Anda di halaman 1dari 8

PEMANFAATAN MEDIA SOSIAL SEBAGAI MEDIA UNTUK MEMPERKENALKAN

FOLKLOR SULAWESI SELATAN MELALUI MEDIA ILUSTRASI


Muhammad Givari Ali Imran
1886141005
Desain Komunikasi Visual, Fakultas Seni dan Desain, Universitas Negeri Makassr
Email : eghyimran29@gmail.com

Abstrak
Penelitian ini membahas bagaimana peranan media sosial sebagai media presentasi folklor Sulawesi
Selatan yang disajikan dengan media ilustrasi. Kumpulan data didapatkan melalui studi pustaka dan
sebaran angket kepada remaja yang berdomisi di Sulawesi Selatan. Di dalam penelitian ini diketahui
bahwa media sosial dengan keunggulan utamanya yaitu jangkauan dan publisitas yang tinggi, berpeluang
untuk menjadi media presentasi folklor Sulawesi Selatan yang dapat menjangkau atensi khalayak luas.
Ilustrator dengan daya kreatifnya dalam menginterpresentasikan sebuah narasi menjadi karya visual,
memiliki peranan penting sebagai pengemas dan penarik perhatian pertama dari pengguna media sosial.
Penelitian ini berfungsi untuk membuka kesadaran pekerja visual yang berkecimpung di dunia media
sosial, bahwa mereka memiliki peranan penting untuk ikut berkontribusi memperkenalkan folklor
Sulawesi Selatan kepada khalayak luas.
Kata kunci : Folklor Sulawesi Selatan, media sosial, ilustrasi
Abstract
This study discusses the role of social media as a presentation medium for South Sulawesi folklore, which
is presented with illustration media. The data collection was obtained through literature study and
questionnaire distribution to adolescents who live in South Sulawesi. In this study, it is known that social
media, with its main advantages, namely high reach and publicity, has the opportunity to become a
presentation medium for South Sulawesi folklore that can reach the attention of a wide audience.
Illustrators, with their creative power in presenting a narrative into visual works, have an important role
as packaging and attracting the first attention of social media users. This research serves to open the
awareness of visual workers who are involved in the world of social media, that they have an important
role to play in contributing to introducing South Sulawesi folklore to a wide audience.
Keywords: South Sulawesi folklore, social media, illustration

PENDAHULUAN
Kekayaan budaya negara kita begitu beragam corak dan warnanya, setiap daerah memiliki seni budaya
khasnya masing-masing, termasuk di wilayah Sulawesi Selatan. Warisan budaya seperti tarian, pakaian,
musik, sastra, hingga cerita rakyat, merupakan peninggalan berharga dari generasi terdahulu. Warisan-
warisan kebudayaan dan karya seni dari peninggalan generasi terdahulu dikenal sebagai folklor. Salah
satu warisan budaya yang terkenal dari wilayah Sulawesi Selatan adalah kisah I La Galigo yang
merupakan manuskrip terpanjang di dunia. [ CITATION Yos14 \l 1033 ] menyatakan jumlah baris dalam
kisah I La Galigo mencapai 300.000 baris, mengalahkan kisah Mahabharata dengan 200.000 baris. Selain
itu, pakaian adat baju bodo, tari pakarena dan lagu anging mammiri juga menjadi kesenian populer dari
Sulawesi Selatan.
Sayangnya, masih banyak folklor Sulawesi Selatan yang kurang dikenal oleh masyarakat. Khususnya
pada kaum remaja terutama dari mereka yang tinggal di daerah perkotaan. Hal ini disebabkan oleh
industri hiburan dan media yang telah didominasi oleh pengaruh kultur luar. Sehingga menyisakan ruang
yang kecil untuk memakmurkan kultur lokal. Salah satu contoh foklor adalah cerita rakyat. Sebagian
besar generasi muda sudah mulai asing dengan kisah Nenek Pakende, Putri Tandampalik, I Laurang Sang
Manusia Udang, dan cerita rakyat lainnya. Padahal, cerita rakyat memiliki peranan penting dalam
merepresentasikan identitas khas daerah kepada masyarakat selaku pemilik daerah. Seperti yang
dikatakan oleh[ CITATION Tje10 \l 1033 ], bahwa upaya menggali dan memperkenalkan cerita rakyat,
berarti sama halnya dengan mencari dan memperkenalkan identitas daerah pemiliknya. Oleh karena itu
cerita rakyat di setiap daerah perlu diperkenalkan kepada masyarakat secara turun temurun, maksudnya
agar masyarakat terutama generasi penerusnya mengetahui identitas daerahnya.
Menyikapi hal ini, tentu diperlukan sebuah upaya untuk memperkenalkan folklor khas Sulawesi
Selatan melalui media mainstream dan platform yang digunakan secara masif. Guna mendapatkan
kembali perhatian masyarakat kepada pesona folklor lokal yang seakan ‘tersembunyi’ secara meluas.
Salah satu media yang masif digunakan oleh masyarakat khususnya remaja adalah media sosial. Media
sosial adalah sebuah media online, dengan para penggunanya bisa dengan mudah berpartisipasi, berbagi,
dan menciptakan isi meliputi blog, jejaring sosial, wiki, forum dan dunia virtual. [ CITATION Nur18 \l
1033 ]. Layanan media sosial yang memberi semua orang kesempatan untuk saling berjejaring, berkarya,
memberi / mencari ilmu serta hiburan, membuat media sosial menjadi media virtual yang menyenangkan.
Menurut (Kaplan, Andreas, dan Haenlein, 2010) dalam [ CITATION Yun17 \l 1033 ] Media sosial
mengajak siapa saja yang tertarik untuk berpartisipasi dengan memberi kontribusi dan feedback secara
terbuka, memberi komentar, serta membagi informasi dalam waktu yang cepat dan tak terbatas.
Banyak kita jumpai akun-akun berbasis edukasi yang menyajikan info-info unik, menarik, dan
edukatif yang menambah wawasan audiens yang mengikutinya. Melihat hal ini, maka tepat rasanya jika
folklor Sulawesi Selatan juga diperkenalkan dengan media dan metode yang sama. Yaitu membuat akun
berbasis wawasan budaya untuk memperkenalkan folklor dari Sulawesi Selatan kepada audiens secara
meluas.

