Laporan Kasus Asma - Hesty Meilawati
Laporan Kasus Asma - Hesty Meilawati
ASMA
Disusun Oleh :
HESTY MEILAWATI
NIM. 2008434529
Pembimbing:
dr. Surya Hajar Fitria Dana, Sp.P (K), FCCP, FISR
1
BAB I
PENDAHULUAN
2
eksaserbasi berat ini merupakan keadaan darurat medis yang berpotensi
mengancam jiwa dan terapinya memerlukan pemantauan yang ketat.1
3
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Asma
2.1.1 Definisi
Menurut Global Initiative For Asthma (GINA) asma adalah suatu penyakit
heterogen dengan karakteristik adanya inflamasi saluran napas kronik yang di
tandai dengan mengi, nafas yang pendek, dada terasa berat dan batuk yang terjadi
secara episodik dan dipengaruhi oleh faktor pencetus. Gejala dapat di penggaruhi
dan diperburuk oleh beberapa faktor seperti infeksi virus, alergen, merokok,
olahraga dan stres.5
Perhimpunan Dokter Paru Indonesia (PDPI) mendefinisikan bahwa asma
memiliki karakteristik inflamasi kronik saluran napas. Penyakit ini ditandai
dengan riwayat gejala pernapasan mengi, sesak napas, dada terasa berat dan batuk
yang bervariasi dalam hal waktu dan intensitas, disertai dengan variasi hambatan
aliran udara ekspirasi. Asma berhubungan dengan hiperaktivitas saluran napas.
Hiperaktivitas dan inflamasi dapat terjadi terus menerus, tetapi dapat membaik
dengan pengobatan.1
4
Gambar 1. Interaksi faktor genetik dan lingkungan pada kejadian asma
A. Faktor Pejamu
Asma sebagai penyakit yang diturunkan telah dibuktikan dari berbagai
penelitian. Faktor genetik merupakan predisposisi untuk berkembangnya asma.
Fenotip berkaitan dengan asma, dikaitkan dengan ukuran subjektif (gejala) dan
objektif (hipereaktivitas bronkus, kadar IgE serum) dan atau keduanya. Adapun
faktor pejamu penyakit asma adalah sebagai berikut1:
1. Predisposisi genetik
2. Alergik (atopi)
3. Hiperaktivitas bronkus
4. Inflamasi jalan napas
5. Jenis kelamin
6. Ras/etnik
7. Hipotesis higiene
8. Obesitas
9. Depresi
B. Faktor Lingkungan
Faktor lingkungan dibagi menjadi dua yaitu yang mempengaruhi dengan
kecendrungan atau predisposisi asma untuk berkembang menjadi asma, dan yang
menyebabkan eksaserbasi (serangan) dan menyebabkan gejala menetap.1
a. Faktor lingkungan yang mempengaruhi berkembangnya asma pada individu
dengan predisposisi asma
5
1. Alergen di dalam ruangan alergen binatang, alergen kecoa, jamur ,
tungau debu rumah, bulu binatang
2. Alergen di luar ruangan tepung sari bunga, jamur
3. Bahan lingkungan kerja
4. Asap rokok perokok aktif dan perokok pasif
5. Polusi udara polusi udara di luar dan di dalam ruangan
6. Infeksi parasit
7. Status sosioekonomi
8. Besar keluarga
9. Diet dan obat
10. Microbiome
11. Obesitas
b. Faktor lingkungan mencetuskan eksaserbasi dan atau menyebabkan gejala-
gejala asma menetap
1. Alergen di dalam dan di luar ruangan
2. Polusi udara di dalam dan di luar ruangan
3. Infeksi pernapasan
4. Exercise dan hiperventilasi
5. Perubahan cuaca
6. Sulfur dioksida
7. Makanan, aditif (pengawet, penyedap, pewarna makanan), obat
8. Ekspresi emosi yang berlebihan
9. Asap rokok
10. Iritan (parfum, bau-bau merangsang, household spray)
2.1.3 Klasifikasi
Klasifikasi pada asma baik saat serangan akut maupun berdasarkan berat
penyakit penting bagi pengobatan dan perencanaan penatalaksanaan jangka
panjang, karena semakin berat asma semakin tinggi tingkat pengobatan.1
6
Intermiten Bulanan: ≤ 2 kali sebulan APE ≥80%
* Gejala <1x/minggu * VEP1 ≥80% nilai
* Tanpa gejala di prediksi APE ≥80% nilai
luar serangan terbaik
* Serangan * Variabilitas APE <20%
singkat
Persisten Mingguan: > 2 kali APE > 80%
Ringan * Gejala sebulan * VEP1 ≥ 80% nilai
>1x/minggu, tetapi prediksi APE ≥ 80%
< 1x/hari nilai terbaik
* Serangan dapat * Variabilias APE 20-30%
mengganggu aktivitas
dan tidur
Tabel 1. Klasifikasi derajat berat asma pada keadaan stabil sebelum pengobatan
7
APE >50% nilai prediksi <50% nilai prediksi
Tabel 2.
