Anda di halaman 1dari 41

LAPORAN RESMI

PRAKTIKUM FISIKA DASAR

KODE: L-4

JUDUL PERCOBAAN

ARUS DAN TEGANGAN PADA LAMPU FILAMEN TUNGSTEN

DI SUSUN OLEH:

NAMA : ELISABET TURNIP


NIM : 24040120120010
JURUSAN / PROGRAM STUDY : FISIKA
KELAS :B NO REGU : III
HARI : SENIN TANGGAL : 10 MEI 2021
PRAKTIKUM KE : VIII JAM : 08.30-09.30
ASISTEN : VENDI

LABORATORIUM FISIKA DASAR


UNIVERSITAS DIPONEGORO
SEMARANG
1. Tentukan besaran (observabel) fisis apa saja yang dapat anda
amati /ukur secara langsung terkait dengan besaran yang hendak
anda cari dalam percobaan anda (10 poin).

Tabel 1.1 Besaran fisis dalam yang diamati dalam percobaan

No Besaran fisis Satuan Symbol Dimensi

1 Kuat arus Ampere I [I]


[M] [L]2[T]
2 Tegangan Volt V −3
[I]−1

Halaman | 1
2. Gambarkan set-up eksperimen dalam peralatan yang akan anda
lakukan dan berilah keterangan gambar dari set-up eksperimen anda
(20 poin).

Gambar 2.1 Set up Alat Percobaan L-4

Keterangan:

1. Lampu filamen 1 digunakan sebagai objek dalam percobaan.


2. Lampu filamen 2 digunakan sebagai objek dalam percobaan.
3. Amperemeter digunakan untuk mengukur arus listrik.
4. Voltmeter digunakan untuk mengukur tegangan listrik.
5. Potensiometer digunakan untuk mengatur besarnya tegangan,
sehingga akan mempengaruhi voltmeter.
6. Kutub komponen listrik digunakan untuk menyambungkan
komponen-komponen pada set up alat.
7. Kabel jepit buaya digunakan untuk mengalirkan arus listrik dari
sumber ke adaptor.

Halaman | 2
3. Berdasarkan persamaan persamaan yang ada dalam buku petunjuk
praktikum, jabarkan perumusan persamaan yang akan anda gunakan untuk
mendapatkan hasil hasil yang akan anda cari dalam eksperimen (nilai : 40
poin).
3.1 Penurunan rumus Percobaan L-4
I =K .V n (3.1)
ln I =ln K . V n
ln I =ln K + n. ln V
ln I =n . ln V +¿ ln K ¿
y=m. x+ c
I
K=
Vn
3.2 Ralat rambat
I
K= (3.2)
Vn
∂K 1
=
∂V Vn
∂K n.I
=
∂ V V n−1
2 2
∂K ∂K
∆ K=
√( ∂I
∆I +
∂V)(
∆V )
3.3 Ralat bobot
K
∑ ∆ K2
K= (3.3)
∑ ∆ 1K 2

1
∆ K=


Keterangan
∑ ∆ 1K 2

I : Kuat Arus listrik (Ampere/A) ∆ K = 0,25 V

Halaman | 3
K : Konstanta hambatan dalam lampu (℧) ∆ I = 0,1 A
V : Tagangan atau Beda Potensial (Volt/V)
n : Konstanta dari lampu
4. Sajikan data ke dalam tabel berikut dari hasil - hasil percobaan anda
tambah/kurangi kolom yang saudara anngap perlu (nilai: 30 poin).

Tabel 4.1 Data Percobaan

I (A)
Percobaan ke- Tegangan (V)
Lampu 1 Lampu 2
1 1.3 1.0 2.5
2 1.5 1.1 3
3 1.6 1.2 3.5
4 1.9 1.3 4
5 2.35 1.7 4.5
6 2.4 1.75 5
7 2.5 1.8 5.5
8 2.55 1.85 6
9 2.67 1.95 6.5
10 2.7 2.0 7
11 2.8 2.1 7.5
12 2.9 2.2 8
13 3.0 2.3 8.5
14 3.1 2.4 9

Halaman | 4
5.Gambarkan grafik sesuai dengan data diatas pada kertas grafik yang
tersedia (gunakan millimeter blok)Ingat, pemilihan sumbu yang benar akan
sangat mempengaruhi grafik linier yang anda buat.. (nilai: 40 poin).

Grafik Slope Lampu 1


2.5
2
1.5
1 f(x) = 0.67 x − 0.29
Ln I

0.5
0
0.8 1 1.2 1.4 1.6 1.8 2 2.2 2.4
-0.5
-1
Ln V

Gambar 5.1 Grafik Slope Lampu 1

y 2− y 1
¿
Best slope 1,1314−0,2623
x 2−¿ x = =0,6715 ¿
1
2,198−1,131

( y ¿¿ 1−∆ y )
Max slope ¿( y¿ ¿2+ ∆ y)− ¿¿
( x¿ ¿2−∆ x)−( x ¿¿ 1+∆ x )=1,89 ¿¿

( y¿ ¿1+ ∆ y)
Min slope ¿( y¿ ¿2−∆ y )− ¿¿
( x ¿¿ 2+∆ x)−(x ¿¿ 1−∆ x )=0,427 ¿ ¿

Δslope

( y ¿¿ 1−∆ y )
¿( y¿ ¿2+ ∆ y)−
( y ¿¿ 1+ ∆ y)
( x ¿ ¿2−∆ x)−( x ¿ ¿ 1+∆ x )−( y ¿ ¿ 2−∆ y )− ¿¿
(x¿¿ 2+ ∆ x )−( x¿ ¿1−∆ x)
=0,7315 ¿
2

n ± Δn=0,6715 ±0,73

Halaman | 5
Grafik 5.1 menunjukkan hubungan antara Ln V dengan Ln I. Pada
gambar 5.1 grafik slope menunjukkan bahwa grafik mengalami kenaikan
yang menandakan bahwa hubungan yang berbanding lurus antara ln I
dengan ln V. Semakin besar nilai dari ln V maka semakin besar juga nilai ln
I. Dari grafik diketahui nilai n atau konstanta dari lampu 1 adalah 𝑛 =
0,6715

Grafik I vs V
10.0
9.0
8.0
7.0
6.0
V (VOLT)

5.0
4.0
3.0
2.0
1.0
-
1.20 1.40 1.60 1.80 2.00 2.20 2.40 2.60 2.80 3.00 3.20
I (A)

Gambar 5.2 Grafik Hubungan I dengan V pada Lampu 1

Gambar 5.2 menunjukkan grafik hubungan antara kuat arus pada sumbu
X dan tegangan pada sumbu Y. Dari grafik menunjukkan kenaikan, yang
mana hal itu mengartikan bahwa hubungan I dengan V adalah berbanding
lurus. Semakin besar nilai I maka semakin besar juga nilai V.