METODE PENELITIAN
Penelitian ini menggunakan kajian literatur berupa jurnal, artikel dan buku sebagai rujukan penelitian.
Sumber literatur ini digunakan sebagai sumber referensi dan materi rujukan sebagai penunjang dalam
proses penelitian.
Melakukan survei kepada target audiens untuk melakukan pengujian dalam topik masalah yang
diangkat. Survei dilakukan menggunakan media daring dengan menyebarkan format isian kepada target
audiens yang telah ditentukan.Observasi lapangan dilakukan untuk mendapat hasil riset yang konkrit dan
absolut mengenai tangkat urgensi topik masalah yang diangkat.
Pengumpulan data dilakukan dengan cara melakukan survei kepada audiens remaja dengan rentang
usia 16-21 tahun. Angket dibuat mengunakan google form kepada responden dengan kriteria yang
memenuhi syarat. Penyebaran angket dilakukan untuk mengetahui tingkat pengetahuan remaja akan
folklor Sulawesi Selatan dan mengetahui media apa yang paling cocok bagi target audiens.
Angket yang diberi judul ‘Survei Wawasan Folklor Sulawesi Selatan pada Remaja’ disebar melalui
aplikasi pesan daring dengan melampirkan kisah Asal-Usul Tari Pakarena yang telah disiapkan dalam
bentuk ilustrasi naratif sebagai sampel penguji. Proses penampungan responden survei dilakukan selama
tiga hari, yaitu dari tanggal 18-20 Septemeber 2020 dengan hasil final sebanyak 21 responden.
Kebanyakan responden berdomisili di kota Makassar dan mayoritas berusia 20 tahun.
Hasil angket menunjukkan bagaimana presentasi wawasan folklor Sulawesi Selatan pada remaja
dengan rentang usia 16-21 tahun masih dianggap minim. Diketahui bahwa persentasi mereka yang belum
mengetahui kisah folklor yang dilampirkan adalah sebanyak 76.2 %. Jumlah responden yang menjawab
pertanyaan untuk menyebut sekurang-kurangnya tiga folklor yang mereka ketahui hanya empat
responden. Tetapi semua audiens mengaku tertarik untuk mempelajari folklor Sulawesi Selatan melalui
media sosial yang dikemas dengan ilustrasi.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Pentingnya Melestarikan Eksistensi Folklor
Kebudayaan bangsa Indonesia sungguh beraneka ragam dimana setiap daerah memiliki corak, ciri
khas, dan entitasnya masing-masing. Kekayaan kebudayaan menjadi harta pusaka bangsa yang tak ternilai
harganya. Keberagaman kultural kita yang kaya ini juga menjadi daya tarik bagi negara lain yang
tentunya memberi manfaat dan aset berharga yang dapat melambungkan nama Indonesia. Seperti yang
dikatakan oleh [ CITATION Sya20 \l 1057 ], bahwa pada hakikatnya, budaya tradisi sebagai produk asli
para leluhur terkandung banyak nilai-nilai luhur pembentuk jati diri bangsa.
Kebudayaan Indonesia merupakan cermin suatu bangsa atau masyarakat dari berbagai daerah di
seluruh wilayah Nusantara. Dalam mengembangkan kebudayaan bangsa perlu ditumbuhkan kemampuan
untuk mengembangkan serta melestarikan nilai-nilai budaya daerah. [ CITATION Jam17 \l 1033 ]. Salah
satu ragam kebudayaan yang melekat dalam kehidupan bermasyarakat adalah folklor yang diwariskan
secara turun-temurun. Menurut (Danandja, 1997) dalam [ CITATION Jok16 \l 1033 ] Menyatakan bahwa
folklor merupakan sebagian kebudayaan dari suatu kolektif yang tersebar dan diwariskan secara turun
temurun secara tradisional dalam versi yang berbeda, baik dalam bentuk lisan maupun dalam bentuk
contoh yang disertai dengan gerak isyarat atau alat pembantu pengingat. Dengan demikian folklor
mengkaji unsur fisik manusia dan segala bentuk budayanya, seperti bahasa, adat istiadat, tari-tarian, alat
musik, dan sejenisnya. Kekayaan folklor adalah hak penuh masyarakat karena penuturan dan
pewarisannya yang sudah lama diturunkan dari lapisan warisan selama bertahun-tahun. Seperti yang
dikatakan (Anafiah, 2015: 128) dalam [ CITATION Nur20 \l 1057 ] bahwa keberadaan cerita rakyat
diwariskan secara turun-temurun dan umumnya tidak diketahui pengarangnya karena kemunculannya pun
tidak sengaja dan berlangsung dari waktu ke waktu, dan tidak sekaligus seperti halnya penulisan sastra
dewasa ini. Jadi, ia milik masyarakat.
Penuturan warisan budaya secara tradisional atau dari mulut ke mulut mulai ditinggalkan dan jarang
