yang diperlukan, diukur sebagai waktu total setelah
kontak pertama antara semen dan air. Hitung ketahanan penetrasi dengan membagi
gaya yang telah di catat dengan luas bidang kontak dari jarum yang digunakan,
kemudian catat ketahanan penetrasinya. Jarak bersih antara lokasi pengujian jarum
ke lokasi pengujian berikutnya minimal 2 kali diameter jarum yang sedang
digunakan, tetapi tidak boleh kurang dari 15 mm. Jarak bersih antara jarum dengan
bagian sisi dari wadah yang digunakan paling sedikit harus 25 mm tetapi tidak lebih
dari 50 mm
3. Untuk wadah berbentuk silinder dengan diameter luar minimum yang diizinkan
sebesar 6 inci, operator diharapkan dapat mencapai sekitar delapan penetrasi
sebelum menimpa pada penetrasi sebelumnya . Hal ini berdasarkan penggunaan
jarum dengan luas permukaan berikut.
111
Sumber SNI ASTM 403/403 M 2012
112
6. Buatlah grafik hasil pengujian dengan menggunakan salah satu prosedur alternative
berikut ini untuk memperoleh waktu pengikatan (lihat Catatan 6). Lampiran
A.1menggambarkan aplikasi tentang prosedur ini.
7. Gunakan prosedur membuat grafik berikut ini untuk menentukan waktu pengikatan
dengan membuat kurva yang halus dengan menggunakan cara manual melalui data-
data tersebut. Siapkan suatu grafik ketahanan penetrasi sebagai ordinat terhadap
waktu sebagai absis, kemudian dengan menggunakan skala tertentu mencapai 3,5
MPa (500 psi) dan 1 jam diwakili oleh suatu jarak minimal 15 mm. Buat grafik
nilai-nilai dari ketahanan penetrasi sebagai fungsi dari waktu tempuh
8. Gunakan prosedur membuat grafik berikut ini untuk menentukan waktu pengikatan
menggunakan analisis regresi linear dari data logaritma dengan alat bantu hitung
yang sesuai. Gunakan kertas milimeter blok atau kertas grafik log, siapkan suatu
grafik dari ketahanan penetrasi sebagai ordinat, terhadap waktu tempuh dalam menit
sebagai absis. Batasan ketahanan penetrasi pada ordinat harus bertambah dari 0,1
MPa sampai dengan 100 MPa dan batasan waktu tempuh dalam absis harus
bertambah dari 10 menit sampai dengan 1000 menit. Jika campuran yang lambat
mengeras digunakan, batas waktu mungkin bisa 100 menit sampai dengan 10 000
menit. Gambar grafik nilai-nilai dari ketahanan penetrasi sebagai suatu fungsi dari
waktu tempuh.
9. Gunakan prosedur berikut ini jika menggunakan komputer untuk membuat grafik
hasil pengujian dan memperoleh waktu pengikatan dengan analisis regresi data.
Selama hasil pengujian diperoleh, masukan waktu dan ketahanan penetrasi ke dalam
komputer dan buat grafik ketahanan penetrasi tersebut sebagai ordinat dan waktu
tempuh sebagai absis. Untuk perangkat lunak yang hanya dapat melakukan analisis
regeresi linear, konversikan data tersebut menjadi logaritma. Data yang telah
dikonversi akan sesuai dengan suatu garis lurus
Log (PR) = a + b Log(t)
Di mana :
PR : ketahanan penetrasi (penetrasi resistance)
t : waktu tempuh
a dan b : konstanta regresi
Data tidak harus dikonversi jika perangkat lunak yang digunakan dapat melakukan
penyesuaian langsung ke dalam fungsi pangkat (polynomial) berikut
113
d
PR = ct
Keterangan
c dan d : konstanta regresi
10. Untuk masing-masing variabel yang sedang diuji, buat grafik secara terpisah dari
tiga kali atau lebih hasil pengujian waktu pengikatan. Untuk masing-masing grafik
yang disiapkan berdasarkan prosedur pertama, buat sebuah kurva halus
menggunakan tangan ke titik-titik data. Untuk masing-masing grafik yang disiapkan
berdasarkan prosedur kedua, atau ketiga, gunakan metode kuadrat terkecil (least
squares) untuk memperoleh konstanta hubungan terbaik menurut Persamaan 1 atau
Persamaan 2 yang dapat diterapkan. Abaikan titik-titik data outlier yang jelas
terlihat dari kecenderungan yang digambarkan oleh titik-titik data lainnya.
11. Tentukan waktu pengikatan awal dan pengikatan akhir untuk masing-masing grafik
sebagai waktu ketika ketahanan penetrasi sama dengan 3,5 MPa (500 psi) dan 27,6
MPa (4000 psi). Untuk grafik yang dibuat berdasarkan prosedur pertama menurut
tentukan waktu pengikatan dengan melakukan pemeriksaan visual terhadap kurva
yang telah digambarkan. Untuk grafik yang dibuat berdasarkan prosedur atau ketiga,
tentukan waktu pengikatan dengan interpolasi menggunakan persamaan regresi yang
terbaik. Catat waktu pengikatan dalam jam dan menit sampai dengan 5 menit
terdekat.
12. Untuk masing-masing variabel yang sedang diperiksa, hitung waktu pengikatan
awal dan akhir sebagai nilai rata-rata dari setiap hasil pengujian individual. Catat
waktu rata-rata dalam jam dan menit sampai dengan 5 menit terdekat..
114
Sumber SNI ASTM 403/403 M 2012
115
ANALISA DAN KESIMPULAN
.....................................................................................................................................................................
......................................................................................................................................................
.....................................................................................................................................................................
........................................................................................................................................................... ..........
.....................................................................................................................................................................
Kompetensi Khusus :
a. Mahasiswa dapat melakukan prosedur pengujian kadar Udara dalam Beton
Segar
b. Mahasiswa dapat mengoperasikan peralatan pengujian
c. Mahasiswa dapat menganalisa hasil pengujian
d. Mahasiswa dapat menarik kesimpulan hasil pengujian
116
TEORI
Kadar udara dalam beton ada dua macam :
a. Udara yang terperangkap, yaitu udara yang terdapat diantara agregat, karena
gradasi agregat nya buruk, udara yang terdapat dalam pori-pori kapiler, dan
udara dalam mikro voids, karena faktor air semennya tinggi
b. Udara yang sengaja ditambahkan.seperti pemakaian admixture air entraining
agents (AEA)
Udara dibutuhkan dalam beton, terutama dinegara yang memiliki empat musim, dimana
di negara tersebut mengalami musim dingin. Pada musim tersebut volume air yang
terdapat dalam pori-pori beton yang tidak terlindung akan membesar karena membentuk
es (volume es lebih besar dari volume air), akibatnya kalau betonnya padat tanpa rongga
udara, akan terjadi retak. Kejadian ini akan berulang-ulang (freezing and thawing)
sehingga keretakan pada beton akan semakin besar dan akhirnya beton tersebut hancur.
Selain itu penambahan gelembung udara akan meningkatkan workability
Tetapi udara yang terdapat dalam beton, juga akan merugikan, karena dengan adanya
udara akan memperkecil luas penampang pada beton, sehingga beban yang dapat
dipikul menjadi rendah. Untuk itu dalam merancang campuran beton, jika harus
menggunakan AEA, maka kuat tekan yang ditargetkan harus lebih besar. Besaran kuat
tekan yang ditargetkan tergantung dari uada yang dikandung dalam beton tersebut.
PERALATAN
a. Satu set alat air meter tipe A menurut ASTM C – 231 – 91 b, dilengkapi dengan
pompa tangan
b. Air
c. Batang pemadat 16 mm, dengan panjang ± 600
mm
d. vibrator
PROSEDUR
1. Padatkan beton dengan tongkat pemadat, jika nilai
slumpnya lebih dari 75 mm, nilai slump antara 25 – 75 mm dengan tongkat pemadat
atau vibrator, nilai slump kurang dari 25 mm harus dengan vibrator.
