Anda di halaman 1dari 9

TRADISI SUKU ASMAT DALAM ROMAN NAMAKU TEWERAUT

KARYA ANI SEKARNINGSIH

Insum Malawat dan Hengki Mofu


Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan, Universitas Papua
Jalan Gunung Salju, Amban-M anokwari, Papua Barat
Surel: insum.manokwari@gmail.com

Informasi Artikel:
Dikirim: 8 Juli 2018; Direvisi: 22 Agustus 2018; Diterima: 22 Agustus 2018
DOI: 10.26858/retorika.v11i2.6183

RETORIKA: Jurnal Bahasa, Sastra dan Pengajarannya berada di bawah lisensi


Creative Commons Attribution-NonCommercial 4.0 International License.
ISSN: 2614-2716 (cetak), ISSN: 2301-4768 (daring)
http://ojs.unm.ac.id/retorika

Abstract: Tradisi Suku Asmat dalam Roman Namaku Teweraut Karya Ani Sekarningsih.
This research aims at describing Asmat tradition in romance Namaku Teweraut (NT) written by
Ani Sekarningsih. The study was designed with a literary anthropological approach. Data comes
from Roman NT. Data collection is done through a note-taking method. Based on the result of the
analysis, it is concluded that romance NT contains following traditions: matchmaking, dowry
payment, and giving birth. These traditions tend to be gender bias. It can be seen from wife
position in a family. A wife is always in weak, margin, and threat position. Romance NT contains
patriarchal conservatism culture that becomes the root of practical life of gender bias stereotype to
the women in Asmat society.

Abstrak: Tradisi Suku Asmat dalam Roman Namaku Teweraut Karya Ani Sekarningsih.
Penelitian ini bertujuan menggambarkan tradisi suku Asmat dalam roman Namaku Teweraut (NT)
karya Ani Sekarningsih. Penelitian didesain dengan pendekatan antropologi sastra. Data
bersumber dari roman NT. Pengumpulan data dilakukan melalui metode simak-catat. Berdasarkan
hasil analisis disimpulkan bahwa NT mengandung tradisi perjodohan, pembayaran mas kawin, dan
melahirkan. Ketiga tradisi ini bias gender karena menempatkan istri dalam posisi lemah, marginal,
dan mengancam nilai kemanusiaan seorang wanita. Roman NT juga diwarnai oleh budaya patriarki
konservatif yang menjadi akar melenggangnya stereotip terhadap perempuan dalam lingkungan
masyarakat Asmat.

