Anda di halaman 1dari 14

BAB II

PEMBAHASAN
A.    Pengertian Asas Hukum
Secara terminology, yang dimaksud asas memiliki dua pengertian, yaitu yang pertama adalah
dasar, atau fundamen. Dan yang kedua adalah suatu kebenaran yang menjadi pokok dasar atau
tumpuan berpikir atau berpendapat. Sementara itu kamus hukum memberikan pemaknaan asas
sebagai suatu alam pikiran yang dirumuskan secara luas dan mendasari adanya suatu norma
hukum.
Sehingga asas hukum juga dapat dipahami sebagai dasar-dasar umum yang terkandung dalam
peraturan hukum dan dasar-dasar umum tersebut merupakan sesuatu yang mengandung nioai-
nilai etis. Asas hukum bukanlah norma hukum konkrit karena asas hukum adalah jiwanya norma
hukum itu. Norma hukum merupakan penjabaran secara konkrit dari asas hukum. Dikatakan asas
hukum sebagai jiwanya norma hukum atau peraturan hukum karena ia merupakan dasar lahirnya
peraturan hukum.
Asas hukum secara umum dapat diklasifikasikan menjadi dua, yaitu:
1.      Asas hukum umum, ialah asas yang berhubungan dengan bidang hukum dan berlaku untuk
semua bidang hukum itu, seperti asas equality before the law, asas lex posterior derogate legi
priori, asas bahwa apa yang lahirnya tampak benar, untuk sementara harus dianggap demikian
sampai diputus (lain) oleh pengadilan. Menurut P.Scholten ada 5 asas hukum umum, yaitu:
a.       Asas kepribadian
b.      Asas pesekutuan
c.       Asas kesamaan
d.      Asas kewibawaan, dan
e.       Asas pemisah antara baik dan buruk
2.      Asas hukum khusus, ialah asas yang berfungsi dalam bidang yang lebih sempit seperti
dalam bidang hukum pidana, hukum perdata dsb.
B.     Fungsi Asas Hukum
Dalam ilmu hukum, fungsi asas hukum terbagi dalam dua fungsi, yaitu:
1.      Fungsi dalam hukum, mendasarkan eksistensinya pada rumusan oleh pembentuk undang-
undang dan hakim (ini merupakan fungsi yang bersifat mengesahkan) serta mempunyai
pengaruh yang normative dan mengikat para pihak.
2.      Fungsi dalam ilmu hukum, hanya bersifat mengatur dan eksplikatif (menjelaskan). Tujuan
adalah memberi ikhtiar, tidak normative sifatnya dan tidak termasuk dalam hukum positif.[1]
C.    Ragam Asas Hukum
Asas hukum secara konseptual terdiri dari bermacam-macam, beberapa asas hukum yang
digunakan di Indonesia, yaitu:
1.      Asas nullum delictum noella poena sine praevia lege poenali, yaitu tiada suatu
perbuatanpun dapat dihukum, kecuali atas kekuatan undang-undang yang telah ada sebelum
perbuatan itu dilakukan.
2.      Asas in dubio pro reo ialah dalam keraguan diberlakukan ketentuan yang paling
menguntungkan bagi si terdakwa.
3.      Asas similia similibus ialah bahwa perkara yang sama (sejenis) harus diputus sama
(serupa).
4.      Asas pact sunt servanda ialah bahwa perjanjian yang sudah disepakati berlaku sebagai
undang-undang bagi para pihak yang bersangkutan.
5.      Asas geen straft zonder schuld ialah asas tiada hukuman tanpa kesalahan.
6.      Asas lex posterior derogate legi prior yaitu asas undang-undang yang berlaku kemudian
membatalkan undang-undang terdahulu, sejauh undang-undang itu mengatur objek yang sama.
7.      Asas lex superior derogate legi inferiori, yaitu suatu asas undang-undang dimana jika ada 2
undang-undang yang mengatur objek yang sama maka undang-undang yang lebih tinggi yang
berlaku sedangkan undang-undang yang lebih rendah tidak mengikat.
8.      Asas lex specialis derogate legi generali yakni undang-undang yang khusus
mengenyampingkan yang umum.
9.      Asas res judicata pro veritate habeteur, yaitu putusan hakim dianggap benar sampai ada