Klasifikasi derajat berat eksaserbasi asma
2.1.4 Patogenesis
Asma merupakan kelainan inflamasi kronik jalan napas yang
menyebabkan sesak napas, bunyi mengi, dada tertekan, dan batuk terutama pada
malam hari dan atau pagi-pagi. Tanda khas pada penyakit ini adalah obstruksi
jalan napas intermiten dan reversibel, radang bronkus kronik disertai eosinofil,
hipertrofi dan hiperaktivitas sel otot polos bronkus dan meningkatnya sekresi
mukus. Asma dapat dikategorikan sebagai atopik dan non atopik. Pada asma
atopik sering terjadi pada masa kanak-kanak dan merupakan contoh klasik dari
reaksi hipersensitivitas tipe I yang di mediasi IgE. Asma non atopik tidak
memiliki bukti sensitisasi alergen, dan uji kulit biasanya memberikan hasil
negatif.6,7
Pada penderita asma bronkial karena saluran napas yang hipersensitif
terhadap adanya partikel udara sebelum sempat dikeluarkan dari tubuh,
menyebabkan jalan napas hipereaktif, yang menyebabkan keadaan:8
• Otot polos menghubungkan cincin tulang rawan akan berkontraksi/
memendek/ mengkerut.
• Produksi kelenjar lendir yang berlebihan.
• Bila ada infeksi akan terjadi reaksi sembab/pembengkakan dalam saluran
napas.
Hasil akhir dari semua itu adalah penyempitan rongga saluran napas.
Akibatnya menjadi sesak napas, batuk keras bila paru mulai berusaha untuk
mengeluarkan dahak yang kental bersama batuk, terdengar suara napas yang
berbunyi yang timbul apabila udara dipaksakan melalui saluran napas yang
sempit. Suara napas tersebut dapat sampai terdengar keras terutama saat
mengeluarkan napas (ekspirasi).9
8
Gambar 2. Patofisiologi Asma
2.1.5 Diagnosis
Anamnesis
Penegakkan diagnosis asma dilakukan dengan mengidentifikasi
karakteristik gejala respirasi seperti mengi, sesak, dada terasa berat, atau batuk
dan hambatan aliran udara yang bervariasi. Pola gejala yang dialami oleh pasien
perlu digali lebih dalam karena gejala tersebut juga dapat disebabkan oleh
gangguan saluran napas lain. Hal yang perlu diperhatikan antara lain adalah saat
pasien mengalami gejala tersebut untuk pertama kalinya, apakah gejala tersebut
membaik secara spontan atau dengan pengobatan, atau bila pasien sudah
terdiagnosis asma sebelumnya (perlu ditanyakan kapan pasien memulai terapi).1
Gejala-gejala berikut merupakan karakteristik asma, antara lain:1
• Lebih dari 1 gejala (mengi, sesak, batuk dan dada terasa berat) terutama pada
orang dewasa
• Gejala umumnya lebih berat pada malam atau awal pagi hari
• Gejala bervariasi menurut waktu dan intensitas
9
• Gejala dicetuskan oleh infeksi virus (flu), aktivitas fisis, pajanan alergen,
perubahan cuaca, emosi, serta iritan seperti asap rokok atau bau yang
menyengat
Pemeriksaan Fisik1
a. Pemeriksaan fisik pada asma bervariasi dari normal pada saat stabil (tidak
eksaserbasi), sampai didapatkan gambaran klinis yang berat yaitu pada
eksaserbasi akut berat.
b. Kelainan pemeriksaan fisik yang paling sering ditemukan adalah mengi pada
auskultasi, merupakan tanda terdapatnya obstruksi jalan nafas. Wheezing pada
umumnya bilateral, polifonik dan lebih terdengar pada fase ekspirasi.
c. Pada keadaan serangan, kontraksi otot polos saluran napas, edema dan
hipersekresi dapat menyumbat saluran napas; maka sebagai kompensasi
penderita bernapas pada volume paru yang lebih besar untuk
mengatasi menutupnya saluran napas. Hal itu meningkatkan kerja pernapasan
dan menimbulkan tanda klinis berupa sesak napas, mengi dan hiperinflasi.
