Laporan Kasus (Tamara Ramadhan S - CA Mammae)
Laporan Kasus (Tamara Ramadhan S - CA Mammae)
Disusun Oleh :
Tamara Ramadhan Suharto
1102015236
Pembimbing :
dr. Aladin Sampara Johan, Sp.B
Penulis
1
BAB I
PENDAHULUAN
2
BAB II
ILUSTRASI KASUS
I. IDENTITAS PASIEN
a. Nama Pasien : Ny. E
b. Jenis Kelamin : Perempuan
c. Usia : 49 tahun
d. Pekerjaan : Ibu rumah tangga
e. Alamat : Tambun
f. Status Pernikahan : Menikah
g. Pendidikan Terakhir : SMA
h. Tanggal Masuk RS : Selasa, 4 Mei 2021
II. ANAMNESIS
A. Keluhan Utama
Keluarnya darah dan cairan pada payudara kiri 3 bulan SMSR
B. Keluhan Tambahan
Timbul benjolan di payudara kiri sejak 2 bulan SMRS dan mengeluarkan
nanah sejak 1 bulan SMRS dan terasa gatal di sekitar luka.
C. Riwayat Penyakit Sekarang
Pasien datang ke Poli bedah RSUD Kabupaten Bekasi dengan keluhan
keluar darah dan cairan dari payudara kiri sejak kurang lebih 3 bulan SMRS.
Keluhan diawali dengan payudara kiri pasien terlihat memerah, bengkak dan
permukaan kulit pada payudara tidak rata. Pasien sempat berobat ke klinik
terdekat mengenai keluhannya dan langsung diberikan beberapa obat untuk
mengurangi keluhannya.
Pasien diberitahukan tetangganya untuk mengurangi bengkak di
payudara pasien dengan mengoleskan daun binahong di sekitar payudaranya.
Pasien merasa benjolan di payudaranya kempes namun pasien sering lupa
membersihkan area payudara yang sudah dioleskan daun binahong.
3
pada payudara kiri pasien mengeluarkan nanah disertai nyeri dan gatal sejak
kurang lebih 1 bulan SMRS Lalu.
Pasien pertama kali haid pada usia 13 tahun, pasien melahirkan anak
pertama pada tahun 2002, dan anak terakhir pada tahun 2007. Pasien
menyusui kedua anaknya selama satu setengah tahun. Pasien menggunakan
alat kontrasepsi pil KB sejak setelah melahirkan anak keduanya. Selama
keluhan pertama kali muncul, pasien belum pernah dilakukan USG atau
biopsy pada payudara kirinya. Sebelum timbul keluhan, pasien jarang
melakukan pemeriksaan payudaranya sendiri.
b. Nadi : 96 x/menit
c. Pernafasan : 20 x/menit
d. Suhu : 36,5o C
e. VAS : 4/10
D. Status Generalis
a. Kepala : Normocephal
4
b. Mata : Refleks pupil (+/+), konjungtiva anemis (-/-), sklera
ikterik (-/-)
c. Hidung : Septum deviasi (-), mukosa normal, hipertofi
konka (-), secret (-)
d. Telinga : Normotia, secret (-), liang telinga lapang
e. Tenggorokan : Tonsil T1-T1, faring hiperemis (-)
f. Leher : Bentuk normal, KGB tidak teraba, kelenjar tiroid tidak
teraba
g. Jantung
Inspeksi : iktus kordis tidak tampak
Palpasi : iktus kordis tidak teraba
Perkusi : tidak dilakukan pemeriksaan
Auskultasi : BJ. I-II normal regular, murmur (-), gallop (-)
h. Paru-paru
Inspeksi : Bentuk dan pergerakkan dada simetris kanan-kiri
Palpasi : Fremitus taktil dan vocal simetris
Perkusi : tidak dilakukan pemeriksaan
Auskultasi : Suara nafas. Vesikuler (+/+), wheezing (-/-),
rhonki (-/-)
i. Abdomen
Inspeksi : Tampak datar, massa (-)
Palpasi : Supel, nyeri tekan (-), distensi (-),
Perkusi : Timpani pada seluruh kuadran abdomen
Auskultasi : Bising usus (+) 4-5x/menit
j. Ekstremitas : Akral hangat, CRT < 2s
5
E. Status Lokalis
Mamma Sinistra
Mamma Dextra
Inspeksi : Tidak tampak massa, hiperemis (-), discharge (-),
nipple retracted (-), p’eau d orange (-)
Palpasi : Teraba masa berukuran 8 cm x 7 cm batas tegas,
konsistensi keras, permukaan tidak rata, terfiksir,
nyeri tekan (+), nipple discharge (-)
Axilla Sinistra
Inspeksi : Tampak massa pada axilla, hiperemis (-)
Palpasi : Teraba massa berukuran 5 cm x 3 cm x 3 cm, batas
tegas, konsistensi keras, permukaan licin, terfiksir,
6
nyeri tekan (-)
Axilla Dextra
Inspeksi : Tidak tampak massa
Palpasi : Tidak teraba massa
7
V. RESUME
Pasien mengeluh keluarnya cairan dan darah pada payudara kiri sejak kurang