Halaman | 6
Grafik V vs I
3.50
3.00
2.50
2.00
I (A)

1.50
1.00
0.50
-
2.0 3.0 4.0 5.0 6.0 7.0 8.0 9.0 10.0
V (Volt)

Gambar 5.3 Grafik Hubungan V dengan I pada Lampu 1

Gambar 5.3 menunjukkan grafik hubungan antara Tegangan pada


sumbu X dan Kuat arus pada sumbu Y. Dari grafik menunjukkan kenaikan,
yang mana hal itu mengartikan bahwa hubungan V dengan I adalah
berbanding lurus. Semakin besar nilai V maka semakin besar juga nilai I.

Halaman | 7
Grafik Slope Lampu 2
2

1.5

1
f(x) = 0.69 x − 0.63
Ln I

0.5

0
0.8 1 1.2 1.4 1.6 1.8 2 2.2 2.4
-0.5

-1
Ln V

Gambar 5.4 Grafik Slope Lampu 2

y 2− y1
¿
Best slope 0,875−0
x 2−¿ x = =0,6939 ¿
1
2,197−0,916

( y ¿¿ 1−∆ y )
Max slope ¿( y¿ ¿2+ ∆ y)− ¿¿
(x¿ ¿2−∆ x)−( x ¿¿ 1+∆ x )=1,376 ¿ ¿

( y ¿¿ 1+ ∆ y)
Min slope ¿( y¿ ¿2−∆ y )− ¿¿
(x ¿¿ 2+∆ x)−( x ¿¿ 1−∆ x )=0,379 ¿ ¿

Δslope

( y ¿¿ 1−∆ y )
¿( y¿ ¿2+ ∆ y)−
( y ¿¿ 1+ ∆ y)
( x ¿ ¿2−∆ x)−( x ¿ ¿ 1+∆ x )−( y ¿ ¿ 2−∆ y )− ¿¿
(x¿¿ 2+ ∆ x )−( x¿ ¿1−∆ x)
=0,4985 ¿
2

Halaman | 8
n ± Δn=0,6939 ±0,49

Grafik 5.4 menunjukkan hubungan antara Ln V dengan Ln I. Pada


gambar 5.4 grafik menunjukkan kenaikan. Hal terebut menginformasikan
bahwa hubungan ln V dengan ln I adalah berbanding lurus. Semakin besar
nilai ln V semakin besar juga nilai ln I. Dari grafik juga diketahui nilai n
atau konstanta dari lampu 2 adalah 𝑛 = 0,6939.

Grafik I vs V
10.0
9.0
8.0
7.0
6.0
V (VOLT)

5.0
4.0
3.0
2.0
1.0
-
0.80 1.00 1.20 1.40 1.60 1.80 2.00 2.20 2.40 2.60
I (A)

Gambar 5.5 Grafik Hubungan I dengan V pada Lampu 2

Gambar 5.5 menunjukkan grafik hubungan antara kuat arus pada


sumbu X dan tegangan pada sumbu Y. Dari grafik menunjukkan kenaikan,
yang mana hal itu mengartikan bahwa hubungan I dengan V adalah
berbanding lurus. Semakin besar nilai I maka semakin besar juga nilai V.

Halaman | 9
Grafik V vs I
3.00

2.50

2.00

1.50
I (A)

1.00

0.50

-
2.0 3.0 4.0 5.0 6.0 7.0 8.0 9.0 10.0
V (Volt)

Gambar 5.6 Grafik Hubungan V dengan I pada Lampu 2

Gambar 5.6 menunjukkan grafik hubungan antara Tegangan pada


sumbu X dan Kuat arus pada sumbu Y. Dari grafik menunjukkan kenaikan,
yang mana hal itu mengartikan bahwa hubungan V dengan I adalah
berbanding lurus. Semakin besar nilai V maka semakin besar juga nilai I.

Halaman | 10
6. Berdasarkan grafik linier tersebut, hitunglah besaran - besaran yang akan
anda cari dan nyatakan hasil perhitungan anda dengan satuan yang benar.
Bila hal ini tidak mungkin dianalisis dengan grafik hitunglah besaran -
besaran yang ingin anda tentukan (nilai: 60 poin). Ingat satuan dan besaran
harus sesuai penulisannya
6.1 Perhitungan K pada Tegangan 5,5 V
6.1.1 Perhitungan pada Lampu 1 dengan Kuat Arus 2,5 A
V = 5,5 V
I = 2,5 A
n = 0,6715
ΔI = 0,1 A
ΔV = 0,25 V

I 2,5
K= n
= 0,6715 =0,8 ℧
V 5,5

Ralat pengamatan
∂K 1 1
= = =0,32
∂ I V n 5,50,6715
∂ K −n. I −0,6715. 2,5
= = =−2,94
∂ V V n−1 5,5 0,6715−1
2 2
∂K ∂K
∆ K=
√( ∂I )(
∆I +
∂V
2
∆V )
¿ √ ( 0,32.0,1 A ) +¿ ¿ ¿