d. Pada beberapa pasien, pemeriksaan fisik dapat tidak terdengar mengi atau
hanya terdengar jika melakukan ekspirasi paksa. Hal itu menunjukkan
10
obstruksi jalan nafas yang tidak berat, sehingga intensitas bunyi nafas
tambahan tersebut (mengi) tidak keras, nada tidak tinggi dan hanya terdengar
pada 1 fase pernafasan (ekspirasi). Semakin berat obstruksi jalan nafas
semakin tinggi nadanya dan semakin keras intensitasnya dan terdengar pada
kedua fase pernafasan (inspirasi dan ekspirasi).
e. Pada serangan yang sangat berat mengi dapat tidak terdengar. Pada obstruksi
jalan nafas yang sangat berat mengi dapat tidak terdengar (silent chest), tetapi
biasanya disertai gejala lain misalnya sianosis, gelisah, sukar bicara, takikardi,
hiperinflasi dan penggunaan otot bantu napas.
Pemeriksaan Penunjang1
1. Spirometri
Pengukuran volume ekspirasi paksa (VEP1) dan kapasitas vital paksa (KVP)
melalui prosedur standar bergantung pada kemampuan penderita. Untuk
mendapatkan nilai akurat, diambil nilai tertinggi dari 2-3 nilai yang
reproducible dan acceptable. Pemeriksaan VEP1/KVP lebih baik
dibandingkan APE. Obstruksi saluran pernapasan dapat diketahui dari nilai
rasio VEP1/KVP <75% atau VEP1<80% nilai prediksi. Penurunan rasio
VEP1/KVP menandakan adanya obstruksi atau hambatan aliran udara.
Apabila setelah diberi bronkodilator terjadi peningkatan VEP1/KVP ≥ 12%
dan APE ≥ 20%, maka dapat dikatakan diagnosis asma.
2. Arus Puncak Respirasi (APE)
Pemeriksaan ini dapat menggunakan spirometri atau dengan alat peak
expiratory flow meter (PEF). Alat PEF ini dapat digunakan di rumah untuk
memantau kondisi asma pasien dan menilai reversibilitas asma.
3. Uji Provokasi Bronkus
Uji provokasi bronkus sebaiknya dilakukan pada penderita dengan gejala asma
dan faal paru normal. Uji ini dilakukan apabila penilaian awal tidak
menunjukkan hambatan aliran udara. Uji ini mempunyai sensitivitas yang
tinggi tetapi spesifisitasnya rendah, artinya hasil negatif dapat menyingkirkan
diagnosis asma persisten, tetapi hasil positif tidak selalu berarti bahwa
penderita tersebut asma. Hasil positif dapat ditemukan pada penyakit lain
11
seperti rinitis alergika, PPOK, bronkiektasis, dan fibrosis kistik. Inhalasi
metakolin, histamin, latihan, dan inhalasi manitol.
4. Uji Alergi
Komponen alergi dalam asma dapat diidentifikasi melalui pemeriksaan uji
kulit atau pengukuran IgE spesifik serum. Uji tersebut dapat membantu untuk
mengetahui faktor pencetus. Uji kulit atau skin prick test memiliki sensitivitas
yang tinggi namun juga perlu dikonfirmasi dengan riwayat pasien.
Pengukuran IgE spesifik serum lebih mahal dan tidak meyakinkan.
5. Ekshalasi Nitric Oxide
Konsentrasi FENO (Fraksional Ekshalasi Nitric Oxide) meningkat pada asma
eosinofilik, tidak ditetapkan ada manfaat untuk mendiagnosis asma. FENO
dapat menurun pada perokok dan saat terjadi bronkokonstriksi. FENO dapat
meningkat atau menurun pada infeksi virus.
12
• Sindrom diskinesia silier primer
• Defisiensi imun
• Penyakit jantung bawaan
2.1.7 Penatalaksanaan
Tujuan penatalaksanaan asma stabil adalah untuk mengontrol penyakit dan
menjadikan asma terkontrol. Terdapat 4 faktor, yaitu:1
1. Medikasi (pengontrol dan pelega)
2. 5 tahapan pengobatan
3. Penatalaksanaan non farmakologis
4. Penanganan asma mandiri dan edukasi bahwa pengobatan asma jangka
panjang agar asma terkontrol.
Penatalaksanaan asma bronkial terdiri dari non farmakologi dan farmakologi1 :
a. Penatalaksanaan non farmakologi
Tujuan penatalaksanaan non farmakologis yaitu untuk meningkatkan kontrol
gejala atau menurunkan risiko eksaserbasi. Penatalaksanaan non farmakologis
terdiri dari:
1. Olahraga
- Untuk meningkatkan kebugaran fisik
- Membantu otot-otot pernapasan
- Senam Asma Indonesia
- Pada kasus EIA (Exercise Induced Asthma), sebelum olahraga dapat
diberikan SABA inhalasi.