lebih 3 bulan SMRS yang diawali dengan payudara kiri pasien tampak merah,
bengkak, permukaan kulit payudara tidak rata, namun tanpa terasa adanya
benjolan. Selama di rumah pasien menggunakan daun binahong dan
membalurkan nya ke payudara pasien. Seiring berjalannya waktu payudara kiri
pasien semakin mengeras dan meluas sampai area pinggang kiri, lalu pada
payudara kiri pasien terdapat benjolan dan mengeluarkan nanah disertai nyeri dan
gatal. Riwayat penggunaan pil KB (+). Pada pemeriksaan fisik didapatkan massa
pada mamma sinistra berukuran 18 cm x 20 cm berbatas tegas, konsistensi keras,
permukaan tidak rata, terfiksir, nyeri tekan (+), discharge (-), disertai massa pada
axilla sinistra berukuran 5 cm x 3 cm x 3 cm, batas tegas, konsistensi keras,
permukaan licin, terfiksir, dan nyeri tekan (-). Pada pemeriksaan laboratorium
didapatkan anemia, leukositosis dan elektrolit imbalance serta pada pemeriksaan
rontgen thorax didapatkan kesan Kardiomegali ringan, elongasi aorta, kesuraman
di hemithoraks kiri bawah sampai atas, DD/ bayangan soft tissue mamae,
infiltrasi pneumonia.
VI. DIAGNOSIS
Tumor Mamma Sinistra suspek Keganasan T4N2MX
VIII. TATALAKSANA
A. Non-medikamentosa
-Perawatan luka
B. Medikamentosa
-Asam mefenamat 3 x 500 PO
Rencana Pemeriksaan & Tindakan
-Anjuran pemeriksaan laboratorium darah rutin & fungsi hati
8
-Anjuran pemeriksaan radiologi mamografi, rontgen thoraks,
usgabdomen
-Anjuran pemeriksaan patologi anatomi Fine Needle Aspiration Biopsy
(FNAB)
-Rujuk bedah onkologi
B. Edukasi
-Edukasi mengenai penyakit
-Edukasi mengenai rencana pemeriksaan dan rencana rujuk
-Edukasi mengenai prognosis penyakit
IX. PROGNOSIS
Ad vitam : Dubia ad malam
Ad functionam : Dubia ad malam
Ad sanactionam : Dubia ad malam
9
BAB III
TINJAUAN PUSTAKA
I. ANATOMI PAYUDARA
10
papilla seperti jari-jari roda berakhir secara terpisah di puncak dari
papilla.Segmen dari duktus dalam papilla merupakan bagian duktus yang
tersempit. Oleh karena itu, sekresi atau pergantian sel-sel cenderung untuk
terkumpul dalam bagian duktus yang berada dalam papilla, mengakibatkan
ekspansi yang jelas dari duktus dimana ketika berdilatasi akibat isinya
dinamakan lactiferous sinuse .Pada area bebas lemak di bawah areola, bagian
yang dilatasi dari duktus laktiferus (lactiferous sinuses) merupakan satu-satunya
tempat untuk menyimpan susu.
11
Nodus limfe aksila terletak pada jaringan lemak aerola pada aksila, jumlah
limfe nodus bervariasi tergantung pada ukuran pasien. Limfe nodus axilla
digambarkan sebagai tiga level berdasarkan anatomi dan hubungannya terhadap
m. pectoralis minor. Level I terletak pada bagian lateral sampai baras lateral dari
m. pectoralis minor. Level II terletak pada posterior dari m. pectoralis minor.
Level III lebih mudah untuk dilihat dan dikeluarkan ketika m. pectoralis minor
dibuka. Apex dari axilla terletak pada costo-clavicular ligament (ligament
halsted), titik dimana vena axillaris melewati thorax dan menjadi vena subclavia.
Limfe nodus yang terletak pada ruang antara pectoralis mayor dan minor
dinamakan grup interpectoral atau Rotter nodes.
12
Mammae dipersarafi oleh nervus intercosta 2-6, dengan cabang-cabangnya
melewati permukaan kelenjar. 2 cabang mammae dari nervus kutaneus lateral
keempat juga mempersarafi papilla mammae.
III. DEFINISI
Karsinoma mammae merupakan gangguan dalam pertumbuhan sel normal
mammae dimana sel abnormal timbul dari sel- sel normal berkembang biak dan
menginfiltrasi jaringan limfe dan pembuluh darah. Kebanyakan sel kanker
berasal dari lobulus atau pada ductus yang menghubungkan lobulus dengan
13
papilla. Kanker payudara menjadi salah satu kanker yang paling menakutkan
bagi perempuan di dunia dan juga di Indonesia.