Kata kunci: tradisi, suku Asmat, roman, antropologi sastra

154
Malawat & Mofu, Tradisi Suku Asmat dalam Roman ... 155

Roman Namaku Teweraut (NT) karya Ani perti hak berpendapat, hak berkarier di dunia
Sekarningsih adalah salah satu karya sastra ber- publik, dan hak menikmati bangku pendidikan
latar belakang budaya Papua. Penyajian beberapa yang layak. Hal menarik dari Sekarningsih adalah
tradisi dalam roman ini dapat dijadikan referensi caranya menggambarkan pengaruh dan kedudu-
tambahan tentang keanekaragaman budaya Pa- kan para tokoh adat sebagai figur teladan kemaju-
pua. Budaya merupakan irisan pengalaman hidup an komunitas budaya terpencil. Pentingnya kon-
masa lampau yang sengaja diabadikan oleh pemi- tak masyarakat lokal dengan dunia luar, pengaruh
lik dengan pertimbangan kebermanfaatan, baik dunia pendidikan bagi pembangunan sumber da-
terhadap eksistensi suatu komunitas adat maupun ya manusia, serta konsekuensi menjadi hal yang
kelangsungan hidup pemilik. Sudikan (2013) me- sengaja disentil pengarang sebagai bahan renung-
ngemukakan bahwa salah satu fungsi kearifan lo- an. Keunikan gaya menulis Ani Sekraningsih di-
kal ialah dapat mendorong terbangunnya keber- pengaruhi oleh naluri seorang antropolog sekali-
samaan, apresiasi dan mekanisme bersama untuk gus sastrawan.
memertahankan diri. Secara substansial, NT memiliki beberapa
Melalui pendekatan antropologi sastra, ref- kelebihan. Pertama, roman NT menunjukkan ke-
leksi pengalaman hidup manusia Asmat yang ter- berhasilan pengarang menggambarkan latar bela-
kandung dalam cipta sastra dimaknai kembali. kang sosial budaya suku Asmat Papua dalam
Antropologi adalah kajian tentang manusia bentuk cipta sastra dengan bahasa yang lugas dan
(Koentjaraningrat, 2009 dan Ihromi, 2013). Sas- menarik. Pembaca awam yang belum mengetahui
tra merupakan tulisan bernilai tinggi karena me- lingkungan sosial budaya Asmat Papua dapat
ngandung unsur ajaran hidup yang dapat dija- menggunakan teks NT sebagai salah satu rujukan.
dikan kompas dalam menjaga eksistensi manusia Kedua, NT merupakan salah satu karya sastra an-
sebagai makhluk sosial (Malawat, 2017). Karya troplogis Papua yang berhasil mendeskripsikan
sastra merupakan hasil cipta manusia yang u- secara konkret eksistensi budaya lokal, dampak
mumnya berupa respons dan tanggapan penulis positif dan negatifnya, dan pengaruhnya terhadap
terhadap dunia sekitarnya. pemanusiaan manusia Papua.
Ratna (2007) mengemukakan bahwa sastra Dilihat dari segi genre, roman NT termasuk
antropologis adalah karya sastra yang sarat de- dalam roman adat/daerah. Roman adat adalah
ngan unsur budaya lokal. Terkait konsep ini, sas- roman yang menyajikan cerita berdasarkan adat/
tra dijadikan media kritik sosial dengan berbagai tradisi masyarakat daerah tertentu (Zulfahnur,
paradigma pengarang. Karya sastra diposiskan 1996). Fenomena sosial masyarakat Asmat yang
sebagai alat memprotes tradisi yang dipandang ditampilkan dalam NT menegaskan bahwa per-
pincang, bias, atau tidak mendukung perubahan ubahan kebudayaan di tengah masyarakat tra-
dan perkembangan pemilik kebudayaan. Pemb- disional bukanlah hal mudah. Perkembangan atau
aca sebagai penikmat bertugas meresepsi dan me- perubahan yang terjadi sangat kecil dan lamban
nginterpretasi fenomena sosial yang terangkat hingga terkesan statis atau bahkan stagnan. Kon-
melalui cipta sastra dari berbagai sudut pandang. disi geografis Papua yang umumnya terisolasi,
Penelitian ini bertujuan menggambarkan terpencil, dan terpelosok menjadi faktor utama
kebudayaan manusia Asmat yang terekam mela- penghambat lajunya perubahan dan perkembang-
lui roman Namaku Teweraut (NT) karya Ani an kebudayaan manusianya.
Sekarningsih. Pengarang dalam sastra antropo- Objek kajian ini adalah budaya suku As-
logis memosisikan diri sebagai narator yang men- mat dalam karya sastra. Suku Asmat adalah salah
ceritakan kembali pengalaman budaya yang di- satu suku yang mendiami wilayah Papua bagian
amati, dirasakan, didengar, atau bahkan dialami Selatan, yakni Kabupaten Asmat, Provinsi Papua
sendiri. Urgensi penceritaan dapat menjadi se- (Kossay, 2014). Kabupaten Asmat bersebelahan
buah tawaran pemikiran atau pertimbangan ma- dengan Kabupaten Merauke. Asmat memiliki se-
nusiawi pelestarian budaya lokal. ni budaya yang unik dan sangat tinggi nilainya,
Roman NT merupakan karya sastra berlatar antara lain seni ukir, seni tari, kerajinan tangan,
budaya Papua yang menggambarkan beberapa seperti noken dan pakaian adat yang terbuat dari
budaya lokal terkait stereotip tentang perem- kulit kayu, dan upacara-upacara adat seperti pesta
puan. Tak dapat dipungkiri bahwa budaya yang pembuatan Patung Mbis (patung leluhur), pesta
dibangun atas bias gender mengeliminasi hak-hak Emak-Cem (rumah tulang), dan pesta ulat sagu.
kaum perempuan sebagai manusia seutuhnya, se- Dalam kehidupan sosial, orang Asmat mengenal
156 RETORIKA: Jurnal Bahasa, Sastra, dan Pengajarannya
Volume 11, Nomor 2, Agustus 2018, hlm. 154–162

tiga konsep dunia, yakni asmat ow capinmi (alam kukan melalui penokohan dan latar sosial budaya
kehidupan sekarang), dampu ow capinmi (alam masyarakat. Berpijak pada konsep berikut, ana-
persinggahan roh yang sudah meninggal) dan sa- lisis teks roman NT dengan paradigma antropo-
far (surga). logi sastra dilakukan dengan tahapan; (1) me-
Penelitian-penelitian yang mengkaji buda- nyortir data, (2) mengklasifikasi data dalam tabel
ya Papua dari aspek sastra dan budaya telah di- sesuai fokus kajian (tabulasi data), (3) mengo-
lakukan sejumlah peneliti sebelumnya. Malawat dekan data, dan (4) menganalisis dan memaknai
(2007) meneliti Roman NT dengan menggunakan data budaya Asmat dengan pendekatan antropo-
pendekatan feminisme sastra. Berbeda dengan logi sastra. Data dianalisis dengan analisis inter-
penelitian tersebut, penelitian ini lebih berfokus aktif.
kepada tradisi suku Asmat yang terkandung da-
lam NT dengan menggunakan paradigma antro-
HASIL DAN PEMBAHASAN
pologi sastra. Christiani (2016) mengkaji repre-
sentasi identitas etnis Papua dalam serial drama Hasil
remaja. Penelitian tentang kehidupan sosial bu-
daya masyarakat pedalaman di daerah Papua di- Berdasarkan hasil kajian terhadap teks NT
lakukan Soemantri (2008) dan Mulyadi dan Iyai diperoleh temuan yang menggambarkan budaya
(2016) mengkaji nilai budaya loka Papua dalam masyarakat Asmat Papua. Secara umum, Roman
sistem pertanian. Berbeda dengan penelitian-pe- ini mendeskripsikan kehidupan sosial masyarakat
nelitian tersebut, penelitian ini bertujuan meng- Asmat yang terhegemoni oleh budaya warisan le-
kaji budaya Papua melalui sastra yang memokus- luhur. NT mengandung kebiasaan hidup di ling-
kan pada aspek gender. kungan keluarga suku Asmat, pedalaman Papua,
Hasil penelitian ini dapat menjadi rujukan mulai dari budaya peminangan hingga melahir-
mempelajari dan memahami budaya orang Papua kan. Temuan penelitian ini memokuskan pada
yang kompleks dan heterogen, khususnya budaya budaya menjodohkan, membayar maskawin, dan
masyarakat Papua yang bermukim di daerah pe- tradisi melahirkan. Tiga budaya ini lebih domi-
dalaman atau pegunungan. Hasil penelitian mem- nan dan menjadi fokus perhatian karena unik dan
beri perspektif tentang budaya patriarki yang bi- problematik.
as gender serta dapat menghambat masa depan
dan kemajuan pembangunan masyarakat lokal. Tradisi Perjodohan