K ± ∆ K = 0,8 ℧ ± 0,74 ℧

6.1.2 Perhitungan pada Lampu 2 dengan Kuat Arus 1,8 A


V = 5,5 V
I = 1,8 A
n = 0,6939
ΔI = 0,1 A
ΔV = 0,25 V

Halaman | 11
I 1,8
K= n
= 0,6939 =0,55℧
V 5,5

Ralat pengamatan
∂K 1 1
= n = 0,6939 =0,31
∂I V 5,5
∂ K −n. I −0,6939.1,8
= = =−2,10
∂ V V n−1 5,50,6939−1
2 2
∂K ∂K
∆ K=
√( ∂I )(
∆I +
∂V
2
∆V )
2
¿ √ ( 0,306 .0,1 A ) + (−2,105.0,25 V ) =0,53 ℧

K ± ∆ K = 0,55 ℧ ± 0,53 ℧

6.2 Perhitungan K pada Tegangan 6 V


6.2.1 Perhitungan pada Lampu 1 dengan Kuat Arus 2,55 A
V =6V
I = 2,55 A
n = 0,6715
ΔI = 0,1 A
ΔV = 0,25 V

I 2,55
K= n
= 0,6715 =0,77 ℧
V 6

Ralat pengamatan
∂K 1 1
= n = 0,6715 =0,30
∂I V 6
∂ K −n. I −0,6715. 2,55
= = =−3,08
∂ V V n−1 6 0,6715−1
2 2
∂K ∂K
∆ K=
√( ∂I )(
∆I +
∂V
∆V )

Halaman | 12
2 2
¿ √ ( 0,30 .0,1 A ) + (−3,08 .0,25 V ) =0,77 ℧

K ± ∆ K = 0,77 ℧ ± 0,77 ℧

6.2.2 Perhitungan pada Lampu 2 dengan Kuat Arus 1,85 A


V =6V
I = 1,85 A
n = 0,6939
ΔI = 0,1 A
ΔV = 0,25 V

I 1,85
K= n
= 0,6939 =0,53 ℧
V 6

Ralat pengamatan
∂K 1 1
= n = 0,6939 =0,29
∂I V 6
∂ K −n. I −0,6939. 1,85
= = =−2,22
∂ V V n−1 6 0,6939−1
2 2
∂K ∂K
∆ K=
√( ∂I )(
∆I +
∂V
2
∆V )
2
¿ √ ( 0,29.0,1 A ) + (−2,22.0,25 V ) =0,56 ℧

K ± ∆ K = 0,53 ℧ ± 0,56 ℧

6.3 Perhitungan K pada Tegangan 6,5 V


6.3.1 Perhitungan pada Lampu 1 dengan Kuat Arus 2,67 A
V = 6,5 V
I = 2,67 A
n = 0,6715
ΔI = 0,1 A
ΔV = 0,25 V

Halaman | 13
I 2,67
K= n
= 0,6715 =0,76 ℧
V 6,5

Ralat pengamatan
∂K 1 1
= n = 0,6715 =0,28
∂I V 6,5
∂ K −n. I −0,6715. 2,67
= = =−3,32
∂ V V n−1 6,50,6715−1
2 2
∂K ∂K
∆ K=
√( ∂I )(
∆I +
∂V
2
∆V )
2
¿ √ ( 0,28 .0,1 A ) + (−3,32 .0,25 V ) =0,83 ℧

K ± ∆ K = 0,76 ℧± 0,83 ℧
6.3.2 Perhitungan pada Lampu 2 dengan Kuat Arus 1,95 A
V = 6,5 V
I = 1,95 A
n = 0,6939
ΔI = 0,1 A
ΔV = 0,25 V

I 1,95
K= n
= 0,6939 =0,53 ℧
V 6,5
Ralat pengamatan
∂K 1 1
= = =0,27
∂ I V n 6,50,6939
∂ K −n. I −0,6939. 1,95
= = =−2,4
∂ V V n−1 6,5 0,6939−1
2 2
∂K ∂K
∆ K=
√( ∂I )(
∆I +
∂V
2
∆V )
2
¿ √ ( 0,27 .0,1 A ) + (−2,4.0,25 V ) =0,6 ℧

K ± ∆ K = 0,53 ℧ ± 0,6 ℧

Halaman | 14
6.4 Perhitungan K pada Tegangan 7 V
6.4.1 Perhitungan pada Lampu 1 dengan Kuat Arus 2,7 A
V =7V
I = 2,7 A
n = 0,6715
ΔI = 0,1 A
ΔV = 0,25 V

I 2,7
K= n
= 0,6715 =0,73 ℧
V 7

Ralat pengamatan
∂K 1 1
= n = 0,6715 =0,27
∂I V 7
∂ K −n. I −0,6715. 2,7
= = =−3,44
∂ V V n−1 7 0,6715−1
2 2
∂K ∂K
∆ K=
√( ∂I )(
∆I +
∂V
2
∆V )
2
¿ √ ( 0,27 .0,1 A ) + (−3,44 .0,25V ) =0,86 ℧

K ± ∆ K =0,73 ℧ ±0,86 ℧

6.4.2 Perhitungan pada Lampu 2 dengan Kuat Arus 2,0 A


V =7V
I =2A
n = 0,6939
ΔI = 0,1 A
ΔV = 0,25 V
I 2
K= n = 0,6939 =0,52℧
V 7

Halaman | 15
Ralat pengamatan
∂K 1 1
= n = 0,6939 =0,26
∂I V 7
∂ K −n. I −0,6939.2
= = 0,6939−1 =−2,52
∂ V V n−1 7
2 2
∂K ∂K
∆ K=
√( ∂I
∆I + )(
∂V
∆V

2
)
2
¿ √ ( 0,26 .0,1 A ) + (−2,53.0,25 V ) =0,63℧

K ± ∆ K = 0,52 ℧ ± 0,63 ℧

6.5 Perhitungan K pada Tegangan 7,5 V


6.5.1 Perhitungan pada Lampu 1 dengan Kuat Arus 2,8 A
V = 7,5 V
I = 2,8 A
n = 0,6715
ΔI = 0,1 A
ΔV = 0,25 V

I 2,8
K= n
= 0,6715 =0,73℧
V 7,5
Ralat pengamatan
∂K 1 1
= n = 0,6715 =0,26
∂I V 7,5
∂ K −n. I −0,6715. 2,8
= = =−3,64
∂ V V n−1 7,5 0,6715−1
2 2
∂K ∂K
∆ K=
√( ∂I
∆I + )(
∂V
2
∆V )
2
¿ √ ( 0,26 .0,1 A ) + (−3,64 .0,25 V ) =0,91℧