dilakukan. Banyak dari kita yang sudah jarang diceritakan kisah-kisah nenek moyang dari orang tua.
Sehingga membuat kita minim ilmu akan kekayaan daerah kita sendiri. Ditambah lagi dengan arus
globalisasi sudah mengakar kuat dalam keseharian kita, membuat warisan budaya seakan terkubur
eksistensinya dari penglihatann generasi yang baru. Utamanya pada kaum remaja, terkhusus yang tinggal
didaerah perkotaan. Banyak dari kita yang merasa asing dengan warisan budaya dari daerah kita sendiri.
Makin menjamurnya industri hiburan dan media dari luar, berhasil mencuri antensi dari remaja. Penyajian
yang modern, visual yang menarik, dan publikasi yang tinggi membuat remaja terbuai dan lebih memilih
untuk fokus dalam mengulik dan mengikuti tren budaya luar.
Padahal jika kita ingin melenusuri dengan dalam, banyak kisah-kisah dahulu yang sarat akan makna
dengan penceritaan yang cukup menarik. Banyak darinya yang mengajarkan tentang adat kesopanan,
cinta sesama manusia, cinta alam, penyerahan diri pada yang Kuasa dan raya syukur. Salah satu contoh
ragam folklor adalah folktale, atau lebih dikenal dengan cerita rakyat. Cerita rakyat berupa dongeng,
legenda, dan mitos. Menurut [ CITATION Tje10 \l 1033 ] cerita rakyat berfungsi sebagai alat untuk
mewariskan adat istiadat dan kebiasaan, serta kepercayaan; untuk menyampaikan pendidikan; dan untuk
menyampaikan asal-usul kejadian atau hal-hal yang mengandung berita maupun sejarah. Melalui cerita
rakyat, generasi penerus diharapkan mengenal asal usul nenek moyangnya serta mengetahui dan
menghargai jasa orang jaman dahulu yang telah berbuat sesuatu yang bermanfaat bagi masyarakat, daerah
dan keturunannya.
Selain cerita rakyat, bentuk folklor lainnya adalah tarian. Sebut saja tari Pakarena. Dimana dalam
gerak tariannya memiliki makna filosofis kehidupan dan menggambaran kelembutan dan kesopanan gadis
Gowa. Lagu Anging Mammiri dengan keindahan liriknya yang mengingatkan kita untuk selalu pulang ke
rumah setelah pergi jauh berkelana. Tentunya masih banyak lagi kekayaan folklor Sulawesi Selatan yang
tersebar diberbagai daerah. Maka penting bagi saluran media yang accessible untuk memanfaatkan
peluangnya untuk menarik perhatian masyarakat agar dapat mengenal folklor Sulawesi Selatan.
Peluang Media Sosial sebagai Media Presentasi Folklor
Salah satu media dengan aksibilitas dan jangkaun yang tinggi adalah media sosial. Menurut Purnama
(2011) dalam [ CITATION Yun17 \l 1033 ] social media mempunyai beberapa karakteristik khusus
diantaranya :
a. Jangkauan (reach) Daya jangkauan social media dari skala kecil hinga khalayak global.
b. Aksesibilitas (accessibility) Social media lebih mudah diakses oleh publik dengan biaya
yang terjangkau.
c. Penggunaan (usability) Social media relatif mudah digunakan karena tidak memerlukan
keterampilan dan pelatihan khusus.
d. Aktualitas (immediacy) Social media dapat memancing respon khalayak lebih cepat.
e. Tetap (permanence) Social media dapat menggantikan komentar secara instan atau
mudah melakukan proses pengeditan.
Media sosial juga telah lama menjadi media untuk mendapatkan informasi. Kebanyakan dari kita yang
memegang gawai dengan frekunensi waktu yang tinggi cenderung mendapatkan info-info terbaru dan
terkini dari media sosial. [ CITATION Cha17 \l 1033 ] menyatakan bahwa pada era awal milenium internet
merupakan media baru dalam kebutuhan akan penyediaan informasi bagi segelintir kelompok masyarakat
di dunia. Dalam proses perkembangannya muncul fitur internet yang dikenal dengan istilah media sosial.
Ilustrasi sebagai Kemasan Presentasi Folklor
Melihat performa media sosial yang memiliki jangkauan, aksesibilitas, dan penggunaan yang mudah,
menjadikan media sosial sebagai medium ampuh dalam memperkenalkan folklor. Selain penggunaan
medium, hal lain yang diperhatikan adalah bagaimana cara untuk mengemas presentasi folklor dengan
menarik dimata pemirsanya. Salah satu gaya pengemasan narasi dengan media visual adalah ilustrasi.
Ilustrasi memiliki fungsi sebagai penjelas dari suatu narasi/teks. Dengan adanya ilustrasi, audiens dibawa
untuk melihat bagaimana penggambaran visual dari objek yang dijelaskan.