METODE Melalui Roman NT, ditemukan tradisi


menjodohkan anak dalam usia dini dalam ling-
Penelitian ini menggunakan paradigma pe- kungan suku Asmat. Tradisi ini diawali dari pem-
nelitian kualitatif jenis analisis teks sastra. Pene- bicaraan mempelai laki-laki dengan ayah mem-
litian kualitatif jenis analisis teks sastra adalah je- pelai perempuan. Melalui Roman NT ditemukan
nis penelitian studi literatur yang memfokuskan penolakan anak perempuan terhadap tradisi per-
kajian pada kedalaman pemaknaan data berben- jodohan. Berikut dipaparkan data (1) dan (2)
tuk kata-kata atau uraian (Rosyidi dan Ihkwan, yang menunjukkan temuan ini.
2010). Sumber data adalah roman NT karya Ani
Data (1)
Sekarningsih yang terbit tahun 2000. Teknik pe- “Tadi aku bertemu dengan Akatpits ”, nDiwi
ngumpulan data dilakukan dengan metode simak- membuka percakapan dengan irama pelan. Ia
catat. Langkah-langkah penelitian dilakukan me- dengan sejenak menunggu yang hadir terpusat
lalui tiga tahapan, yakni (1) menentukan naskah mendengar. Kami berbicara banyak tadi sore di
cerita sebagai objek material penelitian, (2) mem- Jew. Ia melamarmu. Dan, kutimbang-timbang
baca naskah cerita, dan (3) mengumpulkan data tak ada jeleknya. Aku setuju menjodohkanmu
tentang budaya Asmat yang terkandung dalam dengan dia. Suara itu bagai anak panah yang
roman NT melalui pemikiran para tokoh. meleset, menghujam ke dalam daging. Menya-
Langkah kerja analisis mengadaptasi pen- kitkan. Senandung iparku mendadak berhenti.
dekatan antropologi sastra (Ratna, 2016). Ratna Data (2)
mengemukakan bahwa aplikasi metode antropo- Aku lalu menjawab penuh keyakinan, setelah
logi sastra terhadap objek penelitian bisa dila- sejenak aku berpikir.“Aku menolak nDiwi.
Malawat & Mofu, Tradisi Suku Asmat dalam Roman ... 157

Aku masih ingin tinggal di sini. Dia pun ku- gambaran perihal ini ditunjukkan melalui data (3)
dengar memiliki banyak istri.” Tak satu suara berikut.
pun memberi tanggapan ucapanku. Semua
berdiam diri, menunggu. Data (3)
“Kamu benar-benar bodoh.” nDiwi tak dapat
Data (1) dan (2) menjelaskan tentang pe- digoyahkan. Ia merasa tak perlu menanggapi
nolakan dari anak perempuan terhadap tradisi keberatanku. Keputusannya berlaku sebagai a-
perjodohan dalam budaya Asmat. Dalam NT ke- turan yang tetap. Sebagaimana kebiasaan yang
biasaan menjodohkan anak pada usia dini ditam- telah berlaku lama, kata-katanya adalah „sabda‟
pilkan berbeda. Teweraut yang juga berasal dari yang paling benar dan harus dipatuhi.
keluarga kepala suku menentang tradisi perjodoh-
Budaya menutup rapat ruang gerak perem-
an anak usia dini tersebut. Teweraut dijodohkan puan untuk bersuara seperti tersurat dalam data
dengan Akatpits pada usia 15 tahun. Penolakan (3) yang ditandai dengan kata sabda. Padahal,
Teweraut ditandai dengan ungkapan suara itu baik perempuan maupun laki-laki memiliki po-
bagai anak panah yang melesat, menghujam ke tensi berpikir yang perlu ditumbuhkembangkan.
dalam daging. Menyakitkan.... Hal ini menunjuk- Setiap manusia memiliki kebebasan menentukan
kan bahwa tidak semua anak perempuan menye- jalan hidup masing-masing. Fenomena sosial ini-
tujui tradisi perjodohan dan tradisi poligami ke- lah yang ingin disentil oleh pengarang. Walaupun
pala suku. penolakan Teweraut tidak memengaruhi kepu-
Penolakan Teweraut dalam data Roman tusan sang ayah, namun langkah ayah Teweraut
NT mengasosiasikan bentuk perlawanan terhadap mendiskusikan keputusannya menjodohkan putri-
konsepsi budaya perjodohan di lingkungan mas- nya dengan Akatpits adalah upaya memperbaiki
yarakat Asmat. Penolakan itu didasari pertim- kebiasaan perjodohan secara diam-diam dalam
bangan bahwa usia 15 tahun belum matang untuk budaya Asmat. Tindakan yang dilakukan ayah
menikah. Namun demikian, bagi masyarakat pe- Teweraut bertolak dari adat tinis Asmat, yakni
dalaman, menikah di usia 15 tahun adalah hal budaya pernikahan seorang anak dalam mas-
yang wajar dan biasa saja. Konsepsi ini didasari yarakat Asmat yang biasanya diatur kedua orang
konvensi adat perkawinan usia muda yang pada tua kedua belah pihak, tanpa diketahui oleh sang
umumnya ditemukan di semua suku terpencil anak.
Papua. Melalui Roman NT digambarkan cara pan-
Melalui Roman NT, pengarang ingin me- dang suku Asmat yang menempatkan kedudukan
nyentil budaya poligami di lingkungan masyara- tinggi kepala suku dalam hal perjodohan. Meni-
kat elit Papua. Pesan tersirat yang ingin disam- kahi keluarga kepala suku adalah hal istimewa.
paikan pengarang bahwa eksistensi budaya perni- Temuan ini ditunjukkan pada data (4) berikut.
kahan dini dan perjodohan telah mengurung pe-
rempuan dalam ikatan perkawinan dan membe- Data (4)
lenggu masa depan mereka dalam konvensi ru- Semestinya kamu bangga dilamar Akatpits de-
mah tangga. ngan kedudukan yang banyak diminati orang.
Dalam pandangan orang Asmat, melamar Lagi pula ia orang terpandang
mengandung maksud perjodohan dan sebaliknya.
Proses ini diawali dari perbincangan atau diskusi Bagi masyarakat yang memegang teguh a-
antara seorang lelaki dengan bapak calon mem- dat, menikahi seorang kepala suku atau salah se-
pelai perempuan. Dalam perbincangan itu diha- orang keluarga kepala suku adalah hal yang
silkan sebuah kesepakatan pernikahan. Kesepa- sangat istimewa (data 3). Pernikahan dengan ke-
katan sepihak ini bersifat mutlak dan tidak dapat pala suku mengubah status mempelai perempuan
diganggu gugat oleh keluarga besar, terutama ca- dari rakyat jelata menjadi keluarga bangsawan lo-
lon mempelai perempuan. Adat membentuk pe- kal. Pada umumnya, hubungan besan keluarga
rempuan sebagai sosok penurut dan patuh ter- bangsawan lokal berlaku antarsesama keluarga
hadap orang tua dalam segala hal. kepala suku. Anak kepala suku menikahi anak
Roman NT menjelaskan kuatnya pengaruh kepala suku. Makna tersirat dalam data (3) adalah
laki-laki (ayah) terhadap anak. Anak perempuan tradisi, harta, kedudukan, dan kehormatan men-
tidak diberi hak bersuara atau berpendapat. Me- jadi sumber pemicu suburnya budaya poligami di
nerima keputusan adalah jalan terbaik. Peng- lingkungan penganut budaya patriarki.
158 RETORIKA: Jurnal Bahasa, Sastra, dan Pengajarannya
Volume 11, Nomor 2, Agustus 2018, hlm. 154–162