IV. EPIDEMIOLOGI
Angka kejadian penyakit kanker di Indonesia (136.2/100.000 penduduk)
berada pada urutan 8 di Asia Tenggara, sedangkan di Asia urutan ke 23.
Sedangkan angka kejadian untuk perempuan yang tertinggi adalah kanker
payudara yaitu sebesar 42,1 per 100.000 penduduk dengan rata-rata kematian 17
per 100.000 penduduk yang diikuti kanker leher rahim sebesar 23,4 per 100.000
penduduk dengan rata-rata kematian 13,9 per 100.000 penduduk. Pada negara
berkembang 1 dari 8 wanita menderita kanker payudara. Di Eropa, terdapat
diagnosa kanker payudara setiap 2 menit dan kematian akibat kanker payudara
setiap 6 menit. Kanker payudara umumnya mengenai wanita usia tua dengan
mayoritas pada pasien usia lebih dari 50 tahun saat terdiagnosa, meskipun 1 dari
5 kasus kanker didiagnosa sabelum usia 50 tahun.
V. ETIOLOGI
Identifikasi factor yang berhubungan dengan peningkatan insiden kanker
payudara sangat penting pada skrining kesehatan pada wanita. Factor risiko
kanker payudara dapat dibagi kedalam tujuh kategori yaitu usia dan jenis
kelamin, riwayat kanker payudara, factor risiko histologi, riwayat keluarga
dengan kanker payudara dan factor risiko genetic, factor risiko reproduksi dan
penggunakan hormone eksogen.
a. Usia merupakan factor risiko paling penting pada kanker payudara. Kanker
payudara jarang terjadi pada wanita usia kurang dari 20 tahun, dan
insidennya meningkat seiring dengan bertambahnya usia.
b. Jenis kelamin juga merupakan factor risiko penting. Kanker payudara terjadi
pada laki-laki namun kejadiannya kurang dari 1%. Benjolan pada payudara
laki-laki kebanyakan adalah jinak dan akibat dari ginekomastia dan tumor
non-kanker lainnya.
14
c. Riwayat kanker payudara pada satu payudara meningkatkan kecenderungan
kanker pada payudara kontralateral.
d. Factor risiko histologi, abnormalitas histologi didiagnosa dengan biopsy
termasuk lobular carcinoma in situ (LCIS) dan perubahan proliferative
dengan atypia. LCIS merupakan kondisi yang jarang ditemukan, biasanya
terjadi pada wanita premenopause usia muda. Pasien dengan LCIS memiliki
kemungkinan timbul karsinoma pada akhir usia 35 tahun sebesar 21,4%.
e. Riwayat keluarga dengan kanker payudara pada keluarga inti (ibu, saudara
perempuan dan anak perempuan) memiliki peningkatan risiko sebesar dua
sampai tiga kali lipat untuk terjadi kanker. Risiko lebih tinggi jika keluarga
inti terkena kanker pada masa premenopause dan kanker payudara bilateral.
Risiko tidak meningkat secara signifikan pada wnita dengan saudara jauh
(sepupu, bibi, nenek) dengan kanker payudara, walaupun kanker payudara
pada bibi dari pihak ayah dapat berhubungan dengan predisposisi genetic.
f. Factor genetic diperkirakan berpengaruh pada 5-10% kasus kanker
payudara. Mutasi gen BRCA1 terjadi pada 40% kanker payudara keturunan.
Mutase gen BRCA2 juga diperkirakan menjadi factor risiko terjadinya
kanker payudara.
g. Factor risiko reproduksi. Riwayat reproduksi yang meningkatkan paparan
esterogen pada wanita meningkatkan risiko terjadinya kanker payudara. Hal
ini termasuk onset menarche kurang dari 12 tahun, melahirkan anak pertama
yang hidup pada usia >30 tahun, nulliparitasm dan menopause setelah usia
55 tahun. Terdapat 10% penurunan risiko kanker payudara pada setiap 2
tahun keterlambatan menarche, risiko meningkat dua kali lipat pada
menopause setelah usia 55 tahun. Menyusui dilaporkan mengurangi risiko
kanker.
h. Penggunaan hormone eksogen seperti penggunaan suplemen atau terapi
esterogen dan progesterone, dengan dua scenario umum yaitu pada
kontrasepsi dan terapi pengganti hormone pada wanita menopause. Indikasi
lain pada penggunaan hormone eksogen adalah menstruasi ireguler, PCOS,
terapi fertilitas dan insufisiensi hormone. Data menunjukkan bahwa wanita
15
yang mengkonsumsi terapi pengganti hormone dengan esterogen dan
progesterone selama 5 tahun memiliki sekitar 20% peningkatan risiko terjadinya
kanker payudara.