K ± ∆ K = 0,73 ℧ ± 0,91 ℧

Halaman | 16
6.5.2 Perhitungan pada Lampu 2 dengan Kuat Arus 2,1 A
V = 7,5 V
I = 2,1 A
n = 0,6939
ΔI = 0,1 A
ΔV = 0,25 V

I 2,1
K= n
= 0,6939 =0,52℧
V 7,5

Ralat pengamatan
∂K 1 1
= n = 0,6939 =0,25
∂I V 7,5
∂ K −n. I −0,6939.2,1
= = =−2,7
∂ V V n−1 7,5 0,6939−1
2 2
∂K ∂K
∆ K=
√( ∂I )(
∆I +
∂V
∆V )
2 2
¿ √ ( 0,25 .0,1 A ) + (−2,7.0,25 V ) =0,68 ℧

K ± ∆ K = 0,52 ℧ ± 0,68 ℧

6.6 Perhitungan K pada Tegangan 8 V


6.6.1 Perhitungan pada Lampu 1 dengan Kuat Arus 2,9 A
V =8V
I = 2,9 A
n = 0,6715
ΔI = 0,1 A
ΔV = 0,25 V

I 2,9
K= n
= 0,6715 =0,72 ℧
V 8

Halaman | 17
Ralat pengamatan
∂K 1 1
= n = 0,6715 =0,25
∂I V 8
∂ K −n. I −0,6715. 2,9
= = =−3,86
∂ V V n−1 8 0,6715−1
2 2
∂K ∂K
∆ K=
√( ∂I )(
∆I +
∂V
∆V )
2 2
¿ √ ( 0,25 .0,1 A ) + (−3,86 .0,25 V ) =0,96 ℧

K ± ∆ K = 0,72 ℧ ± 0,96 ℧

6.6.2 Perhitungan pada Lampu 2 dengan Kuat Arus 2,2 A


V =8V
I = 2,2 A
n = 0,6939
ΔI = 0,1 A
ΔV = 0,25 V

I 2,2
K= n
= 0,6939 =0,52℧
V 8

Ralat pengamatan
∂K 1 1
= = =0,24
∂ I V n 80,6939
∂ K −n. I −0,6939.2,2
= = =−2,89
∂ V V n−1 80,6939−1
2 2
∂K ∂K
∆ K=
√(
¿ 0,72 ℧
∂I )(
∆I +
∂V )
∆ V =√ ( 0,24 .0,1 A )2+ (−2,89.0,25V )2

K ± ∆ K = 0,52 ℧ ± 0,72 ℧

6.7 Perhitungan K pada Tegangan 8,5 V

Halaman | 18
6.7.1 Perhitungan pada Lampu 1 dengan Kuat Arus 3,0 A
V = 8,5 V
I =3A
n = 0,6715
ΔI = 0,1 A
ΔV = 0,25 V

I 3
K= n
= 0,6715 =0,71℧
V 8,5
Ralat pengamatan
∂K 1 1
= n = 0,6715 =0,24
∂I V 8,5
∂ K −n. I −0,6715. 3
= = =−4,07
∂ V V n−1 8,50,6715−1
2 2
∂K ∂K
∆ K=
√( ∂I )(
∆I +
∂V
∆V )
2 2
¿ √ ( 0,24 .0,1 A ) + (−4,07 .0,25 V ) =1,02 ℧

K ± ∆ K = 0,71 ℧ ± 1,02 ℧

6.7.2 Perhitungan pada Lampu 2 dengan Kuat Arus 2,3 A


V = 8,5 V
I = 2,3 A
n = 0,6939
ΔI = 0,1 A
ΔV = 0,25 V

I 2,3
K= n
= 0,6939 =0,52℧
V 8,5

Ralat pengamatan

Halaman | 19
∂K 1 1
= n = 0,6939 =0,23
∂I V 8,5
∂ K −n. I −0,6939.2,3
= = =−3,07
∂ V V n−1 8,50,6939−1
2 2
∂K ∂K
∆ K=
√(
¿ 0,77 ℧
∂I
∆I +)(
∂V )
∆ V =√ ( 0,23 .0,1 A )2 + (−3,07.0,25 V )2

K ± ∆ K = 0,52 ℧ ± 0,77 ℧

6.8 Perhitungan K pada Tegangan 9 V


6.8.1 Perhitungan pada Lampu 1 dengan Kuat Arus 3,1 A
V =9V
I = 3,1 A
n = 0,6715
ΔI = 0,1 A
ΔV = 0,25 V

I 3,1
K= n
= 0,6715 =0,71 ℧
V 9

Ralat pengamatan
∂K 1 1
= = =0,23
∂ I V n 90,6715
∂ K −n. I −0,6715. 3,1
= = =−4,28
∂ V V n−1 9 0,6715−1
2 2
∂K ∂K
∆ K=
√( ∂I
∆I +)(
∂V
2
∆V )
2
¿ √ ( 0,23 .0,1 A ) + (−4,28.0,25 V ) =1,07 ℧

K ± ∆ K = 0,71 ℧ ±1,07 ℧

6.8.2 Perhitungan pada Lampu 2 dengan Kuat Arus 2,4 A

Halaman | 20
V =9V
I = 2,4 A
n = 0,6939
ΔI = 0,1 A
ΔV = 0,25 V

I 2,4
K= n
= 0,6939 =0,52 ℧
V 9

Ralat pengamatan
∂K 1 1
= n = 0,6939 =0,22
∂I V 9
∂ K −n. I −0,6939.2,4
= = =−3,26
∂ V V n−1 90,6939−1
2 2
∂K ∂K
∆ K=
√(
¿ 0,82 ℧
∂I
∆I +)(
∂V )
∆ V =√ ( 0,22.0,1 A )2 + (−3,26.0,25 V )2