Tradisi Pembayaran Maskawin kawin yang tak ternilai mewahnya. Tetapi, ka-
mu menuntut yang bukan-bukan.
Setelah proses perjodohan dilalui, proses
kedua dalam upacara adat perkawinan Asmat a- Data (6) menunjukkan maskawin tidak lagi
dalah pembayaran maskawin. Nominal dan ben- menjadi simbol cinta kasih mempelai laki-laki
tuk maskawin telah disepakati dalam acara per- terhadap mempelai perempuan. Maskawin yang
jodohan. Tradisi pembayaran maskawin secara tinggi menuntut peran dan tanggung jawab yang
hukum adat Asmat dijabarkan pada data (5). lebih besar pula dari seorang istri.

Data (5) Tradisi Melahirkan Suku Asmat


Hadiah dari yang hadir mengalir, berupa ese,
yuwursis, batu maskawin, batu bintang, kapak Tradisi melahirkan yang digambarkan Se-
batu, satu ikat anak panah, 4 busur, 200 tom- karningsih dalam NT merupakan kebiasaan mela-
bak. Jumlah dan nilai bersejarah barang itu hirkan suku Asmat sebelum masuknya para misi
menentukan martabat leluhur Akatpits. Teru- zending ke daerah ini. Tradisi tersebut mendapat
tama kapak-kapak batu yang menentukan tempat istimewa di hati pengarang karena diberi
wibawa karena sulit diperoleh. Bagaimana pun, porsi banyak daripada tradisi Asmat lainnya.
nama nDesman, adalah panglima kondang dan Sekarningsih mengawali dan mengakhiri kisah-
tidak di bawah nama kedudukan nama besar nya dengan mendeskripsikan proses kelahiran da-
calon mertuaku, termasuk mahar, sejumlah
duwukus, orang-orang tua meletakkannya di
lam suku Asmat yang kontradiktif dan riskan ter-
hadapanku. hadap kelangsungan hidup ibu dan bayi. Tewe-
raut nama yang dipakai untuk menyebutkan to-
Data (5) menyiratkan sebuah kepatuhan koh utama roman ini merupakan salah satu ta-
terhadap salah satu konvensi budaya leluhur As- naman lokal bernama anggrek Teweraut. Ang-
mat. Benda-benda pembayaran maskawin umum- grek ini berkelopak merah jingga dan termasuk
nya berasal dari alam dan beberapa peralatan tanaman langka. Tanaman ini hidup sebagai epifit
yang biasa digunakan sebagai alat perang dan alat di pohon-pohon besar, seperti habitat anggrek pa-
mencari nafkah. Busur, panah, dan tombak meng- da umumnya. Dari sisi budaya, nama Teweraut
asosiasikan budaya perang suku di satu sisi, dan merupakan lambang tradisi bersalin di bawah po-
alat berburu dan keamanan di sisi lain. Hal ini hon lebat dan tinggi seperti ditunjukkan pada data
menunjukkan bahwa kebiasaan-kebiasaan yang (7) dan (8).
ada dalam masyarakat tertentu disesuaikan de-
ngan kondisi lingkungan alam sekitar. Data (7)
Pada data (5) pengarang menggambarkan Ketika Tewer dilahirkan, ia hanya beralaskan
nilai dan jumlah benda-benda bersejarah yang di- dedaunan dan berteduh di bawah pohon lebat.
gunakan sebagai alat pembayaran maskawin. Da- Hidup begitu cepat berputar, ia kini mengalami
lam suku Asmat, martabat dan kedudukan calon hal yang pernah dirasakan Endew lima belas
suami dapat diukur melalui benda-benda yang tahun lalu, berjibaku di tengah hutan yang buas
digunakan sebagai maskawin. Kapak batu adalah dan liar, demi menyelamatkan benih kehidupan
salah satu contoh benda berharga yang menen- yang dititipkan dalam rahim Endew. Saat ini,
tukan wibawa mempelai laki-laki. Benda ini me- Tewer pun harus berjuang menyelamatkan ke-
miliki nilai sejarah yang tinggi karena sulit di- hidupan dalam rahimnya. Ketika tanda-tanda
temukan. Namun demikian, benda-benda berhar- melahirkan mulai terasa, Tewer bersama En-
ga ini menuntut tanggung jawab yang lebih pula dew bergegas mendayung perahu menuju gu-
dari sang istri dalam melayani suami dan keluar- buk bersalin yang dibuat nDiwi di tepi hutan.
ga. Konsepsi ini tersurat dalam ucapan salah se- Gubuk seluas satu setengah meter, tinggi atap
orang istri Akatpits terhadap Teweraut pada data hanya satu setengah meter, rangka lantainya
(6) berikut. kasar, menggunakan gaba-gaba (pelepah pohon
sagu) dalam kodisi tidak beraturan, dan di atas -
Data (6)
Padahal sebagai istri saja, kamu tidak becus nya dialasi daun-daun kering. Atap dan din-
mengerjakan tugas-tugas dalam rumah tangga dingnya ditutupi anyaman daun nipah yang
kita secara benar.... Rasanya ketika Akaptis nampak masih hijau.
menikahimu kamu telah memperoleh mas -
Malawat & Mofu, Tradisi Suku Asmat dalam Roman ... 159