putusan hakim lain yang mengoreksinya.
10.  Asas lex dura set tamen scripta, yaitu undang-undang bersifat memaksa, sehingga tidak
dapat diganggu gugat.
11.  Asas audi et alteram partem atau audiatur et altera pars, yaitu bahwa para pihak harus
didengar. Contohnya, apabila persidangan sudah dimulai, maka hakim harus mendengar dari
kedua belah pihak yang bersengketa, bukan hanya dari satu pihak saja.
12.  Asas bis de eadem re ne sit action atau ne bis in idem, yaitu megenai perkara yang sama dan
sejenis tidak boleh disidangkan untuk yang kedua kalinya. Contohnya lihat pasal 76 KUH
Pidana.
13.  Asas clausula rebus sic stantibus, yaitu suatu syarat dalam hukum internasional bahwa suatu
perjanjian antar negara masih tetap berlaku, apabila situasi dan kondisinya tetap sama.
14.  Asas cogitationsis poenam nemo patitur yakni tidak ada seorangpun dapat dihukum oleh
sebab apa yang dipikirkannya.
15.  Asas summum ius summa iniuria, yaitu kepastian hukum yang tertingggi, adalah
ketidakadilan yang tertinggi.
16.  Asas ius curia novit, yaitu hakim dianggap mengetahui hukum. Artinya, hakim tidak boleh
menolak mengadili dan memutus perkara yang diajukan kepadanya, dengan alasan tidak ada
hukumnya karena ia dianggap mengetahui hukum.
17.  Asas presumption of innocence (praduga tak bersalah), yaitu seorang tidak boleh disebut
bersalah sebelum dibuktikan kesalahannya melalui putusan hakim yang berkekuatan hukum
tetap.
18.  Asas unus testis nullus testis (satu saksi bukanlah saksi) yaitu hakim harus melihat suatu
persoalan secara objektif dan mempercayai keterangan saksi minimal dua orang, dengan
keterangan yang tidak saling kontradiksi. Atau juga, keterangansaksi yang hanya satu orang
terhadap suatu kasus, tidak dapat dinilai sebagai saksi.
19.  Asas in dubio pro reo, yaitu apabila hakim ragu mengenai kesalahan terdakwa, hakim harus
menjatuhkan putusan yang menguntungkan bagi terdakwa.
20.  Asas fair rial atau self incrimination, ialah pemeriksaan yang tidak memihak, atau
memberatkan salah satu pikah atau terdakwa.
21.  Asas speedy administration of justice (peradilan yang cepat), artinya seseorang berhak untuk
cepat diperiksa oleh hakim demi terwujudnya kepastian hukum bagi mereka.
22.  Asas the rule of law, yaitu semua manusia sama kedudukanyan di depan hukum, atau
persamaan memperoleh perlindungan hukum.
23.  Asas nemo judex indoneus in propria, ialah tidak seorangpun dapat menjadi hakim yang
baik dalam perkaranya sendiri. Artinya, seorang hakim dianggap tidak akan mampu berlaku
objektif terhadap perkara bagi dirinya sendiri atau keluarganya, sehingga ia tidak dibenarkan
bertindak untuk mengadilinya.
24.  Asas the binding forse of precedent atau staro decises et quieta nonmovere, ialah pengadilan
atau hakim terdahulu, mengikat hakim-hakim lain pada peristiwa yang sama (asas ini dianut pada
Negara-negara yang menganut sistem hukum Anglo Saxson, seperti Amerika Serikat dan
Inggris).
25.  Asas cogatitionis poenam nemo patitur, ialah tidak seorangpun dapat dihukum karena apa
yang dipikirkan atau yang ada di hatinya. Artinya, pikiran atau niat yang ada dihati seseorang
untuk melakukan kejahatan tetapi tidak dilaksanakan atau diwujudkan maka ia tidak boleh
dihukum.
26.  Asas restitution in integrum, ialah kekacauan dalam masyarakat, haruslah dipulihkan dalam
keadaan semula (aman). Artinya, hukum harus memerankan fungsinya sebagai sarana
penyelesaian konflik.
27.  Asas errare hummanum est, turpe in errore perseverrare, artinya membuat kekeliruan itu