117
2. Untuk pemadatan dengan tongkat pemadat lakukan sebagai berikut :
3. Masukkan beton segar kedalam tabung dalam tiga lapisan yang sama volumenya.
Setiap lapis dipadatkan dengan tongkat pemadat sebanyak 25 kali,
4. Padatkan dengan tongkat pemadat secara merata dan saling silang.
5. Pada lapis pertama pemadatan sampai lapis bawah, tapi jangan sampai dasar tabung,
pada lapis ke dua dan ke tiga, tongkat pemadat harus masuk sedalam kurang lebih 1
in (25 mm) pada lapis dibawahnya.
6. Untuk pemadatan dengan virator :
a. Isi tabung dengan beton dalam dua lapisan yang sama. Isikan beton lapis
pertama, kemudian nyalakan vibrator, dan tusukan di tiga tempat yang berbeda.
Masukkan vibrator ke dalam lapis pertama, tapi janngan sampai mengenai dasar
tabung.
b. Dalam keadaan vibrator nyala, masukkan lapis
kedua, lakukan penusukan dalam tiga tempat yang
berbeda. Masuknya jarum vibrator diusahakan
kurang lebih 1 in ( 25 mm) pada lapis dibawahnya.
c. Jika beton sudah terlihat padat, hentikan dan
angkat jarum vibrator.
d. Lamanya pemadatan tergantung dari workability dan efektivitas dari alat
vibrator.
e. Makin lama pemadatan dengan vibrator dapat
menyebabkan segregasi.
7. Ratakan permukaan beton dengan cara menggeser-geser
plat plastik bulat transparan, jika ada celah atau rongga
segera tutup dengan pasta semen dari beton yang sama.
Ratakan kembali.
8. Setelah permukaannya rata, pasang plat bulat dari logam tahan karat, dan karet di
atasnya.
9. Tutup bejana dengan penutup yang dilengkapi dengan tabung pengukur
10. Kencangkan mur secara saling silang yang terdapat disekeliling penutup, sehingga
rapat air.
11. Buka kran yang terdapat dalam bagian penutup.
118
12. Buka bagian atas tabung pengukur, dengan cara
memutarnya berlawanan arah jarum jam
13. Masukkan air dari bagian atas. sampai keluar dari
kran, segera tutup kran. Lanjutkan pengisian air
sampai menunjukkan angka 0 (nol). Ketuk bejana
dengan palu karet, agar tidak ada udara yang
terperangkap. Jika permukaan air turun karena
bocor, kencangkan murnya. Isi kembali sampai menunjukkan angka nol
14. Tutup bagian atas tabung pengukur, kencangkan, demikian pula alat pengeluaran
udara di tutup rapat.
15. Hubungkan pompa tangan dengan tabung pengukur,
segera pompa dengan pelan sampai jarum penunjuk
tekanan mencapai angka 0.2 Psi atau 1380 Pa.
16. Baca permukaan air ( H 1) pada saat tekanan
tersebut tercapai, kemudian buka lubang udara yang
terdapat pada tabung pengukur, sehingga tekanan
menjadi nol kembali, dan muka air akan naik, pada saat tersebut baca permukaan air
(H 2)
PERHITUNGAN
A1 = H 1 - H 2 ( % )
Rata – rata
119
120
BAB 5
PENGUJIAN BETON KERAS
Pada bab ini akan dipelajari tentang karakteristik beton keras, yang meliputi pengujian
kuat tekan destruktif, baik menguji sampel, atau uji core drill. Dalam pembuatan beton
semen kuat tekan dan workability selalu disyaratkan, maka setelah beton di cor, untuk
beton structural kuat tekannya harus diuji. Banyak faktor yang menyebabkan kuat tekan
nya tidak terpenuhi sesuai rancang campuran, diantarnya adalah kebersihan agregat atau
kadar lumpur yang dikandung agregat, untuk itu setelah dibuat rancang campuran harus
segera diuji kuat tekannya, supaya dapat segera dikoreksi. Untuk beton yang telah
terpasang apabila kuat tekannya tidak terpenuhi harus dilakukan uji core drill, yaitu
pengambilan benda uji dari struktur beton yang diragukan mutunya.
Saran untuk mahasiswa dalam mengikuti praktek pengujian beton keras, Anda terlebih
dahulu mempelajari karakteristik beton keras pada mata kuliah Teknologi Bahan 2.
PENGANTAR K3
Pada pengujian beton keras, potensi bahaya yang timbul ada dua macam, yaitu :
a. Kimia, yang berasal dari pemanasan sulfur di laboratorium untuk melapisi benda uji
beton (caping) pada permukaan atasnya yang berbentuk silinder. Salah satu sisi
silinder pada umumnya kurang rata, padahal dalam pengujian kuat tekan harus
dipilih permukaan yang rata, untuk itu bagian yang tidak rata tersebut dapat dilapisi
dengan sulfur, mortar atau gips. Tapi dari ketiga bahan tadi yang paling banyak
dipakai adalah sulfur. Sulfur yang akan dilapiskan pada permukaan silinder harus
dipanaskan terlebih dahulu. Pada saat pemanasan, uap sulfur dapat membahayakan
apalgi kalau sampai terbakar, dapat meracuni mahasiswa. Untuk itu mahasiswa
harus menggunakan penutup pernapasan, sebagi pelindung hidung dari uap
berbahaya dan bau belrang yang dipanaskan.
b. Fisik, dapat berasal dari pecahan beton yang diuji, pecahan tersebut dapat terlempar
dari mesin tekan, sehingga menciderai mata dan anggota tubuh lainnya, kacamata
juga berguna pada waktu pengambilan sampel core drill. Berat dari benda uji pada
121
saat diangkat menuju mesin tekan, jangan sampai jatuh, untuk itu gunakan sarung
tangan dari kain.
Pada waktu penggunaan mesin tekan, baca instruksi kerja yang terdapat pada mesin
tersebut, agar tidak terjadi kerusakan pada mesin, jika ragu tanyakan kepada instruktur
atau teknisi. Demikian pula pada penggunaan alat laboratorium lainnya, kerusakan pada
alat dapat mengganggu kelancaran praktek, baik bagi kelompok Anda Juga pada
kelompok lain.
Kompetensi Khusus :
a. Mahasiswa dapat melakukan prosedur pengujian Kuat Tekan
b. Mahasiswa dapat mengoperasikan peralatan pengujian
c. Mahasiswa dapat menganalisa hasil pengujian
d. Mahasiswa dapat menarik kesimpulan hasil pengujian
TEORI
Pengujian ini paling wajib dilaksanakan terutama pada beton struktural. Sifat pada beton
yang menonjol adalah kuat tekannya, maka dari itu dalam pembuatan beton sifat ini
yang ditargetkan. Pengujian kuat tekan pada beton ada dua macam, yaitu pengujian
destruktif dan non destruktif. Uji destruktif yaitu pengujian yang dilaksanakan dengan
cara merusak benda ujinya, sedangkan non destruktif tanpa merusak benda uji. Uji
destruktif seperti pengujian sampel berbentuk kubus atau silinder, atau bentuk lainnya.
Dengan uji destruktif benda uji tidak bisa digunakan lagi, karena telah hancur.