Salah satu tujuan dari ilustrasi yang disebutkan dalam [ CITATION Sof17 \l 1033 ], adalah untuk
menyajikan gambaran grafis secara artistik sehingga menstimulasi rasa estetik dalam diri audiens
(pembaca, penonton, pemirsa). Rasa estetik tersebut pada gilirannya menimbulkan kesenangan,
kegairahan, keterpanaan, atau mungkin juga keterkejutan atau syok. Ilustrasi memiliki peran sebagai
penjelas, pemanis, hingga daya tarik pada teks yang diikutinya. Sehingga ilustrasi menjadi media visual
yang menjanjikan
untuk menarik
perhatian target
audiens. Hal ini
tentunya didukung
dengan kualitas
ilustrasi dan kekuatan
narasi yang dibawa.

(Gambar 1. Ilustrasi Kisah Asal-Usul Tari Pakarena


Sumber : karya penulis)

(Gambar 2. Ilustrasi Kisah Asal-Usul Tari Pakarena


Sumber : karya penulis)
Platform media sosial yang menggunakan elemen visual sebagai elemen utama adalah aplikasi
Instagram. Instagram merupakan aplikasi berbagi foto dan video ke berbagai layanan jejaring sosial.
Menurut data yang dirilis Napoleon Cat, pada periode Januari-Mei 2020, pengguna Instagram di
Indonesia mencapai 69,2 juta (69.270.000) pengguna. [ CITATION Mus20 \l 1033 ]. Jumlah pengguna
yang masif ini, membuka peluang yang besar untuk memperkenalkan folklore Sulawesi Selatan kepada
audiens dengan jumlah yang besar.