manusiawi namun tidaklah baik untuk mempertahankan terus kekeliruan tersebut.
28.  Asas fiat justitia ruat coelom atau fiat justicia pereat mundus, artinya sekalipun esok langit
akan runtuh atau dunia dunia akan musnah, keadilan harus tetap ditegakkan.
29.  Asas praduga rechtmatig (benar menurut hukum, presumption iustea causa). Asas ini
menganggap bahwa setiap tindakan penguasa selalu harus dianggap berdasarkan hukum (benar)
sampai ada pembatalan.
30.  Asas pembuktian bebas. Artinya hakimlah yang menetapkan beban pembuktian.
31.  Asas dominus litis (asas keaktifan hakim). Artinya keaktifan hakim dimaksudkan untuk
mengimbangi kedudukan para pihak yang tidak berimbang.
32.  Asas erga omnes (putusan pengadilan mempunyai kekuatan mengikat), artinya sengketa
TUN adalah sengketa hukum public. Dengan demikian putusan pengadilan berlaku bagi siapa
saja tidak hanya bagi para pihak yang bersengketa.
33.  Asas ultitum remidium (pengadilan sebagai upaya terakhir) artinya sengketa sedapat
mungkin diselesaikan melalui upaya administrasi (musyawaroh mufakat), jika belum puas maka
ditempuh dengan cara peradilan.
34.  Asas eidereen wordt geacht de wette kennen. Artinya setiap orang dianggap mengetahui
hukum. Artinya apabila suatu undang-undang telah dilembarnegarakan (diundangkan), maka
undang-undang itu dianggap telah diketahui oleh warga masyarakat, sehingga tidak ada alasan
bagi yang melanggarnya bahwa undang-udang itu belum diketahui berlakunya.
35.  Asas geen straf zonder schuld, ialah tiada hukuman tanpa kesalahan.
36.  Asas lex niminem cogit ad impossibilia, ialah undang-undang tidak memaksa seseorang
untuk melakukan sesuatu yang tidak mungkin.
37.  Asas nullum crimen nulla poena sine lege, ialah tidak ada kejahatan tanpa peraturan
perundang-undangan yang mengaturnya. Jadi suatu tindak kejahatan dikatakan sebagai perbuatan
melanggar hukum apabila melanggar undang-undang yang telah ditetapkan oleh pemerintah.
38.  Asas nemo plus juris tarnsferre potest quam ipse habet, ialah tidak seorangpun dapat
mengalihkan lebih banyak haknya dari pada yang ia miliki.
39.  Asas opinion necessitates, ialah keyakinan atas sesuatu menurut hukum adalah perlu sebagai
syarat untuk timbulnya hukum kebiasaan.
40.  Asas quiquid est in territorio, etiem est de territorio, ialah asas hukum dalam hukum
internasional yang menyatakan bahwa apa yang ada berada dalam batas-batas wilayah Negara
tunduk kepada hukum Negara itu.
41.  Asas testimonium de auditu, kesaksian dapat didengar dari orang lain.
42.  Asas jus cogen, sebuah norma yang memiliki keutamaan dibanding dengan norma-norma
lainnya. Dalam hal suatu norma telah memiliki status jus cogen tidak dimungkinkan mengalami
pembatalan atau modifikasi oleh tindakan apapun. Contoh norma jus cogen seperti genosida,
diskriminasi rasial, agresi, dll.
43.  Asas kesetaraan kedaulatan (equality before sovereign rights), setiap Negara memiliki
kesamaan kedaulatan, kesetaraan hak dan kewajiban, kesetaraan sebagai anggota organisasi
internasional, tanpa mempertimbangkan adanya perbedaan ekonomi, sosial, politik, dan sifat
lainnya.
44.  Asas hidup berdampingan secara damai yang didalam ini juga terkandung makna larangan
menggunakan metode perang sebagai instrument kebijakan luar negeri serta menyelesaikan
sengketa dengan cara-cara damai[2].
Beragam contoh asas atas merupakan asas-asas yang umum di gunakan dalam bidang hukum
dewasa ini. Namun, masih banyak contoh asas lainnya baik yang bersifat nasional maupun
universal.