K ± ∆ K = 0,52 ℧ ± 0,82 ℧

Tabel 6.1 Perhitungan Lengkap Data hasil percobaan

Halaman | 21
Percobaa I (A) Tegangan K (℧) ΔK (℧)
Lampu 1 Lampu 2 Lampu 1 Lampu 2 Lampu 1 Lampu 2
n ke- (V)
1 1.3 1.0 2.5 0.7026300 0.529504 0.299797 0.235665
2 1.5 1.1 3 0.7173060 0.513237 0.364404 0.271146
3 1.6 1.2 3.5 0.6898880 0.503098 0.407639 0.308326
4 1.9 1.3 4 0.7489800 0.496791 0.504483 0.346835
5 2.35 1.7 4.5 0.8559250 0.598666 0.647623 0.468666
6 2.4 1.75 5 0.8144280 0.572826 0.684453 0.497932
7 2.5 1.8 5.5 0.7957680 0.551486 0.735432 0.527071
8 2.55 1.85 6 0.7656170 0.533596 0.771752 0.556142
9 2.67 1.95 6.5 0.7596960 0.532052 0.829459 0.600555
10 2.7 2.0 7 0.7309380 0.518342 0.859370 0.629969
11 2.8 2.1 7.5 0.7236930 0.518817 0.911541 0.675465
12 2.9 2.2 8 0.7177500 0.519719 0.964256 0.721653
13 3.0 2.3 8.5 0.7128800 0.520960 1.017513 0.768508
14 3.1 2.4 9 0.7089050 0.522471 1.071310 0.816012

6.9 Perhitungan Ralat Bobot dari Lampu


6.9.1 Perhitungan Ralat Bobot Lampu 1
K
∑ ∆ K2 31,893
K= = =0,7319 ℧
∑ ∆ 1K 2 43,574

1 1
∆ K=

√ ∑ ∆ 1K 2
=
√ 43,574
=0,1515 ℧

K ± Δ K=(0,7319 ±0,1515)℧

6.9.2 Perhitungan Ralat Bobot Lampu 2

Halaman | 22
K
∑ ∆ K2 41,266
K= = =0,526 ℧
∑ ∆ 1K 2 78,458

1 1
∆ K=

√ ∑ ∆ 1K 2
=
√ 78,458
=0,113 ℧

K ± Δ K=(0,526 ± 0,113)℧

PEMBAHASAN

Halaman | 23
Telah dilaksanakan praktikum fisika dasar II dengan kode percobaan L-
4 dengan judul, “Arus dan Tegangan pada Lampu Filamen Tungsten”,
Percobaan ini bertujuan untuk menyelidiki hubungan antara arus yang
melewati lampu filament tungsten dan potensial yang dipakai. Langkah
kerja pada praktikum ini adalah pertama menyiapkan alat dan bahan berupa
amperemeter, voltmeter, lampu filament tungsten sebanyak dua buah, kabel
jepit buaya, dan disusun seperti pada set up percobaan. Setelah itu,
memasangkan kedua lampu filamen tungsten pada rangkaian alat.
Kemudian memasang kabel penjepit dari sumber listrik pada rangkaian ke
amperemeter dan voltmeter. Setelah itu menyalakan sumber listrik
rangkaian dan percobaan dilakukan dengan memutar potensiometer pada
rangkaian sebagai variasi pengatur tegangan.

Proses fisis pada percobaan ini adalah, saat saklar dihubungkan,


adanya beda potensial dari sumber listrik yang melalui lampu pijar pada
rangkaian menyebabkan muatan elektron dari sumber listrik mendapatkan
energi untuk berpindah dari potensial atau tegangan menuju ke rangkaian
melalui lampu pijar sehingga timbul arus listrik, yaitu bergerak nya muatan
elektron karena mendapatkan energi dari beda potensial listrik. Saat muatan
elektron melalui lampu pijar, elektron tersebut bergerak melalui filamen
pada lampu sehingga elektron-elektron tersebut menumbuk elektron-
elektron pada atom filamen dan juga menumbuk elektron-elektron pada gas
argon yang juga berada pada filamen lampu tersebut, sehingga terjadilah
eksitasi elektron. Tumbukan antar elektron tersebut menyebabkan energi
pada muatan elektron dari sumber listrik berpindah ke elektron-elektron
pada atom filamen dan gas argon sehingga orbital elektron-elektron atom
tersebut naik menuju tingkat energi lebih tinggi. Setelah orbital elektron
naik, kemudian akan kembali turun dan hal tersebut melepaskan energi atau
deeksitasi, yaitu pada filamen akan timbul panas hingga filamen menyala
dan ditambah pada gas argon yaitu mengeluarkan spektrum gelombang

Halaman | 24
elektromagnetik dari foton yang menimbulkan warna nyala lampu
kekuningan. Selain melalui lampu pijar, listrik juga melalui Voltmeter dan
Amperemeter, mengakibatkan timbulnya gaya elektromagnetik pada
kumparan di dalam voltmeter dan amperemeter yang menyebabkan jarum
penunjuk bergerak menunjukkan masing-masing nilai tegangan dan arus
listrik

Dari grafik diketahui semakin besar nilai tegangan, maka nilai arus
juga semakin besar, dan juga semakin besar arus maka semakin besar pula
tegangan. Dari perhitungan menggunakan ralat rambat, dilanjutkan
menggunakan metode ralat bobot didapatkan nilai K pada kedua lampu
yaitu K 1± ΔK 1=(0,7319 ± 0,1515)℧, dan K 2± ΔK 2=( 0,526± 0,113) ℧.

Faktor yang mempengaruhi pada percobaan ini yaitu besarnya


tegangan dan kuat arus yang masuk pada lampu. Semakin besar nilai
tegangan maka arus yang masuk pada lampu semakin besar sehingga nyala
lampu semakin terang, dan dari hal tersebut dapat dicari nilai K dari lampu.