2. Berhenti Merokok
Asap rokok merupakan oksidan yang dapat menyebabkan inflamasi. Asap
rokok dapat mempercepat perburukan fungsi paru dan meningkatkan
risiko terjadinya penyakit lain, seperti bronkitis.
3. Lingkungan kerja
Hindari bahan-bahan faktor pencetus di tempat kerja (contoh: hindari
polusi udara, asap rokok, dan iritan).
13
Prinsip pengobatan asma dibagi menjadi dua golongan yaitu:
1. Pengontrol (Controller)
Pengontrol adalah medikasi asma jangka panjang untuk mengontrol asma,
diberikan setiap hari untuk mencapai dan mempertahankan keadaan asma
terkontrol pada asma persisten. Pengontrol sering disebu pencegah, yang
termasuk obat pengontrol:
Kortikosteroid inhalasi
Merupakan pilihan bagi asma serangan ringan sampai berat dan merupakan
medikasi jangka panjang paling efektif untuk mengontrol asma. Manfaat obat
ini yaitu dapat menurunkan hiperaktivitas bronkus, menurunkan gejala,
menurunkan frekuensi dan berat serangan, serta dapat memperbaiki kualitas
hidup.
Kortikosteroid sistemik
Diberikan melalui oral atau parenteral. Biasanya dipakai sebagai pengontrol
asma persisten berat setiap hari atau selang sehari. Biasanya pada asma yang
sangat parah, tidak terkontrol dengan ICS dosis tinggi, agonis β2 kerja lambat,
antagonis leukotrien, teofilin, dan tidak terkontrol dengan dosis tinggi, maka
dapat diberikan kortikosteroid sistemik dosis rendah. Efek sampingnya terdiri
dari osteoporosis, hipertensi, diabetes, katarak, supresi hipotalamus atau
pituitari, obesitasi, glaukoma, sindroma cushing, muka bulan, tukak lambung,
menurunkan imun, striae.
Kromalin (sodium kromoglikat dan redokromil sodium)
Digunakan sebagai pengontrol pada asma persisten ringan. Kromalin
merupakan antiinflamasi nonsteroid yang menghambat pelepasan mediator
dari sel mast yang diperantarai IgE. Manfaat obat ini yaitu memperbaiki faal
paru dan gejala, menurunkan hipereaktivitas bronkus. Obat ini dalam bentuk
inhalasi dan dosis 4-6 mg untuk melihat pemberiannya bermanfaat atau tidak.
Metilsantin
Obat ini dapat dikombinasikan dengan β2 agonis kerja singkat dan merupakan
bronkodilator yang juga mempunyai efek ekstrapulmoner seperti
antiinflamasi. Obat tambahan pada asma berat. Obat ini lebih murah, dapat
mengontrol gejala dan memperbaiki faal paru. Efek sampingnya adalah pada
14
dosis tinggi (10 mg/kgBB/hari), mual dan muntah, takikardi, atirmia,
intoksiskasi teofilin (kejang atau kematian). Tidak dapat diberikan sebagai
reliever apabila telah menggunakan controller.
β2 agonis kerja lama
Salmaterol dan formaterol termasuk di dalam β 2 agonis kerja lama inhalasi
yang mempunyai waktu kerja lama (>12 jam). Pemberian inhalasi pada
preparat ini menghasilkan efek bronkodilatasi lebih baik dibandingkan dengan
preparat oral. Obat ini dapat diberikan kombinasi dengan inhalasi ICS.
Manfaatnya dalah merelaksasi otot polos, meningkatkan kebersihan
mukosilier, menurunkan permeabilitas pembuluh darah, memodulasi
pelepasan mediator sel mast dan basofil.
Leukotriene modifiers
Mekanisme kerja obat ini yaitu menghambat 5-lipoksigenasi sehingga
memblok sintesis leukotrien atau memblok reseptor (contoh: zafirlukas dan
montelukas). Pada kasus Aspirin Induced Asthma dapat memberikan respon
yang baik. Obat ini merupakan antiasma relatif baru dengan pemberian secara
oral. Leukotriene dapat juga bersifat bronkodilator, mempunyai efek
antiinflamasi, dapat menurunkan kebutuhan dosis kortikosteroid inhalasi
penderita asma persisten sedang sampai berat, dan dapat mengontrol asma
pada pasien yang tidak terkontrol dengan steroid inhalasi. Obat yang tersedia
di Indonesia adalah zafirlukas dan montelukas.
Tiotropium
Asetilkolin menyebabkan efek inflamasi dan menarik sel-sel proinflamasi dan
pelepasan sitokin. Obat ini merupakan efek antagonis reseptor M2 dan M3.