Data (7) menjelaskan tradisi melahirkan dan bayi. Tanpa bantuan medis, keduanya akhir-
suku Asmat yang berlangsung di tengah hutan, di nya meninggal. Kematian Tewer dan jabang ba-
bawah pohon besar, dan di gubuk bersalin. Tradi- yinya menyiratkan makna bahwa mengubah ke-
si persalinan menyirat falsafah masyarakat peda- biasaan bersalin dari yang tradisional ke modern
laman tentang hutan dan pohon. Hutan adalah ibu bukanlah hal muda. Apalagi kondisi sosial buda-
yang memberikan sumber kehidupan bagi manu- ya dan geografis masyarakat yang tidak mendu-
sia, seperti halnya seorang ibu yang melahirkan kung. Hal penting yang ingin dikemukakan pe-
benih kehidupan. Masyarakat pedalaman identik ngarang terkait penggambaran budaya bersalin
dengan hutan dan kebun. Pohon yang besar dan ini adalah kepatuhan terhadap tradisi ini mem-
tinggi dimaknai sebagai sumber kekuatan hidup. bawa dampak negatif terhadap kelangsungan hi-
Pohon yang tinggi menjadi penaung atau pelin- dup ibu dan sang jabang bayi.
dung tanaman lain yang lebih kecil. Dalam ro-
man NT disimbolkan dengan tanaman anggrek te- Pembahasan
weraut yang menggantungkan hidup dibalik po-
hon besar yang tinggi. Jika dikaitkan dengan usia Sesuai dengan hasil temuan penelitian,
pernikahan dini Teweraut, pohon bisa melam- pembahasan hasil penelitian dipilah menjadi tiga
bangkan ibu Teweraut sementara tanaman ang- bagian, yakni tradisi perjodohan, pemberian mas-
grek teweraut melambangkan seorang anak ma- kawin, dan tradisi melahirkan. Pembahasan setiap
nusia yang bernama Teweraut. Di usia 15 tahun, temuan dipaparkan sebagai berikut.
Teweraut masih menggantungkan hidup kepada
kedua orang tua. Ia ingin hidup tenang dan nya- Tradisi Perjodohan
man dalam pelukan sang ibu. Akan tetapi, tradisi Tradisi perkawinan dalam masyarakat As-
perjodohan anak usia dini telah menghalau dan mat familier dengan budaya perjodohan, yang u-
memusnahkan semua harapan ibu dan anak. mumnya berlaku dalam seluruh masyarakat Indo-
Tradisi demikian memiliki resiko terhadap nesia pada zaman dahulu. Dalam keluarga de-
keselamatan ibu dan bayi. Data (8) menunjukkan ngan status sosial tinggi, anak perempuan cen-
tradisi yang berisiko itu akhirnya merenggut nya- derung dijodohkan. Mereka tidak diberi kebebas-
wa Teweraut beserta bayinya. an memilih pendamping hidup. Hak-hak mereka
sebagai manusia yang otonom dikekang. Suara
Data (8) mereka terlalu lemah menentang ketentuan adat.
Setelah berapa lama berjuang mengeluarkan
Keterbelakangan pendidikan dan kemiskinan,
kehidupan di dalam perutnya, Tewer pun me-
berimplikasi pada tingginya perhargaan terhadap
nyerah tidak berdaya. Tubuhnya terkulai lemas. status sosial seseorang. Uang, kedudukan, dan
sKeringat bercucuran tiada henti. Sementara itu kehormatan menjadi ukuran standar. Dalam hal
jabang bayi belum juga menampakkan kepala. ini, perempuan sering menjadi korban. Mereka
Dalam keadaan sakit tak terkirakan, Tewer me- harus tunduk dan patuh pada tradisi yang cen-
mutuskan melahirkan di puskesmas. Dengan derung diskriminatif. Dengan keterpaksaan, me-
bantuan Endew dan beberapa nelayan Bugis, ia reka menanggalkan segala keinginan ataupun ke-
diusung menuju puskesmas. Dalam kondisi pentingan. Keterkekangan mereka diperjelas lagi
setengah sadar, ia hanya bisa berharap semoga dengan adanya tradisi pembayaran maskawin da-
sang bayi bisa menghirup udara dunia dan ber- lam ikatan suci perkawinan.
baring di atas kasur empuk. Rupanya garis ke- Pengarang melalui Roman NT mengaso-
hidupan belum berpihak padanya. Bahkan ja- siasikan suara laki-laki, bapak, sebagai wakil tra-
bang bayi pun tidak diberi kesempatan me- disi patriarki. Dalam hal ini Sabda Tuhan disan-
nikmati ranjang beralas kasur tipis, tanpa kain dingkan dengan suara bapak. Dalam komunitas
penutup, dengan warna yang sudah tidak jelas adat terpencil seperti Asmat, adat cenderung i-
juntrungannya. dentik dengan laki-laki. Hal ini didasari oleh
tingginya perbedaan perlakuan antara anak laki-
Data (8) menjelaskan dampak negatif tra- laki dengan anak perempuan. Sebagai contoh,
disi bersalin suku Asmat terhadap keselamatan konvensi adat tradisional membolehkan laki-laki
ibu dan bayi. Proses persalinan yang dilakukan berpendapat dan sebaliknya melarang bagi pe-
berdasarkan adat menjadi tragedi kematian ibu rempuan. Secara hukum adat, laki-laki diizinkan
160 RETORIKA: Jurnal Bahasa, Sastra, dan Pengajarannya
Volume 11, Nomor 2, Agustus 2018, hlm. 154–162