Untuk benda uji kubus pada saat pengujian pilih bidang yang halus dan rata ke dua
sisinya ( atas dan bawah), bidang ini umumnya yang bersentuhan dengan cetakan. Pada
silinder umumnya sulit untuk menentukan dua bidang yang rata, maka dari itu pada
silinder bagian atas atau bawah atau kedua-duanya harus selalu di caping, yaitu dengan
122
cara melapisis bidang tersebut dengan lapisan belerang yang telah diencerkan dengan
cara pemanasan
Benda uji untuk kuat tekan dapat berbentuk kubus sisi 150 mm (standar PBI’71) atau
silinder diameter 150 mm tinggi 300 mm (SK SNI). Jika benda uji tidak sesuai standar,
harus dikonversi, sesuai PBI’71
Pengujian kuat tekan beton biasa dilakukan pada umur 28 hari, tetapi tidak menutup
kemungkinan diuji pada umur muda kurang dari 28 hari. Jika diuji kurang dari umur 28
hari, kuat tekan umur 28 hari nya dapat diketahui dengan menggunakan angka
perbandingan seperti table di bawah ini
Tabel : Perbandingan Kuat Tekan Beton pada berbagai Umur Menurut PBI’71
UMUR BETON 3 6 14 21 27 90 365
Semen Portland Biasa 0.40 0.65 0.88 0.95 1.00 1.20 1.35
Semen Portland dengan 0.55 0.75 0.90 0.95 1.00 1.15 1.20
Kekuatan Awal tinggi
123
Di mana σ28 : Kuat Tekan beton pada umur 28 hari
σbh : Kuat Tekan beton pada umur h hari
h : Umur beton
Persamaan di atas hanya berlaku apabila menggunakan semen Jenis I, tidak
menggunakan admixtur, dan beton dirawat normal (normal curing)
Pada suatu pekerjaan pengecoran, jika volume total adalah sedemikian hingga frekuensi
pengujian yang disyaratkan, hanya akan menghasilkan jumlah uji kekuatan beton
kurang dari lima untuk suatu mutu beton, maka benda uji harus diambil dari paling
sedikit lima adukan yang dipilih secara acak atau dari masing-masing adukan bilamana
jumlah adukan yang digunakan adalah kurang dari lima.
Jika volume total dari suatu mutu beton yang digunakan kurang dari 38 m3, maka
pengujian kekuatan tekan tidak perlu dilakukan bila bukti terpenuhinya kekuatan tekan
diserahkan dan disetujui oleh pengawas lapangan.
Suatu uji kekuatan tekan harus merupakan nilai kekuatan tekan rata-rata dari paling
sedikit dua silinder 150 kali 300 mm atau paling sedikit tiga silinder 100 kali 200 mm
yang dibuat dari adukan beton yang sama dan diuji pada umur beton 28 hari atau pada
umur uji yang ditetapkan untuk penentuan fc’
Tingkat kekuatan suatu mutu beton individu harus dianggap memenuhi syarat jika dua
hal berikut dipenuhi:
a. Setiap nilai rata-rata aritmetika dari semua tiga uji kekuatan yang berurutan
mempunyai nilai yang sama atau lebih besar dari fc’;
b. Tidak ada uji kekuatan di bawah fc dengan lebih dari 3,5 MPa, jika fc’ sebesar
35 MPa atau kurang; atau dengan lebih dari 0,10 fc’, jika fc lebih dari 35 MPa
124
Penyelidikan untuk hasil uji kekuatan tekan beton yang rendah
Jika kepastian nilai kekuatan tekan beton yang rendah telah diketahui dan hasil
perhitungan menunjukkan bahwa kapasitas pemikul beban berkurang secara signifikan,
maka uji beton inti (cores) diperbolehkan diambil dari daerah yang dipermasalahkan
sesuai dengan ASTM C42M. Dalam kasus tersebut, tiga benda uji harus diambil untuk
setiap uji kekuatan tekan yang jatuh dibawah nilai yang diberikan
Benda uji beton inti harus dikondisikan lembab dengan penyimpanan dalam kantong
atau tempat kedap air, dikirim ke laboratorium, dan diuji sesuai dengan ASTM C42M.
Benda uji harus diuji tidak lebih awal dari 48 jam dan tidak lebih lambat dari 7 hari
setelah pengambilan, kecuali disetujui oleh pihak yang berwenang. Pembuat ketentuan
pengujian yang dirujuk dalam ASTM C42M haruslah insinyur profesional bersertifikat
Beton di daerah yang diwakili oleh uji beton inti harus dianggap cukup secara struktur
jika kekuatan tekan rata-rata dari tiga beton inti adalah minimal sama dengan 85 persen
dari fc’, dan tidak ada satupun beton inti yang kekuatan tekannya kurang dari 75 persen
dari fc’. Tambahan pengujian beton inti diizinkan untuk diambil dari lokasi yang
memperlihatkan hasil kekuatan beton inti yang cenderung salah
BAHAN
Benda uji beton berbentuk silinder,
Belerang
PROSEDUR :
1. Beton berbentuk silinder atau kubus, yang telah di rawat sampai hari pengujian,
diambil dari tempat perawatan.
2. Lap permukaannya sehingga kering, beri nomor masing-masing sampel agar tidak
tertukar.
125
3. Lakukan pengukuran panjang, lebar dan tinggi. Catat luas benda uji yang akan
ditekan ( A cm2)
Untuk benda uji kubus pilih permukaannya yang rata, sedangkan pada benda uji
berbentuk silinder, karena salah satu permukaannya tidak rata maka harus di
capping dulu dengan belerang.
Cara capping :
1. Panaskan belerang dalam tempat pemanas sampai encer. Usahakan pemanasan
belerang di tempat terbuka, agar uap belerangnya tidak terhisap. Jika menggunakan
kompor, jaga api jangan sampai terlalu besar.
2. Siapkan cetakan, lapisi dengan pelumas setipis mungkin.
3. Siapkan silinder beton yang akan di capping
4. Tuangkan belerang cair di atas cetakan, kemudian segera letakkan beton di atas
cetakan tersebut, diamkan beberapa menit. Benda uji sudah dapat diambil.
5. Untuk memudahkan pengambilan, pada waktu benda uji di angkat, diputar sedikit
untuk melepaskannya dari cetakan.
4. Timbang benda uji (B gram)
5. Bawa benda uji ke mesin tekan.
6. Siapkan mesin tekan dengan cara menyambungkan kabel antara bagian penekan
dengan bagian kontrol. Hubungkan pula kabel listrik antara mesin tekan dengan
sumber arus.
7. Atur mesin tekan, agar jarak antara plat atas
dengan plat bawah tidak terlalu jauh, yaitu
dengan meletakkan plat sebagai ganjal.
Usahakan setelah benda uji dipasang pada mesin
tekan, jarak antara sampel dengan plat atas tidak
lebih dari 1(satu) cm
8. Atur jarum penunjuk sampai menunjukkan
angka 0 (nol) dengan cara memutarnya.
9. Jalankan mesin tekan dengan memijit tombol star, kemudian tekan tombol rapid
approach agar sampel terangkat menempel pada plat atas mesin tekan, sampai jarum
penunjuk bergerak sedikit.
126
Lepas tombol rapid approach, sehingga mesin bergerak sendiri. Atur kecepatan
pembebanan dengan memutar load rate antara 0.14 – 0.34 Mpa / detik
Untuk kubus sisi 150 mm luas bidangnya = 22500 mm2, sehingga kecepatan
pembebanan antara 0.14 x 22500 = 3150 N atau 3.15 kN dan 0.34 x 22500 =7650 N
atau 7.65 kN/detik, atau diambil titik tengah 5 s.d 6 kN/detik
Untuk silinder diameter 150 mm, luas bidangnya = 17671.46 mm2, sehingga kecepatan
pembebanan antara 2474 N atau 2.474 kN sampai 6008.29 N atau 6.0 kN/detik atau
titik tengahnya 4 s.d 5 kN/detik
10. Beban sudah mencapai maksimum, jika jarum penunjuk berhenti dan kembali ke
angka nol. Pada saat tersebut catat besar beban
maksimum (P mak, kN)
Segera stop mesin penguji sampai sampel dapat diambil
dari mesin tekan.
PERHITUNGAN :
P. max
Kuat Tekan : σb = Kg/cm2 atau N/mm2
A
DATA HASIL PENGUJIAN
Luas Kuat
Umur Berat Berat isi P max
No. Penamp Tekan
(hari) (kg) Kg/m3 kN
(cm2) (N/mm2)
127
ANALISA
..............................................................................................................................................