VI. PATOGENESIS
Kanker payudara berasal dari jaringan epithelial, dan paling sering terjadi
pada sistem duktal. Mula-mula terjadi hiperplasia sel-sel dengan perkembangan
sel-sel atipik. Sel-sel ini akan berlanjut menjadi karsinoma in situ dan
menginvasi stroma. Kebanyakan dari kanker ditemukan jika sudah teraba,
biasanya oleh wanita itu sendiri. Gejala kedua yang paling sering terjadi adalah
cairan yang keluar dari muara duktus satu payudara, dan mungkin berdarah. Jika
penyakit telah berkembang lanjut, dapat pecahnya benjolan-benjolan pada kulit
ulserasi Karsinoma payudara bermetastase dengan penyebaran langsung
kejaringan sekitarnya, dan juga melalui saluran limfe dan aliran darah.
a. Ekspresi gen pada kanker payudara
Terdapat dua tipe reseptor esterogen, alpha dan beta (ERα and Erβ).
Berbagai jaringan mengekspresikan reseptor ini dimana payudara, ovarium
dan endometrium mengekspresikan Erα dan ginjal, otak, paru-paru dan
beberapa organ lain mengekspresikan Erβ. Peran Erβ pada karsinogenesis
masih kontroversial, disisi lain peran Erα telah dipastikan.
Kedua subtype ER membawa DNA binding domain dan terdapat
pada nucleus dan sitosol. Ketika esterogen masuk ke dalam sel, ia akan
melekat pada ER dan kompleks akan berpindah ke nucleus mengakibarkan
produksi dari protein transkirpsi yang menginduksi perubahan pada sel.
karena sifat proliferatif estrogen, stimulasi selulernya dapat memiliki
konsekuensi negatif pada pasien yang mengekspresikan reseptor ini dalam
jumlah besar secara intraseluler
b. Peran esterogen pada pertumbuhan dan progress kanker payudara
Dua hipotesis utama mencoba menjelaskan efek tumorigenic
esterogen: (i) efek genotoksisk metabolit esterogen melalui pembentukan
16
radikal (inisiator) dan (ii) sifat hormonal esterogen yang mendorong
proliferasi kanker serta sel pramaligna (promotor)
c. Peran human epidermal growth factor receptor 2 (HER2)
HER 2 bagian dari family epidermal growth factor receptor (EGFR)
dari proto-onkogenik dan saat ini diketahui tidak memiliki ligan. Namun,
protein ini tampak pada membrane sel kanker payudara. Mekanisme
karsinogenesisnya masih belum diketahui, namun ekspresi berlebih
berhubungan dengan pertumbuhan cepat tumor, memperingkat survival,
meningkatkan rekurensi setelah pembedahan dan respon yang kurang baik
terhadap agen kemoterapi konvensional.
17
terlokalisir pada payudara, nipple retraksi (tertarik kedalam), nipple discharge
(selain dari ASI) dan benjolan pada payudara. Pada kanker payudara benjolan
atau massa biasanya keras, padat dan memiliki batas yang kurang jelas.
Metastasis cenderung melibatkan kelenjar getah bening regional, yang
mungkin teraba. Satu atau dua kelenjar getah bening aksila yang bergerak, tidak
nyeri tekan, tidak tegas, berdiameter 5 mm atau kurang, sering ditemukan dan
umumnya tidak bermakna. Pembesaran KGB yang tegas atau keras yang lebih
besar dari 1 cm merupakan ciri khas metastasis. Nodus aksila yang melekat pada
kulit atau jaringan yang lebih dalam menunjukkan penyakit tahap lanjut
(setidaknya tahap III).
18
b. Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan fisik meliputi pemeriksaan status lokalis, regionalis,
dan sistemik. Pemeriksaan untuk menilai status lokalis dan reginal
dilakuakan secara sistematis, inspeksi dan palpasi. Inspeksi dilakukan
dengan pasien duduk, pakaian atas dan bra dilepas dan posisi lengan di
samping, di atas kepala dan bertolak pinggang. Inspeksi pada kedua
payudara, aksila dan sekitar klaviakula yang bertujuan untuk
mengidentifikasi tanda tumor primer dan kemungkinan metastasis ke
kelenjar getah bening.
19
Kemudian dilakukan pencatatan hasil pemeriksaan fisik berupa:
Status generalis
Status lokalis
- Payudara kanan atau kiri atau bilateral
- Massa tumor:
o Lokasi
o Ukuran
o Konsistensi
o Bentuk dan batas tumor
o Terfiksasi atau tidak ke kulit, m.pectoral atau dinding dada
o Perubahan kulit (kemerahan, dimpling, edema/nodul satelit,
peau d’orange, ulserasi)
o Perubahan putting susu/nipple (tertarik, erosi, krusta,
discharge)
- Status kelenjar getah bening
o KGB aksilla, infraklavikula, supraklavikula : jumlah, ukuran,
konsistensi, terfiksir terhadap sesame atau jaringan sekitar
- Pemeriksaan pada daerah metastasis
20
o Lokasi: tulang, hati, paru, otak
o Bentuk
o Keluhan
c. Pemeriksaan Penunjang
1) Pemeriksaan Laboratorium
Metastasis hati atau tulang mungkin berhubungan dengan
peningkatan serum alkali fosfatase. Hiperkalsemia merupakan temuan
penting yang kadang kala pada kanker payudara stadium lanjut. Antigen
karsinoembrionik (CEA) dan CA 15-3 atau CA 27-29 dapat digunakan
sebagai penanda untuk kanker payudara berulang tetapi tidak
membantu dalam mendiagnosis lesi dini.