bersekolah tinggi dan berkarier di luar rumah, na- Tradisi Maskawin


mun hal itu tidak berlaku bagi perempuan. Pe-
Tradisi pembayaran maskawin merupakan
rempuan diidentikkan sebagai pengurus keluarga,
implementasi dari eksistensi adat istiadat terha-
suami, anak, dan dapur. Beberapa pandangan ini
dap kemarjinalan perempuan Asmat. Oleh karena
digambarkan secara eksplisit oleh pengarang me-
itu, sejumlah maskawin yang dibayarkan oleh ke-
lalui tokoh para istri Akatpits. Kehadiran tokoh
luarga Akatpits kepada kerabat Teweraut juga
Teweraut sebagai istri ketujuh Akatpits, istri yang
mendapat perhatian khusus di mata pengarang.
paling muda, sengaja diciptakan pengarang seba-
Nilai maskawin bagi masyarakat Asmat sangat
gai simbol pemikiran kontradiktifnya terhadap
tinggi. Tinggi rendahnya nilai maskawin bergan-
kehidupan sosial Asmat. Pemikiran ini diimplisit-
tung pada latar belakang perempuan dan keluar-
kan melalui karakter tokoh Teweraut dan Akat-
ga. Tradisi ini berimplikasi kepada tingginya ka-
pits sebagai sosok pembaharu, pioner, dan tela-
win, baik atas kemauan si gadis (woworos) mau-
dan kaum perempuan dan laki-laki dari suku ter-
pun tanpa dikehendakinya (okore) (Koentjara-
pencil, seperti Asmat.
ningrat, 1993: 295).
Dalam kehidupan berumah tangga, perem-
Pada zaman dahulu, benda-benda yang di-
puan dibebani berbagai pekerjaan; mengurus a-
jadikan maskawin, seperti kapak batu, busur dan
nak, melayani suami, dan keluarga, juga mencari
panah, ukiran kepala, dan batu bintang. Maska-
nafkah. Apalagi kebiasaan menetap serumah de-
win yang dibayarkan keluarga Akatpits menun-
ngan istri-istri tua sang suami. Ekonomi rumah
jukkan keterpencilan Asmat. Walaupun kondisi
tangga sepenuhnya menjadi tanggung jawab para
sosial budaya sudah jauh berubah, benda-benda
istri. Mereka dituntut bekerja sama dalam meng-
pembayaran maskawin masih ditemukan dalam
urus keluarga. Sementara itu, suami hanya mela-
kehidupan sekarang. Uang, kain Timor, piring
kukan pekerjaan seperlunya. Hal ini terlihat da-
hias dan piring makan yang dipakai sebagai alat
lam ucapan nDiwi ketika menanggapi ucapan Te-
pembayaran maskawin merupakan perwujudan
weraut sebagai bentuk resistensinya terhadap tra-
kebudayaan baru. Akan tetapi, pergeseran kebu-
disi perjodohan, “perempuan tidak perlu menu-
dayaan tersebut umumnya hanya bisa menyentuh
ntut ini itu. Sejak awal leluhur kita telah mengga-
golongan masyarakat tertentu. Oleh karena itu,
riskan, pekerjaan perempuan itu cukup untuk
perubahan yang muncul terkesan lamban dan ter-
mengayomi keluarga, melahirkan, merawat dan
lihat statis.
mengasuhnya, dan mencari makan yang bagus
Dalam masyarakat Papua yang masih men-
(NT).” Ucapan nDiwi ini menunjukkan adat is-
junjung tinggi adat istiadat, tradisi pembayaran
tiadat berperan penting dalam mengatur kehidup-
maskawin dipandang sebagai ukuran kematangan
an masyarakat. Bertolak dari kutipan tersebut, pe-
dan kemampuan pihak laki-laki. Nilai seorang
rempuan di mata laki-laki Asmat tidak lebih dari
perempuan di mata keluarga laki-laki bisa dilihat
seorang pelayan.
dari kuantitas maskawin yang dibayarkan. Di satu
Langgengnya diskriminasi perempuan As-
sisi, keluarga perempuan merasa bangga dan ter-
mat juga dipengaruhi oleh masyarakat yang ma-
sanjung mendapat menantu dari kalangan terhor-
sih didominasi ideologi patriarki. Dalam konsep
mat, apalagi seorang kepala suku atau kepala
masyarakat patriarki, kekerasan, ketimpangan,
kampung. Di sisi lain, maskawin menjadi beban
dan ketidakadilan yang dialami perempuan dalam
moral yang harus ditanggung perempuan sepan-
keluarga, dipandang sesuatu yang wajar, „bumbu
jang hidup.
rumah tangga‟.
Membaca fenomena sosial budaya Asmat Tradisi Melahirkan
dalam roman NT dengan kaca mata kekinian
memberikan sebuah perspektif baru bagi pemba- Tradisi melahirkan dalam masyarakat As-
ca. Perjuangan perempuan Asmat yang ditampil- mat merupakan manifestasi pola berpikir dan ca-
kan melalui figur tokoh Teweraut dapat membe- ra pandang kehidupan para nenek moyang yang
rikan perubahan bagi pola pikir masyarakat As- belum tersentuh oleh dunia pendidikan serta du-
mat, walaupun perubahan itu masih terbatas. Pe- nia modernisasi. Tradisi ini berimplikasi pada ke-
rempuan Asmat saat ini sudah merasakan bangku dudukan perempuan Asmat yang inferior di mata
pendidikan hingga perguruan tinggi dan bekerja laki-laki. Sekian lama hidup dalam lingkaran adat
di berbagai sektor pemerintah dan swasta walau- istiadat melahirkan kefanatikan mendalam. Nilai-
pun kuantitasnya masih kurang. nilai baru yang muncul di hadapan mereka diang-
Malawat & Mofu, Tradisi Suku Asmat dalam Roman ... 161