..............................................................................................................................................
........................................................................................................................................
..............................................................................................................................................
.............................................................................................................................................
Kompetensi Khusus :
a. Mahasiswa dapat melakukan prosedur pengambilan sampel core drill
b. Mahasiswa dapat mengoperasikan peralatan pengujian
c. Mahasiswa dapat menganalisa hasil pengujian
d. Mahasiswa dapat menarik kesimpulan hasil pengujian
TEORI
Dalam SNI 03.2847 menyebutkan bahwa mutu beton dapat dianggap memiliki kuat
tekan yang cukup apabila kedua syarat berikut ini dipenuhi. Syarat tersebut adalah:
a. Kuat tekan rata-rata test tiga silinder beton secara berturut-turut ≥ fc’
b. Kuat tekan individu (kuat tekan rata-rata dari dua silinder beton) lebih tinggi dari
(fc’ – 3,5) Mpa.
Bila salah satu syarat tersebut tidak dipenuhi maka perlu diambil langkah-langkah untuk
meningkatkan kuat tekan rata-rata beton pada hasil-hasil percobaan berikutnya. Jika
hasil test individual menunjukkan harga yang lebih rendah dari (fc’ – 3,5) Mpa, maka
investigasi hasil test rendah perlu dilakukan.
Jika terjadi kuat tekan yang rendah, maka investigasi terhadap kemungkinan penyebab
dan efek dari rendahnya kuat tekan perlu dilakukan.
128
Untuk investigasi beton yang dicor setempat, penting untuk mengetahui posisi atau letak
beton yang di test pada struktur dan dari truk mana beton itu berasal. Informasi ini harus
merupakan data yang terekam pada waktu silinder tes dibuat.
Jika hasil tes kurang baik, maka tes dilapangan mungkin perlu dilakukan untuk
memastikan beton yang di cor telah sesuai dengan peraturan dan dokumen kontrak. Jika
kuat beton lebih dari yang diperlukan, maka hanya diperlukan sedikit investigasi
dilapangan. Namun jika prosedur tes sudah sesuai dengan standard dan hasil tes
mengindikasikan bahwa kuat tekan beton lebih rendah dari yang diperlukan, maka
investigasi lebih lanjut pada beton di lapangan mungkin diperlukan
Jika terlihat adanya kemungkinan rendahnya kuat tekan dan perhitungan menunjukkan
bahwa kapasitas menahan beban berkurang secara berarti, maka diijinkan untuk
melakukan tes core drill sesuai dengan ASTM C42 pada daerah yang dipertanyakan.
Pada kasus seperti ini tiga buah core perlu diambil untuk setiap kuat tekan yang lebih
rendah dari fc’ – 3,5 Mpa.
Jika tes core diperlukan, core drill pada daerah yang dipertanyakan harus dilakukan
menurut prosedur yang dijelaskan pada ASTM C42. tes core memerlukan
pengoperasian dan penginterpresikan hasil secara hati-hati. Prosedur detailnya diberikan
pada ASTM C42.
P
f’c = (Mpa)
A
Di mana
f’c : Kuat Tekan (Mpa)
P : Beban maksimum (Newton)
A : Luas Penampang benda uji = ¼ π Ø2
π : 3.14
Ø : Diameter benda uji ( mm )
129
Apabila setelah pelaksanaan uji kuat tekan ternyata diameter agregat sama atau lebih
besar dari 0.5 Ø, maka f’c untuk benda uji beton inti tersebut dinyatakan batal dan tidak
berlaku
Faktor pengali Co
a. Co adalah faktor pengali yang berhubungan dengan arah pengambilan benda uji
beton inti pada struktur
b. Co digunakan untuk menghitung kuat tekan beton inti yang dikoreksi (f’cc)
c. Untuk menhitung (f’cc), apabila kekuatan tekan benda uji beton inti adalah f’c,
harus dikalikan dengan faktor pengali Co seperti tercantum dalam tabel di bawah ini
:
Faktor pengali Co
Arah pengambilan benda uji beton inti pengeboran Co
Horizontal (tegak lurus pada arah tinggi dari struktur beton 1
Vertikal (sejajar dengan arah tingi dari struktur beton) 0.92
Sumber SNI 03-3403-1994
Faktor pengali C1
C1 adalah faktor pengali yang berhubungan dengan rasio panjang sesudah diberi lapisan
untuk capping ( l ) dengan Ø dari benda uji.
Faktor pengali C1
l/Ø C1
1.75 0.98
1.50 0.96
1.25 0.93
1.00 0.87
Sumber SNI 03-3403-1994
130
Sumber SNI 03-3403-1994
Faktor pengali C2
a. C2 adalah faktor pengali karena adanya kandungan tulangan besi dalam benda uji
beton inti yang letaknya tegak lurus terhadap sumbu benda uji.
b. C2 digunakan untuk menghitung kuat tekan benda uji beton inti yang dikoreksi (
f’cc)
c. Apabila kandungan tulangan besi yang letaknya tegak lurus pada sumbu benda uji
hanya satu batang, maka :
d h
C2 = 1.0 + 1.5 x (A)
l
Di mana :
d : Diameter batang tulangan (mm)
Ø : Diameter rata-rata benda uji (mm)
h : Jarak terpendek antara sumbu batang tulangan dengan ujung benda uji (mm)
l : Panjang benda uji sebelum diberi lapisan untuk capping ( mm )
d. Apabila kandungan tulangan besi yang letaknya tegak lurus pada sumbu benda uji
jumlahnya lebih dari satu batang, maka
1) Untuk benda uji dengan kandungan dua buah tulangan besi, apabila jarak antara
dua buah tulangan > d terbesar, C2 ditentukan menurut rumus :
131
( dxh )
C2 = 1.0 + 1.5 (B)
xl
2) Untuk benda uji dengan kandungan dua buah tulangan besi, apabila jarak antara
dua buah tulangan < d terbesar, C2 ditentukan menurut rumus A dimana yang
diperhitungkan hanya satu buah tulangan yang memberikan nilai (d x h)
terbesar.
Kuat tekan beton inti yang dikoreksi
Kuat tekan benda uji beton inti yang dikoreksi, dihitung sampai dengan ketelitian 0.5
Mpa, dengan menggunakan rumus :
f’cc = Co. C1. C2. f’c
Mutu beton di daerah yang diwakili oleh core tes dapat dianggap memenuhi persyaratan
apabila rata-rata dari tiga core silinder paling tidak bernilai ≥ 85% dari kuat tekan fc’,
dengan tidak satu silinder pun yang memiliki kekuatan dibawah 75% dari kuat tekan fc’
yang diisyaratkan. Tambahan percobaan core dari daerah yang menghasilkan hasil core
yang salah harus diijinkan.
132
2. bila beton tersebut dalam suatu masa layannya, ternyata lebih dari hanya sekedar
basah, maka benda uji tersebut harus direndam dalam air. (± 40 jam ) sebelum di uji
tekan.
PROSEDUR :
1. Potong ujung core drill secara datar
2. Ukur panjang dan diameter benda uji sebelum di capping. Jika diemeter benda uji
lebih kecil dari dua kali diameter maksimum agregatnya, benda uji dibatalkan.
Demikian pula apabila benda uji cacat.
3. Capping ujung core dengan ketebalan 3,18 mm atau kurang dengan menggunakan
material capping
4. Apabila dalam benda uji terdapat tulangan, ukur diameternya serta ukur jarak
terpendek tulangan tersebut dengan tepi benda uji
5. Tempatkan core ditengah- tengah secara akurat pada mesin tekan
6. Lakukan pengujian kuat tekan sampai mencapai beban maksium. Catat hasilnya
PERHITUNGAN :
Lakukan perhitungan dengan menggunakan rumus seperti diatas, gunakan table
133
ANALISA DAN KESIMPULAN
.........................................................................................................................................................
.........................................................................................................................................................
.........................................................................................................................................................
............................................................................................