2) Pemeriksaan Radiologi
Mamografi Payudara
Mamografi adalah pencitraan menggunakan sinar X pada
jaringan payudara yang dikompresi. Mamogram adalah gambar
hasil mamografi.Untuk memperoleh interpretasi hasil pencitraan
yang baik, dibutuhkan dua posisi mamogram dengan proyeksi
berbeda 45 derajat (kraniokaudal dan mediolateralobligue).
Mamografi dapat bertujuan skrining kanker payudara, diagnosis
kanker payudara, dan follow up / kontrol dalam pengobatan.
Mammografi dikerjakan pada wanita usia diatas 35 tahun, namun
karena payudara orang Indonesia lebih padat maka hasil terbaik
mamografi sebaiknya dikerjakan pada usia >40 tahun. Pemeriksaan
Mamografi sebaiknya dikerjakan pada hari ke 7-10 dihitung dari
hari pertama masa menstruasi; pada masa ini akan mengurangi rasa
tidak nyaman pada wanita pada waktu di kompresi dan akan
memberi hasil yang optimal. Untuk standarisasi penilaian dan
pelaporan hasil mamografidigunakan BIRADS yang
dikembangkan oleh American College of Radiology.
21
Tanda primer berupa :
22
3) Biopsi Kelenjar Sentinel
23
Tru-cut biopsi dan core biopsyakan menghasilkan penilaian
histopatologi. Tru-cut biopsi atau core biopsy dikerjakan dengan
memakai alat khusus dan jarum khusus no G12-16. Secara prinsip
spesimen dari core biopsysama sahihnya dengan pemeriksaan
biopsi insisi.
- Biopsi Terbuka dan Spesimen Operasi
Biopsi terbuka dan spesimen operasi akan menghasilkan penilaian
histopatologi. Biopsi terbuka dengan menggunakan irisan pisau
bedah dan mengambil sebagian atau seluruh tumor, baik dengan bius
lokal atau bius umum.
Pemeriksaan histopatologi merupakan baku emas untuk penentuan
jinak/ ganas suatu jaringan; dan bisa dilanjutkan untuk pemeriksaan
imunohistokimia.
5) Pemeriksaan Imunohistokimia
Pemeriksaan Imunohistokimia (IHK) adalah metode pemeriksaan
menggunakan antibodi sebagai probe untuk mendeteksi antigen dalam
potongan jaringan (tissue sections) ataupun bentuk preparasi sel
lainnya. IHK merupakan standar dalam menentukan subtipe kanker
payudara.Pemeriksaan IHK pada karsinoma payudara berperan dalam
membantu menentukan prediksi respons terapi sistemik dan prognosis.
Pemeriksaan imunohistokimia yang standar dikerjakan untuk kanker
payudara adalah:
1. Reseptor hormonal yaitu reseptor estrogen (ER) dan reseptor
progesteron (PR)
2. HER2
3. Ki-67
Pemeriksaan ER dan PR dilakukan pada material dari blok parafin
(spesimen core biopsy dan eksisi), dan dapat juga dari hapusan sitologi
atau cell block. Pemeriksaan harus dilakukan pada spesimen yang
difiksasi dengan Neutral Buffer Formalin (NBF) 10%.Hasil dinyatakan
positif apabila > 1% inti sel terwarnai (baik dengan intensitas lemah,
24
sedang, ataupun kuat). Pemeriksaan status HER2 (c-erbB-2, HER2/neu)
saat ini telah direkomendasikan untuk karsinoma payudara invasif (DCIS
tidak dievaluasi untuk HER2). Pemeriksaan HER2 harus dilakukan pada
blok paraffin dari jaringan yang difiksasi dengan NBF 10% dan tidak dapat
dilakukan dari hapusan sitologi. Hasil dinyatakan HER2 positif pada HER2
+3, sedangkanHER2 +2 memerlukan pemeriksaan lanjutan berupa
hibridisasi in situ.