Asas – Asas Hukum
NOVEMBER 30, 2013  / DR. (CAND) ARDIANSYAH S.H., M.H.

Asas Hukum adalah pikiran dasar yang terdapat dalam hukum konkret atau diluar
peraturan hukum konkret.

• EQUALITY BEFORE THE LAW


“kesederajatan di mata hukum”
Bahwa semua orang dipandang sama hak, harkat dan martabatnya di mata hukum.

• LEX SPECIALIS DEROGAT LEGI GENERALI


“ketentuan peraturan (UU) yang bersifat khusus mengenyampingkan ketentuan yang
bersifat umum”
Jika terjadi pertentangan antara ketentuan yang sifatnya khusus dan yang sifatnya
umum, maka yang diberlakukan adalah ketentuan yang sifatnya khusus.
Contoh: KUHP M(khusus) — KUHP (umum)  Pasal 338 KUHP (pembunuhan)
• LEX SUPERIORI DEROGAT LEGI INFERIORI
“ketentuan peraturan (UU) yang mempunyai derajat lebih tinggi didahulukan
pemanfaatannya/penyebutannya daripada ketentuan yang mempunyai derajat lebih
rendah”
Jika terjadi pertentangan antara UU yang lebih tinggi dengan yang lebih rendah, maka
yang diberlakukan adalah ketentuan yang lebih tinggi.

• LEX POST TERIORI DEROGAT LEGI PRIORI


“ketentuan peraturan (UU) yang baru mengenyampingkan / menghapus berlakunya
ketentuan UU yang lama yang mengatur materi hukum yang sama”
Jika terjadi pertentangan antara UU yang lama dengan yang baru, maka yang
diberlakukan adalah UU yang baru.
Contoh: berlakunya UU no 32 tahun 2004, menghapus berlakunya UU no 22 tahun
1999 tentang peraturan daerah.

• RES JUDICATA VERITATE PRO HABETUR


“keputusan hakim waib dianggap benar kecuali dibuktikan sebaliknya”
Jika terjadi pertentangan antara keputusan hakim dengan ketentuan UU, maka yang
diberlakukan adalah keputusan hakim/pengadilan.

• LEX DURA SECTA MENTE SCRIPTA


“ketentuan UU itu memang keras, karena sudah oleh pembuatnya seperti itu
(hukumnya sudah ditentukan seperti itu)
Contoh:
ketentuan Pasal 10 KUHP (tentang jenis-jenis hukuman)
1. hukuman pokok
– hukuman mati
– hukuman penjara
– hukuman kurungan
– hukuman denda
2. hukuman tambahan
– pencabutan hak-hak tertentu
– perampasan barang-barang hasil kejahatan

• LEX NIMINEM CODIG AD IMPOSIBILIA


“ketentuan UU tidak memaksa seseorang untuk mentaatinya, apabila orang tersebut
benar-benar tidak mampu melakukannya”
Contoh:
– Pasal 44 KUHP : orang gila
– Pasal 45 KUHP : dibawah umur
– Pasal 48, 49 KUHP : pembelaan darurat
– Pasal 50 KUHP : karena tugas

• NULLUM DELICTUM NOELA POENA SINE PRAEVIA LEGI POENALE


“Asas Legalitas” (pasal 1 ayat (1) KUHP)
Asas yang menentukan bahwa tiap-tiap perbuatan pidana harus ditentukan sedemikian
rupa oleh suatu aturan undang-undang. Tidak ada suatu perbuatan dapat dihukum
tanpa ada peraturan yang mengatur perbuatan tersebut sebelumnya.

• DIE NORMATIEVEN KRAFT DES FAKTISCHEN


“perbuatan yang dilakukan berulang kali memiliki kekuatan normative”
• STRAFRECHT HEEFTGEEN TERUGWERKENDE KRACHT
“asas tidak berlaku surut”
Seandainya seseorang melakukan suatu tindak pidana yang baru kemudian hari
terhadap tindakan yang serupa diancam dengan pidana, pelaku tdk dapat dipidana atas
ketentuan yang baru itu. Hal ini untuk menjamin warga negara dari tindakan
sewenang-wenang dari penguasa.