134
NOMOR
TANDA
UMUR BENDA
UJI (hari)
DIA. RATA 2
BENDA UJI
(mm)
TINGGI RATA2
BENDA UJI
(mm)
DIAMETER
TULANGAN 1
(mm)
DIAMETER
TULANGAN 2
(mm)
JARAK
TERDEKAT (h1)
(mm)
135
JARAK
TERDEKAT (h2)
(mm)
C0
H A S IL P E N G U J IA N C O R E D R IL L
C1
C2
BEBAN
MAKSIMUM
(Kg)
KUAT TEKAN
AKTUAL
(Kg/cm2)
KUAT TEKAN
POTENSIAL
(Kg/cm2)
136
BAB 6
PENGUJIAN KUAT TEKAN NON DESTRUKTIF
Pengujian kuat tekan non destruktif adalah pengujian kuat tekantanpa merusakkan
benda uji nya. Pengujian ini dilakukan pada struktur beton yang telah terpasang, yang
diragukan mutunya. Ada dua jenis alat untuk menguji kuat tekan non destruktif, yaitu
alat hammer dan alat pundit (Portable Ultrasonic Non Destructive Digital Indicating
Tester). Alat hammer cara kerjanya berdasarkan angka pantulan (rebound number).
Makin keras permukaan betonnya akan makin besar angka pantulannya. Dari angka
pantulan kemudian di plot pada grafik yang terdapat dalam alat hammer, akan di dapat
besaran kuat tekannya. Kuat tekan tersebut dianggap mewakili mutu struktur beton yang
diuji. Alat pundit bekerja berdasarkan kepadatan betonnya, makin padat betonnya
makin kuat. Prinsip kerjanya adalah dengan menghantarkan gelombang ultra sonic dari
transmiter ke receiver, melalui media benda uji. Untuk beton yang padat waktu tempuh
gelombang tersebut akan lebih cepat, sehingga kecepatannya tinggi, tetapi sebaliknya
untuk beton yang porous waktu tempuh gelombang tersebut lebih lama, sehingga
kecepatannya rendah. Dari nilai kecepatan dikonversi kepada kekuatan beton.
Saran untuk mahasiswa dalam mengikuti praktek pengujian kuat tekan non destruktif,
Anda dapat mencoba pada beton yang basah dan beton yang kering, adakah
perbedaannya, serta bandingkan hasil pengujian non destruktif ini dean uji destruktif
PENGANTAR K3
Pada pengujian kuat tekan non destruktif dengan alat hammer, potensi bahaya yang
timbul adalah pada waktu mengerinda atau menghaluskan benda uji. Debu yang timbul
pada saat pekerjaan tersebut, dapat mengganggu pernapasan dan penglihatan, untuk itu
gunakan masker dan kacamata pelindung, demikian pula pada saat memegang alat,
supaya stabil pada waktu menekan alat hammer pada permukaan beton, gunakan sarung
tangan kain. Sedangkan pada saat mengoperasikan alat pundit, relative tidak terlalu
banyak potensi bahaya yang timbul, kecuali untuk pekerjaan di lapangan pada struktur
137
yang letaknya tinggi, selalu menggunakan alat pelindung diri (APD), baik safety helmet
maupun safety belt. APD ini juga berlaku untuk pengujian hammer di lapangan.
Kompetensi Khusus :
a. Mahasiswa dapat melakukan prosedur pengujian dengan alat Hammer
b. Mahasiswa dapat mengoperasikan peralatan pengujian
c. Mahasiswa dapat menganalisa hasil pengujian
d. Mahasiswa dapat menarik kesimpulan hasil pengujian
TEORI
Untuk beton yang sudah jadi, jika mutu betonnya tidak memenuhi syarat, harus
dilakukan uji non destruktif. Alat yang paling mudah dioperasikan adalah alat Hammer.
Alat ini relatif kecil, ringan dan mudah dioperasikan. Sebelum alat tersebut digunakan
harus sudah dikalibrasi. Beton yang akan diuji harus dalam keadaan kering, berumur
lebih dari 28 hari, dan licin permukaannya. Apabila bentuk permukaannya kasar,
terlebih dahulu dihaluskan dengan gerinda. Demikian pula apabila beton yang akan diuji
telah dilapisi dengan plester atau acian, maka lapisan tersebut harus dikupas terlebih
dahulu.
Prinsip pengujian dengan alat hammer adalah dengan cara memantulkan sebuah batang
pada permukaan beton, apabila beton yang diuji sangat keras, maka pantulannya akan
jauh simpangannya, simpangan inilah yang akan di catat (rebound number).
Dari angka Rebound, dengan menggunakan grafik yang biasanya disertakan pada alat
tersebut dapat diketahui kuat tekannya. Besarnya kuat tekan, selain ditentukan oleh
angka Rebound juga sangat ditentukan oleh sudut pengujian. Karena angka Rebound ini
sangat ditentukan oleh kekerasan betonnya, maka pengujiannya tidak cukup hanya satu
138
kali saja, tetapi harus dilakukan pada beberapa titik.. Untuk permukaan beton yang
sudah rusak, baik terbakar atau terkena bahan kimia pengujian dengan hammer kurang
akurat, karena lapisan tersebut tidak mewakili kekerasan seluruh bagian beton
PROSEDUR :
1. Benda uji adalah beton ang sudah keras, berumur lebih dari 28 hari.
2. Tentukan letak titik yang akan di uji
3. Haluskan bagian titik yang akan diuji dengan gerinda yang disertakan dalam alat
Hammer
4. Reset alat Hammer, dengan cara menekan alat tersebut pada bidang yang keras,
tanpa menekan tombolnya, sehingga batang penekan tidak terkunci.
5. Tentukan sudut pengambilan
6. Lakukan pengujian dengan cara menekan alat tersebut tegak lurus pada bidang yang
diuji, sampai terdengar bunyi hentakan. Tekan tombol pada alat sehingga terkunci.
7. Catat rebound number pada alat,
kemudian plot ke dalam grafik yang
sesuai dengan sudut pengambilan.
Tarik garis kekiri untuk mendapatkan
Kuat Tekan, dan ke kanan untuk
mendapatkan nilai koreksi.
8. Lakukan pengujian pada titik lain,
jarak antara satu titik dengan titik
jangan kurang dari 3 cm
139
DATA HASIL PENGUJIAN
No. Sudut Rebound Angka Kuat Tekan Min Kuat Tekan Max
Number koreksi (N.mm2). (N.mm2).
Kompetensi Khusus :
a. Mahasiswa dapat melakukan prosedur pengujian dengan alat Pundit
b. Mahasiswa dapat mengoperasikan peralatan pengujian
140
c. Mahasiswa dapat menganalisa hasil pengujian
d. Mahasiswa dapat menarik kesimpulan hasil pengujian
TEORI
Alat uji non destruktif lainnya adalah alat pundit, yaitu alat yang menggunakan
gelombang ultra sonic. Kemampuan alat ini, selain mengetahui mutu beton, juga dapat
menditeksi tebal lapisan beton yang rusak, atau dalamnya retakan dalam beton.
Cara kerja alat pundit adalah dengan memanfaatkan prinsip perambatan gelombang
pada media padat. Seperti diketahui ada tiga jenis gelombang yang timbul pada saat
suatu massa padat diberikan suatu impulse (getaran), yaitu, gelombang permukaan,
gelombang transversal dan gelombang longitudinal. Dari ketiga gelombang tersebut,
gelombang longitudinal merupakan gelombang yang mempunyai kecepatan tertinggi
dan yang memberikan banyak informasi mengenai sifat-sifat fisik bahan padat yang
dilaluinya. Dari teori fisika diketahui bahwa :
Jika kecepatan perambatan gelombang longitudinal dan berat jenis benda padat yang
dilaluinya diketahui, maka harga modulus elastik dinamik dari bahan padat tersebut bisa
dihitung berdasarkan persamaan. Seperti diketahui untuk beton-beton yang tersebut dari
jenis batuan alam, nilai berat jenis dan poisson’s rationya relatif mirip satu sama lain.