gap aneh dan membahayakan jiwa dan kesela- kematangan ekonomi seorang laki-laki. Di wila-
matan. Akhirnya, muncul berbagai kecemasan, yah terpencil seperti Asmat, siklus kehidupan
ketakutan, dan kecurigaan. Untuk menghindari cenderung berputar sekitar lembaga adat, tua-tua
hal-hal yang tidak dikehendaki akibat kelalaian adat, dan tokoh-tokoh masyarakat (kepala kam-
dan ketidakpatuhan terhadap para nenek moyang, pung). Ketiga strata sosial inilah yang berperan
mereka lebih memilih hidup dalam keteduhan ni- penting dalam menggerakkan sendi-sendi kehi-
lai-nilai tradisional. Masa lampau dan masa kini dupan, seperti yang dilegalkan dalam lembaga
merupakan dua sisi kehidupan yang berbeda. Wa- adat. Lembaga adat adalah mahkamah tertinggi
lau demikian, setiap saat para leluhur dipercaya yang dijadikan pedoman dalam komunitas adat.
hadir dan mengawasi kehidupan mereka. Arwah Lembaga adat dipimpin kepala suku. Seperti hal-
para leluhur juga dipercaya menitis pada setiap nya dengan kepala suku, kepala kampung (kepala
kelahiran (NT). Untuk itulah, setiap orang berke- desa) juga dijadikan figur bagi semua lapisan
wajiban mengamalkan ajaran atau peninggalan masyarakat. Mereka adalah orang-orang terpilih
nenek moyang sebagai tanda tolak bala. dan dianggap sempurna.
Pada zaman dahulu, masyarakat Papua Penggambaran kembali tradisi melahirkan
menggangap darah haid dan darah nifas bisa me- oleh Sekarningsih dalam karyanya, menunjukkan
nyebabkan penyakit bengkak di kaki. Dalam per- eksistensi tradisi tersebut sangat berpengaruh ter-
kembangan selanjutnya, persepsi tersebut berim- hadap munculnya stereotip perempuan Asmat
plikasi pada munculnya stereotip masyarakat di atau perempuan Papua pada umumnya. Tradisi
zaman itu terhadap perempuan sebagai makhluk melahirkan yang dialami Teweraut dideskrip-
pembawa sial dan malapetaka. Untuk itulah, pe- sikan secara detil, mulai dari asal mula lahirnya
rempuan yang hendak melahirkan dibuatkan pon- tradisi tersebut hingga proses persalinan yang be-
dok bersalin di tengah hutan. Pohon-pohon yang risiko tinggi. Kematian Teweraut dan bayinya a-
besar juga bisa dipergunakan sebagai tempat ber- kibat proses persalinan yang gagal. Hal tersebut
salin. Proses persalingan sering dilakukan sendiri merupakan salah satu dampak tradisi melahirkan.
bagi perempuan yang tidak memiliki kerabat
(ibu/anek). SIMPULAN
Tradisi membuat perempuan Asmat menja-
di sosok yang tegar, mandiri, berani, dan bertang- Berdasarkan hasil kajian disimpulkan bah-
gung jawab. Proses persalinan antara hidup dan wa budaya perjodohan, pembayaran maskawin,
mati dijalani sendiri oleh perempuan dalam kon- dan melahirkan di lingkungan budaya Asmat Pa-
disi keterisolasian. Demi tegaknya sebuah ideal- pua yang digambarkan dalam roman NT telah
isme, mereka tidak menyadari segala risiko aki- menempatkan kaum perempuan di posisi mar-
bat kegagalan persalinan tersebut. Nyawa ibu dan ginal. Perempuan diposisikan sebagai objek bu-
bayi bisa menjadi taruhan. Sementara suami ha- daya yang bias gender. Secara sederhana, ketiga
nya memantau dari kejauhan karena takut pada tradisi ini dijabarkan sebagai berikut. (1) Tadisi
darah nifas. Setelah empat puluh hari kemudian, perjodohan anak usia dini telah memutuskan ran-
sang suami baru bisa menengok istri dan si bayi. tai kasih sayang seorang anak perempuan dengan
Persepsi masyarakat Asmat terhadap darah orang tua dan keluarga. Budaya mengondisikan
nifas dan darah haid di satu sisi membawa ke- anak perempuan sebagai anak yang patuh terha-
untungan bagi kesehatan perempuan. Di sisi lain, dap orang tua dalam segala hal. Anak perempuan
eksistensi perempuan dianggap pembawa sial. tidak diberi hak berpendapat atau bersuara. (2)
Darah yang berasal dari dalam tubuh perempuan Dalam tradisi berumah tangga, tanggung jawab
bisa mendatangkan segala malapetaka. Konse- istri terhadap suami dan keluarga sangat bergan-
kuensinya, selama dalam masa haid dan nifas, tung pada tinggi rendahnya nilai maskawin yang
hubungan suami istri dihentikan secara total. Dari dibayarkan mempelai laki-laki kepada mempelai
segi kesehatan, perempuan bisa terhindar dari pe- perempuan. Status sosial mempelai laki-laki
radangan di vagina atau kanker mulut rahim. A- dapat diukur dari alat pembayaran mas-kawin. (3)
kan tetapi, pola hidup demikian juga memberi Tradisi melahirkan dalam masyarakat Asmat
peluang bagi semaraknya tindak poligami, khu- merupakan manifestasi pola berpikir dan cara
susnya pada kelompok masyarakat tertentu. pandang kehidupan para nenek moyang. Tradisi
Poligami merupakan representasi pengu- ini merupakan implikasi dari posisi inferior yang
kuhan keperkasaan, keberanian, kekuasaan, dan ditempati perempuan di hadapan laki-laki.
162 RETORIKA: Jurnal Bahasa, Sastra, dan Pengajarannya
Volume 11, Nomor 2, Agustus 2018, hlm. 154–162