KESIMPULAN

Halaman | 25
Pada percobaan L-4 dengan judul arus dan tegangan pada lampu
filamen tungsten bertujuan menyelidiki hubungan antara arus yang melewati
lampu filament tungsten dan potensial yang dipakai didapat kesimpulan
semakin besar nilai arus, maka nilai tegangan juga semakin besar. Selain itu
didapat juga nilai K pada kedua lampu menggunakan metode ralat bobot
yaitu K 1± ΔK 1=¿, dan K 2± ΔK 2=( 0,526± 0,113) ℧.

PERCOBAAN L-4
ARUS DAN TEGANGAN PADA LAMPU FILAMEN TUNGSTEN

Halaman | 26
Nama/NIM : Elisabet Turnip/24040120120010
Jurusan : Fisika
Kelompok : III
Hari/Tanggal : Senin, 10 Mei 2021
Waktu : 07.30 -08.30

Data Pengamatan
Tabel 1.1 Data Pengamatan Percobaan L-4
I (A)
Percobaan ke- Tegangan (V)
Lampu 1 Lampu 2
1 1.3 1.0 2.5
2 1.5 1.1 3
3 1.6 1.2 3.5
4 1.9 1.3 4
5 2.35 1.7 4.5
6 2.4 1.75 5
7 2.5 1.8 5.5
8 2.55 1.85 6
9 2.67 1.95 6.5
10 2.7 2.0 7
11 2.8 2.1 7.5
12 2.9 2.2 8
13 3.0 2.3 8.5
14 3.1 2.4 9

Medan, 10 Mei 2021

Asisten Praktikan

Halaman | 27
Vendi Elisabet Turnip

24040117120004 24040120120010

Nama: Elisabet Turnip

NIM : 24040120120010

Kelompok : III (Tiga)


PERCOBAAN

L-8

ARUS DAN TEGANGAN PADA LAMPU FILAMEN TUNGSTEN

Halaman | 28
I. Tujuan percobaan
1.1 Menyelidiki hubungan antara arus yang melewati filamen
tungsten dan potensial yang dipakai

II. Dasar teori


2.1 Hukum Ohm
George Simon Ohm (1787-1854) merupakan ilmuwan
yang pertama kali menjelaskanhubungan kuat arus dengan
beda potensial ujung-ujung hambatan. Jika ada beda
potensial antaradua titik dan dihubungkan melalui
penghantar maka akan timbul arus listrik. (Handayani, 2009).
Ohm menyatakan bahwa setiap beda potensial ujung-
ujung resistor R dinaikkan maka arusyang mengalir juga
akan naik. Bila beda potensial diperbesar dua kali lipat,
ternyata kuat arus juga menjadi dua kali lipat semula. Dari
sifat tersebut dapat ditentukan bahwa beda potensial listrik
sebanding dengan kuatarus yang melewatinya. Hubungan ini
dapat dirumuskan sebagi berikut:
V ∞I (2.1)
Besarnya aliran arus pada kawat tidak hanya bergantung
pada tegangan, tetapi juga padahambatan yang diberikan
kawat terhadap aliran elektron. Elektron-elektron
diperlambat karenaadanya interaksi dengan atom-atom
kawat. Semakin tinggi hambatan ini, makin kecil arus
untuksuatu tegangan V. Kita kemudian mendefinisikan
hambatan sehingga arus berbanding terbalikdengan
hambatan. (Suardana, 2007).

Halaman | 29
Hukum Ohm menyatakan bahwa tegangan pada terminal-
terminal material penghantar berbanding lurus terhadap arus
yang mengalir melalui material ini, serta matematis hal ini
dirumuskan:
V =I . R (2.2)
Dimana konstanta proporsionalitas atau membandingkan
R disebut sebagai resistensi, satuan untuk resistensi adalah
Ohm (Ω). I merupakan kuat arus dengan satuan Ampere (A).
V merupakan tegangan dengan satuan Volt (Durbin,2005).

2.1 Tegangan
Tegangan pada sepasang terminal merupakan ukuran
ukuran untuk kerja yang diperlukan untuk memindahkan
muatan melalui elemen. Satuan tegangan adalah volt dan 1
volt = 1 Joule per Coulomb, disimbolkan dengan V,tegangan
dapat muncul diantara sepasang terminal listrik dengan atau
tanpa adanya arus listrik yang mengalir sekalipun (Grancai,
2001).

2.2 Arus Listrik


Aliran muatan listrik didefinisikan sebagai arus listrik.
Arus listrik mengukur berapa banyak muatan listrik yang
mengalir per satuan waktu. Jika dalam selang waktu t jumlah
muatan listrik yang mengalir adalah Q, maka besarnya arus
listrik didefinisikan sebagai:
Q
I= (2.3)
t
Satuan muatan listrik adalah coulomb dan disingkat C dan
satuan arus listrik adalah ampere, yang disingkat A. Dengan
demikian 1 ampere = 1 colulomb per detik (Abdullah, 2017).

Halaman | 30
2.3 Daya Listrik
Energi listrik diubah menjadi energy panas atau cahaya
pada alat-alat listrik dan terjadi banyak tumbukan antara
elekton yang bergerak pada kawat. Untuk mencari daya yang
diubah oleh peralatan listrik mengingatkan bahwa energi
bahwa energi yang diubah bila muatan Q bergerak melintasi
beda potensial sebesar V adalah QV, maka daya P adalah
dengan persamaan
QV
P=
t
(2.4)

Q
Muatan yang mengalir per detik adalah I, maka
t

P=I .V (2.5)

Dimana P adalah daya, I adalah kuat arus, dan V adalah


beda potensial (Freedman, 2004).