Sehingga untuk setiap beton dengan campuran yang berbeda (namun menggunakan
batuan alam) hubungan antara kecepatan gelombang dan nilai modulus elastisitas
betonnya dapat diasumsikan tetap.
141
b. Mistar ukur
c. Grease atau gemuk sesuai dengan specifikasi untuk alat Pundit
PROSEDUR :
1. Sebelum melakukan pengujian dengan alat Pundit, terlebih dahulu alat di kalibrasi.
Caranya yaitu dengan meletakkan Transmiter pada ujung salah satu batang standard,
dan Receiver pada ujung batang lainnya. Sebelumnya bagian transmiter dan receiver
yang akan bersentuhan dengan batang kalibrai dilapisi gemuk
2. Atur alat pundit, dengan cara memutar tombol sehingga menunjukkan angka yang
terbaca pada alat sama dengan yang tertera pada batang kalibrasi. Jika sudah sama,
alat siap untuk digunakan.
3. Tentukan letak titik yang akan di uji
4. Ukur jarak rencana penempatan transmiter dan receiver,. Penempatan transmiter dan
receiver ada 3 cara, yaitu :
142
Gambar dari kiri ke kanan penempatan transmitter dan receiver : langsung,
setengah langsung, dan tidak langsung
5. Lapisi permukaan beton yang akan bersentuhan dengan transmiter dan receiver
dengan gemuk
6. Letakkan transmiter dan receiver pada titik yang telah ditentukan
7. Nyalakan alat Pundit, dengan memutar tombol pada posisi ON. Baca besaran waktu
tempuh T (µs) yang tertera pada alat.
PERHITUNGAN :
Jarak
Kecepatan = v = ( km/s )
waktu
143
DATA HASIL PENGUJIAN
144
BAB 7
PENGUJIAN KUAT TARIK BETON
Dalam bab ini mahasiswa dapat mempelajari tentang besaran kekuatan tarik pada
beton, baik kuat tarik tidak langsung atau kuat tarik belah (splitting test), maupun kuat
tarik lentur (flexural test), Anda dapat mencoba pengujian ini, dengan menambahkan
beberapa jenis serat kemudian membandingkan dengan beton tanpa serat, serat yang
digunakan dapat diambil dari limbah, seperti potongan kawat atau limbah pertanian,
seperti serabut kelapa, atau limbah industri lainnya. Disarankan pada waktu praktek
mengikuti arahan instruktur atau teknisi, untuk mencegah kerusakan alat atau untuk
leselamatan sendiri, seperti pada waktu mengangkat benda uji berupa balok, cukup
berat, lakukan pengangkatan dengan bantuan teman mahasiswa lainnya, demikian pula
pada waktu pengujian. Sebelum melakukan praktek Anda harus mempelajari mata
kuliah Teknologi Bahan 2 dan Konstruksi Beton.
PENGANTAR K3
Pada pengujian kuat tarik pada beton, baik kuat tarik tidak langsung, maupun kuat tarik
lentur, potensi bahaya yang timbul hampir sama dengan pengujian beton keras lainnya,
yaitu adanya pecahan beton dari mesin tekan ataupun terkilirnya pergelangan tangan
pada waktu mengangkat benda uji. Untuk itu peralatan APD yang diperlukan adalah
kacamata safety dan sarung tangan kain. Pada pengujian kuat tarik, benda uji tidak
perlu di capping, sehingga mahasiswa tidak memerlukan penutup hidung, untuk
menjaga alat pernapasan.
Kompetensi Khusus :
a. Mahasiswa dapat melakukan prosedur pengujian kuat tarik tidak langsung
(spliting test )
b. Mahasiswa dapat mengoperasikan peralatan pengujian
c. Mahasiswa dapat menganalisa hasil pengujian
d. Mahasiswa dapat menarik kesimpulan hasil pengujian
TEORI
Umumnya kekuatan tarik pada beton relatif sangat rendah, karena bahan untuk
pembuatan beton, seperti semen dan agregat yang umumnya dari batu alam memiliki
sifat kuat tariknya juga kecil, sehingga mempengaruhi pula pada kuat tarik pada
betonnya. Maka dari itu pada struktur yang dibuat dari beton harus diperkuat dengan
besi atau baja tulangan. Selain itu untuk memperbesar kekuatan tarik pada beton, dapat
pula dilakukan dengan mencampur serat, baik serat alam atau buatan.
Pengujian kuat tarik tidak langsung menggunakan benda uji silinder diameter 150 mm
dengan tinggi 300 mm. benda uji setelah berumur 28 hari di uji dengan prosedur sesuai
dengan ASTM sebagai berikut :
Benda uji diletakkan pada alat Auxiliary Platen Assembly seperti terlihat pada Gambar
di atas, kemudian ditekan dengan menggunakan mesin tekan sampai mencapai beban
maksimum. Secara teoritis kuat tarik belah berkisar antara 10% sampai 20 % dari kuat
tekan karakteristiknya, dan menurut ACI, besarnya kuat tarik belah pada beton normal
adalah : antara 0.5 f’c sampai 0.6 f’c
146
PROSEDUR :
1. Beton berbentuk silinder dengan diameter 150 mm dan tinggi 300 mm, diambil dari
tempat perawatan. Benda uji yang diperlihara dalam kondisi lembab, pada tenggang
waktu menunggu pengujiannya, harus dijaga agar tetap lembab dengan cara
menyelimutinya dengan kain atau karung basah dan harus segera diuji dalam
keadaan lembab
2. Tentukan diameter benda uji dengan ketelitian sampai 0.25 mm yang merupakan
harga rata – arta dari tiga kali pengukuran diameter pada kedua ujung dan bagian
tengah benda uji, tentukan panjang benda uji dengan ketelitian hingga 2.5 mm yang
merupakan harga rata – rata dari paling sedikit dua buah pengukuran pada bidang
yang diberi tanda garis pada kedua ujung benda uji.
3. Timbang benda uji (B gram)
Untuk keperluan uji tarik, benda uji tidak perlu di capping
4. Pasang benda uji pada Auxiliary Platen Assembly, seperti pada gambar di samping.
Letakkan kayu tripleks sepanjang benda uji,
5. Bawa benda uji ke mesin tekan.
6. Atur mesin tekan, agar jarak antara plat atas dengan plat bawah tidak terlalu jauh,
yaitu dengan meletakkan plat sebagai ganjal. Usahakan setelah benda uji dipasang
pada mesin tekan, jarak antara sampel dengan plat atas tidak lebih dari 1(satu) cm
7. Siapkan mesin tekan dengan cara menyambungkan kabel antara bagian penekan
dengan bagian kontrol. Hubungkan pula kabel listrik antara mesin tekan dengan
sumber arus.
8. Atur jarum penunjuk sampai menunjukkan angka 0 (nol) dengan cara memutarnya.
147
9. Jalankan mesin tekan dengan memijit tombol star, kemudian tekan tombol rapid
approach agar sampel terangkat menempel pada plat atas mesin tekan, sampai jarum
penunjuk bergerak sedikit.
11. Lepas tombol rapid approach, sehingga mesin bergerak sendiri. Pemberian beban
dilakukan secara menerus tanpa sentakkan dengan kecepatan pembebanan konstan
yang berkisar antara 0,7 hingga 1,4 MPa per menit sampai benda uji hancur.