• GEENSTRAF ZONDER SHCULD


“tidak dipidana jika tidak ada kesalahan”
Bahwa seseorang yang tidak melakukan kesalahan / tindak pidana tidak dapat
dibebankan sanksi pidana terhadapnya.

• PRESUMTION OF INNOCENCE
“praduga tak bersalah”
Seseorang tidak dapat dinyatakan bersalah apabila belum diputus pengadilan atau
memiliki kekuatan hukum yang sah.

• UNUS TESTIS NULLUS TESTIS


“satu orang saksi bukan saksi”
Dalam suatu pemeriksaan harus ada lebih dari seorang saksi, jika hanya ada satu saksi
saja maka kesaksiannya tidak dapat diterima.

sas Umum dalam Hukum

1. Lex specialis derogat lex generali

“Undang-Undang yang bersifat khusus dapat mengesampingkan Undang-Undang


yang bersifat umum”

Contoh: UU No. 24 Tahun 2003 sebagaimana telah diubah dengan UU No. 8 Tahun
2011 Tentang Mahkamah Konstitusi dapat mengesampingkan UU No. 40 Tahun 2009
Tentang Kekuasaan Kehakiman.

2. Lex superior derogat lex inferiori

“Undang-Undang yang lebih tinggi dapat mengesampingkan UU yang berada


dibawahnya”
Lihat Pasal 7 ayat 1 Undang-Undang No. 12 Tahun 2011 Tentang Pembentukan
Peraturan Perundang-Undangan:

Jenis dan hierarki Peraturan Perundang-undangan terdiri atas:

Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945;


Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat;
Undang-Undang/Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang;
Peraturan Pemerintah;
Peraturan Presiden;
Peraturan Daerah Provinsi; dan
Peraturan Daerah Kabupaten/Kota.
3. Lex posteori derogat lex priori

“Undang-Undang yang baru dapat mengesampingkan Undang-Undang yang lama”

Contoh: Undang-Undang No. 14 Tahun 1970 Tentang Kekuasaan Pokok-Pokok


Kehakiman dapat dikesampingkan oleh Undang-Undang No. 40 Tahun 2009 Tentang
Kekuasaan Kehakiman.

4. Ex aequo et bono

“Kelayakan dan kepatutan”

5. Unus testis nullus testis

“Kesaksian satu orang, bukanlah kesaksian”

6. Pacta sunt servanda

“Perjanjian berlaku mengikat untuk ditaati para pembuatnya”

7. Pacta tertes ned norcent ned prosunt

“Perjanjian yang dibuat para pihak, tidak berlaku mengikat bagi pihak ketiga”

8. Nebis in idem
“seseorang tidak dapat diadili untuk kedua kalinya dalam perkara yang sama”

9. Res judicata pro veritate hebertur

“Putusan hakim senantiasa dianggap benar untuk sementara”

10. Ex injuria non oritus ius

“Dari hal melawan hukum tidak menimbulkan hak bagi pelaku”

11. Nullum crimen sine lege

“Perjanjian internasional dapat mengikat pihak ke tiga, apabila isi perjanjian itu
diturunkan/diwahyukan dari hukum kebiasaan internasional dan hukum maniter
internasional”

12. In dubio proreo (Pasal  182 ayat (6) KUHAP)

“Apabila hakim mengalami keraguan dalam menjatuhkan sanksi terhadap terdakwa,


maka hakim menjatuhkan sanksi yang paling meringankan terdakwa”

13. Audiatur et altera pars / Audi alteram partern

“Pihak lain juga harus di dengar”

14. Asas legalitas (Pasal 1 ayat (1) KUHP) – nullum delictum nula poena sine praevia
lege poenali, mengandung 3 prinsip dasar :

a.      Nulla poena sine lege (tiada pidana tanpa undang-undang)

b.      Nulla Poena sine crimine (tiada pidana tanpa perbuatan pidana)

c.      Nullum crimen sine poena legali (tiada perbuatan pidana tanpa undang-undang
pidana yang terlebih dulu ada).