2.4 Lampu filamen tungsten


Lampu filament tungsten memiliki titik leleh 3371oC.
Lampu filament tungsten akan menyala bila terdapat beda
potensial. Ketika lampu filamen tungsten dihubungkan
dengan beda potensial akan mengalir melalui penghantar
(kawat). Muatan tersebut yaitu arus listrik yang berfungsi
sebagai energi listrik. Karena arus dibawa dalam jumlah
yang cukup besar, maka akan banyak tumbukan antara
elektron yang bergerak dan atom pada kawat. Pada setiap
tumbukan, sebagian energi elektron ditransfer ke atom.
Tumbukan tersebut terjadi disekitar ruangan dari filamen
tungsten yang dibatasi oleh tabung kaca. Karena terjadi

Halaman | 31
tumbukan terus menerus akibatnya energi kinetik atom
bertambah dan suhu kawat filamen tungsten bertambah.
Energi panas yang bertambah dari kawat tersebut dapat
dikonduksi dan dikonveksi ke udara sebagai kalor dan
diradiasikan sebagai cahaya, sehingga lampu dapat menyala
(Sears, 2003).

2.5 Voltmeter
Untuk mengukur tegangan/beda potensial diantara kedua
ujung penghantar digunakan alat yang bernama voltmeter.
Penyusunan voltmeter harus secara paralel dengan sumber
listrik atau komponen listrik yang diukur beda potensialnya.
Pada voltmeter terdapat dua kutub yaitu kutub positif dan
kutub negatif sehingga kutub-kutub ini harus dihubungkan
serasi bersesuaian dengan kutub-kutub pada rangkaian. Efek
pemasangan voltmeter terhadap rangkaian disebut juga
Nodding effect. Efek ini dapat diartikan sebagai pengaruh
pemasangan voltmeter yang akan mengubah besaran voltase
yang akan diukur karena voltmeter juga terukur sebagai
beban, sehingga resistensi voltmeter harus jauh lebih tinggi
atau lebih besar dari beban yang diukur oleh kita (Zemansky,
1976).

2.6 Ampermeter
Amperemeter sering juga disebut ammeter. Amperemeter
pada rangkaian perlu diletakkan seri terhadap kuat arus yang
ingin diukur. Hal ini disebabkan arus tidak akan berubah bila
melalui rangkaian seri dan akan terbagi bila melalui
rangkaian paralel. Walaupun arus pada rangkaian seri tidak
berubah, akan tetapi peletakkan amperemeter pada suatu

Halaman | 32
rangkaian tersebut akan memengaruhi pengukuran. Hal ini
dikarenakan amperemeter memiliki tahanan internal
sehingga akan menaikan besaran tahanan total pada
rangkaian tersebut dan mengubah besar arus yang hanya
mengalir ketahanan pada rangkaian awal (Arkundara, 2007).

2.7 Resistor
Berdasarkan hukum ohm, 1 ohm itu digunakan untuk
menyatakan hambatan dalam suau rangkaian yang dilewati
kuat arus listrik 1 Ampere dengan beda potensial sebesar 1
Volt. Sehingga kita dapat menyatakan hambatan sebagai
perbandingan antara beda potensial dengan kuat arus
listriknya. Semakin besar beda potensialnya maka semakin
besar pula kuat arus yang dihasilkan, dan hambatan tidak
ditentukan oleh besar atau kecilnya beda potensial dan arus
listriknya melainkan ditentukan oleh panjang dan luas
penampangnya (Hayt, 1991).

2.8 Resistivitas
Resistivitas adalah kemampuan suatu bahan untuk
menghantarkan arus listrik yang bergantung terhadap
besarnya medan istrik dan kerapatan arus. Semakin besar
resistivitas suatu bahan maka semakin besar pula medan
listrik yang dibutuhkan untuk menimbulkan sebuah
kerapatan arus. Satuan untuk resistivitas adalah Ω m
(Alonso, 1994).
Resistivitas atau hambatan jenis juga didefinisikan
sebagai perbandingan medan listrik E yang dimiliki
konduktor dan rapat arus listrik J. Secara matematis

Halaman | 33
konduktansi dapat di tuliskan dalam persamaan sebagai
berikut
E
ρ=
J
(2.6)

dengan 𝜌 resistivitas atau hambatan jenis (Ωm), E adalah


medan listrik (V/m), J adalah rapat arus (A/m2).

2.9 Hambatan dalam


Hambatan dalam sebuah baterai adalah kemampuan suatu
baterai dalam mensuplai arus listrik terhadap hambatan luar
atau tegangan jepit yang mengakibatkan tegangan jatuh pada
baterai. Hambatan dalam dipengaruhi oleh massa jenis
kawat, Panjang kawat, dan luas penampang kawat. Jadi
hambatan dalam adalah hambatan yang terdapat dalam
sumber tegangan (Abdullah, 2006).

2.10 Konduktivitas dan konduktor


Konduktivitas adalah kemampuan suatu bahan untuk
menghantarkan arus listrik di tunjukkan oleh besarnya harga
konduktivitas listrik atau daya hantar listrik bahan tersebut
(sigma mho/m) (Abdullah, 2006).

2.11 Konduksi
Konduksi adalah perpindahan kalor melalui zat
penghantar tanpa disertai perpindahan bagian-bagian zat itu.
Perpindahan kalor dengan cara konduksi pada umumnya
terjadi pada zat padat. Suatu zat yang dapat menghantarkan
kalor disebut dengan konduktor, seperti berbagai jenis

Halaman | 34
logam. Sedangkan zat yang tidak dapat menghantarkan listrik
disebut isolator, pada umumnya benda-benda non logam
(Abdullah, 2006).

2.12 Disipasi panas


Disipasi panas merupakan panas yang hilang dari suatu
system, hilang dalam berarti berubah menjadi energi lain
yang tidak menjadi tujuan suatu system. Sebagai contoh
energi yang timbul akibat gesekan, energi listrik yang
terbuang karena adanya hambatan pada kawat penghantar,
energi panas trafo yang digunakan untuk mengubah tegangan
panas ini yang dianggap sebagai energi yang disimpan
(Kamil, 2012).

2.13 Eksitasi
Eksitasi adalah peristiwa dimana elektron yang berada di
tingkat energi yang lebih rendah berpindah ke tingkat energi
yang lebih tinggi dengan menyerap energi tumbukan nya
dengan elektron (Nur M, 1998).