UCAPAN TERIMA KASIH memberikan saran, kritik, dan rekomendasi untuk


perbaikan artikel ini.
Penulis menyampaikan ucapan terima
kasih kepada mitra bestari (reviewers) yang telah
DAFTAR PUSTAKA

Christiani, Lintang Citra . 2016. Representasi Identitas ningsih: Kajian Kritik Sastra Feminis. Tesis.
Etnis Papua Dalam Serial Drama Remaja Yogyakarta: Universitas Gadjah Mada.
Diam-Diam Suka. Jurnal Komunikasi dan Malawat, Insum. 2017. Nilai Budaya Manusia Maya
Kajian Media, 1(1): 15-30. dalam Cerita Rakyat Raja Ampat Papua Barat.
Rosyidi dan Ihkwan, M. 2010. Analisis Teks Sastra. Disertasi. Malang: Universitas Negeri Malang.
Yogyakarta: Graha Ilmu. Ratna, Nyoman Kutha. 2016. Antropologi Sastra.
Ihromi, T. Q. 2013. Pokok -pokok Antropologi Budaya. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Jakarta: Yayasan Obor Indonesia. Ratna, Nyoman Kutha. 2007. Estetika Sastra dan
Koentjaraningrat. 1993. Masyarakat Asmat di Irian Budaya. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Jaya Bagian Selatan dalam Masyarakat Ter- Sekarningsih, Ani. 2000. Namaku Teweraut; Roman
asing di Indonesia. Jakarta: Gramedia Pustaka Antropologis dari Rimba Rawa Asmat-Papua.
Utama. Jakarta: Yayasan Obor Indonesia.
Koentjaraningrat. 2009. Pengantar Ilmu Antropologi. Sudikan, Setya Yuwana. 2013. Kearifan Budaya Lo-
Jakarta: Rineke Cipta. kal. Sidoarjo: Damar Ilmu.
Kossay, M. 2014. Pemilu Sistem Noken dalam De- Soemantri, Lili. 2008. Mengenal Suku Bangsa di Pe-
mokrasi Indonesia. e-Journal UAYJ. (Online), gunungan Tengah Papua. Makalah yang
(http:// e-journal.uajy.ac.id/7278/1/jurnal.pdf), Disampaikan dalam Seminar Nasional dengan
diakses 24 Maret 2018. Tema “Papua Sudah” yang oleh Perhimpunan
Mulyadi dan Deny A. Iyai. 2016. Pengaruh Nilai Bu- Pecinta Alam Georgrafi (JANTERA) di Ge-
daya Lokal terhadap Motivasi Bertani Suku dung PKM UPI Tanggal 19 November 2008.
Arfak di Papua Barat. Jurnal Peternakan Sri- Zulfahnur, Z. F. 1996. Teori Sastra. Jakarta: Dep-
wijaya, 5 (1): 18–29. dikbud.
Malawat, Insum. 2007. Citra Perempuan Papua dalam
Roman Namaku Teweraut Karya Ani Sekar-

Anda mungkin juga menyukai