15. Similia similibus


“Perkara yang sama diputus serupa pula”

16. Cogitationis nemo patitur

“Apa yang dipikir/dibatin tidak dapat dipidana”

17. Vox populi vox Dei

“Suara rakyat suara Tuhan”

18. Lex dura secta mente scripta

“UU itu keras, tetapi sudah ditentukan demikian”

19. Lex niminem cogit ad impossibilia

“UU itu tidak memaksakan  seorangpun untuk melakukan sesuatu yang tidak mungkin
/ tidak masuk akal untuk dilakukan”

20. Si vis pacem para bellum

“Jika kamu ingin menang bersiaplah untuk perang”

21. Lax agendi lex essendi

“Hukum berbuat adalah hukum keberadaan”

22.  ignorantia legis excusat neminem

“Tidak tahu undang-undang tidak merupakan alasan pemaaf”


Asas-Asas Hukum
BY DAMANG AVERROES AL-KHAWARIZMI · NOVEMBER 28, 2012

Asas merupakan jantungnya hukum.


Demikian pernah dikatakan oleh Sadtjipto Rahardjo. Meskipun asas
kelihatannya masih bersifat abstrak, tetapi asaslah yang membentuk hukum
itu sehingga memiliki sifat kepastian yang nyata, konkret dan jelas.
Namun dengan lahirnya teks pasal-pasal dalam suatu peraturan perundang-
undangan itu juga tidak dapat dipungkiri bahwa asas sebagai bahagian yang
penting. Berikut ini dalam mata kuliah pengantar ilmu hukum yang saya
bawakan, beberapa asas yang penting kiranya menjadi rujukan:

1. Actus non facid reum, nisi mens sitrea (sikap batin yang tidak bersalah,
orang tidak boleh dihukum).
2. All men are equal before the law, without distinction sex, race, religion
and social status (semua manusia adalah sama di depan hukum, tanpa
membedakan kelamin, kulit, agama dan status sosial).
3. Alterum non laedere (perbuatanmu janganlah merugikan orang lain ).
4.  Audi et alteram partem atau audiatur et altera pars (para pihak harus
didengar)
5. Bis de eadem re ne sit actio atau ne bis in idem (mengenai perkara
yang sama dan sejenis tidak boleh disidangkan untuk yang kedua kalinya)
6. Clausula rebus sic stantibus (suatu syarat dalam hukum internasional
bahwa suatu perjanjian antar Negara masih tetap berlaku apabila situasi
dan kondisinya tetap sama)
7. Cogitationis poenam nemo patitur (tiada seorang pun dapat dihukum
oleh sebab apa yang dipikirkannya ).
8. De gustibus non est disputandum (mengenai selera tidak dapat
disengketakan)
9. Eidereen wordt geacht de wette kennen ( setiap orang dianggap
mengetahui hukum)
10. Errare humanum est, turpe in errore perseverare (membuat kekeliruan
itu manusiawi,namun tidaklah baik untuk mempertahankan terus
kekeliruan ).
11. Fiat justitia ruat coelum atau fiat justitia pereat mundus ( sekalipun esok
langit akan runtuh atau dunia akan musnah, keadilan harus tetap
ditegakkan ).
12. Geen straf zonder schuld ( tiada hukuman tanpa kesalahan ).
13. Hodi mihi cras tibi (ketimpangan atau ketidakadilan yang menyentuh
perasaan, tetap tersimpan dalam hati nurani rakyat ).
14. Hukum merupakan suatu alat Bantu
15. In dubio pro reo ( apabila hakim ragu mengenai kesalahan terdakwa,
hakim harus menjatuhkan putusan yang menguntungkan bagi terdakwa )
16. Justitia est ius suum cuique tribuere ( keadilan diberikan kepada tiap
orang apa yang menjadi haknya )
17. Juro suo uti nemo cogitur (tak ada seorang pun yang diwajibkan
menggunakan haknya )
18. Koop breekt geen huur (jual beli tidak memutuskan sewa menyewa ).
19. Lex dura sed ita scripta atau lex dura sed tamente scripta (undang-
undang adalah keras tetapi ia telah ditulis demikian ).
20. Lex specialis derogat legi generalis (undang-undang yang khusus
didahulukan berlakunya daripada undang-undang yang umum).
21. Lex superior derogate legi inferiori (undang-undang yang lebih tinggi
mengenyampingkan undang-undang yang lebih rendah tingkatannya).
22. Lex posterior derogate legi priori atau lex posterior derogat legi anteriori
(undang-undang yang lebih baru mengenyampingkan undang-undang
yang lama ).
23. Lex niminem cogit ad impossibilia (undang-undang tidak memaksa
seseorang untuk melakukan sesuatu yang tidak mungkin).
24. Manusia dilahirkan sama dan merdeka yang memiliki hak asasi (human
rights) sebagai pemberian sang pencipta.
25. Matrimonium ratum et non consumatum ( perkawinan yang dilakukan
secara formal, namun belum dianggap jadi mengingat belum terjadi
hubungan kelamin ).
26. Melius est acciepere quam facere injuriam (lebih baik mengalami
ketidakadilan, daripada melakukan ketidakadilan ).
27. Nu is men he teens,dat recht op the een of andere wijze op de
menselijke samenleving is betrokken (umum telah menyepakati bahwa
bagaimanapun juga hukum itu ada hubungannya dengan masyarakat ).
28. Nemo plus juris transferre potest quam ipse habet ( tak seorang pun
dapat mengalihkan lebih banyak haknya daripada yang ia miliki ).
29. Nemo judex indoneus in propria ( tidak seorang pun dapat menjadi
hakim yang baik dalam perkaranya sendiri ).
30. Nullum delictum nulla poena sine praevia lege poenali ( tiada suatu
perbuatan dapat dihukum, kecuali atas kekuatan ketentuan pidana dalam
undang-undang yang telah ada lebih dahulu daripada perbuatan itu ).
31. Opinio necessitatis (keyakinan atas sesuatu menurut hukum adalah
perlu sebagai syarat untuk timbulnya hukum kebiasaan )
32. Pacta sunt servanda (setiap perjanjian itu mengikat para pihak dan
harus ditaati dengan itikad baik ).
33. Patior est qui prior est (siapa yang datang pertama, dialah yang
beruntung)
34. Presumption of innocence (seseorang dianggap tidak bersalah sebelum
ada putusan hakim yang menyatakan bersalah dan putusan hakim
tersebut telah mempunyai kekuatan hukum yang tetap ).
35. Princeps legibus solutus est (kaisar tidak terikat oleh undang-undang
atau para pemimpin sering berbuat sekehendak hatinya terhadap anak
buahnya ).
36. Quiquid est in territorio, etiam est de territorio (apa yang berada dalam
batas-batas wilayah Negara tunduk kepada hukum negara itu ).
37. Qui tacet consentire videtur ( siapa yang berdiam diri dianggap
menyetujui ).
38. Res nullius credit occupanti (benda yang diterlantarkan pemiliknya
dapat diambil untuk dimiliki ).
39. Recht is er over de gehele wereld ,overal waar een samenleving van
mensen is (hukum terdapat di seluruh dunia,di mana terdapat suatu
masyarakat manusia).
40. Resjudicata proveri tate habetur ( setiap putusan hakim atau pengadilan
adalah sah, kecuali dibatalkan oleh pengadilan yang lebih tinggi).
41. Restitutio in integrum ( kekacauan dalam masyarakat, haruslah
dipulihkan pada keadaan semula / aman ).
42. Speedy administration of justice ( peradilan yang cepat ).
43. Summum ius summa injuria (keadilan tertinggi dapat berarti
ketidakadilan tertinggi )
44. Similia similibus (dalam perkara yang sama harus diputus dengan hal
yang sama pula, tidak pilih kasih ).
45. Testimonium de auditu ( kesaksian dapat didengar dari orang lain ).
46. The binding force of precedent ( putusan hakim sebelumnya mengikat
hakim-hakim lain dalam perkara yang sama ).
47. Unus testis nullus testis ( satu orang saksi bukanlah saksi ).
48. Ut sementem feceris ita metes ( siapa yang menanam sesuatu dialah
yang akan memetik hasilnya ).
49. Verba Volant scripta manent (kata-kata biasanya tidak berbekas
sedangkan apa yang ditulis tetap ada).
50. Vox populi vox dei (suara rakyat adalah suara Tuhan ).

Anda mungkin juga menyukai