2.14 De-eksitasi
Peristiwa kebalikan dari eksitasi adalah relaksasi atau
deeksitasi. Deeksitasi atau relaksasi adalah perpindahan
elektron dari tingkat energi yang lebih tinggi ketingkat energi
yang lebih rendah dengan memancarkan energi (Nur M,
1998).

Halaman | 35
III. Metodelogi percobaan
3.1 Alat dan bahan
- Voltmeter, berfungsi untuk mengukur tegangan
- Amperemeter, berfungsi untuk mengukur kuat arus listrik
- Lampu pijar, berfungsi sebagai sumber cahaya yang akan
diamati.
- Kabel, berfungsi untuk menghantarkan arus listrik
- Jepit buaya, berfungsi untuk menguhubungkan kawat
satu dengan kawat yang lainnya.
- Pengatur voltmeter, berfungsi untuk mengatur tegangan
- Kawat, berfungsi sebagai tempat untuk menjepit kabel
jepit buaya
-
3.2 Gambar alat

Gambar 3.1 Lampu filamen Gambar 3.2 Ampermeter

Gambar 3.3. Voltmeter Gambar 3.4 Jepit buaya

Halaman | 36
3.3 Skema alat

1 2

3
5

4 6

7
8
9

Gambar 3.5 Skema Alat Percobaan L-4

Keterangan :

1. Lampu filamen tungsten 1 berfungsi sebagai objek yang diamati.


2. Lampu filamen tungsten 2 berfungsi sebagai objek yang diamati.
3. Mili ampere berfungsi mengukur kuat arus listrik dengan satuan mm.
4. Voltmeter berfungsi mengukur tegangan listrik.
5. Amperemeter berfungsi mengukur kuat arus listrik.
6. Tombol ON-OFF berfungsi menghidupkan dan mematikan set-up alat
percobaan.
7. Potensiometer berfungsi mengatur besarnya hambatan sehingga
mempengaruhi voltmeter yang digunakan.
8. Kutub komponen listrik berfungsi menghubungkan komponen-
komponen pada
9. Kabel capit buaya berfungsi mengalirkan arus listrik dari sumber
tegangan.

3.4 Diagram alir

Halaman | 37
Mulai

Rangkai sesuai skema kerja percobaan arus dan


tegangan pada lampu filamen tungsten

Menggeser tahanan sehingga di dapat nilai V


dan I dari voltmeter dan amperemeter yang
terbaca

Mencatat kenaikan V dan I

YA
Lampu filamen
berbeda.

TIDAK

Arus Listrik (I)

Selesai

Gambar 3.6 Diagram alir percobaan

Halaman | 38
3.5 Diagram fisis

Saat menghidupkan saklar akan mengakibatkan aliran


listrik dan menimbulkan medan listrik pada kawat.
Medan listrik ini mengakibatkan elektron-elektron
yang bergerak acak akan menjadi bergerak dengan
arah dan kecepatan tertentu kea rah kutub positif.
Aliran elektron yang bergerak akan menimbulkan arus
listrik.

Arus listrik akan mengalir ke lampu dan akhirnya akan


sampai ke filamen tungsten. Saat pemanasan lampu
akibat arus, tungsten tidak akan rusak. Adanya
perpindahan kalor tersebut merupakan perpindahan
kalor secara konduksi yaitu melalui perantara. Muatan-
muatan elektron saling bergetar dan menghantarkan
energi dari elektron lain. Karena proses ini maka
terjadi proses ionisasi yaitu hilangnya elektron terluar.
Elektron ini nantinya akan menumbuk gas argon.

Elektron yang menabrak gas argon mengakibatkan


terjadinya eksitasi elektron yaitu elektron berpindah
energi yang lebih rendah ke energi yang lebih tinggi.
Dan akan kembali lagi ke tingkat energi awal, proses
ini disebut proses de-eksitasi. Dalam peristiwa ini
disertai pemancaran energi foton, foton ini nantinya
akan menyebabkan lampu berpijar. Energi panas yang
timbul akibat gesekan tumbukan atom argon dan
elektron berkurang atau hilang berganti menjadi energi
cahaya biasa disebut dengan disipasi panas.

Gambar 3.7 Diagram alir fisis percobaan

Halaman | 39
DAFTAR PUSTAKA

Abdullah, Mikrajuddin. 2017. Fisika Dasar II. Bandung: ITB

Alonso, Marcello dan Edward J Finn.1994. Dasar-dasar Fisika Universitas.


Jakarta:
Erlangga.
Arkundara. 2007. Fisika Dasar. Jember: Universitas Jember

Durbin, dkk. 2005. Rangkaian Listrik. Jakarta: Erlangga

Freedman. 2004. Fisika Universitas Jilid I. Jakarta: Erlangga.

Grancai. 2001. Fisika Jilid 2 Edisi Ke-5. Jakarta: Erlangga

Handayani, Sri, Ari Damari. 2009. Fisika Untuk SMA/ MA Kelas X. Jakarta:
Depdiknas

Hayt, W. 1991. Rangkaian Listrik Edisi Keenam Jilid I. Jakarta: Erlangga.

Nur, M. 1998. Fisika Plasma dan Aplikasinya. Semarang: Undip Press

Suardana, I Kade. (2007). Penilaian Portofolio dalam Pembelajaran Fisika


Berbasis
Inquary Terbimbing di SMP Negeri 2 Singaraja. Jurnal Penelitian
dan Pengembangan, 2.
Tipler, P.A. 2001. Fisika Untuk Sains dan Teknik, Edisi ketiga Jilid 2.
Jakarta: Erlangga

Ir.Surrakhman,dkk. 2015. Fisika Dasar II: Panduan Praktikum untuk Prodi


Elektronika Instrumentasi. Yogyakarta: STTN-BATAN.

Zemansky. 1962. Fisika Universitas. Jakarta: Erlangga

Halaman | 40

Anda mungkin juga menyukai