25
d. Diagnosis Banding
Lesi yang sering dipertimbangkan menjadi diagnose banding dari kanker
payudara yaitu;
- Fibrocystic mammae
- Fibroadenoma
- Intraductal papilloma
- Lipoma
- Fat necrosis
IX. TATALAKSANAAN
a. Pembedahan
Pembedahan merupakan terapi yang paling awal dikenal untuk pengobatan
kanker payudara. Terapi pembedahan dikenal sebagai berikut:
Terapi atas masalah lokal dan regional : Mastektomi, breast conserving
surgery, diseksi aksila dan terapi terhadap rekurensi lokal/regional.
26
Terapi pembedahan dengan tujuan terapi hormonal : ovariektomi,
adrenalektomi, dsb.
Terapi terhadap tumor residif dan metastase
Terapi rekonstruksi, terapi memperbaiki kosmetik atas terapi
local/regional, dapat dilakukan pada saat bersamaan atau setelah
beberapa waktu
Jenis pembedahan pada kanker payudara:
1. Mastektomi
Mastektomi radikal modifikasi (MRM)
MRM adalah tindakan pengangkatan tumor payudara dan seluruh
payudara termasuk kompleks Puting-areola, disertai diseksi kelenjar
getah bening aksilaris level I sampai II secara en bloc. Indikasi:
Kanker payudara stadium I, II, IIIA dan IIIB. Bila diperlukan pada
stadium IIIb, dapat dilakukan setelah terapi neoajuvan untuk
pengecilan tumor.
Mastektomi Radikal Klasik (Classic Radical Mastectomy)
Mastektomi radikal adalah tindakan pengangkatan payudara,
kompleks puting-areola, otot pektoralis mayor dan minor, serta
kelenjar getah bening aksilaris level I, II, III secara en bloc. Jenis
tindakan ini merupakan tindakan operasi yang pertama kali dikenal
oleh Halsted untuk kanker payudara, namun dengan makin
meningkatnya pengetahuan biologis dan makin kecilnya tumor yang
ditemukan maka makin berkembang operasi operasi yang lebih
minimal. Indikasi:
Kanker payudara stadium iiib yang masih operable
Tumor dengan inflitrasi ke muskulus pectoralis mayor
Mastektomi dengan Teknik onkoplasti
Rekonstruksi bedah dapat dipertimbangkan pada institusi yang
mampu ataupun ahli bedah yang kompeten dalam hal rekonstruksi
payudara tanpa meninggalkan prinsip bedah onkologi. Rekonstruksi
dapat dilakukan dengan menggunakan jaringanautolog seperti
27
latissimus dorsi (LD) flap atau transverse rectus abdominis
myocutaneous (TRAM) flap; atau dengan prosthesis seperti silicon.
Rekonstruksi dapat dikerjakan satu tahap ataupun dua tahap, missal
dengan menggunakan tissue expander sebelumnya.
Mastektomi simple
Mastektomi simple adalah pengangkatan seluruh payudara beserta
kompleks putting-areolar, tanpa diseksi kelenjar getah bening aksila.
Indikasi:
- Tumor phyllodes besar
- Keganasan payudara stadium lanjut dengan tujuan paliatif
pengangkatan tumor
- Penyakit paget tanpa massa tumor
- Dcis
Mastektomi subkutan (Nipple-skin-sparing mastectomy)
Mastektomi subkutan adalah pengangkatan seluruh jaringan
payudara, dengan preservasi kulit dan kompleks putting areola,
dengan atau tanpa diseksi kelenjar getah bening aksila. Indikasi:
- Mastektomi profilaktik
- Prosedur onkoplasti
2. Breast Conserving Therapy (BCT)
Pengertian BCT secara klasik meliputi : BCS (=Breast
Conserving Surgery), dan Radioterapi (whole breast dan tumor
sit).BCS adalah pembedahan atas tumor payudara dengan
mempertahankan bentuk (cosmetic) payudara, dibarengi atau tanpa
dibarengi dengan rekonstruksi. Tindakan yang dilakukan adalah
lumpektomi atau kuadrantektomi disertai diseksi kelenjar getah
bening aksila level 1 dan level 2.