Kecepatan pembebanan untuk benda uji berbentuk silinder dengan ukuran panjang
300 mm dan diameter 150 mm berkisar antara 50 sampai 100 kN per menit
12. Beban sudah mencapai maksimum, jika jarum penunjuk berhenti dan kembali ke
angka nol. Pada saat tersebut catat besar beban maksimum (P maks, kN)
13. Segera stop mesin penguji sampai sampel dapat diambil dari mesin tekan.
PERHITUNGAN :
2 .P
Kuat Tarik: σtr = Kg/cm2 atau N/mm2
.l .d
Di mana :
148
7.2 PENGUJIAN KUAT TARIK LENTUR
Kompetensi Khusus :
a. Mahasiswa dapat melakukan prosedur pengujian kuat tarik lentur (Flexural Test)
b. Mahasiswa dapat mengoperasikan peralatan pengujian
c. Mahasiswa dapat menganalisa hasil pengujian
d. Mahasiswa dapat menarik kesimpulan hasil pengujian
TEORI
Untuk menguji kuat tarik pada beton dapat pula diuji dengan menghitung tegangan
lentur nya. Seperti diketahui balok yang mengalami lentur pada serat bawahnya akan
menerima tagangan tarik. Benda uji untuk uji kuat lentur berbentuk balok, dengan
dimensi 10 x 10 x 50 cm (untuk agregat dengan diameter atau 15 x 15 x 75 cm.
Pada pembebanan untuk uji lentur ada dengan satu titik, ada juga dengan dua titik.
Kuat tarik lentur pada balok beton adalah :
M
Kuat _ lentur
W
Dimana M : Momen akibat beban P ( Kg m )
W : Momen tahanan
Nilai teoritis yang diberikan oleh ACI untuk modulus of rupture (kuat tarik lentur)
adalah sebesar 0.62 f’c.
PROSEDUR :
1. Beton berbentuk balok, yang telah di rawat sampai hari pengujian, diambil dari
tempat perawatan.
2. Lap permukaannya sehingga kering, beri nomor masing-masing sampel agar tidak
tertukar.
3. Lakukan pengukuran panjang (p), lebar (b) dan tinggi (d) benda uji.
4. Pasang peralatan untuk pengujian lentur seperti pada gambar, atur jarak dua steel
rod bagian bawah, sehingga jarak as steel rod dengan ujung benda uji minimum
1” (2.54 cm) catat jarak ke dua steel rod ( L cm )
5. Letakkan benda uji di atas dua steel rod tersebut
6. Pasang steel rod lainnya pada bagian atas mesin tekan. Atur jarak steel rod bagian
atas harus terletak di tengah-tengah benda uji.
7. Siapkan mesin tekan dengan cara menyambungkan kabel antara bagian penekan
dengan bagian kontrol. Hubungkan pula kabel listrik antara mesin tekan dengan
sumber arus.
8. Atur mesin tekan, agar jarak antara plat atas dengan plat bawah tidak terlalu jauh,
yaitu dengan meletakkan plat sebagai ganjal. Usahakan setelah benda uji
dipasang pada mesin tekan, jarak antara sampel dengan plat atas tidak lebih dari
1(satu) cm
9. Atur jarum penunjuk sampai menunjukkan angka 0 (nol) dengan cara
memutarnya.
10. Jalankan mesin tekan dengan memijit tombol star, kemudian tekan tombol rapid
approach agar sampel terangkat menempel pada plat atas mesin tekan, sampai
jarum penunjuk bergerak sedikit.
11. Lepas tombol rapid approach, sehingga mesin bergerak sendiri. Atur kecepatan
pembebanan dengan memutar load rate antara 0.86 – 1.21 Mpa / menit..
12. Beban sudah mencapai maksimum, jika jarum penunjuk berhenti dan kembali ke
angka nol. Pada saat tersebut catat besar beban maksimum P maks ( kN)
13. Segera stop mesin penguji sampai sampel dapat diambil dari mesin tekan.
PERHITUNGAN :
150
Kuat Tarik lentur untuk satu beban (centre point loading method):
3.PL
: σlt = Kg/cm2 atau N/mm2
2bd 2
Kuat Tarik lentur untuk dua beban (third point loading method):
.PL
: σlt = Kg/cm2 atau N/mm2
bd 2
Untuk pengujian dimana patahnya benda uji ada di luar pusat (daerah1/3 jarak titik
perletakan bagian tengah) dan jarak antara titik pusat dan titik patah kurang dari 5%
dari jarak antara tttik perletakkan maka kuat lentur beton dihitung menurut
persamaan sebagai berikut
σlt = P a / b d2 Kg/cm2 atau N/mm2
dimana
σlt adalah kuat lentur benda uji
P Beban maksimum
L Jarak bentang
b lebar benda uji arah horizontal
d lebar benda uji arah vertical
a jarak antara rata-rata antara tampang lintang patah dan tumpuan luar yang
terdekat, diukur pada 4 tempat pada sudut dari bentang
151
152
BAB 8
PENGUJIAN MODULUS ELASTISITAS
Dalam bab ini mahasiswa akan mempelajari tentang besaran modulus elatisitas pada
beton, yaitu hasil bagi antara tegangan dan regangan pada daerah elastis. Semakin tinggi
modulus elastis pada beton, semakin tinggi mutu beton tersebut, dan semakin kaku,
karena dengan modulus elastis yang tinggi artinya beton tersebut memiliki tegangan
yang lebih besar, dengan perubahan bentuknya yang rendah. Selain dipengaruhi mutu
beton, jenis agregat, jenis semen, dan umur beton juga bentuk benda uji dan kecepatan
pembebanan akan menentukan modulus elastisitas, bentuk benda uji menurut ASTM
adalah silinder ukuran diameter 150 mm dan tinggi 300 mm. Daerah elastis pada beton
menurut ASTM berada pada tegangan 40% dari tegangan maksimumnya, dan pada
regangan 0.00005. Pada uji modulus elastisitas, mahasiswa dapat juga mengetahui
poisson ratio nya kalau peralatannya dilengkapi dengan perubahan panjang pada arah
melintang. Poisson ratio adalah perbandingan antara perubahan panjang arah melintang
dengan perubahan panjang arah memanjang. Disarankan pada waktu praktek mengikuti
arahan instruktur atau teknisi, untuk mencegah kerusakan alat atau untuk leselamatan
sendiri, seperti pada waktu mengangkat benda uji atau memasang benda uji dengan
peralatan uji modulus elstisitas, karena jika pemasangan Compressometer longgar akan
menyebabkan tidak akuratnya pembacaan.
PENGANTAR K3
Pada pengujian modulus elastisitas potensi bahaya yang timbul hampir sama dengan
pengujian beton keras lainnya, yaitu adanya pecahan beton dari mesin tekan ataupun
terkilirnya pergelangan tangan pada waktu mengangkat benda uji. Untuk itu peralatan
APD yang diperlukan adalah kacamata safety dan sarung tangan kain. Pada pengujian
modulus elastisitas benda uji perlu di capping, sehingga mahasiswa memerlukan
penutup hidung, untuk menjaga alat pernapasan.
153
Referensi: ASTM 469 - 02
Tujuan Pengujian :
a. Mendapatkan nilai modulus elastisitas pada beton keras
b. Membandingkan nilai Modulus Elastisitas hasil pengujian dengan nilai teoritis
c. Membandingkan nilai modulus elastisitas dengan kuat tekan
Kompetensi Khusus :
a. Mahasiswa dapat melakukan prosedur pengujian Modulus Elastisitas
b. Mahasiswa dapat mengoperasikan peralatan pengujian
c. Mahasiswa dapat menganalisa hasil pengujian
d. Mahasiswa dapat menarik kesimpulan hasil pengujian
TEORI
Modulus Elastistas adalah perbandingan antara tegangan dan regangan pada daerah
elastis. Daerah elastis pada beton menurut ASTM dibatasi antara regangan 0.00005
dengan tegangan pada 40 % tegangan maksimum (S2), sehingga rumus Modulus
Elastisitas pada beton adalah sebagai berikut :
tegangan
S2
S1
0.00005 ε2
Regangan
tegangan S 2 S1
Modulus Elastisitas E= =
regangan 2 0.00005
154
Di mana :
S2 = Tegangan pada saat beban mencapai 40 % beban maksimum = P2/A
S1 = Tegangan pada saat regangan mencapai 0.00005 = P1/A
ε2 = regangan pada saat beban mencapai 40 % beban maksimum (P2)
L2
=
L
ΔL2 = perubahan panjang pada saat beban mencapai 40 % Beban maksimum
P2 = Beban pada saat mencapai 40 % beban maksimum
P1 = Beban pada saat regangan mencapai 0.00005
Prosedur pengujian menurut ASTM dengan benda uji berbentuk silinder diameter 150
mm dan tinggi 300 mm setelah berumur 28 hari, kemudian ditekan dalam mesin tekan.