Obat ini digunakan pada asma eksaserbasi persisten walaupun sudah diberikan
LABA dan steroid inhalasi.
Anti IgE (Omalizumab)
Pada asma eksaserbasi persisten walaupun LABA dan steroid inhalasi sudah
diberikan dosis maksimum. Merupakan antibodi monoklonal rekombinan
antimunoglobulin E dan mengobati alergi sehingga mengurangi konsentrasi
IGE bebas di plasma antibodi. Obat ini menghambat pelepasan mediator
inflamasi sel mast dan basofil. Injeksi subkutan tiap 2 minggu atau 4 minggu
15
dengan dosis sesuai dengan serum IgE dan berat badan.
2. Pelega (Reliever)
Prinsipnya untuk dilatasi jalan nafas melalui relaksasi otot polos,
memperbaiki dan atau menghambat bronkostriksi yang berkaitan dengan gejala
akut seperti mengi, rasa berat didada dan batuk, tetapi tidak memperbaiki
inflamasi jalan nafas atau menurunkan hiperesponsif jalan nafas.
β2 agonis kerja singkat
Obat yang termasuk golongan ini adalah salbutamol, terbutalin, fenoterol, dan
prokaterol, mempunyai waktu kerja yang cepat. Formaterol mempunyai onset
yang cepat dan durasi lama. Pemberian ini dapat secara inhalasi atau oral.
Obat ini merupakan terapi pilihan pada serangan akut dan sangat bermanfaat
sebagai praterapi pada exercise-induced asthma. Merelaksasi otot saluran
napas, meningkatkan bersihan mukosilier, menurunkan permeabilitas
pembuluh darah dan memodulasi pelepasan mediator dari sel mast. Pilihan
untuk serangan akut dan praterapi EIA. Apabila tidak respon dengan baik,
maka perlu pemberian ICS. Efek samping obat ini adalah merangsang
kardiovaskular, tremor otot rangka, dan hipokalemia.
Antikolinergik atau antimuskarinik kerja singkat
Mekanisme kerja anti-kolinergik memblok efek penglepasan asetilkolin dari
saraf kolinergik pada jalan napas.Pemberiannya secara inhalasi. Efeknya lama,
membutuhkan 30-60 menit untuki mencapai efek maksimum. Menurunkan
tonus kolinergik vagal intrinsik dan menghambat refleks bronkokonstriksi
oleh karena iritan.
Metilstatin
Amiofillin kerja singkat dapat dipertimbangkan untuk mengatasi gejala walau
disadari onset atau awitannya lebih lama daripada antagonis beta-2 kerja
singkat. Bermanfaat untuk respiratory drive, memperkuar fungsi otot
pernapasan, dan mempertahankan respon SABA. Pada sma berat atau kurang
respon dengan SABA saja.
Adrenalin
Dapat sebagai pilihan pada asma eksaserbasi sedang sampai berat apabila
tidak tersedia β2 agonis atau tidak respon dengan SABA. Pada pasien diatas
16
usia 45 tahun dengan riwayat kardiovaskular jangan diberikan. Pemberian bisa
intravena namun harus selalu dipantau dan monitor.
17
Tabel 3. Pilihan terapi berdasarkan derajat berat asma
18
Tabel 4. Pelangi Asma
19
2.2 Pneumotoraks12
2.2.1 Definisi dan Klasifikasi
A. Definisi
Pneumotoraks adalah suatu keadaan dimana terdapat udara bebas di dalam
rongga pleura
B. Klasifikasi Pneumotoraks
Berdasarkan penyebabnya Pneumotoraks dapat diklasifikasikan menjadi:
1. Spontan
Primer : tidak ada riwayat penyakit paru, trauma, kecelakaan
Sekunder : mempunyai riwayat penyakit paru sebelumnya
(PPOK, TB paru, asma, tumor paru, dll).
2. Traumatik : karena trauma di dada (kecelakaan, trauma tajam/tertusuk)
3. Iatrogenik : karena tindakan medik/diagnostik (transbronkial biopsi,
punksi pleura)
2.2.2 Patofisiologi
Pada waktu inspirasi tekanan intrapleura lebih negatif daripada tekanan
intrabronkial, maka paru mengembang mengikuti gerakan dinding toraks sehingga
udara dari luar dengan tekanan permulan nol akan terhisap melalui bronkus
hingga mencapai alveoli. Pada saat ekspirasi, dinding dada menekan rongga dada
sehingga tekanan intrapleura akan lebih tinggi daripada tekanan udara alveoli
ataupun di bronkus, akibatnya udara akan ditekan ke luar melalui bronkus.