Tujuan utama dari BCT adalah eradikasi tumor secara
onkologis dengan mempertahankan bentuk payudara dan fungsi
sensasi. BCT merupakan salah satu pilihan terapi lokal kanker
payudara stadium awal. Beberapa penelitian RCT menunjukkan
28
DFS dan OS yang sama antara BCT dan mastektomi. Namun pada
follow up 20 tahun rekurensi lokal pada BCT lebih tinggi
dibandingkan mastektomi tanpa ada perbedaan dalam OS. Sehingga
pilihan BCT harus didiskusikan terutama pada pasien kanker
payudara usia muda. Secara umum, BCT merupakan pilihan
pembedahan yang aman pada pasien kanker payudara stadium awal
dengan syarat tertentu. Tambahan radioterapi pada BCS dikatakan
memberikan hasil yang lebih baik
Indikasi :
- Kanker payudara stadium I dan II
- Kanker payudara stadium III dengan respon parsial setelah terapi
neoajuvan
Kontraindikasi:
- Kanker payudara yang multisentris, terutama multisentris yang
lebih dari 1 kwadran dari payudara
- Kanker payudara dengan kehamilan
- Penyakit vaskuler dan kolagen (relative)
- Tumor di kuadran sentral (relative)
Syarat:
- Terjangkaunya sarana mamografi, potong beku dan radioterapi
- Proporsi antara ukuran tumor dan ukuran payudara yang
memadai
- Pilihan pasien dan sudh dilakukan diskusi yang mendalam
- Dilakukan oleh dokter bedah yang kompeten dn mempunyai tim
yang berpengalaman (spesialis bedah konsultan onkologi)
3. Salfingo Ovarektomi Bilateral (SOB)
Salfingo ovarektomi bilateral adalah pengangkatan kedua ovarium
dengan/ tanpa pengangkatan tuba falopii baik dilakukan secara
terbuka ataupun per-laparoskopi. Indikasi :
- Karsinoma payudara stadium IV premenopausal dengan reseptor
hormonal positif
29
4. Metastasektomi
Metastektomi adalah pengangkatan tumor metastasis pada
kanker payudara. Tindakan ini masih kontroversi diantara para ahli,
namun dikatakan metastasektomi mempunyai angka harapan hidup
yang lebih panjang bila memenuhi indikasi dan syarat tertentu.
Tindakan ini dilakukan pada kanker payudara dengan metastasis
kulit, paru, hati dan payudara kontralateral.
Indikasi:
- Tumor metastasis tunggal pada satu organ
- Terdapat gejala dan tanda akibat desakan terhadap organ sekitar
Syarat:
- Keadaan umum cukup baik
- Estimasi kesintasan lebih dari 6 bulan
- Masa bebas penyakit >36 bulan
b. Terapi Sistemik
1. Kemoterapi
Kemoterapi diberikan secara bertahap, dapat berupa obat tunggal atau
berupa gabungan beberapa kombinasi obat, biasanya sebanyak 6-8 siklus
agar mendapatkan efek yang diharapkan dengan efek samping yang
masih dapat diterima. Hasil pemeriksaan imunohistokimia memberikan
beberapa pertimbangan penentuan regimen kemoterapi yang akan
diberikan.
2. Terapi hormonal
Terapi hormonal diberikan pada kasus-kasus dengan hormonal positif.
Terapi hormonal bisa diberikan pada stadium I sampai IV. Pada kasus
kanker dengan luminal A (ER+, PR+, HER2 -) pilihan terapi ajuvan
utamanya adalah hormonal bukan kemoterapi. Lama pemberian ajuvan
hormonal selama 5-10 tahun
3. Terapi target
Pemberian anti-Her 2 hanya pada kasus-kasus dengan pemeriksaan IHK
yang Her 2 positif. Pilihan utama anti-Her 2 adalah Herceptin, lebih
30
diutamakan pad kasus-kasus yang stadium dini dan mempunyai
prognosis baik (selama satu tahun: tiap 3 minggu).
4. Radioterapi
Radioterapi kuratif ajuvan
Radioterapi pasca BCS (radioterapi seluruh payudara)
Radioterapi seluruh payudara pada pasca BCS diberikan pada semua
kasus kanker payudara. Hal ini disebabkan radioterapi pada BCS
meningkatkan kontrol local dan mengurangi angka kematian karena
kanker payudara dan memiliki kesintasan yang sama dengan pasien
kanker payudara stadium dini yang ditatalaksana dengan MRM.
Radioterapi seluruh payudara dapat diabaikan pada paien kanker
payudara pasca BCS berusia >70 tahun dengan syarat reseptor esterogen
+, klinis N0, T1 yang mendapat terapi hormonal.
Radioterapi pasca mastektomi (radioterapi dinding dada)
Radioterapi dinding dada pada pasca MRM diberikan pada:
- Tumor T3-4
- KGB aksilla yang diangkat>/= 4 yang mengandung sel tumor dari
sediaan diseksi aksilla yang adekuat
- Batas sayatan positif atau dekat dengan tumor
- KGB aksilla yang diangkat 1-3 yang mengandung sel tumor dari
sediaan diseksi aksilla yang adekuat dengan factor resiko
kekambuhan, antara lain derajat tinggi (diferensiasi jelek) atau invasi
limfo vaskuler
Radioterapi paliatif
Radioterapi paliatif diberikan pada kanker payudara yang
bermetastase ke tulang dan menimbulkan rasa nyeri, metastase ke otak,
kanker payudara inoperable yang disertai ulkus berdarah dan berbau,
kanker payudara inoperable setelah kemoterapi dosis penuh. Tujuan
paliatif diberikan untuk meredakan gejala sehingga meningkatkan
kualitas hidup pasien.