Untuk mengukur perubahan bentuk arah memanjang menggunakan peralatan
Compressometer sedangkan arah melintang menggunakan alat Extensometer
Hubungan antara tegangan- regangan pada beton merupakan perilaku beton yang diuji
untuk mengetahui kemampuan daktilitas beton, untuk beton berkekuatan rendah
memiliki kemampuan deformasi (daktilitas) yang tinggi. Untuk beton yang memiliki
kuat tekan yang tinggi pada umumnya kemampuan deformasinya rendah. Hal ini
menunjukkan bahwa beton yang berkekuatan tinggi lebih getas. Untuk perencanaan SNI
T – 12 – 2004 membatasi regangan beton yang tertekan diambil sebesar 0.003
155
ALAT DAN BAHAN :
PROSEDUR :
1. Beton berbentuk silinder, yang telah di rawat sampai hari pengujian, diambil dari
tempat perawatan. Tutup dengan kain lembab, diamkan satu jam sebelum diuji
2. Lap permukaannya sehingga kering, beri nomor masing-masing sampel agar tidak
tertukar.
3. Lakukan pengukuran panjang (L mm ), dan diameter (D mm).
156
Maka pertama yang harus ditentukan adalah Kuat Tekan maksimum pada sampel,
caranya yaitu uji salah satu sampel sampai didapat beban maximum. ( P max). Tentukan
40% Pmax ( P2 )
Hal lain yang perlu ditentukan adalah perubahan panjang (ΔL1) pada dial tersebut.
Untuk mencapai regangan 0.00005 . maka perubahan panjang ΔL1 dapat dihitung
sebagai berikut :
Misal tinggi benda uji = 300 mm,
L
Regangan ( ε ) =
L
ΔL1. = ε x L
ΔL1. = 0.00005 x 300 = 0.015 mm
Jika ketelitian dial 0.001 mm, maka bacaan dial pada saat benda uji mengalami
regangan 0.00005 adalah 0.015 : 0.001 = 15 div (Δ1)
10. Setelah diketahui beban maksimum, dan bacaan dial pada regangan 0.00005, maka
proses selanjutnya adalah bawa sampel ke alat mesin tekan.
11. Siapkan mesin tekan dengan cara menyambungkan kabel antara bagian penekan
dengan bagian kontrol. Hubungkan pula kabel listrik antara mesin tekan dengan
sumber arus.
12. Atur mesin tekan, agar jarak antara plat atas dengan plat bawah tidak terlalu jauh,
yaitu dengan meletakkan plat sebagai ganjal. Usahakan setelah benda uji dipasang
pada mesin tekan, jarak antara sampel dengan plat atas tidak lebih dari 1(satu) cm
13. Atur jarum penunjuk pada mesin tekan sampai menunjukkan angka 0 (nol) dengan
cara memutarnya, demikian juga jarum pada dial atur sampai menunjukkan angka 0
14. Jalankan mesin tekan dengan memijit tombol star, kemudian tekan tombol rapid
approach agar sampel terangkat menempel pada plat atas mesin tekan, sampai jarum
penunjuk bergerak sedikit.
15. Lepas tombol rapid approach, sehingga mesin bergerak sendiri. Atur kecepatan
pembebanan dengan memutar load rate antara 241 ± 34 kPa / detik..
Untuk silinder diameter 150 mm, luas bidangnya = 17671.46 mm2, kecepatan
pembebanan antara 3.65 kN sampai 4.85 kN /detik atau dibulatkan 4 kN/det
157
16. Perhatikan dial pada compressometer, pada saat dial tersebut menunjukan angka 15
div (Δ1) Catat pada mesin tekan beban P1, Lanjutkan pengujian sampai beban
mencapai P2 ( 40% P max), pada saat tersebut catat pada dial compressometer (Δ
L2),
17. Hitung Modulus Elastisitas
tegangan S 2 S1
Modulus Elastisitas (E) = =
regangan 2 0.00005
E = Modulus Elatisitas, Kg/cm2
P2
S2 = Tegangan pada saat 40 % tegangan maksimum = (Kg/cm2)
A
P1
S1 = Tegangan pada saat regangan 0.00005, = (Kg/cm2)
A
L2
e 2 = regangan pada saat tegangan S2.=
L
PERHITUNGAN :
158
S 2 S1
Hitung Modulus Elastisitas = E =
2 0.00005
S1
S2
ε2
E
160
DAFTAR PUSTAKA
ASTM, 2002, Annual Book of ASTM Standards vol 04.02. Concrete and Agregates,
American Society for Testing and Materials, West Conshohocken
Neville, Adam M, Brooks J.J, 2010 “ Concrete Technology” 3rd Edition, Longman
Scientific and Technical, Singapore
SNI : 1970 : 2008 “Cara uji berat jenis dan penyerapan air agregat halus” Badan
Standarisasi Nasional, Jakarta
SNI : 1973 : 2008 “Cara uji berat isi, volume produksi campuran dan kadar udara
beton” Badan Standarisasi Nasional, Jakarta
SNI : 1974 : 2011 “Cara uji kuat tekan beton dengan benda uji silinder” Badan
Standarisasi Nasional, Jakarta
SNI : 2417 : 2008 “Cara uji keausan agregat dengan mesin uji los angeles” Badan
Standarisasi Nasional, Jakarta
SNI : 4431 : 2011 “Cara uji kekuatan beton normal dengan dua titik pembebanan”
Badan Standarisasi Nasional, Jakarta
SNI 03-2491-2002 “Metode pengujian kuat tarik belah beton” Badan Standarisasi
Nasional, Jakarta
SNI 2847 : 2013 , “Persyaratan beton struktural untuk bangunan Gedung” Badan
Standarisasi Nasional, Jakarta
161
Teychenné D C, Franklin R E and Erntroy H C. 1997, “Design of normal concrete
mixes”. Building Research Establishment. Garston, CRC
SNI 03-3403-1994, “Metode Pengujian Kuat Tekan Beton Inti Pemboran”, Pusjatan
Litbang Pekerjaan Umum, Bandung
SNI ASTM C403/C403M -2012, “Metode uji waktu pengikatan campuran beton
dengan ketahanan penetrasi”, Badan Standarisasi Nasional, Jakarta
162
SINOPSIS
Buku ini disusun untuk keperluan praktek mahasiswa dan umum, terutama bagi mereka
yang bekerja di laboratorium teknik sipil, atau siapapun yang tertarik tentang pengujian
bahan untuk beton semen, mulai dari pengujian semen Portland, pengujian agregat kasar
dan halus, pengujian beton segar, serta pengujian beton keras. Dalam buku ini juga
dilengkapi dengan cara rancang campuran untuk beton normal, untuk pembuatan beton
semen, Buku disusun berdasarkan standar yang berlaku yang mengacu standar SNI,
ASTM dan BS. Untuk melancarkan proses belajar mengajar di laboratorium Pengujian
Bahan, Politeknik Negeri Jakarta, dalam buku dilengkapi dengan gambar peralatan yang
digunakan yang disesuaikan dengan peralatan yang terdapat di laboratorium pengujian
bahan. Selain gambar peralatan, buku ini juga dilengkapi dengan teori yang mendukung
praktek, dan juga pengantar keselamatan dan kesehatan kerja (K3)
Buku pedoman praktek ini dapat digunakan sebagai buku pegangan mahasiswa serta
instruktur di Laboratorium Pengujian Bahan. . .
163