Tekanan intrabronkial akan meningkat apabila ada tahanan pada saluran
pernapasan dan akan meningkat lebih besar lagi pada permulaan batuk, bersin
atau mengejan. Apabila di bagian perifer bronki atau alveoli ada bagian yang
lemah, maka kemungkinan terjadi robekan bronki atau alveoli akan sangat mudah.
Dengan demikian pneumotoraks dapat terjadi jika ada kebocoran di bagian paru
yang berisi udara melalui robekan atau pleura yang pecah. Bila ada kebocoran
antara alveoli dengan rongga pleura, udara akan berpindah dari alveoli ke dalam
rongga pleura sampai terjadi tekanan yang sama atau sampai kebocoran tertutup
sehingga paru akan kolaps karena sifat paru yang elastik. Hal yang sama terjadi
bila terdapat hubungan langsung (kebocoran) antara dinding dada dengan rongga
20
pleura. Perubahan fisiologis akibat pneumotoraks adalah penurunan kapasitas
vital dan PaO2, sehingga terjadi hipoventilasi dan asidosis respiratorik.Moran dkk
dengan percobaan binatang melaporkan PaO2 akan kembali normal bila dilakukan
evakuasi udara. Yang paling berbahaya adalah pada pneumotoraks ventil. Pada
keadaan ini tekanan di rongga pleura akan meningkat terus hingga paru akan
kolaps total selanjutnya mediastinum akan terdorong ke sisi lawannya.
Pendorongan mediastinum inilah yang dapat menyebabkan gangguan aliran darah
karena tertekuknya pembuluh darah. Bila gangguannya hebat dapat terjadi syok
sampai kematian.
Pemeriksaan Fisik :
Tampak sesak ringan sampai berat tergantung kecepatan udara yang masuk serta
ada tidaknya klep. Penderita bernapas tersengal, pendek-pendek dengan mulut
terbuka. Sesak napas dengan atau tanpa sianosis. Tampak sakit mulai ringan
sampai berat. Badan tampak lemah dan dapat disertai syok. Nadi cepat dan
pengisian masih cukup baik bila sesak masih ringan tetapi bila penderita
mengalami sesak napas berat, nadi menjadi cepat dan kecil disebabkan pengisian
yang kurang.
21
jantung terdorog ke sisi toraks yang sehat. Fremitus suara melemah atau
menghilang pada sisi yang sakit.
Perkusi : hipersonor pada sisi yang sakit, batas jantung terdorong kearah
toraks yang sehat apabila tekanan intrapleura tinggi.
Auskultasi : suara napas melemah sampai menghilang pada sisi yang sakit,
suara vokal melemah
Foto Toraks :
Bagian pneumotoraks akan tampak hitam/hiperlusen, rata dan paru yang
kolaps akan tampak garis yang merupakan tepi paru (Collapse line), kadang
lobuler.
Paru yang kolaps bisa tampak seperti massa di daerah hilus. Keadaan ini
menunjukkan kolaps paru yang luas sekali.
Apabila ada pendorongan jantung atau trakea ke arah paru yang sehat,
kemungkinan terjadi pneumotoraks ventil dengan tekanan intrapleura yang
tinggi.
2.2.4 Tatalaksana
Penatalaksanaan tergantung dari jenis pneumotoraks, derajat kolaps, berat
ringan gejala, penyakit dasar dan penyulit yang terjadi.
1. Oksigenasi
2. Observasi : dilakukan pada penderita tanpa keluhan dengan luas pnumotoraks
minimal atau < 20%, udara akan diabsorbsi. Penderita dirawat diobservasi
selama 24-48 jam.
3. Tindakan dekompresi (Kontra ventil) yaitu membuat hubungan rongga pleura
dengan dunia luar dengan :
Memakai infus set Jarum ditusukkan ke dinding dada sampai ke dalam
rongga pleura, kemudian infuse set yang telah dipotong pada pangkal
saringan tetesan dimasukkan ke botol yang berisi air. Setelah itu klem
penyumbat dibuka dan akan tampak gelembung udara yang keluar dari
ujung pipa plastic yang berada di dalam botol.
Jarum Abbocath Setelah jarum ditusukkan pada posisi yang tepat di
22
dinding toraks sampai menembus ke rongga pleura, jarum dicabut dan
kanula tetap ditinggal. Kanula ini kemudian dihubungkan dengan selang
infuse set. Selang ini selanjutnya diperlukan seperti tindakan di atas
Pemasangan selang WSD (Water Sealed Drainage) Selang Toraks Kateter
steril (alternatif : Selang NGT ukuran 16/18) dimasukkan ke rongga pleura
melalui dinding toraks dengan perantaraan troikar/maindrain atau bantuan
klem penjepit (pean) setelah dibuat suatu incisi pada kulit. Selanjutnya
ujung selang toraks kateter dihubungkan dengan selang plastik
penghubung yang ujungnya tercelup di bawah permukaan air supaya
gelembung udara dapat dengan mudah keluar melalui perbedaan tekanan
tersebut.