31
Radioterapi pada tatalaksana metastase tulang merupakan salah
satu modalitas terapi selain imobilisasi dengan korset atau tindakan
bedah, bisfosfonat, terapi hormonal, terapi target donosumumab, terapi
radionuklir dan kemoterapi. Radioterapi pada metastase tulang dapat
diberikan atas indikasi:
- Nyeri
- Ancaman fraktur kompresi yang sudah distabilisasi
- Menghambat kekambuhan pasca operasi reseksi
Stadium Tatalaksana
Stadium 0 (TIS/T0, Terapi definitid pada T0 bergantung pada pemeriksaan
N0M0) histopatologi. Lokasi didasarkan pada hasil pemeriksaan
radiologi
Stadium dini/ Dilakukan tindakan operasi:
operable (stadium I
dan II) Breast conserving therapy (BCT), indikasi:
- Grade III
- TNBC
- Ki 67 bertambah kuat
- Usia muda
- Emboli limfatik dan vascular
- KGB >3
32
- KGB (+)>3 atau dengan ekstensi ekstrakapsuler
33
Follow Up
X. PENCEGAHAN
Pencegahan (primer) adalah usaha agar tidak terkena kanker payudara .
Pencegahan pri mer berupa mengurangi atau meniadakan faktor-faktor risiko
yang diduga sangat erat kaitannya dengan peningkatan insiden kanker payudara.
Pencegahan primer atau supaya tidak terjadinya kanker secara sederhana adalah
mengetahui faktor -faktor risiko kanker payudara, seperti yang telah disebutkan
di atas, dan berusaha menghindarinya.
34
Prevensi primer agar tidak terjadi kanker payudara saat ini memang masih
sulit; yang bisa dilakukan adalah dengan meniadakan atau memperhatikan
beberapa faktor risiko yang erat kaitannya dengan peningkatan insiden kanker
payudara seperti berikut : (level -3 )
Pencegahan sekunder adalah melakukan skrining kanker payudara.Skrining
kanker payudara adalah pemeriksaan atau usaha untuk menemukan abnormalitas
yang mengarah pada kanker payudara pada seseorang atau kelompok orang yang
tidak mempunyai keluhan. Tujuan dari skrining adalah untuk menurunkan angka
morbiditas akibat kanker payudara dan angka kematian.Pencegahan sekunder
merupakan primadona dalam penanganan kanker secara keseluruhan.
Skrining untuk kanker payudara adalah mendapatkan orang atau kelompok
orang yang terdeteksi mempunyai kelainan/abnormalitas yang mungkin kanker
payudara dan selanjutnya memerlukan diagnosa konfirmasi. Skrining ditujukan
untuk mendapatkan kanker payudara dini sehingga hasil pengobatan menjadi
efektif; dengan demikian akan menurunkan kemungkinan kekambuhan ,
menurunkan mortalitas dan memperbaiki kualitas hidup(level -3).
Beberapa tindakan untuk skrining adalah :
1. Periksa Payudara Sendiri (SADARI)
2. Periksa Payudara Klinis (SADANIS)
3. Mammografi Skrining
XI. PROGNOSIS
Dari tahun 1990 hingga 2015, tingkat kematian akibat kanker payudara di
Amerika Serikat menurun 39%. Penurunan terjadi pada wanita yang lebih muda
dan lebih tua, tetapi telah melambat di antara wanita yang lebih muda dari 50
sejak 2007. Penurunan angka kematian akibat kanker payudara dianggap
mewakili kemajuan dalam deteksi dini dan peningkatan modalitas pengobatan.
Perkiraan tahun 2018 adalah 41.040 kematian akibat kanker payudara (40.920
pada wanita, 480 pada pria).
35
DAFTAR PUSTAKA
American Cancer Society. 2019. Breast Cancer Facts & Figures 2019-2020. Atlanta:
American Cancer Society, Inc.
Chalasani, P. dkk. 2020. Breast Cancer Treatment and Management. [online]
https://emedicine.medscape.com/article/1947145-treatment
Doherty GM. 2015. Current Diagnosis and Treatment Surgery 14 th Edition. New York:
Mc Graw Hill
Firasi, AA., Yudhanto, E., 2016. Hubungan Usia terhadap Derajat Diferensiasi Kanker
Payudara pada Wanita. Jurnal Kedokteran Diponegoro. 5(4). P327-336 Humaera, R.,
Mustofa, S., 2017. Diagnosis dan Penatalaksanaan Karsinoma
Mammae Stadium 2. Jurnal Medula Unila. 7 (2). P103-107
Kemenkes. 2018. Pedoman Nasional Pelayanan Kedokteran Tatalaksana Kanker Payudara
Shah R, Rosso K, Nathanson SD. 2014. Pathogenesis, Preventiom, Diagnosis and
Treatment of Breast Cancer. World Journal of Clinical Oncology. 5(3). P283-98
Sparano, JA. Dkk. 2020. Breast Cancer Staging. [online]
https://emedicine.medscape.com/article/2007112-overview
36
37