Kreativitas Ilustrator dalam Menyajikan Eksistensi Folklor

(Gambar 3. Ilustrasi Desain Karakter yang Terinspirasi dari Patteppo (Bando Bugis Makassar)
Sumber : Instagram @egy.imrn)
Sering kita jumpai pengemasan konsep kebudayaan dan folklor daerah yang diadaptasi menjadi kisah
atau karakter baru. Seperti memanifestasikan benda-benda budaya tidak hidup seperti alat musik, pakaian,
perhiasan, makanan, hingga rumah, menjadi sebuah karakter yang dihadirkan dengan elemen visual yang
merepresentasikan ciri khas atau makna filosofis dari benda yang diwakilkan. Ini tentu mengikut sifat seni
yang memiliki kebebasan dan keluwesan untuk memvisualkan daya imajinasi dan ide-ide baru yang
belum pernah terpikirkan sebelumnya. Tak jarang metode seperti ini justru lebih menambah daya tarik
pemirsa dan secara tidak langsung ikut mengulik benda budaya asal dari karya ilustrasi.
SIMPULAN DAN SARAN
Kesimpulan
Dari penelitian ini dapat diketahui bahwa media sosial dengan penggunaan dan jangkauan yang luas
memberi peluang yang tinggi untuk menyebar dan mengkekalkan eksistensi folklor Sulawesi Selatan.
Daya kreatif ilustrator dalam menginterpretasikan folklor Sulawesi Selatan melalui daya pukau visual
berperanan penting untuk memancing daya tarik pemirsa untuk mengulik folklor asal yang diangkat.
Melalui media yang terjangkau luas, publisitas tinggi dan ramai pengguna, didampingi pengemasan pesan
yang menarik, menjadikan media sosial dan ilustrasi sebagai paduan representatif folklor Sulawesi
Selatan dengan peran yang istimewa.
Saran
Pihak peneliti menyarankan agar pelaku industri visual, khususnya yang berasal dari Sulawesi Selatan,
dapat menuangkan daya kreatifnya dalam mereprentasikan pesona folklor Sulawesi Selatan. Bagaimana
kita dapat meramaikan beranda media sosial dengan karya-karya visual yang memperkenalkan
keberagaman, kekayaan dan keindahan folklor daerah kita. Kepada masyarakat untuk dapat memberi
dukungan penuh dan menyebarkan secara luas karya-karya presentasi folklor. Semoga semua pelaku
penggerak media sosial dapat bersama-sama menjadikan media sosial sebagai tempat yang ramah
presentasi budaya lokal. Memaksimalkan sebaik mungkin kelebihan dan peluang media sosial sebagai
media memperkenalkan folklor Sulawesi Selatan.

DAFTAR PUSTAKA

Ainiyah, N. (2018). Remaja Millenial dan Media Sosial: Media Sosial Sebagai Media Informasi
Pendidikan Bagi Remaja Millenial . JPII Volume 2, Nomor 2, 221-236.
Chandra, E. (2017). Youtube, Citra Media Informasi Interaktif Atau Media Penyampaian Aspirasi
Pribadi. Jurnal Muara Ilmu Sosial, Humaniora, dan Seni Vol. 1, No. 2, 406-417 .
Fitriani, Y. (2017). Analisis Pemanfaatan Berbagai Media Sosial Sebagai Sarana Penyebaran Informasi
Bagi Masyarakat . Paradigma, Vol. 19, No. 2, 148-152.
Haryanto, J. T. (2016). Pesan Kerukunan Cerita Lisan Masyarakat Tengger Desa Ngadas Kabupaten
Malang. Jurnal SMaRT Studi Masyarakat Religi dan Tradisi Volume 02 No.02, 131-142.
Iman, M. (2020, Juni 14). Pengguna Instagram di Indonesia Didominasi Wanita dan Generasi Millenial.
Diakses 20 September, 2020, dari Good News From Indonesia:
https://www.goodnewsfromindonesia.id/2020/06/14/pengguna-instagram-di-indonesia-
didominasi-wanita-dan-generasi-milenial#:~:text=Menurut%20data%20yang%20dirils
%20Napoleon,(69.270.000)%20pengguna.
Jamilah, T. M. (2017). Makna Gerak dan Syair Dongang-Dongang Pakarena Anida di Sulawesi Selatan.
Proceedings Of National Seminar Research And Community Service Institute Universitas Negeri
Makassar, 155-158.
Rosmana, T. (2010). Mitos Dan Nilai Dalam Cerita Rakyat Masyarakat Lampung . Patanjala Vol. 2, No.
2, 191 - 206 .
Rustang, N. (2020). Pengenalan Cerita Rakyat “Assalenna Cakkeleq Riala Lambang Ri Soppeng”. Jurnal
Tanra Vol.7, No.1, 31-41.
Salam, S. (2017). Seni Ilustras. Makassar: Badan Penerbit UNM.
Syarifah Fatimah Setiasih Niode, B. I. (2020). Perancangan Media Informasi Tradisi Tumbilotohe di
Gorontalo Melalui Narrative Photostory Book. Jurnal Tanra Vol.7, No.2, 84-91.
Yosepin Sri Ningsih, J. M., & Rais, Z. (2014). I La Galigo Folklor Illustration on Textile Media. ITB J.
Vis. Art & Des, Vol.6, No. 1, 1-8.

Anda mungkin juga menyukai