4. Tindakan Pembedahan
23
BAB III
ILUSTRASI KASUS
IDENTITAS PASIEN
Nama : Tn. T
Umur : 46 tahun
No. RM : 01065355
Alamat : Dusun 2 Sukamulya / Gunung Sahilan, Kmpar
Pekerjaan : Tukang kebun
Tanggal masuk RSUD : 06 Juli 2021
ANAMNESIS (Auto-anamnesis)
Keluhan Utama
Sesak napas sejak 8 hari SMRS.
24
Riwayat Penyakit Keluarga
- Riwayat penyakit asma ayah dan kakek pasien (+)
- Riwayat hipertensi (-)
- Riwayat penyakit jantung (-)
- Riwayat DM (-)
- Riwayat TB paru dalam keluarga (-)
- Riwayat keganasan (-)
PEMERIKSAAN FISIK
Pemeriksaan Umum
• Keadaan Umum : Tampak sakit ringan
• Kesadaran : Komposmentis kooperatif
• Tekanan darah : 97/60 mmHg
• Nadi : 72 x/menit
• SpO2 : 97% (no device)
• Suhu : 37,3 °C
• Napas : 20x/ menit
• Tinggi Badan : 170 cm
• Berat Badan : 55 kg
25
• IMT : 19,03 (Normoweight)
Kepala
Mata : konjungtiva anemis (-), sklera ikterik (-), pupil isokor,
diameter pupil kiri dan kanan 2 mm , reflek cahaya +/+.
Telinga: deformitas daun telinga (-), cairan (-), darah (-)
Hidung: nafas cuping hidung (-), cairan (-), darah (-)
Mulut : mukosa basah, lidah tidak kotor, bibir sianosis (-)
Leher : pembesaran kelenjar getah bening (-), JVP 5-2 cmH20
Toraks
Paru
1. Inspeksi : Gerakan dinding dada simetris kanan dan kiri, penggunaan otot
bantu pernafasan (-), retraksi dinding dada (-), terpasang WSD di
hemithoraks dextra
2. Palpasi : Vokal fremitus teraba sama pada paru kanan = kiri, melemah di
basal paru dextra
3. Perkusi : Sonor pada kedua lapangan paru, redup di basal paru dextra
4. Auskultasi : Vesikuler (+/+) melemah di basal paru dexta , ronkhi (-/-),
wheezing (+/+),
Jantung
1. Inspeksi: iktus kordis tidak terlihat
2. Palpasi : iktus kordis teraba di SIK VI linea midklavikula sinistra
3. Perkusi
Batas jantung kanan : Linea parasternalis dekstra
Batas jantung kiri : Linea midklavikula sinistra
4. Auskultasi: bunyi jantung S1 dan S2 reguler, murmur (-), gallop (-)
Abdomen
- Inspeksi : Perut tampak datar, venektasi (-), scar (-)
- Auskultasi : bising usus (+) 9x/menit
- Palpasi : Supel, hepar dan lien tidak teraba, nyeri tekan (-)
26
- Perkusi : timpani, shifting dullness (-)
Ekstremitas
Edema (-/-), akral hangat, capillary refilling time < 2 detik.
PEMERIKSAAN PENUNJANG
Foto Toraks
Pembacaan :
- Identitas Tn. T berusia 46 tahun
- Marker R
- Foto PA
- Kekerasan cukup
- Costae, vertebrae, clavicula dan scapula intak, tidak ada tanda-tanda fraktur
27
- Sudut costofrenikus kanan tumpul dan kiri lancip
- Trakea midline
- CTR <50%
- Kesan :
RESUME
Pasien mengeluhkan sesak napas sejak 8 hari SMRS. Sesak napas
dirasakan semakin lama semakin memberat. Sesak napas disertai bunyi “ngik”.
Sesak napas muncul terutama pada malam hari. Sesak napas timbul 3 kali dalam
seminggu. Sesak malam hari 3x/bulan, sesak dirasakan mengganggu aktivitas dan
tidur. Pasien memiliki riwayat asma sejak ± 40 tahun yang lalu. Pada pemeriksaan
fisis ditemukan selang WSD terpasang di hemithoraks dextra, suara napas
vesikuler (+/+) melemah dibasal paru kanan, wheezing (+/+).
DIAGNOSIS KERJA
1. Pneumotoraks Spontan Sekunder
RENCANA PENATALAKSANAAN
Non farmakologis
• Bed rest
• Hindari faktor pencetus
Farmakologis
O2 10 LPM via NRM
IVFD NaCl 0,9% 500 cc/8 jam
28
Inj. Omeprazole 2x40 mg
Symbicort Turbuhaler 2x1 puff
Salbutamol 3x2 mg
Inj. Ceftriaxone 1x2 gr
Nac 3x200 mg
Curcuma 3x1
RENCANA PEMERIKSAAN
Spirometri
APE
Evaluasi WSD dengan foto thoraks
29
BAB IV
PEMBAHASAN
Diagnosa pada pasien ini adalah pneumotoraks dextra dan asma akut
ringan sedang persisten sedang. Hal ini berkaitan dengan keluhan serangan sesak
nafas pada pasien dengan riwayat asma serta sesak napas yang semakin lama
semakin memberat. Pada anamnesis, pasien mengeluhkan dalam seminggu ini
sesak nafas 3 kali dalam seminggu dengan bunyi “ngik” dan 3 kali untuk serangan
malam dalam sebulan. Sesak mengganggu aktivitas dan mengganggu tidur malam.
Pasien dapat berbicara satu kalimat. Sesak napas dicetuskan oleh cuaca dingin di
malam hari. Hal ini sesuai dengan kriteria klasifikasi derajat asma persisten ringan
berdasarkan gambaran klinis. Pasien merasakan sesak nafas yang dapat
disebabkan oleh penyempitan saluran nafas karena adanya faktor pencetus dari
lingkungan.1
30
inhaler sebagai pengontrol dan pelega efektif dalam mempertahankan tingkat
kontrol asma yang tinggi dan mengurangi eksaserbasi. Budesonide dan
Formoterol bekerja secepat dan seefektif SABA (short acting beta 2 agonist)
dalam menimbulkan efek bronkodilatasi.13 Pada pasien asma di butuhkan
parameter objektif untuk menilai berat asma dengan mengukur faal paru
menggunakan spirometri. Pada spirometri digunakan untuk mencari volume
ekspirasi paksa detik pertama (VEP1) dan kapasitas vital paksa (KVP).14
Serangan asma bervariasi dari ringan sampai berat bahkan dapat
mengancam jiwa. Seringnya serangan asma menunjukkan penanganan asma
sehari-hari yang kurang tepat. Penanganan asma ditekankan pada penanganan
jangka panjang, dengan tetap memperhatikan serangan asma akut atau perburukan
gejala dengan memberikan penangan yang tepat. Terapi asma pada saat serangan
meliputi beberapa hal diantaranya yaitu menjaga saturasi oksigen arteri tetap
adekuat dengan oksigenasi, membebaskan obstruksi jalan napas dengan
bronkodilator inhalasi kerja cepat (2-agonis dan antikolinergik) dan mengurangi
inflamasi saluran napas serta mencegah kekambuhan dengan pemberian
kortikosteroid sistemik yang lebih awal.
Penilaian berat serangan asma merupakan langkah pertama dalam
penanganan serangan akut. Langkah selanjutnya adalah memberikan pengobatan
yang tepat sesuai algoritma tatalaksana serangan asma di rumah sakit, kemudian
selanjutnya menilai respon pengobatan dan memberikan tindakan apa yang
sebaiknya diberikan pada penderita (pulang, dirawat atau dirawat di ICU).15
Hubungan antara asma dan pneumotoraks tidak diketahui secara luas.
Membuat diagnosis banding antara pneumotoraks dan asma biasanya sulit. Asma
dan pneumotoraks dimanifestasikan oleh takikardia, takipnea, gangguan
pernapasan, desaturasi dan penurunan masuknya udara, menyebabkan kesulitan
untuk melakukan diagnosis banding. Oleh karena itu, diagnosis pneumotoraks
pada pasien asma mungkin sering terlambat atau terlewatkan. Oleh karena itu,
penting untuk memantau pasien ini dengan hati-hati. Ada kemungkinan 1,2%
terjadi pneumotoraks pada saat eksaserbasi asma. Pada eksaserbasi asma,
pneumotoraks berkembang karena obstruksi pada saluran napas minor
menyebabkan air-trapping dan barotrauma saluran napas distal, dan selanjutnya
31
ruptur alveolar. Peningkatan mendadak tekanan intra-alveolar adalah sebuah
fenomena yang dikenal sebagai efek Macklin.15
DAFTAR PUSTAKA
5. Global Initiative For Asthma. Global strategy for asthma management and
prevention 2021.
9. Ward JPT, Ward J, Leach RM, Wiener CM. At a glance sistem respirasi edisi
kedua. Jakarta: Erlangga medical series; 2007.
32
13. Zab Mosenifar, MD, FACP, FCCP. Asthma Guidelines. 2017. Available on
https://emedicine.medscape.com/article/296301-guidelines.
33